Anda di halaman 1dari 3

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER

C
(Semester Genap 2020/20211)

Mata Ujian : Hukum Agraria


Waktu : 60 Menit
Kelas : IV
Hari, Tanggal : Senin, 28 Juni 2021
Dosen : I Made Mulyawan Subawa,SH,MH
Sifat Soal : Close Book

PETUNJUK
- Kerjakan soal-soal di bawah ini pada kertas yang telah disediakan
- Tulisan harus jelas dan mudah dibaca. Usahakan menggunakan tinta hitam
- Setelah selesai, semua pekerjaan diserahkan kepada Pengawas dan jangan lupa mencantumkan Nama,
NIM, No. Ujian, Kelas dsb.

Soal :

Pertanyaan

1. Apakah yang menjadi tujuan dari sistem pendaftaran tanah menurut Undang-
Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang UUPA? jelaskan.
2. Sebutkan dan jelaskan asas-asas dalam pendaftaran tanah sebagaimana diatur
dalam pasal 2 PP 24 tahun 1997.
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan :
a. Pendaftaran tanah untuk pertama kali
b. Pendaftaran tanah secara sistematik; dan
c. Pendaftaran tanah secara sporadik.
4. Apabila tuan A akan membeli tanah yang bersertipikat hak milik atas nama
tuan B, bagaimana prosedurnya sampai tuan A memperoleh sertipikat atas
namanya? jelaskan.
5. Apa yang saudara ketahui tentang sifat terang dan tunai dalam jual beli tanah
yang diambil dari pengertian Hukum Adat ? Berikan contoh mengenai sifat
tunai/kontan yang dimaksud dalam praktek.

Selamat Bekerja Semoga Sukses


Harap Di isi Oleh Mahasiswa Nilai (Diisi Dosen)
Nama Mahasiswa Cokorda Putra Parwata
NIM / Semester
Mata Ujian / SKS
Dosen Penguji
Tanggal Ujian Tanda Tangan Dosen

Hari/ Jam Kuliah

Lembar Jawaban Mahasiswa

1. UU Pokok Agraria Pasal 19 termaktub tentang pendaftaran tanah sesuai dengan


ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal ini kemudian
melahirkan PP 24 Tahun 1997 yang mengatur tentang pendaftaran tanah. Pendaftaran
tanah dilakukan untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemilik
hak atas suatu tanah. Kegiatan ini dilakukan meliputi pengukuran perpetaan dan
pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak, serta
pemberian sertifikat tanah sebagai alat bukti yang kuat dan sah.

2. Pendaftaran tanah di Indonesia memiliki asas dalam pelaksanaannya. Hal ini secara tegas
diatur dalam Pasal 2 PP Nomor 24 Tahun 1997, bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan
berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Asas pendaftaran
tanah ini merupakan pengaturan baru karena sebelumnya tidak diatur secara limitatif
dalam PP Nomor 10 Tahun 1961. Penjelasan Pasal 2 PP Nomor 24 Tahun 1997
mengungkapkan secara terperinci makna dari asas pendaftaran tanah tersebut, yaitu
sebagai berikut : “Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-
ketentuan maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah. Sedangkan asas aman
dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara
teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai
tujuan pendaftaran tanah itu sendiri. Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi
pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan
kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka
penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang
memerlukan. Asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam
pelaksanaannya dan berkesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia
harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar
dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas mutakhir
menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan
berkesinambungan sehingga data yang tersimpan di kantor pertanahan selalu sesuai
dengan keadaan nyata di lapangan dan di masyarakat dapat memperoleh keterangan
mengenai data yang benar setiap saat. Untuk itu diberlakukan pula asas terbuka”.

3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang


Pendaftaran Tanah.

a. Pasal 1 ayat 9: Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran
tanah yang dilakukan terhadap obyek tanah yang belum didaftar berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau
Peraturan Pemerintah ini.
b. Pasal 1 ayat 10: Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran
tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
desa/kelurahan.
c. Pasal 1 ayat 11: pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran
tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau
massal.

4. Untuk mengajukan peningkatan status AJB ke SHM, maka sama halnya dengan biaya
pengajuan sertifikat hak milik (SHM). Prosesnya dilakukan langsung di kantor Badan
Pertanahan Nasional sesuai domisili. Prosedurnya: mengajukan permohonan sertifikat,
pengukuran lokasi, pengesahan surat ukur, penelitian oleh petugas panitia A yang
dilakukan di Sub Seksi Pemberian Hak Tanah dan Anggota Panitia A terdiri dari petugas
dari BPN dan lurah setempat, pengumuman data yuridis ke kelurahan dan BPN, terbitnya
SK hak atas tanah, pembayaran bea perolehan hak atas tanah (BPHTB), pendaftaran SK
hak yang diterbitkan sertifikat dan pengambilan sertifikat.

5. Dalam hal jual beli tanah, Hukum Adat menganut asas “terang dan tunai” . Terang berarti
perbuatan hukum jual beli tersebut dilakukan di hadapan pemimpin adat (pejabat) yang
menangani masalah pertanahan (atau tetua adat) sedangkan tunai, berarti peralihan hak
dari penjual kepada pembeli berlangsung secara seketika itu juga, pada saat terjadi
pembayaran dari pembeli kepada penjual. Contoh: dalam jual beli pada waktu bersamaan
pembeli menyerahkan uang dan penjual menyerahkan sertifikat tanah. Bila barang
diterima pembeli tetapi harga belum dibayar namanya bukan jual beli tetapi hutang
piutang, kecuali sudah ada uang panjer atau tanda jadi. Telah dibayar secara riil meski
hanya separuh. Sementara, penyerahan fisik tanah dan pembayaran sisa harga dapat
menjadi cicilan, angsuran, atau dilunasi pada lain kesempatan. Sehingga bila dikemudian
hari nominal nilai jual beli tidak dilunasi oleh pembeli, maka hubungan hukum yang ada
ialah hubungan perdata hutang piutang yang tunduk pada ketentuan KUHPerdata oleh
karena hubungan jual-beli telah tuntas dan selesai saat terpenuhinya asas “terang dan
tunai”. Yang menjadi konsekuensi yuridis bila telah terpenuhinya asas “terang dan tunai”
dalam peralihan hak atas tanah: yakni tidak dapat sang pembeli digugat atas dasar jual-
beli tanah, karena jual beli (pemindahan hak atas tanah) dinyatakan telah selesai. Yang
dapat ditempuh sang pemilik lama hanyalah upaya penagihan hutang-piutang terhadap
sang pembeli tanah.

Anda mungkin juga menyukai