Prodi : D3 kebidanan Tk 2
Mata kuliah : Kesehatan perempuan
Kasus Pelecehan Seksual Dalam Transportasi Umum Menurut Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat
Abstrak
Tindakan pelecehan seksual sudah tidak aneh lagi dan sudah banyak terjadi dimanamana, di
kantor, supermarket, tempat wisata, mall, dan angkutan umum. Ironisnya korban pelecehan
seksual itu tidak hanya perempuan normal, akan tetapi juga perempuan penyandang cacat.
Kasus pelecehan seksual dalam hal ini sudah pernah diadili di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 753/PID.B/2014/PN.JKT.PST. Majelis
Hakim menyatakan dan menetapkan bahwa terdakwa telah terbukti dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana yang diatur dalam pasal 290 ke-1 KUHP jo pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP. Maka hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara 1 (satu) tahun dan 6
(enam) bulan.
Kata Kunci: Pelecehan Seksual, Transportasi Umum, Pengadilan Jakarta
Merasa takut dan cemas merupakan reaksi psikologis normal ketika seseorang menghadapi
keadaan mencekam seperti pelecehan seksual. Namun, jika hal tersebut terjadi
berkepanjangan dan berdampak pada kehidupan sehari-hari, maka bisa jadi merupakan
pertanda dari gangguan cemas. Gangguan cemas seringkali ditandai dengan kecemasan atau
rasa khawatir berlebih mengenai peristiwa sehari-hari tanpa ada alasan jelas. Penderitanya
tidak bisa dikendalikan sehingga menimbulkan stres dan menyebabkan gangguan pada
kehidupan sosial.
Trauma
Pastinya korban pelecehan seksual akan merasakan trauma yang amat mendalam atau
sering disebut dengan post-traumatic stress disorder (PTSD).
Buruh diri
Hal yang paling menakutkan ketika seseorang mengalami pelecehan seksual adalah
keinginan untuk bunuh diri.
2. Dampak psikis
Gangguan cemas
Cemas merupakan reaksi psikologis yang normal ketika seseorang menghadapi keadaan
mencekam atau situasi di luar harapannya.Gangguan cemas ditandai dengan kecemasan atau
rasa khawatir berlebih mengenai peristiwa sehari-hari tanpa adanya alasan yang jelas.
Kecemasan tersebut tidak bisa dikendalikan sehingga menimbulkan stres dan menyebabkan
gangguan pada kehidupan sosial penderita.
Depresi
Korban yang memilih untuk diam lebih rentan untuk mengalami depresi. Bila sudah depresi,
gejala utamanya adalah merasa sedih atau tertekan sepanjang hari, mudah lelah dan tak
memiliki tenaga untuk beraktivitas, serta kehilangan minat terhadap hal-hal yang
sebelumnya disukai. Tak hanya itu, penderita pelecehan seksual yang depresi juga dapat
mengalami gangguan tidur (menjadi sulit atau terlalu banyak tidur), nafsu makan berkurang,
sulit berkonsentrasi dalam belajar atau bekerja, serta merasa dirinya tak berharga.
Trauma
Pada gangguan ini, penderitanya terbayang-bayang akan kejadian pelecehan seksual yang
dialaminya secara berkepanjangan. Mereka juga sering mengalami mimpi buruk tentang hal
tersebut dan berusaha menghindari segala sesuatu yang dapat membangkitkan ingatan
tentang kejadian mengerikan yang pernah dialaminya.
Histeria
Histeria, atau disebut juga dengan gangguan konversi, merupakan salah satu gangguan
psikologis ekstrem yang bisa terjadi pada korban pelecehan seksual. Gejala histeria
umumnya berupa hilangnya fungsi salah satu bagian tubuh secara mendadak tanpa adanya
penyakit fisik yang menyebabkannya.
3. Dampak fisik
Masalah somatik
Kesehatan fisik yang lebih buruk
Lebih sering mengunjungi dokter
Disabilitas pekerjaan
Penyakit kronis
Nyeri kronis
Perilaku seksual berisiko tinggi, seperti dari seks tanpa kondom dan seks dengan
banyak pasangan
Komplikasi ginekologis dan perinatal
Masalah seksual (sepeti nyeri saat senggama, vaginismus pada wanita)
Risiko lebih besar tertular HIV dan infeksi menular seksual yang ditularkan lewat
darah (seperti hepatitis, herpes simplex virus, human papilloma virus)
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjLvvL6oPfsAhUJR
K0KHY7PCnUQFjAAegQIBRAC&url=http%3A%2F%2Fjournal.uinjkt.ac.id%2Findex.php
%2Fsalam%2Farticle%2Fdownload%2F7871%2Fpdf&usg=AOvVaw1grSmjc-o7ifjokAPuJHBL
https://media.neliti.com/media/publications/267040-kekerasan-seksual-pada-anak-di-
kabupaten-219e15fc.pdf