Anda di halaman 1dari 21

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

Dosen Pengampu : Dr. Maspiyah, M.kes

Novia Restu Windayani, S.Pd,M.Pd

Disusun Oleh :

Ainur Friska Rahayu 19050634023

Dini Antika Ningrum 19050634031

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TATA RIAS

JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses pendidikan dalam kegiatan pembelajaran atau dalam kelas, akan bisa berjalan dengan
lancar, kondusif, interaktif, dan lain sebagainya apabila dilandasi oleh dasar kurikulum yang baik
dan benar. Pendidikan bisa dijalankan dengan baik ketika kurikulum menjadi penyangga utama
dalam proses belajar mengajar. Kurikulum mengandung sekian banyak unsur konstruktif supaya
pembelajaran terlaksana dengan optimal. Sejumlah pakar kurikulum berpendapat bahwa jantung
pendidikan berada pada kurikulum. Baik dan buruknya hasil pendidikan ditentukan oleh
kurikulum.

Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan
perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan
dan kemajuan zaman. Yang paling dekat yaitu perubahan dari kurukulum berbasis kompetensi
(KBK) menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), kemudian beralih lagi menjadi
kurikulum 2013. Terlepas apapun penyebabnya entah itu karena masalah politik, pergantian
kepemimpinan/menteri ataupun karena memang dipandang harus berubah yang pasti
kurikulumnya telah berubah. Nah, sebagai seorang akademisi minimalnya kita menganalisis
hakikat dari kurikulum tersebut. Sehingga kita mengetahui apa dan bagaimana Kurikulum 2013
tersebut.

Kurikulum 2013 memang baru mulai dilaksanakan, sejauh ini masih banyak pro dan kontra
dalam masyarakat, apalagi sosialisasinya belum terlaksana secara menyeluruh. Namun sebagai
anggota masyarakat, kita harus mengetahui garis besarnya agar dapat memahami sehingga dapat
mendukung program tersebut. Perubahan kurikulum sejatinya dilakukan untuk mengatasi
berbagai permasalahan pendidikan yang ada. Namun, karena kurikulum hanya buatan manusia,
pasti selalu ada kekurangan. Maka kitalah yang harus memaksimalkan proses pendidikan agar
memperoleh hasil yang baik. Dengan kurikulum yang sesuai dan tepat, maka dapat diharapkan
sasaran dan tujuan pendidikan akan dapat tercapai secara maksimal.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagimana merancang pembelajaran efektif dan bermakna?

2. Bagaimana mengorganisasikan pembelajaran?

3. Bagaimana memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran?

4. Bagaimana pembentukan Kompetensi (KI) dan karakter terintegrasi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui merancang pembelajaran efektif dan bermakna
2. Untuk mengetahui mengorganisasikan pembelajaran.
3. Untuk mengetahui memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran.
4. Untuk mengetahui pembentukan Kompetensi (KI) dan karakter terintegrasi.

BAB 11
PEMBAHASAN

2.1 Merancang Pembelajaran Efektid dan Bermakna

Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat ketika peserta didik belum dapat
membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan pembelajaran dihentikan, diubah metodenya, atau
mengulang dulu pembelajaran yang lalu. Guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang
sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan. Untuk
kepentingan tersebut, guru harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai jenis-jenis belajar, Kondisi
internal dan eksternal peserta didik, serta cara melakukan pembelajaranyang efektif dan bermakna.

Pembelajaran menyenangkan, efektif dan bermakna dapat dirancang oleh setiap guru, dengan prosedur
sebagai berikut.

1. Pemanasan dan Apersepsi


Pemanasan dan apersepsi perlu dilakukan untuk menjajaki pengetahuan peserta didik dengan menyajikan
materi yang menarik, dan mendorong mereka untuk mengetahui berbagai hal baru. Pemanasan dan
apersepsi ini dapat dilakukan dngan prosedur sebagai berikut.

a. Pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik.

b. Peserta didik dimotivasi dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi kehidupan mereka.

c. Peserta didik digerakan agar tertarik dan bernafsu untuk mengetahui hal-hal yang baru.

2. Eksplorasi
Eksplorasi merupakan tahap kegiatan embelajaran untuk mengenalkan bahan dan mengaitkannya dengan
pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Hal tersebut dapat ditempuh dengan prosedur sebagai
berikut.

a. Perkenalkan materi standar dan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik;

b. Kaitkan materi standard an kompetensi dasar yang baru dengan pengetahuan dan kompetensi yang
sudah dimiliki oleh peserta didik;

c. Pilihlah metode yang paling tepat, dan gunakan secara bervariasi untuk meningkatkan penerimaan
peserta didik terhadap materi standar dan kompetensi baru.

3. Konsolidasi Pembelajaran
Konsolidasi merupakan kegiatan untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembentukkan kompetensi dan
karakter, serta menghubungkannya dengan kehidupan peserta didik. Konsolidasi pembelajaran ini dapat
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut.
a. libatkan peserta didik seara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi dan kompetensi baru;

b. libatkan peserta didik secara aktif dalam proses pemecahan masalah (problem solving), terutama
dalam masalah-masalah aktual;

c. Letakan penetapan pada kaitan struktual, yaitu kaitan antara materi standar dan kompetensi baru
dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan dalam lingkungan masyarakat;

d. Pilihlah metode yang paling tepat sehingga materi standar dapat diproses menjadi kompetensi dan
karakter peserta didik;

4. Pembentukan Sikap, Kompetensi, dan Karakter

Pembentukan sikap, kompetensi, dan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut.

a. Dorongan peserta didik untuk menerapkan konsep, pengertian kompetensi, dan karakter yang
dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari;

b. Praktekkan pemebelajaran secara langsung, agar peserta didik dapat membangun sikap, kompetensi,
dan karakter baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari;

c. Gunakan metode yang paling tepat agar terjadi perubahan sikap, kompetensi, dan karakter peserta
didik secara nyata;

5. Penilaian Formatif

Penilaian formatif perlu dilakukan untuk perbaikan, yang pelaksanaannya dapat dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut.

a. Kembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik;

b. Gunakan hasil penilaian tersebut untuk menganalisis kelemahan atau kekurangan peserta didik dan
masalah-masalah yang dihadapi guru dalam membentuk karakter dan kompetensi peserta didik;

c. Pilihlah metodologi yang paling tepat sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.

2.2 Mengorganisasikan Pembelajaran


Dalam Strategi pengorganisasian isi pembelajaran disebut oleh Reigeluth, Bunderson,
dan Merrill (1977) sebagai structural strategy, yang mengacu kepada cara untuk membuat
urutan ( sequencing ) dan mensintesis (synthesizing) fakta-fakta, konsep-konsep, prosedur, atau
prinsip-prinsip yang berkaitan. Sequencing mengacu kepada pembuatan urutan penyajian isi
bidang studi dan synthesizing mengacu kepada upaya untuk menunjukkan kepada si-pembelajar
keterkaitan antar isi bidang studi. Jadi, strategi pengorganisasian mengacu kepada cara untuk
membuat urutan dan sistesis isi bidang studi.
Pengorganisasian pembelajaran secara khusus, merupakan fase yang amat penting dalam
rancangan pembelajaran. Synthesizing akan membuat topik-topik dalam suatu bidang studi
menjadi lebih bermakna bagi si belajar (Ausubel,1968) yaitu dengan menunjukkan bagaimana
topik-topik itu terkait dengan keseluruhan isi bidang studi. Sequencing atau penataan urutan,
amat diperlukan dalam pembuatan sintesis.
Strategi  Makro dan Mikro
Strategi pengorganisasian makro diacukan untuk menata keseluruhan isi bidang studi, strategi
pengorganisasian mikro diacukan untuk menata sajian suatu konsep, atau prinsip, atau prosedur.
 
A. Strategi Mikro
Teori Gagne dan Briggs,  teori pembelajaran yang dikembangkannya mendeskripsikan hal-hal
yang berkaitan dengan:
Kapabilitas Belajar
Lima kapabilitas belajar yang dapat dipelajarai oleh si-belajar, meliputi:
1.       Informasi verbal. Si-belajar telah belajar informasi verbal apabila ia dapat mengingat
kembali informasi itu.
2.       Ketrampilan Intektual. Si-belajar akan menggunakan suatu ketrampilan intelektual apabila
ia berinteraksi dengan lingkungan simbulnya bahasa dan angka. Ketrampilan Intelektual
mencakup lima katagori, yaitu: (1)Diskriminasi; (2)Konsep konkrit; (3)Konsep abstrak;
(4)Kaidah; (5)Kaidah tingkat lebih tinggi
3.       Strategi Kognitif. Siswa telah belajar strategi koqnitif apabila ia telah mengembangkan
cara-cara untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensi proses berfikir dan proses
belajarnya.
4.       Sikap. Keadaan mental yang komplek dari si-belajar yang dapat mempengaruhi pelihannya
untuk melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pribadi terhadap orang lain, benda, atau
peristiwa.
5.       Ketrampilan Motorik. Si-belajar telah mengembangkan ketrampilan motorik apabila ia
telah menampilkan gerakan-gerakan fisik dalam menggunakan bahan-bahan atau peralatan-
peralatan menurut prosedur.
 
Gagne dan Briggs mendeskripsikan kondisi belajar yang berbeda untuk setiap katagori
kapabilitas. Mereka membedakan dua jenis kondisi belajar yaitu:
1.     Kondisi belajar internal. Mengacu kepada perolehan dan penyimpanan kapabilitas-
kapabilitas yang telah dipelajari si-belajar yang mendukung belajar kapabilitas lainnya.
2.     Kondisi belajar eksternal. Mengacu kepada berbagai cara yang dirancang untuk
memudahkan proses-proses internal dalam diri si-belajar ketika belajar.
 
Peristiwa Pembelajaran
Teori belajar pengolahan informasi mendeskripsikan bahwa tindakan belajar merupakan proses
internal yang mencakup beberapa tahapan. Gagne (1985) mengemukakan bahwa tahapan-
tahapan ini dapat dimudahkan dengan menggunakan metode pembelajaran yang mengikuti
urutan tertentu yang ia sebut dengan “peristiwa pembelajaran”.
Peristiwa pembelajaran ini dibagi menjadi sembilan tahapan yang diasumsikan sebagai cara-cara
eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam belajar, yaitu:
1.     Menarik perhatian;
2.     Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada si-belajar;
3.     Merangsang ingatan pada prasarat belajar;
4.     Menyajikan bahan perangsang;
5.     Memberikan bimbingan belajar;
6.     Mendorong unjuk kerja;
7.     Memberikan balikan informative;
8.     Menilai unjuk kerja;
9.     Meningkatkan retensi dan alih belajar.
 
Pengorganisasian Pembelajaran (urutan pembelajaran)
Kini sampai pada inti kajian yaitu mendeskripsikan cara yang diperkenalkan Gagne dalam
mengorganisasikan urutan pembelajaran. Pertimbangan terpenting dalam membuat urutan
pembelajaran adalah ada tidaknya prasyarat untuk suatu kapabilitas, dan apakah si belajar telah
memiliki prasyarat belajar itu.
 
Model Taba : Pembentukan Konsep
Taba(1980) memperkenalkan strategi pengorganisasian pembelajaran tingkat mikro, khusus
untuk belajar konsep dengan pendekatan induktif. Strategi yang diciptakannya terdiri dari tiga
tahapan sejalan dengan tiga tingkatan proses berpikir yang dikemukakannya. Ketiga tingkatan
proses berpikir itu adalah: (1) pembentukan konsep, (2) intepretasi, dan (3) aplikasi prinsip.
 
Pengorganisasian pembelajaran untuk keperluan pembentukan  konsep terdiri dari tiga langkah,
yaitu:
1.     Mengidentifikasi contoh-contoh yang relevan dengan konsep yang akan dibentuk.
2.     Mengelompokkan contoh-contoh berdasarkan karakteristik serupa (criteria tertentu) yang
dimiliki.
3.     Mengembangkan katagori atau nama untuk kelompok-kelompok itu.
 
Model  Bruner: Pemahaman Konsep
Pembentukan konsep dan pemahaman konsep  merupakan dua kegiatan mengkategorikan yang
berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh  kegiatan mengkategori
meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh ke dalam kelas dengan
menggunakan dasar criteria tertentu.
 
Bruner (1980) memandang bahwa suatu konsep memilki lima unsur dan seseorang dikatakan
memahami suatu konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep itu. Kelima unsure
tersebut adalah (1)Nama; (2)Contoh-contoh; (3)Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak;
(4)Rentangan karakteristik, dan (5)Kaidah.
 
Menganalisis Strategi Berpikir untuk Memahami Konsep
Bruner (1980) menggunakan istilah strategi yang mengacu kepada urutan keputusan yang dibuat
oleh seseorang dalam meneliti setiap keputusan yang dibuat oleh seseorang dalam meneliti
setiap contoh dari suatu  konsep. Bruner juga mengembangkan strategi-strategi yang berbeda
untuk mencapai jenis konsep yang berbeda. Ada tiga strategi pengorganisasian pembelajaran
pemahaman konsep yang telah dikembangkan, yaitu: (1)Model penerimaan; (2)Model pilihan,
dan (3)Model dengan contoh yang terorganisasi.
 
1.     Model penerimaan mengacu kepada strategi pengorganisasian contoh-contoh konsep
dengan memberi tanda “ya”, bila contoh itu menjadi contoh konsep, dan tanda “tidak”, bila
contoh itu bukan contoh konsep.
2.     Model pilihan  mengacu kepada strategi pengorganisasian contoh-contoh konsep tanpa
memberi tanda “ya” atau “tidak”.
3.     Model dengan contoh yang terorganisasi mengacu kepada strategi pemahaman konsep
dengan menggunakan contoh-contoh yang terorganisasi dalam lingkungan kehidupan yang
sesungguhnya.
B. STRATEGI MAKRO
Hirarki Belajar
Gagne (1968) menekankan pada penataan urutan dengan memunculkan gagasan prasyarat belajar
yang disebut hirarkhi belajar. Reigeluth dalam Degeng (1988) mengemukakan bahwa analisis
hirarkhi belajar kurang berarti untuk membuat sintesis. Pendapat ini dipertegas oleh Gagne
(1977) bahwa analisis hirarkhi belajar kurang berarti untuk membuat sintesis, dengan demikian
untuk mengorganisasi keseluruhan isi bidang studi (strategi makro) perangcang pembelajaran
perlu beralih ke strategi lain.
 
Analisa Tugas
Cara lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi  adalah information-
processing approach to task analysis Seseorang dapat saja mempelajari langkah terakhir dari
suatu prosedur pertama kali, tetapi dalam unjuk kerja ia tidak dapat memulai dari langkah
terakhir. Gropeper, Landa, Merrill, Resnick, dan Scandura adalah orang-orang yang pertama kali
menekankan pentingnya hubungan jenis ini (information- processing approach to task analysis )
dalam pengorganisasian pembelajran pada tingkat makro.
Sub Sumptife Sequence 
David Ausubel (1968) mengemukakan gagasan, cara membuat urutan sistem pembelajaran yang
dapat membuat pembelajaran jadi lebih bermakna, ia menggunakan urutan dari umum ke rinci.
Bila pengetahuan baru diassimilasikan dengan pengetahuan yang sudah ada, maka perolehan
belajar dan retensi akan dapat ditingkatkan
 
Kurikulum Spiral
Jerome Brunner (1960) menyatakan bahwa a spiral curriculum merupakan pembelajaran tingkat
makro, dengan konsep pembelajaran dimulai dengan mengajarkan isi pengajaran secara umum,
kemudian secara lebih rinci.
 
Teori Skema
Anderson dkk. (1977) menguatkan pendapat David Ausubel (1968) dengan tori skema, teori
Ausubel (1968) memandang proses belajar sebagai pengetahuan baru dalam diri si belajar
dengan cara mengaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada dan hasil belajar sebagai
hasil pengorganisasian struktur kognitif yang baru, struktur kognitif yang baru ini akan menjadi
asimilatif skema.
 
Webteaching
Norman (1973) mengenai webteaching sebagai prosedur menata urutan isi bidang studi termasuk
strategi makro. Prosedur ini menekankan pentingnya peran struktur pengetahuan yang telah
dimiliki oleh si belajar dan struktur isi bidang yang akan dipelajari. Hal ini sesuai dengan
pendapat Tillema (1983).
 
Teori Elaborasi
Teori ini mempreskripsikan cara mengorganisasikan pembelajaran dari umum ke rinci, urutan
umum ke rinci dimulai dari epitome kemudian mengelaborasi dalam epitome ke lebih rinci.
Komponen Strategi Teori Elaborasi
Menurut Reigeluth dan Stein (1983) ada 7 komponen strategi yang diintegrasikan dalam teori
elaborsi, yaitu ; (1) urutan elaboratif; (2) urutan prasarat belajar; (3) rangkuman; (4) synthesis;
(5) analogi; (6) pengaktif strategi kognitif; (7) kontrol belajar.
(1)  Urutan elaboratif adalah urutan dari yang sederhana kepada yang komplek atau dari umum
ke rinci yang memiliki karakteristik khusus.
(2)  Urutan prasyarat belajar dimaksud adalah sepadan dengan struktur belajar atau herarki
belajar yang dikemukakn oleh Gagne (1968).
(3)  Rangkuman adalah tinjauan kembali (review) terhadap apa yang telah dipelajari penting
sekali dilakuka untuk mempertahankan ritensi. Review juga sebagai acuan yang mudah
diingat untuk konsep, prosedur, atau prinsip yang diajarkan.
 
Terdapat 2 jenis rangkuman yaitu rangkuman internal yang diberikan pada
setiap akhir suatu pelajaran dan hanya merangkum isi bidang studi yang baru
diajarkan, sedang rangkuman eksternal diberikan setelah beberapa kali
pelajaran yang merangkum semua isi yang telah dipelajari dalam beberapa
kali pelajaran.
 
(4)  Pensintensis adalah komponen strategi teori elaborasi yang berfungsi untuk menunjukkan
kaitan-kaitan diantara konsep-konsep, prosedur-prosedur dan prinsip-prinsip yang diajarkan.
Dengan mengkaitkan konsep-konsep ini akan meningkatkan kebermaknaan dengan jalan
menunjukkan suatu konsep, prosedur, atau prinsippada bagian yang lebih luas (Ausubel
1968) selain itu juga dapat memberi pengaruh situasional pada si belajar (Keller 1983) juga
berpeluang meningkatkan retensi (Quillian 1968). Pensintesis berfungsi untuk menunjukkan
keterkaitan diantara konsep, prosedur, atau prinsip yang diajarkan. Komponen strategi ini
berpeluang untuk  Memudahkan pemahaman, meningkatkan motivasi dan meningkatkan
retensi.
 
(5)   Analogi, menurut Dreistadt (1969) dan Reigeluth (1983) analogi menggambarkan
persamaan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang lain yang berbeda diluar
cakupan pengetahuan yang sedang dipelajari. Ini membantu pemahaman terhadap
pengetahuan yang sukar dipelajari siswa. Makin dekat persamaan antara pengetahuan baru
dengan pengetahuan yang dijadikan analogi, makin efektif analogi itu.
 
(6)  Pengaktif Strategi Kognitif  adalah ketrampilan-ketrampilan yang diberlakukan si-belajar
untuk mengatur proses-proses internalnya ketika ia belajar, mengingat dan berpikir (Gagne
1985). Rigney (1978) mengemukakan 2 cara unuk mengaktifkan strategi kognitif yaitu
dengan merancang pembelajaran sedemikian rupa sehingga si belajar dipaksa untuk
menggunakannya (embeded strategi) dan dengan menyuruh si belajar menggunakannya
(detaced strategi).
 
(7)  Kontrol Belajar menurut Merrill (1979) konspsi kontrol belajar mengacu pada kebebasan si
belajar dalam melakukan pilihan dan pengurutan terhadap isi yang akan dipelajari (content
controll), pace controll, display controll dan cosiuous cognation controll. Dalam kaitan ini si
belajar menentukan sendiri isi, urutan, strategi kognitif yang paling cocok baginya untuk
digunakan dalam suatu pembelajaran.
 
Model Elaborasi
Prinsip-prinsip Model Elaborasi
1.     Penyajian Kerangka Isi
Menyajikan kerangka isi dengan menunjukan bagian-bagian utama bidang studi dan
hubungan-hubungan utama diantara bagian-bagian itu.
2.    Elaborasi Secara Bertahap
Bagian-bagian yang tercakup dalam kerangka isi hendaknya dielaborasi secara bertahap
3.    Penyajian Bagian Terpenting
Penyajian bagian yang terpenting  hendaknya dielaborasi pertama kali
4.    Cakupan Optimal Elaborasi
Kedalaman dan keluasan tiap-tiap elaborasi hendaknya dilakukan secara optimal
5.    Penyajian Pensintesis Secara Bertahap
Pensintesis hendaknya diberikan setelah  setiap kali melakukan elaborasi.
6.    Penyajian Jenis Pensintesis
Jenis pensisntesis hendaknya disesuaikan dengan tipe isi bidang studi
7.    Tahapan Pemberian Rangkuman
Rangkuman hendaknya diberikan sebelum setiap kali menyajikan pensintesis.
 
Langkah-langkah pembelajaran yang diorganisasi dengan Model Elaborasi, meliputi:
1.     Penyajian kerangka isi;
2.     Elaborasi tahap pertama;
3.     Pemberian rangkuman dan síntesis eksternal;
4.     Elaborasi tahap kedua;
5.     Pemberian rangkuman dan sisntesis eksternal;
6.     Elaborasi tahap ketiga;
7.     Mensintesis seluruh isi bidang studi yang telah diajarkan.

2.3 Memilih dan Menentukan Pendekatan Pembelajaran

Kurikulum Seorang guru dalam perencanaan proses pembelajaran diharuskan memiliki


pengetahuan serta kemampuan dalam memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran yang
tepat untuk digunakan. Pendekatan pembelajaran tersebut dapat menjadi acuan guru dalam
memberikan respon-respon yang tepat terhadap muridnya selama proses pembelajaran
berlangsung. Terdapat berbagai macam pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan,
pendekatan-pendenkatan tersebut antara lain pembelajaran kontekstual (contextual teaching and
learning), bermain peran, pembelajaran partisipatif (participative teaching and learning), belajar
tuntas (mastery learning).

1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual yang sering disingkat dengan CTL merupakan konsep belajar
yang membentu gutu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kegidupan sehari-hari. Pengetahuan dan keteramplilan siswa dapat
diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika
ia belajar.

Pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif yakni,


konstruktivisme, bertanya (questing), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (autentic assesment). Menurut
zahorik ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajran kontekstual:

a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating learning);


b. Pemerolehan pengetahuan yang sudah ada (acquiring knowledge) dengan cara
mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian mempehatikan detailnya;

c. Pemahaman pengetahuan (undrestanding knowledge), yaitu dengan cara: Hipotesis,


Melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan dan atas dasar tanggapan itu,
Konsep tersebut direvisi dan dikembangkan;

d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge);

e. Melakukan refleksi terhadap strategi pengetahuan tersebut;

2. Bermain Peran (Role Playing)

Dalam pembelajaran, guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah,
baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial.
Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kleas,
tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri.

Guru yang kreatif senantiasa mencari pendekatan-pendekatan baru dalam memecahkan


masalah, tidak terpaku pada cara-cara tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi yang
sesuai. Bermain peran merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh. Hasil penelitian dan
percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah
satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal in, bermain
peran diarahkan pada pemecahan masalah-masalah yang menyangkut hubungan antar manusia
terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.

Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubunganantar


manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secra bersama-sama
para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai
strategi pemecahan masalah.
Sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan
sosial. Dari dimensi pribadi model ini berusaha membantu para peserta didik menemukan makna
dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya. Dari dimensi sosial, model ini memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk bekerja sama dalam menganalisis situasi-situasi sosial,
terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi peserta didik. Pemecahan masalah
tersebut dilakukan secara demokratis. Dengan demikian melalui model ini para peserta didik
juga dilatih untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis.

3. Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Istilah belajar tuntas diangkat dari pengertian tentang apa yang disebut dengan “situasi
belajar”. Dalam situasi belajar terdapat aneka macam kecepatan individu sebagai peserta belajar.
Ada peserta didik yang cepat menguasai pelajaran sehingga ia dapat berpartisipasi penuh dalam
proses interaksi kelas. Disamping itu ada pula peserta didik yang lambat sehingga tingkat
partisipasinya rendah. Mereka yang terakhir ini akan mengalami kesukaran dalam mengikuti
keepatan belajar yang digunakan guru. Mereka akan mengalami kesulitan apalagi bantuan yang
diberikan terhadap mereka kurang sekali.

Bagi siswa yang tingkat penguasaannya rendah diperlukan perbaikan yang terus menerus.
Itulah sebabnya dalam filsafat belajar, 10x2 lebih baik dari pada 2x10. Taraf belajar tuntas ini
dapat diformulasikan penentuan proporsi waktu yang tersedia untuk belajar secara tepat dengan
waktu yang dibutuhkan untuk belajar.

Model belajar tuntas dapat digunakan dengan baik apabila tujuan pengajaran yang
hendak dicapai itu adalah tujuan yang termasuk ranah kognitif dan psikomotorik. Pencapaian
ranah afektif tidak sesuia dengan menggunakan model belajar tuntas, karena kejelasan
(ketuntasan) keterukurannya sukar sekali. Sebaliknya, ranah kognitif dan psikomotorik memiliki
batasan ketuntasan yang lebih jelas dan lebih mudah dirumuskan menjadi obyek yang dapat
dikuantifikasi.

Bentuk pengajaran dalam model-model belajar tuntas ini bisa dilaksanakan secara
individual, tetapi dapat juga secara berkelompok. Pengajaran individual dapat dilakukan didalam
kelas, dalam arti perlakuan terhadap peserta didik tetap bersifat individual sesuai dengan
kemajuan dan kemmapuan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Tentu saja strategi
individual ini memerlukan kelengkapan perangkat penunjang seperti modul, laboratorium,
ataupun teaching machine.

4. Pembelajaran Partisipatif

Pada hakekatnya belajar merupakan intaraksi antara peserta didik dengan lingkungan.
Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal perlu keterlibatan atau partisipasi
yang tinggi dari pseserta didik dalam pembelajaran. Keterlibatan peserta didik merupakan hal
yang sangat penting dan menentukan keberhasilam pembelajaran.

Untuk mendorong partisipasi peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain memberikan pertanyaan dan menggapi respon peserta didik secara positif, menggunakan
pengalaman berstruktur, menggunakan beberapa instrumen, dan menggunakan metode yang
bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.

Pembelajaran partisipatif sering juga diartikan sebagai keterlibatan peserta didik dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Indikator pembelajaran partisipati antara
lain dapat dapat dilihat dari keterlibatan emosional dan mental peserta didik, kesediaan peserta
didik untuk memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan dan dalam pembelajaran terdapat hal
yang menguntungkan peserta didik.

2.4 Pembentukan Kompetensi (KI) dan Karakter terintegrasi


Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas
yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan
tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang
dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan
psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata
pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian
hard skills dan soft skills.

Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi


dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi
vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar
adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke
kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang
berkesinambungan antara konten yang dipelajari siswa. Organisasi horizontal adalah keterkaitan
antara konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari mata
pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi
proses saling memperkuat.

Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan
dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan
(kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4). Keempat kelompok itu menjadi
acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran
secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan
secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang
pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok
4).

Pengertian Pendidikan Karakter Terintegrasi di dalam Pembelajaran

Pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-
nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-
nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang
berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Dengan demikian,
kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi)
yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal,
menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.

Pertama, perencanaan integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran. Pada tahap


perencanaan dilakukan analisis SK/KD, pengembangan silabus, penyusunan RPP, dan penyiapan
bahan ajar. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang secara
substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi
nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat dikembangkan
pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan.

Pengembangan silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang telah dikembangkan
dengan menambah komponen (kolom) karakter tepat di sebelah kanan komponen (kolom)
Kompetensi Dasar. Pada kolom tersebut diisi nilai(-nilai) karakter yang hendak diintegrasikan
dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya terbatas pada nilai-nilai yang telah
ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi dapat ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat
dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran (bukan lewat substansi pembelajaran). Setelah itu,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan/atau teknik penilaian, diadaptasi atau
dirumuskan ulang menyesuaikan karakter yang hendak dikembangkan. Dalam kegitan
pembelajaran bukan dicantumkan nilai karakternya akan tetapi diskripsi dari nilai karakter
tersebut.

Sebagaimana langkah-langkah pengembangan silabus, penyusunan RPP dalam rangka


pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran dilakukan dengan cara merevisi RPP
yang telah ada. Pertama-tama rumusan tujuan pembelajaran direvisi/diadaptasi. Revisi/adaptasi
tujuan pembelajaran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) rumusan tujuan pembelajaran
yang telah ada direvisi hingga satu atau lebih tujuan pembelajaran tidak hanya mengembangkan
kemampuan kognitif dan psikomotorik, tetapi juga karakter, dan (2) ditambah tujuan
pembelajaran yang khusus dirumuskan untuk karakter.

Ke dua, pendekatan/metode pembelajaran diubah (bila diperlukan) agar pendekatan/metode yang


dipilih selain memfasilitasi peserta didik mencapai pengetahuan dan keterampilan yang
ditargetkan, juga mengembangkan karakter. Ketiga, langkah-langkah pembelajaran direvisi.
Kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam setiap langkah/tahap pembelajaran (pendahuluan, inti,
dan penutup), direvisi dan/atau ditambah agar sebagian atau seluruh kegiatan pembelajaran pada
setiap tahapan memfasilitasi peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
ditargetkan dan mengembangkan karakter. Prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran kontekstual
dan pembelajaran aktif yang selama ini digalakkan aplikasinya oleh Direktorat PSMP sangat
efektif mengembangkan karakter peserta didik.

Ke tiga, bagian penilaian direvisi. Revisi dilakukan dengan cara mengubah dan/atau menambah
teknik-teknik penilaian yang telah dirumuskan. Teknik-teknik penilaian dipilih sehingga secara
keseluruhan teknik-teknik tersebut mengukur pencapaian peserta didik dalam kompetensi dan
karakter. Di antara teknik-teknik penilaian yang dapat dipakai untuk mengetahui perkembangan
karakter adalah observasi, penilaian antar teman, dan penilaian diri sendiri. Nilai dinyatakan
secara kualitatif, misalnya:

 BT: Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal
perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator).

 MT: Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-
tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).

 MB: Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda
perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten).

 MK: Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan


perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten).

Ke empat, bahan ajar disiapkan. Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang
paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak
guru yang mengajar dengan semata-mata mengikuti urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan
pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang
berarti.
BAB III

PENUTUP

1.1. Kesimpulan
1. Pelajaran yang menyenangkan, efektif dan bermakna dapat dirancang oleh setiap
guru dengan prosedur : (1) pemanasan dan apersepsi; (2) eksplorasi; (3) konsolidasi
pembelajaran; (4) pembentukan sikap, kompetensi, dan karater; (5) penilaian
formatif.
2. Mengorganisasikan pembelajaran dapat dilakukan melalui dua strategi, strategi
makro dan mikro.
3. Memilih dan menentukan pendekaan pembelajaran dapat dilakuka dengan cara : (1)
pembelajaran kontekstual; (2) bermain peran; (3) belajar tuntas; (4) pembentukan
partisipatif.
4. Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata
pelajaran.

1.2. Saran

Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Chamistijatin, Lise. dkk, Pengembangan Kurikulum( Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,


DepDikNas, 2009)

Dampak Globalisasi terhadap Pendidikan. Makalah Doll,Ronald C. Curriculum Improvement,


Decision Making and Process (Boston: Alyyn and bacon, 1964)

Kasim, Musliar. IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DAN RELEVANSINYA DENGAN


KEBUTUHAN KUALIFIKASI KOMPETENSI LULUSAN.

Riyanto, H. Yatim. Paradigma Baru pembelajaran: Sebagai referensi bagi pendidik dalam
Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan berkualitas. Prenada Media, 2014.

Rahmah, Nur. "Belajar Bermakna Ausubel." Al-Khwarizmi: Jurnal Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam 1.1 (2013): 43-48.

Anitah, Sri. "Strategi Pembelajaran." Jakarta: Universitas Terbuka (2007).

Anda mungkin juga menyukai