Disusun Oleh :
FAKULTAS TEKNIK
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
Proses pendidikan dalam kegiatan pembelajaran atau dalam kelas, akan bisa berjalan dengan
lancar, kondusif, interaktif, dan lain sebagainya apabila dilandasi oleh dasar kurikulum yang baik
dan benar. Pendidikan bisa dijalankan dengan baik ketika kurikulum menjadi penyangga utama
dalam proses belajar mengajar. Kurikulum mengandung sekian banyak unsur konstruktif supaya
pembelajaran terlaksana dengan optimal. Sejumlah pakar kurikulum berpendapat bahwa jantung
pendidikan berada pada kurikulum. Baik dan buruknya hasil pendidikan ditentukan oleh
kurikulum.
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan
perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan
dan kemajuan zaman. Yang paling dekat yaitu perubahan dari kurukulum berbasis kompetensi
(KBK) menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), kemudian beralih lagi menjadi
kurikulum 2013. Terlepas apapun penyebabnya entah itu karena masalah politik, pergantian
kepemimpinan/menteri ataupun karena memang dipandang harus berubah yang pasti
kurikulumnya telah berubah. Nah, sebagai seorang akademisi minimalnya kita menganalisis
hakikat dari kurikulum tersebut. Sehingga kita mengetahui apa dan bagaimana Kurikulum 2013
tersebut.
Kurikulum 2013 memang baru mulai dilaksanakan, sejauh ini masih banyak pro dan kontra
dalam masyarakat, apalagi sosialisasinya belum terlaksana secara menyeluruh. Namun sebagai
anggota masyarakat, kita harus mengetahui garis besarnya agar dapat memahami sehingga dapat
mendukung program tersebut. Perubahan kurikulum sejatinya dilakukan untuk mengatasi
berbagai permasalahan pendidikan yang ada. Namun, karena kurikulum hanya buatan manusia,
pasti selalu ada kekurangan. Maka kitalah yang harus memaksimalkan proses pendidikan agar
memperoleh hasil yang baik. Dengan kurikulum yang sesuai dan tepat, maka dapat diharapkan
sasaran dan tujuan pendidikan akan dapat tercapai secara maksimal.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui merancang pembelajaran efektif dan bermakna
2. Untuk mengetahui mengorganisasikan pembelajaran.
3. Untuk mengetahui memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran.
4. Untuk mengetahui pembentukan Kompetensi (KI) dan karakter terintegrasi.
BAB 11
PEMBAHASAN
Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat ketika peserta didik belum dapat
membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan pembelajaran dihentikan, diubah metodenya, atau
mengulang dulu pembelajaran yang lalu. Guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang
sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan. Untuk
kepentingan tersebut, guru harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai jenis-jenis belajar, Kondisi
internal dan eksternal peserta didik, serta cara melakukan pembelajaranyang efektif dan bermakna.
Pembelajaran menyenangkan, efektif dan bermakna dapat dirancang oleh setiap guru, dengan prosedur
sebagai berikut.
a. Pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik.
b. Peserta didik dimotivasi dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi kehidupan mereka.
c. Peserta didik digerakan agar tertarik dan bernafsu untuk mengetahui hal-hal yang baru.
2. Eksplorasi
Eksplorasi merupakan tahap kegiatan embelajaran untuk mengenalkan bahan dan mengaitkannya dengan
pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Hal tersebut dapat ditempuh dengan prosedur sebagai
berikut.
a. Perkenalkan materi standar dan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik;
b. Kaitkan materi standard an kompetensi dasar yang baru dengan pengetahuan dan kompetensi yang
sudah dimiliki oleh peserta didik;
c. Pilihlah metode yang paling tepat, dan gunakan secara bervariasi untuk meningkatkan penerimaan
peserta didik terhadap materi standar dan kompetensi baru.
3. Konsolidasi Pembelajaran
Konsolidasi merupakan kegiatan untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembentukkan kompetensi dan
karakter, serta menghubungkannya dengan kehidupan peserta didik. Konsolidasi pembelajaran ini dapat
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut.
a. libatkan peserta didik seara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi dan kompetensi baru;
b. libatkan peserta didik secara aktif dalam proses pemecahan masalah (problem solving), terutama
dalam masalah-masalah aktual;
c. Letakan penetapan pada kaitan struktual, yaitu kaitan antara materi standar dan kompetensi baru
dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan dalam lingkungan masyarakat;
d. Pilihlah metode yang paling tepat sehingga materi standar dapat diproses menjadi kompetensi dan
karakter peserta didik;
Pembentukan sikap, kompetensi, dan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut.
a. Dorongan peserta didik untuk menerapkan konsep, pengertian kompetensi, dan karakter yang
dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari;
b. Praktekkan pemebelajaran secara langsung, agar peserta didik dapat membangun sikap, kompetensi,
dan karakter baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari;
c. Gunakan metode yang paling tepat agar terjadi perubahan sikap, kompetensi, dan karakter peserta
didik secara nyata;
5. Penilaian Formatif
Penilaian formatif perlu dilakukan untuk perbaikan, yang pelaksanaannya dapat dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut.
b. Gunakan hasil penilaian tersebut untuk menganalisis kelemahan atau kekurangan peserta didik dan
masalah-masalah yang dihadapi guru dalam membentuk karakter dan kompetensi peserta didik;
c. Pilihlah metodologi yang paling tepat sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
Pembelajaran kontekstual yang sering disingkat dengan CTL merupakan konsep belajar
yang membentu gutu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kegidupan sehari-hari. Pengetahuan dan keteramplilan siswa dapat
diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika
ia belajar.
Dalam pembelajaran, guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah,
baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial.
Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kleas,
tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri.
Istilah belajar tuntas diangkat dari pengertian tentang apa yang disebut dengan “situasi
belajar”. Dalam situasi belajar terdapat aneka macam kecepatan individu sebagai peserta belajar.
Ada peserta didik yang cepat menguasai pelajaran sehingga ia dapat berpartisipasi penuh dalam
proses interaksi kelas. Disamping itu ada pula peserta didik yang lambat sehingga tingkat
partisipasinya rendah. Mereka yang terakhir ini akan mengalami kesukaran dalam mengikuti
keepatan belajar yang digunakan guru. Mereka akan mengalami kesulitan apalagi bantuan yang
diberikan terhadap mereka kurang sekali.
Bagi siswa yang tingkat penguasaannya rendah diperlukan perbaikan yang terus menerus.
Itulah sebabnya dalam filsafat belajar, 10x2 lebih baik dari pada 2x10. Taraf belajar tuntas ini
dapat diformulasikan penentuan proporsi waktu yang tersedia untuk belajar secara tepat dengan
waktu yang dibutuhkan untuk belajar.
Model belajar tuntas dapat digunakan dengan baik apabila tujuan pengajaran yang
hendak dicapai itu adalah tujuan yang termasuk ranah kognitif dan psikomotorik. Pencapaian
ranah afektif tidak sesuia dengan menggunakan model belajar tuntas, karena kejelasan
(ketuntasan) keterukurannya sukar sekali. Sebaliknya, ranah kognitif dan psikomotorik memiliki
batasan ketuntasan yang lebih jelas dan lebih mudah dirumuskan menjadi obyek yang dapat
dikuantifikasi.
Bentuk pengajaran dalam model-model belajar tuntas ini bisa dilaksanakan secara
individual, tetapi dapat juga secara berkelompok. Pengajaran individual dapat dilakukan didalam
kelas, dalam arti perlakuan terhadap peserta didik tetap bersifat individual sesuai dengan
kemajuan dan kemmapuan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Tentu saja strategi
individual ini memerlukan kelengkapan perangkat penunjang seperti modul, laboratorium,
ataupun teaching machine.
4. Pembelajaran Partisipatif
Pada hakekatnya belajar merupakan intaraksi antara peserta didik dengan lingkungan.
Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal perlu keterlibatan atau partisipasi
yang tinggi dari pseserta didik dalam pembelajaran. Keterlibatan peserta didik merupakan hal
yang sangat penting dan menentukan keberhasilam pembelajaran.
Untuk mendorong partisipasi peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain memberikan pertanyaan dan menggapi respon peserta didik secara positif, menggunakan
pengalaman berstruktur, menggunakan beberapa instrumen, dan menggunakan metode yang
bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.
Pembelajaran partisipatif sering juga diartikan sebagai keterlibatan peserta didik dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Indikator pembelajaran partisipati antara
lain dapat dapat dilihat dari keterlibatan emosional dan mental peserta didik, kesediaan peserta
didik untuk memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan dan dalam pembelajaran terdapat hal
yang menguntungkan peserta didik.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan
dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan
(kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4). Keempat kelompok itu menjadi
acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran
secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan
secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang
pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok
4).
Pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-
nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-
nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang
berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Dengan demikian,
kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi)
yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal,
menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.
Pengembangan silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang telah dikembangkan
dengan menambah komponen (kolom) karakter tepat di sebelah kanan komponen (kolom)
Kompetensi Dasar. Pada kolom tersebut diisi nilai(-nilai) karakter yang hendak diintegrasikan
dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya terbatas pada nilai-nilai yang telah
ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi dapat ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat
dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran (bukan lewat substansi pembelajaran). Setelah itu,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan/atau teknik penilaian, diadaptasi atau
dirumuskan ulang menyesuaikan karakter yang hendak dikembangkan. Dalam kegitan
pembelajaran bukan dicantumkan nilai karakternya akan tetapi diskripsi dari nilai karakter
tersebut.
Ke tiga, bagian penilaian direvisi. Revisi dilakukan dengan cara mengubah dan/atau menambah
teknik-teknik penilaian yang telah dirumuskan. Teknik-teknik penilaian dipilih sehingga secara
keseluruhan teknik-teknik tersebut mengukur pencapaian peserta didik dalam kompetensi dan
karakter. Di antara teknik-teknik penilaian yang dapat dipakai untuk mengetahui perkembangan
karakter adalah observasi, penilaian antar teman, dan penilaian diri sendiri. Nilai dinyatakan
secara kualitatif, misalnya:
BT: Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal
perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator).
MT: Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-
tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).
MB: Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda
perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten).
Ke empat, bahan ajar disiapkan. Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang
paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak
guru yang mengajar dengan semata-mata mengikuti urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan
pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang
berarti.
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
1. Pelajaran yang menyenangkan, efektif dan bermakna dapat dirancang oleh setiap
guru dengan prosedur : (1) pemanasan dan apersepsi; (2) eksplorasi; (3) konsolidasi
pembelajaran; (4) pembentukan sikap, kompetensi, dan karater; (5) penilaian
formatif.
2. Mengorganisasikan pembelajaran dapat dilakukan melalui dua strategi, strategi
makro dan mikro.
3. Memilih dan menentukan pendekaan pembelajaran dapat dilakuka dengan cara : (1)
pembelajaran kontekstual; (2) bermain peran; (3) belajar tuntas; (4) pembentukan
partisipatif.
4. Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata
pelajaran.
1.2. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Riyanto, H. Yatim. Paradigma Baru pembelajaran: Sebagai referensi bagi pendidik dalam
Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan berkualitas. Prenada Media, 2014.
Rahmah, Nur. "Belajar Bermakna Ausubel." Al-Khwarizmi: Jurnal Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam 1.1 (2013): 43-48.