Anda di halaman 1dari 5

TUGAS RESUME EVOLUSI

DISUSUN OLEH : CHAIRUNNISA AZZAHRA H

1910422019

KELAS A

DOSEN PENGAMPU : DJONG HON TJONG. Dr.. M.Si.,

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2020


1) Alozim

Isozim atau allozim adalah suatu enzim yang mempunyai bentuk molekul yang berbeda-beda
tetapi mempunyai aktifitas katalitik yang sama dari suatu jaringan atau organ (Suranto, 2000).
Allozim ditemukan di dalam serum dan jaringan vertebrata, insekta, tumbuhan, dan
organisme uniseluler.
Pola pita allozim atau isozim dapat pula digunakan untuk mengetahui adanya
inbreeding (perkawinan sekerabat), gen flow (pertukaran gen) antar populasi, dan
memperbaiki mutu genetik. Metode tersebut telah banyak digunakan untuk mengetahui
variasi genetik Isozim/allozim banyak digunakan dalam identifikasi struktur populasi dan
strain pada ikan nila tilapia, gurami, dan pada spesies threespine stickleback (Gasterosteus
aculatus) dari Jepang, bandeng, dan udang widu.
Teknik ini berguna untuk monitoring variabilitas genetik dan struktur populasi dari
stok alam, perubahan genetik dan pemuliaan stok di hatchery, dan sebagai marka biokimia
pada teknik seleksi dari program pemuliaan.

Cara pemisahan isozim yaitu :


1) Dipisahkan dengan muatan listrik yang dikenal sebagai proses elektroforesis melalui
matriks seperti gel pati, selulosa asetat, dan poliakrilamid yang tergantung dari
bentuk, ukuran, dan muatan
2) Irisan matriiks kemudian direndam dalam pewarna histokimia tertentu untuk
menampakan jenis enzim yang diinginkan. Warna akan muncul pada sisi aktif enzim
3) Hasilnya berupa zymogram kemudian diinterpretasi sehingga didapatkan data
frekuensi alel yang akan digunakan untuk menghitung beberapa parameter struktur
populasi genetik yang meliputi derajat polimorfiesme, heterozigositas rata-rata, dan
jarak genetik.

Teknik isozim ini lebih akurat jika dibandingkan dengan metode karakter morfologi, namun
mempunyai kelemahan yaitu sensitivitasnya kurang, tingkat polimorfismenya yang rendah
dan harus menggunakan jaringan mati sebagai bahan analisis.

2) RFLP

Meskipun gen dalam keadaan normal bersifat stabil, akan tetapi dalammenghadapi perubahan
lingkungan, gen dapat bersifat sensitif atau rentan sehinggadapat menimbulkan mutasi pada
urutan basa nukleotidanya. Apabila sistem proffreading dari DNA untuk memperbaiki diri
tidak berjalan dengan baik, maka halini akan berakibat pembacaan yang keliru dari cetakan
DNA pada saat replikasimaupun sintesis protein. Protein yang dihasilkan menjadi berubah
fungsi ataumenjadi protein yang tidak berfungsi yang akan didegradasi oleh sistem di dalam
selitu.

Marka molekuler RFLP ( Restriction Fragment Length Polymorphism) merupakan marka


molekuler yang menggunakan enzim restriksi dalammengidentifikasi sekuensi-sekuensi
DNA. Analisis RFLP yang merupakan markerkodominan telah banyak digunakan untuk
mencapai berbagai tujuan. Mengingat situsrestriksi mempunyai sekuensi DNA tertentu,
berarti variasi keberadaan situs restriksimencerminkan adanya variasi sekuensi DNA. Dengan
kata lain, RFLP dapat berfungsi sebagai penduga variasi DNA. Variasi dideteksi dalam
bentuk pemotonganrangkaian panjang polimorfik (ganda) yang mana waktu penilaian dari
rangkaianvariasi memungkinkan dari data fragmen itu sendiri, rangkaian variasi yang
panjangdalam suatu bagian dapat dinilai dari subtitusi nukleotida .

3) AFLP

adalah teknik dalam biologi molekuler yang digunakan untuk penandaan genetik berbasis
hasil amplifikasi (perbanyakan) PCR terhadap potongan-potongan (fragmen) DNA yang
terbentuk akibat aktivitas enzim restriksi tertentu. Oleh pembuatnya, AFLP dimaksudkan
sebagai salah satu alat untuk pengujian DNA.

AFLP memperbaiki sejumlah kelemahan RFLP, seperti proses yang memakan waktu dan
banyaknya kuantitas DNA yang dibutuhkan. Dalam AFLP, berkas DNA sampel dipotong
oleh sepasang enzim restriksi. Selanjutnya PCR selektif dilakukan menggunakan primer yang
memiliki adapter yang bersesuaian dengan lokasi restriksi. Hasil amplifikasi ini lalu dideteksi
melalui elektroforesis gel. Teknik ini menghasilkan penanda yang berperilaku dominan,
seperti RAPD, namun lebih stabil seperti RFLP. Frekuensi polimorfismenya jauh lebih tinggi
daripada RFLP dan pelaksanaannya juga lebih cepat.

AFLP dengan RFLP berbeda, perbedaannya yaitu :


1) AFLP memperbaiki sejumlah kelemahan RFLP, contohnya dalam proses yang
memakan waktu dan banyaknya DNA yang dibutuhkan.
2) Frekuensi polimorfismenya jauh lebih tinggi daripada RFLP dan pelaksaannya
jauh lebih cepat
3) Hasil implifikasi AFLP yang dideteksi melalui elektroforesis gel menghasilkan
penanda yang berperilaku dominan seperti RAPD, namun lebih stabil seperti
RFLP
Dalam AFLP, berkas DNA sampel dipotong oleh sepasang enzim restriksi. Selanjutnya
PCR selektif dilakukan menggunakan primer yang memiliki adapter yang bersesuaian dengan
lokasi restriksi.
Secara garis besar, prosedur AFLP dipilah menjadi tiga tahap pokok:

1) Pemotongan (digesti) oleh enzim restriksi dan penempelan (ligasi) adapter

Pemotongan DNA dilakukan dengan bantuan sepasang enzim restriksi yang berbeda
frekuensi pemotongannya dengan menggunakan enzim yang diketahui memiliki titik
restriksi (pemotongan) yang jarang dan enzim lainnya diketahui memiliki titik
restriksi yang lebih sering dijumpai. Pasangan enzim restriksi yang umum dipakai
adalah EcoRIII (jarang) dan MstI (sering) atau EcoRI (jarang) dan MseI (sering).
Selanjutnya fragmen DNA hasil pemotongan ditempelkan (ligasi) dengan DNA
adapter yang terdiri dari sekuens inti (core sequences) dan sekuens spesifik dari enzim
yang digunakan.

2) Perbanyakan (amplifikasi) selektif atas potongan-potongan DNA

Amplifikasi selektif dengan PCR dilakukan dengan menggunakan primer yang terdiri
dari DNA adaptor (sekuens inti dan sekuens spesifik enzim) dan tiga nukleotida.
Penambahan panjang primer dengan tiga nukleotida dimaksudkan agar fragmen DNA
yang teramplifikasi akan lebih spesifik karena hanya fragmen yang cocok atau
berkomplemen saja yang akan ditempeli primer. Ini berarti
penambahan nukleotida akan memperkecil jumlah polimorfisme (variasi) dari
fragmen DNA

3) Analisis hasil amplifikasi lewat elektroforesis gel


Hasil amplifikasi PCR selektif akan divisualisasi dengan menggunakan teknik
elektroforesis gel. Gel yang biasa digunakan untuk AFLP adalah poliakrilamida. Pola
DNA pada gel akan diwarnai kemudian hasil berupa pita DNA dapat dilihat.

Teknik AFLP memiliki beberapa kelebihan, yaitu tidak memerlukan pengetahuan atau
data tentang sekuens DNA genom yang akan dianalisis, hanya memerlukan sampel DNA
dalam jumlah yang sedikit, teknik ini dapat digunakan untuk berbagai jenis sampel DNA,
penanda yang dihasilkan lebih dapat dipercaya dan hasil pengulangan lebih baik jika
dibandingkan dengan RAPD. Kekurangan dari AFLP adalah penanda DNA yang dihasilkan
hanya bersifat dominan.

4) RAPD

Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) adalah suatu sistem deteksi molekuler yang
berbasis PCR, salah satu teknik molekuler untuk mendeteksi keragaman DNA didasarkan
pada penggandaan DNA. RAPD juga merupakan penanda DNA yang memanfaatkan primer
acak oligonukleotida pendek (dekamer) untuk mengamplifikasi DNA genom organisme.

Penanda RAPD telah digunakan untuk studi populasi. Secara teknis lebih sederhana daripada
penanda berbasis DNA lainnya (misalnya RFLP), mampu meneliti sejumlah besar lokus, dan
diharapkan untuk memberikan sampel yang jauh lebih acak dari genomik DNA. Bahwa
RAPD mengungkapkan pola keragaman genetik, tapi RAPD cenderung memberikan
diagnostik populasi, ras atau spesies-spesifik penanda. Karakteristik ini dapat menjadi
penting untuk studi populasi dan untuk menginformasikan keputusan tentang konservasi
populasi.

Salah satu penanda molekuler untuk analisis keragaman genetik adalah Randomly Amplified
Polymorphic DNA (RAPD). Dasar dari analisis RAPD adalah penggunaan alat Polymerase
Chain Reaction (PCR) yang merupakan suatu metode in vitro untuk memperbanyak sekuen
DNA dan merupakan teknik yang sangat berguna untuk identifikasi genotipik, analisa
kekerabatan, filogenetik dan pemetaan genetik.

Teknik RAPD ini telah digunakan untuk mengetahui bagaimana tumbuhan langka dan
terancam punah mengatur variasi genetiknya di alam untuk mempertahankan spesiesnya.
penelitian tentang tumbuhan langka Morus macroura Miq., semua primer (dari profil pita)
menunjukkan persentase polimorfisme yang cukup tinggi (75%). Hal ini menunjukkan
tingginya variasi genetik pada populasi tumbuhan andalas yang diamati. Enam primer pada
penelitian ini menghasilkan jumlah total pita sebanyak 40 pita dengan kisaran ukuran antara
300 bp sampai dengan 6000 bp.

5) Mikrosatelit

Mikrosatelit merupakan penanda genetik yang sering digunakan untuk mempelajari sistem
perkawinan dan struktur, pautan (linkage), pemetaan kromoson, dan analisa populasi.
Mikrosatelit adalah runutan DNA pendek yang berulang (1-5bp) dan total panjangnya 10-
100bp, mikrosatelit juga disebut sebagai STRs (Short Tandem Repeats)

Mikrosatelit DNA pada garis dasarnya dimasukkan ke dalam pertimbangan kelompok DNA
bukan gen, tetapi karena adanya keterpautan (linkage) antara mikrosatelit DNA dengan gen
penyandi yang langsung mengendalikan sifat-sifat ekonomis, maka mikrosatelit DNA
menjadi efektif untuk diaplikasikan dalam menseleksi sifat-sifat ekonomis ternak, yang
diperkirakan juga bisa diaplikasikan dengan baik pada domba lokal. Mikrosatelit yang paling
banyak dijumpai pada mamalia adalah (dC-dA)n dan (dT-dG)n.

Mikrosatelit disebut juga sebagai short tandem repeats (STRs) yang merupakan runutan DNA
pendek berulang dengan panjang antara 1-5 bp serta memiliki panjang total sekitar 10-100
bp. Runutan DNA yang berulang meliputi DNA satelit, DNA mini satelit dan DNA
mikrosatelit yang dalam genom memiliki jumlah total 15 %.

Mikrosatelit banyak digunakan pemulia sebagai marka pembantu seleksi karena


keberadaanya melimpah, bersifat kodominan dan sangat polimorfi . Mikrosatelit merupakan
marka genetik yang sering digunakan untuk mempelajari sistem perkawinan dan struktur
populasi pautan (linkage), pemetaan kromoson, dan analisis populasi.

Pemetaan QTL dengan menggunakan mikrosatelit untuk sifat pertumbuhan dan komposisi
karkas pada sapi telah dilaporkan sejumlah peneliti seperti pada domba antara lain dilaporkan
, Informasi mengenai keragaman DNA mikrosatelit pada domba lokal ekor gemuk (DEG),
domba ekor sedang (DES) dan domba ekor tipis (DET) telah dilaporkan sebelumnya tetapi
informasi tentang hubungan antara polimorfi sme DNA mikrosatelit dengan bobot badan
masih sangat kurang.

Anda mungkin juga menyukai