Anda di halaman 1dari 14

Pengembangan Kompetensi Sosiokultural ASN Dalam Perspektif Kepekaan Gender

Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan Timur


(Dewi Kartika)

PENGEMBANGAN KOMPETENSI SOSIO-KULTURAL ASN


DALAM PERSPEKTIF KEPEKAAN GENDER
PADA PEMERINTAH DAERAH DI KALIMANTAN TIMUR

STATE CIVIL APPARATUS SOCIO-CULTURAL COMPETENCY


DEVELOPMENT ON THE PERSPECTIVE OF GENDER AWARENESS
IN EAST BORNEO REGION
Dewi Sartika
Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III 
Lembaga Administrasi Negara
Jalan HM Ardans, SH (Ring Road III) Sempaja Kalimantan Timur
e-mail: naurah10@yahoo.com

(Diterima 13 April 2017, Direvisi 17 April 2017, Disetujui 15 Juni 2017)

Abstrak

Sosio-kultural PNS dalam konteks kepekaan gender merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh
setiap pegawai. Riset ini menjelaskan bagaimana pengembangan kompetensi sosiokultural ASN dalam perspektif
gender pada pemerintah daerah di Kalimantan Timur. Metode penelitian menggunakan desk riset secara kualitatif,
dengan dua aspek indikator, yakni representasi gender pada jabatan struktural dan persepsi para pimpinan tinggi.
This study used desk research qualitatively using two indicators, which were the gender representation on structural
positions and the percaptions of the leaders Hasil kajian menunjukkan bahwa representasi perempuan pada
jabatan struktural di kaltim secara umum masih rendah, dan representasi perempuan lebih tinggi pada wilayah
perkotaan dibanding daerah Kabupaten, serta semakin tinggi level eselon, maka semakin rendah representasi
gender. Persepsi para pimpinan tinggi menunjukkan bahwa tingkat urgensitas pengembangan kompetensi ASN
dirasa sangat dibutuhkan, sehingga diperlukan upaya pengembangan kompetensi terkait kepekaan gender. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengintegrasikan perspektif gender dalam kurikulum diklat PNS, melakukan perbaikan
kelembagaan dan mekanisme seleksi dan promosi, melalui kebijakan dan regulasi dalam pengangkatan jabatan
pimpinan tinggi, serta diseminasi perspektif gender secara kontinyu

Kata kunci: Kompetensi Aparatur, Pengarus-utamaan Gender (PUG), kepekaan gender

Abstract
State Civil Apparatus socio-cultural in regard with the gender awareness is one of the main competency that
civil servants must had. This study explains how the development of civil servants socio-cultural competency
in East Borneo region had been conducted. This study used desk research qualitatively using two indicators,
which were the gender representation on structural positions and the percaptions of the leaders. The results
showed that the female representation on strutural position in East Borneo Region, generally speaking is low
and the higher representations were found in perkotaan region than the kabupaten region. . The results shown
that the female representation on strutural position in East Borneo Region, generally speaking is low and the
higher representations were found in perkotaan region than the kabupaten region. The results were also shown
that the higher the echelon level the lower the representation. The perceptions of the leaders indicate that the
means to develop competency in regard to gender awareness is needed. This can be achieved by integrating the
gender perspective in civil servant training curriculum, institutional, and promotion and selection mechanism
improvement, also through the regulation in leaders position appointment, as well as dissemination of the gender
perspective continually.

Key words: aparatus competency, mainstreaming gender perspective, gender awareness

PENDAHULUAN laki-laki. Seperti data yang diungkapkan


dalam Human Development Report Tahun
Isu gender dalam pembangunan 2001 dari United Nation Development
semakin menarik untuk dibicarakan, Program (UNDP) dalam (Nugroho, 2008),
terutama jika melihat fakta bahwa jumlah yang menyiratkan bahwa perhatian pem-
perempuan selalu lebih banyak dibanding bangunan perlu memberi tekanan lebih
1
Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 1 - 14

besar pada pembangunan wanita. Tidak (GDI) dan urutan ke-38 (GEM). Negara
hanya jumlahnya akan tetapi kualitas Brunei dalam urutan ke-32 (HDI), urutan
pembangunan manusia di Indonesia dalam ke-55 (GDI), sedangkan pengukuran GEM
Human Development Index (HDI) sangat data tidak tersedia.
rendah terutama pembangunan wanitanya Pada banyak lembaga, masih terdapat
juga rendah menurut Gender Related kesenjangan gender. Rendahnya representasi
Development Index (DGI), dan Gender perempuan mempengaruhi rendahnya
Empowerment Measure (GEM). Indonesia kualitas partisipasi perempuan dalam
tercatat dalam urutan ke-102 (HDI) dan urutan pengambilan kebijakan dan pada akhirnya
ke-92 (GDI). Sedangkan pengukuran GDI, rendah pula kualitas kesetaraan gender
data tidak tersedia. Sebagai perbandingan dari kebijakan-kebijakan publik. Dari data
dari negara tetangga, Singapura termasuk jumlah total Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dalam urutan ke-26 (HDI dan GDI), dan yang menduduki jabatan struktural menurut
urutan ke-38 ranking GEM. Negara Malaysia jenis kelamin tahun 2016, tersaji dalam tabel
dalam urutan ke-56 (HDI), urutan ke-55 berikut ini:
Tabel 1. Jumlah PNS Dirinci Menurut Jabatan Struktural dan Jenis Kelamin
JABATAN PNS PRIA PERSEN WANITA PERSEN JUMLAH PERSEN
Eselon I 474 0,11 76 0,02 550 0,13
Eselon II 16.275 3,78 2.336 0,54 18.611 4,33
Eselon III 70.885 16,48 18.901 4,39 89.786 20,87
Eselon IV 199.437 46,36 105.747 24,58 305.184 70,94
Eselon V 11.037 2,57 5.006 1,16 16.043 3,73
Jumlah 298.108 69,30 132.066 30,70 430.174 100%
Sumber : www.bkn.go.id

Berdasarkan tabel tersebut, persentase petensi dilakukan dengan memperhatikan


ASN perempuan masih kecil daripada kesenjangan akses, partisipasi, publik dan
persentase ASN laki-laki. Namun rasio manfaat yang diterima antara laki-laki dan
tersebut menunjukkan tingkat kepekaan perempuan dalam lingkungan kerja maupun
gender di pemerintahan kita sudah cukup dalam kehidupan bermasyarakat. Responsif
baik. Kesetaraan gender dihadirkan agar dan sensitif gender dirumuskan dalam di-
tercipta kesamaan kondisi bagi laki-laki dan mensi kompetensi sosiokultural.
perempuan dalam mem-peroleh kesempatan Berdasarkan diskursus tersebut diatas
serta haknya sebagai manusia dan dalam dapat diartikan bahwa pengembangan
menikmati hasil pembangunan. Ini ditandai kompetensi sosio kultural khususnya
dengan tidak adanya diskriminasi antara dalam konteks kepekaan gender menjadi
perempuan dan laki-laki, tidak ada lagi sebuah kebutuhan mendesak dalam rangka
pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
marjinalisasi dan kekerasan terhadap baik. Berangkat dari fenomena tersebut,
perempuan dan laki-laki. dalam riset ini melihat kualitas kesetaraan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 gender dalam organisasi publik yang
tentang Aparatur Sipil Negara (UU-ASN) dicerminkan oleh kehadiran perempuan di
ditetapkan sebagai panduan dalam pengem- dalam organisasi publik dan mekanisme
bangan ASN terkait kompetensi teknis, promosi/pengangkatan dalam jabatan
manajerial dan sosio kultural. Pengem- struktural di pemerintah -pemerintah daerah
bangan kompetensi merupakan upaya untuk di Kalimantan Timur jadi ruang lingkupnya
pemenuhan kebutuhan kompetensi ASN hanya membatasi Selain itu, riset ini juga
standar kompetensi jabatan dan rencana melihat tingkat persepsi pemangku jabatan
pengembangan karier. Pengembangan kom- pimpinan tinggi dalam melihat kepekaan
2
Pengembangan Kompetensi Sosiokultural ASN Dalam Perspektif Kepekaan Gender
Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan Timur
(Dewi Kartika)

gender sebagai kompetensi sosio-kultural dalam penelitiannya yang berjudul “Sistem


pada pemerintah-pemerintah daerah di Pembinaan Karir Pegawai Negeri Sipil
Kalimantan Timur. Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999 tentang Perubahan Atas Undang-
Pengembangan Kompetensi Sosio Kultural Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Berdasarkan Pasal 69 UU-ASN, Pokok Kepegawaian Dalam Kebijakan
pengembangan kompetensi ASN dilakukan Penempatan Jabatan Struktural di Provinsi
berdasarkan kualifikasi, kompetensi, peni- Sulawesi Utara”, mengungkapkan empat
laian kinerja, dan kebutuhan Instansi kesimpulan yaitu:
Pemerintah yang dilakukan dengan memper- 1. Bahwa Undang-undang Nomor 43
timbangkan integritas dan moralitas. Yang Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
dimaksud dengan kompetensi ASN dalam Kepegawaian (UU Kepegawaian) belum
UU-ASN meliputi: efektif dilaksanakan dimana banyak
1. Kompetensi teknis yang diukur dari kepentingan-kepentingan yang menjadi
tingkat dan spesialisasi pendidikan, prioritas utama, atau banyak dipengaruhi
pelatihan teknis fungsional, dan oleh pertimbangan-pertimbangan lain
pengalaman bekerja secara teknis; di luar pertimbangan yuridis formal.
2. Kompetensi manajerial yang diukur Sehingga berimplikasi kurang baik pada
dari tingkat pendidikan, pelatihan publik hasil pengisian atau pengangkatan pejabat
atau manajemen, dan pengalaman publik, dimana dalam pengangkatan PNS
kepemimpinan; dan sampai pada penempatan pegawai, masih
3. Kompetensi sosial kultural yang diukur diwarnai dengan pengaruh spoil system,
dari pengalaman kerja berkaitan dengan nepotism system, dan patronage system.
masyarakat majemuk dalam hal agama, Akibatnya untuk mendapatkan pejabat
suku, dan budaya sehingga memiliki yang memiliki sumber daya manusia
wawasan kebangsaan. (SDM) yang optimal sering terabaikan.
Pengembangan kompetensi diatas me- Implementasi transformasi normative
rupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan manajemen PNS banyak terganjal oleh
kompetensi ASN dengan standar kompetensi kultur lama yang terlanjur mengakar
jabatan dan rencana pengembangan karier, dan sulit diubah sebagai akibat dari pola
yang dilakukan pada tingkat instansi dan rekruitmen pegawai masa lalu yang lebih
nasional. Kesempatan ini diberikan bagi bernuansa “rekruitmen politik” untuk
setiap ASN dengan memperhatikan hasil membesarkan dukungan terhadap partai
penilaian kinerja dan penilaian kompetensi politik dan mengkooptasi birokrasi.
ASN yang bersangkutan dengan minimal 80 2. Penempatan Jabatan Struktural banyak
jam pelajaran (jampel) atau jam pelatihan dipengaruhi oleh pejabat yang ber-
(jamlat) dalam 1 (satu) tahun. sangkutan. Terdapat banyak celah pada
Penyelenggaraan pengembangan UU-Kepegawaian sehingga proses
kom-petensi ini wajib dilakukan oleh pengaturan publik pembinaan karier
Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) belum berjalan sebagaimana diharapkan,
dengan menetapkan kebutuhan dan rencana karena banyak pegawai yang tidak
pengembangan kompetensi, melaksanakan berusaha mengembangkan potensi atau
pengembangan kompetensi dan evaluasi menyesuaikan dengan penilaian prestasi
pengembangan kompetensi, sebagaimana di- kerja. Selain itu tidak semua pegawai
amanatkan dalam pasal 167 ayat 5 UU-ASN. memahami jalur karier dan prospek
Oleh karenanya, pengembangan kompetensi kariernya sendiri, atau kurangnya sosiali-
tersebut menjadi dasar dalam pengangkatan sasi jabatan dalam lingkup kepegawaian
jabatan dan pengembangan karier. khususnya jabatan yang kosong. Hal
Terkait pelaksanaan pengembangan ini menghambat kesempatan seorang
kompetensi ASN, Singal (2008) mengatakan pegawai untuk lebih meningkatkan

3
Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 1 - 14

kariernya ke jenjang yang lebih tinggi. budaya, membangun network sosial,


Analisis terhadap karier pegawai me- manajemen konflik, empati sosial, kepekaan
rupakan proses yang sering diabaikan gender dan kepekaan difabelitas, yang di-
oleh organisasi ataupun individu sendiri. definisikan sebagai berikut:
Proses ini sangat penting karena meng- 1. Mengelola Keragaman Lingkungan
identifikasi potensi (kekuatan) dan ke- Budaya adalah kemampuan memahami
lemahan yang dimiliki oleh seorang dan menyadari adanya perbedaan budaya
pegawai, dan dengan demikian karier dan melihatnya sebagai hal yang positif,
pegawai yang bersangkutan dapat di- dalam bentuk implementasi manajemen
rencanakan dan dikembangkan sebaik- kerja dengan mencegah diskriminasi dan
baiknya. menerapkan prinsip inklusifitas sehingga
3. Kebijakan dalam penetapan dan penem- tujuan organisasi akan tercapai secara
patan jabatan publik yang ada (UU- efektif.
Kepegawaian, Peraturan Pemerintah 2. Membangun Network sosial adalah
Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pengang- kemampuan membangun interaksi
katan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan sosial atau hubungan publik balik yang
Struktural, Peraturan Menteri Dalam menghasilkan suatu proses pengaruh
Negeri Nomor 5 Tahun 2005 tentang mempengaruhi atau individu, antara
Pedoman Penilaian Calon Sekretaris kelompok atau antar individu dan
Daerah Provinsi Dan Kabupaten/Kota kelompok.
Serta Pejabat Struktural Eselon II Di 3. Manajemen Konflik adalah kemampuan
Lingkungan Kabupaten/Kota, Keputusan dalam mengelola konflik antar organisasi
Kepala BKN Nomor 12 Tahun 2002 secara konstruktif
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri 4. Empati Sosial adalah kemampuan untuk
Sipil) ternyata tidak memiliki ketegasan memahami perbedaan pikiran, perasaan,
hukum dalam mengatur mekanisme dan atau masalah berbagai kelompok sosial
pengangkatan jabatan publik. Rekruitmen yang berbeda.
calon pejabat publik mengikuti selera 5. Kepekaan Gender adalah kemampuan
pejabat yang berkuasa dalam hal ini untuk mengenali dan menyadari kesen-
Gubernur sebagai PPK di Daerah jangan akses, partisipasi, publik dan
Provinsi dengan mudah dapat melakukan manfaat yang diterima antara laki-laki
penekanan pada Badan Pertimbangan dan perempuan dalam lingkungan kerja
Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) maupun dalam kehidupan bermasyarakat,
atau Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang secara potensial merugikan baik
serta memasukkan kepentingan tertentu hak laki-laki maupun perempuan dalam
dengan menempatkan PNS dalam jabatan konstruksi sosial kultural.
publik di birokrasi. 6. Kepekaan Difabelitas adalah kemampuan
4. Secara terstruktur posisi perangkat untuk mengenali dan menyadari ke-
kepegawaian daerah dan personil di butuhan kelompok dengan keterbatasan
dalamnya lemah dihadapan PPK yang fisik dan mental (difabel).
dalam hal ini dijabat oleh pejabat politik. Dari tinjauan diatas, diketahui kepekaan
Karena ketika Pejabat yang berkuasa gender merupakan dimensi kompetensi sosio
menginginkan atau mengeluarkan kebi- kultural, yang diharapkan dimiliki setiap
jakan sesuai dengan keinginannya maka ASN, khususnya pemangku jabatan
perangkat pegawai tidak dapat menolak pimpinan tinggi dalam organisasi publik/
meskipun hal tersebut bertentangan birokrasi. Diharapkan tidak hanya di tingkat
dengan ketentuan yang berlaku. eksekutif, tetapi juga tingkat legislatif dan
Lebih lanjut dimensi kompetensi sosio- yudikatif.
kultural menurut Sartika et AL., (2015)
diturunkan menjadi mengelola keragaman

4
Pengembangan Kompetensi Sosiokultural ASN Dalam Perspektif Kepekaan Gender
Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan Timur
(Dewi Kartika)

Kepemimpinan Berperspektif Gender dalam “Gender dan Administrasi Publik,


Perspektif gender atau identitas gender Studi tentang Kualitas Kesetaraan Gender
menurut Nugroho (2008) merupakan definisi dalam Administrasi Publik Indonesia Pasca
diri tentang seseorang, khususnya sebagai Reformasi 1998-2002”. studi tersebut
perempuan atau laki-laki, yang berinteraksi melakukan pengamatan gender (gender scan)
secara kompleks antara kondisi biologisnya pada administrasi publik baik di tingkat pusat
sebagai perempuan maupun laki-laki atau nasional, provinsi maupun kabupaten/
dengan berbagai karakteristik perilakunya kota. Dengan menilai kualitas kesetaraan
yang dikembangkan sebagai hasil proses gender dalam kebijakan publik, organisasi
sosialisasinya. publik, lembaga pendidikan bagi adminis-
Women’s Studies Encyclopedia dalam trator publik dan dalam mekanisme pengarus-
Nugroho (2008) mencatat gender sebagai utamaan gender dalam administrasi publik.
suatu konsep kultural yang berupaya mem- Model yang dikembangkan oleh Nugroho
buat pembedaan (distinction) dalam hal (2008) merujuk kepada gender scan yang
peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik antara lain adalah aktivitas untuk mengetahui
emosional antara laki-laki dan perempuan kesamaan akses dan publik terhadap sumber
yang berkembang dalam masyarakat. Dengan daya antara laki-laki dan perempuan dalam
kata lain, gender bukan merupakan kodrat organisasi, sensitivitas gender dalam pe-
Tuhan melainkan buatan manusia, sebagai ngembangan perencanaan dan kebijakan
sebuah konstruksi sosial yang bukan bawaan organisasi, adanya kebutuhan strategi gender,
lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah adanya gender steorotype, hubungan gender,
tergantung dari tempat, waktu, suku ras/ dan pembagian kerja berdasarkan gender.
bangsa, budaya, status sosial, pemahaman Me nur ut Nugr oho ( 2008) pa d a
agama, Negara, publik, politik, hukum dan organisasi publik pengukuran kualitas
ekonomi. kesetaraan gender secara seragam diletakkan
Kepemimpinan berperspektif gender kepada representasi. Pengukuran representasi
dimaknai sebagai pengangkatan dalam diletakkan kepada ukuran ke-setaraan gender
jabatan pimpinan tinggi dan atau peran UNDP, yaitu 50/50, yang memberikan
pemimpin yang memperhatikan dimensi ukuran bahwa kesetaraan akan terjadi jika
gender (laki-laki dan perempuan) dengan representasi laki-laki dan perempuan sama,
berbagai karakteristik perilaku, hak dan yaitu 50% dan 50%. Dengan demikian
kewajiban yang melekat padanya. Sebagai representasi maksimum dari perempuan
contoh, seorang pegawai maupun pimpinan dalam organisasi publik yang berkesetaraan
yang merupakan seorang perempuan dimana gender adalah jika representasi perempuan
peran yang melekat padanya juga adalah sebanyak 50% dari keseluruhan anggota.
peran seorang istri dan ibu, membutuhkan Pendekatan representasional ini diambil
ketrampilan dalam mengelola waktu pribadi karena dianggap sebagai pendekatan yang
dan waktu publiknya sehingga kewajiban paling mditerima di kalangan perngarus-
keduanya dijalankan dengan harmonis, utamaan gender. Pengukuran mengunakan
tidak berbenturan. Hal ini membutuhkan ukuran interval tingkat representasi tersebut
kondusifitas lingkungan yang sensitif dan sebagai berikut:
responsif gender. Dengan kata lain, riset ini a. Representasi tinggi, yaitu interval teratas
menilai kualitas kesetaraan gender untuk dari interval–bagi-tiga dari 50% yaitu
organisasi publik dalam hal ini adalah 33%-50%
eksekutif/organisasi birokrasi. b. Representasi memadai (menengah) yaitu
Kualitas kesetaraan gender untuk interval kedua dari interval-bagi-tiga
organisasi publik (legislatif, yudikatif, dan dari 50% yaitu 17%-32%
eksekutif) masih rendah, ini merupakan c. Representasi rendah yaitu interval ter-
hasil penelitian sebelumnya terkait ke- bawah atau ketiga dari interval-bagi-tiga
setaraan gender oleh Nugroho (2008) dari 50% yaitu 0-16%

5
Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 1 - 14

Pada variabel organisasi, meski rujukan pada jabatan pimpinan tinggi di Satuan
50/50 UNDP digunakan akan tetapi dalam Kerja Perangkat Daerah (SKPD) seluruh
riset tersebut, tidak diberikan rekomendasi pemerintahan daerah di Kalimantan Timur,
untuk memberikan kuota kepada perempuan dan persepsi pemangku jabatan pimpinan
untuk mendapatkan representasi 50/50 pada tinggi di 4 (empat) pemerintah daerah
organisasi publik. Yang direkomendasikan yaitu Provinsi Kalimantan Timur, Kota
hanya upaya peningkatan representasi Balikpapan, Kota Bontang dan Kabupaten
perempuan melalui strategi pengembangan Kutai Kartanegara.
kapasitas dari perempuan di dalam organisasi
publik dan organisasi pendukungnya di satu
sisi, dan di sisi lain meningkatkan sensitivitas PEMBAHASAN
gender dari organisasi publik melalui
sensitisasi gender pada anggaran dasar dan Provinsi Kalimantan Timur merupakan
anggaran rumah tangga dari organisasi- salah satu Provinsi terluas kedua setelah
organisasi publik. Selain itu, diperlukan Papua, Kalimantan Timur memiliki luas
strategi untuk meningkatkan representasi wilayah daratan 127.267,52 km2 dan luas
di dalam organisasi-organisasi administrasi pengelolaan laut 25.656 km2 terletak antara
publik melalui perbaikan kelembagaan dan 113º44’ Bujur Timur dan 119º00’ Bujur
mekanisme rekrutmen/seleksi dan promosi Timur serta diantara 2º33’ Lintang Utara dan
dalam organisasi tersebut. 2º25’ Lintang Selatan.
Penelitian ini menggunakan metode Penduduk Kalimantan Timur pada
desk research, dimana perolehan data dari tahun 2010 berdasarkan hasil sensus pen-
sumber-sumber primer dan sekunder, yakni duduk mencapai 3.047.500 jiwa, dengan
hasil penelitian sebelumnya, jurnal, laporan pertumbuhan penduduk setiap tahunnya
dan data statistika, untuk kemudian di- rata-rata 3,60 persen. Adapun jumlah pen-
kembangkan dan dianalisis secara kualitatif. duduk tahun 2015 sebanyak 3.426.638
Adapun fokus permasalahan jiwa dengan komposisi penduduk menurut
dalam kajian ini dibatasi pada tinjauan jenis kelamin terdiri dari penduduk laki-laki
pengembangan kompetensi ASN dalam 1.797.297 jiwa (52,45 persen) dan penduduk
konteks sosio-kultural, dimana secara perempuan 1.629.341 jiwa (47,55 persen).
spesifik mengkhususkan pada dimensi Secara lengkap komposisi jumlah penduduk
kepekaan gender, yang diukur dari dua per Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur
aspek, yakni tingkat representasi gender tersaji dalam tabel berikut :
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota, Jenis Kelamin, dan Rasio Jenis Kelamin Provinsi
Kalimantan Timur 2015
Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Rasio
1. Paser 139.219 123.082 262.301 113,11
2. Kutai Barat 77.010 68.828 145.838 111,89
3. Kutai Kartanegara 377.070 340.719 717.789 110,67
4. Kutai Timur 173.586 146.529 320.115 118,47
5. Berau 112.297 96.596 208.893 116,25
6. Penajam Paser Utara 80.609 73.626 154.235 109,48
7. Balikpapan 317.988 297.586 615.574 106,86
8. Samarinda 420.141 392.456 812.597 107,05
9. Bontang 85.522 77.804 163.326 109,92
10. Mahakam Ulu 13.855 12.115 25.970 114,36
Jumlah / Total        2015 1.797.297 1.629.341 3.426.638 110,31
2014 1.758.073 1.593.359 3.351.432 110,34
2013 1.718.918 1.556.926 3.275.844 110,4
2012 1.678.863 1.520.833 3.199.696 110,39
Sumber:  Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur.
6
Pengembangan Kompetensi Sosiokultural ASN Dalam Perspektif Kepekaan Gender
Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan Timur
(Dewi Kartika)

Berdasarkan hasil pemekaran menurut jenis kelamin terdiri dari 37.306


daerah otonomi baru tahun 2014, Provinsi orang pegawai laki-laki (52,5 %) dan 33.717
Kalimantan Timur terdiri dari 7 Kabupaten orang pegawai perempuan (47,5 %), dengan
dan 3 Kota, dimana memiliki jumlah uraian selengkapnya sebagaimana tabel
pegawai negeri sipil daerah sebesar 71.023 berikut:
pegawai, dengan perbandingan komposisi
Tabel 3. Jumlah PNS Menurut Jenis Kelamin pada Pemerintah Daerah di Kalimantan Timur Tahun 2015
Jumlah Gender Rasio
No Pemerintah Daerah
PNS Pria Wanita Pria Wanita
1 Pemprov. Kaltim 7.234 4.303 2.931 59,5% 40,5%
2 Kutai Kartanegara 16.525 8.955 7.570 54,2% 45,8%
3 Kutai Barat 4.504 2.551 1.953 56,6% 43,4%
4 Kutai Timur 6.654 3.539 3.115 53,2% 46,8%
5 Paser 5.562 3.105 2.457 55,8% 44,2%
6 Penajam Paser Utara 4.044 2.023 2.021 50,0% 50,0%
7 Berau 5.837 3.339 2.498 57,2% 42,8%
8 Samarinda 10.295 4.831 5.464 46,9% 53,1%
9 Balikpapan 6.367 2.737 3.630 43,0% 57,0%
10 Bontang 3.349 1.524 1.825 45,5% 54,5%
11 Mahakam Ulu 652 399 253 61,2% 38,8%
TOTAL 71.023 37.306 33.717 52,53% 47,47%
Sumber : Badan Kepegawaian DaerahProvinsi Kaltim (data diolah)

Jika membandingkan rasio jumlah pengarus-utamaan dan representasi gender


ASN terhadap rasio jumlah penduduk di dalam komposisi kepegawaian ASN di
Kaltim dalam konteks gender, dapat terlihat Kaltim, perlu kiranya melihat secara lebih
bahwa representasi pegawai perempuan mendalam komposisi ASN berdasarkan
dalam komposisi kepegawaian relatif sangat level golongan ruang dan eselonisasi di tiap
baik, dimana rasio jumlah ASN terhadap pemerintahan daerah. Secara lengkap tabel
rasio jumlah penduduk relatif sebanding. jumlah ASN berdasar Eselon dan Golongan
Namun demikian, untuk mendapatkan ruang di Pemerintahan Daerah Kalimantan
gambaran yang lebih komprehensif terkait Timur tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 4. Jumlah PNS berdasarkan Golongan Ruang di Pemerintahan Daerah Kalimantan Timur
Tahun 2015
PEMERINTAH  GOLONGAN RUANG BERDASAR GENDER
NO IV III II I
DAERAH
P W P W P W P W
1 PEMPROV. 516 288 2168 1729 1369 854 250 60
  KALTIM 64,18% 35,82% 55,63% 44,37% 61,58% 38,42% 80,65% 19,35%
2 KUTAI 1997 1526 3400 3596 3298 2397 260 51
  KARTANEGARA 56,68% 43,32% 48,60% 51,40% 57,91% 42,09% 83,60% 16,40%
3 KUTAI BARAT 474 278 1092 837 932 825 84 13
    63,03% 36,97% 56,61% 43,39% 53,04% 46,96% 86,60% 13,40%
4 KUTAI TIMUR 337 147 1743 1619 1396 1319 63 30
    69,63% 30,37% 51,84% 48,16% 51,42% 48,58% 67,74% 32,26%
5 PASER 784 487 1514 1504 719 465 88 1
    61,68% 38,32% 50,17% 49,83% 60,73% 39,27% 98,88% 1,12%
6 PPU 424 314 960 1131 591 562 52 10
    57,45% 42,55% 45,91% 54,09% 51,26% 48,74% 83,87% 16,13%
7 BERAU n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a
    n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a
8 SAMARINDA 1527 2022 2059 2595 1139 841 106 6
    43,03% 56,97% 44,24% 55,76% 57,53% 42,47% 94,64% 5,36%
9 BALIKPAPAN 170 13 875 541 945 1717 747 1359
    92,90% 7,10% 61,79% 38,21% 35,50% 64,50% 35,47% 64,53%
10 BONTANG 213 311 706 1040 531 468 74 6
    40,65% 59,35% 40,44% 59,56% 53,15% 46,85% 92,50% 7,50%
11 MAHAKAM ULU n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a
    n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a
Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kaltim
7
Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 1 - 14

Tabel 5. Jumlah ASN berdasar Eselonisasi di Pemerintahan Daerah Kalimantan Timur Tahun 2015

PEMERINTAH  ESELONISASI BERDASAR GENDER


NO I II III IV
DAERAH
P W P W P W P W
1 PEMPROV. 0 0 49 12 236 63 464 300
  KALTIM     80,33% 19,67% 78,93% 21,07% 60,73% 39,27%
2 KUTAI 0 0 38 3 190 32 855 276
  KARTANEGARA     92,68% 7,32% 85,59% 14,41% 75,60% 24,40%
3 KUTAI BARAT 0 0 31 33 125 156 326 478
        48,44% 51,56% 44,48% 55,52% 40,55% 59,45%
4 KUTAI TIMUR 0 0 39 3 184 27 427 185
        92,86% 7,14% 87,20% 12,80% 69,77% 30,23%
5 PASER 0 0 35 4 133 34 404 173
        89,74% 10,26% 79,64% 20,36% 70,02% 29,98%
6 PPU 0 0 25 1 103 19 327 131
        96,15% 3,85% 84,43% 15,57% 71,40% 28,60%
7 BERAU 0 0 n.a n.a n.a n.a n.a n.a
        n.a n.a n.a n.a n.a n.a
8 SAMARINDA 0 0 40 3 153 47 676 392
        93,02% 6,98% 76,50% 23,50% 63,30% 36,70%
9 BALIKPAPAN 0 0 23 8 100 38 346 312
        74,19% 25,81% 72,46% 27,54% 52,58% 47,42%
10 BONTANG 0 0 25 7 88 26 240 136
        78,13% 21,88% 77,19% 22,81% 63,83% 36,17%
0 0 n.a n.a n.a n.a n.a n.a
11 MAHAKAM ULU
    n.a n.a n.a n.a n.a n.a
Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kaltim

Dalam grafik di bawah ini akan tersedia. Dari grafik tersebut terlihat bahwa
digambarkan terkait perbandingan rasio representasi gender pada pimpinan Eselon
Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Eselon II II menunjukkan terdapat 5 (lima) pemda
berdasarkan Gender di pemerintah daerah yang berada pada representasi rendah, 3
Kalimantan Timur, minus Kabupaten (tiga) pemda berada pada tingkat menengah
Mahakam Ulu dan Kabupaten Berau, karena dan hanya satu daerah yang mencapai nilai
data ASN daerah yang bersangkutan tidak tinggi, yakni Pemda Kutai Barat.

Gambar 1. Perbandingan Rasio Jabatan Pimpinan Tinggi Eselon II berdasar Jenis Kelamin

Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kaltim

8
Pengembangan Kompetensi Sosiokultural ASN Dalam Perspektif Kepekaan Gender
Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan Timur
(Dewi Kartika)

Dari grafik tersebut terlihat bahwa Lebih jauh jika melihat pada tataran
Pemda Kabupaten Penajam Paser Utara eselon III, representasi perempuan pada
(PPU) berada pada level terbawah, dengan jabatan struktural terlihat lebih banyak,
jumlah pegawai eselon II perempuan hanya sekalipun jika diukur berdasarkan pengarus-
berjumlah satu orang saja, padahal jika utamaan gender, masih terdapat 3 (tiga)
melihat potensi jumlah pegawai perempuan pemda yang berada pada level rendah,
yang berada pada golongan IV mencapai selebihnya 5 (lima) pemda pada level
314 orang, demikian pula Kota Samarinda menengah, dan kembali pemda Kutai
dari sekitar 2022 orang pegawai perempuan Barat menjadi satu-satunya daerah yang
pada level golongan IV, hanya mampu merepresentasikan pengarus-utamaan gender
mendorong 3 (tiga) orang pimpinan pada pada level tinggi. Sebagaimana tergambar
jabatan stuktural eselon II. dalam grafik berikut:
Gambar 2. Perbandingan Rasio Jabatan Pimpinan Tinggi Eselon III berdasar Jenis Kelamin

PERBANDINGAN RASIO JPT ESELON III BERDASAR JENIS


KELAMIN

Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kaltim

Hal yang menarik dari grafik di atas semakin terbuka lebar, dari grafik dibawah
adalah Pemda Kota Samarinda yang se- ini dapat terlihat bahwa separuh lebih Pemda
belumnya berada pada urutan dua terendah, telah memberikan peran yang lebih besar
kini meningkat menjadi tiga besar daerah bagi representasi pegawai perempuan
yang merepresentasikan gender setelah Kutai dalam jabatan pimpinan tinggi eselon IV,
Barat dan Balikpapan. Ironisnya Pemda hanya tiga pemda yang berada pada level
Kutai Kartanegara justru turun peringkat, menengah, yakni Kutai Kartanegara pada
sekitar 1500 orang pegawai golongan IV di- urutan terbawah, diikuti Kabupatan PPU dan
tambah 3500 pegawai perempuan golongan Kabupaten Paser. Jabatan eselon IV dapat
III, hanya dapat menghasilkan 32 orang dikatakan sebagai jabatan administratif,
pegawai perempuan yang menduduki jabatan karena peran yang dibutuhkan lebih kepada
pimpinan tinggi eselon III setara Kepala penerjemah kebijakan dari pimpinan pada
Bidang, Kepala Bagian, dan Kepala Biro. level eselon II dan eselon III. Sebagaimana
Pada level jabatan administratif seperti tergambar dalam grafik berikut:
eselon IV, representasi pegawai perempuan

9
Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 1 - 14

Gambar 3. Perbandingan Rasio Jabatan Pimpinan Tinggi Eselon IV berdasar Jenis Kelamin

Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kaltim

Jika melihat pada ketiga grafik diatas dalam memimpin dan mengambil keputusan
dapat kita elaborasi lebih lanjut terkait strategis, sehingga tidak mengherankan bila
pengarus-utamaan gender pada Pemda di jabatan pimpinan tinggi pada kelembagaan
Kaltim, dimana terdapat kecenderungan publik lebih didominasi peran kaum pria.
bahwa pengarusutamaan gender lebih Disisi lain, dalam grafik juga
banyak direpresentasikan pada wilayah menunjukkan bahwa semakin tinggi
perkotaan dibanding daerah Kabupaten. Hal level jabatan struktural (eselon), maka
ini dapat terlihat pada daerah Kabupaten semakin rendah permissivitas terhadap
seperti Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai representasi pengarus-utamaan gender,
Timur, PPU dan Paser yang cenderung dimana pegawai perempuan umumnya
merepresentasikan rendah dalam pengarus- lebih banyak diposisikan pada jabatan-
utamaan gender dibandingkan daerah jabatan administratif di level eselon IV,
Kota Samarinda, Bontang dan Balikpapan. dibandingkan pada jabatan tinggi strategis
Kondisi tersebut dapat dipahami pengambil kebijakan (decision maker) dan
bahwa wilayah Kabupaten yang umumnya pemimpin SKPD di level eselon II.
pedesaan cenderung masih memiliki ikatan Padahal, jika melihat kalkulasi rasio
sosiologis dan akar budaya yang lebih jumlah pegawai perempuan berada pada
kuat, dimana sistem nilai yang berlaku golongan III dan IV, akan terlihat relatif
di masyarakat cenderung rigid dibanding seimbang dengan rasio jumlah pegawai laki-
wilayah perkotaan yang lebih permisif laki. Hal ini bermakna bahwa secara potensi
terhadap interaksi budaya luar, dimana kuantitatif jumlah pegawai perempuan
wilayah kota memungkinkan terbangunnya yang memiliki kompetensi dan telah
interaksi yang dinamis antar pemikiran memenuhi syarat golongan kepangkatan
secara terbuka terhadap ide pluralitas dan sebenarnya relatif cukup tersedia, namun
gender. belum mendapatkan peluang promosi dan
Masyarakat di daerah pedesaan sering kesempatan untuk menduduki jabatan
bersifat homogen yang masih memegang pimpinan struktural secara representatif.
prinsip-prinsip nilai kearifan lokal setempat, Di sisi lain, dari tabel 5 Jumlah PNS
dimana umumnya bersifat patrilineal, berdasar Eselonisasi di Pemerintahan
norma budaya ini sering menempatkan Daerah Kalimantan Timur, terlihat bahwa
perempuan pada level sub-ordinasi kaum Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki
pria, perempuan kerap dianggap lebih sebanyak 7,32% pemangku jabatan eselon
inferior dan kurang memiliki kompetensi 2, sebanyak 14,41% pemangku jabatan
10
Pengembangan Kompetensi Sosiokultural ASN Dalam Perspektif Kepekaan Gender
Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan Timur
(Dewi Kartika)

eselon 3, dan sebanyak 24,40% pemangku dan kompetensi standar yang dibutuhkan
jabatan eselon 4. Angka tersebut merupakan pada posisi tersebut.
prosentases terendah dari beberapa peme-
rintahan daerah di Kalimantan Timur. Pengembangan Kompetensi Sosio Kultural
Sedangkan penempatan jabatan pimpinan Sebagaimana diulas dalam review
tinggi eselon II, pada dasarnya merupakan kepustakaan diatas, bahwa salah satu sub
hasil pertimbangan dari Baperjakat dengan kompetensi sosio-kultural dalam pengem-
persetujuan Kepala Daerah, artinya peran bangan kompetensi PNS adalah Kepekaan
Kepala Daerah dalam membentuk struktur Gender, kompetensi ini adalah kemampuan
pimpinan tinggi di suatu daerah seharusnya untuk mengenali dan menyadari kesenjangan
sangat menentukan. Namun demikian, tidak akses, partisipasi, publik dan manfaat yang
semua Kepala Daerah Perempuan membuka diterima antara laki-laki dan perempuan
ruang bagi pengarus-utamaan gender di dalam lingkungan kerja maupun dalam
daerah, hal ini terlihat di Pemda Kutai kehidupan bermasyarakat, yang secara
Kartanegara, dimana Kepala Daerahnya potensial merugikan baik hak laki-laki
dijabat oleh seorang perempuan, namun maupun perempuan dalam konstruksi sosial
ironisnya kurang memberikan support pada kultural. Dengan demikian pengembangan
representasi gender di jabatan struktural, kepekaan gender sebagai sub kompetensi
Pemda Kutai Kartanegara justru berada di sosiokultural merupakan hal yang penting
urutan terendah. dimiliki oleh individu PNS dan kelembagaan
Kondisi ini mengindikasikan bahwa pemerintahan daerah.
posisi Kepala Daerah perempuan tidaklah Tingkat urgensitas pengembangan
cukup untuk mendorong terwujudnya repre- kompetensi sosiokultural dimensi kepekaan
sentasi gender di jabatan pimpinan tinggi gender dapat terlihat dari hasil kajian
struktural, namun diperlukan suatu good penelitian oleh Sartika et al., (2015) ter-
will, niatan tulus ikhlas seorang pemimpin hadap persepsi dari para pemangku
dalam membuka ruang representasi bagi jabatan pimpinan tinggi pada daerah Kota
pengarus-utamaan gender di daerah, Balikpapan, Kota Bontang, Kabupaten
dan seyogyanya dapat dituangkan dan Kutai Kartanegara, dan Provinsi Kaltim,
dirumuskan ke dalam sebuah kebijakan atau yang telah dilakukan oleh Pusat Kajian
regulasi terkait mekanisme sistem promosi dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III
dan pengangkatan dalam jabatan pimpinan Lembaga Administrasi Negara (PKP2A
tinggi yang responsif terhadap pengarus- III LAN), yang digambarkan dalam grafik
utamaan gender tanpa mengurangi substansi sebagai berikut:
Gambar 4. Perbandingan Gap Kompetensi SosioKultural Dimensi Kepekaan Gender

Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kaltim

11
Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 1 - 14

Berdasarkan hasil kuestioner terhadap (birokrasi) perlu dilakukan perbaikan


sejumlah pimpinann tinggi di Pemda lokus kelembagaan dan mekanisme rekrutmen/
menunjukan bahwa tingkat relevansi di- seleksi dan promosi dalam organisasi tersebut.
mensi kepekaan gender relatif sangat tinggi Sehingga dibutuhkan good will pimpinan
diatas 8o %, demikian pula kebutuhan dalam membuka ruang bagi terlaksananya
kelembagaan terhadap kompetensi ter- pengarus-utamaan gender, melalui kebijakan
sebut, hal ini mengindikasikan bahwa maupun regulasi terkait mekanisme sistem
pengembangan kompetensi sosio kultural promosi dan pengangkatan dalam jabatan
untuk dimensi kepekaan gender dapat di- pimpinan tinggi yang responsif terhadap
katakan sangat tinggi, sementara selisih pengarus-utamaan gender tanpa mengurangi
dari kedua indikator tersebut menunjukan substansi dan kompetensi standar yang di-
tingkat gap (kesenjangan) yang terjadi di butuhkan pada posisi tersebut.
daerah lokus penelitian, dimana pada Pemda Dari fenomena temuan data diatas juga
Kutai Kartanegara menjadi daerah paling menunjukkan bahwa daerah di perkotaan
tinggi mengalami kesenjangan kompetensi dengan daerah Kabupaten memiliki karak-
sosiokultur untuk dimensi kepekaan gender, teristik akan berbeda, hal ini karena
ini tentunya semakin menjelaskan dari lingkungan sosiologisnya relatif berbeda,
data sebelumnya bahwa daerah kabupaten dimana daerah kabupaten membutuhkan
yang umumnya memiliki nilai rendah effort yang lebih besar dalam upaya men-
dalam hal pengarus-utamaan gender, pada dukung pengembangan kompetensi PNS
dasarnya membutuhkan untuk dilakukan untuk melakukan deseminasi wacana
pengembangan kompetensi ini. gender agar dapat lebih diterima di tengah
Dimensi kepekaaan gender sebagai masyarakat, sehingga dibutuhkan upaya
salah satu instrumen dalam kompetensi untuk terus melakukan diseminasi ide
sosio-kultural, sudah seharusnya mendapat dan konsep pengarus-utamaan gender
perwujudan yang lebih nyata dari pemerintah dalam masyarakat maupun secara internal
daerah, tidak sekadar jargon semata. kelembagaan pemda secara kontinyu,
Salah satu langkah yang mungkin dapat sehingga ide tersebut dapat secara massif
dilakukan dalam rangka pengembangan dan lumrah diterima dalam ranah publik.
kompetensi sosiokultural berbasis gender
pada PNS adalah dengan mengintegrasikan
materi pengarus-utamaan gender dalam PENUTUP
standar kurikulum diklat pegawai, sehingga
dapat merubah mindset dan paradigma Berdasarkan diskursus analisis diatas
pegawai secara umum terkait masalah gender, dapat dirangkum kesimpulan sebagai bahwa
dan khususnya bagi pegawai perempuan representasi pegawai perempuan yang duduk
diharapkan dapat lebih meningkatkan dalam jabatan pimpinan tinggi di lingkungan
kompetensinya serta dapat mereduksi pemerintahan daerah di Kalimantan Timur
mental inferior dan stereotip yang melekat secara umum masih berada dalam tingkatan
dalam diri internal, yang dapat mendorong yang masih rendah, dimana kecenderungan
motivasi dan tingkat kepercayaan diri agar pengarusutamaan gender lebih banyak di-
dapat berkompetisi secara sehat. representasikan pada wilayah perkotaan di-
Selain itu upaya pengembangan banding daerah Kabupaten, selain itu data
kompetensi PNS sebenarnya tidak hanya menunjukkan bahwa semakin tinggi level
melalui program diklat, akan tetapi juga jabatan struktural (eselon), maka semakin
melalui mekanisme promosi dalam tahapan rendah tingkat penerimaan terhadap
pengangkatan jabatan pimpinan tinggi representasi pengarus-utamaan gender.
di pemerintahan daerah. Sehingga untuk Tingkat urgensitas dalam pengembangan
meningkatkan representasi perempuan kompetensi PNS dirasa sangat dibutuhkan,
di dalam organisasi administrasi publik sebagaimana respon dari para pemangku

12
Pengembangan Kompetensi Sosiokultural ASN Dalam Perspektif Kepekaan Gender
Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan Timur
(Dewi Kartika)

jabatan pimpinan tinggi di lingkungan kesempatan yang sama sebagaimana


pemerintah daerah Kalimantan Timur, selain pada laki-laki, akan tetapi hendaknya di-
itu terdapat kesenjangan/gap antara tingkat kondisikan berimbang dengan tuntutan
relevansi dan kebutuhan, khususnya di domestiknya dimana perannya sebagai istri
daerah. dan ibu sehingga hak dan kewajiban yang
Oleh karenanya upaya pengembangan melekat dalam profesionalitasnya atau
kompetensi PNS dapat dilakukan dengan keputusan yang diberikan bersifat ramah
mengintegrasikan konsep pengarus-utamaan perempuan/peka gender. Selain itu, melalui
gender dalam kurikulum diklat ASN, selain perbaikan kelembagaan dan perbaikan
itu perlu dilakukan perbaikan kelembagaan mekanisme rekrutmen/seleksi dan promosi
dan mekanisme rekrutmen/seleksi dan dalam organisasi tersebut sebagai bentuk
promosi, melalui kebijakan maupun regulasi pengembangan kompetensi, diharapkan
dalam pengangkatan jabatan pimpinan tinggi dapat meningkatkan representasi perempuan
yang responsif terhadap pengarus-utamaan dalam organisasi publik. Meningkatkan
gender tanpa mengurangi substansi dan representasi perempuan dalam pengangkatan
kompetensi standar yang dibutuhkan. Selain dalam jabatan struktural khususnya jabatan
itu perlu dilakukan diseminasi ide dan konsep pimpinan tinggi, dengan cara assessment/
pengarus-utamaan gender dalam masyarakat penilaian kompetensi dan melakukan refor-
maupun secara internal kelembagaan Pemda masi birokrasi yang men-gender-sensitif-kan
secara kontinyu, sehingga ide tersebut dapat kebijakan bagi para calon PNS dan calon
secara massif dan lumrah diterima dalam pejabat/pejabat/pemangku jabatan pimpinan
ranah publik. tinggi dengan cara pengarus-utamaan gender
Rekomendasi strategis terkait ke- yang bersifat sinambung dan melekat.
bijakan adalah agar setiap daerah menyusun
peraturan daerah tentang kesetaraan gender
dalam pembangunan daerah. Kebijakan yang DAFTAR PUSTAKA
sensitif dan responsif gender, memudahkan
dalam intervensi mekanisme, organisasi dan Dewi Sartika, et. al. (2015). Pengembangan
pendidikan dan pelatihan. Perlunya disusun Kompetensi Aparatur Sipil Negara.
sebuah manajemen pendidikan dan pelatihan Samarinda: PKP2A III LAN.
baik berupa kurikulum, materi ajar, pengajar Indonesia, R. (n.d.). Undang-Undang Nomor
yang sensitif dan responsif gender. Sehingga 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
lembaga yang memiliki posisi strategis Negara.
dan memiliki kewenangan diatas adalah Ria nt Nugr oho. ( 2008) . Ge nde r da n
Lembaga Administrasi Negara, Institut Ilmu Administrasi Publik. Yogyakarta:
Pemerintahan, Institut Pemerintahan Dalam Pustaka Pelajar.
Negeri, Sekolah Tinggi Adminstrasi Negara, Riant Nugroho., D. (2008). Gender dan
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Strategi Pengarus-utamaannya di
(BPSDM) di Provinsi, Kabupaten, Kota, Indonesia. Yogyakarta, DI Yogyakarta:
serta Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Pustaka Pelajar.
Perlunya kegiatan pelatihan gender yang Singal, J. D. (2008). Sistem Pembinaan
bertahap bagi setiap jenjang jabatan sebagai Karir Pegawai Negeri Sipil Menurut
bentuk diseminasi kepekaan gender bagi Undang-Undang Nomor 443 Tahun
setiap aparatur khususnya pejabat publik 1999 tentang Perubahan atas Undang-
di organisasi publik, dan pelatihan sensitif undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
gender di tingkat masyarakat. Pengembangan Pokok-pokok Kepegawaian dalam
kompetensi sosiokultural dalam perspektif Kebijakan Penempatan Jabatan Struk-
kepekaan gender dimaksudkan bahwa tural di Provinsi Sulawesi Utara.
perempuan sebagai pemangku jabatan Semarang: Pasca Sarjana Ilmu Hukum
secara umum atau pimpinan tinggi diberikan Universitas Diponegoro.

13
Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 1 - 14

www.bkn.go.id. (2016). Retrieved September


08, 2017, from http://www.bkn.go.id/
wp-content/uploads/2016/11/Tabel-
6-Jumlah-PNS-Dirinci-Menurut-
Jabatan-Struktural-dan-Jenis-
Kelamin.png

14

Anda mungkin juga menyukai