Anda di halaman 1dari 3

2.

5 Patofisiologi
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran darah,
penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal. Mula-mula
terjadi peradangan supuratif pada selaput/jaringan otak. Proses peradangan ini membentuk
eksudat, trombosis septik pada pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di
daerah yang mengalami peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak
disertai perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk dinding yang
kuat membentuk kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit
polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang
dari 2 minggu. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus
atau ruang subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis.
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus yang melalui
parotitis, morbili, varisela, dll. masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan.
Di dalam susunan saraf pusat virus menyebar secara langsung atau melalui ruang
ekstraseluler. Infeksi virus dalam otak dapat menyebabkan meningitis aseptik dan
ensefalitis (kecuali rabies). Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana
terjadi peradangan otak, edema otak, peradangan pada pembuluh darah kecil, trombosis,
dan mikroglia.

2.6 Gejala Klinis


Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala-gejala meningitis dan
ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting) diikuti oleh perubahan
kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal, tanda- tanda peningkatan
tekanan intrakranial atau gejala-gejala psikiatrik. Pada riwayat pasien meliputi demam,
muntah, sakit kepala, letargi, lekas marah, dan kaku kuduk. Neonatus memiliki gambaran
klinik berbeda dengan anak dan orang dewasa.
Meningitis karena bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual,
muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang,
konstipasi, diare. Gangguan kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma.
Gejala klinis pada bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) yaitu demam,
malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun
menonjol, kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak-anak dan remaja
terjadi demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti oleh perubahan sensori, fotofobia,
mudah terstimulasi dan teragitasi, halusinasi, perilaku agresif, stupor, koma, kaku kuduk,
tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa
permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali,
malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung. Biasanya dimulai dengan
gangguan saluran pernafasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus,
dapat terjadi kejang, hipotensi dan takikardi karena septikimia.

Gambar 2.3 Pemeriksaan tanda Kernig dan Brudzinski


Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering
mengenai jaringan selaput otak. Pada umumnya terdapat 4 jenis atau bentuk manifestasi
klinik, yaitu:
 Bentuk asimtomatik
Umumnya gejala ringan, vertigo, diplopia.
 Bentuk abortif
Gejala berupa nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan kaku kuduk ringan.
Umumnya terdapat gejala-gejala seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas atau
gastrointestinal.
 Bentuk fulminan
Bentuk ini berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan
kematian. Pada stadium akut terdapat demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat,
apatis, kaku kuduk, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma
dalam.
 Bentuk khas ensefalitis
Bentuk ini mulai secara bertahap dengan gejala awal nyeri kepala ringan, demam,
gejala infeksi saluran nafas bagian atas. Kemudian muncul tanda radang Sistem Saraf
Pusat (SSP) seperti kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah, sukar tidur.
Selanjutnya kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau
umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, gangguan bicara, gangguan mental.

2.7 Diagnosis
a) Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan serologi untuk mengetahui jenis virus dan menentukan etiologi
infeksi non enterovirus
 Pemeriksaan pungsi lumbal untuk mengetahui adanya leukosit dan sensitivitas
mikroorganisme
 Pemeriksaan laboratorium
 Kultur urin/urinalisis untuk mengidentifikasi organisme penyebab
 Kultur nasofaring untuk mengidentifikasi organisme penyebab
 Pemeriksaan CT scan dan MRI kepala untuk mengetahui derajat edema otak dan
dapat menyingkirkan kemungkinan lesi massa

Gambar 2. Hasil Ct scan kepala normal dan encephalitis


Gambar 2.4 Hasil CT scan otak normal dan encephalitis

Anda mungkin juga menyukai