Anda di halaman 1dari 34

PERTEMUAN-6

OPTIMASI EFISIENSI
Sistem Perpajakan PPh di Indonesia:

Berdasarkan Pasal 8 UU PPh nomor 36 tahun 2008 menyatakan


bahwa seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah
kawin pada awal tahun pajak atau pada bagian tahun pajak, begitu
juga kerugian yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum
dikompensasikan, dianggap sebagai penghasilan atau kerugian
suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diperoleh dari
1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan
ketentuan, dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan
usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
Sementara itu bagi istri yang lebih memilih untuk menjalani kewajiban
perpajakan secara terpisah, harus memenuhi beberapa kondisi seperti
yang telah dicantumkan dalam Pasal 8 ayat 2 UU PPh, yaitu:

1.Suami isteri telah berpisah (bercerai), berdasarkan putusn hakim,


otomatis pajaknya mulai dikenakan terpisah.
2.Dikehendaki secara tertulis oleh suami dan isteri berdasarkan
perjanjian perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH)
3.Dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan
kewajiban perpajakan secara sendiri.
Biasanya hal ini dilakukan karena ada kepentingan isteri harus memiliki
NPWP atas nama sendiri. Misalnya untuk pinjaman bank, cicilan rumah
dan lain-lain.
Namun konsekuensinya dikenakan tarif progresif.
KET: HB= Hidup Berpisah ,PH=Pisah Harta,, MT= Memilih Terpisah
Contoh Kasus
Tn Anton (K/0) yang bekerja pada PT Alfa dengan jumlah
penghasilan neto setahun sebesar Rp 100.000.000,- dan isterinya
bernama Tina yang bekerja pada PT Delta dengan penghasilan
setahun sebesar Rp 80.000.000
a. Bagaimana perlakuan PPh 21 jika NPWP suami dan isteri
digabung
b. Bagaimana perlakuan PPh 21 jika NPWP masing-masing
c. Mana yang paling baik (efisien) ?
Istri memilih ikut suami (1 NPWP digabung)
Atas pendapatan yang mereka terima, telah dipotong pajak oleh pemberi kerja
masing-masing dengan perhitungan:

SUAMI Jumlah (Rp) Jumlah


ISTERI
(Rp)

Penghasilan Netto 100.000.000


Penghasilan Netto 80.000.000

PTKP (K/0) 58.500.000


PTKP (TK/0) 54.000.000

Penghasilan Kena Pajak 41.500.000


Penghasilan Kena Pajak 26.000.000

PPh terutang setahun


2.075.000 PPh terutang setahun 1.300.000
(5% x Rp41.500.000)
(5% x Rp26.000.000) (FINAL)

Dari perhitungan di atas tidak ada kekurangan pajak dikarenakan telah


dipotong oleh perusahaan pemberi kerja masing-masing. Pencatatan dalam
SPT suami, penghasilan istri sebagai karyawan yang telah dipotong oleh
pemberi kerja dan bersifat final.
Isteri dan suami masing-masing memiliki NPWP sendiri (2 NPWP)
Apabila istri memiliki NPWP sendiri, maka perhitungan PPh-nya adalah:.

SUAMI dan ISTERI SPT Tahunan Suami Jumlah (Rp)

(a) Penghasilan netto suami 100.000.000 PPh Terutang


(Rp100.000.000/Rp180.000.000) x 2.847.222
(b) Penghasilan netto istri 80.000.000 Rp5.125.000

(c) Total penghasilan netto =


180.000.000 Kredit pajak PPh 21 2.075.000
(a)+(b)
PPh kurang bayar 772.222
(d) PTKP (K/I/0) 112.500.000
SPT Tahunan Isteri Jumlah (Rp)
(e) Total PKP
67.500.000
(c) – (d) PPh Terutang
PPh Terutang Setahun (Rp) (Rp80.000.000/Rp180.000.000) x 2.277.778
Rp5.125.000
5% x Rp50.000.000 2.500.000
15% x Rp17.500.000 2.625.000 Kredit pajak PPh 21 1.300.000
Total PPh Terutang
5.125.000 PPh kurang bayar 977.778
Setahun
KESIMPULAN
*Bahwa bila NPWP suami dan istri
digabungkan, maka akhir tahun tidak perlu
membayar lagi(NIHIL).

*Namun bila istri memilih untuk memiliki NPWP


sendiri, maka suami istri tersebut masih harus
membayar PPh terutang (KURANG BAYAR),
Mana yang Terbaik?

*Sebaiknya WP pasangan suami istri


dan/atau yang akan menikah agar
mempertimbangkan istri untuk memiliki
NPWP atau tidak.
*Disarankan, lebih baik suami dan isteri
memenuhi kewajiban perpajakan secara
gabungan karena selain lebih hemat, juga
lebih sederhana dalam hal pengurusan
administrasinya.
latihan
Tn Berno (K/0) yang bekerja pada PT Beta dengan jumlah
penghasilan neto setahun sebesar Rp 150.000.000,- dan isterinya
bernama Nila yang bekerja pada PT Nindya dengan penghasilan
neto setahun sebesar Rp 150.000.000
a. Bagaimana perlakuan PPh 21 jika NPWP suami dan isteri
digabung
b. Bagaimana perlakuan PPh 21 jika NPWP masing-masing
c. Mana yang paling baik (efisien) ?
Isteri memilih ikut suami (1 NPWP digabung)
Atas pendapatan yang mereka terima, telah dipotong pajak oleh pemberi kerja
masing-masing dengan perhitungan:
Jumlah
SUAMI ISTERI Jumlah (Rp)
(Rp)

Penghasilan Netto 150.000.000


Penghasilan Netto 150.000.000

PTKP (K/0) 58.500.000


PTKP (TK/0) 54.000.000

Penghasilan Kena Pajak 91.500.000


Penghasilan Kena Pajak 96.000.000

PPh terutang setahun


8.725.000 PPh terutang setahun 9.400.000
(5% x Rp41.500.000)
(5% x Rp26.000.000) (FINAL)

Dari perhitungan di atas tidak ada kekurangan pajak dikarenakan telah


dipotong oleh perusahaan pemberi kerja masing-masing. Pencatatan dalam
SPT suami, penghasilan isteri sebagai karyawan yang telah dipotong oleh
pemberi kerja dan bersifat final.
Istri dan suami masing-masing memiliki NPWP sendiri (2 NPWP)
Apabila istri memiliki NPWP sendiri, maka perhitungan PPh-nya adalah:.

SUAMI dan ISTERI SPT Tahunan Suami Jumlah (Rp)

(a) Penghasilan netto suami 150.000.000


PPh Terutang
(Rp150.000.000/Rp300.000.000) x 11.562.500
(b) Penghasilan netto isteri 150.000.000 Rp23.125.000

(c) Total penghasilan netto = 8.725.000


300.000.000 Kredit pajak PPh 21
(a)+(b)

(d) PTKP (K/I/0) 112.500.000 PPh kurang bayar 2.837.500


SPT Tahunan Isteri Jumlah (Rp)
(e) Total PKP
187.500.000
(c) – (d) PPh Terutang
(Rp150.000.000/Rp300.000.000) x 11.562.500
PPh Terutang Setahun (Rp) Rp23.125.000

9.400.000
Kredit pajak PPh 21
Total PPh Terutang
23.125.000
Setahun
PPh kurang bayar 2.162.500
Fasilitas Pengurangan Tarif
Pajak – Pasal 31E

31 E Undang-Undang PPh tahun 2008 yaitu:


 Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dengan peredaran bruto
sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar
50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah)
Fasilitas Pengurangan Tarif
Pajak – Pasal 31E
Fasilitas 50%-Contoh 1
 Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2020 sebesar Rp.
4,5 Milyar dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 500
juta.
 Karena peredaran bruto kurang dari Rp. 4,8 Milyar, sehingga
tarif pajak yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak
tersebut adalah 50% dari tarif Pajak Penghasilan yang
berlaku.
 Perhitungan PPh terhutang adalah:

Penghasilan Kena Pajak Rp 500.000.000


Tarif PPh yang berlaku 22% x 50%
PPh terhutang Rp55.000.000
Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak

Sebagian mendapatkan fasilitas 50%-Contoh 2

 Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2020


sebesar Rp.30 Milyar dengan Penghasilan Kena
Pajak sebesar Rp. 3 Milyar.
 Karena peredaran bruto PT X lebih dari Rp. 4,8
Milyar, maka yang mendapatkan fasilitas
pengurang tarif dihitung secara proposional.
 Perhitungan PPh terhutang adalah:
Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak

1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
Rp. 4.800.000.000 x Rp. 3.000.000.000 Rp480.000.000
Rp. 30.000.000.000

2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas
Rp. 3.000.000.000 - Rp. 480.000.000 Rp
= Rp. 2.520.000.000
2.520.000.000
Perhitungan PPh terhutang adalah:
1. (50% x 22%) x Rp. 480.000.000 = Rp 52.800.000
2. 22% x Rp. 2.520.000.000 = Rp 554.400.000
Total PPh terhutang Rp 607.200.000
LATIHAN INDIVIDU
(Fasilitas Perpajakan)

PT Merdeka perusahan yang bergerak di bidang


pengalengan ikan dan melakukan kegiatan ekspor.
Sepanjang tahun 2020, PT Merdeka mencatatkan
penghasilan bruto senilai Rp 48.000.000.000,00 dan
mencatatkan nilai biaya yang dapat dikurangkan sesuai
ketentuan perpajakan sebesar Rp 36.000.000.000,00.

Berapakah pajak terutang PT Mandaraka di tahun 2020?

17
Ilustrasi 2.15 (2)
(Fasilitas Perpajakan)

(1). Mendapatkan fasilitas:

4.800.000.000 X12.000.000.000 = 1.200.000.000


48.000.000.000

(2) Tidak mendapatkan fasilitas:

12.000.000.000 – 1.200.000.000= 10.800.000.000

* Pajak terutang:

1.200.000.000 x 11% = 132.000.000


10.800.000.000 x 22% = 2.376.000.000 (+)
= 2.508.000.000

18
KOMPENSASI KERUGIAN
Kerugian Fiskal muncul apabila Beban
Fiskal lebih besar daripada Penghasilan
Fiskal
Kerugian Fiskal dapat dikompensasikan
mulai tahun pajak berikutnya berturut-
turut sampai 5 tahun
Tidak boleh digabung dengan kerugian
fiskal tahun berikutnya.
KOMPENSASI KERUGIAN
 PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian
fiskal sebesar Rp. 1.200.000.000 (satu miliar
dua ratus juta rupiah).
 Dalam 5 tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A
sebagai berikut:
◦ 2010 : laba fiskal Rp. 200.000.000
◦ 2011 : rugi fiskal Rp.(300.000.000)
◦ 2012 : laba fiskal Rp. Nihil
◦ 2013 : laba fiskal Rp. 100.000.000
◦ 2014 : laba fiskal Rp. 800.000.000
KOMPENSASI KERUGIAN

…?

…?
LATIHAN KOMPENSASI KERUGIAN
(DALAM RIBUAN RUPIAH)

2009. Rugi Fiskal Rp 1. 200.000


2010. Laba Fiskal Rp 200.000
2011. Rugi Fiskal Rp 300.000
2012. NIHIL
2013. Laba Fiskal Rp 100.000
2014. Laba Fiskal Rp 800.000
2015. Laba Fiskal Rp 75.000
2016. Laba Fiskal Rp 200.000
2017. Laba Fiskal Rp 500.000
PENYELESAIAN

2009 Rugi Fiskal Rp 1.200.000


2010 Laba Fiskal Rp 200.000
Sisa Rugi Fiskal 2009 Rp 1.000.000

2011 Rugi Fiskal Rp 300.000


Sisa Rugi Fiskal 2009 Rp 1.000.000
Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 300.000

2012 NIHIL
Sisa Rugi Fiskal 2009 Rp 1.000.000
Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 300.000
Peny,… Lanj

2013 Laba Fiskal Rp 100.000


Sisa Rugi Fiskal 2009 Rp 900.000
Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 300.000

2014 Laba Fiskal Rp 800.000


Sisa Rugi Fiskal 2009 Rp 100.000
(habis masa kompensasinya)
Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 300.000

2015 Laba Fiskal Rp 75.000


Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 225.000
Peny,… Lanj

2016 Laba Fiskal Rp 200.000


Sisa Rugi Fiskal 2011 Rp 25.000
(habis masa kompensasinya)

2017 Laba Fiskal Rp 500.000


NORMA PERHITUNGAN
 Hanya untuk WP Orang Pribadi
 Peredaran bruto dalam satu tahun <
Rp 4,8 milyar
 Memberitahukan kepada DJP dalam 3
bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan
 Wajib menyelenggarakan pencatatan
CONTOH 1 : PENGGUNAAN NORMA PERHITUNGAN
PER DJP No PER 17/PJ/2015

Anton seorang Akuntan Publik, pada tahun 2020 status kawin, istri
tidak bekerja/tidak memiliki penghasilan, mempunyai 2 (dua) orang
anak, bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki Restoran.

Norma perhitungan Jasa Akuntan publik(kode 69200) adalah 50%


dan untuk Restoran (kode 56101) sebesar 25%

Penghasilan selama tahun 2020:


- Penghs. Bruto KAP : Rp 1.300.000.000,-
- Penghs. Bruto Restoran : Rp. 850.000.000,-
Penghasilan neto dihitung sebagai berikut :
- KAP : Rp 1.300.000.000 x 50% = Rp 650.000.000,-
- Restoran: Rp 850.000.000 x 25% = Rp 145.000.000,-
Jumlah Penghasilan Neto Rp 795.000.000,-

Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp 67.500.000,-


PKP Rp 727.500.000,-

Pajak penghasilan yang terutang : ?


Jawaban Pajak penghasilan yang terutang Anton:

 Setahun Rp 163.250.000,-
 Sebulan Rp 13.604.167,-
Contoh-2

Sebuah entitas memiliki informasi sebagai berikut:


1. Memiliki jumlah peredaran usaha: Rp 6.000.000.000
2. Biaya 3M sebesar Rp 5.400.000.000
3. Penghasilan lainnya Rp 50.000.000
4. Biaya 3M penghasilan lainnya Rp 30.000.000
5. Kompensasi Kerugian Rp 10.000.000

Berdasarkan informasi tersebut lebih baik memilih dalam bentuk


perorangan dengan Tn Mans (K/2), atau PT Mans mengapa ?
Contoh Perhitungan PKP untuk WP Orang
Pribadi yang Menyelenggarakan Pembukuan

Peredaran Bruto Rp 6.000.000.000


Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan Rp (5.400.000.000)
Laba Usaha (Penghasilan Neto Usaha) Rp 600.000.000
Penghasilan lainnya Rp 50.000.000
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan lainnya Rp (30.000.000)
Penghasilan lainnya Rp 20.000.000
Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 620.000.000
Kompensasi kerugian Rp (10.000.000)
Penghasilan neto setelah kompensasi kerugian Rp 610.000.000
PTKP (K/2) Rp (67.500.000)
Penghasilan Kena Pajak Rp 542.500.000
PPh terhutang Rp107.750.000
EAT Rp502.250.000
Contoh Perhitungan PKP untuk WP Badan
(Harus Menyelenggarakan Pembukuan)
Dengan menggunakan Fasilitas Pasal 31 E UU PPh

Peredaran Bruto Rp 6.000.000.000


Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan Rp (5.400.000.000)
Laba Usaha (Penghasilan Neto Usaha) Rp 600.000.000
Penghasilan lainnya Rp 50.000.000
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan lainnya Rp (30.000.000)
Rp 20.000.000
Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 620.000.000
Kompensasi kerugian Rp (10.000.000)
Penghasilan Kena Pajak Rp 610.000.000
Fasilitas Rp 488.000.000
Rp 122.000.000
11% Rp 53.680.000
22% Rp 26.840.000
PPh terutang Rp 80.520.000
EAT Rp 529.480.000
Kesimpulan:
Berdasarkan skema perhitungan di atas,
terlihat bahwa Wajib Pajak Badan PT Mans
lebih baik (dengan menggunakan fasilitas),
hal ini ditunjukkan atas perolehan laba
setelah pajak sebesar Rp 529.480.000,- jika
dibandingkan dengan WPOP sebesar Rp
502.250.000,- .
Terdapat selisih lebih sebesar Rp 27.230.000
atau kenaikan sebesar 5,4%
Sekian
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai