Anda di halaman 1dari 66

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lanjut usia (lansia) merupakan masa dimana orang akan

mengalami pada akhirnya nanti, Penyakit degeneratif adalah penyakit yang

terjadi seiring dengan bertambahnya usia seseorang yang juga diakibatkan

dengan menurunnya fungsi organ tubuh manusia (Kusumaningrum, 2016).

Masalah lanjut usia (Lansia) perlu lebih memperhatikan

kesehatannya secara seksama. Karena usia tersebut sangat rawan dengan

berbagai penyakit, penyakit yang sering diderita lansia diantaranya

penyakit sendi, hipertensi, stroke, jantung, lupa ingatan. Pada lansia terjadi

kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang dapat berakibat pada

kelemahan organ, kemunduran fisik dan timbulnya berbagai macam

penyakit. (DKK, padang, 2017)

Hipertensi adalah salah satu penyakit tidak menular yang menjadi

masalah kesehatan yang sangat serius saat ini. Hipertensi yang tidak

terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke,

6 kali lebih besar terkena penyakit jantung kongestif dan 3 kali lebih besar

terkena serangan jantung. Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi

saat dilakukuan pemeriksaan fisik karena alasan penyakit tertentu,

hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari semua


2

kalangan masyarakat, sehingga membutuhkan penanggulangan jangka

panjang yang menyeluruh dan terpadu.(Fitri, Y dkk.2018)

Data statistik WHO (word Hearld Organization) melaporkan

hingga tahun 2018 terdapat satu milyar orang di dunia menderita

hipertensi dan diperkirakan sekitar 7,5 juta orang atau 12,8% kematian

dari seluruh total kematian yang disebabkan oleh penyakit ini, tercatat

45% kematian akibat jantung koroner dan 51% akibat stroke yang juga

disebabkan oleh hipertensi. Menurut American Haert Association (2018)

tercatat sekitar 77,9 juta orang di amerika serikat dengan perbandingan 1

dari 3 orang dewasa menderita hipertensi. Jumlah ini diperkirakan akan

meningkat pada tahun 2030 sekitar 83,2 juta orang atau 7,2%. sementara

itu menurut National Health Nutrition Examination Survey (NHNES), di

amerika orang dewasa dengan hipertensi pada tahun 2016-2018 tercatat

sekitar 39-51% hal ini menunjukan terjadinya peningkatan sekitar 15 juta

orang dari total 58-65 juga menderita hipertensi (Triyanto, 2017)

Angka kejadian hipertensi di indonesia menurut riset Kesehatan

Dasar Tahun 2017 menunjukan bahwa prevalensi hipertensi di indonesia

berdasarkan pengukuran tekanan darah mengalami peningkatan 5,9%, dari

25,8% menjadi 31,7% dari total penduduk dewasa. Berdasarkan

pengukuran sampel umur lebih dari 18 tahun prevelansi hipertensi

mengalami peningkatan yakni 7,6% pada tahun 2015 dan 9,5% tahun 2017

dengan total presentase sebesar 25,8%. Prevelansi hipertensi tertinggi di

Bangka Belitung dengan presentase 25,8%, kalimantan selatan 30,8%,

kalimantan timur 29,6%, jawa barat 29,5% (Riskesdas, 2018)


3

Berdasarkan data dinas kesehatan Provinsi Sumatara Barat Tahun

2017 angga kejadian hipertensi 53,6% dan jumlah kasus sebanyak 67.101

rata-rata kasus 9.800 kasus. Prevernsi hipertensi di padang mengalami

kenaikan jika dibandingkan dengan data rekapitulasi tahun 2015 penderita

hipertensi mencapai 30,218 jiwa (Sumbar, 2017).

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan Hipertensi antara lain

kebiasaan hidup atau perilaku kebiasaan mengkonsumsi natrium yang

tinggi, kegemukan, stres, merokok, Adapun tingginya prevalensi

Hipertensi menurut dikarenakan gaya hidup yang tidak sehat seperti

kurangnya olahraga/aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan

mengkonsumsi makanan yang tinggi kadar lemaknya (Ainun, Sidik, &

Rismayanti, 2017).

Obesitas dapat memicu terjadinya hipertensi akibat terganggunya

aliran darah. Dalam hal ini orang dengan obesitas biasanya mengalami

peningkatan kadar lemak dalam darah(hyperlipidemia)sehingga berpotensi

menimbulkan penyempitan pembuluh darah (atersklerosis).penyempitan

terjadi akibat penumpukan plak ateromosa yang berasal dari lemak.

Penyempitan tersebut memicu jantung untuk bekerja memompa darah

lebih kuat agar kebutuhan oksigen dan zat lain yang dibutuhkan pleh tubuh

dapat terpenuhi. Hal menebabkan tekanan darah meningkat (sari,2017).

Rokok mengandung berbagai zat kimia berbahaya seperti nikotin dan

karbon monoksida. Zat tersebut akan terisap melalui rokok sehingga

mempercepat anterosklerosis. Bagi penderita yang memiliki aterosklerosis


4

atau penumpukan lemak pada pembuluh darah, merokok dapat

memperparah kejadian hipertensi (Sari, 2017)

Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur dapat menyebabkan

perubahan-perubahan misalnya jantung akan bertambah kuat pada otot

polosnya sehingga daya tamping besar dan konstruksi atau denyutannya

kuat dan teratur, selain itu elastisitas pembuluh darah akan bertambah

karena adanya relaksasi dan vasodilatasi sehingga timbunan lemak akan

berkurang dan meningkatkan kontraksi otot dinding pembuluh darah

tersebut (marliani & tantan dalam karim,2018)

Proses penuaan berdampak pada berbagai aspek kehidupan jika

tidak dilakukan dengan baik secara sosial memasuki masa lanjut usia

ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik dengan anggota

keluarga atau dengan masyarakat. Kurangnya kontak sosial dapat

menimbulkan perasaan kesepian, terkadang muncul perilaku regresi

seperti mudah menangis, mengurung diri, serta merengek-rengek jika

bertemu dengan orang lain sehingga perilakunya kembali seperti anak

kecil, secara ekonomiusia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas

kerja, memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Disisi

lain usia lanjut dihadapkan pada berbagai kebutuhan yang semakin

meningkat seperti kebutuhan akan makanan yang bergizi seimbang,

pemeriksaan kesehatan secara rutin, kebutuhan sosial dan rekreasi. Lansia

yang memiliki pension kondisi ekonominya lebih baik karena memiliki

penghasilan tetap setiap bulannya. Lansia yang tidak memiliki pension,

akan membawa kelompok lansia pada kondisi tergantung atau menjadi


5

tanggungan anggota keluarga. dan terutama kesehatan peningkatan usia

lanjut akan diikuti dengan meningkatnya masalah kesehatan.Usia lanjut

ditandai dengan penurunan fungsi fisik dan rentan terhadap penyakit. Hal

ini disebabkan karena dengan semakin bertambahnya usia, fungsi organ

tubuh akan semakin menurun baik karena faktor proses alami yang dapat

menyebabkan perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan

tubuh yang dapat mempengaruhi fungsi, kemampuan badan dan jiwa

(Perry & Potter, 2018).

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien

dengan hipertensi meliputi beberapa tahapan yakni perawat akan

melakukan pengkajian, menganalisa data, menentukan diagnosa

keperawatan, melakukan intervensi, implementasi serta evaluasi.

Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai

dengan yang kompleks. Jika tidak dilakukan asuhan keperawatan atau

dalam melakukan asuhan keperawatan yang tidak tepat, akan terjadi

komplikasi-komplikasi dari hipertensi yaitu stroke, penyakit jantung, dan

gagal ginjal. Prognosis baik jika kelainan atau tanda komplikasi terdeteksi

pada awal dan tata laksana asuhan keperawatan sebaiknya dimulai

sebelum terjadi komplikasi.Karena peningkatan tekanan darah yang parah

(krisis hipertensi) dapat berakibat fatal.(Izzo, 2017).

Berdasarkan survey awal jumlah data hipertensi di puskesmas

kuranji padang tahun 2020 sebanyak 788 orang, pada tahun 2021 dari

bulan januari sampai bulan maret terkumpul data sebanyak 346 orang.
6

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

“bagaimana penerapan Asuhan keperawatan hipertensi pada lansia”

C. Tujuan studi kasus

1) tujuan umum

Asuhan keperawatan ini bertujuan untuk mengetahui dan

memberikan penerapan Asuhan keperawatan hipertensi pada lansia

2) tujuan khusus

a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan

keperawatan hipertensi pada lansia

b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan

hipertensi pada klien lansia

c. Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan

hipertensi secara menyeluruh pada klien lansia

d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan

hipertensi pada klien lansia

e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan

hipertensi pada klien lansia.

f. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan

hipertensi pada klien lansia


7

D. Manfaat studi kasus

1) Penulis

Sebagai bahan pengembangan diri, kemampuan menambah

wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan penulis dalam

menerapkan Asuhan keperawatan hipertensi pada klien lansia

2) Institusi pendidikan

Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran

untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam penerapan Asuhan

keperawatan hipertensi pada klien lansia

3) Bagi pasien

a. Membantu meningkatkan status kesehatan melalui pendekatan

Praktek keperawatan

b. Membantu mengurangi dampak dari hipertensi pd lansia

c. Membantu meningkatkan pengetahuan klien tentang hipertensi.


8

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR GERONTIK

1. Defenisi lansia

Lansia adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia yang merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya mulai dari

sejak permulaan kehidupan, menjadi tua proses alamiah, yang berarti

seseorang mulai dari tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan

tua. Lanjut usia meliputi, Usia pertengahan (middle age) kelompok usia

(45-49 tahun), Lanjut usia (elderly) antara (60-74 tahun), Lanjut usia

(old) (75-90 tahun), Usia sangat tua (very old) Diatas 90 tahun

(Emmelia, 2016 ).

Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur pada manusia

yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Secara

alamiah semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua

merupakan masa hidup manusia yang terakhir dari fase kehidupannya.

Proses penuaan merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dicegah

dan merupakan hal yang wajar dialami seseorang yang diberi karunia

umur panjang, dimana semua orang berharap akan menjalani hidup

dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan

cucu tercinta dengan penuh kasih sayang (Riasmini, 2019).


9

Lanjut usia (lansia) adalah salah satu bagian dari proses tumbuh

kembang dalam kehidupan manusia. Lansia dapat didefinisikan

berdasarkan karakteristik sosial dalam masyarakat, dimana orang yang

sudah lanjut usia memiliki ciri-ciri rambut beruban, kerutan kulit, dan

hilangnya gigi (Dian Kusumawardani, 2018).

2. Proses menua

Proses menua merupakan proses sepanjangn hidup yang tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimula sejak permulaan

kehidupan. Menjadi tua merupakan psoses alamiah yang berarti

seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupanya, yaitu neonatus,

toodler, pra school, school, remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda

ini di mulai baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia

tua bnayak mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik yang

ditandai dengan kulit menjadi keriput karena berkurangnya bantalan

lemak, rambut memutih, pendengaran berkurang, penglihatan

memburuk, gigi mulai ompong, aktivitas menjadi lambat, nafsu makan

berkurang dan kondisi tubuh yang lain juga mengalami kemunduran

( Padila, 2013 ).

Penuaan adalah suatu proses yang terjadi terus menerus dan

berkesinambungan, selanjutnya akan menyebabkan perubahan

anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh sehingga akan

mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan

(Depkes RI, 2013). Proses penuaan adalah peristiwa yang normal dan

alamiah yang dialami oleh setiap individu. Perubahan terjadi dari


10

berbagai aspek fisik, mental dan sosial. Perubahan fisik yang dapat

diamati pada seseorang adalah rambut memutih, kulit keriput, tipis,

kering dan longgar, mata berkurang penglihatan oleh kelainan refraksi

ataupun katarak, daya penciuman menurun, daya pengecap kurang

peka terhadap rasa manis dan asin, pendengaran berkurang, persendian

kaku dan sakit lepas BAB/BAK (Nurgoho, Abikusno, 2013).

Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk dapat memperbaiki diri

atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologis yang

berlangsung secara alamiah, terus menerus dan berkelanjutan yang

dapat menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, biokimia yang

terjadi pada jaringan tubuh dan akhirnya mempengaruhi fungsi,

kemampuan badan dan jiwa (Wahyuni, 2011).

3. Teori Proses Menua

a. Teori biologi

1) Teori genetik

a) Teori genetik clock

Teori ini merupakan teori instrinsik yang menjelaskan

bahwa ada jam biologis di dalam tubuh yang berfungsi

untuk mengatur gen dan menentukan proses penuaan.

Proses menua ini telah terprogram secara genetik untuk

spesies-spesies tertentu. Umumnya, di dalam inti sel setiap

spesies memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan


11

setiap dari merekan mempunyai batas usia yang berbeda-

beda yang telah diputar menurut replika tertentu.

b) Teori mutasi somatik

Teori ini meyakini bahwa penuaan terjadi karena adanya

mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk.

Bahwa telah terjadi kesalahan dalam proses trankripsi DNA

atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim.

Kesalahan yang terjadi terus menerus akhirnya

menimbulkan prnurunan fungsi organ atau perubahan sel

menjadi kanker atau penyakit. Setiap seltersebut kemudian

akan mengalami mtasi, seperti mutasi sel kelamin sehingga

terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.

2) Teori nongenetik

a. Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immuno theory).

Pengulangan mutasi dapat menyebabkan penurunan

kemampuan sistem imun tubuh dalam mengenali dirinya

sendiri (self-recognition).Mutasi yang merusak membran

sel akan menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya.

Jika tidak mengenalinya, sistem imun akan merusaknya.

Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto-imun

pada lanjut usia.

b. Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory).

Teori ini berbentuk karena adanya proses metabolisme atau

proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas


12

yang tidak stabil mengakibatkan oksidasi oksigen bahan

organik, yang kemudian membuat sel tidak dapat

beregenerasi. Radikal bebas ini dianggap sebagai penyebab

penting terjadinya kerusakan fungsi sel. Adapun radikal

bebas yang terdapat di lingkungan antara lan :

a) Asap kendaraan bermotor dan asap rokok,

b) Zat pengawet makanan,

c) Radiasi,

d) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya

perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.

c. Teori menua akibat metabolisme

Teori ini menjelaskan bahwa metabolisme dapat

mempengaruhi proses penuaan. Hal inidibuktikan dalam

penelitian-penelitian yang menguji coba hewan, di mana

pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat

pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan

perubahan asupan kalori yang menyebabkan kegemukan

dapat memperpendek umur.

d. Teori rantai silang (cross link theory )

Teori ini menjelaskan bahwa lemak, protein, karbohidrat,

dan asam nuklea (molekul kolagen) yang bereaksi dengan

zat kmia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan. Hal

tersebut menyebabkan adanya perubahan pada membran


13

plasma yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku,

kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua.

e. Teori fisiologis

Teori ini terdiri atas teori oksidasi stres dan teori dipakai-

aus (wear and tear theory), di mana terjadinya kelebihan

usaha pada stress menyebabkan sel tubuh lelah terpakai.

b. Teori Sosiologis

1) Teori interaksi sosial

Kemampuan lansia dalam mempertahankan interaksi sosial

merupakan kunci mempertahankan status sosialnya.Teori ini

menjelaskan mengapa lansia bertindak pada situasi

tertentu.pokok-pokok social exchange theory :

a) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya

mencapai tujuannya masing-masing.

b) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang

memerlukan biaya dan waktu.

c) Untuk mencapai tjuan yang hendak dicapai, seorang aktor

mengeluarkan biaya.

2) Teori aktivitas kegiatan

Teori ini menjelaskan bahwa lanjut usia yang sukses adalah

mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.

Para lansia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan

aktivitas dan mempertahankanaktivitas tersebut selama


14

mungkin. Secara alamiah, mereka akan mengalami penurunan

jumlah kekuatan secara langsung.

3) Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)

Teori ini menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi pada

seorang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang

dimilikinya.Ada kesinambungan dalam siklus kehidupan

lansia, di mana dimungkinkan pengalaman hidup seorang pada

suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat menjadi

lansia.

4) Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement)

Dengan bertambahnya lanjut usia, seseorang berrangsur-

angsur akan mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya

atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Kondisi ini akan

berdampak pada penurunan interaksi sosial lansia, baik secara

kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia

mengalami ganda (triple loss) :

a. Kehilangan peran (loss of role).

b. Hambatan kontak sosial (restriction of contact anda

relationship).

c. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social

mores and values).


15

4. Tipe Lanjut Usia

1) Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah

hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi

panutan.

2) Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi

undangan.

3) Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung sulit dilayani, pengkritik

dan banyak menuntut.

4) Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama

dan melakukan pekerjaan apa saja.

5) Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif dan acuh tak acuh.


16

5. Karakteristik lansia

Menurut Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI

(2016), karakteristik lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok berikut

ini :

1) Jenis kelamin

Dari data Kemenkes RI (2015), lansia lebh didominasi oleh

jenis kelamin perempuan, artinya, ini menunjukkan bahwa

harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan.

2) Status perkawinan

Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI, SUPAS 2015,

penduduk lansia ditilik dari suatu perkawinannya sebagian

besar berstatus kawin (60 persen) dan cerai mati (37 persen).

Perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai

mati sekitar 56,04 persen dari keseluruhan yang cerai mati,

dan lansia laki-laki yang berstatus kawin ada 82,84 persen.

Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih

tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki,

sehingga presentase lansia perempuan yang berstatus cerai

mati lebih banyak dibandingkan dengan lansia laki-laki.

Sebaliknya, lansia laki-laki yang bercerai umumnya segera

kawin lagi.

3) Living arrangement

Angka beban tanggungan adalah angka yang menunjukkan

perbandingan banyaknya orang tidak produktif (umur <15


17

tahun dan >65 tahun) dengan orang berusia produktif (umum

15-64). Angka tersebut menjadi ceemin besarnya beban

ekonomi yang harus ditanggung penduduk usia produktif

untuk membiayai penduduk usia nonproduktif.

4) Kondisi kesehatan

Menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016)

angka kesakita menrupakan salah satu indikator yang

digunakan untuk mengukur derajat kesehatan

penduduk.Angka kesakitan bisa menjadi indikator kesehatan

negatif.Artinya, semakin rendah angka kesakitan

menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin

baik.

5) Keadaan ekonomi

Lanjut usia sehat berkualitas adalah proses penuaan yang

tetap sehat secara fisik, sosial, dan mental sehingga dapat

tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpatisipasi dalam

rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota

masyarakat.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua

1) Hereditas/genetik

2) Nutrisi/makanan

3) Status kesehatan

4) Pengalaman hidup
18

a. Paparan sinar matahari : kulit yang tak terlindung

sinar matahari akan mudah ternoda leh flek, kerutan,

dan menjadi kusam.

b. Kurang olahraga : kegiatan olahraga fisik dapat

membantu pembentukan otot dan menyebabkan

lancarnya sirkulasi darah.

c. Mengonsumsi alkohol : alkohol dapat memperbesar

pembuluh darah kecil pada kulit dan menyebabkan

peningkatan aliran darah dekat permukaan kulit.

5) Lingkungan

6) Stress

7. Perubahan akibat proses menua

Perubahan Fisik / Biologis (Fisiologis)

Secara umum, menjadi tua dapat di tandai oleh kemunduran

biologis yang terlihat dari gejala-gejala kemunduran fisik, antara

lain:

1. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-

garis yang menetap

2. Rambut kepala mulai memutih dan berubah

3. Gigi mulai lepas (ompong)

4. Penglihatan dan pendengaran mulai berkurang

5. Mudah leleh dan mudah jatuh

6. Mudah terserang penyakit

7. Nafsu makan mulai menurun


19

8. Penciuman mulai berkurang

9. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah

10. Pola tidur berubah

8. Peran dan Fungsi Keperawatan Gerontik

Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional

yang disarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang bersifat

komprehensif terdiri dari bio, psiko, spritual dan kultural yang holistik,

ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (UU RI No.38 Tahun

2014).

Menurut emmelia ratnawati dalam buku asuhan keperawatan

gerontik peran dan fungsi perawat gerontik sebagai berikut :

a. Provider of care

Melakukan perawatan langsung kepada klien baik di rumah

sakit dalam kondisi akut, rumah perawatan, dan fasilitas

perawatan jangka panjang. Dikarenakan lansia kerap memiliki

gejala yang tidak lazim dan mempersulit diagnosis dan

perawatannya, maka perawat klinis perlu memahami tentang

proses penyakit dan sindrom yang biasanya muncul di usia

senja. Termasuk didalamnya tanda, gejala, risiko, terapi

medikasi, rehabilitasi, dan perawatan di akhir hidup.

b. Peneliti

Penelitian dilakukan dengan mengikuti literatur terbaru,

membacanya, dan memparktikkan penelitian yang


20

valid.Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah

level S2 atau baccalaureate level. Bertujuan meningkatkan

kualitas perawatan klien dengan metode eveidence based

practice. Sedangkan perawat yang berada pada level

undergraduate degress ikut serta dalam penelitian, seperti

membantu melakukan pengumpulan data.

c. Manajer Perawat

Kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam hal ini, disamping

manajemen waktu yang baik, kemampuan menyelesaikan

masalah dan pola komunikasi yang baik.Perawat berperan

mengembangkan dan melaksanakan program perawatan

khusus dan protokol untuk lansia di rumah sakit.Perawat

gerontik berfokus pada peningkatan kualitas perawatan dan

kualitas hidup, yang kemudian mendorong perawat

menerapkan perubahan inovatifdalam melaksanakan asuhan

keperawatan di panti jompo dan wilayah perawatan jangka

panjang lainnya.

d. Advokat

Perawat membantu lansia mengatasi adanya ageism yang

sering terjadi di masyarakat.Ageism adalah diskriminasi

atau perlakuan tidak adil dalam berbagai layanan

masyarakat, termasuk layanan kesehatan.Dalam hal ini,

menjadi advokat tidak berarti berhak memutuskan apapun

terkait hidup lansia.Melainkan lebih cenderung ke


21

pendampingan, memberi kekuatan agar mereka tetap

mandiri dan mampu menjaga mertabat dirinya.

e. Edukator

Perawat harus turut mengambil peran pengajaran kepada

lansia, terutama terkait modifikasi gaya hidup, untuk

mengatasi konsekuensi darigejala atipikal yang menyertai

usia. Perawat harus mengajari lansia pentingnya

pemeliharaan berat badan, melakukan aktivitas fisik secara

teratur, serta manajemen stress agar dapat menjalani hari

tua dengan positif.Perawat juga harus mengajari lansia

untuk menghindari risiko penyakit jantung, alszeimer,

diabetes, bahkan kanker.

f. Motivator

Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk

menerima kondisi dirinya yang menua, baik fisik maupun

nonfisik.Pemberian dukungan juga diperlakukan untuk

mengoptimalkan kesehatannya agar terhindar dari berbagai

penyakit. Selain itu, perawat juga menguatkan klien untuk

terus memaksimalkan keterampilan dan kemampuan aspek

lainnya agar tetap produktif di usia senja.

g. Manajer kasus

Manajemen kasus adalah metode intervensi untuk

mengurangi penurunan fungsional klien lansia berisiko

tinggi yang dirawat di rumah sakit.Umumnya manajemen


22

kasus disediakan bagi klien yang mendapatkan berbagai

perawatan berbeda.( Emmelia, 2015)

9. Tujuan Keperawatan Gerontik

1) Lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri

dan produktif

2) Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia seoptimal

mungkin

3) Membantu mempertahankan dan meningkatkan semangat hidup

lansia (Life support)

4) Menolong dan merawat lansia yang menderita penyakit kronis

maupun akut

5) Memelihara kemandirian lansia yang sakit seoptimal mungkin

10. Fokus Keperawatan Gerontik

1) Peningkatan kesehatan (Helath Promotion)

2) Upaya yang dilakukan adalah memelihara kesehatan dan

mengoptimalkan kondisi lansia dengan menjaga perilaku yang

sehat.Contohnya adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang

gizi seimbang pada lansia, perilaku hidup bersih dan sehat serta

manfaat olah raga.

3) Pencegahan penyakit (Preventif)

Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit karena proses penuaan

dengan melakukan pemeriksaan secara berkala untuk mendeteksi

sedini mungkin terjadinya penyakit, contohnya adalah pemeriksaan

tekanan darah, gula darah, kolesterol secara berkala, menjaga pola


23

makan, contohnya makan 3 kali sehari dengan jarak 6 jam, jumlah

porsi makanan tidak terlalu banyak mengandung karbohidrat (nasi,

jagung, ubi) dan mengatur aktifitas dan istirahat, misalnya tidur

selama 6-8 jam/24 jam.

4) Mengoptimalkan fungsi mental

Upaya yang dilakukan dengan bimbingan rohani, diberikan

ceramah agama, sholat berjamaah, senam GLO (Gerak Latih Otak)

dan melakukan terapi aktivitas kelompok misalnya, mendengarkan

musik bersama lansia lain dan menebak judul lagunya.

5) Mengatasi gangguan kesehatan yang umum

Melakukan upaya kerjasama dengan tim medis untuk pengobatan

pada penyakit yang diderita lansia, terutama lansia yang memilki

resiko tinggi terhadap penyakit, misalnya pada saat kegiatan

posyandu lansia.

A. KONSEP HIPERTENSI PADA LANSIA

1. Pengertian hipertensi

Hipertensi adalah suatu gangguan pembuluh darah yang

mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah

terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Vita Health,

2017; Paskah Rina Situmorang).Hipertensi atau penyakit tekanan darah

tinggi merupakan suatu keadaan kronis yang ditandai dengan

meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh darah

arteri.Pembuluh darah dimaksud disini adalah pembuluh darah yang

mengangkut darah dari jantung memompa darah ke seluruh jaringan dan


24

organ-organ tubuh (Susilo dan Wulandari, 2016).Keadaan tersebut

mengakibatkan jantung bekerja lebih keras untuk mengedarkan darah ke

seluruh tubuh melalui pembuluh darah.Hal ini dapat mengganggu aliran

darah, merusak pembuluh darah, bahkan menyebabkan penyakit

degeneratif hingga kematian (Medika, 2017).

Menurut WHO tekanan darah dianggap normal bila kurang dari

135/85 mmHg, sedangkan dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90

mmHg dan diantara nilai tersebut dikatakan normal tinggi.Namun untuk

orang Indonesia banyak dokter berpendapat bahwa tekanan darah ideal

adalah sekitar 110-120/80-90 mmHg.Batasan ini berlaku bagi orang

dewasa diatas 18 tahun (Adib, 2018).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan

darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari

90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit

dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes, 2016). Menurut InaSH

(Perhimpunan Hipertensi Indonesia), untuk menegakkan diagnosis

hipertensi perlu dilakukan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali

dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah kurang dari 160/100 mmHg

(Garnadi, 2017).

Hipertensi tidak mengenal gender pria atau wanita. Semua orang

berpotensi terkena hipertensi (Soeryoko, 2017).Hipertensi merupakan

penyakit multifaktorial yang munculnya oleh interaksi berbagai faktor.

Dengan bertambahnya usia, maka tekanan darah juga akan meningkat.

Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh


25

karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga

pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.

Tekanan darah sistolik karena kelenturan pembuluh darah besar yang

akan berkurang pada penambahan umur sampai dekade kelima dan

keenam kemudian menetap atau cenderung menurun (Nuraini, 2018).

2. Anatomi fisiologi

a. Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi sistem kardiovaskular


26

b. Fisiologis

Sistem kardiovaskuler adalah system transport (peredaran) yang

membawa gas -gas pernafasan, nutrisi, hormon-hormon dan zat

lain ke dari dan jaringan tubuh. Sistem kardiovaskuler di bangun

oleh :

a) Jantung

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot

jantung meupakan jaringan istimewa karena di lihat dari bentuk

dan susunanya sama dengan otot lintang, tetapi cara kerjanya sama

otot polos yaitu di luar kemauan kita ( dipengaruhi oleh susunan

saraf otonom) . Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian

atasnya tumpul (pangkal jantung) dan di sebut basis kordis.Di

sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis. Letak

jantung di dalam rongga dada sebelah depan ( kavum mediastinum

anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, d atas

diafragma , dan pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V

dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada tempat ini teraba

adanya jantung yang di sebut iktus kordis.Ukuran jantung kurang

lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira – kira 250

– 300 gram.

b) Lapisan jantung
27

Endokardium merupakan lapisan jantung yang terdapat di sebelah

dalam sekali yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender

yang melapisi rongga endotel atau selaput lender yang melapisi

permukaan rongga jantung. Miokardium merupakan lapisan inti

dari jantung terdiri dari otot – otot jantung, otot jantung ini

membentk bundalan – bundalan otot yaitu:

1) Bundalan otot atria , yang terdapat di bagian kiri/ kanan dan

basis kordis yang membentuk serambi atau aurikula kordis.

2) Bundalan otot ventrikel , yang membentuk bilik jantung, di

ualai dari cincin atrioventrikular sampai di apeks jantung.

3) Bundalan dari otot ventrikuler merupakan dinding pemisah

antara ruang serambi dan bilik jantung.

c) Katup – katup jantung

Di dalam jantung terdapat katup – katup yang sangat penting

artinya dalam susunan perdaran darah dan pergerakan jantung

manusia.Valvula biskuspidalis, terdapat antara atrium dextra

dengan ventrikel dextra terdiri dari 3 katup.

1) vena biskuspidalis, terletak antara atrium sinistra dengan

ventrikel sinistra terediri 2 katup.

2) vulva semilunaris artei pulmonalis, terletak antara ventrikel

dextra dengan arteri pulmonali, tempat darah mengalir

menuju ke paru – paru.

3) vena semilunaris aorta, terletak antara ventrikel sisnistra

dengan aorta tepat darah mengalir menuju keseluruh tubuh.


28

d) Pembuluh darah

1) pembuluh darah arteri Arteri merupakan Jenis pembuluh

darah yang keluar dari jantung yang membawa darah ke

seluruh dari ventrikel sinistra di sebut aorta. Arteri

mempunyai 3 lapisan yang kuat dan tebal tetapi sifatnya

elastic dan terdiri dari 3 lapisan :

a. Tunika intima / interna. Lapisa paling dalam sekali

behubungan dengan darah dan terdiri dari jaringn

endotel.

b. Tunika media. Lapisan tengah yang terdiri dari

jaringan otot yang terdiri dari jaringan otot yang

polos.

c. Tunika eksterna / adventesia. Lapisan yang palng

luar sekali trdiri dari jaringan ikat lembur yang

menguatkan dinding arteri.

2) Kapiler

Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil teraba

dari cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak

kecuali dari bawah mikroskop.Kapiler pembentuk anyaman

di seluruh jaringan tubuh. Kapiler selanjutnya bertemu satu

dengan yang lain menjadi darah yang lebih besar disebut

vena.

3) Vena ( pembuluh darah balik )


29

Vena membawa darah kotor kembali ke jantung Beberapa

vena yang penting :

a. Vena cava superior Vena balik yang memasuki

atrium kanan membawa darah kotor dari daerah

kepala, thorax dan ektremitas atas.

b. Vena cava inferor Vena yang mengembalikan darah

kotor ke jantung dari semua organ tubuh bagian

bawah.

c. Vena cava jugu laris Vena yang mengembalikan

darah kotor dari otak ke jantung.

khusus sistem pengantar atrium ke ventrikel terdapat

perlambatan 1/10 detik antara jalan implus jantung dan atrium ke

dalam ventrikel. Hal ini memungkinkan atrium berkontraksi

mendahului ventrikel , atrium bekerja sebagai pompa primer bagi

ventrikel dan ventrikel kemudian menyediakan sumber tenaga utama

bagi pergerakan darah melalui sistem vascular. (Medika, 2017).

3. Etiologi

Berdasarkan penyebab hipertensi dikelompokan menjadi

dua kategori dasar yaitu:

1) HipertensiPrimer

Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui

penyebabnya. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko

antara lain yaitu : merokok, obesitas, alkoholisme, stress,

konsumsi garam, kopi, kontrasepsi oral


30

2) HipertensiSekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang dipicu oleh

penyakit lainnya seperti ginjal, kelenjar adrenal, kelenjar

gondok, efek obat-obatan, kelainan pembuluh darah dan

kehamilan.Sementara jenis-jenis hipertensi dikelompokan

berdasarakan tinggi rendahnya systole dan diastole.Nilai

tekanan darah dapat bervariasi karena berbagai kondisi

termasuk waktu dalam sehari.

Oleh karena itu evaluasi tekanan darah sebaikanya

dilakukan dua kali dalam satu kali pemeriksaan.Hampir 90%

penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial, sedangkan 10%

tergolong hipertensi sekunder. Karena golongan terbesar dari

hipertensi adalahhipertensi esensial maka Penyelidikan dan

pengobatan lebih banyak ditujukan pada golongan ini.(Dalimartha,

2017)

4. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para

ahli, diantaranya WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi

tiga tingkat yaitu tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gejala-

gejala dari gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler.

Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler,

tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat

atau organ lain. Tingkat III tekanan darah meningkat dengan


31

gejala-gejala yang jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari

target organ. Sedangkan JVC VII, klasifikasi hipertensi adalah :

1. Kategori tekanan sistolik(mmHg) tekanan diastolik (mmHg)

2. Normal < sbp = “sistole” pressure = “ DBP” > =160 dan DBP

=100.mmHg)

Sedangkan menurut TIM POKJA RS harapan kita, jakarta,

membagi hipertensi 6 tingkat yaitu hipertensi perbatasan

(borderline) yaitu tekanan darah diastolik, normal kadang 90-

100mmHg. Hipertensi sedang, tekanan darah diastolik 105-144

mmHg.Hipertensi berat tekanan darah diastolik>115mmHg.

Hipertensi maglina/ krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih

dari 120 mmHg yang disertai gangguan fungsi target organ.

Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 160

mmHg.(sharif la Ode,2017)

5. Patofisiologi

Tekanan darah sistemik adalah hasil perkalian cardiac

output (curah jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output

(curah jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke volume

dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer

dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon.

Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan

tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan


32

volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi

(Udjianti,2018).

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi

pembuluh darah terletak di vasomotor, pada medula di otak.Pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke

bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis

ganglia simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat

vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke

bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Titik

neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang

serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan kontriksi pembuluh

darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan

vasokontriks.Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal

tersebut bisa terjadi (Padila, 2017).

Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke

ginjal, menyebabkan pelepasan renin.Renin merangsang

pembentukan angiostenin I yang kemudian dirubah menjadi

angiostenin II, suatu vasokontriksi kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini

menyebabkan relensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,


33

menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.Semua faktor ini

cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2017).

6. WOC

Vasokontraksi pembuluh darah

Kurangnya elastisitas pembulh darah

Sumbatan di dalam pembulh darah

Peningkatan tekanan darah di dinding arteri dan peningkatan kerja jantung

HIPERTENSI

KEPALA SISTEMIK JANTUNG

Perfusi O2 ke jantung sirkulasi O2 kejaringan tubuh terganggu sumbatan

Metabolisme anaerob O2 proses metabolisme terganggu di arter

Asam laktat proses pembentukan energi menurun penurunan O2

Nyeri kepala kelemahan kerja otot kejantung

Metabolism anaerob
34

Peningkatan asam laktat

Nyeri dada

7. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala dibedakan menjadi :

1) Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan

dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan

tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti

hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika

tekanan arterti tidak terukur

2) Gejala yang lazim

Sering dikatan bahwa gejala terlazim yang menyertai

hipertensi meliputi nyeri kepalakarena adanya peningkatan

tekanan darah sehingga mengakibatkan hipertensi dan

tekanan intrakarnial naik,dan kelelahan.Dalam kenyataan

ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan

pasien yang mencari pertolongan medis.


35

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

1) Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan

tekanan darah dan hipertensi sehingga intrakarnial naik

2) Lemas, kelelahan : karena stress sehingga mengakibatkan

ketegangan yang mempengaruhi emosi, pada saat

ketegangan emosi terjadi dan aktivitas saraf simatis

sehingga frekuensi dan krontaktilitas jantung naik, aliran

darah menurun sehingga suplei O2 dan nutrisi otot rangka

menurun, dan terjadi lemas.

3) Susah nafas, kesadaran menurun : karena terjadinya

peningkatan krontaktilitas jantung

4) alpitasi (berdebar-debar): karena jantung memompa terlalu

cepat sehingga dapat menyebabkan berdebar-debar,

Gampang marah (Nurarif & Kusuma, 2018).

8. Komplikasi

Hipertensi yang dibiarkan tak tertangani, dapat mengakibatkan

yaitu :

1) Transien Iskemik Attact

2) Stroke /CVA

3) Gagal jantung

4) Gagal ginjal

5) Infark miokard

6) Disritmia jantung
36

Komplikasi lainnya yaitu :

1) Pecahnya pembuluh darah serebral : aliran darah keotak tidak

mengalami perubahan masing-masing pada penderita hipertensi

kronis dengan mean adrenal pressure (MAP) 120-160 mmHg dan

penderita hipertensi new onset dengan MAP antara 60-120 mmHg.

Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi sempit dengan

batas tertinggi 125 mmHg sehingga perubahan sedikit saja dari

tekanan darah akan menyebabkan asisdosis otak yang

mempercepat timbulnya edema otak.

2) Penyakit ginjal kronik : mekanisme hipertensi pada PGK

melibatkan beban volume dan vasokontriksi. Beban volume

disebabkan oleh gangguan ekskresi sodium sedangkan

vasokonstriksi berkaitan dengan perubahan parenkim ginjal.

3) Penyakit jantung koroner : ada dua mekanisme yang diajukan

mengenai hubungan hipertensi dengan peningkatan risiko

terjadinya gagal jantung. Pertama, hipertensi merupakan faktor

risiko terjadinya infark miokard akut yangdapat menyebabkan

gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan gagal jantung. Kedua,

hipertensi menyebabkan terjadi disfungsi diastolic dan

meningkatkan risiko gagal jantung.

4) Stroke pendarahan subarachnoid : terjadi ketika terdapat kebocoran

pembuluh darah didekat otak, yang mengakibatkan ekstravasasi

drah kedalam celah subarachnoid. Penyebab tersering SAH adalah

rupture mikroaneurisma ini tidak diketahui dan diduga terkait


37

kelainan bawaan. Pada penderita hipertensi terjadi penebalan

lapisan intima dinding arteri dan selanjutnya dapat meningkatkan

tahanan dan elastisitas dinding pembuluh darah. (Pikir dkk, 2017).

9. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut FKUI Dan dosen fakultas

kedokteraan USU, Abdul madjid (2017),meliputi pemeriksaan

laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi

bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko

lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin

analisa,darah puasa, kolesterol total,HDL, LDL, dan pemeriksaan

EKG. Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain,

sepertin kirens kretinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.

Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN/creatinin (fungsi

ginjal), glucose (DM) kalium serum (meningkat menunjukan

aldosteran yang meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat

menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit (indikasi

pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan

vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula 9menunjukan disfungsi

ginjal), asam urat (faktor penyebab hipertensi) EKG (pembesaran


38

jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi

hipertensi.(sharif La Ode, 2017).

10. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis yang dapat mengurangi hipertensi

menggunakan :

1) Modifikasi gaya hidup yaitu :

a. Teknik mengurangi stress

b. Penurunan Berat Badan

c. Pembatasan alcohol, natrium dan tembakau

d. Olahraga / Latihan meningkatkan lipoprotein

berdensitas tinggi

e. Relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus

dilakukan setiap terapi hipertensi

2) Terapi Farmakologis

a. Diuretik

b. Menekan simpatetik

c. Vasodilator arteriol yang bekerja langsung

d. Penghambat saluran kalsiu

2. Non medis

Penatalaksanaan Non Farmakologis: adopsis gaya hidup

sehat oleh semua individu penting dalam pencegahan

meningkatnya tekanan darah dan bagian yang tidak terpisahkan

dari terapi pasien dengan hipertensi. Terdapat banyak pilihan terapi


39

non-farmakologis dalam menangani hipertensi pada lansia,

terutama bagi mereka dengan peningkatan tekanan darah yang

ringan. Bukti saat ini menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup

cukup efektif dalam menangani hipertensi ringan pada lansia.

Beberapa cara berikut membantu menurunkan tekanan darah pada

lansia: mengurangi berat badan yang berlebihan, mengurangi atau

bahkan menghentikan konsumsi alkohol, mengurangi intake garam

pada makanan, dan melakukan olah raga ringan secara teratur. Cara

lain yang secara independen mengurangi resiko penyakit arteri

terutama adalah berhenti merokok. Pada pasien dengan hipertensi

ringan sampai sedang (tekanan diastolik 90-105 mmHg dan atau

sistolik 160-180mmHg) terapi non- farmakologi dapat dicoba

selama 3 sampai 6bulan sebelum mempertimbangkan pemberian

terapi farmakologis. Pada hipertensi berat, perubahan gaya hidup

dan terapi farmakologi harus dijalani secara bersama-sama. Pola

makan makanan tinggi kalium dan kalsium serta rendah natrium

juga merupakan metode terapi non- farmakologis pada lansia

penderita hipertensi ringan.(sobel, 2018)

A. Asuhan keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses

keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data atau

informasi yang terkait klien. Pengkajian meliputi :


40

1. Identitas Pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,

alamat, No. MR. agama, tanggal dan jam masuk, dan diagnose

medis.

2. Derajat Kesehatan

a. Keluhan utama

Pada umumnya pasien dengan hipertensi akan

mengeluh adanya gejala-gejala lemah, dan sulit bernapas.

pada pasien hipertensi biasanya juga ditemukan fisik

meliputi peningkatan frekuensi denyut jantung, disritmia,

dan takipnea.

b. Riwayat penyakit

1. Riwayat penyakit sekarang

Pada umumnya, beberapa hal yang harus

diungkapkan pada setiap gejala yaitu sakit kepala,

kelelahan, susah nafas, mual, gelisah, kesadaran

menurun, pengelihatan menjadi kabur, tinnitus

(telinga berdenging), palpitasi (berdebar-debar),

kaku kuduk, tekanan darah diatas normal, gampang

marah.

2. Riwayat kesehatan dahulu


41

Klien mengatakan penyakit yang pernah diderita

sebelumnya adalah hipertensi, dan melakukan

pengobatan pada dokter praktek.

3. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya riwayat pada orang yang memiliki riwayat

hipertensi dalam keluarga sekitar 15-35%.

3. Pemeriksaan Fisik

1) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaraan, suara saat

berbicara, tinggi badan, berat badan, dan tanda-tanda

vital.

2) Pemeriksaan Head to Toe

a. Kepala : wajah dan kulit kepala, bentuk muka,

ekspresi wajah, kebersihan rambut bersih atau

kotor, dan adanya nyeri tekan atau tidak.

b. Mata : mata kanan dan kiri simetris, biasanya mata

tampak cekung, keadaan konjungtiva anemis atau

tidak, fungsi penglihatan apakah menurun.

c. Hidung : apakah terdapat polip, kebersihan hidung

ada secret atau tidak, dan fungsi penghidu menrun

atau normal.
42

d. Telinga : kebersihan telinga bersih atau tidak, ada

serumen atau tidak, fungsi pendengaran apakah

baik, apakah terpasang alat bantu dengar atau tidak.

e. Mulut : kebersihan mulut, karies gigi ada atau tidak,

apakah terpasang gigi palsu, peradangan pada gusi,

keadaan mukosa bibir lembab atau tidak.

f. Leher : lihat adanya pembesaran kelenjar tiroid,

apakah ada nyeri tekan, apakah ada bendungan vena

jugularis.

g. Thorax

Paru-paru

Inspeksi : dada simetris kiri dan kanan, normal chest

Palpasi : fremitus kanan dan kiri

Perkusi : suara sonor, hipersonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi, wheezing

Jantung

Inspeksi : denyut jantung ada

Palpasi : ictus cordis teraba

Perkusi : bunyi sonor di IC 5 mid axila

Auskultasi : S1 S2 reguler, bunyi jantung normal, tidak

ada mur-mur dan gallop.


43

Abdomen :

Inspeksi : simetris atau tidak, terjadi pembengkakan atau

tidak

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Auskultasi : peristaltic usus 25x/ menit

Genitalia : keadaan genitalia bersih atau tidak, apakah

terpasang kateter atau tidak.

Ekstremitas : Biasanya ekstemitas mengalami kelemahan

Integument :Tidak ditemukan adanya rush, lesi atau

petekhie, turgor kulit elastis, kelembapan normal, warna

kulit sawo matang.

Tabel 2.3 Pola kebiasaan sehari-hari

No keterangan Sehat Sakit


1. Nutrisi Saat sehat biasanya makan Nafsu makan berkurang, bisa

a. Pola 3 x sehari, pagi, siang dan 1x sehari dan hanya mampu

makan malam, nafsu makan menghabiskan beberapa

baik, suka dan sering sendok saja.

makan daging, sehari.

minum 5-6 gelas sehari Biasanya klien lebih banyak


b. Pola
minum.
minum

2. Pola eliminasi Biasanya BAB normal 1-2 Biasanya tidak ada gangguan
44

BAB kali sehari, bentuk padat, pada BAB

warna kekuningan, dan

bau khas.

BAK Biasanya BAK klien Biasanya klien lebih sering

normal 4-5 kali sehari, BAK 5-6 kali, tidak terjadi

warna kekuningan, dan perubahan warna, dan dengan

bau khas. bau yang khas.

3. Aktivitas Waktu istirahat klien Klien mengatakan tidak bisa

sehari-hari cukup banyak, biasanya tidur nyenyak karna nyeri yang

klien tidur 6-7 jam sehari, dialami dan juga frekuensi

Istirahat dan tidak ada gangguan kencing yang lebih sering dari

tidur sebelum dan pada waktu biasanya.

tidur.

Tabel 2.4 INDEKS KATZ (Indeks kemandirian pada aktivitas sehari-hari)

No Aktivitas Mandiri Bergantung


Nilai ( 1 ) Nilai ( 0 )
.
1. Mandi dikamar mandi ( Menggosok,

membersihkan, dan mengeringkan

badan ).
2. Menyiapkan pakaian, membuka, dan

menggunakannya ).
3. Memakan makanan yang telah

disiapkan
4. Memelihara kebersihan diri untuk
45

penampilan diri ( menyisir rambut,

mencuci rambut, menggosok gigi,

mencukur kumis ).
5. Buang air besar di WC ( membersihkan

dan mengeringkan daerah bokong ).


6. Dapat mengontrol penegeluaran feses

( tinja )
7. Buang air kecil dikamar mandi

( membersihkan dan mengerinkan

daerah bokong ).
8. Dapat mengontro pembuangan air

kemih
9. Berjalan dilingkungan tempat tinggal

atau ke luar ruangan tanpa alat bantu,

seperti tongkat.
10. Menjalankan agama sesuai agama dan

kepercayaan yang dianut.


11. Melakukan pekerjaan rumah, seperti

merapikan tempat tidur, mencuci

pakaian, memasak, dan membersihkan

ruangan.
12. Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau

kebutuhan keluarga.
13. Mengelola keuangan ( menyimpan dan

menggunakan uang sendiri ).


14. Menggunakan sarana transportasi

umum untuk berpergian.


15. Menyiapkan obat dan minum obat

sesuai dengan aturan ( takaran obat dan

waktu minum obat tepat ).


46

16. Merencanakan dan mengambil

keputusan untuk kepentingan keluarga

dalam hal penggunaan uang, aktivitas

sosial yang dilakukan dan kebutuhan

akan pelayanan kesehatan.


17. Melakukan aktivitas di waktu luang

( kegiatan keagamaan, sosial, rekreasi,

olahraga dan menyalurkan hobi ).


Analisa Hasil :

Point : 13 – 17 : Mandiri

Point : 0 – 12 : Ketergantungan

Tabel 2.5 Kemampuan SPMSQ (Short portable mental status questionnare)

No Pertanyaan Jawaban Benar Salah

.
1. Tanggal berapa hari ini ?

2. Hari apa sekarang ?

3. Apa nama tempat ini ?

4. Dimana alamat anda ?

5. Berapa umur anda ?

6. Kapan anda lahir ?

7. Siapa presiden indonesia ?


47

8. Siapa presiden indonesia sebelumnya ?

9. Siapa nama ibu anda ?

10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap

pengurangan 3 dari setiap angka baru

secara menurun ?
Jumlah kesalahan

Keterangan :

1. Kesalahan 0-2 : Fungsi Intelektual Utuh

2. Kesalahan 3-4 : Fungsi Intelektual Ringan

3. Kesalahan 5-7 : Fungsi Intelektual Sedang

4. Kesalahan 8-10 : Fungsi Intelektual Berat

Setelah diajukan beberapa pertanyaan ( 10 pertanyaan ) sesuai dengan

format SPMSQ. Biasanya pasien dapat menjawab semua pertanyaan

dengan jumlah nilai jawaban yang benar 2 dan jawaban yang salah 8.

Dapat diambil kesimpulan fungsi intelektual kerusakan sedang.

Tabel 2.6 Kemampuan aspek kognitif MMSE (mini mental state exam)

Aspek kognitif Nilai maks Nilai klien Kriteria

Orientasi 5 1 Menyebutkan dengan benar :

Sekarang (hari-tanggal-bulan-

tahun) berapa dan musim apa ?


48

5 1 Sekarang kita berada dimana?

(Negara, provinsi, kota)

(Jalan, nomor rumah)

(Rumah sakit atau instansi).

Registrasi 3 Menyebutkan 3 nama objek

(misalnya kursi, meja,

kertas)kemudian ditanyakan

kepada klien, dan mintalah

klien mengulang ketiga nama

benda tersebut.

2 Beri nilai 1 setiap jawaban

yang benar, bila masih salah

ulangi penyebutan ketiga nama

tersebut sampai klien dapat

mengatakannya dengan benar,

hitung jumlah percobaan dan

catat.

Perhatian dan 5 0 Minta klien berhitung mulai

kalkulasi dari 100 kemudian kurangi 7

dan berhenti setelah 5 kali

hitungan (93, 86, 79,72, 65).

Beri nilai 1 untuk setiap


49

jawaban yang benar.

Mengingat 3 1 Minta klien untuk mengulangi

ketiga objek pada point ke-2

(tiap point nilai 1).

Bahasa 9 2 Tanyakan pada klien tentang

benda : Apakah nama benda ini

? (perlihatkan pintu dan meja).

1 Minta klien untuk mengulang

kata berikut : “jika tidak ada,

dan atau tapi”.

2 Minta klien untuk mengikuti

perintah yang terdiri 3 langkah.

Ambil kertas di tangan, lipat

dua dan taruh di lantai (ambil

kertas, lipat kertas, taruh di

lantai). Lihat apakah klien bisa

atau tidak dan beri nilai.

1 Perhatikan pada klien untuk hal

“tutup mata” (bila aktifitas

sesuai beri nilai 1 poin).

Jumlah nilai 30 11
50

Keterangan hasil :

24-30 : Tidak ada gangguan kognitif

18-23 : Gangguan kognitif sedang

0-17 : Gangguan kognitif berat

Untuk aspek kognitif klien yang meliputi orientasi, registrasi, perhatian

dan kalkulasi, mengingat dan bahasa klien tidak mengalami gangguan

kognitif berat. Biasanya klien menjawab pertanyaan dengan nilai 11 dan

skor klien 0 – 17 yaitu Gangguan kognitif berat.

1) Psikologis

Biasanya Persepsi klien terhadap penyakit yang

diderita mengatakan bahwa klien pasti akan sembuh

setelah dirawat di Rumah Sakit.

2) Data social ekonomi

klien mengatakan orang yang paling dekat dengannya

adalah suami dan anaknya, dan tidak mengikuti

organisasi social apapun. Pasien mengatakan hubungan

social dengan tetangga dan kelurganya baik-baik saja.

3) Spiritual
51

Biasanya klien dengan hipertensi pada spiritualnya

tidak merasa terganggu dan mengatakan sebelum sakit

biasanya selalu ibadah ke masjid.

2. Diagnosa keperawatan

1. Resiko perfusi miokard tidak efektif berhubungan dengan

hipertensi

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan

afterload

3. Resiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan

hipertensi

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

(SDKI,2017).

3. Intervensi

No Diagnosa SLKI SIKI

1. Resiko perfusi Perfusi miokard (L. 02011) Perawatan jantung (I. 02075)

miokard tidak
Setelah dilakukan intervensi Tindakan :
efektif
keperawatan selama lebih kurang
Observasi
berhubungan
1x24 jam, maka perfusi miokard
dengan 1. Identifikasi tanda dan gejala
meningkat dengan kriteria hasil :
hipertensi primer penurunan curah jantung
1. Gambaran EKG aritmia
(meliputi dipsnea, kelelahan, edema,
menurun dengan (skala 1)
52

2. Nyeri dada menurun dengan ortopnea, peningkatan CVP)

(skala 1)
2. Identifikasi tanda dan gejala

3. Diaforesis menurun dengan sekunder penurunan curah jantung

(skala 1) (meliputi peningkatan berat badan,

hepatomegali, distensi vena


4. Mual menurun dengan (skala 1)
jugularis, palpitasi, dan kulit pucat)
5. Muntah menurun dengan (skala
3. Monitor tekanan darah
1)

4. Monitor intake dan output cairan


6. Arteri apikal membaik dengan

(skala 5) 5. Monitor berat badan setiap hari

pada waktu yang sama


7. Tekanan arteri rata-rata

membaik dengan (skala 5) 6. Monitor saturasi oksigen

8. Takikardi membaik dengan 7. Monitor keluhan nyeri dada

(skala 5)
8. Monitor EKG 12 sadapan

9. Bradikardi membaik dengan


9. Monitor aritmia
(skala 5)
10. Monitor nilai laboratorium
10. Denyut nadi radial membaik
jantung
dengan (skala 5)
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
11. Tekanan darah membaik
12. Periksa tekanan darah dan
dengan (skala 5)
frekuensi nadi sebelum dan sesudah
12. Fraksi ejeksi membaik dengan
aktivitas
(skala 5)
53

13. Tekanan baji arteri pulmona 13. Periksa tekanan darah dan

membaik dengan (skala 5) frekuensi nadi sebelum dan sesudah

pemberian obat
14. Cardiac index (CI) membaik

dengan (skala 5) Terapeutik

14. Posisikan pasien semi-Fowler

atau Fowler dengan kaki ke bawah

atau dengan posisi nyaman

15. Berikan diet jantung yang sesuai

16. Fasilitasi pasien dan keluarga

untuk memodifikasi gaya hidup

sehat

17. Berikan terapi relaksasi untuk

mengurangi stress, jika perlu

18. Berikan dukungan emosional

dan spiritual

19. Berikan oksigen untuk

mempertahankan saturasi oksigen

>94%

Edukasi

20. Anjurkan beraktivitas fisik

sesuai toleransi
54

21. Anjurkan beraktivitas fisik

secara bertahap

22. Anjurkan berhenti meorkok

23. Ajarkan pasien dan keluarga

mengukur berat badan harian

24. Ajarkan pasien dan keluarga

mengukur intake dan output cairan

harian

Kolaborasi

25. Kolaborasi pemberian antiartmia

26. Rujuk ke perogram rehabilitasi

jantung

2. Penurunan Curah jantung (L. 02008) Perawatan jantung akut (I. 02076)

curah jantung
Setelah dilakukan intervensi Tindakan :
berhubungan
keperawatan selama lebih kurang
Observasi
dengan
1x24 jam, maka curah jantung
perubahan 1. Identifikasi karakteristik nyeri
meningkat dengan kriteria hasil :
afterload dada
1. Kekuatan nadi perifer
2. Monitor EKG 12 sadapan untuk
meningkat dengan (skala 5)
perubahan ST dan T
2. Ejection fraction (EF)
3. Monitor aritmia
meningkat dengan (skala 5)
55

3. Cardiac index meningkat 4. Monitor elektrolit yang dapat

dengan (skala 5) meningkatkan risiko aritmia

4. Palpitasi menurun dengan (skala 5. Monitor enzim jantung

5)
6. Monitor saturasi oksigen

5. Bradikardi menurun dengan


7. Identifikasi stratifikasi pada
(skala 5)
sindrom koroner akut

6. Takikardi menurun dengan


Terapeutik
(skala 5)
8. Pertahankan tirah baring minimal
7. Gambaran EKG aritmia
12 jam
menurun dengan (skala 5)
9. Pasang akses intravena
8. Lelah menurun dengan (skala 5)
10. Puasakan hingga bebas nyeri
9. Distensi vena jugularis menurun
11. Berikan terapi relaksasi untuk
dengan (skala 5)
mengurangi ansietas dan stress
10. Dispnea menurun dengan
12. Sediakan lingkungan yang
(skala 5)
kondusif untuk beristirahat dan
11. Oliguria menurun dengan
pemulihan
(skala 5)
13. Siapkan menjalani intervensi
12. Pucat/sianosis menurun
koroner perkutan
dengan (skala 5)
14. Berikan dukungan emosional
13. Ortopnea menurun dengan
Edukasi
56

(skala 5) 15. Anjurkan segera melaporkan

nyeri dada
14. Suara jantung S3 menurun

dengan (skala 5) 16. Anjurkan menghindari manuver

valsava
15. Suara jantung S4 menurun

dengan (skala 5) 17. Jelaskan tindakan yang dijalani

pasien
16. Murmur jantung menurun

dengan (skala 5) 18. Ajarkan teknik menurunkan

kecemasan dan ketakutan


17. Tekanan darah membaik

dengan (skala 5) Kolaborasi

18. Capillary refil time (CRT) 19. Kolaborasi pemberian

membaik dengan (skala 5) antiplatelet

19. Pulmonary artery wedge 20. Kolaborasi pemberian antiangina

presure (PAWP) membaik dengan


21. Kolaborasi pemberian morfin
(skala 5)
22. Kolaborasi pemberian inotropik
20. Central vennous presure
23. Kolaborasi pemberian obat untuk
membaik dengan (skala 5)
mencegah manuver

24. Kolaborasi pencegahan trombus

dengan antioagulan

25. Kolaborasi pemeriksaan x-ray

dada
57

3. Resiko perfusi Perfusi perifer (L. 02011) Perawatan sirkulasi (I. 02079)

perifer tidak
Setelah dilakukan intervensi Tindakan :
efektif
keperawatan selama lebih kurang
Observasi
berhubungan
1x24 jam, maka perfusi perifer
dengan 1. Periksa sirkulasi perifer
meningkat dengan kriteria hasil :
hipertensi
2. Identifikasi faktor resiko
1. Denyut nadi perifer meningkat
gangguan sirkulasi
dengan (skala 5)

3. Monitor panas, kemerahan, nyeri


2. Warna kulit pucat menurun
atau bengkak pada ekstremitas
dengan (skala 5)

Terapeutik
3. Nyeri ekstremitas menurun

dengan (skala 5) 4. Hindari pemasangan infus atau

pengambilan darah di area


4. Kelemahan otot menurun
keterbatasan perfusi
dengan (skala 5)

5. Hindari pengukuran tekanan darah


5. Kram otot menurun dengan
pada ekstremitas dengan
(skala 5)
keterbatasan perfusi
6. Pengisisan kapiler membaik
6. Hindari penekanan dan
dengan (skala 5)
pemasangan torniquet
7. Akral membaik dengan (skala
7. Lakukan pencegahan infeksi
5)

8. lakukan perawtaan kaki dan kuku


8. Tekananan darah sitolik

membaik dengan (skala 5) 9. Lakukan hidrasi


58

9. Tekanan darah diastolik Edukasi

membaik dengan (skala)


10. Anjurkan berhenti merokok

10. Tekanan arteri rata0rata


11. Anjurkan berolahraga rutin
membaik dengan (skala 5)
12. Anjurkan mengecek air mandi
11. Indeks ankle-brachial
untuk menghindari kulit terbakar
membaik dengan (skala 5)
13. Anjurkan menggunakan obat

penurun tekanan darah,

antikoagulan, dan penurunan

kolesterol

14. Anjurkan minum obat

pengontrol tekanan darah

15. Anjurkan menghindari

penggunaan obat penyekat beta

16. Anjurkan program vaskuler

17. Informasikan tanda dan gejala

darurat yang harus dilaporkan

4. Nyeri akut Tingkat nyeri (L. 08066) Manajemen nyeri (I. 08238)

berhubungan
Setelah dilakukan intervensi Tindakan :
dengan agen
keperawatan selama lebih kurang
Observasi
pencedera
1x24 jam, maka tingkat nyeri
fisiologis 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
menurun dengan kriteria hasil :
59

1. Kemmapuan menuntaskan durasi, frekuensi, kualitas, dan

aktivitas meningkat dengan (skala intensitas nyeri

5)
2. Identifikasi skala nyeri

2. Keluhan nyeri menurun dengan


3. Identifikasi respon nyeri non
(skala 5)
verbal

3. Meringis menurun dengan


4. Identifikasi faktor yang
(skala 5)
memperberat dan memperingan

4. Sikap protektif menurun dengan nyeri

(skala 5)
5. Identifikasi pengetahuan dan

5. Gelisah menurun dengan (skala keyakinan tentang nyeri

5)
6. Identifikasi pengaruh nyeri pada

6. Kesulitan tidur menurun dengan kualitas hidup

(skala 5)
7. Monitor efek samping

7. Diaforesis menurun dengan penggunaan analgetik

(skala 5)
Terapeutik

8. Perasaan depresi (tertekan)


8. Berikan teknik nonfarmakologis
menurun dengan (skala 5)
untuk mengurangi rasa nyeri

9. Anoreksia menurun dengan


9. Kontrol lingkungan yang
(skala 5)
memperberat rasa nyeri

10. Ketegangan otot menurun


10. Fasilitasi istirahat dan tidur
dengan (skala 5)
60

11. Muntah mneurun dengan 11. Pertimbangkan jenis sumber

(skala 5) nyeri dalam pemilihan strategi

meredakan nyeri
12. Mual menurun dengan (skala

5) Edukasi

13. Frekuensi nadi membaik 12. Jelaskan penyebab, periode, dan

dengan (skala 5) pemicu nyeri

14. Pola napas membaik dengan 13. Jelaskan strategi meredakan

(skala 5) nyeri

15. Tekanan darah membaik 14. Anjurkan memonitor nyeri

dengan (skala 5) secara mandiri

16. Proses berpikir membaik Kolaborasi

dengan (skala 5)
15. Kolaborasi pemberian analgetik

17. Fokus membaik dengan (skala

5)

18. Perilaku membaik dengan

(skala 5)

19. Nafsu makan membaik dengan

(skala 5)

20. Pola tidur membaik dengan

(skala 5)

5. Intoleransi Toleransi aktivitas (L. 05047) Terapi aktivitas (I. 05186)


61

aktivitas Setelah dilakukan intervensi Tindakan :

berhubungan keperawatan selama lebih kurang


Observasi
dengan 1x24 jam, maka toleransi aktivitas
1. Identifikasi defisit tingkat
ketidakseimban meningkat dengan kriteria hasil :
aktivitas
gan antara
1. Frekuensi nadi meningkat
suplai dan 2. Identifikasi kemampuan
dengan (skala 5)
kebutuhan berpartisipasi dalam aktivitas
2. Saturasi okisigen meningkat
oksigen tertentu
dengan (skala 5)
3. Identifikasi sumber daya untuk
3. Kemudahan dalam melakukan
aktivitas yang diinginkan
ativitas sehari-hari meningkat
4. Identifiaksi strategi peningkatan
dengan (skala 5)
partisipasi dalam aktivitas
4. Kecepatan berjalan meningkat
Terapeutik
dengan (skala 5)

5. Fasilitasi fokus pada kemampuan,


5. Jarak berjalan meningkat
bukan defisit yang dialami
dengan (skala 5)

6. Sepakati komitmen untuk


6. Kekuatan tubuh bagian atas
meningkatkan frekuensi dan rentang
meningkat dengan (skala 5)
aktivitas
7. Kekuatan tubuh bagian bawah
7. Fasilitasi memilih aktivitas dan
meningkat dengan (skala 5)
tetapkan tujuan aktivitas
8. Keluahan lelah menurun dengan
8. Fasilitasi pasien dan keluarga
(skala 5)
dalam menyesuaikan lingkungan
62

9. Dipsnea saat aktivitas menurun untuk mengakomodasi aktivitas

dengan (skala 5) yang dipilih

10. Dipsnea setelah beraktivitas 9. Fasilitasi makna aktivitas sesuai

menurun dengan (skala 5) usia

11. Perasaan lemah menurun 10. Fasilitasi aktivitas fisik rutin

dengan (skala 5)
11. Fasilitasi aktivitas motorik kasar

12. Sianosis menurun dengan untuk pasien hiperaktif

(skala 5)
12. Libatkan keluarga dalam

13. Warna kulit membaik dengan aktivitas

(skala 5)
13. Fasilitasi mengembangkan

14. Tekanan darah membaik motivasi dan penguatan diri

dengan (skala 5)
14. Fasilitasi pasien ddan keluarga

15. Frekuensi nafas membaik memantau kemajuannya sendiri

dengan (skala 5) untuk mencapai tujuan

16. EKG iskemia membaik dengan 15. Jadwalkan aktivitas dalam

(skala 5) rutinitas sehari-hari

16. Berikan penguatan positif atas

partisipasi dalam aktivitas

Edukasi

17. Jelaskan metode aktivitas fisik


63

sehari-hari

18. Ajarkan cara melakukan

aktivitas yang dipilih

19. Anjurkan melakukan aktivitas

fisik

20. Anjurkan terlibat dalam aktivitas

kelompok atau terapi

Kolaborasi

21. Kolaborasi dengan terapis

okupasi dalam merencanakan dan

memonitor program aktivitas

22. Rujuk pada puasat atau program

aktivitas komunitas, jika perlu

4. Implementasi keperawatan

Implementasi mencakup melakukan dalam membantu atau

mengarahkan kinerja aktivitas sehari-sehari dengan kata lain,

implementasi adalah melakukan rencana tindakan yang telah

ditentukan untuk mengatasi masalah klien.

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi merupakan keputusan atau pendapat tentang data atau

tindakan yang memeriksa setiap aktivitas yang kemudian


64

memberikan umpan balik mengenai seberapa baik keberhasilan

aktivitas dan apakah hasil yang diharapkan telah tercapai.Setelah

SOAP yang sering digunakan dalam evaluasi ini memiliki

pengertian sebagai berikut:

S : Subjektif : keluhan pasien (apa yang dilakukan pasien)

O : Objektif : Apa yang dilihat, diraba, dan diukir oleh perawat

A : Asesment : kesimpulan perawat tentang kondisi klien

P : Plan of care : rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi

masalah

6. Dokumentasi keperawatan

Secara keseluruhan asuhan keperawatan dapat di evaluasi sesuai

dengan tujuan yang diharapkan dan dapat di dokumentasikan

secara tepat dan benar, dalam status klien sebagai bahan

pertanggung jawaban atau tindakan yang telah dilakukan dan

sebagai studi kasus untuk perkembangan ilmu pengetahuan

selanjutnya.
65

DAFTAR PUSTAKA

Janu purwono, Rita sari, Ati ratnasari, April Budianto 2020, POLA KOMSUMSI

GARAM DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA SALT

CONSUMPTION PATTERN WITH HYPERTENSION IN ELDERLY. Jurnal

wacana kesehatan vol. 5 No. 2, juli 2020

Lusiane adam, DETERMINAN HIPERTENSI PADA LANJUT USIA. Jurnal vol. 1

No. 2, agustus 2019

Sri sakinah, Meriem meisyaroh, Asnuddin, Sulkifli Nurdin, Hasrul, Murtini,

PENYULUHAN KESEHATAN ORIENTASI TANGGAP TUA (OTT LANSIA).

Jurnal kreativitas pengabdian kepada masyarakat (PKM). Vol 3, No 1,April 2020,

HAL 192-198

Ns. Dwi Retnaningsih, S.Kep, M.Kes, BUKU REFERENSI KEPERAWATAN

GERONTIK. No 1 tahun 2018

Sharif La Ode, ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK, BERSTANDAR NANDA,

NIC, DAN NOC DEILENGKAPI TEORI DAN CONTOH KASUS ASKEP, April

2017, Hal 252.

Adib, M. 2019. CARA MUDAH MEMAHAMI DAN MENGHINDARI

HIPERTENSI JANTUNG DAN STROKE.Yogyakarta: Dianloka.


66

Adriansyah, M. 2018.MEDIKAL BEDAH UNTUK MAHASISWA.Yogyakarta:

Diva Press.

Anies. 2020. BUKU AJAR KEDOKTERAN & KESEHATAN PENYAKIT

DEGENERATIF.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Association, A. H. 2018. APANISH SOCIETY OF HYPERTENSION POSITION

STATEMENT ON

THE 2017 ACC/AHA hypertension guidelines. Hipertension y Riesgo

Vascular, (xx), 1–11. https://doi.org/10.1016/j.hipert.2018.04.001

Aster, K. K. 2019. Basic Pathology. Elsever: Decima Edicion.

Brunner, & Suddarth. 2020.BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH.

Jakarta:EGC.

Corwin, E. J. 2019.BUKU SAKU PATOFISIOLOGI. Jakarta: EGC.

Darmojo, R. 2020. COMMUNITY SURVEY OF HYPERTITION IN

SEMARANG.Buletin Penelitian Kesehatan.

Efendi, F., & Makhfudli. 2020.KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS:

TEORI DAN PRAKTEK KESEHATAN. Jakarta: Selemba Medika.

Gardner Samuel, F. 2019. SMART TREATMENT FOR HIGHT BLOOD

PRESSURE. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Hardwiyanto, & Setiabudhi, T. 2019. MENJAGA KESEIMBANGAN KUALITAS

HIDUPPARA LANJUT USIA. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hidayat, A. A. A. 2019. PENGANTAR KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

APLIKASI KONSEPDAN PROSES KESEHATAN. Jakarta: Selemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai