Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk
senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat islam sangat
bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya. Dakwah adalah suatu
aktifitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang lain unutk
mengamalkan ajaran islam. Dakwah merupakan suatu prosespenyampaian ajaran islam yang
dilakukan secara sadar dan sengaja. Aktifitas kegiatan dakwah dilakukan dengan berbagai cara
atau metode dan direncanakan dengan tujuan mencari kebahagian hidup dengan dasar keridhoan
Allah SWT. Dari keterangan di atas maka Pentingnya mempelajari sejarah dakwah ini bagi para
da’I, karena sebagai suatu pedoman, pegangan tamsil, dan tolak ukur agar para da’I bisa
mencapai suatu keberhasilan dan menyebar luaskan dan meningkatkan mutu islam itu sendiri.
Suatu pesan yang disampaikan, yang mana mendapat respon yang baik dari para mad’u tersebut
bila mana seorang da’I mengetahui, memahami dunia dakwah tersebut baik meliputi sosiologi
dakwah, psikologu dakwah dan sejarah keda’waan. Berbagai rintangan, hambatan dalam
menyampaikan dakwah ini tidak sedikit dari anbiya’. Merasakannya. Seperti halnya nabi
Muhammad SAW, begitu halnya masa setelah beliau yakni masa Khulafa’ur rosyidin, bani
umayah, sampai masa saat ini, mereka tetap melaksanakan dakwah tersebut (menyampaikan
Islam keseluruh dunia) dan akhirnya mereka pun berhasil dan pada pembahasan ini, masa setelah
dakwah sebelum kemerdekaan yakni pada masa penjajahan, kami berusaha untuk mengmbil
tamsil dari perjuangan mereka. Dengan pengertian dakwah diatas, otomatis dakwah sudah ada
sejak islam masuk negara kita. Maka dari sini kami pemakalah mencoba untuk menjelaskan
dakwah-dakwah yang ada sesudah kemerdekaan dan pada masa orde lama supaya lita bisa
mengetahui betapa semangatnya mereka semua dalam menyebarkan ajaran-ajaran islam pada
masa dahulu dan dengan adanya makalah ini kami berharap untuk bisa menanamkan motivasi
dan semangat pada para Da’i untuk menyebarkan ajaran yang mulian yakni agama islam.
B. Rumusan Masalah:

a) Apa yang dinamakan studi islam di Indonesia pasca kemerdekaan?

b) Bagaimana bentuk studi islam pasca kemerdekaan?

c) Mengapa studi islam pasca kemerdekaan berbentuk demikian ?


BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PASCA KEMERDEKAAN

Dunia pendidikan merupakan salah satu pranata yang terlibat langsung dalam
mempersiapkan masa depan umat manusia. Kegagalan dunia pendidikan dalam menyiapkan
masa depan seseorang merupakan kegagalan bagi kehidupan bangsa. Sehingga pendidikan
memiliki peranan penting dalam menentukan perkembangan dan kemajuan suatu bangsa.  Sisi
lain dari dunia pendidikan secara umum adalah pendidikan Islam yang memiliki karakter
tersendiri baik dari sistem maupun komponen pendidikan Islam yang lainnya. pendidikan Islam
mempunyai kontribusi yang positif bagi kemajuan bangsa Indonesia yang notabene mayoritas
penduduknya beragama Islam. Pendidikan Islam di Indonesia mengalami pasang surut dalam
masa perkembangannya terutama pada masa kemerdekaan. Hal ini dikarenakan Indonesia
mengalami masa penjajahan oleh beberapa negara kolonial sebelumnya. Perkembangan
Pendidikan Islam pada masa koloni Belanda saat itu mengalami banyak kesulitan. Hal ini
disebabkan karena kebijakan-kebijakan Belanda yang membatasi Pendidikan Agama dan menitik
beratkan pada sekolah-sekolah yang bermuatan umum saja. Setelah Belanda hengkang,
Indonesia kembali dijajah oleh Jepang yang keberadaannya membuat perubahan dalam masalah
Pendidikan Islam. Sikap Jepang terhadap Pendidikan Islam ternyata lebih lunak sehingga ruang
gerak Pendidikan Islam lebih berkembang dan bebas, dikarenakan Jepang tidak begitu
menghiraukan kepentingan agama. Yang terpenting bagi Jepang adalah mereka ingin
memenangkan perang dan kalau perlu para pemuka agama lebih diberikan keleluasaan dalam
mengembangkan pendidikan. Namun ketika Perang Dunia II berlangsung, kedudukan Jepang
semakin terjepit yang akhirnya Jepang mulai menekan dan menjalankan kekerasan terhadap
rakyat Indonesia.Hal ini juga berakibat kepada Pendidikan Islam di Indonesia yang mengalami
kemerosotan dan kemunduran karena ketatnya pengaruh indoktrinasi serta disiplin mati akibat
pendidikan militerisme fascisme Jepang. Namun demikian masih ada beberapa ibrah dibalik
kekejaman Jepang tersebut diantaranya bahasa nasional Indonesia menjadi hidup dan
berkembang secara luas di Indonesia, baik dalam pergaulan, bahasa pengantar maupun sebagai
bahasa ilmiah. Dengan begitu, aktivitas-aktivitas penerjemahan buku ilmiah kedalam bahasa
Indonesia sangat pesat sehingga lahirlah guru-guru kreatif dan berkembang dalam mendidik
generasi bangsa Indonesia.1 Setelah Indonesia dapat melepaskan diri dari cengkeraman para
penjajah, pemerintah Indonesia mulai memperbaiki seluruh elemen kehidupan terutama ranah
pendidikan. Pada era kemerdekaan ini, pendidikan Islam mulai terlihat perkembangannya bahkan
semakin pesat. Perkembangan pendidikan Islam pada masa kemerdakaan terbagi ke dalam dua
periode yaitu orde lama dan orde baru. 1.      Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Orde Lama
Meskipun Indonesia baru memproklamirkan kemerdekaannya dan tengah menghadapi revolusi
fisik, pemerintah Indonesia sudah berbenah diri terutama memperhatikan masalah pendidikan
yang dianggap cukup vital dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Untuk itu dibentuklah
Kementrian Pendidikan Pengajaran Pendidikan (PP dan K). Dengan terbentuknya Kementrian
Pendidikan tersebut maka diadakanlah berbagai usaha, terutama mengubah sistem pendidikan
dan menyesuaikannya dengan keadaan yang baru.2 Seirama dengan perjalanan sejarah bangsa
dan negara Indonesia sejak proklamasi Kemerdekaan Indonesia hingga sekarang, maka
kebijakan pendidikan di Indonesia termasuk didalamnya pendidikan Islam, memang mengalami
pasang surut dalam kurung waktu tertentu, yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa penting dan
tonggak sejarah sebagai pengingat. Diantara beberapa peristiwa yang menjadi tonggak sejarah
pendidikan Islam di Indonesia diantaranya adalah Madrasah dan Pesantren yang senantiasa terus
berjalan dengan  didukung oleh kemampuan para pengasuh dan pendukungnya. Bahkan pada 22
Desember 1945, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) mengajarkan bahwa
dalam memajukan pendidikan dan pengajaran, sekurang-kurangnya diusahakan agar mengajar di
musalla dan madrasah berjalan terus dan diperpesat.[3] Beberapa hari kemudian, tepatnya pada
27 Desember 1945, BPKNIP menyarankan agar pendidikan Agama di sekolah dilaksanakan
secara teratur, seksama dan mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Disarankan juga agar
madrasah-madrasah dan  pondok  pesantren mendapat perhatian dan diberi bantuan material dari
pemerintah karena kedua lembaga itu juga merupakan alat dan sumber pendidikan serta
pencerdasaan rakyat jelata bagi seluruh masyarakat Indonesia.[4] Perekembangan pendidikan
Islam setelah kemerdekaan sangat terkait dengan peran Kementerian Agama yang mulai resmi
berdiri 3 Januari 1946. Lembaga secara inisiatif memperjuangkan politik pendidikan Islam di
Indonesia. Secara lebih spesifik, usaha ini ditangani oleh suatu bagian khusus yang mengurusi
masalah pendidikan Agama.[5] Pendidikan Agama diatur secara khusus dalam UU Nomor 4
tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu :[6] a.       Di sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran
1
http://www.fajarardiyansyah.comDiunduh pada hari senin18 September 2013 pukul 17.30WIB
2
agama. b.      Cara penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam
peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama
dengan Menteri Agama. Kementrian Agama juga telah merencanakan rencana-rencana program
pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran
Islam sebagai berikut : 1)      Pesantren klasik,  yaiut semacam sekolah swasta keagamaan yang
menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi,
sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah. 2)      Madrasah
diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah
negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun. 3)      Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang
dikelola secara modern, yang bersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan pelajaran-
pelajaran umum. 4)      Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam
tahun, di mana perbandingan umum kira-kira 1:2. 5)      Suatu percobaan baru telah ditambahkan
pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun,
yang memberikan latihan ketrampilan sederhana. 6)      Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada
tingkat universitas, pendidikan agama diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai
dengan dua bagian / dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta. Pada tahun 1950
ketika kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh wilayah Indonesia, kebijakan
mengenaipendidikan Islam semakin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang
dipimpin oleh Prof. Mahmud Yunus dari departemen agama dan Mr. Hadi dari departemen P &
K. Hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951. Isi dari SKB dua
menteri tersebut adalah[7] : a)      Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat
(SR). b)      Di daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya di Sumatra, Kalimantan dan
lainnya), maka pendidikan agama diberikan mulai kelas I SR dengan catatan bahwa mutu
pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang
pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV. c)      Di sekolah lanjutan tingkat pertama dan
tingkat atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu. d)    
Pendidikan agama diberikan kepada siswa minimal 10 orang dalam 1 kelas dan mendapat izin
dari orang tua atau wali. e)      Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materi
pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama. Kaitannya dengan bidang pendidikan
Agama, Zuhairini dkk, menuliskan tentang pernyataan panitia yang mengatakan bahwa :        
i.            Hendaknya pelajaran Agama diberikan pada semua sekolah, dimulai dari sekolah
Rakyat (SR) kelas 4.       ii.            Agama disediakan oleh Kementrian Agama dibayar oleh
pemerintah.     iii.            Guru Agama diharuskan mempunyai pengetahuan umum dan untuk itu
harus ada Pendidikan Guru Agama.     iv.            Pondok Pasantren dan Madrasah harus
dipertinggi mutunya.       v.            Tidak perlu berbahasa Arab. Berdasarkan usulan tersebut,
maka Pendidikan Agama dapat diberikan disekolah-sekolah Negeri, dengan syarat diminta
sekurang-kurangnya 10 orang siswa. Pelaksanaan pendidikan sepenuhnya diserahkan kepada
Kementrian Agama. Setelah Departemen Agama (Depag) berdiri pada tanggal  3 Januari 1946,
penyelenggaraan Pendidikan Agama pada sekolah-sekolah umum Negeri dan pengurusan
sekolah-sekolah Agama berada dibawah tanggung jawab Depag. Di beberapa lembaga
Pendidikan Madrasah dimasukan 7 materi pengajaran umum yaitu; membaca dan menulis huruf
latin,berhitung, ilmu bumi, ilmu hayat, sejarah, bahasa Indonesia dan olah raga.[8] Upaya lain
yang dilakukan Depag RI yaitu menetapkan Masyarakat Wajib Belajar (MWB), yang
diperkenalkan pada tahun1958-1959. Tujuan MWB ini diarahkan kepada pengembangan jiwa
bangsa, yaitu kemajuan di bidang ekonomi, industri dan transmigrasi dengan kurikulum yang
menyelaraskan tiga perkembangan yaitu perkembangan otak, hati dan keterampilan tangan. Masa
belajar ditetapkan 8 tahun dengan pertimbangan di harapkan agar anak berusia 15 tahun telah
lulus dari MWB sesuai dengan aturan perburuhan.[9]Ada satu hal penting yang berkaitan dengan
perkembangan pendidikan Islam pada masa orde lama yaitu pengembangan dan pembinaan
madrasah.  www.makalahnih.blogspot.com  Mempelajari perkembangan madrasah terkait erat
dengan peran Departemen Agama sebagai andalan politis yang dapat mengangkat posisi
madrasah sehingga memperoleh perhatian yang terus menerus dari kalangan pengambil
kebijakan. Tentunya, tidak juga melupakan usaha-usaha keras yang sudah dirintis oleh sejumlah
tokoh seperti Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari dan Mahmud Yunus. Dalam hal ini, Departemen
Agama secara lebih tajam mengembangkan program-program perluasan dan peningkatan mutu
madrasah. Madrasah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan diakui oleh negara secara
formal pada tahun 1950. Undang-Undang No. 4 1950 tentang dasar-dasar Pendidikan dan
Pengajaran di sekolah pasal 10 menyatakan bahwa belajar di sekolah agama yang telah mendapat
pengakuan Departemen Agama, sudah dianggap memenuhi kewajiban belajar. Untuk mendapat
pengakuan dari Departemen Agama, madrasah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata
pelajaran pokok paling sedikit enam jam seminggu secara teratur disamping mata pelajaran
umum. Dengan persyaratan tersebut, diadakan pendaftaran madrasah yang memenuhi syarat.
Pada tahun 1954, madrasah yang terdaftar di seluruh Indonesia berjumlah 13.849 dengan rincian
Madrasah Ibtidaiyah 1057 dengan jumlah murid 1.927.777 orang, Madrasah Tsanawiyah 776
buah dengan murid 87.932 orang, dan Madrasah Tsanawiyah Atas (Aliyah) berjumlah 16 buah
dengan murid 1.881 orang.[10] Perkembangan madrasah yang cukup penting pada masa orde
lama adalah berdirinya Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim IslamNegeri
(PHIN) yang yang bertujuan untuk mencetak tenaga-tenaga profesional yang siap
mengembangkan madrasah sekaligus ahli dalam bidang keagamaan.[11] 2.      Sejarah
Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada
bangsa Indonesia baik itu menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik. Hal ini
didukung dengan adanya keputusan sidang MPRS yang dalam keputusannya dalam bidang
pendidikan agama mengatakan, Pendidikan Agama menjadi hak yang wajib mulai dari sekolah
dasar sampai perguruan tinggi. Dengan adanya keputusan tersebut keberadaan Pendidikan
Agama semakin mendapatkan tempat dan akses yang luas untuk dijangkau setiap masyarakat.
Diakui bahwa kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks
madrasah di Indonesia bersifat positif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai
dengan 1990-an. Pada masa pemerintahan Orde Baru, lembaga pendidikan (madrasah)
dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan  dan peningkatan mutu pendidikan.[12]
Pada awal-awal masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan
dan meningkatkan kebijakan Orde Lama. Madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan
Menteri Agama. Hal ini disebabkan pendidikan madrasah belum didominasi oleh muatan-muatan
agama, menggunakan kurikulum yang belum berstandar, memiliki struktur yang tidak seragam,
dan kurang terpantaunya manajemen madrasah oleh pemerintah. Berkenaan denga hal itu,
pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan membentuk “SKB Tiga Menteri” (Kementerian
Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Dalam Negeri) pada tahun
1975 yang isinya berupa kesepakatan mengenai “peningkatan mutu pendidikan madrasah”, dan
memuat beberapa ketentuan yang meliputi kelembagaan, kurikulum dan pengajaran. Dalam
keputusan bersama ini yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang
menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-
kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum. Madrasah tersebut meliputi tiga tingkatan, a)
Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah  Dasar; b) Madrasah Tsanawiyah setingkat
Sekolah Menengah Pertama; dan c) Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas.
Dalam pengelolaan dan pembinaan pendidikan, Depag telah mempunyai suatu otoritas dalam
mengelola dan membina madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan. Setelah SKB Tiga
Menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya adalah dikeluarkannya SKB Menteri P&K
Nomor 299/u/1984 dengan Menteri Agama Nomor 45 Tahun 1984, tentang Pengaturan
Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah yang isinya antara lain adalah
mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih
tinggi. SKB 2 Menteri dijiwai oleh TAP MPR No. II/TAP/MPR/1983 tentang Perlunya
Penyesuaian Sistem Pendidikan sejalan dengan adanya kebutuhan pembangunan di segala
bidang, antara lain dilakukan melalui perbaikan kurikulum sebagai salah satu di antara berbagai
upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah umu dan madrasah. Memasuki dekade
90-an, kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai madrasah ditujukan secara penuh untuk
membangun satu sistem pendidikan nasional yang utuh. Dengan keluarnya UU No. 2 Tahun
1989, lembaga pendidikan agama memasuki era integrasi pendidikan ke dalam Sistem
Pendidikan Nasional, dengan adanya kesamaan kurikulum yang dipakai oleh lembaga
pendidikan umum dan agama.[13] Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Islam pada
masa orde baru diarahkan sebagai upaya integrasi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan
nasional. 

Sumber: https://makalahnih.blogspot.co.id/2014/09/makalah-sejarah-pendidikan-islam-di.html
Silahkan mengcopy paste dan menyebarkan artikel ini selama masih menjaga amanah ilmiah
dengan menyertakan sumbernya

Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar
pada bangsa Indonesia baik itu menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik. Hal ini
didukung dengan adanya keputusan sidang MPRS yang dalam keputusannya dalam bidang
pendidikan agama mengatakan, Pendidikan Agama menjadi hak yang wajib mulai dari sekolah
dasar sampai perguruan tinggi. Dengan adanya keputusan tersebut keberadaan Pendidikan
Agama semakin mendapatkan tempat dan akses yang luas untuk dijangkau setiap masyarakat.
Diakui bahwa kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks
madrasah di Indonesia bersifat positif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai
dengan 1990-an. Pada masa pemerintahan Orde Baru, lembaga pendidikan (madrasah)
dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan  dan peningkatan mutu pendidikan.[12]
Pada awal-awal masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan
dan meningkatkan kebijakan Orde Lama. Madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan
Menteri Agama. Hal ini disebabkan pendidikan madrasah belum didominasi oleh muatan-muatan
agama, menggunakan kurikulum yang belum berstandar, memiliki struktur yang tidak seragam,
dan kurang terpantaunya manajemen madrasah oleh pemerintah. Berkenaan denga hal itu,
pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan membentuk “SKB Tiga Menteri” (Kementerian
Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Dalam Negeri) pada tahun
1975 yang isinya berupa kesepakatan mengenai “peningkatan mutu pendidikan madrasah”, dan
memuat beberapa ketentuan yang meliputi kelembagaan, kurikulum dan pengajaran. Dalam
keputusan bersama ini yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang
menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-
kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum. Madrasah tersebut meliputi tiga tingkatan, a)
Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah  Dasar; b) Madrasah Tsanawiyah setingkat
Sekolah Menengah Pertama; dan c) Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas.
Dalam pengelolaan dan pembinaan pendidikan, Depag telah mempunyai suatu otoritas dalam
mengelola dan membina madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan. Setelah SKB Tiga
Menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya adalah dikeluarkannya SKB Menteri P&K
Nomor 299/u/1984 dengan Menteri Agama Nomor 45 Tahun 1984, tentang Pengaturan
Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah yang isinya antara lain adalah
mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih
tinggi. SKB 2 Menteri dijiwai oleh TAP MPR No. II/TAP/MPR/1983 tentang Perlunya
Penyesuaian Sistem Pendidikan sejalan dengan adanya kebutuhan pembangunan di segala
bidang, antara lain dilakukan melalui perbaikan kurikulum sebagai salah satu di antara berbagai
upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah umu dan madrasah. Memasuki dekade
90-an, kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai madrasah ditujukan secara penuh untuk
membangun satu sistem pendidikan nasional yang utuh. Dengan keluarnya UU No. 2 Tahun
1989, lembaga pendidikan agama memasuki era integrasi pendidikan ke dalam Sistem
Pendidikan Nasional, dengan adanya kesamaan kurikulum yang dipakai oleh lembaga
pendidikan umum dan agama.[13] Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Islam pada
masa orde baru diarahkan sebagai upaya integrasi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan
nasional. B.     PERTUMBUHAN dan PERKEMBANGAN PESANTRENpada MASA
KEMERDEKAAN[14] Dalam sejarahnya mengenai peran pesantren, dimana sejak masa
kebangkitan nasional sampai dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI, pesantren
senantiasa tampil dan telah mampu berpartisipasi secara aktif. Oleh karena itulah setelah
kemerdekaan, pesantren masih mendapatkan tempat dihati masyarakat. Ki Hajar Dewantara saja
selaku tokoh pendidikan nasional dan menteri Pendididkan Pengajaran Indonesia yang pertama
menyatakan bahwa pondok pesantren merupakan dasar pendidikan nasional, karena sesuai dan
selaras dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Begitupula halnya dengan Pemerintah RI,
mengakui bahwa pesantren dan madrasah merupakan dasar pendidikan dan sumber pendidikan
nasional, dan oleh karena ituharus dikembangkan, diberi bimbingan dan bantuan. Sejak awal
kehadiran pesantren dengan sifatnya yang lentur ternyata mampu menyesuaikan diri dengan
masyarakat sera memenuhi tuntutan masyarakat. Begitu juga pada era kemerdekaan dan
pembangunan sekarang, pesantren telah mampu menampilkan dirinya aktif mengisi
kemerdekaan dan pembangunan, terutama dalam rangka pengembangan sumber daya manusia
yang berkualitas. Berbagai inovasi telah dilakukan untuk pengembangan pesantren baik oleh
masyarakat maupun pemerintah. Masuknya pengetahuan umum dan keterampilan ke dalam
dunia pesantren dalah sebagai upaya memberikan bekal tambahan supaya para santri dapat hidup
layak di tengah-tengah masyarakat apabila telah menyelesaikan pendidikiannya. Dewasa ini
pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi
terhadap sistem yang selama ini dipergunakan, diantaranya adalah mulai akrab dengan
metodologi ilmiah modern, dan semakin berorientasi pada pendidikan dan fungsional. Juga
diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka sehingga dapat membekali para santri dengan
berbagai pengetahuan diluar mata pelajaran agama maupun keterampilan yang diperlukan di
lapangan kerja.[15]
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN Pendidikan Islam di Indonesia mengalami pasang surut dalam masa


perkembangannya terutama pada masa kemerdekaan. Pendidikan Islam pasca kemerdekaan
terbagi ke dalam dua fase yaitu orde lama dan orde baru. Selama masa tersebut, pemerintah
menitik beratkan kepada dua hal yaitu perkembangan dan peningkatan mutu madrasah sehingga
diharapkan mampu sejajar dengan sekolah umum dan memperluas jangkauan pengajaran agama,
tidak terbatas pada jangkauan madrasah tetapi menjangkau sekolah umum bahkan perguruan
tinggi. Kedua hal ini terkait erat dengan upaya pemerintah yang diwakili oleh Departemen
Agama dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang digulirkan selama masa tersebut. Terkait
dengan perkembangan pesantren, pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan
baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan, diantaranya adalah
mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern, dan semakin berorientasi pada pendidikan dan
fungsional sehingga menghilangkan paradigma yang mengatakan bahwa pesantren adalah
lembaga tradisional yang hanya mampu menghasilkan output yang berkualitas rendah dan tidak
memiliki integritas.

DAFTAR PUSTAKA Ramayulis. 2011.  Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
http://www.fajarardiyansyah.com aryaharyanti.blogspot.com/2013/04/pendidikan-islam-masa-
kemerdekaan.html. http://fauzinesia.blogspot.com/2012/06/sejarah-pendidikan-islam-masa-ode-
lama.html Wahana-mahasiswa.blogspot.com/2012/05/pendidikan-islam-pasca-
kemerdekaan.html http://dhani1192.blogspot.com/2013/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://www.aryaharyanti.blogspot.com/2013/04/pendidikan-islam-masa-kemerdekaan.html.
[1]http://www.fajarardiyansyah.comDiunduh pada hari Ahad 15 September 2013 pukul 17.30
WIB [2] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2011,  hal 347. [3]
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2011,  hal 347.
[4]aryaharyanti.blogspot.com/2013/04/pendidikan-islam-masa-kemerdekaan.html. Diunduh pada
hari Ahad 15 September 2013 pukul 17.30 WIB. [5] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta : Kalam Mulia, 2011,  hal 347. [6]http://fauzinesia.blogspot.com/2012/06/sejarah-
pendidikan-islam-masa-orde-lama.htmlDiunduh pada hari Ahad 27 September 2013 pukul 22.00
WIB. [7]Wahana-mahasiswa.blogspot.com/2012/05/pendidikan-islam-pasca-kemerdekaan.html
Diunduh pada hari Ahad 15 September 2013 pukul 17.30 WIB. [8]Wahana-
mahasiswa.blogspot.com/2012/05/pendidikan-islam-pasca-kemerdekaan.html Diunduh pada hari
Ahad 15 September 2013 pukul 17.30 WIB. [9] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta :
Kalam Mulia, 2011,  hal 347. [10]http://www.aryaharyanti.blogspot.com/2013/04/pendidikan-
islam-masa-kemerdekaan.html. Diunduh pada hari Ahad 15 September 2013 pukul 17.30 WIB.
[11] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2011,  hal 347.
[12]http://dhani1192.blogspot.com/2013/03/v-behaviorurldefaultvmlo.htmlDiunduh pada hari
Ahad 27 September 2013 pukul 22.00 WIB. [13]http://dhani1192.blogspot.com/2013/03/v-
behaviorurldefaultvmlo.htmlDiunduh pada hari Ahad 27 September 2013 pukul 22.00 WIB.
[14]http://www.aryaharyanti.blogspot.com/2013/04/pendidikan-islam-masa-kemerdekaan.html.
Diunduh pada hari Ahad 15 September 2013 pukul 17.30 WIB.
[15]http://www.aryaharyanti.blogspot.com/2013/04/pendidikan-islam-masa-kemerdekaan.html.
Diunduh pada hari Ahad 15 September 2013 pukul 17.30 WIB.

Sumber: https://makalahnih.blogspot.co.id/2014/09/makalah-sejarah-pendidikan-islam-di.html
Silahkan mengcopy paste dan menyebarkan artikel ini selama masih menjaga amanah ilmiah
dengan menyertakan sumbernya

Anda mungkin juga menyukai