Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FISIKA MODERN

“PERSAMAAN SCHRODINGER”

Disususun Oleh:

Nama: Nindi Ayu Latifah


NIM : A1C315017

Program Studi Pendidikan Fisika


Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jambi
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-
Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Persamaan
Schrodinger”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisika Modern
pada Program Studi Pendidikan Fisika di Universitas Jambi.
Makalah ini terdiri atas tiga bab utama yaitu pendahuluan, pembahasan dan
penutup. Pembahasan dalam makalah ini merupakan penjabaran mengenai Persamaan
Shcrodinger untuk beberapa potensial 1 dimensi dan kuantitasi energi partikel dalam
potensial kotak 1 dimensi.
Demikian makalah ini disusun. Akhirnya, penyusun berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca terutama dalam memahami pentingnya pemahaman
materi persamaan Schrodinger dalam perkembangan ilmu Fisika.

Jambi, 28 Oktober 2016

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti yang telah dibahas pada makalah sebelumnya mengenai definisi, dan
persamaan umum gelombang Schrodinger, diketahui bahwa persamaan tersebut
ditemukan oleh Erwin Scrodinger pada tahun 1925 yang dilator belakangi oleh
ketidak mampuan teori-teori klasik dalam mejelaskan penggunaan teori klasik dalam
tingkat atom dan sub atom (mikroskopis).
Perbedaan-perbedaan dalam eksperimen fisika mula-mula dapat diatasi dengan
postulat-postulat dan hipotesis-hipotesis. Namun karena jumlahnya semakin banyak
dan persoalannya dipandang mendasar, menuntut dan mendorong fisikawan untuk
malakukan penyempurnaan, dan bila perlu perubahan pada formulasi dan konsep-
konsep fisika. Hasilnya adalah konsep yang dinamakan mekanika kuantum.
Persamaan Schrodinger merupakan fungsi gelombang yang digunakan untuk
memberikan informasi tentang prilaku gelombang dari partikel. Persamaan
Schrodinger yang merupakan persamaan pokok dalam Mekanika Kuantum yang
serupa dengan hukum gerak kedua Newton yang merupakan persamaan pokok dalam
Mekanika Newton yaitu persamaan gelombang y.
Persamaan Schrodinger menyatakan bahwa perilaku elektron, termasuk tingkat-
tingkat energi elektron yang diskrit dalam atom, mengikuti suatu persamaan
differensial untuk gelombang, yang kemudian dikenal sebagai persamaan
Schrodinger.
Setelah memahami tentang pengertian dan juga bentuk dari persamaan umum
dari gelombang Schrodinger, pada makalah ini akan dibahas mengenai pemahaman
lanjut dari persamaan Schrodinger, yaitu bentuk persamaan Schrodinger dalam
sebuah dimensi. Untuk lebih memahani tentang kelanjutan dari pembahasan
persamaan Schrodinger, maka dibutlah makalah ini dengan harapan agar pembaca
lebih memahami tentang apa-apa saja yang terdapat dalam persamaan Schrodinger.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk persamaan Schrodinger untuk beberapa potensial 1 dimensi?
2. Bagaimana kuantitasi energi pertikel dalam potensial kotak 1 dimensi?

1.3 Tujuan
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat:
1. Memahami bentuk persamaan Schrodinger untuk beberapa potensial 1 dimensi.
2. Mengetahui kuantitasi energi pertikel dalam potensial kotak 1 dimensi?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bentuk Persamaan Schrodinger Untuk Beberapa Potensial 1 Dimensi


Dalam persamaanSchrodinger untuk satu dimensi, terdapat beberapa persamaan
dalam penerapannya, hal ini disebabkan oleh besar potensial dari beberapa keadaan
yang memiliki nilai berbeda, untuk lebih memahaminya dapat dijelaskan sebagi
berikut:
2.1.1 Pada Potensial nol (Partikel Bebebas)
Yang dimaksud dengan “partikel bebas” adalah sebuah partikel yang
bergerak tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang, yaitu:
−dV (x )
F= =0
dx
sehingga menempuh lintasan lurus dengan kelajuan konstan. Sehingga energi
potensialnya nol.
Partikel bebas dalam mekanika klasik bergerak dengan momentum
konstan p, yang mengakibatkan energy totalnya jadi konstan. Tetapi partikel
bebas dalam mekanika kuantum dapat dipecahkan dengan persamaan
Schrodinger tidak bergantung waktu. Persamaan Schrodinger pada partikel
bebas dapat diperoleh dari persamaan berikut:

(1)
Untuk partikel bebas V = 0, maka persamaanya menjadi
−ħ ² ∂ ² Ψ ( x)
= EΨ(x) (2)
2m ∂x ²
atau
∂ ² Ψ ( x) 2m
= EΨ(x) (3)
∂x ² ħ²
atau
∂ ² Ψ ( x) 2mE
+ Ψ(x) = 0 (4)
∂x ² ħ²
karena :
2mE ħ² k ²
k ²=¿+ atau E= (5)
ħ² 2m
Dengan demikian diperoleh :
∂ ² Ψ (x)
=−k ² Ψ (x) (6)
∂x ²
∂ ² Ψ (x) 2
+k Ψ ( x ) =0 (7)
∂x ²
Persamaan (8) adalah bentuk umum dari persamaan differensial biasa
berorde dua, dengan k² adalah positif, dimana Ψ(x) merupakan kuantitas
kompleks yang memiliki bagian real (nyata) dan bagian imajiner, maka :
∂ ² Ψ (x) 2
+k Ψ ( x ) =0 (8)
∂x ²
Maka didapatkan
Ψ(x) = A sinkx + B cos kx (9)
Pemecahan ini tidak memberikan batasan pada k, maka partikel yang
diperkenankan memiliki semua nilai (dalam istilah kuantum, bahwa energinya
tidak terkuantitas). Sedangkan penentuan nilai A dan B mengalami beberapa
kesulitan, karena integral normalisasi tidak dapat dihitung dari -∞ hingga +∞,
bagi fungsi gelombang itu.

2.1.2 Partikel Dalam Sumur Potensial


Sumur potensial adalah yang tidak mendapat pengaruh potensial. Hal ini
berarti bahwa partikel selama berada dalam sumur potensial, merupakan
elektron bebas. Kita katakana bahwa elektron terjebak di sumur potensial, dan
kita anggap bahwa dinding potensial sangat tinggi menuju ∞, atau kita katakana
sumur potensial sangat dalam. Dalam gambar berikut kita akan menggambarkan
sumur potensial. Daerah I dan daerah II adalah daerah-daerah dengan V = ∞,
sedangkan di daerah II, yaitu antara 0 dan L, V =. Kita katakana bahwa lebar
sumur potensial ini adalah L.
V(x) = 0, 0≤ x ≤ L
V(x) = ∞ x¿ 0 , x> L,

Gambar1 partikel dalam sumur potensial daerah II


Pada sumur potensial yang dalam, daerah I dan III adalah daerah dimana
kemungkinan berada electron bisa dianggap nol, Ψ1(x) = 0 dan Ψ2(x) = 0.
Sedangkan pada daerah dua Kita dapat memberi spesifikasi pada gerak partikel
= 0 dan x = L disebabkan oleh dinding keras tak berhingga. Sebuah partikel
tidak akan kehilangan Energinya jika bertumbukan dengan dinding, energy
totalnya tetap konstan.
Dari pernyataan tersebut maka energi potensial V dari partikel itu menjadi
tak hingga di kedua sisi sumur, sedangkan V konstan di dalam sumur, dapat
dikatakan V memiliki Energi tak hingga, maka partikel tidak mungkin
ditemukan di luar sumur, sehingga fungsi gelombang Ψ = 0 untuk 0≤ x ≤ L.
Maka yang perlu dicari adalah nilai Ψ di dalam sumur, yaitu antara x = 0 dan x
= L. persamaan Schrodinger bebas waktu adalah :
−h ² d ²
φn = Enφn (10)
2 m dx ²
Dengan
d ²φ
=−k ² φ (11)
dx ²
Dimana

k=
√ 2 mEn (12)
h
sesuai dengan persamaan gelombang maka :
Ψ(x) = A sin kx + B cos kx (13)
Pemecahan ini belum lengkap, karena belum ditentukan nila A dan B, juga
belum menghitung nilai energy E yang diperkenankan. Untuk menghitungnya,
akan diterapkan persyaratan bahwa Ψ(x) harus kontinu pada setiap batas dua
bagian ruang. Dalam hal ini akan dibuat syarat bahwa pemecahan untuk x
¿ 0 dan x >0 bernilai sama di x = 0. Begitu pula pemecahan untuk x ¿ L dan x < L
haruslah bernilai sama di x = L. jika x =0, untuk x ¿ 0 jadi harus mengambil
Ψ(x) = 0 pada x = 0.
Ψ(0) = A sin 0 + B cos 0
Ψ(0) = 0 + B.1 = 0 (14)
Jadi, didapat B = 0. Karena Ψ = 0 untuk x ¿ L , maka haruslah berlaku
Ψ(L) = 0,
Ψ(L) = A sin kL + B cos kL = 0 (15)
Karena telah didapatkan bahwa B = 0, maka haruslah berlaku:
A sin kL = 0 (16)
Disini ada dua pemecahan yaitu A = 0, yang memberikan Ψ(x) = 0 dan
Ψ²(x) = 0, yang berarti bahwa dalam sumur tidak terdapat partikel (Pemecahan
tidak masuk akal) atau sin kL = 0, maka yang benar jika:
kL = π ,2 π .3 π , … . n=1,2,3 … . (17)
dengan :

k=
√ 2 mEn = nπ (18)
h L
dari persamaan (17) dan persamaan (18) diperoleh bahwa energy partikel
mempunyai harga tertentu yaitu harga eigen. Harga eigen ini membentuk
tingkat energisitas yaitu:
n²π ²ħ ²
En = (19)
2mL ²
Dimana enrgi yang kita tinjau disini berbeda dengan energy Born dimana
pada energy Born menyatakan enrgi tingkat atomik sedangkan tingkat energy
pada persamaan Schrodinger menyatakan tingkat energi untuk elektron.
Fungsi gelombang sebuah partikel di dalam sumur yang berenergi En
ialah:

Ψn = A sin
√2 mEn x (20)
ħ
Untuk memudahkan E1 = ħ²π ²/2 mL ², yang mana tampak bahwa unit
energy ini ditentukan oleh massa partikel dan lebar sumur. Maka E = n²E1 dan
seterusnya. Karena dalam kasus ini energy yang diperoleh hanya laju tertentu
yang diperkenenkan dimiliki partikel. Ini sangat berbeda dengan kaasus klasik,
misalnya manic-manik (yang meluncur tanpa gesekan sepanjang kawat dan
menumbuk kedua dinding secara elastik) dapat diberi sembarang kecepatan
awal dan akan bergerak selamanya, bolak-balik, dengan laju tersebut.
Dalam kasus kuantum, hal ini tidaklah mungkin, karena hanya laju awal
tertentu yang dapat memberikan keadaan gerak tetap, keadaan gerak khusus ini
disebut keadaan stasioner (disebut keadaan “stasioner” karena ketergantungan
pada waktu yang dilibatkan untuk membuat Ψ(x,t), |Ψ ( x , t )|² tidak bergantung
waktu). Hasil pengukuran energy sebuah partikel dalam sebuah sumur potensial
harus berada pada salah satu keadaan stasioner, hasil yang lain tidaklah
mungkin. Pemecahan bagi Ψ(x) belum lengkap, karena belum ditentukan
tetapan A. untuk menentukannya, ditinjau kembali persyaratan normalisasi,

+∞
yaitu ∫ |Ψ (x)|² dx=1. karena Ψ(x) = 0
−∞

Kecuali untuk 0≤ x ≤ L se h ingga berlaku :


L

∫|A 2| si n2 ( kL ) dx=1 (21)


0

Maka diperoleh A = √ 2/ L . dengan demikian, pemecahan lengkap bagi


fungsi gelombang untuk 0≤ x ≤ Ladala h :
2 nπx
Ψn =
√ L
sin
L
n = 1,2,3… (22)

Dalam gambar (2) dan (3) akan dilukiskan berbagai tingkat energi, fungsi
gelombang dan rapat probalitas |Ψ | ² yang mungkin untuk beberapa keadaan
terendah. Keadaan energy terendah, yaitu pada n=1, dikenal sebagai keadaan
dasar dan keadaan dengan energy yang lebih tinggi (n¿ 1 ¿ dikenal sebagai
keadaan aksitasi.
Gambar 2 tingkat energi dalam sumur secara konstan

Gambar 3 probalitas keberadaan elektron dalam sumur potensial


Kita lihat disini bahwa energi elektron mempunyai nilai-nilai tertentu yang
diskrit, yang ditentukan oleh bilangan bulat n, Nilai diskrit ini terjadi karena
pembatasan yang harus dialami oleh Ψ2 yaitu bahwa ia harus berada dalam
sumur potensial. Ia harus bernilai nol di batas-batas dinding potensial dan hal
itu akan terjadi bila lebar sumur potensial L sama dengan bilangan bulat kali
setengah panjang gelombang. Jika tingkat energy untuk n = 1 kita sebut tingkat
energi yang pertama, maka tingkat energi yang kedua pada n=2, tingkat energy
yang ketiga pada n=3 dan sterusnya. Jika kita kaitkan dengan bentuk
gelombangnya, dapat kita katakana bahwa tingkat-tingkat energi tersebut sesuai
dengan jumlah titik simpul gelombang. Dengan demikian maka diskritasi energi
elektron terjadi secara wajar melalui pemecahan persamaan Schrodinger.
Persamaan (19) memperlihatkan bahwa selisih energi antara satu tingkat
dengan tingkat berikutnya, misalnya antara n=1 dan n=2, berbanding terbalik
dengan kuadrat lebar sumur potensial. Makin lebar sumur ini, makin kecil
selisih energi tersebut, artinya tingkat-tingkat energy semakin rapat. Untuk L
sama dengan satu satuan misalnya, selisih energy untuk n=2 dan n=1 adalah E2
– E1 = 3ħ²/8m dan jika L 10 kali lebih lebar maka selisih ini menjadi E2-E1=
0,03ħ²/8m.

Gambar 4 Pengaruh lebar sumur terhadap energy


Jadi makin besar L maka perbedaan nilai tingkat-tingkat energi akan
semakin kecil dan untuk L semakin lebar maka tingkat-tingkat energi tersebut
akan semakin rapat sehingga kontinyu.

2.1.3 Partikel Dalam Sumuran (Dinding Pembatas)


Akan didiskusikan masalah partikel dalam kotak satu dimensi dengan
tinggi dinding tertentu, potensial dibuat nol pada area II, sedang area yang lain
Vo, maka akan ditinjau 2 kasus yaitu bila energi E lebih kecil tau lebih besar
dari Vo.
Bila E lebih kecil dari potensial, maka persamaan Schrodinger didaerah I
dan III adalah d2 /dx2 + 2m / h2 E  = 0, dengan akar s =  (2
mEh-2)1/2 (V0 – E)
1 = C e1 (V0 – E)1/2 x + D e-1 (V0 – E)1/2 x
1II = F e1 (V0 – E)1/2 x + G e-1 (V0 – E)1/2 x
dimana
 = (2mE)1/2 x h-1
Denga membuat E kurang dari V0 besarnya (V0 – E)1/2 menjadi real, bilangan
positif maka D dan F haruslah berharga nol, maka .
1 = C e1 (V0 – E)1/2 x
1II = G e-1 (V0 – E)1/2 x
sedang pada daerah II
1I = A e1 (V0 – E)1/2 x + B e-1 (V0 – E)1/2 x
Untuk masalah pemecahan yang menyeluruh kita perlu memberikan
batasan,untuk partikel dalam boks satu dimensi dengan dinding yang tak
berhingga, diperlukan fungsi gelombang yang kontinyu pada x = 0 dan x = l,
maka 1(0) = 1I (0) dan 1I(l) = 1II (l), sehingga diperlukan empat
buat konstanta sebarang, karenanya diperlukan lebih dari dua kondisi pembatas .
Sealain fungsi gelombang harus kontinyu , maka diperlukan juga turunan fungsi
gelombangnya juga bersifat kontinyu dimananpun.

2.1.4 Potensial Tangga


Terdapat beberapa langkah-langkah yang perlu di ambil untuk
mendapatkan pemecahannya. Dalam bahasan ini kita akan mengambil E sebagai
energi total (yang tetap) dari partikel dan V0 sebagai nilai energy potensial
tetapnya.
Apabila E lebih besar dari pada V0, maka pemecahan persamaan Schrö
dingernya berbentuk
ψ ( x ) =A sin kx+ B cos kx (23)
Dimana
2m
k=
√ ħ2
( E−V 0 ) (24.a)

A dab B adalah dua tetapan yang dapat ditentukan dari syarat normalisasi
dan kekontinuan. Sebagai contoh, tinjau potensial tangga yang di perlihatkan
pada Gambar 5
V0

X=0

Gambar 5 Potensial tangga dengan tinggi V0

V ( x )=0 x <0
¿V0 x≥0
Jika E adalah energy total dan lebih besar dari pada V0, maka kita dengan
mudah dapat menuliskan pemecahan persamaan Schrödinger dalam kedua
daerah ini sebagai berikut :
2m
ψ 0 ( x ) =A sin k 0 x + B cos k 0 x k 0=
√ ħ2
x <0(24.a)

2m
ψ 1 ( x )= A sin k 1 x + B cos k 1 x k 1 =
√ ħ2
( E−V 0 ) x >0(24.b)

Hubungan antara keempat tetapan A,B,C,dan D dapat dicari dengan


menerapkan persyaratan bawa ψ ( x) dan ψ ' ( x )=dψ /dx haruslah kontinu pada

batas kedua daerah, jadiψ 0 (0)=ψ 1 (0), ψ '0 (0)=ψ '1(0). Pemecahan hanya
disketsakan pada gambar 5.12. Perhatikan bahwa penerapan syarat kekontinuan
menjamin peralihan mulus dari Gelombang yang satu ke yang lain pada titik
batas.
Sekali lagi, kita dapat menggunakan persamaan e iθ =cos θ+i sin θ untuk
mentransformasikan kedua pemecahan ini dari bentuk sinus dan kosinus ke
dalam bentuk kompleks, yakni :
ψ 0 ( x ) =A ' e i k x + B ' e−i k x
0 0
x <0 (25a)

ψ 1 ( x )=C ' ei k x + D ' e−i k x


1 1
x >0 (25b)
Apabilla ketergantungan pada waktu dimaksukkan dengan mengalikan
masing – masing suku dengan e−iωt , maka kita dapat menafsirkan masing –
masing gelombang ini. Ingatlah bahwa (kx −ωt) adalah fase Gelombang yang
bergerak dalam arah x positif, sedangkan (kx + ωt) adalah fase Gelombang yang
bergerak dalam arah x negative, dan bahwa kuadrat nilai mutlak dari tiap – tiap
koefisien memberikan intensitas dari komponen Gelombang yang bersangkutan.
Pada daerah x <0, persamaan menyatakan superposisi antara sebuah Gelombang
berintensitas | A '|2 yang bergerak dalam arah x positif (dari -∞ menuju 0)

dengan sebuah Gelombang berintensitas |B '|2 yang bergerak dalam arah x


negative. Andaikanlah kita maksudkan pemecahan ini menyatakan partikel –
partikel yang mulanya datang dari bagian sebelah kiri potensial. Maka | A '|2
memberikan intensitas Gelombang datang (atau lebih tepat lagi, gelomabng
deBroglie yang menytakan berkas partikel datang yang menyatakan berkas
partikel datang ) dan |B '|2 memberikan intensitas Gelombang pantul. Nisbah

|B '|2/| A '|2 memberikan fraksi intensitas Gelombang datang. Dalam daerah x >0,
Gelombang dengan intensitas |D '|2 yang bergerak dalam arah negative x tidak
dapat hadir jika partikel – partikelnya kita tembakan dari sebelah kiri, jadi untuk
situasi percobaan istimewa ini, kita dapat mengambil D’ sama dengan nol.
Dengan demikian intensitas Gelombang transmisi ini adalah |C ' |2.
Kita dapat menganalisis semua pemecahan di atas dari sudut pandang
energy kinetic. Pada daerah dimana energy kinetic partikel adalah terbesar,
momentum linear p= √ 2 mK atau pula menjadi yang terbesar, dan panjang
Gelombang deBroglie λ=h/ p akan menjadi yang terkecil. Jadi, panjang
Gelombang deBroglie dalam daerah x >0 lebih kecil dari pada yang di dalam
daerah x <0.
Apabila E lebih kecil dari pada V0, maka kita peroleh pemecahn berbeda :
ψ ( x ) =A e kx + B e−kx (26)
Dimana
2m
k=
√ ħ2
( V 0 −E ) (27)
Jika daerah pemecaan ini meliputi dari +∞ atau -∞, kita harus menjaga
agar ψ tidak menjadi takhingga dengan menggambil A atau B sama dengan nol,
jika daerahnya hanya mencakup koordinat x yang berhingga, hal ini tidak perlu
dilakukan.
Sebagai salah satu contohnya, jika dalam soal sebelumnya, E lebih kecil
dari pada V0, maka pemecahan bagi ψ 0 akan tetap, tetapi pemecahan ψ 1
menjadi
2m
ψ 1 ( x )=C e k x + D e−k
1 1 x
k 1=
√ ħ2
( V 0−E ) (28)

Sekali lagi, kita harus memastikan bahwa semua pemecahan ini


bersambung mulus pada batas – batas daerah berlaku masing – masingnya,
penerapan syaratbatas ini dilakukan seperti pada kasus sebelumnya. (Kita
mengambil C=0 agar menghindari ψ 1 ( x )menjadi takhingga bila x →+ ∞).
Pemecahan ini mengilustrikan suatu perbedaan penting antara mekanika
klasik dan kuantum. Secara klasik, partikelnya tidak pernah dapat ditemukan
pada daerah x >0, karena energy totalnya tidak cukup untuk melampaui
potensial tangga. Tetapi, mekanika kuantum memperkenankan fungsi
Gelombang, dank arena itu partikel, untuk menerobos masuk ke dalam daerah
terlarang klasik.
Rapat probabilitas dalam daerah x >0 adalah |ψ 1|², yang menurut
persamaan 5.56 adalah sebanding dengan e−2 k x . Jika kita definisikan jarak
1

terobosan Δ x sebagai jarak dari x=0 hingga ke titik dimana probabilitasnya


menurun menjadi 1/e, maka
e−2 k x =e−1
1

1 1 ħ
Δ x= = (29)
2 k 1 2 √ 2 m(v 0 −E)

Agar partikel dapat memasuki daerah x >0, ia harus sekurang – kurangnya


mendapat tambahan energy sebesar V0 – E agar dapat melampaui tangga
potensial, jadi ia harus memperoleh tambahan energy kinetic jika ia memasuki
daerah x >0. Tentu saja, ini melanggar kekekalan energy bila partikel
memperoleh sebarang tambahan energy secara tiba – tiba, tetapi menurut
hubungan ketidakpastian ΔΕ ∆ t ħ, kekekalan energy tidak berlaku pada selang
waktu yang lebih kecil dari pada ∆ t kecuai hingga suatu jumlah energy sebesar
ΔΕ ħ/∆ t. Artinya, jika partikel “meminjam” sejumlah energy ∆ E dan
“mengembalikan” dalam selang waktu Δt ħ/∆ E , maka kita sebagai pengamat
tetap percaya bahwa energy adalah kekal. Andaikanlah kita meminjam sejumlah
energy tertentu yang cukup untuk menyebabkan partikel memiliki suatu energy
kinetic K dalam daerah terlarang. Dengan energy tersebut, berapa jauhkah
partikel menembus daerah terlarang ini?
Energy “pinjaman” adalah (V0 - E) + K, suku (V0 – E) mengangkat
partikel ke puncak tangga dan suku sisa K memberikan geraknya. Energy harus
kita kembaikan dalam selang waktu
ħ
∆ t= (30)
V 0−E+ K
Karena partikel bergeraak dengan laju v = √ 2 K /m, maka jarak yang dapat
ditempuhnya adalah
1 2K ħ
∆ x=

2 m V 0 −E+ K
(31)

Dalam limit K→0, maka menurut persamaan (31) jarak terobos ∆ x


menuju nol, karena partikel memiliki kecepatan nol begitu pula ∆ x→0 dalam
limit K →∞, karena selang waktu tempuhnya ∆ t dapat dikatakan nol. Diantara
kedua limit ini, harus terdapat suatu nilai maksimum dari ∆ x untuk suatu nilai
K tertentu. Dengan mendiferensiasikan persamaan (31), maka nilai maksimum
ini dapat kita cari yaitu
1 ħ
∆ x maks=

2 2m(V ¿¿ 0−E)
¿ (32)

Nilai ∆ x ini identik dengan persamaan (29). Hasil ini memperlihatkan


bahwa penerobosan ke dalam daerah terlarang yang dibeikan oleh persamaan
Schrödnger sesuai dengan hubungan ketidakpastian. Apa yang sebenarnya kita
perlihatkan adalah bahwa persamaan Schrödnger memberikan taksiran yang
sama seperti yang diberikan oleh hubungan ketidakpastian Heisenberg.

2.1.5 Potensial Halang


Seperti yang diperlihatkan pada gambar (5).
V ( x )=0 x <0
¿V0 0≤ x≤a
¿0 x >a
Partikel dengan energy E yang lebih kecil dari pada V0 datang dari
sebelah kiri. Dari penaaman kita di depan, kita terdorong untuk memperkirakan
bahwa pemecahannya berbentuk seperti yang diperlihatkan pada gambar(7)
berbentuk sinus dalam daerah x <0, eksponensial dalam daerah 0 ≤ x ≤ a, dan
sinus kembali ke dalam daerah x >a. Intensitas Gelombang transmisi dapat
dicari dengan menerapkan secara tepat syarat – syarat kontinu, yang tidak akan
kita bahas disini, yang mana didapati bergantung pada energy partikel dan
tinggi serta lebar potensial haling. Secara klasik, partikel tidak pernah muncul di
x >a, karena tidak memiliki energy yang cukup untuk melewati halangan
potensial, situasi ini adalah contoh dari efek terobos halang (barrier
penetration), yang dalam mekanika kuantum seringkali disebut dengan nama
efek terowongan (tunneling). Partikel memang tidak pernah dapat diamati
berada dalam daerah terlarang klasik 0 ≤ x ≤ a, tetapi ia dapat “menerowong”
melalui daerah tersebut sehingga teramati pada daerah x >a.

Gambar 6 sebuah potensial halang dengan tinggi Vo dan lebar a.


Gambar 7

2.2 Kuantitasi Energi Partikel dalam Potensial Kotak 1 Dimensi


Sifat gelombang partikel bergerak mengarahkan pada konsekuensi yang jelas
jika partikel itu di batasi pada suatu daerah tertentu dalam ruang alih-alih dapat
bergerak bebas. Khusus yang tersederhana adalah suatu partikel yang terpantul bolak-
balik antara dinding kotak, seperti dalam gambar 8. kita akan menganggap bahwa
dinding kotak itu keras sekali, sehingga partikelnya tidak kehilangan energi setiap
kali partikel itu menumbuk dinding dan kecepatannya cukup kecil sehingga kita dapat
mengabaikan konsiderasi relativisti.
Gambar 8. Partikel tertangkap dalam
kotak yang lebarnya L

Dari pandangan gelombang, sebuah partikel yang terperangkap dalam kotak


adalah analog dengan gelombang berdiri pada tali yang dipentang antara dinding
kotak itu. Dalam kedua kasus itu variabel gelombang (pergeseran transevesal dari tali,
fungsi gelombang Ψ dari partikel bergerak) harus nol pada dinding, karena
gelombangnya berhentidi tempat itu. Panjang gelombang de Broglie yang mungkin
dari pertikel dalam kotak ditentukan oleh lebar kotak L, seperti dalam gambar (8).
2L
Ψ3 λ=
3
Gambar 9. Fungsi gelombang
partikel yang tertangkap dalam kotak
yang lebarnya L
Ψ2 λ=L

Ψ1
λ=2 L

Panjang gelombang yang terbesar ditentukan oleh λ=2 L , berikutnya oleh


λ=L , kemudian λ=2 L/3 , dan seterusnya. Rumusan yang umum untuk
gelombang yang diperbolehkan ialah
2L
λn =
(33) n n = 1, 2, 3,...... λ de Broglie partikel yang
tertangkap

Karena λ=h/mv , pembatasan pada panjang gelombang de Broglie yang


datang dari lebar ekuivalen (setera) dengan pembatasan pada momentum partikel,
atau pembatasan pada energi kinetik. Sebuah partikel bermomentum mv ialah :
2
1 ( mv )
K= mv 2 =
2 2m
Karena λ=h/mv , mv=h/ λ dan
2
h
K=
(34) 2 mλ 2
Panjang gelombang yang diijinkan ialah λn =2 L/n , dan karena partikel itu
tidak memiliki energi potensial dalam model ini, maka energi yang bisa dimilikinya
ialah:
2 2
nh
En =
(35) 8 mL2 n = 1, 2, 3,...... Partikel dalam
kotak
Setiap energi yang diijinkan disebut tingkat energi, dan bilangan bulat n yang

memberi spesifikasi tingkat energi En disebut bilangan kuantum.. Sebuah partikel


dalam tampak berdinding tegar merupakan suatu contoh yang dibuat-buat.
Kuantitasi energi yang didapatkan :
Sebuah partikel yang terperangkap dalam suatu daerah ruang, walaupun daerah
itu tidak memiliki batas yang terdefinisikan secara baik, hanya dapat memiliki energi
tertentu saja. Secara eksak berapa besar energi ini, bergantung dari pada massa
partikel dan perincian bagaimana terperangkapnya.
Partikel yang terperangkap tidak boleh memiliki energi nol. Jika E=0, maka

Ψ =0 disetiap tempat dalam kotak itu, ini berarti kerapatan peluang |Ψ|2=0
yang berarti partikel tidak terdapat dalam kotak itu. Eksklusi (peniadaan) E=0 sebagai
harga yang diijinkan untuk energi partikel yang terperangkap, seperti juga
pembatasan energi E menjadi sekelompok harga yang diskrit merupakan suatu hasil
yang tidak kita dapatkan dalam mekanika klasik : di sini setiap energi termasuk nol di
izinkan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Berikut persamaan Schrodinger untuk beberapa potensial 1 dimensi:
a. Potensial nol (partikel bebas);
b. Partikel dalam sumur potensial;
c. Pertikel dalam sumuran (dinding pembatas);
d. Potensial tangga;
e. Potensial halang.

2. Kuantitasi energi partikel dalam potensial kotak 1 dimensi:


“Sebuah partikel yang terperangkap dalam suatu daerah ruang, walaupun daerah
itu tidak memiliki batas yang terdefinisikan secara baik, hanya dapat memiliki
energi tertentu saja. Secara eksak berapa besar energi ini, bergantung dari pada
massa partikel dan perincian bagaimana terperangkapnya”.
Daftar Pustaka

Anonim. 2004. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29984/4/Chapter


%20II.pdf.. Diakses pada: 26 Oktober 2016
Santika. 2005. Persamaan Schrodiger. http://santikadewip9.weebly.com/uploads
/1/9/6/5/19655753/persamaan_schrodinger.docx. Diakses pada: 26
Oktober 2016
Sudaryn. 2013. Persamaan Gelombang Schrodinger. https://sudaryn.files.wordpress.
com /2013/08/i-3-persamaan-gelombang-schrodinger.pdf. Diakses pada:
26 Oktober 2016
Yahya. 2010. Pertikel Dalam Kotak. https://fisikakuantum.files.wordpress.com/.../5-
difraksipartikel-dalam-kotak-dan-prinsip-. Diakses pada: 26 Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai