Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jeruk (Citrus),

Jeruk adalah tanaman hortikultura komoditas buah-buahan yang digemari oleh


banyak masyarakat dan dapat dikonsumsi dalam kondisi segar maupun yang sudah
diolah. Produksi buah jeruk di Indonesia terutama di Bali sendiri cukup tinggi, dimana
untuk data produksi buah jeruk tersebut selama 3 tahun terakhir yaitu tahun 2018-2020
dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Badan Pusat Statistik Bali, 2020).

Tabel 2.1 Data produksi buah jeruk di Indoensia dan Bali tahun 2018-2020

Data Produksi Buah Jeruk (ton)


No Keterangan
2018 2019 2020

1 Indonesia 2.510.442 2.563.490 2.772.952

2 Bali 225.585 349.775 490.392

Salah satu jenis jeruk yang dikembangkan di Indonesia dan banyak disukai oleh
masyarakat adalah jenis jeruk manis. Jeruk manis dapat disebut juga sebagai jeruk iris,
hal ini dikarenakan kulit dari jeruk manis yang tidak mudah untuk dikupas. Jenis-jenis
jeruk manis yang terdapat di Indonesia adalah jeruk manis Pacitan, jeruk manis Taji,
jeruk manis Kisar, jeruk pusar (Navel) dan jeruk Valencia (Aminuddin Fajar, 2019).
Salah satu jenis jeruk manis yang dibudidayakan di Kintamani Bali adalah jenis pusar
(Navel) dan Valencia. Adapun taksonomi, morfologi, habitat dan penyebaran dari jeruk
manis (Citrus sinensis), yaitu sebagai berikut.

2.1.1 Taksonomi Jeruk Manis (Citrus sinensis)

Taksonomi dari tanaman Citrus sinensis (Steenis, 2006) yakni sebagaii berikuti:

7
8

Kindom : Plantaei

Sub-kingdom : Tracheobiontai
Superdivisioo : Spermatophytaii
Divisioo : Magnoliophytai
Kelass : Magnoliopsidsia
Sub-kelass : Rosidae
Ordoo : Sapindales
Familiaa : Rutaceae
Genuss : Citrus L.
Spesiess : Citrus sinensis (L.) Osbeckk

Gambar 2.1 Buah jeruk manis

2.1.2 Morfologi Jeruk Manis (Citrus sinensis),

Jeruk manis (Citrus sinensis) memiliki ukuran untuk batang pohon yang dapat
mencapai ketinggian berkisar 9-10 m, dengan duri besar di dahannya. Tanaman ini
bercabang banyak serta memiliki daun yang bersayap dengan ukuran lebih kecil dari
daun (Martasari, 2017) selain itupula helaian daun jeruk manis ini berbentuk bulat telur
dengan ukuran daun yakni lebih kecil dibandingkan dengan daun jeruk pamelo
(Andayani, 2016) serta tulang daun jeruk manis yang berselang seling. Morfologi
9

bunga dari jeruk manis yakni memiliki ukuran bunga yang kecil, dengan panjang petal
11,5 - 21,6 mm dan lebar petal 5,25 - 9,63 mm (Andayani, 2016).

Ukuran buah dari jeruk manis yakni ada yang berukuran sedang hingga besar,
buah jeruk manis dapat berbentuk bulat maupun bulat telur dengan diameter buah
berkisar 7,2 - 10,3 cm serta berat rata-rata yakni 190 - 497 gram. Tipe dari buah jeruk
manis ini adalah sukar dikupas karena memiliki kulit yang cukup tebal dengan
ketebalan berkisar 6,2 - 7,75 mm. Kerekatan daging buah dengan kulitnya cukup kuat
yang membuat jeruk ini sulit untuk dikupas, rata-rata warna daging jeruk manis ini
adalah kuning ataupun oranye serta adapula beberapa varietas yang memiliki warna
buah merah dengan jumlah biji 5 - 19 dan ada juga yang tanpa biji dengan brix 9 - 14%
(Andayani, 2016). Untuk warna dari kulit buahnya jika matang adalah oranye atau
kuning atau kuning kehijauan (Etebu & Nwauzoma, 2014).

Secara anatomis, buah jeruk manis terdiri dari dua daerah yang berbeda yakni
epicarp atau bisa disebut kulit dan juga endocarp atau biasa disebut pulp (bagian buah
jeruk yang dapat dimakan/butiran). Kerekatan antara epicarp dengan endocarp yakni
kuat dan sukar untuk dikupas. Pada kulit jeruk manis tersusun dari epidermis lilin
epicuticular dengan banyak kelenjar minyak aromatik kecil yang dapat memberikannya
bau (Favela-Hernández et al., 2016). Kerekatan juring dari buah jeruk manis ini cukup
kuat dan juringnya juga sukar untuk dilepas. Ukuran dari biji buah jeruk manis ini
cukup besar dengan berat antara 0,2 gram hingga 0,3 gram serta pada bijinya terdapat
monoembrioni dengan kotiledon putih (Martasari, 2017). Karakter khusus pada buah
jenis jeruk manis ini adalah sebagian varietasnya memiliki navel (pusar) pada bagian
dasar buah.
10

Gambar 2.2 Pohon jeruk manis (Citrus sinensis)

2.1.3 Habitat dan Penyebaran Jeruk Manis (Citrus sinensis)

Buah jeruk manis (Citrus sinensis) termasuk dalam famili Rutaceae yang
memiliki sekitar 1700 spesies yang banyak ditemukan di negara tropis, subtropis dan
dareah beriklim hangat, salah satunya di Indonesia (Franco-Vega et al., 2016). Untuk
wilayah Indonesia buah jeruk manis banyak dijumpai di daerah Jawa, Sumatra dan
Bali. Untuk kualitas dari buah jeruk di Indonesia dengan buah jeruk dari negara lain
tentunya berbeda, hal ini dikarenakan perbedaan dari letak geografis maupun faktor
iklim dari daerah Indonesia dan luar negeri yang tentu berbeda, sehingga hal itulah
yang mempengaruhi kualitas dari jeruk manis tersebut. Adapun habitat dari tanaman
jeruk manis ini adalah tegak dan menyebar.

2.1.4 Kulit Jeruk Manis,(Citrus sinensis)

Bagian utama buah jeruk manis (Citrus sinensis) dari luar hingga ke dalam
terdiri dari kulit, segmen-segmen dan core. Umumnya kulit jeruk jarang dimanfaatkan
oleh masyarakat karena kulit jeruk hanya dibuang sebagai limbah. Padahal jika diolah
atau diteliti dapat memberikan manfaat yang cukup banyak, baik itu untuk kesehatan,
makanan ataupun kosmetik. Penyusun kulit jeruk adalah flavedo, kelenjar minyak,
11

albedo dan ikatan pembuluh. Untuk flavedo terletak dibawah epidermis dengan
memiliki ciri yaitu adanya warna hijau, kuning ataupun oranye yang khas. Pada flavedo
terdapat pigmen yaitu kloroplos dan karetenoid, selain itu flavedo sangat halus dan
rapuh mengandung vesikel oliferous dibagian dalam yang dapat dikumpulkan dengan
cara menggores pada lapisan flavedo itu sendiri (Etebu & Nwauzoma, 2014).

Albedo adalah jaringan yang berhubungan dengan core dan terletak dibagian
bawah flavedo terdiri dari sel-sel yang menyerupai tubular. Albedo ini kaya akan
flavonoid, dan juga memiliki rasa yang pahit (Etebu & Nwauzoma, 2014). Adapun
senyawa flavonoid yang terdapat pada albedo seperti hesperitin, nariginin dan limonin
yang cukup banyak, senyawa – senyawa inilah yang memberikan rasa pahit pada
albedo. Segmen yang dimiliki oleh kulit buah jeruk manis adalah segmen yang
menyatu satu sama lain sehingga sulit untuk dipisahkan.

2.2 Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

Pada kulit buah jeruk manis terkandung minyak atsiri, dimana minyak atsiri
merupakan metabolit sekunder yang didapatkan dari tanaman. Pada minyak atsiri ini
terkandung senyawa berbasis karbon dan hidrogen yang berbeda dan biasa disebut
dengan terpen atau hidrokarbon. Sebagian besar minyak atsiri dengan genus Citrus
umumnya mengandung senyawa terpen (monoterpen dan seskuiterpen), turunan
hidrokarbon teroksigenasi dan hidrokarbon aromatik (Wulandari et al., 2015). Pada
minyak atsiri terkandung senyawa golongan terpen seperti monoterpen dan
seskuiterpen. Minyak atsiri umumnya dapat larut pada pelarut organik maupun pelarut
nonpolar. Dalam suhu ruangan wujud dari minyak atsiri ini berupa cairan yang kental.
Minyak atsiri yang masih bercampur dengan zat yang mudah menguap dapat
dipisahkan dengan cara membuka kelenjar minyak sebanyak-banyaknya (Munawaroh
& Handayani, 2010).

Di wilayah Indonesia sendiri cukup mudah ditemukan tanaman penghasil minyak


atsiri, hal tersebut dikarenakan wilayah Indonesia memiliki iklim yang tropis
12

(Wulandari et al., 2015). Untuk karakteristik dari minyak atsiri yang memiliki kualitas
bagus dapat dilihat dari beberapa parameter, dimana parameter tersebut diantara
lainnya adalah yield, densitas, indeks bias, aroma dan warna dari minyak atsiri.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan komposisi dan
kandungan kimia pada minyak atsiri seperti letak wilayah geografis atau daerah asal
dari tanaman tersebut ditanam. Metode isolasi juga dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi komposisi dan kandungan kimia pada minyak atsiri berbeda, hal ini
dikarenakan adanya perbedaan mekanisme pada isolasi yang digunakan untuk
mendapatkan minyak atsiri.

Parameter rendemen merupakan perbandingan dari jumlah minyak atsiri yang


diperoleh dari suatu proses ekstraksi tanaman aromatik, dimana jika rendemen yang
diperoleh nilainya tinggi maka menandakan bahwa minyak atsiri yang dihasilkan
banyak. Untuk parameter rendemen dari minyak atsiri kulit jeruk manis (Citrus
sinensis) yang diletiti oleh (Kurniawan et al., 2008) terkait minyak atsiri kulit jeruk
manis dengan metode distilasi uap air memiliki nilai rendemen sebesar 1,84% dan
untuk penelitian yang dilakukan oleh (Deasy & Dewi, 2019) terkait minyak atsiri yang
diisolasi dengan metode maserasi memiliki nilai rendemen sebesar 25%.

Parameter selanjutnya adalah densitas dan indeks bias dimana kedua parameter
fisik ini berguna dalam hal identifikasi dan mengetahui keaslian dari minyak atsiri.
Pada penelitiaan yang dilakukan oleh (Ghulam Mustafa Kamal et al., 2013)
menyatakan untuk minyak atsiri kulit jeruk manis yang diteliti dengan metode
hidrodistilasi memiliki parameter densitas yakni 0,815 g/mL sedangkan indeks biasnya
yakni 1,4631. Adapun komponen kimia utama yang teridentifikasi untuk kedua
parameter ini yaitu β-mirsen, limonena, linalool, dekanal dan valencene. Pada
penelitian (Edogbanya et al., 2019) terkait minyak atsiri yang diisolasi dengan metode
maserasi memiliki parameter desitas sebesar 0,67 g/mL, sedangkan pada penelitian
(Kurniawan et al., 2008) terkait minyak kulit jeruk manis yang diisolasi dengan distilasi
uap memiliki parameter densitas 0,8457 g/mL dan indeks biasnya adalah 1,467.
13

Parameter aroma dan warna merupakan parameter yang penting juga karena dari
parameter ini dapat digunakan untuk menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri
(Cahyati et al., 2008). Umumnya warna dari minyak atsiri kulit jeruk adalah tidak
berwarna atau kekuning-kuningan dan aromanya juga khas, dimana aroma yang khas
ini didapatkan dari senyawa limonena (Cahyati et al., 2008). Limonena termasuk
senyawa penyusun terbesar pada minyak atsiri kulit jeruk, dimana limonena merupakan
hidrokarbon monoterpen (C10H16), selain limonena adapula yang termasuk
hidrokarbon monoterpen yakni mirsen, β-pinena, γ-terpinena, α-pinena, δ-3-karen.
Sedangkan yang termasuk hidrokarbon seskuiterpen (C15H24), diantaranya yakni β-
kariofilen, α-farnesen, β-elemena dan germakren-D. Terakhir adalah senyawa
teroksigenasi yakni dekanal, linalool, α-terpineol, karvon dan 4-terpineol. Adapun
kandungan dari beberapa metabolit sekunder pada minyak kulit jeruk manis tersebut,
menurut penelitian yang dilakukan oleh (Tao et al., 2009) disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Komponen minyak atsiri kulit jeruk manis yang diperoleh dari China

Kandungan
No. Senyawa
Kimia (%)
1. Limonena 77,49
2. Mirsen 6,27
3. β-Pinena 0,41
4. γ-Terpinena 3,34
5. α-Pinena 1,49
6. δ-3-Karen 0,69
7. β-Kariofilen 0,21
8. α-Farnesen 3,64
9. β-Elemena 0,17
10. Germakren-D 0,27
11. Dekanal 0,11
12. Linalool 0,28
14

13. α-Terpineol 0,14


14. Karvon 0,17
15. 4-Terpineol 0,43

Dari komponen tersebut, dapat dilihat bahwa benar senyawa limonena yang
memiliki kandungan yang besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang lainnya.
Adapun struktur dari senyawa limonena yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.3 Struktur senyawa d-limonena

Minyak atsiri kulit jeruk dapat digunakan sebagai fragrance agent atau
flavouring yang umumnya dimanfaatkan pada berbagai industri, seperti industri
kosmetik digunakan sebagai bahan untuk pembuat parfum, sabun, shampo, hand body,
body scrub. Pada industri makanan dan minuman, minyak atsiri ini dapat digunakan
sebagai penambah citra rasa, untuk industri kesehatan atau farmasi, minyak atsiri dapat
digunakan sebagai obat-obatan, pembersih atau sterilisasi peralatan medis,
handsainitizer, perawatan kanker, antioksidan, antibiotik (antibakterial). Industri lain
pun juga menggunakan minyak atsiri ini sebagai pewangi pel, pengharum ruangan,
aromaterapi, pembasmi serangga (larvasida) dan lain sebagainya.
15

2.3 Aktivitas Biologi

Minyak atsiri telah lama dikenal memiliki beberapa aktivitas biologi, dimana
adanya aktivitas biologi ini dapat disebabkan dari kandungan senyawa yang terdapat
pada minyak atsiri tersebut. Umumnya dari kandungan senyawa tersebut yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi jenis aktivitas biologi apa saja yang terdapat pada
minyak atsiri. Dengan adanya aktivitas biologi pada minyak atsiri ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi manusia, karena minyak atsiri ini sendiri tergolong aman karena dapat
diperoleh dari tanaman. Adapun jenis-jenis dari aktivitas biologi yang umumnya
terdapat pada minyak atsiri yaitu antioksidan, antibakteri dan larvasida. Antioksidan
bagi manusia sendiri dapat dimanfaatkan dalam hal menangkal terjadinya radikal bebas
di dalam tubuh, antibakteri di kehidupan masyarakat dapat dimanfaatkan sebagai
antiseptik ataupun pengawet dalam makanan, dan untuk larvasida sendiri dapat
dimanfaatkan dalam hal mengatasi jentik nyamuk. Terkait penjelasan dari masing-
masing aktivitas biologi tersebut, disajikan sebagai berikut :

2.3.1 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang memiliki kemampuan dalam mencegah


kerusakan jaringan oleh radikal bebas, dimana pencegahan ini dapat dilakukan dengan
menyumbangkan elektron yang mampu mengikat radikal bebas dan mengakhiri reaksi
berantai dari radikal bebas tersebut. Pada antioksidan suatu penghambatan reaksi
oksidasi dapat dilakukan dengan mengikat molekul radikal bebas yang bersifat cukup
reaktif, sehingga mengakibatkan kerusakan pada sel yang dihambat tersebut (Winarsi,
2007). Pertahanan antioksidan baik eksogen maupun endogen hadir untuk melindungi
komposisi seluler dari kerusakan akibat dari radikal bebas, dimana antioksidan ini
terbagi menjadi tiga kelompok utama, yakni enzim antioksidan, antioksidan pemecah
rantai dan protein pengikat logam transisi (Young & Woodside, 2001). Senyawa
antioksidan juga berperan penting dalam hal kesehatan terutama dalam mengurangi
resiko terjadinya penyakit kronis. Umumnya kandungan antioksidan alami yang ada
pada kulit jeruk lebih banyak dibandingkan dengan yang ada di buahnya. Senyawa
16

limonena pada minyak atsiri kulit jeruk manis dapat membantu dalam hal mengurangi
kerusakan sel akibat adanya aktivitas radikal bebas. Selain senyawa limonena, pada
minyak kulit jeruk manis juga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi karena adanya
senyawa fenolik golongan flavonoid (Liew et al., 2018).

Aktivitas ini dapat ditentukan dengan metode DPPH. Dengan metode ini
kapasitas penangkal radikal bebas dari minyak atsiri dapat diukur. Metode ini sangat
sederhana, cepat dan hanya menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit. Prinsip
kerja dari aktivitas antioksidan ini adalah berubahnya warna yaitu dari ungu menjadi
kuning karena adanya elektron yang tidak berpasangan yang dimiliki oleh radikal
bebas. Berubahnya warna ungu menjadi kuning ini disebabkan oleh reaksi dari
pendonoran salah satu atom hidrogen pada senyawa yang terkandung pada sampel
kepada senyawa DPPH, dimana dari reaksi inilah yang mengakibatkan terbentuknya
senyawa difenil pikril hidrazin. Adapun reaksi dari perubahan warna ini yaitu sebagai
berikut :

Gambar 2.4 Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan (Afrianti et al.,
2010)

Penelitian yang dilakukan oleh (Ghulam Mustafa Kamal et al., 2013) terkait uji
aktivitas antioksidan pada minyak atsiri kulit jeruk manis (Citrus sinensis), menyatakan
bahwa minyak atsiri kulit jeruk manis memiliki nilai aktivitas antioksidan tertinggi
dibandingkan dengan Citrus reticulate dan Citrus paradisii dengan perolehan nilai
17

aktivitas penghambatan sebesar 14,05 ppm. Konsentrasi yang mampu merendam 50%
dari radikal bebas DPPH disebut dengan IC50, dimana jika nilai nilai IC50 yang
dihasilkan kecil menunjukkan bahwa aktivitas antioksidannya akan semakin besar
(Widyasanti et al., 2016). Adapun kategori dari nilai IC50 pada aktivitas antioksidan
disajikan pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Kategori nilai IC50 aktivitas antioksidan (Sahala & Soegihardjo, 2012)

IC50 Kekuatan antioksidan


< 50 Sangat kuat
50-100 Kuat
101-150 Sedang
>150 Lemah

2.3.2 Antibakteri

Antibakteri merupakan agen yang bertugas untuk mengganggu pertumbuhan dan


reproduksi dari bakteri. Sediaan antibakteri umumnya berupa antibiotik, dimana suatu
penyakit yang diakibatkan oleh bakteri dapat disembuhkan dengan menggunakan
antibiotik ini. Adapun mekanisme kerja dari antibakteri yaitu dengan merusak atau
menghancurkan dinding sel bakteri hingga bakteri tersebut mati, selain itu mekanisme
kerja dari antibakteri juga dapat dilakukan dengan menghentikan kerja dari enzim dan
asam nukleat yang terdapat pada dinding sel bakteri. Metode uji yang umumnya dapat
digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas antibakteri pada minyak atsiri kulit jeruk
manis adalah metode difusi agar cakram (Obero et al., 2019).

Metode difusi cakram merupakan metode yang cukup mudah dan sederhana,
dimana dengan metode ini suatu aktivitas antibakteri dapat diketahui dengan melihat
ada atau tidaknya zona hambat pertumbuhan mikroorganisme yang terbentuk pada
permukaan media agar (Tao et al., 2009). Zona hambat dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti konsentrasi dari bakteri uji terhadap permukaan media,
18

ketebalan dari media uji dan nilai pH pada media uji. Adapun kategori untuk zona
hambat dan daya hambat disajikan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Kategori zona hambat (Susanto & Rega, 2012)

Diameter Kekuatan zona hambat


≤ 5 mm Lemah
6-10 mm Sedang
11-20 mm Kuat
≥ 21 mm Sangat Kuat

Terdapat beberapa komponen kimia yang terkandung dalam minyak atsiri kulit
jeruk manis yang bisa memberikan efek aktivitas antibakteri, seperti senyawa
limonena. Limonena merupakan senyawa terbesar penyusun minyak atsiri kulit jeruk
manis yang bisa memberikan efek antibakteri, selain itu juga ada flavonoid, terpenoid
dan saponin (Obero et al., 2019). Limonena dapat digunakan sebagai antibakteri karena
senyawa ini dapat merusak dinding sel dan struktur DNA dari bakteri sehingga
mengganggu kerja kekuatan proton dan transport aktif yang terdapat pada membran
sitoplasma bakteri (Patricia & Mahatmanti, 2019). Menurut penelitian yang dilakukan
oleh (Kademi & Garba, 2017), minyak atsiri kulit jeruk manis memiliki aktivitas
antimikroba yang kuat terhadap beberapa mikroorganisme yang penting secara medis,
yaitu bakteri gram positif (S. aureus dan E. feacalis) dan bakteri gram negatif (E.coli
dan P. aeruginosa) dan jamur (C. albicans), dengan konsentrasi penghambatan
minimum (MIC) yakni 1,65-422 mg/mL dengan menggunakan uji difusi cakram.

2.3.3 Larvasida

Larvasida merupakan agen yang digunakan untuk membunuh larva, salah satu
penggunaanya adalah untuk melawan nyamuk atau serangga. Cara kerja dari larvasida
ini adalah dengan mengganggu siklus pertumbuhan dari larva serangga dan mencegah
19

perkembangan diluar tahap pupa. Senyawa limonena yang terdapat pada minyak atsiri
kulit jeruk manis terbukti memiliki aktivitas sebagai repelan alami (Nerio et al., 2010).
Repelan merupakan suatu bahan yang dikategorikan aman dan dapat digunakan dalam
hal mencegah atau mengusir nyamuk. Dimana untuk manusia dan lingkungan sendiri
repelan ini aman karena umumnya produk ini berasal dari bahan alami, seperti minyak
atsiri. Minyak atsiri kulit jeruk manis dapat dimanfaatkan sebagai larvasida karena
pada minyak atsiri ini ditemukan senyawa monoterpen dan seskuiterpen yang sudah
terbukti dapat digunakan untuk memberantas larva nyamuk maupun serangga lainnya
serta memiliki khasiat yang baik dan ramah lingkungan. Sehingga dengan kehadiran
bahan yang lebih alami dalam mengatasi masalah larva nyamuk dan serangga,
penggunaan pengusir larva yang berbahan kimia sintesis bisa berkurang.

Metode yang digunakan dalam penentuan aktivitas larvasida pada minyak atsiri
menurut penelitian yang dilakukan oleh (El-Akhal et al., 2015) adalah metode standar
yang terinspirasi dari protokol Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dimana dilakukan
pengamatan dan perhitungan pada kematian larva hingga 24 jam kemudian LC50 dan
LC90 dapat dihitung. Pada penelitian ini menyatakan bahwa minyak atsiri kulit jeruk
manis memiliki sifat larvasida yang bagus, sehingga minyak atsiri yang diisolasi dari
tanaman jeruk berpotensi dapat digunakan sebagai pendekatan insektisida yang ramah
lingkungan. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Nurhaifah & Sukesi, 2015) hampir
serupa dengan metode pengamatan dan perhitungan pada kematian larva, yang
membedakan hanya pada bagian LC50 dan LT50 yang dihitung. LC50 merupakan
konsentrasi yang dapat mengakibatkan kematian 50% larva yang di uji pada
pengamatan tertentu dan LT50 adalah waktu (jam) yang diperlukan dalam mematikan
50% larva uji. Semakin rendah nilai LC50 suatu larvasida alami maka efektivitas dari
larvasida tersebut akan semakin baik, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi jumlah
dari bahan baku yang digunakan akan semakin sedikit.
20

2.4 Metode Isolasi Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

2.4.1 Ekstraksi Pelarut

Ekstraksi merupakan metode pemisahan dari suatu sampel untuk mendapatkan


ekstrak murninya berdasarkan dengan perbedaan kelarutannya (Amelinda et al., 2018).
Ekstraksi pelarut selalu menjadi proses yang paling umum digunakan pada skala
industri untuk mendapatkan minyak atsiri (Prado et al., 2015). Prinsip dari ekstraksi
pelarut adalah suatu senyawa dapat terikat dan terlarut pada saat proses ekstraksi karena
didasarkan oleh sifat kelarutannya dalam suatu pelarut. Kelebihan dari ekstraksi pelarut
adalah alat yang digunakan cukup sederhana, biaya relatif rendah sedangkan
kelemahannya adalah prosesnya cukup lama, membutuhkan waktu beberapa hari.
Selain itupula ekstraksi sangat mudah, karena pelarut menyediakan pembawa fisik
untuk mentransfer molekul antara fase yang berbeda yaitu padat, cair dan uap. Faktor-
faktor yang penting dalam proses ekstraksi adalah ukuran partikel, jenis pelarut, suhu
dan jumlah sampel (Prado et al., 2015). Salah satu contoh ekstraksi pelarut yang dapat
digunakan untuk mendapatkan minyak atsiri dari suatu tanaman adalah ekstraksi
dengan metode maserasi, ekstraksi jenis ini merupakan ekstraksi cara dingin, dimana
metode ini dilakukan tanpa pemanasan.

Maserasi merupakan proses ekstraksi yang cukup sederhana dan cukup banyak
digunakan dalam penelitian skala kecil maupun skala industri (Amelinda et al., 2018).
Metode maserasi ini dapat dilakukan dengan melakukan pengocokan atau pengadukan
secara berkala pada suhu ruangan. Dalam proses maserasi ini, bahan yang berbentuk
padatan ditempatkan di dalam bejana atau botol gelap tertutup dan selanjutnya pelarut
dapat ditambahkan. Bejana atau botol tertutup yang sudah berisikan sampel dan pelarut
tersebut kemudian didiamkan selama beberapa waktu, umumnya proses maserasi
berlangsung selama 3 × 24 jam dan sesekali dilakukan pengadukan pada sampel. Proses
maserasi ini hanya terjadi sesuai dengan difusi molekuler, dimana setelah waktu yang
diinginkan maka cairan tersebut dapat disaring. Bahan tanaman yang akan dimaserasi
sebelumnya harus sudah dipotong kecil-kecil dan kemudian dibuat dalam bentuk
21

serbuk kasar, tujuannya adalah untuk meningkatkan kontak yang baik antara pelarut
dengan bahan tanaman yang diekstraksi (Rasul, 2018), selain itu potongannya tidak
boleh terlalu besar juga, hal ini dikarenakan dapat mengakibatkan pelarut tidak akan
bisa menembus sel paling dalam.

Keuntungan dari maserasi ini adalah tidak perlu dilakukan pemanasan sehingga
kecil kemungkinan bahan alam tidak mengalami kerusakan atau terurai (Susanty &
Bachmid, 2016), proses maserasi sangat hemat energi dan metode yang cukup murah.
Kekurangan dari maserasi adalah waktu yang diperlukan untuk proses ini cukup lama
yakni 3 × 24 jam serta memerlukan pelarut yang cukup banyak. Untuk waktu maserasi
sendiri dapat mempengaruhi senyawa yang terdapat pada bahan alam, karena semakin
tepat waktu maserasinya maka senyawa yang dihasilkan pun semakin optimal. Adapun
hukum yang menjelaskan fenomena yang terjadi pada pemisahan dengan
menggunakan metode ekstraksi pelarut adalah hukum distribusi atau hukum partisi,
dimana bunyi dari hukum ini adalah “Suatu solut dapat terdistribusi diantara dua
pelarut yang tidak saling bercampur dan perbandingan konsentrasi dari solut tersebut
dapat berharga tetap pada suhu tetap jika dalam keadaaan yang setimbang”.

2.4.2 Distilasi Uap Air

Distilasi uap air adalah metode yang proses ekstraksinya dibantu oleh uap air dan
tidak menggunakan pelarut. Distilasi uap air sendiri dikenal sebagai metode utama
dalam proses pembuatan minyak atsiri dan wewangian (Berk, 2018). Selain itu distilasi
uap air bisa dikatakan sebagai proses pemisahan untuk bahan yang peka terhadap suhu
seperti minyak, resin dan hidrokarbon yang mudah terurai pada air. Prinsip dasar dari
distilasi uap air adalah campuran komponen kimia yang terdapat pada sampel
didistilasi dibawah titik didih dari masing-masing campuran komponen kimianya
(Asfiyah & Supaya, 2020).

Pada distilasi uap air, suatu campuran komponen kimia yang mempunyai titik
didih yang besar dapat dipisahkan dengan mengalirkan uap kedalamnya. Keunggulan
22

dari distilasi uap air adalah menghasilkan produk yang bebas pelarut organik, titik didih
yang lebih rendah mengurangi dekomposisi senyawa yang sensitif terhadap suhu, tidak
merusak komponen kimia yang terdapat pada minyak atsiri dan biaya peralatannya
cukup murah. Kekurangan dari distilasi uap air adalah tidak dapat digunakan untuk
menyaring senyawa yang mudah rusak oleh panas uap air dan pada prosesnya
memerlukan waktu distilasi yang lama jika ingin memperoleh hasil yang banyak

Umumnya senyawa pada minyak atsiri memiliki titik didih yang cukup tinggi
yaitu berkisar dari 200oC atau lebih. Tetapi dengan terdapatnya uap air pada proses ini
maka senyawa minyak atsiri akan mudah menguap pada titik didih air (100oC). Pada
proses ini, uap air dapat mendorong sel-sel pada jaringan tanaman yang mengandung
minyak atsiri, sehingga dapat membuka dan membebaskan komponen kimia volatil di
dalamnya. Distilasi uap air sendiri dapat dikombinasikan dengan metode ekstraksi
lainnya seperti microwave dan ultrasonik untuk meningkatkan efisiensi. Kombinasi
metode ini dapat memberikan kinetika ekstraksi lebih cepat dengan biaya yang lebih
rendah (Farhat et al., 2011). Adapun hukum yang menjelaskan fenomena yang terjadi
pada pemisahan dengan menggunakan metode distilasi uap air adalah Hukum Raoult,
dimana bunyi dari hukum tersebut adalah “Tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh
tekanan uap pelarut dan fraksi mol zat terlarut yang terkandung dalam larutan tersebut”.
Adapun penjelasan dari bunyi hukum Raoult yakni uap air yang sudah dialirkan ke
dalam labu yang sudah berisikan komponen kimia yang akan dimurnikan,
dimaksudkan untuk menurunkan titik didih dari komponen kimia tersebut, karena titik
didih suatu campuran lebih rendah dari pada titik didih komponen-komponennya.
Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Patm = P +P

= = =

=
23

2.5 Hasil Penelitian yang Relevan

Untuk mendukung permasalahan yang diangkat pada penelitian ini, maka peneliti
berusaha mencari beberapa penelitian yang berkaitan dengan minyak atsiri kulit jeruk
manis (Citrus sinensis). Adapaun beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah :

Pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh (Singh et al., 2010), dimana pada
penelitian ini, komponen kimia terbesar penyusun minyak atsiri kulit jeruk manis yang
didapatkan adalah α-limonena sebesar 90,66%, selain itu terdapat senyawa β-mirsen
sebesar 1,71%, α-pinena sebesar 0,36%, oktanal 0,43%, dan masih banyak lainnya.
Dengan komponen kimia yang didapatkan tersebut, maka untuk aktivitas antioksidan
minyak atsiri kulit jeruk manis pada penelitian ini menunjukkan aktivitas antioksidan
sebagai pemulangan radikal berdasarkan nilai IC50 yaitu 9,45 ppm. Minyak dari kulit
jeruk manis ini dapat di rekomendasikan sebagai antimikroba berbasis tanaman yang
aman serta antioksidan untuk meningkatkan umur simpan dari komoditas pangan.

Kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh (Ghulam Mustafa Kamal et al.,
2013). Pada penelitian ini, nilai yield dari minyak atsiri kulit Citrus sinensis adalah
0,24% sedangkan untuk nilai aktivitas antioksidannya adalah 14,05 ppm. Untuk
aktivitas antioksidan yang diperoleh menunjukkan aktivitas pemulangan paling radikal
atau termasuk kategori sangat kuat karena nilai IC50 menunjukkan < 50. Untuk senyawa
utama yang terdeteksi pada minyak atsiri kulit jeruk pada penelitian ini dengan
kandungan > 1 % adalah β-mirsen, limonena, linalool, dekanal dan valencene.

Ketiga adalah penelitian oleh (El-Akhal et al., 2015), pada penelitian ini
menyatakan bahwa minyak atsiri kulit Citrus sinensis memiliki sifat larvasida yang
luar biasa. Metode yang digunakan adalah metode standar Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), dengan mengamati dan menghitung kematian larva nyamuk setelah 24 jam
24

yang selanjutnya dilakukan penghitungan nilai LC50 dan LC90. Nilai ekstrak minyak
atsiri jeruk manis terhadap larva Anopheles labranchiae memberikan nilai LC50 yakni
77,55 mg/L dan LC90 yakni 351,36 mg/L. Hasil ini pun menunjukkan bahwa minyak
atsiri yang diisolasi dari kulit jeruk memiliki kemampuan dalam hal pembasmi larva
yang ramah lingkungan.

Penelitian keempat adalah penelitian yang dilakukan oleh (Edogbanya et al.,


2019), pada penelitian ini digunakan jeruk kultivar Nigeria, selain mempelajari efek
antimikroba dari minyak atsiri kulit jeruk, penelitian ini juga membandingkan nilai
yield dari minyak atsiri kulit jeruk dengan penelitian yang dilakukan oleh (G. M. Kamal
et al., 2011). Nilai yield pada penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (G. M. Kamal et al., 2011), dimana menurut (G. M. Kamal et al., 2011)
bahwa persentase yield Citrus sinensis yang diisolasi dengan metode hidrodistilasi
memiliki persentase yield tertinggi dengan nilai 1,07% yang diikuti oleh Citrus
reticulata bernilai 0,50% dan Citrus paradisii bernilai 0,40%. Sedangkan pada
penelitian ini, minyak atsiri diisolasi dengan metode maserasi, dimana Citrus
aurantifolia yang memiliki nilai yield tertinggi dengan nilai 13,21% dan selanjutnya
diikuti oleh Citrus sinensis dengan nilai 11,68% dan Citrus limon dengan nilai 11,2%.
Perbedaan ini dapat terjadi karena metode isolasi yang berbeda.

Penelitian kelima adalah penelitian yang dilakukan oleh (Obero et al., 2019),
dimana pada penelitian ini, buah jeruk yang diteliti didapatkan dari daerah Oyo,
Nigeria. Dimana untuk hasil pada penelitian ini menunjukkan minyak atsiri yang
diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol panas memiliki kemampuan
penghambatan yang baik dengan tiga kali pengulangan yakni pada zona hambat 16
mm, 15 mm dan 16 mm terhadap bakteri Bacillus sp., Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Sedangkan untuk yang diekstraksi dengan pelarut etanol
dingin didapatkan nilai zona hambat dengan tiga kali pengulangan yakni 13 mm, 13
mm, dan 14 mm.
25

2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan-pertanyaan


penelitian. Hipotesis pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ha : Rendemen minyak atsiri kulit jeruk manis (Citrus sinensis) yang diisolasi dengan
distilasi uap air dan maserasi adalah berbeda.

Ha : Komponen kimia dari minyak atsiri kulit jeruk manis (Citrus sinensis) yang
diisolasi dengan distilasi uap air dan maserasi adalah berbeda.

Ha : Aktivitas biologi (antioksidan, antibakteri dan larvasida) dari minyak atsiri kulit
jeruk manis (Citrus sinensis) yang diisolasi dengan distilasi uap air dan maserasi adalah
berbeda.

Anda mungkin juga menyukai