Materi Bhineka Tunggal Ika
Materi Bhineka Tunggal Ika
Pada tanggal 1 Juni 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam pidato politiknya,
menegaskan kembali konsensus dasar yang telah menjadi kesepakatan bangsa tersebut, yakni:
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Konsensus dasar
tersebut merupa-kan konsensus final, yang perlu dipegang teguh dan bagaimana
memanfaatkan konsensus dasar tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman baik internal
maupun eksternal. Hal ini diungkap kembali oleh Bapak Presiden pada kesempatan berbuka
bersama dengan para eksponen ’45 pada tanggal 15 Agustus 2010 di istana Negara.
Namun apabila kita cermati dengan saksama, pasal 27 dan 45 UU tersebut menyebutkan bahwa
dalam melaksanakan tugasnya, kepala daerah dan anggota DPRD wajib “memegang teguh dan
mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan
Republik Indonesia serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.” Hal ini akan terlaksana dengan sepatutnya apabila prinsip Bhinneka
Tunggal Ika dapat dipegang teguh sebagai acuan dalam melaksanakan UU Pemerintah Daerah
dimaksud. Oleh karena itu berbagai pihak wajib memahami makna yang benar terhadap
Bhinneka Tunggal Ika, dan bagaimana meman-faatkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan kehidupan kenegaraan pada umumnya.
Sejak awal telah begitu banyak pihak yang berusaha membahas untuk memahami dan memberi
makna Pancasila, serta bagaimana implementasinya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sementara itu pilar Bhinneka Tunggal Ika masih kurang menarik bagi pihak-pihak
untuk membahas dan memikirkan bagaimana implementasinya, padahal Bhinneka Tunggal Ika
memegang peran yang sangat penting bagi negara-bangsa yang sangat pluralistik ini. Dengan
bertitik tolak dari pemikiran ini, dicoba untuk membahas makna Bhinneka Tunggal Ika dan
bagaimana implementasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga Bhinneka
Tunggal Ika benar-benar dapat menjadi tiang penyangga yang kokoh dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular,
pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di
abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma
yang berbunyi “Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, “ yang artinya “Berbeda-
beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua.” Semboyan yang kemudian dijadikan
prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi
adanya keaneka-ragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun
mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang
diungkap oleh Mpu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi
Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan
Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika
ditetapkan sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda
Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada
perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi
yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD 1945.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mengacu pada bahasa Sanskrit, hampir sama dengan
semboyan e Pluribus Unum, semboyan Bangsa Amerika Serikat yang maknanya diversity in
unity, perbedaan dalam kesatuan. Semboyan tersebut terungkap di abad ke XVIII, sekitar empat
abad setelah mpu Tantular mengemukakan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sangat mungkin
tidak ada hubungannya, namun yang jelas konsep keanekaragaman dalam kesatuan telah
diungkap oleh mPu Tantular lebih dahulu.
Kutipan tersebut berasal dari pupuh 139, bait 5, kekawin Sutasoma yang lengkapnya sebagai
berikut:
Selanjutnya dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan :”Di daerah yang bersifat otonom akan
diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerahpun pemerintahan akan bersendi atas
dasar permusyawaratan. Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang
250zelfbesturende landschappen dan voksgemeenschappen. Daerah daerah itu mempunyai
susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.”
Maknanya bahwa dalam menyelenggarakan kehidupan kenegaraan perlu ditampung
keanekaragaman atau kemajemukan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat, dan Undang-Undang Dasar Sementera tahun 1950,
pasal 3 ayat (3) menentukan perlunya ditetapkan lambang negara oleh Pemerintah. Sebagai
tindak lanjut dari pasal tersebut terbit Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951 tentang
Lambang Negara. Baru setelah diadakan perubahan UUD 1945, dalam pasal 36A menyebutkan
:”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Dengan
demikian Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa,
yang ditetapkan dalam UUDnya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat
dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami secara
tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan
secara tepat dan benar pula.
Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dan
Dasar Negara Pancasila. Hal ini sesuai dengan komponen yang terdapat dalam Lambang Negara
Indonesia. Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 disebutkan bahwa :
Lambang Negara terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Burung Garuda yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah kanannya;
2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan
3. Semboyan yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Di atas pita tertulis
dengan huruf Latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa Kuno yang berbunyi :
BHINNEKA TUNGGAL IKA.
Dari gambaran tersebut, maka untuk dapat memahami lebih dalam makna Bhinneka Tunggal
Ika tidak dapat dipisahkan dari pemahaman makna merdeka, dan dasar negara Pancasila.
Marilah secara singkat kita mencoba untuk memberi makna kemerdekaan sesuai dengan
kesepakatan bangsa.
Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea pertama disebutkan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan
itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka pejajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.” Memang semula
kemerdekaan atau kebebasan diberi makna bebas dari penjajahan negara asing tetapi ternyata
bahwa kemerdekaan atau kebebasan ini memiliki makna yang lebih luas dan lebih dalam karena
menyangkut harkat dan martabat manusia, yakni berkaitan dengan hak asasi manusia. Manusia
memiliki kebebasan dalam olah fikir, bebas berkehendak dan memilih, bebas dari segala
macam ketakutan yang merupakan aktualisasi dari konsep hak asasi manusia yakni
mendudukkan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya.
Memasuki era globalisasi kemerdekaan atau kebe-basan memiliki makna lebih luas, karena
dengan globalisasi berkembang neoliberalisme, neokapitalisme, terjadilah penjajahan dalam
bentuk baru. Terjadilah penjajahan dalam bidang ekonomi, dalam bidang politik, dalam bidang
sosial budaya dan dalam aspek kehidupan yang lain. Dengan kemerdekaan kita maknai bebas
dari berbagai eksploatasi manusia oleh manusia dalam segala dimensi kehidupan dari
manapun, baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri. Sementara itu penerapan Bhinneka
Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus berdasar pada Pancasila yang
telah ditetapkan oleh bangsa Indonesia menjadi dasar negaranya. Dengan demikian maka
penerapan Bhinneka Tunggal Ika harus dijiwai oleh konsep religiositas, humanitas, nasionalitas,
sovereinitas dan sosialitas. Hanya dengan ini maka Bhinneka Tunggal Ika akan teraktualisasi
dengan sepertinya.
Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang
terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan pluralisme, suatu faham yang membiarkan
keanekaragaman seperti apa adanya. Membiarkan setiap entitas yang menunjukkan ke-
berbedaan tanpa peduli adanya common denominatorpada keanekaragaman tersebut. Dengan
faham pluralisme tidak perlu adanya konsep yang mensubstitusi keanekaragaman. Demikian
pula halnya dengan faham multikulturalisme. Masyarakat yang menganut faham pluralisme dan
multikulturalisme, ibarat onggokan material bangunan yang dibiarkan teronggok sendiri-sendiri,
sehingga tidak akan membentuk suatu bangunan yang namanya rumah.
Ada baiknya dalam rangka lebih memahami makna pluralistik bangsa difahami pengertian
pluralisme, agar dalam penerapan konsep pluralistik tidak terjerumus ke dalam faham
pluralisme.
Pluralisme berasal dari kata plural yang berarti banyak, adalah suatu faham yang mengakui
bahwa terdapat berbagai faham atau entitas yang tidak tergantung yang satu dari yang lain.
Masing-masing faham atau entitas berdiri sendiri tidak terikat satu sama lain, sehingga tidak
perlu adanya substansi pengganti yang mensubstitusi faham-faham atau berbagai entitas
tersebut. Salah satu contoh misal di Indonesia terdapat ratusan suku bangsa. Menurut faham
pluralisme setiap suku bangsa dibiarkan berdiri sendiri lepas yang satu dari yang lain, tidak
perlu adanya substansi lain, misal yang namanya bangsa, yang mereduksi eksistensi suku-suku
bangsa tersebut.
Faham pluralisme melahirkan faham individualisme yang mengakui bahwa setiap individu
berdiri sendiri lepas dari individu yang lain. Faham individualisme ini mengakui adanya
perbedaan individual atau yang biasa disebut individual differences. Setiap individu memiliki
cirinya masing-masing yang harus dihormati dan dihargai seperti apa adanya. Faham
individualisme ini yang melahirkan faham liberalisme, bahwa manusia terlahir di dunia
dikaruniai kebebasan. Hanya dengan kebebasan ini maka harkat dan martabat individu dapat
didudukkan dengan semestinya. Trilogi faham pluralisme, individualisme danliberalisme inilah
yang melahirkan sistem demokrasi dalam sistem pemerintahan utamanya di Negara Barat.
Sebagai contoh berikut disampaikan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat dan Deklarasi Hak
Manusia dan Warganegara Perancis yang melandasi pelaksanaan sistem demokrasi di negara
tersebut yang berdasar pada faham pluralisme, individualisme dan liberalisme.
United States Declaration of Independence
We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed
by their Creator with certain unalienable Rights, that among these are Life, Liberty, and pursuit
of Happiness. That to secure these rights, governments are instituted among men, deriving just
powers from the consent of the governed.
Men are born and remain free and equal in rights. Social distinction can be based only upon
public utility. The aim of every political association is the preservation of the natural and
imprescriptible rights of man. These rights are liberty, property, security, and resistance to
oppression.
Dari deklarasi tersebut nampak dengan nyata faham pluralisme, individualisme dan liberalisme
menjelujuri sistem demokrasi yang diterapkan di kedua negara tersebut. Dua deklarasi tersebut
dinyatakan hampir bersamaan waktunya, yakni pada akhir abad ke XIX, yang satu di Amerika
Serikat, yang satu di salah satu negara di Eropa.
Meskipun demikian mereka tetap mengakui bahwa manusia tidak mungkin hidup seorang diri.
Untuk dapat menunjang hidupnya dan untuk melestarikan dirinya, mereka memerlukan pihak
lain; beberapa pihak mengatakan bahwa hal ini terjadi didorong oleh naluri atau
instinctberkelompok. Mereka memerlukan hidup bersama entah bagaimana bentuknya, dengan
mendasarkan diri pada belief system yang dianutnya. Di antara hubungan manusia dengan
pihak lain berbentuk pengabdian, bahwa yang satu semata-mata harus mengabdi kepada pihak
yang lain. Terdapat juga pengakuan bahwa hubungan antar manusia itu adalah dalam
kesetaraan. Sebagai akibat pola hidup manusia menjadi sangat beragam.
Didorong oleh realitas tersebut, maka bangsa Amerika dalam menerapkan pluralisme,
individualisme dan liberalisme mencari pola bagaimana dapat membentuk suatu kehidupan
bersama. Dalam hidup bersama diperlukan kesepakatan untuk dijadikan pegangan bersama
dalam melangkah ke depan menghadapi tantangan hidup bersama. Dikembangkan pola yang
disebut “kontrak sosial,” bahwa anggota masyarakat harus merelakan sebagian dari hak
individu demi terwujudnya kehidupan bersama. Semangat bersatu dalam kehidupan bersama
ini nampak dalam semboyan yang terdapat dalam motto lambang negaranya yang berbunyi “ e
pluribus unum,” yang berarti “out of many, one” dari yang banyak itu satu, atau unity in
diversity. Metoda yang diterapkan dalam membentuk kesatuan, disebut metodamelting pot,
yang kalau dinilai lebih jauh sudah menyimpang dari prinsip pluralisme.
Pluralitas adalah sifat atau kualitas yang menggam-barkan keanekaragaman; suatu pengakuan
bahwa alam semesta tercipta dalam keaneka ragaman. Sebagai contoh bangsa Indonesia
mengakui bahwa Negara-bangsa Indonesia bersifat pluralistik, beraneka ragam ditinjau dari
suku-bangsanya, adat budayanya, bahasa ibunya, agama yang dipeluknya, dan sebagainya. Hal
ini merupakan suatu kenyataan atau keniscayaan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Keaneka
ragaman ini harus didudukkan secara proporsional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
harus dinilai sebagai asset bangsa, bukan sebagai faktor penghalang kemajuan. Perlu kita
cermati bahwa pluralitas ini merupakan sunnatullah.
Seperti dikemukan di atas, pola sikap bangsa Indone-sia dalam menghadapi keaneka-ragaman
ini berdasar pada suatu sasanti atau adagium “Bhinneka Tunggal Ika,” yang bermakna
beraneka tetapi satu, yang hampir sama dengan motto yang dipegang oleh bangsa Amerika,
yakni “e pluribus unum.” Dalam menerapkan pluralitas dalam kehidupan, bangsa Indonesia
mengacu pada prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa yang diutamakan
adalah kepentingan bangsa bukan kepentingan individu, berikut frase-frase yang terdapat
dalam Pembukaan UUD 1945:
• Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segalabangsa;
• Bahwa kemerdekaan yang dinyatakan oleh bangsa Indonesia, supaya rakyat dapat
berkehidupan kebangsaan yang bebas;
• Bahwa salah satu misi Negara-bangsa Indonesia adalah untukmencerdaskan kehidupan
bangsa;
• Bahwa salah satu dasar Negara Indonesia adalah Persatuan Indonesia, yang tiada lain
merupakan wawasan kebangsaan.
• Bahwa yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara-bangsa Indonesia adalah
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut jelas bahwa prinsip
kebangsaan mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Istilah
individu atau konsep individualisme tidak terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan
kata lain bahwa sifat pluralistik yang diterapkan di Indonesia tidak berdasar pada
individualisme dan liberalisme.
Pluralitas atau pluralistik tidak merupakan suatu faham, isme atau keyakinan yang bersifat
mutlak. Untuk itu tidak perlu dikembangkan ritual-ritual tertentu seperti halnya agama. Prinsip
pluralistik dan multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa
dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras.
Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu prinsip yang
dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan
dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang
dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi
kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan
persoalan bangsa.
Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai: (1)
inklusif, tidak bersifat eksklusif, (2) terbuka, (3)ko-eksistensi damai dan kebersamaan, (4)
kesetaraan, (5) tidak merasa yang paling benar, (6) tolerans, (7) musyawarah disertai dengan
penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda. Suatu masyarakat yang tertutup atau eksklusif
sehingga tidak memungkinkan terjadinya perkembangan tidak mungkin menghadapi arus
globalisasi yang demikian deras dan kuatnya, serta dalam menghadapi keanekaragaman budaya
bangsa. Sifat terbuka yang terarah merupakan syarat bagi berkembangnya masyarakat modern.
Sehingga keterbukaan dan berdiri sama tinggi serta duduk sama rendah, memungkinkan
terbentuknya masyarakat yang pluralistik secara ko-eksistensi, saling hormat menghormati,
tidak merasa dirinya yang paling benar dan tidak memaksakan kehendak yang menjadi
keyakinannya kepada pihak lain.
Bila setiap warga negara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, meyakini akan ketepatannya
bagi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mau dan mampu
mengimplementasikan secara tepat dan benar insya Allah, Negara Indonesia akan tetap kokoh
dan bersatu selamanya.
3. Penegakan HAM
Penegakan kasus HAM dapat diselesaikan di pengadilan HAM yang diatur dalam UU No.
26 Tahun 2000. Akan tetapi, pengadilan HAM hanya menyelesaikan kasus pelanggaran
HAM berat. Kasus pelanggaran HAM berat digolongkan menjadi dua yaitu kejahatan
genosida dankejahatan terhadap kemanusiaan.
a. Kejahatan genosida berarti setiap perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk
menghancurkan seluruh atau sebagian suatu kelompok nasional, etnis, ras, atau
keagamaan sebagai berikut.
• Membunuh anggota kelompok.
• Menimbulkan luka fisik atau mental yang serius terhadap para anggota
kelompok.
• Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok yang
menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk sebagian.
• Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran
dalam kelompok.
• Memindahkan secara paksaanak-anak dari sebuah kelompok kekelompok
lain.
b. Adapun kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan salah satu perbuatan dari
serangan. Serangan tersebut sifatnya luas atau sistematik dan penduduk sipil dalam
bentuk sebagai berikut.
• Pembunuhan; permusuhan, dan perbudakan.
• Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
• Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hukum
internasional.
2. Macam-macam HAM
HAM dijamin dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. HAM yang dijamin UU sebagai
berikut.
a. Hak untuk hidup
b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
c. Hak mengembangkan diri
d. Hak memperoleh keadilan
e. Hak atas kebebasan pribadi
f. Hak atas rasa aman
g. Hak atas kesejahteraan
h. Hak turut serta dalam pemerintahan
i. Hak wanita
j. Hak anak
Secara lebih terperinci, HAM dapat dikelompokkan dalam enam macam sebagai berikut.
a. Hak Asasi Politik (Political Right)
Hak yang dimiliki oleh setiap individu dalam bidang politik. Hak asasi politik antara lain
hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, hak ikut serta dalam kegiatan
pemerintahan, hak untuk membuat dan memajukann suatu usulan petisi, serta
beroeganisasi atau berkumpul.
b. Hak Asasi Peradilan (Procedural Right)
Hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu dibidang peradilan. Hak asasi peradilan
mencakup hak mendapat keadilan, hak mendapat peradilan, hak mendapat pembelaan
hukum di pengadilan, hak atas persamaan perlakuan penggeledahan, penangkapan,
penahanan, dan penyelidikan dimata hukum, serta hak mendapatkan perlindungan.
c. Hak Asasi Hukum (Legal Equality Right)
Setiap orang memiliki kedudukan yang sama di bidang hukum. Hal ini menunjukkan
adanya hak asasi hukum dalam sebuah Negara. Hak asasi hukum adalah hak yang
dimiliki setiap individu dalam bidang hukum. Hak asasi hukum antara lain mencakup hak
mendapatkan layanan dan perlindungan hukum, serta hak mendapatkan perlakuan yang
sama dihadapan hukum.
d. Hak Asasi Ekonomi (Property Right)
Hak kebebasan yang dimiliki oleh setiap individu untukmenyelenggrakan kegiatan
ekonomi. Hak asasi ekonomi antara lain mencakup hal-hal berikut.
1) Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
2) Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
3) Hak kebebasan menyelenggarakan sewa- menyewa, dan hutang-piutang
4) Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu
5) Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
e. Hak Asasi Pribadi (Personal Right)
Hak yang dimiliki setiap individu untuk melakukan hal-hal yang diinginkan. Hak asasi
individu erdiri aas hak untuk bergerak, bepergian, menyaakan pendapat, memilih
memeluk dan menjalankan agama, serta kepercayaannya, dan aktif dalam kegiatan
pemerintah diantaranya dalam organisasi dan perkumpulan.
f. Hak Asasi Sosial Budaya (Social Culture Right)
Hak asasi yang dimiliki setiap individu dibidang sosial dan budaya. Hak sosial dan budaya
antara lain mencakup hak mendapat pelayanan kesehatan, hak mengembangkan
kebudayaan dan hak mendapatkan pendidikan.
Instrumen HAM
Instrumen HAM secara nasional yaitu peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-
undangan yang menjadi instrument HAM sebagai berikut.
a. UUD NRI Tahun 1945
b. Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM
c. UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum.
d. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
e. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Pelanggaran HAM
Kategori pelanggaran HAM yang berat
a. Pembunuhan besar-besaran/genosida
b. Rasialisme
c. Terorisme
d. Pemerintah totaliter
e. Pengrusakan kualitas lingkungan
f. Kejahatan-kejahatan perang