Anda di halaman 1dari 9

PERAN, PENYERAPAN TENAGA KERJA, SERTA INOVASI UMKM

DALAM MEMBANGUN KEWIRAUSAHAAN YANG


BERKELANJUTAN DI JAWA TIMUR

Nurul Istifadah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

nistifadah@yahoo.com.au

Abstrak

Di Jawa Timur, sebagian besar pelaku usaha adalah skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yaitu
sebesar 99,85%. Sebagian besar pelaku usaha UMKM bekerja di sektor informal, dimana memiliki keterbatasan
dana, tehnik produksi, dan pemasaran. Pelaku usaha UMKM di Jawa Timur terbukti juga mampu bertahan
menghadapi guncangan ekonomi akibat krisis. Paper ini bertujuan untuk: (1) menganalisis peran UMKM
terhadap perekonomian dan penyerapan tenaga kerja, serta (2) menganalisis pentingnya inovasi bagi UMKM
untuk membangun kewirausahaan yang berkelanjutan. Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan fokus penelitian pada UMKM di Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran
UMKM terhadap perekonomian Jawa Timur sangat besar. Pada tahun 2013, peran UMKM terhadap
perekonomian Jawa Timur sebesar 57% dan menyerap angkatan kerja sebesar 96% dari total angkatan kerja di
Jawa Timur. Usaha UMKM di Jawa Timur memiliki peran yang sangat penting untuk mengungkit
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Sektor UMKM juga perlu meningkatkan kemampuan inovasi dan
kreativitasnya secara terus menerus sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing dalam menghadapi
perekonomian yang semakin terbuka serta membangun kewirausahaan yang berkelanjutan.

Kata kunci: UMKM, daya saing, inovasi, kewirausahaan berkelanjutan.

1. Latar Belakang

Pada era perdagangan bebas (free trade), arus lalu lintas barang dan jasa semakin terbuka dan
bergerak melampaui batas administrasi negara. Pergerakan barang semakin dinamis dan pasar
semakin luas. Kecenderungan dari fenomena ini berdampak pada meningkatnya persaingan,
baik di pasar domestik maupun di pasar dunia.

Dalam era perdagangan bebas, barang dan jasa yang mampu menguasai pasar adalah barang
yang memiliki daya saing tinggi, yaitu barang yang mempunyai kualitas baik namun dengan
harga yang murah. Barang dengan kualifikasi tersebut, dalam proses produksinya dituntut
untuk efisien sehingga biaya produksinya murah.Proses produksi dengan tingkat efisiensi
yang tinggi pada umumnya memerlukan tehnologi, inovasi, dan kreativitas yang tinggi.
Peningkatan tehnologi dan inovasi dalam sebuah proses produksi memerlukan biaya yang
tidak sedikit. Oleh karena itu, penerapannya pada umumnya hanya bisa dilakukan oleh
pelaku usaha skala besar. Berkaitan pelaku usaha UMKM yang umumnya memiliki
keterbatasan dalam hal kemampuan finansial, maka bagaimana UMKM mampu menerapkan
efisiensi dengan tehnologi dan inovasi yang umumnya berbiaya tinggi? Jenis inovasi dan
tehnologi yang bagaimanakah yang mampu diterapkan/dilakukan oleh pelaku usaha UMKM
di Jawa Timur?

Di provinsi Jawa Timur, sebagian besar pelaku usaha adalah pelaku usaha skala mikro, kecil,
dan menengah (UMKM). Tahun 2013, persentase pelaku usaha yang tergolong kategori

1
UMKM sebesar 99,85% sedangkan skala usaha besar adalah 0,15%. Pelaku usaha kategori
UMKM terdiri dari 85,09% skala usaha mikro, 14,19% skala usaha kecil, dan 0,57% skala
usaha menengah. Dengan demikian, sebagian besar pelaku usaha di Jawa Timur adalah
kategori usaha skala mikro. Usaha skala mikro adalah usaha yang nilai asetnya di bawah 50
juta dan dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 10 orang.

Peran sektor UMKM Jawa Timur terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa
Timur saat ini sebesar 57% dan menyerap 98% dari jumlah tenaga kerja di Jawa Timur.
Berdasarkan data tersebut, maka UMKM memiliki peran yang strategis dalam meningkatkan
perekonomian di Jawa Timur, bahkan juga perekonomian nasional. Hal ini karena kontribusi
perekonomian Jawa Timur terhadap perekonomian nasional relatif besar, yaitu lebih dari 15%
atau terbesar kedua setelah DKI Jakarta. Sektor UMKM diharapkan mampu mengungkit
perekonomian Jawa Timur serta sebagai penyangga (buffer) dalam mengatasi pengangguran
dan kemiskinan di Jawa Timur. Pada tahun 2014, angka pengangguran di Jawa Timur
sebesar 4,19%. Berdasarkan latar belakang di atas, paper ini bertujuan untuk menganalisis
peran UMKM terhadap perekonomian dan penyerapan tenaga kerja di provinsi Jawa Timur,
serta menganalisis pentingnya inovasi bagi UMKM untuk membangun kewirausahaan yang
berkelanjutan.

2. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Analisis
dimulai dengan menganalisis profil, kinerja, serta peran UMKM di Jawa Timur dalam
perekonomian Jawa Timur. Analisis selanjutnya adalah menganalisis kemampuan UMKM
dalam penyerapan angkatan kerja di Jawa Timur. Fokus utama analisis paper ini adalah
menganalisis pentingnya peran inovasi bagi perkemabangan UMKM di Jawa Timur
khususnya dalam menghadapi perekonomian terbuka. Inovasi dan pengembangan tehnologi
serta kreativitas yang bagaimana yang sesuai dengan kemampuan pelaku usaha UMKM di
Jawa Timur untuk membangun kewirausahaan yang berkelanjutan.

Data analisis diperoleh dari data sekunder. Sumber data dari BPS Jawa Timur, internet, dan
sumber publikasi lainnya. Data meliputi output, tenaga kerja, komoditi ekspor, dan lain-lain.
Fokus kajian adalah pelaku usaha skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Jawa
Timur.

3. Analisis dan Pembahasan

3.1 Profil UMKM di Jawa Timur

Untuk membedakan suatu usaha termasuk kategori usaha skala mikro, kecil, dan menengah
dapat dilakukan menurut beberapa pendapat. Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang
UMKM mendefinisikan berdasarkan jumlah asset dan omsetnya. Sedangkan World Bank
mendefinisikan berdasar kriteria asset, omset, dan jumlah tenaga kerjanya.

Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM, usaha mikro adalah usaha
produktif milik orang perorang dan atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta. Sedangkan usaha kecil memiliki

2
kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling banyak Rp 2,5
milyar. Dan, usaha menengah adalah yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta
sampai dengan paling banyak Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 milyar sampai dengan paling
banyak Rp 10 milyar. Ringkasan kriteria UMKM menurut UU No. 20 tahun 2008 tersebut
adalah sebagai berikut:

Tabel1: Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.


Kriteria
Ukuran Usaha
Asset Omset
Usaha Mikro Maksimal 50 juta Maksimal 300 juta
Usaha Kecil > 50 juta – 500 juta 300 juta - 2,5 milyar
Usaha Menengah > 500 juta – 10 milyar > 2,5 – 10 milyar
Sumber : UU No.20 tahun 2008 tentang UMKM.

Definisi lain UMKM menurut oleh World Bank tidak hanya didasarkan pada besarnya nilai
aset dan omset, tetapi juga jumlah tenaga kerjanya yang bekerja. Ringkasan kriteria UMKM
menurut World Bank tersebut adalah sebagai berikut:
1. Micro enterprise (usaha mikro) dengan kriteria:
 Jumlah karyawan kurang dari 10 orang,
 Pendapatan setahun tidak melebihi USD 100 ribu, dan
 Jumlah aset tidak melebihi USD 100 ribu.
2. Small enterprise (usaha kecil) dengan kriteria:
 Jumlah karyawan kurang dari 30 orang,
 Pendapatan setahun tidak melebihi USD 3 juta, dan
 Jumlah aset tidak melebihi USD 3 juta.
3. Medium enterprise (usaha menengah) dengan kriteria:
 Jumlah karyawan maksimal 300 orang,
 Pendapatan setahun hingga sejumlah USD 15 juta, dan
 Jumlah aset hingga sejumlah USD 15 juta.

Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM berdasarkan jumlah tenaga
kerjanya. Yang tergolong sebagai usaha kecil adalah usaha yang memiliki jumlah tenaga
kerja 5 - 19 orang. Sedangkan, usaha menengah memiliki jumlah tenaga kerja 20 – 99 orang.

Sektor UMKM memiliki pola usaha yang bersifat unik, yaitu lebih banyak dikerjakan dalam
lingkup sektor informal. Pada umumnya menggunakan pendanaan dari kemampuan sendiri,
dan tidak menggunakan dana dari Bank, walaupun sebetulnya memenuhi kriteria layak
(feasible) dan bankable. Selain faktor kemandirian pendanaan tersebut, UMKM pada
umumnya juga memiliki ketahanan terhadap guncangan ekonomi (krisis).

Sektor UMKM di Jawa Timur, menghadapi dua permasalahan utama yaitu masalah internal
dan eksternal. Permasalahan internal meliputi masalah finansial dan non finansial.
Sedangkan permasalahan eksternal berkaitan dengan tantangan dan dampak trend
perdagangan dunia yang semakin terbuka, yaitu permasalahan daya saing yang semakin
meningkat. Permasalahan internal diantaranya belum dimilikinya sistem administrasi
keuangan dan manajemen yang baik. Dalam manajemen UMKM, belum dipisahkan antara
kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Sektor UMKM Jawa Timur pada umumnya juga
memiliki akses yang rendah ke perbankan (tidak bankable). Rendahnya akses UMKM ke

3
perbankan karena lemahnya sistem administrasi internal UMKM, prosedur mendapatkan
kredit yang berbelit, persyaratan agunan, serta terlalu tingginya tingkat bunga.

Karakteristik UMKM di Jawa Timur secara umum masih sederhana dalam manajemen
pengelolaannya. Akibat akses terhadap lembaga kredit masih rendah, sehingga mengalami
kendala secara finansial. Beberapa UMKM juga memiliki problem kemampuan dalam hal
proses produksi, kualitas produk, dan pemasaran. Beberapa unit UMKM juga belum
memiliki status badan hukum, serta terkonsentrasi pada kelompok usaha tertentu.

Dalam hal proses produksi, kemampuan proses produksi UMKM pada umumnya juga
memiliki keterbatasan, terutama dalam hal inovasi dan tehnologi produksi. Kelemahan lain,
adalah pada aspek akses ke pemasaran. Namun demikian, UMKM memiliki fleksibilitas
yang tinggi dalam menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat.
Dibandingkan dengan perusahaan berskala besar yang pada umumnya bersifat birokratis,
sektor UMKM memiliki fleksibilitas terhadap beberapa kebijakan yang terkadang tidak
berpihak pada pengembangan UMKM.

Pada tahun 2013 pelaku usaha kategori UMKM di Jawa Timur sebesar 6.825.931 unit atau
meningkat lebih dari 2 juta dari tahun 2012, yaitu sebesar 4,2 juta (BPS Propinsi Jawa
Timur). Komposisinya, UMKM di sektor pertanian sebesar 60,25% dengan jumlah unit
usaha sebanyak 4.112.443 usaha, dan sektor non pertanian sebesar 39,75% dengan unit usaha
sebanyak 2.713.488 usaha. dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 11.117.439 jiwa. Dari
jumlah tersebut, jumlah pelaku usaha mikro mendominasi, yaitu sebesar 6.533.694 jiwa atau
sebanyak 95,72%, usaha kecil sebanyak 261.827 jiwa atau 3,84%, sedangkan usaha
menengah hanya 30.410 jiwa atau 0,45%.

Perkembangan dan kemajuan UMKM Jawa Timur memiliki peran yang sangat penting untuk
mengungkit pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, mengingat sebagian besar pelaku usaha di
Jawa Timur adalah kategori usaha mikro, kecil dan menengah. Pertumbuhan ekonomi Jawa
Timur pada tahun 2013 mencapai 6,55%, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional
yang hanya mencapai 5,78%. Keberadaan UMKM Jawa Timur merupakan salah satu
penggerak ekonomi di Jawa Timur dan mampu menopang sebagian besar suplai angkatan
kerja di Jawa Timur.

Sektor UMKM juga berpotensi besar meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mampu
mengurangi kemiskinan di Jawa Timur. Tingkat penyerapan angkatan kerja yang sangat
tinggi di sektor UMKM, terutama terhadap angkatan kerja yang unskill, diharapkan dapat ikut
berperan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan di Jawa
Timur. Oleh karena itu, memberdayakan sektor UMKM di Jawa Timur merupakan hal yang
sangat penting dalam rangka meningkatkan perekonomian, sehingga kesejahteraan
masyarakat semakin meningkat.

3.2 Peran UMKM dalam Perekonomian Jawa Timur

Sektor UMKM merupakan sektor usaha yang mendominasi kegiatan ekonomi masyarakat di
Jawa Timur. Kegiatan usaha UMKM sendiri tidak mensyaratkan pendidikan formal yang
tinggi serta modal yang besar. Namun, setidaknya hanya memerlukan kejelian membaca dan
menciptakan peluang serta kemauan untuk mewujudkan peluang tersebut.

4
Kontribusi UMKM terhadap perekonomian (PDRB) Jawa Timur sebesar 57% atau setara
dengan Rp 600 trilyun, sedangkan tahun 2014 mencapai 54,98% dengan nilai PDRB Jawa
Timur mencapai Rp 1.100 trilliun. Oleh karena itu, peningkatan di sektor UMKM Jawa
Timur akan berdampak strategis terhadap percepatan kemajuan perekonomian di Jawa Timur.
Pelaku UMKM di sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) memberi sumbangan
sebesar 31,43%, industri pengolahan sebesar 26,31%, dan sektor pertanian sebesar 14,87%.
Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh perkembangan UMKM di Jawa Timur terhadap
perekonomian Jawa Timur sangat besar. Sumbangan UMKM melebihi separo nilai PDRB
Jawa Timur.

Produk UMKM di Jawa Timur meliputi hasil olahan makanan dan minuman, kerajinan,
souvenier, mebel, dll. Produk olahan makanan dan minuman merupakan jenis produk
terbanyak yang dihasilkan oleh pelaku usaha UMKM. Tenaga kerja yang terserap di bidang
usaha olahan makanan dan minuman juga relatif banyak. Dengan kata lain, produk olahan
makanan dan minuman merupakan komoditas unggulan UMKM di Jawa Timur. Namun
demikian, akses produk olahan makanan dan minuman UMKM Jawa Timur masih sulit
menembus ritel modern, karena alasan kualitas dan standardisasi produk. Pada tahun 2010,
produk olahan makanan dan minuman oleh UMKM Jawa Timur yang masuk ke ritel modern
hanya sebesar 7%, sedangkan pada tahun 2011 meningkat menjadi 18%. Harapannya, paling
tidak sebesar 30% produk olahan makanan dan minuman ini dapat masuk ke ritel modern.

Beberapa produk UMKM Jawa Timur telah mampu menembus pasar ekspor. Namun
demikian, masih banyak produk UMKM yang dijual di pasar lokal menghadapi tantangan
persaingan yang semakin ketat, tidak hanya dengan antar produk sejenis yang dihasilkan
UMKM, tetapi juga persaingan dengan produk yang berasal dari impor.

Selain keunggulan komparatif di atas, sektor UMKM Jawa Timur juga memiliki beberapa
kelemahan, diantaranya: keterbatasan input, permodalan, proses produksi yang masih
menggunakan tehnologi terbatas, pemasaran, kualitas dan daya saing yang rendah. Oleh
karena itu, pemerintah daerah provinsi Jawa Timur harus terus mendukung upaya
pengembangan UMKM di Jawa Timur melalui pemberdayaan di semua aspek serta
menciptakan situasi bisnis dengan persaingan yang lebih sehat. Kebijakan ekonomi
pemerintah daerah diarahkan ke upaya-upaya yang berpihak kepada pelaku usaha UMKM
melalui pemberdayaan di semua aspek.

3.3 Penyerapan Tenaga Kerja UMKM di Jawa Timur

Beberapa studi empiris menunjukkan bahwa UMKM merupakan tulang punggung


perekonomian di suatu negara/daerah, baik dari sisi penyerapan tenaga kerja, kontribusinya
terhadap PDRB, serta ketangguhannya dalam menghadapi fluktuasi perekonomian. Hal
tersebut dapat terjadi karena UMKM memiliki tingkat fleksibilitas dan elastisitas tinggi
dalam menghadapi perubahan pasar. Sehingga meskipun ditengah gejolak fluktuasi ekonomi,
UMKM masih mampu menjaga eksistensinya.

Pada tahun 2013, UMKM Jawa Timur menyerap angkatan kerja lebih dari 96% dari total
angkatan kerja di Jawa Timur (http://bappeda.jatimprov.go.id). Dari angka tersebut,
penyerapan tenaga kerja yang paling besar adalah di usaha mikro, yaitu menyerap lebih dari
90% angkatan kerja di Jawa Timur. Pada tahun 2014, total angkatan kerja yang bekerja di
sektor UMKM mencapai 11.117.439 jiwa dengan jumlah pelaku UMKM sebanyak 6,8 juta

5
pelaku usaha. Dengan jumlah angkatan kerja sebanyak itu, maka UMKM merupakan usaha
yang padat tenaga kerja dibanding usaha skala besar yang hanya menyerap 4% dari total
angkatan kerja di Jawa Timur.

Pekerja di sektor UMKM pada umumnya tidak memiliki skill dan pendidikan yang tinggi.
Dengan daya serap sektor UMKM terhadap suplai angkatan kerja di Jawa Timur yang sangat
besar dan memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap ketersediaan kualitas tenaga kerjanya,
maka UMKM Jawa Timur diharapkan dapat berperan mengentaskan kemiskinan dan
pengangguran, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan data, bahwa sektor
UMKM memiliki keunggulan komparatif dalam hal penyerapan tenaga kerja, maka selain
mensejahterakan pelakunya, maka UMKM memiliki peran terhadap penyerapan tenaga kerja
sehingga dapat membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Berdasarkan komdisi empiris di masa lalu, tidak bisa dipungkiri bahwa UMKM Jawa Timur
telah menjadi usaha penyelamat yang cukup efektif ketika perekonomian mengalami
keterpurukan pada tahun 1997. Ketika banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK)
sehingga berpotensi menyumbang naiknya angka pengangguran, maka UMKM menjadi
media usaha yang efektif untuk menyerap tenaga kerja yang baru terkena PHK. Sehingga
dapat dikatakan bahwa jika UMKM mengalami keterpurukan maka kondisi ini bisa
mengisyaratkan tingkat pengangguran akan semakin melambung tinggi dan peningkatan
angka kemiskinan menjadi tidak tertahan. Hal ini memberi gambaran betapa UMKM sudah
seharusnya memperoleh perhatian yang lebih dari pemerintah.

3.4 Inovasi UMKM dalam Membangun Keriwausahaan yang Berkelanjutan

Dalam perkembangannya, UMKM di Jawa Timur juga menghadapi tantangan karena adanya
kecenderungan perekonomian dunia yang semakin terbuka. Sektor UMKM Jawa Timur
harus mampu menangkap peluang dan meminimalkan dampak negatif dari era keterbukaan
tersebut. Salah satu keterbukaan ekonomi di tingkat regional adalah berlakunya zona pasar
tunggal ASEAN pada tahun 2015. Pasar tunggal ASEAN tidak dapat dipungkiri akan
menciptakan peluang dan tantangan bagi UMKM di Jawa Timur. Peluangnya adalah
semakin meluasnya pasar komoditas ekspor UMKM, sedangkan tantangannya adalah daya
saing komoditas yang semakin meningkat.

Tabel 2: Nilai dan Volume Perdagangan Luar Negeri Jawa Timur


Tahun Nilai Volume Pertumbuhan (%)
(Ribu USD) (ton) Nilai Volume
2006 8,301,290 6,362,965 27.50 21.54
2007 10,707,236 7,348,629 28.98 15.49
2008 10,510,990 6,720,665 -1.83 -8.55
2009 10,003,666 6,703,075 -4.83 -0.26
2010 12,766,472 7,669,296 27.62 14.41
2011 16,380,212 8,435,743 28.31 9.99
Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan dan Daerah, BI.

ASEAN sebagai sebuah kawasan yang terintegrasi memiliki jumlah penduduk 567,6 juta jiwa
(2006) serta pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7% (2006). Dari data tersebut menunjukkan
bahwa zona perdagangan bebas ASEAN merupakan pasar yang sangat potensial untuk

6
dimanfaatkan, terutama bagi komoditas lokal UMKM Jawa Timur yang mempunyai potensi
untuk diekspor. Komoditas UMKM yang diekspor tersebut akan ikut menjaga keseimbangan
neraca pembayaran nasional. Nilai ekspor non migas UMKM Jawa Timur terus meningkat,
tetapi persentase terhadap total ekspor non migas bersifat fluktuatif, antara 15,81-20,28%
selama periode 2006-2011.

Tabel 3: Neraca Perdagangan Luar Negeri Jawa Timur (Juta USD)


Pertumbuhan (%)
Tahun Ekspor Impor Neraca
Ekspor Impor Neraca
2003 5,668.78 5,115.22 553.56 7.63 9.20 -4.98
2004 6,363.20 6,907.44 (544.24) 12.25 35.04 -198.32
2005 7,432.96 8,592.28 (1,159.32) 16.81 24.39 113.02
2006 9,157.92 8,886.17 271.75 23.21 3.42 -123.44
2007 11,019.39 11,147.45 (128.06) 20.33 25.45 -147.12
2008 10,514.60 17,846.05 (7,331.45) -4.58 60.09 5625.01
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur.

Dalam era perdagangan bebas saat ini, perlu strategi pengembangan UMKM di Jawa Timur
yang tidak hanya mampu bersaing menghadapi serbuan produk impor di pasar lokal, namun
juga kemampuan bersaing di pasar dunia menghadapi produk-produk yang sama dari
berbagai negara.. Dengan kata lain, tuntutan daya saing tidak hanya untuk komoditas ekspor,
tetapi juga produk-produk yang dijual di dalam negeri yang akan berhadapan dengan
membanjirnya produk-produk sejenis yang berasal dari negara lain terutama negara ASEAN.
Oleh karena itu, perekonomian Jawa Timur khususnya sektor UMKM harus mampu
mempersiapkan diri menghadapi dampak positif maupun negatif yang ditimbulkannya.

Di Jawa Timur jumlah UMKM masih kurang dari 1 persen penduduk, Idealnya untuk
bersaing di AEC (ASEAN Economic Community) minimal adalah 4 persen. Di Singapura,
jumlah UMKM telah mencapai 7% dari total penduduk, sedangkan di Malaysia mencapai
5%. Daya saing UMKM Jawa Timur sangat tergantung juga dari kualitas sumber daya
manusia (human capital), infrastruktur, serta institusi/birokrasi.

Untuk meningkatkan daya saing produk UMKM Jawa Timur perlu strategi yang
komprehensif dengan memprioritaskan pada komoditas ekspor unggulan. Komoditas ekspor
unggulan Jawa Timur adalah yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.
Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif diarahkan menjadi komoditas yang juga
memiliki keunggulan kompetitif, karena keunggulan kompetitif lebih bersifat sustainabel.

Peningkatan keunggulan kompetitif dapat dilakukan melalui strategi harga dan non harga.
Strategi harga diantaranya melalui efisiensi biaya produksi, sedangkan strategi non harga
diantaranya melalui diskriminasi harga dan diferensiasi produk. Strategi daya saing tersebut
memerlukan kemampuan inovasi dan kreativitas tinggi untuk menghasilkan produk yang
senantiasa baru dengan biaya produksi yang murah.

Peningkatan daya saing melalui kemampuan inovasi dan kreativitas yang dilakukan terus
menerus merupakan prioritas yang harus ditempuh agar produk-produk UMKM mampu
bersaing menghadapi produk-produk asing yang sangat beragam. Hal ini merupakan
prasyarat mutlak bagi perekonomian Jawa Timur khususnya UMKM untuk mampu
menghadapi persaingan. Perlu dukungan pemerintah daerahh dalam meningkatkan

7
kemampuan berinovasi bagi UMKM di Jawa Timur untuk membangun kewirausahaan yang
berkelanjutan.

Beberapa hal yang sudah dilakukan oleh UMKM dalam memproduksi barang melalui strategi
meniru produk asing atau menduplikasi produk terkenal (menciptakan produk tiruan) harus
dirubah menjadi kemampuan untuk membuat produk baru yang menarik dengan kemampuan
inovasi yang terus dikembangkan. Namun demikian, mengingat biaya inovasi dan
penggunaan tehnologi produksi umumnya memerlukan biaya yang tinggi, sementara UMKM
Jawa Timur pada umumnya memiliki kelemahan pada aspek financial, maka jenis inovasi
dan tehnologi yang digunakan haruslah yang berbiaya murah. Inovasi dan tehnologi yang
berbiaya murah adalah inovasi dan tehnologi tepat guna yang mudah dan murah untuk
diimplementasikan oleh pelaku UMKM. Kreativitas yang tinggi juga merupakan solusi
untuk membuat produk baru yang semakin berkualitas atau mendiversifikasi produk lama
sehingga menjadi produk yang baru kembali.

4. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Sektor UMKM merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang memiliki peran penting dalam
perekonomian lokal di Jawa Timur. Sektor UMKM juga memiliki peran yang besar dalam
penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur, sehingga diharapkan mampu meningkatkan
kesejahteraan pelakunya, mengurangi pengangguran dan kemiskinan di Jawa Timur. Sektor
UMKM memiliki kemampuan dan fleksibilitas dalam menyerap angkatan kerja dengan
berbagai kualitasnya, baik yang memiliki skill maupun unskill. Karena jumlah pelaku usaha
kategori UMKM masih sedikit, maka Pemerintah Daerah provinsi Jawa Timur hendaknya
berupaya mendongkrak jumlah pelaku UMKM dengan cara mencetak pelaku usaha baru serta
mendampingi pelaku UMKM lama. Meningkatkan jiwa kewirausahaan semakin
ditumbuhkan dan didukung melalui penyediaan infrastruktur yang dapat diakses semua
masyarakat.

Dalam menghadapi daya saing lokal dan global yang semakin ketat, maka sektor UMKM
juga dituntut untuk menghasilkan produk-produk inovatif dan kreatif sebagai salah satu
strategi meningkatkan persaingan. Beberapa produk UMKM merupakan produk ekspor
unggulan, namun beberapa produk lainnya masih memiliki daya saing yang lemah. Oleh
karena itu, untuk meningkatkan daya saing UMKM di Jawa Timur dan membangun
kewirausahaan yang berkelanjutan perlu dilakukan melalui peningkatan inovasi, tehnologi
dan kreativitas. Karena dampak dari tuntutan peningkatan ketiganya memerlukan dana yang
besar bagi UMKM yang memiliki kemampuan finansial terbatas, maka inovasi dan
kreativitas yang dibutuhkan UMKM adalah yang berbiaya murah. Dengan demikian,
tehnologi yang sesuai adalah tehnologi tepat guna yang implementatif dan tidak memerlukan
pendanaan yang besar.

8
5. Daftar Pustaka
Antara News, Daya Saing Indonesia, (2007), “Terperosok”, www.antara.co.id, akses tgl 3
Juni 2010.
Aziz, Iwan Jaya, “Dunia Tidak Siap Dengan Perdagangan Bebas”,
www.pacific.net.id/pakar/iwan/spapec1.htm, akses 24 Okt 2012.
Badan Pusat Statik Indonesia
Capello, Roberta, (2007), “Regional Economics”, Routledge, New York.
Djingan, (1996), ”Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan”, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Markusen, James R and Ethier, Wilfred, (1996). “Multinationals Technical Difussion, and
Trade”, Journal of International Economics No 41, pp. 1-28.
Morgan, Theodore, (1975), “Economic Development : Concept and Strategy”, Harper & Ror
Publishers, New York.
Prabowo, Dibyo dan Sonia Wardoyo, (2004), “AFTA Suatu Pengantar”, BPFE, Yogyakarta.
Tjokroamidjojo, Bintoro, (1986), ”Perencanaan Pembangunan”, Gunung Agung, Jakarta.
Wifipedia, (2010), “Laporan Daya Saing Global”, www.id.wikipedia.org, akses tgl 9 Juni
2010
Winantyo, et al, (2009), “Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)2015”, PT Elex Media
Komputindo Kompas Gramedia, Jakarta.
http://bappeda.jatimprov.go.id

http://id.wikipedia.org/wiki/Usaha_Kecil_dan_Menengah, akses 27 april 2013


http://id.wikipedia.org/wiki/Usaha_Kecil_dan_Menengah, akses 27 april 2013

Anda mungkin juga menyukai