Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NIM : 1913071011
Kelas : 3A
2nd Law of
Thermodynamics
Konsep entropi yang dikemukakan oleh Clausius muncul dari kajian mesin carnot yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Q
∆ S=
T
T
Berdasarkan rumusan hukum I thermodinamika diperoleh bahwa,
T2 T2
dT dV
∆ S=∫ nCv + ∫ nR
T1 T T1 V
V 2 T 2 P1
=
V 1 T 1 P2
T2 P
∆ S=nCv ln −nR ln 2
T1 P1
T2
nCpdT P
∆ S=∫ −nR ln 2
T1 T P1
Energi Bebas
Berthelot (1879) menyatakan bahwa reaksi yang melepaskan kalor adalah spontan.
Penemuan reaksi spontan yang menyerap kalor menunjukkan bahwa pernyataan
Berthelot tentang kriteria termodinamika bagi reaksi kimia spontan kurang tepat.
Menurut hukum kedua, proses akan spontan, bila berlangsung dalam sistem terisolasi
yang menghasilkan kenaikan entropi sistem. Hukum kedua termodinamika dalam
konsep entropi mengatakan, “Sebuah proses alami yang bermula di dalam satu keadaan
kesetimbangan dan berakhir di dalam satu keadaan kesetimbangan lain akan bergerak di
dalam arah yang menyebabkan entropi dari sistem dan lingkungannya semakin besar”.
Dalam proses irreversible, perubahan entropi sistem, dS, akan lebih besar daripada
perbandingan jumlah kalor yang dipertukarkan sistem dengan lingkungannya terhadap
suhu (T).
δQ
dS >
T
Karena TdS lebih besar dari δQ, maka δQ−TdS adalah negatif.
δQ−TdS< 0
Apabila kerja yang dilakukan hanya kerja tekanan volume, maka δQ=dU + PdV .
Substitusi ini ke dalam ketidaksamaan di atas, memberikan:
dU + PdV −TdS<0
Jika volume dan entropi dipertahankan tetap, maka:
( dU ) V , S <0
Jadi, untuk setiap proses ireeversibel dalam sistem dengan volume dan entropi tetap,
energi dalamnya berkurang. Kondisi ini lebih dikenal untuk sistem konservatif, bahwa
keadaan stabil adalah keadaan dengan energi yang paling rendah. Volume dan energi
sistem dapat dibuat tetap dengan mengisolasi sistem. Untuk sistem terisolasi, berlaku:
dS > 0 dengan demikian entropi sistem bertambah pada proses irreversible pada sistem
terisolasi.
Bagi sistem tak terisolasi, maka ada perubahan energi dalam yang harus diperhitungkan.
Jika selama proses irreversible, volume dipertahankan tetap, maka:
¿ atau dapat ditulis d ¿
Kuantitas U – TS disebut energi Helmholtz, dan dinyatakan dengan A.
A=U−TS
Dengan demikian, untuk proses irreversible yang bersifat spontan, berlaku:
¿
Jadi, dalam proses tak reversibel pada T dan V tetap, energi Helmholtz, A, turun.
Reaksi kimia biasanya dilakukan dalam laboratorium pada tekanan dan suhu tetap. Bila
P dan T tetap, ketidaksamaan dU + PdV – TdS < 0, dapat ditulis:
d¿
Kuantitas U + PV – TS disebut energi bebas Gibbs dan dinyatakan dengan lambing G.
G=U + PV −TS=H −TS
( dG )T , P< 0
Jadi, dalam proses irreversible yang spontan pada T dan P tetap, terjadi penurunan
energi bebas Gibbs.
Oleh karena dG=dA+ PdV pada tekanan tetap, maka dari persamaan di atas dapat
ditunjukkan bahwa:
−dA=−δ W rcv atau ∆ A=−W rcv
Jadi, penurunan energi Helmholtz sama dengan banyaknya kerja maksimum yang dapat
dilakukan oleh sistem pada suhu dan tekanan tetap.
1. Energi Bebas Gibbs (Menentukan Kespontanan Reaksi)
Kriteria kespontanan reaksi dapat diramalkan dari perubahan energi bebas
Gibbs. Pada suhu dan tekanan tetap, perubahan energi bebas Gibbs dapat ditulis:
∆ G=∆ H−T ∆ S
Suatu reaksi bersifat spontan apabila ∆ G sistem< 0. Dengan perkataan lain, apabila
pada proses yang berlangsung pada suhu dan tekanan tetap, ∆ G bernilai negatif,
maka proses akan spontan.
Berdasarkan persamaan ∆ G=∆ H−T ∆ S, ada empat kemungkinan nilai ∆ G,
bergantung pada positif atau negatifnya delta H dan delta S. Keempat
kemungkinan tersebut dapat diringkaskan sebagai berikut:
∆H ∆S ∆G Contoh
∆ G bisa positif atau
negatif, tetapi reaksi
Positif Positif H 2 O (S ) → H 2 O (l )
cenderung spontan
pada suhu tinggi
∆G selalu positif
sehingga reaksi tidak
Positif Negatif 2 N 2(l) +O 2(l) → 2 N 2 O(l)
spontan pada segala
suhu
∆ Gselalu negatif
sehingga reaksi selalu
Negatif Positif 2 O 3(g ) → 3 O 2(g)
spontan pada segala
suhu
∆ G bisa positif atau
negatif, tetapi reaksi
Negatif Negatif CH 4(s) +2 O 2(s) →CO 2(s )+ H 2 O (l )
cenderung spontan
pada suhu rendah
Hubungan Maxwell
Sifat zat murni dapat dinyatakan dalam empat fungsi termodinamika, yaitu: energy
dalam U, entalpi H = U + PV, energy beba Helmoltz A = U – TS, dan energy bebas
Gibbs G = H – TS. Perubahan masing-masing fungsi ini dapat dinyatakan sebagai
berikut:
∂T ∂P
1. dU = TdS – PdV; jadi [ ∂V ]
s= -
∂S [ ] v
∂T ∂P
2. dH = TdS + VdP; jadi [ ∂V
s=
]∂S [ ] v
∂S ∂P
3. dA = -SdT – PdV; jadi [ ∂V ] T =[ ]∂T
v
∂S ∂P
4. dG = -SdT + VdP; jadi [ ∂V ] T =[ ]∂T
v
Hubungan Maxwell sangat berguna karena menyajikan hubungan antara kuantitas yang
dapat diukur dan kuantitas yang tidak dapat diukur atau yang sukar diukur. Misalnya
hubungan keempat Maxwell,
∂S ∂P
[ ] [ ]
∂V
T =
∂T
v
Karena perubahan entropi system terhadap perubahan tekanan pada suhu tetap sangat
sulit diukur secara eksperimen, maka eksperimen dapat dilakukan melalui perubahan
volume system terhadap perubahan suhu pada tekanan tetap.
Permasalahan:
1. Why is the entropy change in the reversible phase zero (∆S = 0)?
2. Why is it that when free energy has a negative value the reaction can be
spontaneous, and vice versa when it is positive the reaction is not spontaneous?
Mengapa pada proses fase reversibel perubahan entropinya dinyatakan nol (∆S=0) ?
Mengapa pada saat energi bebas memiliki nilai negative rekasi dapat bersifat spontan,
begitu juga sebaliknya saat bernilai positif reaksi tidak spontan?