Anda di halaman 1dari 4

1.

Lipida dan penyakit kardiovaskuler

Kesulitan utama dalam mengevaluasi peranan diet dan faktor-faktor lainnya adalah tidak adanya
suatu diagnosis antemortem yang jelas dan tegas. Faktor-faktor resiko bagi penyakit jantung
coroner (PJK) yang juga disebut penyakit kardiovaskuler yaitu merokok, tekanan darah tinggi,
ebesitas dan maskulinitas. Obesitas dan tekanan darah tinggi memang hingga tingkat tertentu
berhubungan dengan makanan. Namun demikian, adalah suatu penyederhanaan yang berlebihan
untuk menggangap bahwa penyempitan pembuluh darah hanya disebabkan oleh makanan atau
penuaan. Mekanisme molekuler yang mendasari proses aterosklerotik telah dan terus
disingkapkan, dan semakin banyak aspek dari penyakit tersebut yang menunjukkan keterlibatan
suatu komponen genetik. Ditemukan adanya faktor-faktor molekuler dan imunologi baru yang
berhubungan dengan penyakit ini. Konsekuensi yang fatal berhubungan dengan runtuhnya plak
dan thrombosis (pembentukan darah beku), sehingga anggapan bahwa penyebab utamanya
adalah karena penumbukan kolesterol dalam arteri tidak lagi dapat diterima.

Meskipun suatu hubungan eksperimental antara kolesterol diet dan aterosklerosis telah
ditunjukkan pada tahun 1913, ketertarikan pada lemak dalam diet dan hubungannya dengan
aterosklerosis mulai berkembang di tahun 1950-an. Suatu metode pemisahan ultrasentifugasi
lipoprotein plasma dikembangkan pada tahun 1950-an oleh Gofman dan teman-teman
sejawatnya. Mereka menunjukkan bagaimana hasil fraksinasi tersebut dapat dihubungkan dengan
penyakit jantung, dan mengaitkan diet sebagai salah satu faktor. Lipoprotein adalah lipid
(aglomerasi protein). Lipoprotein dispesifikasikan berdasarkan densitas terhidrasinya (suatu sifat
fisik) namun dapat berbeda dalam ukuran dan komposisi. Meskipun analisa kimia dari low
density lipoprotein (LDL), high density lipoprotein (HDL) dan lainnya telah sering
dipublikasikan, hal tersebut merepresentasikan nilai rata-rata dan bukan sebagai indikator
identitas yang tepat seperti titik leleh atau spectrum. Ketika penelitian terus dilakukan, subfraksi-
subfraksi dari lipoprotein yang mempengaruhi reisiko PJK terus ditemukan. Lipoprotein (a)
[Lp(a)], adalah suatu partikel LDL dimana apoprotein B terhubung pada suatu unit apoprotein
[apoprotein (a)] melalui suatu jembatan disulfida. Tingginya Lp (a) diasosiasikan dengan
tingginya resiko PJK. Lp (a) menghalangi fibrinolysis, dan kadarnya dalam darah tidak
dipengaruhi oleh diet atau obat. Dengan semakin kecilnya partikel, densitas akan bertambah dan
partikel yang semakin padat dapat dihubungkan dengan lebih kuat dengan resiko penyakit
jantung, dan kadarnya dapat ditentukan secara genetik. Klasifikasi partikel LDL dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi LDL

Kolesterol telah diasumsikan memiliki peran sentral terhadap aterosklerosis secara eksperimen
maupun pada manusia, dan public sering didesak untuk mengetahui jumlah kolesterolnya.
Namun demikian, tingkat kolesterol cenderung bervariasi secara harian dan terpengeruh oleh
musim, dan pengukuran tunggal tidak dapat menjadi indikator resiko. Terutama apabila nilai
pengukuran tunggal yang diperoleh dekat dengan salah satu titik batas yang dapat diterima.
Koresterol yang rendah dapat menyebabkan peningkatan resiko kematian nonkardiovaskuler.
Kolesterol yang rendah dapat menjadi masalah pada kadar dibawah 160 mg/dL atau 180 mg/dL.

Karena kolesterol yang dimakan telah ditunjukkan bersifat atherogenik pada beberapa spesies
hewan, karena tingginya kadar kolesterol merupakan suatu faktor resiko dan karena kolesterol
relative mudah diukur, kolesterol telah disalahkan sepenuhnya terkait dengan penyakit jantung
koroner. Penelitian-penelitian telah menunjukkan bahwa efek kolesterol makanan pada kadar
kolesterol darah tampaknya kecil. Terdapat hubungan yang kompleks antara kolesterol asupan
dan kolesterol plasma. Penelitian menemukan bahwa besarnya perubahan kolesterol plasma
sebagai fungsi dari kolesterol diet dipengaruhi oleh baseline asupan kolesterol.

Berbeda dengan kolesterol diet, hanya ada sedikit pertanyaan bahwa kejenuhan lemak diet
memberi pengaruh besar pada tingkat kolesterol darah. Beberapa penelitian menunjukkan adanya
hubungan antara peningkatan kolesterol darah dengan peningkatan kejenuhan lemak. Dua jenis
asam lemak penting yang berhubungan dengan kadar kolesterol adalah asam miristat (menaikkan
kadar kolesterol pada tiap konsentrasi) dan asam linoleat. Faktor utama yang menentukan
cholesterolemia adalah kejenuhan dari lemak, pengaruh yang empat kali lebih besar dari pada
yang disebabkan kolesterol diet. Suatu studi epidemiologi mengindikasikan hubungan yang kecil
antara asupan kolesterol dan resiko penyakit jantung coroner. Studi tersebut menekankan
peranan lemak jenuh dan menyatakan bahwa diet yang sangat tinggi dalam kolesterol
mencerminkan ketidakseimbangan antara asupan lemak dan asupan biji-bijian, sayuran, dan
buah-buahan.

Selain kejenuhan asam lemakm posisi dari suatu asam lemak spesifik dalam molekul
triasilgliserida juga penting. Suatu penelitian dilakukan untuk menguji efek cholesterolemic dari
asam-asam lemak spesifik dengan memasukkan asam-asam lemak spesifik (laurat, miristat,
palmitat atau stearat) melalui interesterifiasi pada diet manusia. Hasilnya menunjukkan tidak ada
efek terhadap kolesterolemia atau aterosklerosis.

Selama proses pengacakan/randomisasi struktur dengan proses interesterifikasi (Gambar 1)


lemak berubah sehingga setiap komponen asam lemak terdapat pada setiap posisi pada
trigliserida sekitar sepertiga dari total konsentrasinya. Perubahan ini tampaknya mempengaruhi
atherogenicity dari suatu lemak. Tallow dan lemak babi masing-masing mengandung sekitar 24
% total asam lemaknya sebagai asam palmitat. Pada lemak babi lebih dari 90% komponen asam
pamitat berada pada posisi 2 pada trigliserida dimana pada tallow tidak lebih dari 15 %. Lemak
babi lebih aterogenik pada kelinci percobaan dibandingan tallow. Ketika lemak masing-masing
mengandung 8% asam palmitat pada posisi 2, maka lemak memiliki aterogenisitas yang sama
terhadap kelinci percobaan. Penelitian pada minyak biji kapas atau minyak sawit dan
triasilgliserida yang dirandomisasi semuanya mengindikasikan bahwa peningkatan keberadaan
asam palmitat pada posisi kedua pada triasilgliserida, meningkatkan efek aterogenik. Tidak ada
pebedaan dalam lipid serum atau dalam ukuran lipoprotein dalam serum dari kelinci yang diberi
makan dengan lemak tanpa modifikasi dan dengan lemak yang diinteresterifikasi. Lipid serum
keinci juga tidak dipengaruhi oleh perbedaan makanan dengan lemak tanpa modifikasi dan
dengan lemak yang diinteresterifikasi. Karena keberadaan asam palmitat pada posisi kedua
meningkatkan penyerapan lemak, maka pemberian asupan lemak dengan patmitat pada posisi
kedua setara dengan pemberian asupan makanan yang tinggi lemak.
Gambar 1. Interesterifikasi pada lemak
Lemak-lemak trans pada umumnya dimetabolisme dengan cara yang serupa dengan lemak
cis/sis. Lemak trans yang dikonsumsi akan terakumulasi dalam jaringan dan hilang relative cepat
saat pemberian asupan dihentikan. Pada kelinci lemak trans menyebabkan peningkatan
kolesterolemia tetapi bukan aterosklerosis yang parah. Pada manusia pemberian diet yang tinggi
asam elaidat meningkatkan Lp (a), tetapi efek ini tidak terlihat ketika diet lemak trans rendah
akan asam elaidat. Penemuan ini menyiratkan adanya peran metabolik spesifik untuk asam
lemak trans spesifik. Pada tikus lemak trans tidak memiliki efek merugikan jika diet
mengandung asam linoleat dengan kadar yang cukup. Pada manusia, efek kolesterolemik dari
lemak trans terlihat berhubungan dengan rasio lemak trans terhadap asam linoleat, dimana kadar
kolesterol meningkat ketika rasio menurun. Penelitian lainnya menyarankan penggantian
terhadap lemak trans karena lemak trans dapat meningkatkan kadar LDL koresterol plasma
sehingga meningkatkan resiko.

Gambar 2. Asam oleat (cis) dan asam elaidat trans

Anda mungkin juga menyukai