Dosen Pengampu:
Indah Sukmawati, M.Pd., Kons.
Rahmi Dwi Febriani, S.Pd., M.Pd.
Kelompok 3
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
KEPUSTAKAAN ....................................................................................... 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, ada kecenderungan dalam masyarakat untuk menuntut
profesionalisme dalam bekerja. Sedemikian luas kecenderungan ini, sehingga
timbul kesan istilah ini digunakan serampangan tanpa jelas konsepnya. Tidak
jarang seseorang dengan mudah mengatakan bahwa yang penting profesional.
Tetapi ketika ditanyakan tentang apa yang dimaksud dengan profesional, ia tidak
dapat memberikan jawaban yang jelas.
Kata profesionalisme rupanya bukan hanya digunakan untuk pekerjaan yang
telah diakui sebagai suatu profesi, melainkan hampir pada semua pekerjaan.
Dalam bahasa awam, segala pekerjaan (vocation) kemudian disebut sebagai
profesi. Dalam bahasa awam pula, seseorang disebut profesional jika kerjanya
baik, cekatan, dan hasilnya memuaskan.
Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang khususnya bidang
pendidikan keguruan. Kode etik sangat dibutuhkan dalam bidang keguruan karena
kode etik tersebut dapat menentukan apa yang baik dan yang tidak baik serta
apakah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru itu dapat dikatakan bertanggung
jawab atau tidak. Pada jaman sekarang banyak sekali orang yang berprofesi
sebagai guru menyalahgunakan profesinya untuk merugikan orang lain, contohnya
guru yang tak mampu menyalurkan informasi-informasi yang berisikan
pengetahuan kepada peserta didik yang berdampak pada menurunnya minat
peserta didik untuk mengikuti KBM. Contoh seperti itu, harus segera diluruskan.
Agar nantinya, profesi guru akan berjalan sesuai kode etik seorang guru yang
semestinya sesuai undang-undang yang berlaku.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di tas, adapun yang menjadi rumusan masalah
pada makalah ini yaitu:1
1
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan profesi?
2. Apa itu AD/ART ABKIN?
3. Apa pengertian kode etik profesi konselor?
4. Apa usaha ABKIN dalam mengembangkan profesi?
C. Tujuan Penulisan
Dari perumusaan masalah diatas maka, makalah ini memiliki beberapa
tujuan yakni:
1. Untuk mengetahui perkembangan profesi
2. Untuk memahami AD/ART ABKIN
3. Untuk mengetahui pengertian, fungsi, dasar, dan tujuan kode etik profesi
4. Untuk mengetahui usaha ABKIN dalam mengembangkan profesi
2
BAB II
PROFESI BK di INDONESIA (ABKIN)
3
diikuti penetapan kriteria seorang konselor yang tidak jelas, disertai beragam tugas
yang melebar. Semisal seorang konselor bertugas seolah sebagai “polisi sekolah”,
bahkan hingga mengkonversi hasil ujian untuk seluruh siswa di suatu sekolah
menjadi suatu skor standar.
Pada tahun 2001, di Lampung, dilaksanakan kongres IPBI dengan salah satu
hasil kongres adalah digantinya nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Tahun 2003,
diberlakukan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
‘Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.’ Di dalam UU nomor 20 tahun 2003 pasal
1 ayat (6), tersebut mengenai jabatan ‘konselor’, namun tidak ditemukan
kelanjutan di dalam pasal-pasal berikutnya. Dalam pasal 39 ayat (2) menyatakan
bahwa: ‘Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama pendidik pada perguruan tinggi.’Walaupun tugas
‘melakukan pembimbingan’ tercantum sebagai salah satu unsur dari tugas
pendidik itu, namun jelas tugas tersebut merujuk pada tugas guru, maka secara
sepihak tidak dapat ditafsirkan sebagai indikasi tugas konselor.
Sampai dengan sudah diberlakukannya PP nomor 19 tentang Standar
Nasional Pendidikan dan UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, tetap
tidak ditemukan pengaturan tentang Konteks Tugas dan Ekspektasi Kinerja
Konselor. Maka ABKIN sebagai organisasi profesi mengisi kevakuman legal ini
dengan menyusun Rujukan Dasar bagi berbagai tahap dan/atau sisi
penyelenggaraan layanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan
formal di tanah air, dimulai dengan penyusunan sebuah naskah akademik yang
dinamakan Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan
4
Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, (Irmayanti,
2018).
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) berasaskan Pancasila.
Pasal 3
Tujuan ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA ialah:
1. Aktif dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional, khususnya di bidang
pendidikan dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan menunjang
pelaksanaan program yang menjadi garis kebijakan pemerintah.
2. Mengembangkan serta memajukan bimbingan dan konseling sebagai ilmu dan
profesi yang bermartabat dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia
yang berkualitas tinggi. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga 3
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
3. Mempertinggi kesadaran, sikap dan kemampuan professional konselor agar
5
berhasilguna dan berdayaguna dalam menjalankan tugasnya.
BAB III
SIFAT DAN FUNGSI
Pasal 4
ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA bersifat keilmuan,
profesional, dan mandiri.
Pasal 5
Fungsi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia yaitu:
1. Sebagai wadah persatuan, pembinaan dan pengembangan anggota dalam upaya
mencapai tujuan organisasi.
2. Sebagai wadah peran serta profesional bimbingan dan konseling dalam usaha
mensukseskan pembangunan nasional.
3. Sebagai sarana penyalur aspirasi anggota serta sarana komunikasi sosial timbal
balik antar organisasi kemasyarakatan dan pemerintah.
BAB IV
KODE ETIK BIMBINGAN DAN KONSELING
Pasal 6
1. Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia memiliki dan menegakkan Kode
Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
2. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia tercantum dalam naskah
tersendiri ditetapkan dalam kongres.
BAB V
ATRIBUT
Pasal 7
1. Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia memiliki atribut organisasi yang
terdiri dari lambang, logo, panji, bendera, mars, dan hymne.
2. Bentuk dan isi atribut, serta ketentuan penggunaannya diatur dalam peraturan
6
tersediri.
BAB VI
KEGIATAN DAN USAHA
Pasal 8
BAB VII
SUSUNAN ORGANISASI
7
Pasal 10
Susunan organisasi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia meliputi seluruh
Wilayah Republik Indonesia yang terdiri atas: Organisasi Tingkat Nasional,
Organisasi Tingkat Propinsi, dan Organisasi Tingkat Kabupaten/Kota
Pasal 11
Di tingkat Nasional dibentuk PENGURUS BESAR yang merupakan badan
pelaksana organisasi tertinggi yang meliputi wilayah seluruh Indonesia.
Pasal 12
Di tingkat Propinsi dibentuk PENGURUS DAERAH yang merupakan badan
pelaksana organisasi tingkat propinsi, yaitu organisasi daerah yang meliputi
wilayah propinsi.
Pasal 13
Di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk PENGURUS CABANG yang merupakan
pelaksana organisasi tingkat cabang, yaitu organisasi cabang yang meliputi
wilayah kabupaten/kota.
Pasal 14
Di tingkat Nasional dibentuk DEWAN AKREDITASI DAN LISENSI.
BAB VIII
KEANGGOTAAN
Pasal 16
1. Anggota Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia terdiri atas:
1) Anggota Biasa
2) Anggota Luar Biasa
3) Anggota Kehormatan
2. Keanggotaan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia untuk Anggota
Biasa diperoleh melalui keanggotaan aktif yang didasarkan pada latar belakang
pendidikan dan jenis jabatan/pekerjaan.
3. Hak, kewajiban, dan syarat-syarat anggota diatur di dalam Anggaran Rumah
Tangga.
8
BAB IX
PERTEMUAN ORGANISASI
Pasal 17
1. Pertemuan organisasi terdiri dari:
1) Kongres
2) Kongres Luar Biasa
3) Konvensi Nasional
4) Rapat Kerja Nasional
5) Konferensi Daerah
6) Rapat Kerja Daerah
7) Konferensi Cabang
8) Rapat Kerja Cabang
2. Tugas dan wewenang pertemuan organisasi diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga
BAB X
KEKAYAAN ORGANISASI
Pasal 18
1. Kekayaan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia terdiri atas:
1) Keuangan
2) Perlengkapan
2. Keuangan organisasi diperoleh melalui iuran anggota, sumbangan yang tidak
mengikat dan usaha-usaha lain yang sah.
3. Perlengkapan organisasi diperoleh dari penggunaan dana organisasi dan
bantuan pihak lain yang sah dan tidak mengikat.
BAB XI
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 19
1. Perubahan Anggaran Dasar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
9
adalah wewenang Kongres.
2. Kongres sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) adalah sah apabila dihadiri
utusan dari sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah pengurus Daerah yang
telah terbentuk.
3. Perubahan Anggaran Dasar adalah sah apabila disetujui oleh 2/3 (dua pertiga)
dari jumlah peserta yang hadir dalam Kongres.
BAB XII
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 20
1. Pembubaran organisasi diputuskan dalam Kongres yang khusus diadakan untuk
itu yang dihadiri utusan dari sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah
Pengurus Daerah yang telah terbentuk.
2. Keputusan pembubaran harus disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah peserta yang hadir.
3. Dalam hal organisasi dibubarkan, maka kekayaan organisasi dapat diserahkan
kepada badan/lembaga sosial.
BAB XIII
PENUTUP
Pasal 21
1. Hal-hal yang belum ditetapkan dalam Anggaran Dasar ini, diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga, atau peraturan-peraturan organisasi lainnya.
2. Anggaran Dasar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia ini berlaku sejak
tanggal ditetapkan oleh Kongres. (DITETAPKAN DI: SURABAYAPADA
TANGGAL: 16 APRIL 2005, PENGURUS BESAR ASOSIASI BIMBINGAN
DAN KONSELING INDONESIA (PB-ABKIN) 2005- 2009)
10
C. Kode Etik Profesi
1. Pengertian Kode Etik Profesi
Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati
oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam
norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat,
maka masuk dalam kategori norma hukum. Kode Etik juga dapat diartikan
sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu
kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai
pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa
sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya (Sjafri, 2013). Adanya kode
etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional. Kode Etik Bimbingan
dan Konseling di Indonesia sebagaimana disusun oleh ABKIN (Sujadi, 2018)
memuat hal-hal berikut:
a) Kualifikasi; bahwa konselor wajib memiliki a) nilai, sikap, keterampilan,
pengetahuan dan wawasan dalam bidang Bimbingan dan Konseling, b)
memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai
Konselor.
b) Informasi, testing dan riset; a) penyimpanan dan penggunaan informasi, b)
testing, diberikan kepada Konselor yang berwenang menggunakan dan
menafsirkan hasilnya, c) riset, menjaga prinsip-prinisp sasaran riset serta
kerahasiaan.
c) Proses pada pelayanan; a) hubungan dalam pemberian pada pelayanan, b)
hubungan dengan klien.
d) Konsultasi dan hubungan dengan rekan sejawat atau ahli lain; a) pentingnya
berkonsultasi dengan sesama rekan sejawat; b) alih tangan kasus apabila
tidak dapat memberikan bantuan kepada klien tersebut
e) Hubungan kelembagaan; memuat mengenai aturan pelaksanaan layanan
konseling yang berhubungan dengan kelembagaan.
11
f) Praktik mandiri dan laporan kepada pihak lain; 1) konselor praktik mandiri,
menyangkut aturan dalam melaksanakan konseling secara private, 2) laporan
kepada pihak lain.
g) Ketaatan kepada profesi, 1) pelaksanaan hak dan kewajiban, serta 2)
pelanggaran terhadap kode etik.
Menurut ABKIN (Irmayanti, 2018), kode etik profesi bimbingan dan
konseling Indonesia memiliki lima tujuan, yaitu:
a. Memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional bagi
anggota.
b. Organisasi dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
c. Membantu anggota organisasi dalam membangun kegiatan pelayanan yang
profesional.
d. Mendukung misi organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (ABKIN).
e. Menjadi landasan dan arah dalam menghadapi dan menyelesaikan
permasalahan yang datang dari dan mengenal diri anggota profesi.
f. Melindungi anggota asosiasi dan sasaran layanan atau konseli.
12
4. Fasilitasi pengembangan kurikulum BK/profesi (Kaprodi dan pakar BK serta
ABKIN).
5. Pengangkatan guru BK ke Dinas Pendidikan dan Bupati.
6. Masukan terhadap rancangan pedoman pelaksanaan tugas guru dan pengawas,
khusus tentang BK.
7. Beban kerja/jam kerja dan ratio guru BK atau konselor.
8. Partisipasi daalam musibah, khususnya bencana alam.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa bimbingan dan konseling
merupakan suatu profesi karena bimbingan dan konseling dapat memenuhi ciri-
ciri atau syarat sebagai profesi yang antara lain yaitu dilaksanakan oleh petugas
yang mempunyai keahlian dan kewenangan, petugas profesi merupakan lulusan
Perguruan Tinggi, merupakan pelayanan kemasyarakatan, diakui oleh masyarakat
dan pemerintah, dalam melaksanakan kegiatan menggunakan teknik/metode
ilmiah, memiliki organisasi profesi, memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran
rumah Tangga (AD/ART), dan memiliki kode etik profesi. Selain itu
pengembangan profesi bimbingan dan konseling ini meliputi standardisasi untuk
kerja professional konselor, standardisasi penyiapan konselor, akreditasi,
stratifikasi dan lisensi, dan pengembangan organisasi profesi.
Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang khususnya bidang
pendidikan keguruan. Kode etik sangat dibutuhkan dalam bidang keguruan karena
kode etik tersebut dapat menentukan apa yang baik dan yang tidak baik serta
apakah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru itu dapat dikatakan bertanggung
jawab atau tidak.
B. Saran
Pembuatan makalah dan pembahasan makalah yang telah dibuat oleh
kelompok pastinya tidak luput dari kesalahan ataupun kekuranagn baik dari
pennulisan dan penyusunan rangkaian kata. Jia ada dari pembaca yang ingin
memberikan tanggapan mengenai maskalah baik itu kritik dan saran, berikanlah
yang bersifat membangun sehingga dalam pembuatan atau penulisan selanjutnya
dapat lebih baik lagi.
14
DAFTAR PUSTAKA
15