Anda di halaman 1dari 12

BAHAN AJAR CETAK

(Tim Dosen Rumpun IPA PGSD FIP UNNES)

Sebagai pendidik (guru) sudah menjadi kewajiban untuk menyiapkan bahan ajar bagi
peserta didik. Untuk menyampaikan bahan ajar biasanya pendidik (guru) menggunakan
beragam metode agar peserta didik dapat lebih mudah dalam menerima materi ajar. Untuk
melancarkan proses belajar pendidik (guru) juga dapat menggunakan berbagai macam media
untuk menjelaskan materi. Jenis bahan ajar juga banyak sekali jenisnya mulai dari bahan ajar
cetak, audio, visual dan multimedia interaktif. Pendidik dapat menggunakan proyektor, laptop,
website, media sosial dan masih banyak lainnya.
Bahan ajar merupakan suatu bahan/ materi pelajaran yang disusun secara sistematis
yang digunakan guru dan siswa dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Menurut National Centre for Competency Based Training (2007), pengertian
bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur
dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bahan yang dimaksudkan dapat berupa bahan
tertulis maupun tidak tertulis. Pandangan dari ahli lainnya mengatakan bahwa bahan ajar
adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak tertulis,
sehingga tercipta suatu lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa belajar.
Sementara menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008:6), pengertian
bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis
maupun bahan tidak tertulis. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
bahan ajar merupakan komponen pembelajaran yang digunakan oleh guru sebagai bahan
belajar bagi siswa dan membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di
kelas.
Ellington dan Race (1997) mengelompokkan jenis bahan ajar berdasarkan bentuknya ke
dalam 7 jenis, yaitu :
1) Bahan Ajar Cetak dan duplikatnya, misalnya handouts, lembar kerja siswa, bahan belajar
mandiri, bahan untuk belajar kelompok.
2) Bahan Ajar Display yang tidak diproyeksikan, misalnya flipchart, poster, model, dan foto.
3) Bahan Ajar Display Diam yang diproyeksikan, misalnya slide, filmstrips, dan lain-lain.
4) Bahan Ajar Audio, misalnya audiodiscs, audio tapes, dan siaran radio.
5) Bahan Ajar Audio yang dihubungkan dengan bahan visual diam, misalnya program slide
suara, program filmstrip bersuara, tape model, dan tape realia.
6) Bahan Ajar Video, misalnya siaran televisi, dan rekaman videotape.
7) Bahan Ajar Komputer, misalnya Computer Assisted Instruction (CAI) dan Computer Based
Tutorial (CBT).
Di sisi lain, Rowntree (1994) memiliki sudut pandang yang sedikit berbeda dalam
mengelompokkan jenis bahan ajar. Menurut Rowntree, jenis bahan ajar dapat dikelompokkan
ke dalam 4 (empat) kelompok jenis bahan ajar berdasarkan sifatnya, yaitu:
1) Bahan ajar berbasiskan cetak, termasuk di dalamnya buku, pamflet, panduan belajar
siswa, bahan tutorial, buku kerja siswa, peta, charts, foto, bahan dari majalah dan koran, dan
lain-lain;
2) Bahan ajar yang berbasiskan teknologi, seperti audiocassette, siaran radio, slide,
filmstrips, film, video cassette, siaran televisi, video interaktif, Computer Based Tutorial (CBT)
dan multimedia;
3) Bahan ajar yang digunakan untuk praktik atau proyek, seperti kit sains, lembar
observasi, lembar wawancara, dan lain-lain.
4) Bahan ajar yang dibutuhkan untuk keperluan interaksi manusia ( terutama untuk
keperluan pendidikan jarak jauh ), misalnya: Telepon, Hand Phone, Video Conferencing,
dan lain sebagainnya.

Karakteristik Bahan Ajar


Bahan ajar memiliki beberapa karakteristik, Widodo dan Jasmani dalam Ika Lestari (2013: 2)
mengungkapkan bahwa karakteristik bahan ajar yaitu 1) Self instructional; 2) Self contained;
3) Stand alone; 4) Adaptive; dan 5) User friendly.
Penjabaran dari kelima karakteristik bahan ajar tersebut sebagai berikut.
1) Self instructional yaitu bahan ajar dapat membuat siswa mampu membelajarkan diri
sendiri dengan bahan ajar yang dikembangkan. Oleh karena itu, di dalam bahan ajar harus
terdapat tujuan yang dirumuskan dengan jelas dan memberikan materi pembelajaran yang
dikemas ke dalam unit-unit atau kegiatan yang lebih spesifik.
2) Self Contained yaitu seluruh materi pelajaran dari satu unit kompetensi atau
subkompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu bahan ajar secara utuh.
3) Stand Alone (berdiri sendiri) yaitu bahan ajar yang dikembangkan tidak tergantung pada
bahan ajar lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain.
4) Bahan Adaptive yaitu bahan ajar hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi.
5) User Friendly yaitu setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu
dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan
mengakses sesuai dengan keinginan.

Prinsip-Pronsip Pemilihan Bahan Ajar


Beberapa prinsip yang perlu di perhatikan dalam penyusunan bahan ajar meliputi :
1) Prinsip Relevansi artinya keterkaitan, artinya materi pembelajaran hendaknya relevan atau
ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian KI dan KD
2) Prinsip Konsisten artinya keajegan ® jika kompetensi dasar yang harus di kuasai siswa
ada 4 macam, maka bahan ajar yang harus di ajarkan juga harus meliputi 4 macam.
3) Prinsip Kecukupan artinya materi yang di ajarkan hendaknya cukup memadai dalam
membantu siswa untuk menguasai KD yang diajarkan. Materi yang diajarkan tidak boleh
terlalu sedikit dan tidak boleh terlalu banyak.

Pengembangan Bahan Ajar


Pengembangan suatu bahan ajar harus didasarkan pada analisis kebutuhan peserta didik.
Terdapat sejumlah alasan mengapa perlu dilakukan pengembangan bahan ajar, seperti yang
disebutkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008: 8-9) sebagai berikut.
1) Ketersediaan bahan sesuai tuntutan kurikulum, artinya bahan belajar yang
dikembangkan harus sesuai dengan kurikulum
2) Karakteristik sasaran, artinya bahan ajar yang dikembangkan dapat disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik sebagai sasaran, karakteristik tersebut meliputi lingkungan sosial,
budaya, geografis maupun tahapan perkembangan peserta didik.
3) Pengembangan bahan ajar harus dapat menjawab atau memecahkan masalah atau
kesulitan dalam belajar.
Dengan demikian, pengembangan bahan ajar di sekolah perlu memperhatikan karakteristik
dan kebutuhan peserta diidk sesuai kurikulum, yaitu menuntut adanya partisipasi dan aktivasi
peserta didik lebih banyak dalam pembelajaran. Pengembangan lembar kegiatan peserta didik
(LKPS) menjadi salah satu alternatif bahan ajar yang akan bermanfaat bagi peserta didik
dalam menguasai kompetensi tertentu, karena lembar kegiatan peserta didik (LKPD) dapat
membantu peserta didik menambah informasi tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan
belajar secara sistematis.
Kehadiran bahan ajar selain membantu peserta didik dalam pembelajaran juga sangat
membantu guru. Dengan adanya bahan ajar guru lebih leluasa mengembangkan materi
pelajaran. Bahan ajar haruslah berisi materi yang memadai, bervariasi, mendalam, mudah
dibaca, serta sesuai minat dan kebutuhan peseta didik. Selain itu, bahan ajar haruslah berisi
materi yang disusun secara sistematis dan bertahap. Materi disajikan dengan metode dan
sarana yang mampu menstimulasi peseta didik untuk tertarik membaca. Terakhir, bahan ajar
haruslah berisi alat evaluasi yang memungkinkan peserta didik mampu mengetahui
kompetensi yang telah dicapainya.
Pada pertemuan ini, kita akan fokus membahas tentang bahan ajar cetak, seperti modul,
booklet, buku saku, handout, dan lembar kerja peserta didik. Sementara yang termasuk
kategori jenis bahan ajar noncetak adalah realia, bahan ajar yang dikembangkan dari barang
sederhana, bahan ajar diam dan display, video, audio, dan overhead transparencies (OHT).
Bahan ajar memiliki beragam jenis, ada yang cetak maupun noncetak. Sekarang, kitai akan
menguraikan penjelasan terkait jenis-jenis bahan ajar cetak.

MODUL
Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara
mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, sehingga modul berisi paling tidak tentang:
a) Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru)
b) Kompetensi yang akan dicapai
c) Content atau isi materi
d) Informasi pendukung
e) Latihan-latihan
f) Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
g) Evaluasi
h) Balikan terhadap hasil evaluasi
Sebuah modul akan bermakna kalau peserta didik dapat dengan mudah menggunakannya.
Pembelajaran dengan modul memungkinkan seorang peserta didik yang memiliki kecepatan
tinggi dalam belajar akan lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih KD dibandingkan dengan
peserta didik lainnya. Dengan demikian maka modul harus menggambarkan KD yang akan
dicapai oleh peserta didik, disajikan dengan menggunakan bahasa yang baik, menarik,
dilengkapi dengan ilustrasi yang jelas dan tidak membingungkan.

HANDOUT
Handout adalah bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang guru/dosen untuk memperkaya
pengetahuan peserta didik. Handout berisi pernyataan atau gagasan yang telah disiapkan oleh
pembicara.
Handout biasanya dikutip dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan materi
yang diajarkan/ KD dan materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik. Saat ini handout
dapat diperoleh dengan berbagai cara, antara lain dengan cara down-load dari internet, atau
menyadur dari sebuah buku.

BOOKLET
Booklet merupakan media berbentuk buku berukuran kecil yang memuat gambar dan tulisan.
Istilah booklet berasal dari buku dan leaflet, artinya media booklet merupakan perpaduan
antara buku dan leaflet. Booklet memiliki format (ukuran) yang kecil seperti leaflet, namun
struktur isi booklet menyerupai buku (terdapat pendahuluan, isi, dan penutup), hanya saja cara
penyajian isinya lebih ringkas dari pada buku.
Booklet umumnya digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
karena booklet memberikan informasi dengan spesifik dan banyak digunakan sebagai
alternatif media untuk dipelajari setiap saat.
BUKU SAKU
Menurut (Setyono, dkk, 2013: 121) “buku saku diartikan buku dengan ukurannya yang kecil,
ringan, dan bisa disimpan di saku, sehingga praktis untuk dibawa kemana-mana, dan kapan
saja bisa dibaca”. Definisi lain menyatakan bahwa “buku saku merupakan buku dengan ukuran
kecil seukuran saku sehingga efektif untuk dibawa kemana-mana dan dapat dibaca kapan saja
pada saat dibutuhkan”. (Eliana D & Solikhah, 2012). Pendapat lain dikemukakan oleh BPIP
Jambi mengenai booklet adalah buku berukuran kecil dan tipis, tidak lebih dari 30 halaman
bolak-balik yang berisikan tulisan dan gambar-gambar.
Menurut Arsyad (Laksita dkk, 2013: 15) “Pocket book termasuk dalam media cetak maka
juga perlu memperhatikan hal-hal saat merancang media pembelajaran berupa cetak seperti:
(1) konsistensi penggunaan simbol dan istilah (2) penulisan materi secara singkat dan jelas (3)
penyusunan teks materi pada pocket book sedemikian rupa sehingga mudah dipahami; (4)
memberikan kotak atau label khusus pada rumus, penekanan materi, dan contoh soal; (5)
memberikan warna dan desain yang menarik pada pocket book (6) ukuran font standar isi 9-
10 point, jenis font menyesuaikan isinya".

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD)


Lembar kerja peserta didik (student worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas
yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kerja biasanya berupa petunjuk, langkah-
langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar
kegiatan harus jelas KD yang akan dicapainya. Lembar kegiatan dapat digunakan untuk mata
pembelajaran apa saja.
Tugas-tugas pada sebuah lembar kegiatan tidak akan dapat dikerjakan oleh peserta didik
secara baik apabila tidak dilengkapi dengan buku lain atau referensi lain yang terkait dengan
materi tugasnya. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa teoritis dan
atau tugas-tugas praktis. Dalam menyiapkannya guru harus cermat dan memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang memadai, karena sebuah lembar kerja harus memenuhi paling tidak
kriteria yang berkaitan dengan tercapai/ tidaknya sebuah KD dikuasai oleh peserta didik.
Tambahan Informasi :

BAHAN AJAR CETAK : BOOKLET

Booklet termasuk pada jenis media grafis yakni media gambar/foto. “Booklet merupakan
media untuk menyampaikan pesan-pesan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun
gambar” (Heri D. J. Maulana, 2009, hlm. 174). Hal ini sejalan dengan pendapat Ferry Efendi
dan Makhfudli (2009, hlm. 112) yang menyatakan bahwa “booklet merupakan media yang
berbentuk buku kecil yang berisi tulisan atau gambar atau keduanya”. Menurut Satmoko
(2006, hlm. 2) “booklet adalah sebuah buku kecil yang memiliki paling sedikit lima halaman
tetapi tidak lebih dari empat puluh delapan halaman di luar hitungan sampul”. Sedangkan
menurut Roymond S. Simamora (2009, hlm. 71) “booklet adalah buku berukuran kecil dan
tipis, tidak lebih dari 30 lembar bolak balik yang berisi tentang tulisan dan gambar-gambar”.
Menurut Holmes (dalam Mintarti, 2001, hlm. 24) “booklet membuat lembaran-lembaran paling
banyak 20 halaman dengan ukuran 20 x 30 cm yang dijilid dalam satu satuan, dengan
berbagai visual, yakni: huruf, foto, gambar, garis, atau lukisan”.
Berdasar sejumlah pendapat tersebut, disimpulkan bahwa booklet merupakan media
berbentuk buku berukuran kecil yang memuat gambar dan tulisan. Istilah booklet berasal dari
buku dan leaflet, artinya media booklet merupakan perpaduan antara buku dan leaflet.
Booklet memiliki format (ukuran) yang kecil seperti leaflet, namun struktur
isi booklet menyerupai buku (terdapat pendahuluan, isi, dan penutup), hanya saja cara
penyajian isinya lebih ringkas dari pada buku.
Booklet umumnya digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
karena booklet memberikan informasi dengan spesifik dan banyak digunakan sebagai
alternatif media untuk dipelajari setiap saat. Menurut Mintarti (2001, hlm. 26) “booklet sebagai
media pembelajaran telah berhasil meningkatkan pengetahuan khalayak sasaran dalam
bidang tertentu”. Booklet secara efektif mampu mengubah perilaku khalayak sasaran bukan
sembarang bokklet. Semakin tinggi kemampuan booklet untuk merangsang terjadinya proses
belajar pada diri khalayak sasaran melalui panca indera dan merubah perilaku, maka semakin
efektif booklet tersebut. Booklet memuat berbagai lambang visual, huruf, gambar, kalimat, dan
sebagainya, sehingga efektivitas booklet dapat dikingkatkan dengan merekayasa lambang-
lambang visual yang ada tersebut. Berbagai rekayasa booklet dapat dilakukan dengan
mengatur komposisi warna, tampilan gambar, besar dan jenis huruf, ketebalan, dan jenis
kertas.
Unsur-unsur pada booklet tidak berbeda dari unsur-unsur yang terdapat pada buku.
Menurut Sitepu (2012, hlm. 160) unsur-unsur atau bagian-bagian pokok yang secara fisik
terdapat dalam buku, yaitu:
1. Kulit (cover) dan isi buku
Kulit buku (cover) terbuat dari kertas yang lebih tebal dari kertas isi buku, fungsi dari kulit
buku adalah melindungi isi buku. Kulit buku terdiri atas kulit depan atau kulit muka, kulit
punggung isi suatu buku apabila lebih dari 100 halaman dijilid dengan lem atau jahit benang
tetapi jika buku kurang dari 100 halaman tidak menggunakan kulit punggung. Agar lebih
menarik kulit buku didesain dengan menarik seperti pemberian ilustrasi yang sesuai dengan isi
buku dan menggunakan nama.
2. Bagian depan (premlimunaries)
Bagian depan ini memuat halaman judul, halaman kosong, halaman judul utama,
halaman daftar isi dan kata pengantar, setiap nomor halaman depan buku teks menggunakan
angka Romawi kecil.
3. Bagian teks
Bagian teks memuat bahan yang akan disampaikan kepada siswa, terdiri atas judul bab
dan sub judul, setiap bagian dan bab baru dibuat pada halaman berikutnya dan diberi nomor
halaman yang diawali dengan angka 1.
4. Bagian belakang
Bagian belakang buku terdiri atas daftar pustaka, glosarium dan indeks, tetapi
penggunaan glosarium dan indeks dalam buku hanya jika buku tersebut banyak menggunakan
istilah atau frase yang memiliki arti khusus dan sering digunakan dalam buku tersebut.
Adapun secara lebih spesifik Prastowo (2014, hlm. 380) menyatakan bahwa dalam
menyusun sebuah booklet sebagai media, booklet setidaknya mencakup:
1. Judul diturunkan dari Kompetensi Dasar (KD) atau materi pokok sesuai dengan besar
kecilnya materi.
2. KD/materi pokok yang akan dicapai, diturunkan dari Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL).
3. Informasi pendukung dijelaskan secara jelas, padat, menarik memperhatikan penyajian
kalimat yang disesuaikan dengan usia dan pengalaman pembaca.
4. Pada booklet terdapat lebih banyak gambar dari pada teks, sehingga tidak terkesan
monoton.
5. Gambar ditampilkan secara nyata yaitu gambar-gambar yang sudah dikenal oleh peserta
didik.
6. Isi disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik.
7. Mudah dibawa kemana saja dan dibaca kapan saja, di mana saja.
8. Memuat informasi yang lengkap, walau tidak rinci dan berurutan.
Booklet termasuk dalam teks berbasis cetakan. Menurut Azhar Arsyad (2009, hlm. 85)
terdapat enam elemen yang harus diperhatikan pada saat merancang teks berbasis cetakan,
antara lain:
1. Konsistensi
Format dan jarak spasi harus konsisten, jika antara baris terlalu dekat akan membuat
tulisan terlihat tidak jelas pada jarak tertentu. Format dan jarak yang konsisten akan
membuat booklet terlihat lebih rapi dan baik.
2. Format
Format tampilan dalam booklet menggunakan tampilan satu kolom karena paragraf yang
digunakan panjang. Setiap isi materi yang berbeda dipisahkan dan diberi label agar
memudahkan untuk dibaca dan dipahami oleh peserta didik.
3. Organisasi
Booklet disusun secara sistematis dan dipisahkan dengan menggunakan kotak-kotak
agar peserta didik mudah untuk membaca dan memahami informasi yang ada di booklet.
4. Daya tarik
Booklet didesain dengan menarik, seperti menambahkan gambar yang berhubungan
dengan isi materi, sehingga memotivasi peserta didik untuk terus membaca.
5. Ukuran huruf
Huruf yang digunakan pada booklet yaitu jenis font yang mudah dibaca dan biasanya
menggunakan ukuran font 11. Booklet menghindari penggunaan huruf kapital pada seluruh
teks, huruf kapital digunakan sesuai dengan kebutuhan.
6. Ruang (spasi) kosong
Spasi kosong dapat berbentuk ruangan sekitar judul, batas tepi (margin), spasi antar
kolom, permulaan paragraf, dan antara spasi atau antara paragraf. Untuk meningkatkan
tampilan dan keterbacaan dapat menyesuaikan spasi antar baris dan menambahkan spasi
antar paragraf.
Adapun menurut Masnur Muslich (2007, hlm. 24-25) suatu booklet yang layak digunakan
di sekolah harus memperhatikan aspek-aspek berikut:
1. Aspek isi materi
Materi atau isi booklet harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dijadikan dasar
dalam penulisan booklet karena materi diharapkan dapat membantu pencapaian tujuan
pembelajaran, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni,
mengembangkan kemampuan nalar, dan dapat mendorong pembacanya untuk dapat berpikir.
Berdasar hal tersebut, hal-hal yang harus diperhatikan pada isi booklet, yakni:
a. Relevansi
Booklet yang baik memuat materi yang relevan dengan tuntutan kurikulum yang berlaku
dan relevan dengan kompetensi yang harus dimiliki pada jenjang pendidikan tertentu. Di sisi
lain, booklet juga harus relevan dengan tingkat perkembangan dan karakteristik peserta didik
yang akan menggunakan booklet tersebut.
b. Kecukupan
Kecukupan mengandung arti bahwa booklet tersebut memuat materi yang memadai
dalam rangka mencapai kompetensi yang diharapkan.
c. Keakuratan
Keakuratan berarti bahwa isi materi yang disajikan dalam booklet benar-benar secara
keilmuan, mutakhir, bermanfaat bagi kehidupan, dan pengemasan materi sesuai dengan
hakikat pengetahuan.
d. Proporsionalitas
Proporsionalitas artinya uraian materi pada booklet memenuhi keseimbangan
kelengkapan, kedalaman, dan keseimbangan antara materi pokok dengan materi pendukung.
2. Aspek penyajian
Booklet yang baik menyajikan bahan secara lengkap, sistematis, berdasarkan
pertimbangan urutan waktu, ruang, maupun jarak yang disajikan secara teratur, sehingga
dapat mengarahkan kerangka berpikir (mind frame) pembaca melalui penyajian materi yang
logis dan sistematis. Penyajian booklet mudah dipahami dan familiar dengan pembaca,
penyajian materi dapat menimbulkan suasana menyenangkan, penyajian materi dapat juga
dilengkapi dengan ilustrasi untuk merangsang pengembangan kreativitas.
3. Aspek bahasa dan keterbacaan
Keterpahaman bahasa atau ilustrasi dapat meningkatkan keterpahaman pembaca
apabila pada booklet digunakan bahasa dan ilustrasi yang sesuai dengan perkembangan
kognisi pembaca, menggunakan ilustrasi yang jelas dan dilengkapi keterangan. Ketepatan
penggunaan bahasa seperti menggunakan ejaan, kata, dan istilah dengan benar dan tepat,
kalimat dengan baik dan benar, serta paragraf yang harmonis dan sistematis.
4. Aspek grafika
Grafika merupakan bagian dari booklet yang bersifat fisik, seperti ukuran booklet, jenis
kertas, cetakan, ukuran huruf, warna, dan ilustrasi. Ketepatan penggunaan gambar, foto, atau
ilustrasi sesuai dengan ukuran dan bentuk, warna gambar yang sesuai dan fungsional.
Seluruh komponen itu membuat siswa akan menyenangi booklet tersebut.
Menurut Ewles (dalam Fitria Roz 2012, hlm. 4) booklet memiliki keunggulan, sebagai
berikut:
1. Dapat digunakan sebagai media atau alat belajar mandiri.
2. Dapat dipelajari isinya dengan mudah.
3. Dapat disajikan informasi secara spesifik.
4. Mudah untuk dibuat, diperbanyak, diperbaiki, dan disesuaikan.
5. Mengurangi kebutuhan mencatat.
6. Dapat dibuat secara sederhana dan memerlukan biaya yang relatif murah.
7. Tahan lama.
8. Memiliki daya tampung luas.
9. Dapat diarahkan pada segmen tertentu.
Adapun booklet sebagai media cetak memiliki sejumlah keterbatasan. Ronald H.
Anderson (1994, hlm. 169) berpendapat bahwa keterbatasan media cetak, sebagai berikut:
1. Perlu waktu yang lama untuk mencetak tergantung dari pesan yang akan disampaiakan dan
alat yang digunakan untuk mencetak.
2. Sulit menampilkan gerak di halaman.
3. Pesan dan informasi yang terlalu banyak dan panjang akan mengurangi niat untuk
membaca.
4. Perlu perawatan yang baik agar media tersebut tidak rusak dan hilang.

Referensi
Anderson, R. H. (1994). Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Belajar. Jakarta: Rajawali
Press.
Arsyad, A. (2009). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Permai.
Efendi, F., & Mahkfudli (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salamba Medika.
Maulana, H. D. J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Mintarti (2001). Efektivitas Booklet Makjan sebagai Media Belajar untuk Meningkatkan Perilaku
Berusa bagi Pedagang Makanan Jajanan. (Tesis). Bogor: Intitut Teknologi Bogor.
Muslich, M. (2007). KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Prastowo, A. (2004). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: DIVA Press.
Roz, F. (2012). Media Gizi Booklet. Padang: POLTEKKES KEMENKES RI Padang.
Satmoko, H. (2006). Pengaruh Bahasa Booklet pada Peningkatan Pengetahuan Peternak Sapi
Perah tentang Inseminasi Buatan di Kelurahan Nongkosawit, Kecamatan Gunungpati,
Kota Semarang. Jurnal Penyuluhan, 2 (2), hlm. 2.
Simamora, R. S. (2009). Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
Sitepu (2012). Penulisan Buku Teks Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai