Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan
jantung untuk memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat yang
mengakibatkan gangguan struktural dan fungsional dari jantung. Pasien dengan gagal jantung
harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat aktifitas
disertai atau tanpa disertai kelelahan).
2. Tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki).
3. Bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan cepat (rapid onset) dari gejala-gejala atau tanda-tanda akibat
fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik,
abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat
merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan
dekompensasi dari gagal jantung kronik yang telah dialami sebelumnya.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi kasus gagal jantung di komunitas meningkat seiring dengan meningkatnya usia
yaitu berkisar 0,7% (40-45 tahun), 1,3% (55-64 tahun), dan 8,4% (75 tahun ke atas). Lebih
dari 40% pasien kasus gagal jantung memiliki fraksi ejeksi lebih dari 50%. Pada usia 40
tahun, risiko terjadinya gagal jantung sekitar 21% untuk laki-laki dan 20,3% pada
perempuan.
ETIOLOGI
Disfungsi jantung dapat berhubungan dengan atau diakibatkan iskemia jantung, irama
jantung yang abnormal, disfungsi katup jantung, penyakit perikard, peninggian dari tekanan
pengisian ventrikel atau peninggian dari tahanan sirkulasi sistemik. Penyakit kardiovaskular
dan non kardiovaskular dapat mencetuskan terjadi gagal jantung akut. Kondisi lain yang
dapat mencetuskan gagal jantung akut adalah ketidakpatuhan minum obat gagal jantung, atau
nasehat-nasehat medik, pemakaian obat seperti NSAID, cyclo-oxygenase (COX) inhibitor,
dan thiazolidinediones. Gagal jantung berat juga bisa sebagai akibat dari gagal multi organ.
Dikutip dari : “Manurung D. Gagal Jantung Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th Ed. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2009. P. 1587.”
KLASIFIKASI
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan
American Heart Association (AHA) terbagi atas 4 stadium berdasarkan kondisi predisposisi
pasien dan derajat keluhannya yaitu :
1. STAGE A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung structural atau
tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang
mengidap hipertensi, diabetes mellitus, sindroma metabolic, penyakit aterosklerosis
atau obesitas.
2. STAGE B : Penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi
ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung
asimptomatik.
3. STAGE C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini
atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung structural, dyspnea, fatigue, dan
penurunan toleransi aktivitas.
4. STAGE D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat
istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional.
1. FUNCTIONAL CLASS I (FC I) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik.
2. FUNCTIONAL CLASS II (FC II) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina
dengan aktivitas biasa.
3. FUNCTIONAL CLASS III (FC III) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina
dengan aktivitas ringan.
4. FUNCTIONAL CLASS IV (FC IV) : ketidaknyamanan saat melakukan aktivitas fisik
apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.
PATOFISIOLOGI
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik
asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang
tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari
kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi
lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh
proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung
yang dpaat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung.
Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal
untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem
adrenergic, renin angiotensin dan aldosterone sehingga terjadi peningkatan tekanan darah
akibat vasokonstriksi arteriol serta retensi natrium dan air. Pada individu dengan remodeling
pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung
asimptomatik dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih
bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila
telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi
sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul
ADHF.
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun
dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume
dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung. Penurunan kontraktilitas miokard pada
ventrikel kiri akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena
penurunan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan aliran balik vena. Hal ini akan
meningkatkan bendungan darah di paru-paru. Bendungan ini akan menimbulkan transudasi
cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedem paru. Oedem ini tentunya
akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru-paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan
kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergic dan RAA untuk mempertahankan curah
jantung tetap normal. Apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka
penurunan curah jantung akan memicu berlanjutnya penurunan aliran darah ke jaringan.
Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh
sistem renin angiotensin aldosterone. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak
diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga
terjadi kelebihan volume cairan yang berakibat pada oedem perifer. (Price., 2005)
MANIFESTASI KLINIS
Presentasi klinisi pasien dengan gagal jantung akut dapat digolongkan ke dalam kategori
klinik:
1. Gagal Jantung Kronik Dekompensasi
Biasanya ada riwayat perburukan progresif pada pasien yang telah diketahui gagal jantung
yang sedang dalam pengobatan dan bukti adanya bendungan paru dan sistemik.
2. Edema Paru
Pasien datang dengan distress pernapasan berat, takipnoe, dan ortopnoe dengan ronkhi basah
halus seluruh lapangan paru. Saturasi oksigen arteri biasanya <90% pada udara ruangan
sebelum diterapi oksigen.
4. Syok Kardiogenik
Adanya bukti hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung setelah dilakukan koreksi preload dan
aritmia mayor. Bukti hipoperfusi organ dan bendungan paru terjadi dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Siswanto B.B, et al. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Edisi Pertama. Jakarta:
PERKI
Sudoyo AW, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5 th Ed. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price A.S Wilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. 2005.
EGC. Jakarta