1. Yang pertama, "bebas dari", yang kedua, "bebas untuk".
Nilai dari kebebasan personal yang
penting dan harus dijamin bagi siapa saja yang berarti (for those who matters) dalam masyarakat, dan kedua adalah kesetaraan dari kebebasan bahwa semua orang berarti (everyone matters) dalam masyarakat dan kebebasan mereka dengan basis yang sama harus dijamin. 2. Nilai Asia yang diungkapkan itu memang pernah ada di Asia dulu, tapi mungkin sekarang dalam proses menghilang. Khawatirnya, di negara-negara Asia modern sekarang, seperti pemberitahuan tentang tempat duduk yang diperuntukkan bagi orang tua, juga sudah mulai muncul. Misalnya di Jepang sendiri. Proses ini terjadi bukan karena perasaan dan kesadaran orang-orang Asia menjadi mundur, melainkan oleh perubahan yang terjadi di masyarakat Asia itu sendiri. Hidup orang-orang Asia dulu masih mengandalkan pertanian, bukan industri. Sistem perekonomiannya masih bersifat pra-kapitalis. Karena itu, komunisme dan nilai-nilai kolektif masih sangat kuat berakar di masyarakat tersebut. Nilai-nilai yang hidup dalam diri individu-individu merupakan juga nilai-nilai komunal. Tidak ada pertentangan antara keduanya. Karena itu, ketika pertimbangan untuk melakukan sesuatu diserahkan pada rasa- pirasa individu, tindakan yang terjadi masih sangat kuat mencerminkan nilai-nilai komunal ini. Maka, di Asia yang industrial dan kapitalistik ini, seperti juga yang terjadi di Barat, semakin terjadi perpisahan antara nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan individual dan nilai-nilai dan kepentingan kolektif masyarakat. Dalam kapitalisme, kerakusan untuk berkonsumsi secara individual dianggap positif karena meningkatkan permintaan pasar. Pertandingan tidak seimbang antara yang kuat dan lemah dianggap sehat karena meningkatkan kompetisi pasar bebas yang akan mengikis inefisiensi. Individualisme dan materalisme memang menjadi lokomotif bagi lajunya pertumbuhan kapitalisme. 3. Dalam keadaan seperti ini, saya khawatir bahwa apa yang disebut sebagai nilai-nilai Asia sudah kehilangan kekuatannya. Bukan karena para pemuda Asia sudah terpolusi oleh budaya Barat, sehingga nilai-nilai Asia harus disuntikkan kepada para pemuda ini dengan dosis yang lebih tinggi. Ibarat pohon yang tumbuh subur pada lahan tertentu, dan layu ketika dipindahkan ke lahan yang lain, yang harus diobati bukanlah si pohon yang jadi layu ini. Yang harus dipersoalkan adalah perubahan yang terjadi pada lahannya. Karena itu, daripada kita berteriak bahwa orang Asia telah kehilangan nilai-nilai Asia-nya, dan kita perlu bekerja keras untuk merebut kembali nilai-nilai tersebut, lebih baik kita bertanya apakah nilai nilai itu masih harus tetap ada dan bagaimana cara mempertahankannya.