Klipping Sejarah Indonesia
Klipping Sejarah Indonesia
1. Ki Hadjar Dewantara
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki Hadjar
Dewantara merupakan salah satu aktivis pergerakan kemerdekaan. Sepanjang hidupnya, Ki
Hadjar Dewantara telah berperan besar dalam pendidikan Indoensia.
Perguruan Taman Siswa adalah salah satu hasil jerih payahnya dalam memberikan
kesempatan pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia yang waktu itu hanya bisa dinikmati
oleh masyarakat Belanda dan kalangan elit saja.
2. Kapitan Pattimura
3. Jenderal Soedirman
Jenderal Besar TNI Raden Soedirman adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa
Revolusi Nasional Indonesia. Sebagai panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia
adalah sosok yang dihormati di Indonesia.
Soedirman memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa. Ia kemudian
melanjutkan pendidikannya ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Solo tetapi tidak sampai
tamat. Selama menempuh pendidikan di sana, ia pun turut serta dalam kegiatan organisasi
Pramuka Hizbul Wathan. Setelah itu ia menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di
Cilacap. Ia kemudian mengabdikan dirinya menjadi guru HIS Muhammadiyah, Cilacap dan
pemandu di organisasi Pramuka Hizbul Wathan tersebut.
Perannya dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan sangat penting bagi
Indonesia. Jendral Sudirman merupakan pahlawan nasional dengan jasa-jasanya yang besar.
Berkat beliau, kedaulatan dan kemerdekaan bangsa Indonesia masih dipegang hingga saat
ini. Pada 1944 Sudirman resmi bergabung sebagai tentara Pembela Tanah Air (peta) di
Bogor, karena reputasi yang sudah dibangun sebelumnya akhirnya ia dipercaya oleh
masyarakat sekitar untuk mengemban tugas sebagai komandan (daidanco). Salah satu peran
penting Sudirman dalam memerdekakan Indonesia adalah ketika ia berhasil merebut senjata
dari tentara Jepang di Banyumas pasca Indonesia melepaskan diri dari jajahan Jepang
Cut Nyak Dhien adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang
melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia
mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda.
Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, Cut Nyak Dhien bersama Teuku Umar
bertempur bersama melawan Belanda. Namun, pada tanggal 11 Februari 1899 Teuku Umar
gugur. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama
pasukan kecilnya. Usia Cut Nyak Dien yang saat itu sudah relatif tua serta kondisi tubuh yang
digerogoti berbagai penyakit seperti encok dan rabun membuat satu pasukannya yang
bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba.[3][4] Ia akhirnya ditangkap dan
dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Keberadaan Cut
Nyak Dhien yang dianggap masih memberikan pengaruh kuat terhadap perlawanan rakyat
Aceh serta hubungannya dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap membuatnya
kemudian diasingkan ke Sumedang.
5. Soepomo
Kebangsaan: Indonesia
Pendidikan: Rijksuniversiteit Leiden (1924–1927)