Anda di halaman 1dari 11

Gambaran Histopatologi Tiroid dan Ekspresi Interleukin 1 (IL-1) pada Hewan Model

Tikus (Rattus norvegicus) Autoimmune Thyroiditis Hasil Injeksi


Tiroglobulin Kambing (cTG)

Histopathology of Thyroid Gland and Expression of Interleukine 1 (IL-1) in Animal


Model Rattus norvegicus Autoimmune Thyroiditis Injected by
Caprine Thyroglobulin (cTG)

Prima Santi[1], Agung Pramana Warih M.[2], Dyah A.Oktaviane A.P[1]


[1]
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Program Kedokteran Hewan,
[2]
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Brawijaya
prima.santi90@gmail.com

ABSTRAK

Autoimmune thyroiditis (AITD) merupakan salah satu penyakit autoimun yang terjadi
pada organ spesifik yaitu kelenjar tiroid. Deteksi dini keadaan subklinis penyakit ini belum
terjangkau sehingga kondisi pasien tidak segera dapat diketahui. Hewan model AITD yang
dikenal dengan experimental autoimmune thyroiditis (EAT) perlu dibuat untuk menghasilkan
penanda spesifik AITD untuk pembuatan detection kit. Optimasi dosis dalam pembuatan
EAT perlu dilakukan untuk menghasilkan EAT yang mempresentasikan kejadian AITD pada
hewan model secara signifikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
keparahan AITD dengan variasi dosis tiroglobulin kambing (cTG) yang berbeda pada tikus
(Rattus norvegicus) model AITD berdasarkan gambaran histopatologi tiroid dan ekspresi IL-
1. Hewan model AITD dibuat dengan cara diinjeksi cTG yang diemulsikan dengan CFA atau
IFA (perbandingan 1:1) sebanyak 0,2 mL secara subkutan cervical pada hari ke-0, 14 dan 28
dengan dosis 100µg/µL dan 200µg/µL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa injeksi cTG
menyebabkan kerusakan struktur dan bentuk folikel serta kenaikan infiltrasi sel-sel
mononuklear pada gambaran histopatologi tiroid kelompok tikus perlakuan secara signifikan.
Injeksi cTG juga menunjukkan peningkatan ekspresi IL-1 secara signifkan pada kelompok
tikus perlakuan (p<0.05). Peningkatan dosis cTG berbanding lurus terhadap peningkatan
ekspresi IL-1 dan kerusakan jaringan tiroid pada tikus perlakuan. Perlakuan yang signifikan
berbeda nyata meningkatkan kerusakan struktur dan bentuk folikel, infiltrasi sel-sel
mononuklear dan ekspresi IL-1 yaitu kelompok tikus yang diinjeksi 200µg/µL cTG.

Kata kunci : Autoimmune thyroiditis, Experimental autoimmune thyroiditis, Tiroglobulin


kambing (cTG), Histopatologi jaringan tiroid, Interleukin-1

ABSTRACT

Autoimmune thyroiditis (AITD) is an autoimmune disease specifically affecting thyroid


gland. Detection kit of AITD patients was expensive so that the patient's condition was not
immediately known. Animal models of AITD known as experimental autoimmune thyroiditis
(EAT) should be made to produce a specific marker for AITD detection. Dose optimization
in the manufacture of animal models is needed to produce the present EAT incidence in
animal models of AITD significantly. The purpose of this study was to know the severity of
AITD on EAT using caprine thyroglobulin (cTG), based thyroid histopathology of thyroid
gland and expression of IL-1.The EAT induced by 100µg/µL and 200µg/µ cTG was injected
subcutaneously cervical on day 0, 14 and 28. The results showed that the injection of cTG

1
significantly damage to the structure and form follicles, and increase infiltration of
mononuclear cells on thyroid histopathology of treated group. cTG injection also showed
increased expression of IL-1 are significantly in treated group (p <0:05). Increasing dose of
cTG cause increasing expression of IL-1 and tissue damage in rat thyroid treatment. Groups
of rat were injected cTG 200μg/μL significantly increase the structure and form of follicle
damage, infiltration of mononuclear cells and expression of IL-1

Keywords: Autoimmune thyroiditis, Experimental autoimmune thyroiditis, Caprine


thyroglobulin (cTG), Histopathology of thyroid gland,, Interleukine-1

PENDAHULUAN
Autoimmune thyroiditis (AITD) merupa- Gangguan pada kelenjar tiroid menjadi
kan salah satu penyakit autoimun yang ter- sangat penting karena hormon tiroid memi-
jadi pada organ spesifik yaitu kelenjar tiroid. liki pengaruh pada reproduksi, pertumbuhan
Penyakit ini biasanya berupa hashimoto thy- dan diferensiasi serta metabolisme tubuh
roiditis (hipotiroiditis) dan grave’s disease (Norris, 2007). Deteksi dini untuk AITD
(hipertiroiditis) (Chistiakov dan Turakulov, subklinis saat ini belum terjangkau sehingga
2003). Penyakit ini ditandai dengan infiltrasi kondisi pasien tidak dapat segera didiagnosa
limfosit dan autoreaktif terhadap tiroid seba- (Akin, 2011). Pengembangan detection kit
gai mekanisme respon imun (Quaratino, dan pola terapi yang tepat mulai banyak dila-
2004). Infiltrasi sel limfosit pada penyakit ini kukan.
memediasi kerusakan sel-sel pada tiroid Hewan model AITD disebut dengan
sehingga pada gambaran histopatologi tiroid experimental autoimmune thyroiditis (EAT)
yang mengalami AITD menunjukkan adanya yang dapat dibuat metode induksi non-self-
infiltrasi sel mononuklear, perubahan struk- antigen atau self-antigen. Self-antigen yang
tur dan bentuk jaringan tiroid (Chistiakov dapat digunakan sebagai inducer EAT yaitu
dan Turakulov, 2003; Quarantino, 2004). tiroglobulin (TG), thyroid stimulating hor-
Respon imun juga disertai dengan adanya mone receptor (TSH-R) dan thyroid pero-
aktivitas sitokin proinflamasi antara lain IL- xidase (TPO) (Weetman, 2004). Jumlah TG
1, IL-6 dan IL-8 pada kelenjar tiroid (Qua- mencapai 75% pada jaringan tiroid lebih
rantino, 2004; Chistiakov, 2005). berpeluang menjadi autoantigen dibanding-
Penyakit autoimun termasuk AITD memi- kan TPO dan TSHR, selain TG merupakan
liki angka prevalensi mencapai 5-10% pada protein spesifik organ tiroid yang secara
populasi di dunia dengan jumlah tercatat signifikan dapat menginduksi AITD pada
terbanyak di negara Amerika Serikat dan EAT (Zhongtian, et al., 2004, Zhou dan Gill,
Jepang lebih sering terjadi pada wanita 2005; Xiao-hong, et al., 2011). Tingkat
dibandingkan pria dan yang paling umum keparahan yang dihasilkan TG mampu
terjadi ada usia 45-65 tahun (Akin, 2011; menginfiltrasi sel imun seluler spesifik pada
Norris, 2007; Vanderpump, 2009). Penyakit jaringan tiroid yaitu sel TCD4+, sel TCD8+
ini secara klinis mirip dengan canine lym- dan sel B secara maksimal dibandingkan
phocytic thyroiditis (CLT) pada anjing (Gos- TPO dan TSHR (Ng, et al. 2004).
selin, 1982). Beberapa ras anjing yang rentan Hewan model AITD dengan menggunakan
terhadap AITD yaitu irish setter, golden TG yang sudah dikembangkan dari tiro-
retriever, cocker spaniel, shetland sheepdog, globulin babi (pTG), tiroglobulin tikus
beagle, doberman, giant schnauzer, hova- (mTG), tiroglobulin sapi (bTG), tiroglobulin
wart, pointer, skye terrier dan boxer dengan rodent (rTG), dan tiroglobulin manusia
prevalensi lebih banyak terjadi pada anjing (hTG) namun hasil EAT berbasis TG sebe-
betina usia 2-4 tahun (Dodds, 2001; Nach- lumnya kurang mampu menyebabkan
reiner, et al., 2002; Nachreiner, et al., 2002). infiltrasi sel mononuklear secara merata

2
(Karras, et al. 2005; Zhou dan Gill, 2005; (Zhou dan Gill, 2005; Karras, et al. 2005;
Arata, et al., 2006; Xiao-hong, et al., 2011) Arata, et al. 2006).
Tiroglobulin dari berbagai spesies-spesies Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dapat digunakan dalam pengembangan EAT terjadinya reaksi inflamasi dan tingkat ke-
karena memiliki kesamaan fisik, biokimia parahan AITD pada tiroid tikus (Rattus
dan struktur molekul sehingga penelitian ini norvegicus) model AITD yang diinjeksi va-
menggunakan tiroglobulin kambing (cTG) riasi dosis cTG berdasarkan ekspresi IL-1
dengan harapan dapat mempresentasekan ke- dan gambaran histopatologi tiroid.
jadian AITD pada EAT secara signifikan

MATERI DAN METODE


kelompok perlakuan 2 (dosis 200µg/µL).
Alat dan Bahan Penggunaan hewan coba dalam penelitian ini
Bahan yang digunakan adalah tikus putih telah mendapatkan sertifikat laik etik oleh
(Rattus norvegicus) betina strain Wistar, tiro- Komisi Etik Penelitian Universitas Brawi-
globulin kambing (cTG), complete freud’s jaya No:140-KEP-UB
adjuvant (F5881 - Sigma Aldrich - USA),
incomplete freud’s adjuvant (F5506-Sigma Isolasi dan Perhitungan Kadar cTG
Aldrich-USA), Phospate Buffer Saline Organ tiroid kambing dicuci dengan PBS
(PBS), PBS Asida, NaCl fisiologi, Tris-HCl, sebanyak 3x. Organ sebanyak 1 gram
perekasi biuret, Phosphate Buffer Saline dipotong-potong kecil kemudian diletakkan
Tween-Phenyl Metane Sulfonyl Fluoride pada mortar dingin dan ditambahkan 1 mL
(PBST-PMSF), pasir kuarsa, etanol ber- PBST-PMSF serta pasir kuarsa secukupnya.
tingkat (70%, 80%, 90%, 100%), parafor- Organ digerus dengan pestel dan diratakan.
maldehyde (PFA) 10%, xylol, alkohol, Homogenat ditambahkan 4 mL PBST-PMST
parafin cair, peroxidase block-H2O2 (K0679- kemudian dipindahkan ke dalam microtube
Dako-USA), bovine serum albumin-BSA, dan digetarkan dengan vorteks selama 10
mouse anti IL-1β (F162-Bioworld menit. Homogenat disonifikasi selama 10
Technology-China), rabbit anti-mouse IgG- menit lalu disentrifus (6.000 rpm selama 15
biotin link (K0679-Dako-USA), strep avidin menit). Supernatan kemudian dipindahkan ke
horse radish peroxidase-SAHRP (K0679- dalam microtube baru. Supernatan kemudian
Dako-USA), DAB+ cromagen (K0679- ditambahkan etanol absolut dingin (1:1) dan
Dako-USA), Mayer's Hematoxylin (S3309- dibiarkan selama 24 jam dalam freezer. Su-
Dako-USA) Eosin (CS701-DAKO-USA), pernatan setelah 24 jam disentrifus (10.000
entellan, dan aquadest. rpm selama 15 menit). Etanol lalu dibuang
Peralatan yang digunakan antara lain dan sisa endapan dikeringkan. Endapan pro-
disetting set, blue and yellow tips, mikropi- tein ditambahkan buffer Tris-HCl dingin
pet, mortar dan pestel, spuit, sentrifugator, 20mM (1:1). Ekstrak protein cTG divorteks
spektofotometer, vorteks, sonikator, inku- selama 5 menit dan disimpan pada freezer.
bator, magnetic stirrer, microtube, labu ukur, Kadar cTG diukur menggunakan metode uji
object glass, cover glass, centrifuge tube, biuret dengan menggunakan spektrofoto-
autoclave, neraca analitik, disposable sy- meter (540nm) (Amin, dkk, 2009).
ringe, oven, refrigerator dan mikroskop ca-
haya. Perhitungan Dosis dan Metode Injeksi (cTG)
Dosis cTG kelompok perlakuan merupa-
Perlakuan Hewan Coba kan modifikasi yang didasarkan pada Zhou
Tikus (Rattus norvegicus) dibagi dalam 3 dan Gill (2005) dan Xiao-hong, et al. (2011).
kelompok perlakuan masing-masing terdiri Dosis cTG pada kelompok B yaitu 100
dari 6 ekor tikus yaitu kelompok normal, µg/µL cTG diemulsikan dengan CFA atau
kelompok perlakuan 1 (dosis 100µg/µL) dan IFA (1:1). Pada kelompok C digunakan dosis

3
200 µg/µL cTG diemulsikan dengan CFA 100%, 90%, 80% dan 70% (3 menit).
atau IFA (1:1). Volume injeksi cTG pada Jaringan dicuci dengan aquades dan PBS pH
tikus sebanyak 0,2 mL/ekor. 7,4 (3x5 menit). Jaringan lalu direndam
dalam H2O2 (45 menit) lalu dicuci dengan
Pembuatan Hewan Coba Model AITD PBS pH 7,4 (3x5 menit). Jaringan diblocking
Injeksi cTG dengan BSA 1% (45 menit) lalu jaringan
Injeksi dilakukan paada bagian subkutan dicuci dengan PBS pH 7,4 (3x5 menit).
cervical pada hari ke-0 dan booster pada hari Jaringan ditetesi antibodi primer mouse anti-
ke-14 dan ke-28 pada kelompok perlakuan 1 IL-1 dan diinkubasi selama semalam pada
dan 2. Kelompok perlakuan 1 diinjeksi 100 suhu 4oC lalu dicuci dengan PBS pH 7,4
μg/µL cTG (dalam CFA 1:1 kemudian (3x5 menit). Jaringan ditetesi antibodi
dilakukan booster dengan dosis 100 μg/µL sekunder rabbit anti-mouse IgG berlabel
cTG (dalam IFA 1:1) pada hari ke-14 dan ke- biotin dan diinkubasi selama 1 jam. Jaringan
28. Kelompok perlakuan 2 diinjeksi 200 lalu dicuci dengan PBS pH 7,4 (3x5 menit).
μg/µL cTG (dalam CFA 1:1) pada hari ke-0 Jaringan ditetesi SAHRP (45 menit).
dan booster dengan dosis 200 μg/µL cTG Jaringan lalu dicuci dengan PBS pH 7,4 (3x5
(dalam IFA 1:1) pada hari ke-14 dan ke-28. menit). Jaringan ditetesi DAB (7 menit).
Preparat dicuci dengan aquades selama 3x5
Pengambilan Organ Tiroid Tikus menit. Preparat dicounterstaining dengan
Tikus dieutanasia dengan dislokasi leher Mayer’s Hematoxylin selama 5 menit lalu
kemudian dibedah dalam posisi ventrodorsal dicuci dengan stilled water 3x5menit.
pada daerah cervical. Tiroid dipreparasi dari Preparat kemudian dikeringanginkan dilan-
kedua sisi laring lalu dicuci dengan NaCl jutkan dimounting dan ditutup dengan cover
fisiologis 0.9% lalu dan dimasukkan pada glass (Ramos-Vara, 2005).
paraformaldehide (PFA) 10%.
Pengamatan Ekpresi Interleukin 1 (IL-1)
Pembuatan Preparat Histopatologi Preparat histopatologi jaringan tiroid hasil
Proses pembuatan preparat histopatologi pewarnaan imunohistokimia diamati meng-
terdiri dari fiksasi, dehidrasi dan infiltrasi, gunakan mikroskop cahaya Olympus BX51
penjernihan, infiltrasi parafin, embedding, perbesaran 40x-1000x sebanyak 5 lapang
sectioning, penempelan di gelas objek pandang. Perhitungan presentase area eks-
(Amin, dkk, 2009). presi IL-1 menggunakan gambaran histo-
patologi jaring-an tiroid perbesaran 400x dan
Pewarnaan Preparat dengan Hematoxylin- dianalisa dengan software Axio Vision.
Eosin Perhitungan ekspresi IL-1 terhadap kontrol
Preparat jaringan tiroid dimasukkan da- dikonversikan dalam persentase meng-
lam xylol (5 menit), lalu dimasukkan dalam gunakan rumus rata-rata persentase area
alkohol absolut, alkohol 100%, 90%, 80% kelompok perlakuan dikurangi dengan rata-
dan 70% (3 menit). Jaringan dicuci dengan rata persentase area kelompok kontrol dibagi
aquades 1x dan dengan PBS pH 7,4 (3x5 dengan rata-rata kontrol dikalikan dengan
menit). Jaringan diwarnai dengan Mayer’s 100% (Mandella, 2013).
Hematoxylin-Eosin (5 menit) dan dicuci
aquadest (3x5menit). Preparat dikering Pengamatan Preparat Histopatologi
anginkan, mounting dan ditutup dengan Preparat histopatologi jaringan tiroid
cover glass (Ramos-Vara, 2005). diamati menggunakan mikroskop cahaya
Olympus BX51 mulai perbesaran 40x-1000x
Pewarnaan Preparat dengan Imunohisto- sebanyak 5 lapang pandang untuk melihat
kimia - Interleukin 1 (IL-1) adanya perubahan struktur dan bentuk folikel
Preparat dimasukkan xylol (5 menit) serta infiltrasi sel mononuklear. Gambaran
kemudian dalam alkohol absolut, alkohol histopatologi jaringan tiroid perbesaran

4
100x, 400x dan 1000x dianalisa secara fikasikan berdasarkan indeks patologi tiroid
deskriptif. Perhitungan presentase area AITD (Tabel 1). Perhitungan infiltrasi sel
infiltrasi sel mononuklear dilakukan pada mononuklear terhadap kontrol dikonversikan
gambaran histopatologi jaringan tiroid dalam persentase menggunakan rumus
perbesaran 400x dengan software ImageJ. seperti pada pengamatan ekspresi interleukin
Infiltrasi sel mononuklear kemudian diklasi- (IL-1).

Tabel 1. Indeks Patologi Tiroid AITD


Indeks Patologi Perubahan Histopatologi
0 Tidak ada infiltrasi, kelenjar yang normal menunjukkan folikel utuh dengan
lapisan sel epitel
1 Terjadi infiltrasi sel mononuklear dengan tingkat rendah, tidak jelas, sel
mononuklear didistribusikan perivaskular
2 Infiltrasi sel mononuklear terlihat dengan jelas, mempengaruhi 10 sampai
40% kerusakan pada jaringan
3 Infiltrasi melibatkan 40 sampai 80% jaringan
4 Infiltrasi melibatkan lebih dari 80% jaringan
Sumber. Karras et al., (2005)
Analisis Data area ekspresi IL-1 yang ditabulasi meng-
Data penelitian ini berupa data kualitatif gunakan Microsoft Office Excel kemudian
dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa dianalisa menggunakan analysis of variance
pengamatan histopatologi jaringan tiroid (ANOVA) dengan software SPPS 16 for
yang disajikan dan analisis secara deskriptif. Windows. Apabila terdapat perbedaan nyata
Data kuantitatif berupa data presentase area dilanjutkan uji Beda Nyata Jujur (Tukey)
infiltrasi sel mononuklear dan presentase dengan α= 0.05%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


autoimun (Dinarello, 2005). Produsen utama
Ekspresi Interleukin 1 (IL-1) dari IL-1 adalah monosit dan kadangkala
Hasil penelitian menunjukkan injeksi cTG makrofag, sel dendritik dan sel-sel lain
meningkatkan ekspresi Interleukin 1 (IL-1) (Limei, et al., 2008). Jaringan tiroid tikus
(Gambar 1). Rata-rata persentase area eks- normal menunjukkan adanya ekspresi IL-1
presi IL-1 pada jaringan tiroid tikus per- dengan intensitas rendah yaitu 0.345%,
lakuan mengalami peningkatan dibandingkan ekspresi tersebut dihasilkan oleh monosit
pada jaringan tiroid tikus normal (Tabel 2). pada bagian pembuluh darah pada jaringan
Rata-rata persentase area ekspresi IL-1 pada tiroid untuk mengatur tirosit (sel-sel tiroid)
tikus normal tanpa perlakuan adalah 0.354%. (Gambar 5.1.A). Interleukin 1 memodulasi
Ekspresi IL-1 meningkat secara signifikan pertumbuhan tirosit untuk menjalankan
pada tikus perlakuan. Tikus perlakuan 1 rata- fungsi memproduksi hormon-hormon tiroid
rata persentase area ekspresi IL-1 mencapai serta memodulasi apoptosis sel-sel tirosit.
2.57% sedangkan pada tikus perlakuan 2 Chistiakov (2005) bahwa keberadaan IL-1
mencapai 8.708%. Rata-rata persentase area pada jaringan tiroid normal berfungsi dalam
ekspresi IL-1 tikus perlakuan 1 dan 2 menjaga pertumbuhan dan fungsi dari tirosit.
mengalami peningkatan masing-masing ber- Simons, et al. (1998) juga menyatakan
turut 625% dan 2.359% dibandingkan pada bahwa IL-1 pada tiroid normal berfungsi
jaringan tiroid tikus normal. menginduksi ekspresi Fas untuk memodulasi
Interleukin 1 merupakan sitokin penting apoptosis tirosit.
yang memediatori respon inflamasi dan

5
Gambar 1. Ekspresi Interleukin 1 (IL-1) pada jaringan tiroid.
Keterangan: (A) jaringan tiroid tikus normal (tanpa perlakuan); (B) jaringan tiroid
tikus perlakuan 1 (dosis 100µg/µL) dan (C) jaringan tiroid tikus perlakuan 2
(dosis 200µg/µL). Panah=ekspresi IL-1 (warna coklat muda). Perbesaran 1000x.

Tabel 2. Rata-Rata Persentase Area Ekspresi Interleukin 1 (IL-1)


Ekspresi IL-1 (%) Peningkatan Ekspresi IL-
Kelompok Perlakuan
(Mean ± SD) 1 terhadap kontrol (%)
a
A (Normal tanpa perlakuan) 0.354 ± 0.1678 0
b
B (Perlakuan 1 dosis 100µg/µL) 2.57 ± 0.3860 625
c
C (Perlakuan 2 dosis 200µg/µL) 8.708 ± 0.2626 2.359
Keterangan : Perbedaan notasi (a,b,c) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar
perlakuan terhadap ekspresi IL-1 (p<0.05)

Jaringan tiroid tikus perlakuan menun- menyebabkan antigen yang masuk ke dalam
jukkan peningkatan ekspresi IL-1. tubuh tikus lebih banyak daripada perlakuan
Interleukin 1 pada tikus perlakuan 1 dan 2 1 dengan dosis 100µg/µL cTG. Jumlah
terlihat terekspresi disekitar sel-sel mono- antigen (cTG) yang lebih banyak akan
nuklear. Sitokin proinflamasi ini memang mengakibatkan produksi antibodi (Ab-cTG)
diproduksi oleh sel-sel mononuklear pada yang lebih banyak. Ikatan antigen-antibodi
jaringan tiroid akibat injeksi cTG sesuai yang lebih banyak akan menyebabkan infil-
dengan pernyataan Weetman (2003) bahwa trasi sel mononuklear pada jaringan tiroid
IL-1 diproduksi oleh sel-sel mononuklear juga lebih banyak. Infiltrasi sel mononuklear
yang terinfiltrasi pada jaringan tiroid. yang lebih banyak maka akan mengeks-
Ekspresi IL-1 terlihat tersebar merata pada presikan IL-1 dengan intensitas lebih tinggi
tikus perlakuan 1 karena infiltrasi sel mono- dibanding pada perlakuan 1.
nuklear menyebar merata pada jaringan Ekspresi interleukin 1 pada jaringan tiroid
tiroid yang merupakan produsen sitokin perlakuan berfungsi untuk menginisiasi sel T
tersebut. Interleukin 1 pada tikus perlakuan 2 CD4+, makrofag dan sel B merespon cTG
terlihat berkumpul di jaringan tiroid yang seperti pernyataan Dinarello (2005) bahwa
tersisa disekitar tumpukan sel mononuklear IL-1 berfungsi untuk menginisasi sel-sel
(Gambar 1). Hal tersebut menyebabkan eks- imunokompeten untuk menyerang antigen.
presi IL-1 pada perlakuan 1 terlihat seakan- Ikatan Ab-cTG-TG memicu monosit
akan intensitasnya lebih tinggi dari perlakuan (makrofag) pada jaringan tiroid mem-
2, namun rata-rata persentase ekspresi IL-1 produksi IL-1 yang menginisiasi sel-sel
pada jaringan tiroid perlakuan 2 lebih tinggi mononuklear bermigrasi ke jaringan tiroid
dibandingkan perlakuan 1 (Tabel 2). tikus perlakuan 1 dan 2. Migrasi sel-sel
Perbedaan intensitas ekspresi IL-1 pada mononuklear pada jaringan tiroid diinisiasi
perlakuan 2 dibandingkan perlakuan 1 kare- oleh IL-1 sesuai dengan Weetman (2003)
na dosis cTG pada perlakuan 2 lebih tinggi yang menyatakan bahwa ekspresi IL-1
dari dosis cTG pada perlakuan 1. Perlakuan 2 menstimulus sel-sel mononuklear dan
yang injeksi cTG dengan dosis 200µg/µL limfosit menginvasi jaringan tiroid. Simons,

6
et al. (1998) menyatakaan bahwa kenaikan seperti yang dinyatakan Limei, et al. (2008)
ekspresi IL-1 menginduksi monocyte chemo- bahwa peningkatan ekspresi IL-1 terjadi
attractant protein-1 (MCP-1) dan secara signifikan pada penyakit autoimun
granulocyte-macrophage colony-stimulating seperti rheumatoid arthritis dan autoimmune
factor (GM-CSF) dalam pematangan dan thyroiditis.
infiltrasi monosit pada jaringan tiroid
(dendritik sel) sehingga peningkatan ekspresi Gambaran Histopatologi
IL-1 memberikan respon terjadinya infiltrasi Gambaran histopatologi jaringan tiroid
sel-sel mononuklear pada jaringan tiroid hewan model tikus hasil injeksi cTG dapat
tikus perlakuan. Ekspresi IL-1 pada tikus diketahui melalui pewarnaan Hematoksilin-
perlakuan dengan intensitas tinggi akan Eosin (HE). Pengamatan histopatologi ja-
menyebabkan mekanisme imunitas pada ringan tiroid meliputi perubahan struktur dan
jaringan tiroid meningkat dan memberikan bentuk folikel serta infiltrasi sel-sel mono-
efek selanjutnya (Gambar 1). Peningkatan nuklear. Histopatologi jaringan tiroid tikus
ekspresi IL-1 menunjukkan jaringan tiroid perlakuan terlihat mengalami kerusakan
tikus perlakuan mengalami reaksi inflamasi (Gambar 2).

Gambar 2. Histopatologi pada jaringan tiroid (pewarnaan hematoksilin-eosin).


Keterangan: (A) jaringan tiroid tikus normal (a. folikel utuh, b.lumen utuh, c.sel epitel
tersusun rapi); (B) jaringan tiroid tikus perlakuan 1 (dosis 100µg/µL) (a. bekas folikel
terlihat, b. lumen tidak utuh, c dan panah. sel mononuklear); (C) jaringan tiroid tikus
perlakuan 2 (dosis 200µg/µL) (c dan panah. sel mononuklear). Perbesaran 100x. Insert
perbesaran 400x.

Hasil penelitian menunjukkan jaringan bentuk folikel. Sel epitel yang menyusun
tiroid pada tikus normal terlihat folikel folikel tidak ditemukan pada jaringan tiroid
berbentuk bulat dengan struktur penyusun sehingga bentuk folikel tidak terlihat. Pada
berupa sel epitel yang mengelilingi tertata jaringan tiroid tikus perlakuan 2 ditemukan
rapi (Gambar 2.A). Jaringan tiroid pada tikus adanya infiltrasi sel-sel mononuklear. Sel-sel
perlakuan yang diinjeksi cTG terlihat terjadi mononuklear tersebut menumpuk pada
perubahan bentuk dan struktur dibandingkan jaringan yang tersisa (Gambar 2.C).
jaringan tiroid normal (Gambar 2.B dan Gambaran histopatologi pada jaringan
Gambar 2.C). Jaringan tiroid pada tikus tiroid tikus perlakuan hasil injeksi cTG
perlakuan 1 terlihat bentuk folikelnya sudah memiliki kesamaan dengan hasil penelitian
tidak ter-lihat jelas pada sebagian besar Zhou dan Gill (2005) menggunakan mTG,
jaringan tiroid. Struktur folikel pada tikus Xiao-hong, et al. (2011) menggunakan pTG,
perlakuan 1 mengalami kerusakan dimana menunjukkan bahwa jaringan tiroid menga-
sel epitel yang mengelilinginya terlihat tidak lami kerusakan sehingga terlihat adanya
tertata rapi seperti pada jaringan tiroid perubahan struktur dan bentuk folikel..
normal. Folikel pada jaringan tiroid terlihat Kerusakan pada jaringan tiroid tikus per-
tidak utuh. Lumen folikel dipenuhi oleh sel- lakuan yang ditandai dengan perubahan
sel mono-nuklear (Gambar 2.B). Jaringan struktur dan bentuk folikel disebabkan
tiroid tikus perlakuan 2 mengalami adanya aktivitas sel-sel mononuklear yang
peningkatan kerusakan pada struktur maupun terinfiltrasi pada jaringan tiroid.

7
Jaringan tiroid pada tikus perlakuan selain tidak nampak adanya keberadaan sel-sel
terjadi perubahan struktur dan bentuk folikel mononuklear (Gambar 3.A) hal tersebut
juga terjadi infiltrasi sel-sel mononuklear sesuai dengan pernyataan Chistiakov (2005)
(Gambar 3). Sel mononuklear tersebut dan Norris (2007) bahwa keberadaan sel
terlihat memiliki satu buah inti berbentuk mononuklear (monosit) pada tiroid tikus
bulat dengan sitoplasma lebih besar dari inti normal berada di dalam pembuluh darah
seperti pada Junqueira (2007) bahwa sel dalam jaringan tiroid yang berfungsi
mononuklear berbentuk bulat dengan satu mengekspresikan IL-1 untuk mengatur per-
inti berada ditengah. Gambaran histologi tumbuhan dan fungsi tirosit.
jaringan tiroid tikus normal tanpa perlakuan

Gambar 3. Infiltrasi sel mononuklear pada jaringan tiroid (pewarnaan hematoksilin-eosin).


Keterangan: (A) jaringan tiroid tikus normal; (B) jaringan tiroid tikus perlakuan 1
(dosis 100µg/µL); (C) jaringan tiroid tikus perlakuan 2 (dosis 200µg/µL). Panah=sel
mononuklear. Perbesaran 1000x.
Tabel 3. Rata-Rata Persentase Area Infiltrasi Sel Mononuklear
Perubahan
Infiltrasi sel Mononuklear Indeks
Kelompok Perlakuan Histopatologi
(%) (Mean ± SD) Patologi
terhadap Kontrol (%)
a
A (Normal tanpa perlakuan) 0.06 ± 0.03 0 0
b
B (Perlakuan 1 dosis 100µg/µL) 12.87 ± 4.08 2 21219
C (Perlakuan 2 dosis 200µg/µL) 80.55 ± 5.67 c 4 133270
Keterangan : Perbedaan notasi (a,b,c) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar
perlakuan terhadap infiltrasi sel mononuklear (p<0.05)

Sel-sel mononuklear terinfiltrasi pada infiltrasi sel mononuklear terlihat menumpuk


jaringan tiroid tikus perlakuan 1 dan 2 sehingga tidak dapat dipisahkan dengan sel
(Gambar 3.B dan Gambar 3.C). Sel-sel epitel (Gambar 3.C).
mononuklear pada jaringan tiroid tikus Penelitian Zhou dan Gill (2005) yang
perlakuan 1 terlihat jelas bentuknya dan diinjeksi mTG, Karras, et al. (2005) dan
mampu dibedakan dengan sel epitel. Dis- Arata, et al. (2006) yang diinjeksi hTg mau-
tribusi sel mononuklear pada jaringan tiroid pun Xiao-hong, et al. (2011) yang diinjeksi
perlakuan 1 menyebar merata pada lumen- pTG menunjukkan bahwa sel-sel mono-
lumen folikel. Terlihat jelas bahwa lumen- nuklear terinfiltrasi pada jaringan tiroid per-
lumen folikel tidak lagi utuh dan berisi lakuan. Infiltrasi sel-sel mononuklear meru-
koloid namun digantikan oleh sel-sel mono- pakan akibat yang ditimbulkan dari ikatan
nuklear (Gambar 3.B). Histopatologi ja- antigen-antibodi pada jaringan tiroid dikare-
ringan tiroid perlakuan 2 terlihat bahwa sel- nakan antibodi tidak mampu membedakan
sel mononuklear menumpuk pada jaringan cTG dengan TG.
tiroid yang tersisa. Sel-sel mononuklear pada Pemberian perlakuan mengakibatkan pe-
jaringan tiroid tikus perlakuan 2 tidak dapat ningkatan rata-rata persentase area infiltrasi
terlihat dengan jelas bentuknya. Pada gam- sel mononuklear (Tabel 3). Rata-rata per-
baran histopatologi tikus perlakuan 2 sentase area infiltrasi sel mononuklear pada

8
tikus normal tanpa perlakuan adalah 0.06%. Pembentukkan Ab-cTG terus diproduksi dan
Rata-rata persentase area infiltrasi sel mono- jumlahnya terus meningkat.
nuklear meningkat secara signifikan pada Antibodi (Ab-cTG) kemudian mengikat
kelompok tikus perlakuan. Infiltrasi pada dan menghancurkan cTG. Antigen cTG
tikus perlakuan 1 mencapai 12.87% sedang- memiliki kesamaan dengan TG pada tiroid
kan pada tikus perlakuan 2 mencapai tikus perlakuan. Kesamaan tersebut meng-
80.55%. Peningkatan infiltrasi sel mono- akibatkan Ab-cTG mengenali TG pada tiroid
nuklear pada tikus perlakuan 1 dan 2 tikus sebagai antigen. Pengenalan tersebut
berturut-turut mencapai 21219% dan mengakibatkan terjadinya reaksi autoimun
133270% dari jaringan tiroid normal. pada tiroid tikus. Antibodi Ab-cTG kemu-
Grading kerusakan tiroid AITD ber- dian mengikat TG pada tiroid tikus per-
dasarkan infiltrasi sel-sel mononuklear hasil lakuan. Ikatan tersebut menginisiasi sel
penelitian menggunakan indeks patologi mononuklear (monosit dan makrofag) meng-
tiroid AITD Karras et al., (2005) (Tabel 1). ekspresikan IL-1. Ekspresi IL-1 menginisiasi
Grading menunjukkan rata-rata persentase migrasi sel mononuklear dari pembuluh
area infiltrasi sel-sel mononuklear masuk darah ke jaringan tiroid. Migrasi tersebut
dalam grade 0, 2 dan 4 (Tabel 3). Jaringan menyebabkan infiltrasi sel-sel mononuklear
tiroid normal merupakan grade 0 (tidak ada pada jaringan tiroid tikus. Infiltrasi sel-sel
infiltrasi), jaringan tiroid perlakuan 1 meru- mononuklear mengakibatkan TG pada
pakan grade 2 (sel mononuklear jelas dan bagian lumen folikel maupun yang masih
mempengaruhi 10% sampai 40% kerusakan diproduksi pada sel epitel tiroid tikus
pada jaringan) dan jaringan tiroid perlakuan difagosit dan dihancurkan. Mekanisme terse-
2 merupakan grade 4 (infiltrasi melibatkan but menyebabkan kerusakan pada jaringan
lebih dari 80% jaringan). Kerusakan jaringan tiroid tikus perlakuan (Gambar 3). Kerusakan
tiroid penelitian ini mampu mengakibatkan dan infiltrasi sel mononuklear jaringan tiroid
infiltrasi lebih tinggi dari injeksi 0,8µg/µL pada tikus perlakuan tersebut menunjukkan
mTG pada Zhou dan Gill (2005) yang hanya salah satu ciri dari penyakit AITD.
mampu menghasilkan infiltrasi sel mono- Kerusakan dan infiltrasi sel mononuklear
nuklear grade 0-0.5. Karras, et al. (2005) pada jaringan tiroid tikus pada EAT hasil
yang diinjeksi 200µg/µL hTg menunjukkan injeksi tiroglobulin juga ditunjukkan pada
bahwa injeksi yang dilakukan hanya meng- Zhou dan Gill (2005); Karras, et al. (2005);
hasilkan kerusakan jaringan tiroid dengan Arata, et al., (2006) dan Xiao-hong, et al.,
grade 0-0.5. (2011).
Injeksi cTG pada tikus dikenali sebagai Perbedaan tingkat kerusakan dan infiltrasi
antigen oleh APC. Pengenalan awal cTG sel mononuklear pada perlakuan 2 diban-
pada APC akan mengakibatkan pengaktifan dingkan perlakuan 1 dikarena dosis cTG
sel T yang kemudian akan berdiferensiasi pada perlakuan 2 lebih tinggi (dua kali) dari
menjadi sel Th1 dan Th2. Pembentukan sel dosis cTG pada perlakuan 1. Perlakuan 2
Th2 meng-inisiasi sel B menghasilkan sel yang injeksi cTG dengan dosis 200µg/µL
memori dan sel plasma yang memproduksi menyebabkan antigen yang masuk ke dalam
antibodi cTG (Ab-cTG). Antibodi cTG akan tubuh tikus lebih banyak daripada perlakuan
mengikat cTG dan menghancurkannya. 1 dengan dosis 100µg/µL cTG. Jumlah
Pelepasan antigen cTG ke dalam darah seca- antigen (cTG) yang lebih banyak akan
ra bertahap akan mengakibatkan pengenalan mengakibatkan produksi antibodi (Ab-cTG)
ulang APC. Pengenalan ulang ini akan dires- yang lebih banyak. Ikatan antigen-antibodi
pon oleh sel memori. Respon sel memori yang lebih banyak akan menyebabkan in-
berupa inisiasi terhadap sel plasma akan filtrasi sel mononuklear pada jaringan tiroid
mengakibatkan memproduksi Ab-cTG. Pro- juga lebih banyak. Infiltrasi sel mononuklear
ses ini akan terjadi berulang kali setiap kali yang lebih banyak maka akan menyebabkan
antigen dilepas ke pembuluh darah.

9
kerusakan yang lebih tinggi dibanding pada dan ekspresi IL-1. Peningkatan dosis cTG
perlakuan 1. berbanding lurus dengan peningkatan keru-
Variasi dosis injeksi cTG pada tikus sakan histopatologi tiroid dan ekspresi IL-1
perlakuan signifikan berbeda nyata dalam pada jaringan tiroid tikus perlakuan.
peningkatan kerusakan histopatologi tiroid

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah 2. Injeksi variasi dosis cTG mengakibatkan
dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa: kerusakan secara signifikan (p<0.05) pada
1. Injeksi variasi dosis cTG secara signifikan jaringan tiroid tikus (Rattus norvegicus)
meningkatkan ekspresi interleukin 1 (IL- AITD yang ditandai dengan perubahan
1) pada tikus (Rattus norvegicus) AITD struktur dan bentuk folikel serta
(p<0.05) yang merupakan penanda meningkatkan infiltrasi sel mononuklear
terjadinya reaksi inflamasi. Peningkatan yang merupakan parameter terjadinya
dosis cTG berbanding lurus dengan reaksi autoimun. Peningkatan dosis cTG
ekspresi interleukin 1 (IL-1) pada tikus berbanding lurus dengan peningkatan
AITD. kerusakan jaringan tiroid AITD.

UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih Patologi RS. Dr. Soetomo Surabaya yang
kepada analis dan staf Laboratorium telah membantu dalam penelitian ini dan
Biokimia, Laboratorium Molekuler dan kepada DIKTI yang telah mendanai sebagian
Laboratorium Fisiologi Hewan FMIPA dari penelitian ini melalui kegiatan PKM.
Universitas Brawijaya serta Laboratorium

DAFTAR PUSTAKA
Akin, F. (ed.), 2011. Basic and Clinical Dinarello, C.A. 2005. The IL-1 Family and
Endocrinology Up-to-Date, InTech, Rijeka, Inflammatory Diseases. AMGEN-suppl. 27
Amin, M.H.F, A.P.W. Marhendra dan 17-08-2005 12:13 Page S-1
Aulanni’am. 2009. Pengaruh Paparan Dodds, W.J. 2001. Vaccination Protocols for
Lipopolisakarida pada Rongga Mulut dan Dogs Predisposed to Vaccine Reactions. J.
Assisted Drainage Therapy (Adt) terhadap Americ. Anim. Hosp. Assoc. Vol 37 No.3
Kadar S-Ige dan Profil Radikal Bebas Pada pp.211-214
Tikus Asma, Paper Presentasi pada Seminar Gosselin, S.J, C.C. Capen, S.L. Martin and S.
Nasional Biologi XX dan Kongres PBI XIV Krakowka. 1982. Autoimmune Lymphocytic
UIN Maliki, Malang, 24-25 Juli. Thyroiditis in Dogs. Vet. Immunol and
Arata, N., T. Ando, P.Unger and T. F. Davies. Immunopathol Vol.3 pp.185-201
2006. By-Stander Activation in Autoimmune Junqueira, L.C. 2007. Histology Dasar: Teks dan
Thyroiditis: Studies on Experimental Atlas Edisi 10. Jakarta : EGC.
Autoimmune Thyroiditis in The GFP+ Karras, E., H. Yang, P. Lymberi and P.
Fluorescent Mouse. Clinical Immunology. Christadoss. 2005. Human Thyroglobulin
2006:121, pp. 108-117 Peptide p2340 Induces Autoimmune
Baratawidjaja, K.G. dan I. Rengganis. 2010. Thyroiditis in HLA-DR3 Transgenic Mice.
Imunologi Dasar. Jakarta. Balai Penerbit Journal of Autoimmunity 24:2005, pp. 291-
FKUI. 296
Chistiakov, D.A. and R.I. Turakulov. 2003. Limei L., Zhaoliang F., Jianke R., Ruilin S.,
CTLA-4 and its Role in Autoimmune Thyroid Zhihui L., Zhejin S., Long W., Xia S., Jun Y.,
Disease. J. Mol Endocrinol Vol 31 pp.21–36 Zhugang W. and Jian F. 2008. Functional
Chistiakov, D.A. 2005. Immunogenetics of Imaging of Interleukin 1 Beta Expression in
Hashimoto's Thyroiditis. J. Autoimmune Inflammatory Process Using Bioluminescence
Diseases Vol.2 No.1 Imaging in Transgenic Mice. BMC
Immunology 2008, 9:49

10
Mandella, N.I. 2013. Ekspresi Tumor Necrosis Role for Interleukin-1 Beta and Interleukin-6.
Factor (TNF-α) Dan Gambaran Histopatologi Endocrinology 1998, 139:3148-3156.
Sendi Tikus Artritis (Rattus norvegicus) yang Vanderpump, M.P.J. 2009. 'Epidemiology of
Mendapatkan Terapi Ekstrak Buah Kesemek Thyroid Dysfunction-Hypothyroidism and
Junggo (Diospyros kaki L,f). [Skripsi]. Hyperthyroidism' dalam Smyth, PPA (ed),
Program Kedokteran Hewan. Universitas Thyroid Internasional 2-2009. Merck KGaA,
Brawijaya. Darmstadt, pp.1-11
Nachreiner, R.F., K.R. Refsal, P.A. Graham and Weetman, A.P. 2004. Autoimmune Thyroid
M.M. Bowman. 2002. Prevalence of Serum Disease. Autoimmunity, vol.37, no.4, pp. 337–
Thyroid Hormone Autoantibodies in Dogs 40.
with Clinical Signs of Hypothyroidism. J. Xiao-hong S., Ri-zeng Z., Chen-huan Y. and
AmericVet. Med. Assoc. (Abstr). Vol. 220, Fang W. 2011. Effects of Modified Haizao
No. 4, pp.466-471 Yuhu Decoction in Experimental
Ng, H.P., J.P. Banga and A.W. Kung. 2004. Autoimmune Thyroiditis Rats.
Development of A Murine Model Of J.Ethnopharmacol, vol.135, no.2, pp. 321-
Autoimmune Thyroiditis Induced with 324.
Homologous Mouse Thyroid Peroxidase, Zhongtian J., Kouki M., Keisei F., Saeko H.,
Endocrinology, vol.145, no.2, pp. 809–816 Jun-ichi T., Jo S. Sadayoshi I. Susumu S. and
Norris, D.O. 2007. Vertebrate Endocrinology 4th Katsumi Y. 2004. Experimental Autoimmune
ed. Burlington. Elsevier Academic Press. Thyroiditis in Nonobese Diabetic Mice
Quaratino, S. 2004. Drug Discovery Today: Lacking Interferon Regulatory Factor-1. J.
Disease Models | Autoimmune Diseases and Clin Immunol Vol.113 pp. 187– 192
Inflammation Vol. 1, No. 4 Zhou, J.S. and Gill, H.S. 2005.
Ramos-Vara, J.A. 2005. Technical Aspects of Immunostimulatory Probiotic Lactobacillus
Immunohistochemistry. Veterinary rhamnosus HN001 and Bifidobacterium lactis
Pathology, vol.42, no.4, pp. 405–426. HN019 Do Not Induce Pathological
Simons P.J., F.G. Delamarre and H.A. Drexhage: Inflammation in Mouse Model of
Antigen-Presenting Dendritic Cells as Experimental Autoimmune Thyroiditis. Intern
Regulators of The Growth of Thyrocytes: A J.Food Microbiol, vol.103, no.1, pp. 97–104.

11

Anda mungkin juga menyukai