Pemeriksaan Lanjutan
Laboratorium : WBC 12.500/uL,RBC 4.590.000/uL, HGB 13,8 g/dL, PLT 68.000/uL, HCT 48.3%.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya di RS H. Padjonga Dg. Ngalle Takalar
Riwayat kesehatan/ penyakit :
Riwayat demam (-)
Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan atau penyakit yang sama pada keluarga tidak ada
Riwayat Pekerjaan
Pelajar
Lain-lain
DaftarPustaka
1. Ringga Fidayanto, ‘BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Demam
Berdarah’, 2003.
3 2. Kementerian Kesehatan RI, ‘Demam Berdarah Dengue’, BuletinPortofolio : DHF
Jendela Grade III
Epidemiologi, 2
(2010), 48.
3. Chen; Herdiman T. Pohan; Robert Sinto Khie, ‘Diagnosis Dan Terapi Cairan Pada Demam
Berdarah Dengue’, Medicinus, 22.1 (2009), 3–7.
4. Sari Pediatri and Darlan Darwis, ‘Kegawatan Demam Berdarah Dengue Pada Anak’, 4
(2003), 156–62.
5. WHO, Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever, WHO Regional Publication SEARO, 2011
<https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004>.
6. Standar pelayanan medik anak, “algoritma renjatan pada DBD”, 2013,307
1. Subyektif:
Demam dialami sejar 4 hari yang lalu, disertai nyeri kepala,nyeri sendi, mual, muntah frek
3x, bab kehitaman 1x (pagi ini)
2. Obyektif:
Status Generalisata : Sakit sedang /gizi Cukup /kompos mentis
Status Vitalis
TD : 70/p mmhg N: 100x/mnt, reguler, lemah
P : 20x/mnt tipe thoracoabdominal S: 36,80C
PemeriksaanFisis
Status lokalis:
Kepala : konjungtiva anemis : -/-
SkleraI kterus : -/-
Bibir Sianosis : -
Demam berdarah dengue merupakan salah penyakit menular yang di sebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam
mendadak selama 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas disertai dengan lemah/lesu, gelisah, nyeri
ulu hati disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik merah, lebam (echymosis) atau ruam
(purpura). kadang-kadang disertai dengan mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran
menurun atau renjatan (syok) (Depkes RI, 2010b).
Menurut Depkes RI (2013), Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi dengan salah satu dari empat virus
dengue. Virus tersebut dapat menyerang bayi, anak-anak dan orang dewasa. Sedangkan
menurut Depkes RI (2011), Demam berdarah dengue adalah penyakit akut yang disebabkan
oleh Virus DBD dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (Aedes aegypti atau
Aedes albopictus) yang terinfeksi virus DBD.
Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi
dan tulang. Penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam berdarah
dengue/dengue hemorraghagic fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai pembesaran
hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi
darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut
dengue shock syndrome (DSS) (Mardiana, 2010).
Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)
Kasus DBD pada jenis kelamin selama ini tidak terlihat kerentanan pada kelompok mana,
berdasarkan data distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008, persentase
penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki
adalah 10.463 orang (53,78%) dan perempuan berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini
menggambarkan bahwa risiko terkena DBD untuk laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak
tergantung jenis kelamin, dan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2010 menyebutkan bahwa penyakit DBD termasuk kedalam sepluh
penyakit terbesar pada pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus pada
laki-laki 30.232 kasus dan 28.883 kasus pada perempuan (Anonim, 2011).
Sedangkan distribusi golongan umur pada kasus DBD di Indonesia dari tahun 1993
sampai tahun 2009 terjadi pergeseran, dimana pada tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok
5 umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur dibawah 15 tahun. Akan: DHF
Portofolio tetapi, mulai
Grade III dari
tahun 1999 sampai tahun 2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok
umur diatas 15 tahun merupakan kelompok umur dengan kasus DBD terbanyak di Indonesia.
Sedangkan, penyebab kematian dengan jumlah yang signifikan pada kasus DBD terdapat pada
kelompok umur dibawah 15 tahun. Namun saat ini kasus DBD telah menyerang semua
kelompok umur, bahkan lebih banyak pada usia produktif.
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat dengan ketinggian
1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah
siklus perkembangan Aedes aegypti tidak sempurna. Daerah yang terjangkit demam berdarah
pada umumnya adalah kota atau wilayah yang padat penduduknya. Hal ini disebabkan dikota
atau wilayah yang padat penduduk rumah-rumahnya saling berdekatan, sehingga lebih
memungkinkan penularan penyakit demam berdarah mengingat jarak terbang Aedes aegypti
100 m. Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan
karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, dan
terdapatnya vektor nyamuk hampir diseluruh pelosok tanah air serta adanya tipe virus yang
bersikulasi sepanjang tahun.
Musim penularan demam berdarah pada umumnya terjadi pada awal musim hujan
(permulaan tahun dan akhir tahun). Hal ini dikarenakan pada musim hujan vektor penyakit
demam berdarah populasinya meningkat dengan bertambah banyaknya sarang nyamuk diluar
rumah sebagai akibat sanitasi lingkungan yang kurang bersih, sedang pada musim kemarau
Aedes aegypti bersarang di bejana yang selalu terisi air seperti bak mandi, tempayan, drum, dan
tampungan air.
Etiologi
Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus,
famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi
virus dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD)
dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod virus Arbovirosis
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis
serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (Depkes RI, 2010b).
Di Indonesia pengamatan virus dengue yang di lakukan sejak tahun 1975 di beberapa
rumah sakit menunjukkan ke empat serotipe di temukan dan bersirkulasi sepanjang tahun.
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan
manifestasi klinik yang berat (Depkes RI, 2012b)
Patogenesis dan Patofisiologi
Secara umum, kelainan yang terjadi pada penyakit DBD akibat adanya kebocoran plasma
yang disebabkan oleh Virus dengue. Hal ini disebabkan oleh Virus dengue yang dapat
menyebabkan kerusakan pada kapiler sehingga dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan penurunan volume plasma. Akibatnya, plasma akan keluar ke
ekstravaskular (ruang interstisial dan rongga serosa). Sedangkan pada intravaskular akan terjadi
peningkatan konsentrasi plasma (hematrokrit/HT meningkat, trombosit menurun, dan leukosit
6 menurun. Selain itu, akibat virus dengue menginfeksi endotel dan menyebabkan
Portofolio gangguan
: DHF Grade III
fungsi dari endotel maka pembuluh darah tidak berfungsi dengan baik dan mengakibatkan
kebocoran darah. Apabila kebocoran ini terjadi pada pembuluh darah kulit akan tampak bercak-
cak kemerahan pada kulit yang disebut petekiae. Sedangkan bila terjadi kebocoran pada saluran
pencernaan akan menyebabkan perdarahan yang terus menerus (Soedarmo, 2010)
Virus dengue masuk kedalam tubuh inang kemudian mencapai sel target yaitu makrofag.
Sebelum mencapai sel target maka respon imun non-spesifik dan spesifik tubuh akan berusaha
menghalanginya. Aktivitas komplemen pada infeksi virus dengue diketahui meningkat seperti
C3a dan C5a mediator-mediator ini menyebabkan terjadinya kenaikan permeabilitas kapiler
celah endotel melebar lagi. Akibat kejadian ini maka terjadi ekstravasasi cairan dari
intravaskuler ke extravaskuler dan menyebabkan terjadinya tanda kebocoran plasma seperti
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura, asites, penebalan dinding vesica fellea dan
syok hipovolemik. Kenaikan permeabilitas kapiler ini berimbas pada terjadinya
hemokonsentrasi, tekanan nadi menurun dan tanda syok lainnya merupakan salah satu
patofisiologi yang terjadi pada DBD (Depkes RI, 2010b).
Gambaran Klinis
Menurut Sudjana (2010), gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase
febris, fase kritis dan fase pemulihan.
a. Pada fase febris, biasanya demam mendadak tinggi terus menerus berlangsung selama
2-7 hari (380C-400C), naik turun (demam bifosik) dan tidak mempan obat antipirektik. Kadang-
kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40 0C disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri
seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri
tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah dapat terjadi kejang
demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam berdarah dengue. Pada saat fase
tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ke 3, 4, 5 adalah fase kritis yang harus
dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi syok kemungkinan dapat terjadi perdarahan dan kadar
trombosit sangat rendah (<20.000/ul). Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan
seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam
dan perdarahan gastrointestinal.
b. Fase kritis, Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala kliniks menghilang
setelah demam turun sertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan
darah, akan teraba dingin di sertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala
gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau
sementara. Pada kasus berat, keadaan umum pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun
antara 3-7 terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembab terutama pada
ujung jari kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai
tidak teraba dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler
dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24–48 jam. Kebocoran
plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit dibawah
100.000/mm
c. Fase pemulihan,bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
7 ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48–72 jam Portofolio
setelahnya. Keadaan
: DHF Grade IIIumum
penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan dieresis membaik.
Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), klasifikasi penyakit Demam Berdarah
Dengue yaitu :
a. Dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya (Dengue Without
Warning Signs). Kriteria dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya :
1) Bertempat tinggal di atau bepergian ke daerah endemik dengue.
2) Demam disertai 2 dari hal berikut : mual, muntah, ruam, sakit dan nyeri, uji tournikuet
positif, lekopenia, adanya tanda bahaya.
3) Tanda bahaya adalah nyeri perut atau kelembutannya, muntah berkepanjangan,
terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa, letergis, lemah, pembesaran hati >2cm,
kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat. 4) Dengue dengan
konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak jelas) b. Dengue Berat
(Severe Dengue). Kriteria dengue berat : kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan
syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress pernafasan. Perdarahan hebat, sesuai
pertimbangan klinisi gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan kesadaran,
gangguan jantung dan organ lain). Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat
dilakukan uji tourniquet.
4. Plan
Penimbangan berat badan. Berat badan perlu ditimbang saat pasien datang sebagai
dasar perhitungan pengobatan dan untuk menilai perjalanan penyakit. Pada tahap awal,
penimbangan berat badan dilakukan 2–3 kali sehari (dengan timbangan gantung),
selanjutnya paling kurang satu kali sehari. Perkiraan berat badan dapat dihitung
berdasarkan rumus: BB (kg) = 2 x umur (tahun) + 4.15
Pemberian tunjangan hidup dasar. Obat pertama yang harus diberikan pada kegawatan
DBD adalah oksigen. Hipoksemia harus dicegah dan dikoreksi. imulai dengan resusitasi
jantung paru yang memastikan jalan napas terbuka dan pernafasan adekuat. Saturasi
oksigen dipertahankan antara 95–100% dan kadar hemoglobin cukup.
Pemasangan akses vena. Buat akses vena dan ambil contoh darah untuk analisis gas
darah, kadar hemoglobin, hemotokrit, jumlah trombosit, golongan darah dan
crossmatch, ureum, kreatinin, elektrolit Na, K, Cl, Ca, Mg, P dan asam laktat.
Resusitasi cairan :
Derajat IV : IVFD RL/RA diguyur cepat, bolus 100-200ml sampai nadi teraba dan tensi
mulai terukur 15-30 menit.
Derajat 3 : infus RL dengan kecepatan 20ml/KgBB/jam. Setelah renjatan teratatasi,
tekanan sistolik >80mmHg, nadi jelas teraba, amplitude nadi cukup besar kecepatan
diubah 10mL/kg/jam selama 4-6 jam. Bila KU tetap baik, jumlah cairan yang diberian
disesuaikan dan cairan RL dextrose 5% 1:1 IVFD dipertahankan 48 jam setelah renjatan
teratasi
Pemasangan kateter urin.Pasang kateter urin dan lakukan penampungan urin,
8 pemeriksaan urinalisis, dan pengukuran berat jenis urin. Jumlah diuresis
Portofolio : DHFdihitung
Grade IIIsetiap
jam (normal: 2-3 ml/kgbb/jam). Bila diuresis kurang dari 1 ml/kgbb/jam berarti terdapat
hipoperfusi ginjal. Oliguria lebih dahulu muncul dari pada penurunan tekanan darah dan
takikardia.
Pemasangan pipa oro / nasogastrik.Pemasangan pipa oro / nasogastrik pada anak sakit
gawat berguna untuk dekompresi, memantau perdarahan saluran cerna (stres gastritis)
dan melakukan bilasan lambung dengan garam fisiologik. Stres Gastritis biasanya
memberi respons baik terhadap pembilasan lambung dan koreksi hemodinamik
mengoreksi gangguan metabolik dan elektrolit
9 Portofolio : DHF Grade III
Takalar, 2016
Peserta Pendamping