Anda di halaman 1dari 4

NASKAH UAS-THE

UJIAN AKHIR SEMESTER-TAKE HOME EXAM (THE)

UNIVERSITAS TERBUKA

SEMESTER: 2020/21.2 (2021.1)

Sistem Hukum Indonesia

ISIP4131

1.A Mereka menganggap sistemnya sendiri sudah baik, namun pelaksanaannya tidak sesuai yang
diharapkan. Peraturannya sebenarnya sudah ada, namun tidak ditegakkan. Buat apa ada peraturan
kalau engga ditegakkan? Buat apa ada peraturan lalu lintas kalau masyarakatnya sendiri engga
ngikutin?Masyarakat pun kehilangan kepercayaan terhadap hukum Indonesia, karena menurut
mereka “ah, paling cuma wacana doang. Ga akan ditegakkin lah.” Padahal berjalannya hukum di
Indonesia, tergantung pada kita-kita juga, yang diatur oleh hukum. Kalau kita sendiri enggan
diatur oleh hukum, bagaimana para penegak akan menegakkan hukum? Peraturan-peraturan ini,
jika berhasil ditegakkan, akan benefit juga ke kita.Kehidupan lebih tertib lah. Kriminalitas bisa
dikurangi lah. Kalau dipikir-pikir banyak keuntungannya bagi kita juga.Jika masyarakat sudah
menanggapi dengan baik, maka hal tersebut harus diikuti dengan moralitas para penegak hukum
pula. Karena salah satu penyebab tidak pedulinya masyarakat terhadap hukum, adalah karena
penegaknya tidak menegakkan hukum dengan baik. Banyak orang yang memiliki pengalaman
“buruk” dengan penegak hukum.Penegak hukum nampaknya masih “pandang bulu” terhadap
para pelanggar hukum. Karena sifat “pandang bulu” inilah, masyarakat berpikir asalkan punya
uang, atau punya koneksi-koneksi tertentu, maka bisa terhindar dari hukum. Orang-orang yang
memiliki kerabat yang “penting” dapat terhidar dari hukum dengan mudahnyaPenegak pun
masih “takut” dengan hal tersebut, padahal seharusnya, di mata hukum semua orang itu sama.
Hukum dibuat agar menertibkan, dan sanksi-sanksi pun bukan untuk merugikan, tetapi agar ada
efek jera.Untuk membenahi sistem hukum Indonesia, diperlukan perubahan sikap dari semua
orang yang terlibat dalam hukum. Penegaknya harus lebih tegas. Masyarakatnya juga harus
merubah pandangan mereka terhadap hukum. Hukum itu sebenarnya bermanfaat.Demi
berlangsungnya keteraturan di Negeri ini, maka hukum harus ditaati oleh seluruh lapisan
masyarakat dengan menumbuhkan kesadaran dimulai dari diri sendiri. Kalau semua lapisan
masyarakat sudah sadar maka pasti akan tercipta Sistem hukum yang baik di Indonesia.

1 B. Sementara hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang
dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.Dalam buku Sistem Hukum Indonesia: Ketentuan-
ketentuan hukum Indonesia dan Hubungannya (2018) karya Handri Raharjo, sistem hukum
adalah sebuah tatanan hukum yang terdiri dari beberapa sub sistem hukum yang memiliki fungsi
yang berbeda-beda dengan lain.Di mana untuk mencapai sebuah tujuaan yang sama, yaitu
terwujudkan keamanan, ketertiban, dan keadilan.

2.Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan sebuah lembaga negara yang mempunyai wewenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.Namun faktanya,
kewenangan MK dengan putusannya yang bersifat final dan mengikat, tidakselalu menjadikan
putusan MK tersebut dapat diimplementasikan secara konkret (nonexecutable) dan hanya
mengambang (floating execution).Contoh Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 yang
membatalkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP.

3.A Pengaturan mengenai perkumpulan berbadan hukum di Indonesia mengacu pada Staatsblad
Nomor 64 Tahun 1870 (Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen / keputusan Raja tertanggal 28
Maret 1870) dan Buku III Bab IX Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).Untuk
pendiriannya, perkumpulan berbadan hukum diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM
Nomor 3 Tahun 2016 tentang tata cara pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan
Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan.Dengan statusnya yang berbadan hukum,
perkumpulan ini memiliki kelebihan yaitu dapat bertindak sebagai subyek hukum yang mandiri
dalam hukum. Artinya, perkumpulan berbadan hukum dapat melakukan hubungan keperdataan
atas nama perkumpulan sendiri. Perkumpulan memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan
hukum perdata seperti jual beli, perjanjian, kepemilikan atas tanah, perjanjian, sewa-menyewa,
dan berbagai macam tindakan keperdataan lainnya sepanjang diperbolehkan menurut hukum
untuk perkumpulan.

3 B Perkumpulan berbadan hukum diregistrasi sekaligus dimintakan status badan hukumnya


kepada Kementerian Hukum dan HAM. Hal tersebut dapat dilihat dari diaturnya perkumpulan
berbadan hukum dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM. Perkumpulan berbadan hukum
didaftarkan melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) dengan bantuan
Notaris.Perkumpulan tidak berbadan hukum diregistrasi kepada Kementerian Dalam Negeri. Hal
tersebut dapat dilihat dari diaturnya perkumpulan tak berbadan hukum dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri. Perkumpulan tidak berbadan hukum didaftarkan melalui Sistem Informasi
Organisasi Masyarakat (SIORMAS) dengan bantuan Notaris.

4.A Dalam perkara pidana sudah lazim diberlakukan beberapa bentuk surat dakwaan, salah
satunya dibuat dakwaan berlapis (subsidair). Surat dakwaan ini disusun untuk menuntut perkara
pidana lebih dari satu dakwaan yang disusun dengan mempertimbangkan bobot pidana, pidana
yang berat ditempatkan pada deretan pertama, yang disebut dakwaan primair, kemudian disusul
dengan dakwaan dengan bobot pidana yang lebih ringan sebagai dakwaan subsidair. Jika masih
ada lagi bobot pidana yang lebih ringan, diurutkan lagi dengan urutan ketiga dengan dakwaan
lebih subsidair, urutan keempat, lebih subsidair lagi dan kelima, lebih-lebih subsidair lagi.

Misalnya: Surat dakwaan disusun secara belapis sebagai berikut:

Primair: Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP).

Subsidair: Pembunuhan (pasal 338 KUHP).

Lebih Subsidair: Penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal 355 ayat 2
KUHP).Lebih Subsidair lagi: Penganiayaan berat yang mengakibatkan matinya orang (pasal 354
ayat 2 KUHP).Lebih-lebih Subsidair lagi: Penganiayaan biasa yang mengakibatkan matinya
orang (pasal 351 ayat 3 KUHP).

4 B Di dalam suatu perkara perdata, pihak penggugat akan mengajukan gugatan ke pengadilan
negeri. Ketentuan pengajuan gugatan diatur dalam Pasal 118 Reglemen Indonesia yang
Diperbaharui (“HIR”). Di dalam artikel Format Surat Gugatan dijelaskan bahwa secara garis
besar surat gugatan biasanya berisi antara lain:

1. Identitas para pihak (Persona standi in judicio)

Berisi identitas lengkap penggugat antara lain nama lengkap, alamat, tempat dan tanggal lahir,
umur, jenis kelamin, dan kapasitas penggugat (misalnya sebagai diri sendiri atau sebagai Direksi
PT XYZ)

2. Posita

Posita disebut juga dengan Fundamentum Petendi yaitu bagian yang berisi dalil yang
menggambarkan adanya hubungan yang menjadi dasar atau uraian dari suatu tuntutan. Untuk
mengajukan suatu tuntutan, seseorang harus menguraikan dulu alasan-alasan atau dalil sehingga
ia bisa mengajukan tuntutan seperti itu. Karenanya, fundamentum petendi berisi uraian tentang
kejadian perkara atau duduk persoalan suatu kasus. Menurut M. Yahya Harahap di dalam buku
Hukum Acara Perdata (hal. 58), Posita/Fundamentum Petendi yang yang dianggap lengkap
memenuhi syarat, memenuhi dua unsur yaitu dasar hukum (rechtelijke grond) dan dasar fakta
(feitelijke grond).

4 C Sebelum dikemukakan pengertian petitum subsidair terlebih dahulu perlu dipaparkan


pengertian petitum itu sendiri. Petitum (bentuk tunggal) atau petita (bentuk jamak) atau ada yang
menyebut dengan diktum gugat adalah apa yang diminta atau diharapkan oleh penggugat agar
diputus oleh hakim dalam persidangan. Tuntutan ini akan terjawab di dalam amar putusan.
Atau kesimpulan gugatan yang berisi rincian satu persatu tentang apa yang diminta dan
dikehendaki penggugat untuk dinyatakan dan dihukumkan kepada para pihak, terutama kepada
pihak tergugat. Dari definisi di atas, maka petitum dalam struktur surat gugatan berada di bagian
paling akhir karena ia merupakan kesimpulan dari surat gugat itu sendiri atau merupakan
”saripati” gugatan dalam bentuk rumusan tuntutan-tuntutan penggugat kepada tergugat. Dengan
demikian, petitum harus dirumuskan secara jelas, singkat dan padat, tuntutan yang tidak jelas
maksudnya atau tidak sempurna dapat mengakibatkan tidak diterima atau ditolak oleh hakim.
Disamping itu, petitum harus berdasarkan hukum dan beralasan hukum serta didukung oleh
posita. Posita yang tidak didukung oleh petitum bisa dianggap hanya sebatas ”curhat”, sehingga
berakibat tuntutan penggugat tidak dapat diterima (niet ontvenkelijke verklaard). Sebaliknya
petitum yang tidak didukung oleh posita merupakan tuntutan yang tidak jelas maksudnya dan
lazim dalam acara perdata masuk katagori gugatan yang kabur (obscuur libel) dan bermuara
gugatan tidak dapat diterima

Anda mungkin juga menyukai