DAN
Skeletonema costatum PADA STADIA ZOEA-MYSIS
LARVA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)
DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU
JEPARA, JAWA TENGAH
TUGAS AKHIR
Oleh:
ANDI NUR AMALIA PUTRI
1622010318
ii
iii
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
v
KATA PENGANTAR
telah memberikan nikmat yang tak terhingga termasuk nikmat kesehatan dan
kesempatan sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Tidak lupa
pula penulis haturkan salawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah menuntun umat dari alam kegelapan menuju alam
yang terang benderang seperti sekarang ini. Ucapan terima kasih yang tak
terhingga pula penulis haturkan kepada orang-orang yang turut mendukung dalam
1. Pembimbing pertama dan kedua Ibu Mulyati, S.Pi., M.Si. dan Ibu Sri Wahidah,
S.Pi., M.Si.
2. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan dukungan penuh baik moral
3. Sugeng Raharjo, A.Pi. selaku Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air
Payau Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah atas kesempatan yang diberikan
6. Dr. Ir. Darmawan, M.P. selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
vi
Negeri Pangkep. Tentunya dalam penyusunan tugas akhir ini tidak terlepas dari
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi penulis dan berguna kepada yang
memerlukan. Aamiin.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Hal.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Manfaat............................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Thalassiora sp. ................................................................... 3
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Thalassiosira sp. ............... 3
2.1.2 Biologi dan Habitat Thalassiosira sp. ........................ 4
2.1.3 Reproduksi dan Fase Pertumbuhan Thalassiosira sp. 5
2.1.4 Kandungan Nutrisi Thalassiosira sp. ......................... 7
2.1.5 Teknik Pemberian Pakan Alami.................................. 8
2.2 Skeletonema costatum ......................................................... 8
2.2.1 Biologi dan Morfologi S. costatum ............................ 8
2.2.2 Siklus Hidup S. costatum ........................................... 10
2.2.3 Ekologi S. costatum ................................................... 11
viii
2.2.4 Pertumbuhan Populasi S. costatum ............................ 12
2.2.5 Kandungan Nutrisi S. costatum .................................. 14
2.2.6 Kebutuhan Bahan Makanan S. costatum ................... 15
2.2.7 Teknik Pemberian Pakan Alami.................................. 15
BAB III. METODOLOGI
3.2 Waktu dan Tempat ............................................................... 16
3.3 Alat dan Bahan ..................................................................... 16
3.4 Metode Pengumpulan Data................................................... 18
3.5 Metode Pelaksanaan ............................................................ 18
3.5.1 Persiapan Alat dan Bahan .......................................... 18
3.5.2 Penyediaan Air Media Kultur .................................... 18
3.5.3 Penyediaan Pupuk Kultur ........................................... 19
3.5.4 Kultur Massal Thalassiosira sp. dan S. costatum .... 21
3.5.5 Panen Thalassiosira sp. dan S. costatum .................. 22
3.6 Parameter yang Diamati ...................................................... 22
3.7 Analisis Data ....................................................................... 24
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Teknik Pemberian Pakan Alami .......................................... 25
1.2 Jumlah Populasi dan Tingkat Kelangsungan Hidup ............ 26
1.3 Kualitas Air ......................................................................... 28
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................... 31
5.2 Saran ..................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 32
LAMPIRAN.............................................................................................. 34
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. 38
ix
DAFTAR TABEL
Hal.
x
DAFTAR GAMBAR
Hal.
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
xii
ABSTRAK
xiii
1
I PENDAHULUAN
Budidaya udang merupakan salah satu usaha yang prospektif dilihat dari
tujuan utama adalah ekspor ke Jepang, Eropa dan Amerika Serikat (Mahmud et
al., 2007). Salah satu jenis udang yang menjanjikan saat ini adalah udang vaname
(L. vannamei).
Peran akan alami sampai saat ini ternyata belum dapat digantikan oleh
pakan buatan, keunggulan pakan alami sebagai pakan larva terletak pada
ukuran relatif kecil sehingga sesuai dengan bukaan mulut larva, mudah diperoleh
dan lebih murah jika dibandingkan dengan pakan buatan (Rifai et al., 2015).
kandungan nutrisi yang dibutuhkan untuk larva udang vaname, ukuran yang
sesuai bukaan mulut larva, tidak mencemari media hidup larva, juga waktu yang
ordo Centrales berbentuk panjang dengan filamen berantai dan valve berdempet,
berisi banyak kloroplas kecil dan sebuah vakuola yang besar (Kurniawan 2006).
1
2
fukosantin (Widyani, 2003). Sel yang padat dan dinding sel yang tipis dari S.
costatum mudah ditangkap karena tidak bergerak, bentuk dan ukuran sesuai
hatchery adalah pemberian pakan alami yang merupakan unsur penting dalam
alami dalam pemeliharaan larva. Sehingga ketersediaan benih udang vaname bisa
teknik pemberian pakan alami Thalassiosira sp. dan S. costatum pada stadia zoea-
mysis larva udang vaname (L. vannamei) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air
Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai bahan informasi
Thalassiosira sp. dan S. costatum pada stadia zoea-mysis larva udang vaname (L.
vannamei)
2
3
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Thalassiosira sp.
Divisi : Chrysophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Centrales
Famili : Coscinodiscineae
Genus : Thalassiosira
berupa benang mukosa sentral halus yang menghubungkan sel dalam rantai yang
longgar, ada juga sebagian kecil sel yang menempel dalam sebuah massa mukosa,
dengan silika pada dinding selnya. Kalium dan silika merupakan bahan makanan
yang banyak dimanfaatkan oleh diatom sebagai salah satu elemen untuk
Thalassiosira sp. memiliki bagian tubuh yang bernama fultoportulae yang dapat
mensekresikan β–kitin yang berguna agar Thalassiosira sp. tidak tenggelam dan
3
4
permukaan katup datar, terdapat fultoportulae di dekat pusat katup, memiliki dua
katup yang dibatasi oleh duri–duri dan pada bagian tepi dilapisi oleh mantel
(Pratama 2012).
Thalassiosira sp. merupakan salah satu jenis diatom, seperti halnya diatom
arsitektur dan anatomi dinding selnya yang tersusun dari silika menyebabkannya
dapat tersimpan dalam kurun waktu yang lama didalam sedimen. Diatom yang
termasuk kedalam ordo Centrales ini berbentuk panjang dengan filamen berantai
dan valve berdempet, berisi banyak kloroplas kecil dan sebuah vakuola yang besar
diantaranya:
diadinixanthin,
4
5
c. Thalus disebut frustule yang terdiri dari valvei (atas) dan gridle (bawah)
isogami.
ditemukan dibanyak tempat yaitu perairan laut mulai dari belahan bumi utara
Antartika sampai belahan bumi selatan Cape Town, oleh karena itu banyak sekali
spesies Thalassiosira sp. yang sudah dikenal hingga saat ini, spesies–spesies
hyalina.
setengah lainnya (yang berada di hipoteka) menjadi frustul diatom baru (sel baru)
dan kelak sel baru tersebut membelah lagi seperti cara diatas, sehingga makin
sehingga sel terkecil tadi tidak mampu membelah lagi (secara alami). Fase
pembelahan terakhir (frustul terkecil) sel Thalassiosira sp. tidak lagi melakukan
menjadi satu) dan mereka membesarkan diri sampai sebesar indukannya terdahulu
dan akhirnya terbentuk frustul baru (individu baru) yang bentuk, besar, dan sifat
5
6
mikroalga yaitu fase lag, fase logaritmik atau eksponensial, fase transisional, fase
stationer dan fase kematian. Keempat fase ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Fase lag
Pada fase lag belum mengalami perubahan. Pada fase ini pertumbuhan
fitoplankton, seperti peningkatan kadar enzim dan metabolit yang terlibat dalam
Pertumbuhan sel mulai melambat ketika nutrien, cahaya, pH, CO2 atau
Fase stasioner
Fase kematian
Pada fase kematian, kualitas air memburuk dan nutrient habis hingga ke
dengan cepat karena laju kematian fitoplankton lebih tinggi dari pada laju
6
7
adalah protein, karbohidrat, lipid atau lemak, vitamin dan mineral yang
membentuk hingga 90–95% berat kering dari suatu sel fitoplankton. Fitoplankton
Purba (2008) kandungan nutrisi Thalassiosira sp. dapat dilihat pada Tabel 2.1
Kandungan nutrisi
Thalassiosira Protein (%) Karbohidrat (%) Lemak (%) Mineral (%)
sp.
29 17 10 38
amino asam amino pembentuknya (Enright (1986) dalam Purba (2008), untuk
larva udang, protein berperan penting dalam perawatan jaringan tubuh, mengganti
sel–sel yang rusak dan pembentukan sel–sel baru. Semua jenis fitoplankton
menghasilkan karbohidrat dalam bentuk unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan
7
8
Oksigen (O) melalui proses fotosintesis dan dimanfaatkan oleh larva udang
sebagai sumber energi namun tidak dalam jumlah yang besar. Karbohidrat juga
sumber energi yang mempunyai nilai tinggi dibandingkan protein dan karbohidrat,
selain itu lemak juga berperan sebgai pelarut beberapa vitamin. Meskipun dalam
jumlah yang sedikit, vitamin dan mineral sangat dibutuhkan larva karena
osmotik tubuh serta proses metabolisme dan penyerapan nutrisi (Brown dalam
Purba 2008).
Menurut Haliman dan Adijaya (2010), teknik pemberian pakan alami perlu
pemberian pakan alami yang baik adalah merata, yaitu diusahakan agar satu
individu larva udang vaname memperoleh bagian yang sama dengan individu
dengan cara ditransfer dari bak kultur Thalassiosira sp. ke bak larva udang
vaname.
8
9
Kingdom : Plantae
Phylum : Bacillariophyta
Class : Bacillariophyceae
Ordo : Centrales
Family : Coscinodiscaceae
Genus : Skeletonema
khas terbuat dari silika. Pola ukuran dan ornamentasi dinding sel yang khas
menjadi ciri taksonomi jenis-jenis diatom. Diatom memiliki klorofil a, c, alfa dan
jenis diatom yang bersel tunggal dan ukuran sel berkisar antara 4-15 µm. Sel
diatom memiliki ciri khas yaitu dinding selnya terdiri dari dua bagian seperti
cawan petri. Dinding sel atas yang disebut epiteka saling menutupi dinding sel
bagian bawah yang disebut hipoteka pada masing-masing tepinya. Pada setiap sel
dipenuhi oleh sitoplasma. Dinding sel S. costatum memiliki frustula yang dapat
mempunyai duri-duri yang berfungsi sebagai penghubung pada frustula yang satu
dengan yang lain sehingga membentuk filamen (Haryati, 2001). Pada bagian
epiteka terdiri dari komponen epivaf dan episingulum (Clinton, 2014). Dinding
sel S. costatum mengandung pigmen yang terdiri dari klorofil-a, ß-karoten dan
9
10
keemasan. Sel berbentuk seperti kotak dengan sitoplasma yang memenuhi sel dan
Untuk mengetahui bentuk sel S. costatum dapat dilihat pada Gambar 2.3.
udang serta hewan tambak lain dengan ditumbuhkan secara monokultur maupun
Zinc, Cupper, Mangan, Molibden, Cobalt, Boron). Setiap unsur hara memiliki
fungsi khusus yang tercermin pada pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai,
dengan pembelahan sel. Pembelahan sel yang terjadi berulang-ulang ini akan
10
11
generasi tertentu. Apabila ukuran sel sudah dibawah tujuh mikron, secara
reproduksi tidak lagi secara aseksual, akan tetapi berganti menjadi seksual dengan
hipoteka baru dan tumbuh menjadi sel yang ukurannya membesar, kemudian
(Romimohtarto dan Juwana, 2001). Dengan cara seperti ini memberikan hasil
yang sangat baik dalam mengembangkan populasi melalui dua jalan berbeda yaitu
: (1) Cara ini mendorong produksi dalam jumlah besar yang cepat jika kondisi
untuk tumbuh menyenangkan, (2) Ukuran terbesar yang dicapai sel tunggal
sebagai plankton, nekton, benthos, perifitin dan neuston. Semua ini di dalam
mulanya terjadi dari bahan organik yang kemudian dijadikan sumber makanan
(Mudjiman, 2004).
11
12
terbagi menjadi dua bagian berbentuk kotak yang terdiri dari epiteka pada bagian
atas dan hipoteka pada bagian bawah. Masing-masing bagian dari protoplasma
tersebut membentuk epiteka dan hipoteka baru. Dari pembelahan sel tersebut
akan dihasilkan dua sel yang ukurannya lebih kecil dari sel induknya.
kultivan terbagi menjadi lima tahap, dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Fase lag
`Pada fase lag belum mengalami perubahan. Pada fase ini pertumbuhan
fitoplankton, seperti peningkatan kadar enzim dan metabolit yang terlibat dalam
Pertumbuhan sel mulai melambat ketika nutrien, cahaya, pH, CO2 atau
12
13
Fase stasioner
Fase kematian
Pada fase kematian, kualitas air memburuk dan nutrient habis hingga ke
dengan cepat karena laju kematian fitoplankton lebih tinggi dari pada laju
tumbuh pada kisaran suhu 3ºC-30ºC. Untuk pertumbuhan optimal, alga ini
membutuhkan kisaran suhu antara 25ºC-27ºC. Pada kisaran suhu 15ºC-34ºC, alga
ini masih dapat tumbuh dengan baik. Alga ini juga bersifat euryhaline hidup di
mikroalga antara lain cahaya, suhu, salinitas, tekanan osmose dan pH air, yang
bisa jadi memacu atau menghambat pertumbuhan (Fogg and Thake, 1987).
Salinitas optimal untuk pertumbuhannya adalah 25-29 ppt. Pertumbuhan alga ini
13
14
cahaya 5000 lux - 12.000 lux, akan tetapi pertumbuhannya menurun jika intensitas
karena mengandung nutrisi yang lengkap sesuai dengan kebutuhannya. Sel yang
padat dan dinding sel yang tipis sehingga mudah dicerna oleh larva udang
vaname. S. costatum mudah di tangkap oleh larva udang vaname karena tidak
bergerak, bentuk dan ukuran sesuai dengan ukuran mulut larva dan saat dikultur
pun tidak menghasilkan senyawa yang bersifat racun sehingga tidak mengganggu
kehidupan larva udang vaname. Kandungan nutrisi S. costatum dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
Karbohidrat
Fitoplankton Protein Lemak Abu Pigmen Air
Serat Kasar NFE
S. costatum 22,30 2,55 0,26 22,46 51,43 - PBK
Sumber : Millamena et al., 1991 dalam Ghufran H., 2010
makanan adalah sebagai sumber energi dan pembangun sel. Pada budidaya S.
unsur hara makro (nitrogen, fosfor, besi, sulfat, magnesium, kalsium dan kalium)
dan unsur hara mikro (tembaga, mangan, seng, boron, molibdenum dan cobelt)
14
15
Menurut Haliman dan Adijaya (2010), teknik pemberian pakan alami perlu
pemberian pakan alami yang baik adalah merata, yaitu diusahakan agar satu
individu larva udang vaname memperoleh bagian yang sama dengan individu
15
16
III METODOLOGI
Kerja Praktik Mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan selama tiga bulan pada
tanggal 15 Januari–12 April 2019 di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau
Bahan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan 3.2.
Tabel 3.1. Bahan yang Digunakan dalam Kegiatan Pemberian Pakan Alami
16
17
Tabel 3.2. Alat yang Digunakan dalam Kegiatan Pemberian Pakan Alami
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah
observasi dan partisipasi aktif untuk mengumpulkan data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan sesuai hasil praktik yang
dikerjakan secara langsung pada saat kegiatan. Data sekunder adalah data yang
17
18
menyelesaikan tugas akhir yang tidak bisa di lakukan secara langsung di lapangan.
sp. dan S. costatum terlebih dahulu dilakukan pencucian. Bak kultur dicuci
dengan menggunakan larutan sunlight dan disikat bagian dinding dan dasar bak
serta peralatan aerasi, lalu bak dan peralatan aerasi dibilas dengan air tawar dan
plankton. Wadah yang tidak steril dan kotor dapat menyebabkan tumbuhnya
diberikan pakan alami nantinya mengalami susah bernapas, susah bergerak dan
termasuk plankton. Air yang bersih belum tentu dapat terjamin kualitasnya.
populasi dengan membelah sel pada media yang baik sehingga membutuhkan air
Thalassiosira sp. dan S. costatum. Persiapan air media kultur bertujuan sebagai
penyimpanan stok air laut untuk proses pengkulturan tetap berjalan dengan baik.
18
19
(a) (b)
Gambar 3.1. Pengisian Air Laut (a) Penambahan Air Tawar (b)
berdasarkan dosis pemakaian. Pupuk yang telah ditimbang seperti NPK dan
silikat dicairkan dalam air tawar beberapa menit lalu disaring sedikit demi sedikit
ke bak kultur menggunakan seser size T200. Penimbangan pupuk dan komposisi
bahan pupuk kultur Thalassiosira sp. dan S. costatum dapat dilihat pada Gambar
19
20
(a) (b)
(c)
Gambar 3.2. Penimbangan NPK (a) Penimbangan Silikat (b) Pemberian Enzim
AGP (c)
20
21
bervolume lima ton dan dilakukan pada tempat yang terbuka untuk mendapatkan
sinar matahari. Wadah bak kultur Thalassiosira sp. dan S. costatum dapat dilihat
(a) (b)
Gambar 3.3. Bak Pemeliharaan Thalassiosira sp. (a) Bak Pemeliharaan S. costatum (b)
Adapun wadah kultur Thalassiosira sp. dan S. costatum dapat dilihat pada
Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Wadah Kultur Thalassiosira sp. dan S. costatum Skala Massal
21
22
ketersediaan bahan makanannya terpenuhi, dan sistem aerasi yang kuat agar
terjadi pengadukan air yang lancar sehingga bahan makanan tercampur rata.
Selain itu, sinar matahari juga berperan penting dalam proses fotosintetis kultur
sampai dua hari. Untuk mengetahui pertumbuhan Thalassiosira sp. dapat dilihat
secara fisik dari warna air, coklat pekat dan jika diamati secara visual pada
gayung putih tidak mengental atau bergumpal sedangkan S. costatum coklat pekat.
pompa celup untuk mentransfer Thalassiosira sp. dari bak kultur ke bak
dipanen dengan cara melakukan penyaringan pada kran bak lalu diinkubasi
pakan.
udang vaname.
22
23
NxVbl
D= ........................................................................................(3.1)
Vsp
Keterangan :
Nt
SR = No 𝑥 100% .............................................................................(3.2)
Keterangan :
23
24
Data yang diperoleh dalam bentuk tabel atau grafik selanjutnya dianalisa
secara deskriptif
24