Anda di halaman 1dari 27

PROGRAM INTERVENSI BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI-

SOSIAL UNTUK MENGATASI KECANDUAN MEDIA SOSIL

Oleh :

Asri Nurjanah (19010283)


Cica Setia Hati (19010285)
Ghani Wiharlan (19010257)
Hilman Anshori (19010262)
Marsha Rizka Putri (19010296)
Sandi Mustopa (19010278)
Sopi Aryanti (19010256)
Syifa Soviyatul Choeriah (19010279)
Wiwin Winengsih (19010277)
Yanti Supriatni (19010261)
Kelas A4

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN SILIWANGI

2021
PROGRAM INTERVENSI BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI-
SOSIAL UNTUK MENGATASI KECANDUAN MEDIA SOSIAL

1. Rasional
Peserta didik di Sekolah Menengah Atas (SMA) sekarang ini dihadapkan
pada tantangan pandemi Covid-19 dimana segala sesuatunya dilakukan secara
daring dengan bantuan teknologi. Keadaan ini mengakibatkan banyak sekali kasus
peserta didik yang kecanduan media sosial karena intensitas penggunaan yang
meningkat pada saat belajar di rumah.

Bimbingan dan konseling pribadi-sosial merupakan layanan yang


diberikan pada peserta didik. Mereka berada pada tahap perkembangan remaja
yang merupakan transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Banyak gejolak
menandai masa perkembangan remaja. Guru BK dituntut bisa memberikan
layanan yang bisa membantu peserta agar bisa berkembang dan juga melewati
masa ini dengan baik, terutama dalam penggunaan media sosial.

Brown (1993, dalam Clark, 2006) mendefinisikan kecanduan (Addiction)


sebagai rasa ketertarikaan yang tinggi terhadap suatu hal sehingga menimbulkan
keinginan untuk terus-menerus mealukan hal tersebut dan diiringi dengan gejala-
gejala tertentu.

Data dari Asosiasi Pengguna Jasa Internet di Indonesia (APJII), jumlah


pengguna internet pada tahu 2019 mengalami peningkatan di Indonesia mencapai
184,94 juta dari jumlah populasi 262 juta jiwa dengan pravalensi tertinggi terdapat
di pulau Jawa. Pengguna internet tertinggi terdapat di daerah provinsi Jakarta dan
Jakarta Selatan menjadi kota dengan presentase tertinggi dalam hal menguasai
smartphone dan mengakses internet pada penduduk yang berusia lebih dari 5
tahun. Pada tahun 2018, jumlah remaja yang berusia 13-18 tahun adalah 188.817.

Peele (1991), menjelaskan bahwa secara psikologis adiksi memberikan


perasaan dan sensasi yang memuaskan yang tidak bisa didapatkan dengan cara
lain. Adiksi memungkinkan untuk menahan segala bentuk rasa sakit dan
ketidaknyamanan. Adiksi juga memungkinkan sensasi yang kuat untuk
memfokuskan diri dan menyerap atensi individu, sehingga individu merasa baik-
baik saja dalam situasi apapun. Selain itu, adiksi juga mampu menghasilkan
perasaan aman dan nyaman yang semu. Hal inilah yang menyebabkan individu
selalu kembali pada tingkah laku adiksi.

Adiksi membuat seseorang merasa lengkap, walaupun hal itu hanya ilusi
semata. Karena mental pleasure (kesenangan) yang ditemukan dalam adiksi, maka
seseorang akan bertingkah laku secara intens. Perasaan tertarik dan euphoria
merupakan penguat (reinforcement) yang tipikal bagi pengguna Instagram, tiktok,
youtube dan media sosial lainnya.

Gejala-gejala kecanduan media sosial menurut Brown (1993, dalam Clark,


2006) yaitu: 1). Saliance, merupakan komponen yang menunjukan dominasi
aktifitas tersebut dalam pikiran dan tingkah laku. 2). Euphoria, merupakan
komponen yang menunjukan adanya perasaan senang jika melakukan aktifitas
tersebut. 3). Conflict, merupakan pertentangan yang muncul anatara individu yang
kecanduan dengan orang-orang sekitarnya. 4). Tolerance, aktifitas tersebut
mengalami peningkatan secara progresif selama rentang periode tertentu untuk
mendapatkan kepuasaan. 5). Withdrawl, merupakan perasaan yang tidak
menyenangkan yang muncul saat individu tidak melakukan aktifitas tersebut. 6).
Relapse and Reinstatment, suatu kecenderungan untuk melakukan pengulangan
terhadap tingkah laku kecanduan atau bahkan menjadi lebih parah walaupun
setelah bertahun-tahun hilang dan dikontrol. Hal ini menunjukan kecenderungan
ketidakmampuan untuk berhenti secara utuh dari aktifitas tersebut.

Konsep mengenai kecanduan internet pertama kali diperkenalkan oleh


Young (1996), yang menimbulkan kontoversi di dunia ilmiah. Salah satu bagian
kontroversinya adalah definisi mengenai kecanduan. Ketika kecanduan
seharusnya diterapkan pada kasus yang meliputi penggunaan obat-obatan, namun
definisi kecanduan sudah bergerak pada beberapa tingkah laku yang tidak
meliputi intoksikasi, seperti compulsive gambling (Griffiths, 1990), video game
playing (Keepers, 1990), overeating (Lesuire & Bloome, 1993), exercise
(Morgan, 1970), love relationship (Peele & Broody, 1975), and television viewing
(Winn, 1983)
Tingkat kecanduan media sosial pada peserta didik di Sekolah Menengah
Atas (SMA) ini kian meningkat seiring berjalannya kegiantan belajar mengajar
secara online. Untuk itu, maka diperlukan perhatian dan penanganan khusus dari
tenaga pendidik khususnya guru bimbingan dan konseling. Salah satu alternatif
mengatasi masalah kecanduan media sosial peserta didik di Sekolah Mengah Atas
(SMA) adalah dengan menggunakan strategi pengelolaan diri (self-management)
dalam konseling pribad-sosial. Penggunaan strategi pengelolaan diri (self-
management) adalah agar peserta didik mampu mengelola waktunya dengan baik.
Strategi ini mengajarkan peserta diidk untuk dapat mengendalikan dirinya sendiri,
memberikan stimulus control pada dirinya sendiri, dan memberikan self reward
pada dirinya sendiri ketika mampu merubah perilaku kecanduan media sosialnya
menjadi lebih baik.

Bimbingan dan Konseling memiliki beberapa fungsi pokok, salah satunya


adalah fungsi pengentasan. Menurut Hartono (2013) fungsi konseling yang
menghasilkan kemampuan konseli atau kelompok konseli untuk memecahkan
masalah-masalah yang dialaminya dalam keidupan atau perkembangannya.

Upaya pengentasan masalah pada dasarnya dilakukan secara perorangan,


sebab setiap masalah adalah unik. Masalah-masalah yang diderita oleh individu-
individu yang berbeda idak boleh disamaratakan. Prayitno (2009).

Penggunaan konseling pribadi-sosial menggunakan strategi pengelolaan


diri dirasa akan efektif dalam mengatasi kecanduan media sosial peserta didik di
Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut Santoso (Diana Ariswanti T., 2016) ,
bimbingan dan konseling pribadi-sosial pada dasarnya merupakan layanan
bimbingan dan konseling yang ditujukan untuk membatu individu dalam rangka
mengembangkan potensi diri, memiliki kepribadian yang beriman kepada Tuhan
YME, mantap dan mandiri, sehat jasmani dan rohani serta mampu mengenal
dengan baik lingkungan sekitarnya dalam menjalin silaturahmi atau beriteraksi
dengan penuh tanggung jawab.

Layanan bidang pribadi adalah membatu memberikan keterampilan untuk


mengarahkan diri dan menyelesaikan permasalahan hidupnya. Layanan pribadi
berkaitan dengan cara orang berpikir, bertindak, dan bersikap yang sesuai dengan
kondisi dan tuntutan hidupnya. Sedangkan bimbingan sosial adalah bantuan
kepada individu dalam membina hubungan interpersonal dengan berbagai pihak
dalam berbagai setting pergaulan. Kemudian, peserta didik diharapkan bisa
meningkatkan kualitas dirinya, tidak hanya terpaku kepada media sosial dan bisa
berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Juntika (2006) menyatakan bahwa


bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan untuk membantu individu dalam
menyelesaika masalah-masalah pribadi yang dihadapi.

Layanan konseling pribadi-sosial ini bertujuan untuk mengatasi masalah


kecaduan media sosial, penulis memandang perlu memberikan pengobatan dalam
upaya menemukan pribadi dan merencanakan masa depan termasuk mengubah
perilaku yang kurang baik menjadi lebih baik. Dengan diberikannya strategi
pengelolaan diri maka peserta didik dapat mengubah kecanduan media sosial guna
meningkatkan kualitas diri. Sehingga memberikan dampak positif bagi dirinya
sendiri.

2. Tujuan Intervensi

Secara umum tujuan dari program intervensi pribadi-sosial adalah untuk


mengatasi kecanduan media sosial pada peserta didik. Sedangkan secara khusus,
tujuan program intervensi adalah untuk mengembangkan keterampilan peserta
didik dalam:

1) Mengatasi kecanduan media sosial yang berupa pribadi adalah:


waktu dan konsetrasi belajar yang tergannggu, moral yang rusak
dampak dari media sosial, sering menunda-nunda pekerjaan,
merasa gelisah,cemas,takut, bingung dan bosan ketika tidak
mengguankan media sosial, dan kebiasaan mengakses video porno.
2) Mengatasi kecanduan media sosial yang berupa sosial adalah:
kurangnya interaksi sosial secara langsung dengan teman sebaya,
orangtua, atau orang lain, menurunnya tingkat solidaritas dan
kecerdasan sosial, sulitnya berkomunikasi dengan secara langsung
dibandingkan berkomunikasi di media sosial, dan sibuknya
bermain media sosial ketika berkumpul bersama teman sebaya,
keluarga atau orang lain.
3. Prosedur Pelaksanaan Intervensi

Depdiknas (1997: 15) menyatakan langkah-langkah dalam memahami


kasus dapat dijelaskan berikut ini:

a. Mengenai gejala
b. Membuat deskr`ipsi kasus secara objektif, sederhana tetapi cukup
jelas.
c. Mempelajari lebih lanjut aspek yang ada dapat ditemukan
deskripsinya kemudian ditentukan jenis masalahnya.
d. Jenis masalah yang sudah dikelompokan dijabarkan dengan cara
mengembangkan ide-ide, konsep-konsep, menjadi lebih terperinci.
e. Jabaran masalah itu untuk membuat perkiraan kemuingkinan
sumber masalah.
f. Perkiraan sumber itu membantu untuk menjelajahi jenis informasi
yang dikmpulkan dan teknik atau alat yang digunakan dalam
pengumpulan data/informasi.
g. Membuat perkiraan kemungkinan alat yang timbul dan jenis
bantuan yang diberikan dari guru pembimbing atau perlu diadakan
konferensi kasus, referral.
h. Langkah pengumpulan data terutama melihat jenis informasi
diperlukan kemampuan akademik, sikap, bakat, minat baik melalui
tes maupun non tes.
i. Kerangka berfikir untuk menemukan langkah-langkah menangani
dan mengungkap kasus.

Surya (2003) mengemukakan langkah-langkah untuk mengungkap studi


kasus mencakup identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, pemberian bantuan,
evaluasi dan tindak lanjut. Semua langkah ini merupakan suatu kesatuan yang
saling terkait dalam suatu sistem. Adapun langkah-langkah tersebut diuraikan
sebagai berikut:

1) Identifikasi Masalah
Langkah awal dari upaya untuk menyelesaikan studi kasus adalah
mengidentifikasi atau mengenal secara pasti ”masalah” yang dihadapi oleh
anak. ”Masalah” akan timbul apabila ada kesenjangan apa yang nampak pada
diri anak dibandingkan dengan yang seharusnya. Mengenal secara pasti
masalah yang dihadapi oleh siswa bukanlah pekerjaan yang mudah, karena
harus dilakukan secara teliti dengan memperhatikan hal-hal yang nampak
kemudian dianalisis. Langkah awal yang perlu diperhatikan pertama kali
adalah gejala perilaku siswa.

Gejala adalah apa yang nampak, sedangkan masalah adalah hal yang
terkandung di balik gejala yang nampak.

Berbagai masalah yang dihadapi anak harus ditemukan oleh guru dalam
langkah selanjutnya yaitu langkah diagnosis. Cara untuk mengenal gejala
masalah mencakup:

1. Mengamati perkembangan dan perilaku anak sehari-hari dengan


teknik observasi.
2. Mengamati dan menganalisis hasil kerja anak baik pelajaran di
kelas maupun di luar sekolah.
3. Mempelajari laporan-laporan yang diterimanya mengenai anak
tersebut dari orang tua, teman-temannya, guru, atau dari pihak lain.
4. elakukan wawancara atau menyebarkan angket kepada anak untuk
mengetahui berbagai perilaku mereka, seperti kebiasaan belajar,
pengalaman bergaul, kesulitan yang dialami dan sebagainya.
5. Melakukan pengukuran dan pemeriksaan terhadap anak, misalnya
pengukuran keadaan fisik, pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan
prestasi belajar, pemeriksaan psikologis dan sebagainya.
Berdasarkan pengamatan tersebut kemudian dibuatkan rumusan
secara rinci mengenai gejala-gejala yang nampak dari seorang atau
sekelompok anak. Informasi ini dijadikan sebagai bahan dalam
memperkirakan jenis dan sifat masalah yang dihadapi.
2) Diagnosis
Langkah diagnosis adalah langkah untuk menetapkan masalah berdasarkan
analisis latar belakang yang menjadi sebab timbulnya masalah. Dalam langkah ini
dilakukan kegiatan pengumpulan data mengenai berbagai hal yang menjadi latar
belakang dan diduga mempunyai keterkaitan dengan gejala yang dihadapinya.
Dalam pelaksanaannya, langkah diagnosis dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut:

a. Mengumpulkan informasi mengenai latar belakang gejala yang


nampak baik yang berada di dalam dirinya maupun di luar dirinya
atau lingkungan.
b. Melakukan analisis dan sintesis terhadap informasi latar belakang
yang telah terkumpul.
c. Berdasarkan analisis dan sintesis kemudian diperkirakan jenis dan
bentuk masalah yang ada pada peserta didik.

3) Prognosis

Langkah prognosis adalah menetapkan alternatif tindakan bantuan yang akan


diberikan berdasarkan hasil diagnosis. Rumusan akhir dari langkah diagnosis
adalah mengenai jenis dan bentuk masalah berdasarkan hasil analisis dan sintesis.

Strategi yang digunakan dalam prognosis dapat melalui 3 cara yakni:

a. Strategi intruksional, layanan bantuan diberikan secara terpadu


dengan kegiatan belajar mengajar.
b. Strategi interaktif dilaksanakan dalam bentuk interaksi langsung
antara guru dengan siswa yang menghadapi masalah baik secara
individual maupun kelompok.
c. Pendekatan sistem yakni bantuan diberikan dengan menciptakan
suasana sekolah yang baik membuat kegiatan-kegiatan yang
menyenangkan dan sebagainya.

Di samping strategi tersebut di atas, dalam mendiagnosis masalah


diperlukan beberapa langkah yakni:
a. Menelaah rumusan jenis dan bentuk masalah
b. Menetapkan intensitas masalah.
c. Membuat prioritas urutan masalah.
d. Membuat perkiraan alternatif-alternatif tindakan bantuan yang
mungkin dapat dilakukan sesuai dengan rumusan masalah yang
telah ditetapkan.
e. Menelaah setiap alternatif dilihat dari prioritas dan kemungkinan
pelaksanaannya.
f. Menetapkan pemberian bantuan. Langkah prognosis ini dapat
dilakukan sendiri oleh guru atau melalui interaksi kelompok seperti
diskusi, konsultasi, konprensi kasus, rapat, dan sebagainya.

Dengan pendekatan interaksi antar individu dan kelompok diharapkan


diperoleh hasil yang lebih baik sehingga dapat membantu anak.

4) Langkah Pemberian Bantuan

Langkah pemberian bantuan ini pada dasarnya merupakan realisasi dari


langkah-langkah sebelumnya, yaitu melaksanakan alternatif-alternatif bentuk
bantuan yang mungkin diberikan berdasarkan masalah dan latar belakang yang
menjadi penyebabnya. Agar dalam pemberian bantuan dapat dilaksanakan secara
efektif, maka keseluruhan pelaksanaan bantuan harus dikelola secara baik dengan
perencanaan program, pengorganisasian, pengaturan dan pembagian tugas
personil, penjadwalan, penyediaan sarana, penggunaan pendekatan dan teknik,
koordinasi, pemantauan, evaluasi dan sebagainya.

5) Langkah Evaluasi dan Tindak Lanjut

Langkah evaluasi dan tindak lanjut dimaksudkan untuk mengetahui tindakan


dan hasil pelaksanaan bantuan. Evaluasi dilaksanakan dengan mengumpulkan data
selama pemberian bantuan, dan pada akhir tindakan untuk mengetahui hasil yang
dicapai. Evaluasi dapat dilakukan dengan mengumpulkan data selama proses
bantuan dan pada akhir bantuan. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai pendekatan dan teknik pengumpulan data seperti
wawancara, angket, observasi, analisis tugas dan sebagainya. Informasi yang
diperoleh dari evaluasi digunakan sebagai dasar untuk menetapkan sampai sejauh
manakah upaya yang telah dilaksanakan berhasil atau kurang berhasil.

4. Asumsi Intervensi
Dengan adanya Bimbingan dan Konseling pribadi-sosial dapat dijadikan
sebuah bentuk media layanan untuk bantua mengatasi seseorang atau siswa agar
tidak kecanduan media sosial, karena melalui bimbingan dan konseling pribadi-
sosial bimbingan pribadi sosial merupakan upaya dalam membantu siswa
mengembangkan sikap, jiwa dan tingkah laku serta dalam menghadapi masalah
pribadi maupun masalah yang berhubungan dengan lingkungan sosial. (Chika,
2019:14)
Kecanduan media sosial tentu dapat berpengaruh dan berdampak kepada
lingkungan sosial maupun pribadi seseorang tersebut. Karena saat seseorang
terlalu fokus kepada media sosial dan dunia maya ia akan mulai merasa bahwa
kehidupannya bergantung kepada media sosial dan melupakan apa yang
seharusnya ia lakukan dikehidupan nyata yaitu bersosialisasi dengan orang lain
secara langsung seperti bertemu untuk sekadar mengobrol dan berbincang dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan sosial manusia.
Dalam bimbingan dan konseling pribadi-sosial diminta untuk lebih
membaur bersama sekitar dan lingkungan sosial sehingga dapat menumbuhkan
pribadi yang memiliki branding baik dan mulai menyeimbangkan antara fokus
kehidupan nyatan dan kehidupan bermedia sosial. Bimbingan dan konseling
pribadi-sosial dapat menunjukan bagaimana dampak yang akan dihadapi bila
memiliki perilaku kecanduan media sosial, serta menunjukan bagaimana hal yang
lebih baik untuk upaya mencegah sehingga dappat mengatasi kecanduan media
sosial.
5. Sasaran Intervensi
Sasaran intervensi ini diberikan pada peserta didik di Sekolah Menengah
Atas (SMA). Yang masuk pada kategori kecanduan media sosial yang berjumlah
18 peserta didik yang kemudian dibagi 2 kelompok yaitu kelompok kecanduan
instagram dan kecanduan tiktok yang masing-masing berjumlah 9 peserta didik.
6. Sesi Intervensi
Intervensi bimbingan dan konseling pribadi-sosial dadlam menangani
kecanduan media sosial ini dilakukan selama 5 sesi. Adapun rincian sesi tersebut
yaitu :

Sesi 1 : What is social Media


Sesi ini bertujuan membantu konseli untuk memahami tentang apa itu media sosial, jenis media
sosial dan dampak dari media sosial tersebut
Sesi 2 : Pretest
Sesi ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tingkat kecanduan dalam bermedia sosial
Sesi 3: Monitoring diri
Sesi ini bertujuan untuk membantu konseli agar mampu mengontrol dirinya pada saat
menggunakan media sosial
Sesi 4 : pengelolaan diri
Sesi ini bertujuan untuk membantu konseli agar mampu merasionalkan pikirannya mengenai
penggunaan media sosial
Sesi 5 : Motivasi dan evaluasi

Sesi ini bertujuan untuk memberikan penguatan positif dan keyakinan kepada konseli bahwa
penggunaan media sosial yang berlebihan maka dapat memberikan dampak negative bagi diri
sendiri dan orang lain
Sesi 6 : Post test

Sesi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perubahan yang konseli alami. Sehingga sesi
ini menjadi acuan dalam melihat kondisi konseli terhadap kecanduan media sosial.
SATUAN LAYANAN
INTERVENSI KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK
MENGATASI KECANDUAN MEDIA SOSIAL
SESI 1
Nama Kegiatan What is social media
Tujuan Peserta didik dapat memahami tentang kecanduan media
sosial,jenis media sosial,dan dampak dari media sosial
Waktu 1X45 Menit
Teknik Konseling Rasional Emotif
Sasaran Layanan Peserta didik sekolah menengah atas (SMA) yang
termasuk dalam kategori kecanduan media sosial.
Deskripsi Layanan a) Konselor membuka kegiatan dengan salam dan
berdoa,serta membina hubungan baik dengan
konseli.
b) Konseli membagikan kontrak dan menjelaskan
kegiatan setiap sesi intervensi yang akan dilakukan.
c) Konseli mengisi “form kontrak”dengan dibimbing
oleh Konselor.
d) Konselor menanyakan kesiapan konseli untuk
memulai sesi kegiatan.
e) Konseli menayangkan slide power point yang
berhubungan dengan materi kecanduan media sosial.
f) Konselor menjelaskan secara singkat mengenai
konsep kecanduan media sosial.
g) Konselor menutup kegiatan dan mengingatkan
Konseli untuk hadir pada sesi intervensi berikutnya.
Media Power Point
Evaluasi Konseli dapat memahami tentang kecanduan media
sosial secara garis besar dan dampak dari kecanduan
media sosial

Nama Kegiatan Pretest


Tujuan Memperoleh tingkat Kecanduan dalam bermedia sosial
Waktu 1X45 Menit
Teknik Konseling Rasional Emotif
Sasaran Layanan Peserta didik sekolah menengah atas (SMA) yang termasuk
dalam kategori kecanduan media sosial.
Deskripsi a).Konselor memberikan lembar kertas berupa pertanyaan-
Layanan
pertanyaan yang berkaitan dengan media sosial.
b).Konselor memberikan arahan kepada peserta didik dalam
pengerjaan.
c).Peserta didik mengerjaan soal sesuai waktu yang
diberikan fasilitator.
d).Fasilitator mengawasi peserta didik
e).Fasilitator memanggil satu-persatu peserta didik untuk
mengumpulkan lembar jawaban.
f).Fasilitator menutup kegiatan dengan mengingatkan
peserta didik untuk kembali hadir di pertemuan yang akan
datang.

Media Kertas,bolpoint
Evaluasi Pada sesi kegiatan ini fasilitator harus teliti dalam
menganalisis tingkat kecanduan media sosial peserta didik
SATUAN LAYANAN
INTERVENSI KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK
MENGATASI KECANDUAN MEDIA SOSIAL
SESI 2
SATUAN LAYANAN
INTERVENSI KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK
MENGATASI KECANDUAN MEDIA SOSIAL
SESI 3
Nama Kegiatan Monitoring Diri
Tujuan Membantu konseli agar mampu mengontrol dirinya pada
saat menggunakan media sosial
Waktu 1X45 Menit
Teknik Konseling Rasional Emotif
Sasaran Layanan Peserta didik sekolah menengah atas (SMA) yang termasuk
dalam kategori kecanduan media sosial.
Deskripsi a).Pada pertemuan ini konselor mulai memberikan arahan
layanan
kepada konseli dalam mengurangi penggunaan media
sosial.
b).Konselor memberikan pertanyaan kepada konseli
mengenai apa yang konseli lakukan selain bermain sosial
media.
c).Konselor memberikan beberapa treatmen kepada konselo
untuk mengatasi kecanduan media sosial.
d).Konselor menjelaskan secara ringan dan terperenci
mengenai treatmen yang harus dilakukan konseli agar
mudah untuk dipahami.
e).Konselor meminta konseli untuk melaksanan treatmen
yang diberikan secara bertahap agar tidak ketergantungan.
f).Konselor menutup kegiatan dan mengingatkan konseli
untuk melaksanan treatmen yang telah dibahas serta
mengingatkan untuk hadir pada pertemuan selanjutnya.
Media Power point
Evaluasi Pada tahap ini konselor harus berusaha agar treatmen yang
diberikan dapat mengurangi penggunaan media sosial
secara bertahap.
SATUAN LAYANAN
INTERVENSI KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK
MENGATASI KECANDUAN MEDIA SOSIAL
SESI 4
Nama Kegiatan Pengelolaan diri
Tujuan Membantu konseli agar mampu merasionalkan pikirannya
mengenai penggunaan media sosial
Waktu 1X45 Menit
Teknik Konseling Rasional Emotif
Sasaran Layanan Peserta didik sekolah menengah atas (SMA) yang termasuk
dalam kategori kecanduan media sosial.
Deskripsi a).Konselor memulai kegiatan dengan Tanya-jawab kepada
layanan konseli mengenai treatmen yang telah diberikan.
b).Pada tahap ini konselor memperjelas mengenai dampak
negative dari penggunaan media sosial.
c).Konselor menayangkan film pendet mengenai dampak
buruk dari media sosial khususnya remaja yang bersekolah.
d).Konselor mengambil isi pokok pesan dari film yang
ditayangkan dan dijelaskan kepada konseli.
e).Konselor mulai merubah pemikiran-pemikiran irasionan
konselor mengenai media sosial
f).Konselo menggunakan teknik Rasional Emotif untuk
mengubah cara pandang dan pemikiran konseli menjadi
rasional kembali.
G).Konselor menutup kegiatan dan mengingatkan konseli
untuk hadir pada pertemuan yang akan datang.
Media Layar,Proyektor
Evaluasi Sesi ini bisa dikatan berhasil apabila konseli mampu
berfikir rasional dan tingkat penggunaan media sosial mulai
berkurang.

SATUAN LAYANAN
INTERVENSI KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK
MENGATASI KECANDUAN MEDIA SOSIAL
SESI 5
Nama Kegiatan Motivasi dan Evaluasi
Tujuan Untuk memberikan penguatan positif dan keyakinan kepada
konseli bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan
dapat memberikan dampak negative bagi diri sendiri dan
orang lain.
Waktu 1X45 Menit
Teknik Konseling Rasional Emotif
Sasaran Layanan Peserta didik sekolah menengah atas (SMA) yang termasuk
dalam kategori kecanduan media sosial.
Deskripsi a).Pada Pertemuan ini konselor mengevaluasi kembali
Layanan tingkat dari pengunaan media sisoal,treatmen serta
pemikiran konseli mengenai media sosial.
b).Konseli diminta untuk mengungkapkan pemikirannya
setelah beberapa kali mengikuti kegiatan intervensi.
c).Konselor mencacat sejauh mana perubahan yang terjadi
pada konseli setelah mengikuti kegiatan intervensi.
d).Konselor memberikan penguatan-penguatan positif
kepada konseli agar terus berusaha mengurangi penggunaan
media sosial
e).Konselor memberikan motivasi kepada konseli agar
konseli mampu mengembangkan potensinya.
f).Konselor menutup kegiatan dengan mengingatkan konseli
untuk datang pada pertemuan berikutnya.
Media Power point berisi kata-kata motivasi
Evaluasi Konselor terus menerus memberikan motivasi kepada
konseli agar mampu mengubah kebiasaan menggunakan
media sosial menjadi kegiatan positif,misalnya melakukan
hal-hal baru seperti mengikuti eskul.
SATUAN LAYANAN
INTERVENSI KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK
MENGATASI KECANDUAN MEDIA SOSIAL
SESI 6
Nama kegiatan Post Tes
Tujuan Untuk Mengetahui sejauh mana perubahan yang konseli
alami,sehingga sesi ini menjadi acuan dalam melihat kondisi
konseli terhadap kecanduan media sosial.
Waktu 1X45 Menit
Teknik Konseling Rasional Emotif
Sasaran Layanan Peserta didik sekolah menengah atas (SMA) yang termasuk
dalam kategori kecanduan media sosial
Deskripsi a).Konselor membagikan angket kepada konseli mengenai
layanan
kecanduan media sosial.
b).Konselor mengevaluasi kembali konseli untuk
mengetahui sejauh mana perubahan yang terjadi pada
konseli.
c).Jika hasil evaluasi menunjukan perubahan yang kurang
signifikan konselor harus mengevaluasi treatmen yang
diberikan.
d).Konseli yang masih ketergantungan pada media sosial
memerlukan tindak lanjut apabila konselor tidak mampu
untuk mengatasinya.
e).Konselor perlu berkonsultasi kepada pihak yang lebih
memahami tentang kecanduan media sosial.
f).Konselor harus memberitahu pihak orang tua wali konseli
mengenai penangan yang lebih baik untuk konseli.
g).Konselor menutup kegiatan dan memberikan motivasi
kepada konseli untuk terus secara bertahap mengurangi jam
penggunaan media sosial.
Media Kertas,Bolpoint
Evaluasi Konselor menganalisis kembali konseli mana yang masih
menggunakan media sosial secara berlebihan.

Anda mungkin juga menyukai