Anda di halaman 1dari 205

PERKEMBANGAN DAN

KONSOLIDASI
LEMBAGA NEGARA
PASCA REFORMASI
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie S.H.

PERKEMBANGAN DAN
KONSOLIDASI
LEMBAGA NEGARA
PASCA REFORMASI

Penerbit
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi RI
Jakarta, 2006
PERKEMBANGAN DAN KONSOLIDASI
LEMBAGA NEGARA
PASCA REFORMASI

Asshiddiqie, Jimly
Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MKRI,
Cetakan Kedua, April 2006
368 hlm; 15 x 22 cm

1. Hukum Tata Negara 2. Konstitusi

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang


All right reserved

Hak Cipta @ Jimly Asshiddiqie


Hak Cetak @ Setjen dan Kepaniteraan MKRI
Cetakan Pertama, Februari 2006

Koreksi naskah: Rofiq, Budi, Luthfi


Rancang sampul: Abiarsya
Setting layout dan indeks: Mardian W

Penerbit:
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi RI
Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat
Telp. 3520-173, 3520-787
www.mahkamahkonstitusi.go.id
Dari
Penerbit 

Dari Penerbit
...........................................................................

Semenjak reformasi, UUD 1945 telah mengalami


empat kali perubahan yang berakibat pada berubahnya
sendi-sendi ketatanegaraan. Salah satu hasil perubahan yang
cukup mendasar adalah perubahan supremasi MPR menjadi
supremasi konstitusi. Pasca reformasi, Indonesia sudah ti-
dak lagi mengenal istilah “lembaga tertinggi negara” untuk
kedudukan MPR sehingga seluruh lembaga negara sederajat
kedudukannya dalam sistem check and balances. Seiring
dengan itu konstitusi ditempatkan sebagai hukum tertinggi
yang mengatur dan membatasi kekuasaan lembaga-lembaga
negara yang menjalankan roda penyelenggaraan negara.
Dalam buku Perkembangan dan Konsolidasi Lem­
baga Negara Pasca Reformasi ini Prof. Dr. Jimly Asshid-
diqie, S.H. mengajak pembaca mencermati dan memahami
berbagai perubahan yang terkait dengan lembaga negara di
Indonesia, termasuk bagaimana perkembangan dan konsoli-
dasinya. Buku ini melengkapi karya Prof. Jimly sebelumnya
yang berjudul Sengketa Kewenangan Antar­lembaga Neg­
ara yang menjelaskan mengenai mekanisme penyelesaian
sengketa an­tarlem­baga negara yang kewenangannya diatur
dalam UUD 1945.
Hadirnya buku ini diharapkan dapat memperkaya
referensi ilmu hukum tata negara di Indonesia yang sangat
dibutuhkan oleh para guru, dosen, ma­hasiswa, praktisi dan
pengamat hukum, pemimpin dan pengurus parpol, aktivis
LSM, dan lain-lain. Untuk itulah pan­tas kiranya kami men-
gucapkan terima kasih tak ter­hingga kepada Prof. Jimly
karena untuk kesekian kalinya telah memberi kepercayaan
kepada Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara
vi Pasca Reformasi
Konstitusi RI untuk menerbit­kan naskah-naskah buku-
nya.
Di samping itu, kami juga patut memberi ucapan
te­rima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu ke­
lancaran terbitnya buku ini, antara lain kepada Sdr. Rofiqul-
Umam Ahmad, Budi H. Wibowo dan Luthfi W. Eddyono
yang telah mengoreksi naskah buku ini, juga kepada Sdr.
Mardian Wibowo yang sudah melay­out buku ini hingga
tampilannya menjadi menarik. Kepada Sdr. Abiarsya juga
kami ucapkan terima kasih karena telah men­desain cover
buku ini.
Seperti halnya buku lain yang diterbitkan oleh Setjen
dan Kepaniteraan MK, buku ini juga disebarluaskan ke-
pada berbagai kalangan secara cuma-cuma. langkah ini
diharapkan dapat membantu peningkatan pemahaman
para penyelenggara negara/pemerintahan dan masyarakat
mengenai lembaga-lembaga negara di Indonesia pasca pe-
rubahan UUD 1945.
Pada akhirnya, perkenankan kami mempersembah­
kan buku ini ke hadapan sidang pembaca seiring harapan
se­moga mendapat manfaat darinya. Selamat membaca!

Jakarta, April 2006


Sekretaris Jenderal
Mahkamah Konstitusi RI
Janedjri M. Gaffar
Pengantar
Penulis vii

Pengantar Penulis
...........................................................................

Terdapat tiga fungsi kekuasaan yang dikenal secara


kla­sik dalam teori hukum maupun politik, yaitu fungsi
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Baron de Montesquieu
(1689-1785) mengidealkan ketiga fungsi kekuasaan negara
itu dilembagakan masing-masing dalam tiga organ ne­ga­ra.
Satu organ hanya boleh menjalankan satu fungsi (func­tie),
dan tidak boleh saling mencampuri urusan masing-masing
dalam arti yang mutlak. Jika tidak demikian, ma­ka kebe-
basan akan terancam.
Konsepsi yang kemudian disebut dengan trias poli­
ti­ca tersebut tidak relevan lagi dewasa ini, mengingat tidak
mungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organisasi
ter­sebut hanya berurusan secara eksklusif dengan salah sa­
tu dari ketiga fungsi kekuasaan tersebut. Kenyataan de­wa­sa
menunjukkan bahwa hubungan antar cabang ke­kuasa­an
itu tidak mungkin tidak saling bersentuhan, dan bahkan
ketiganya bersifat sederajat dan saling mengen­da­li­kan satu
sama lain sesuai dengan prinsip checks and ba­lances.
Di sisi lain, perkembangan masyarakat, baik secara
eko­nomi, politik, dan sosial budaya, serta pengaruh glo­
balisme dan lokalisme, menghendaki struktur organisasi
ne­gara lebih responsif terhadap tuntutan mereka serta le­bih
efektif dan efisien dalam melakukan pelayanan publik dan
mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan. Perkem-
bangan tersebut berpengaruh terhadap struktur organisasi
negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fung­si lem-
baga negara. Bermunculanlah kemudian lem­ba­ga-lembaga
negara sebagai bentuk eksperimentasi ke­lem­bagaan (institu­
tional experimentation) yang dapat be­ru­pa dewan (council),
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Pengantar
viii Pasca Reformasi Penulis ix
komisi (commission), komite (com­mit­tee), badan (board), ha­rus ada pengaturan mengenai perlakuan hukum ter­ha­dap
atau otorita (authority). orang yang menduduki jabatan dalam lembaga ne­ga­ra itu.
Lembaga-lembaga baru tersebut biasa disebut seba­gai Mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih ren­dah perlu
state auxiliary organs, atau auxiliary institutions seba­gai dipastikan untuk menentukan tata tempat duduk da­lam
lembaga negara yang bersifat penunjang. Di antara lem­ba­ga- upacara dan besarnya tunjangan jabatan terhadap pa­ra
lembaga itu kadang-kadang ada juga yang di­sebut sebagai pejabatnya. Untuk itu, ada dua kriteria yang dapat di­pakai,
self regulatory agencies, independent super­visory bodies, yaitu (i) kriteria hirarki bentuk sumber normatif yang me-
atau lembaga-lembaga yang menjalankan fung­si campuran nentukan kewenangannya, dan (ii) kualitas fung­si­nya yang
(mix-function) antara fungsi-fungsi re­gu­­latif, administratif, bersifat utama atau penunjang dalam sistem ke­kuasaan
dan fungsi penghukuman yang biasa­nya dipisahkan tetapi negara.
justru dilakukan secara bersa­ma­an oleh lembaga-lembaga Sehubungan dengan hal itu, maka dapat ditentukan
baru tersebut. Bahkan ada lem­baga-lembaga yang disebut bah­wa dari segi fungsinya, ke-34 lembaga tersebut, ada
sebagai quasi non-govern­mental organization. yang bersifat utama atau primer, dan ada pula yang ber­
Eksperimentasi kelembagaan (institutional experi­ sifat sekunder atau penunjang (auxiliary). Sedangkan dari
men­tation) juga dilakukan oleh bangsa Indonesia ter­utama segi hirarkinya, ke-34 lembaga itu dapat dibedakan ke da­
di masa transisi demokrasi setelah runtuhnya ke­kuasa­an lam tiga lapis. Organ lapis pertama dapat disebut sebagai
Orde Baru seiring berhentinya Presiden Soeharto 21 Mei lem­baga tinggi negara. Organ lapis kedua disebut sebagai
1998 yang lalu. Pasca peristiwa itu, dilakukan ber­bagai lem­baga negara saja, sedangkan organ lapis ketiga me­rupa­
agenda reformasi yang salah satunya adalah per­ubah­an kan lembaga daerah. Di antara lembaga-lembaga ter­se­but
(amandemen) UUD 1945 selama empat tahun se­jak 1999 ada yang dapat dikategorikan sebagai organ utama atau
sampai dengan 2002. Dalam perubahan kons­titusi inilah primer (primary constitutional organs), dan ada pula yang
terjadi pembentukan dan pembaruan lembaga-lembaga merupakan organ pendukung atau penunjang (auxi­liary
negara. Jika kita mencermati UUD 1945 pasca perubahan state organs).
tersebut, dapat dikatakan terdapat 34 lembaga negara. Dari Keseluruhan lembaga-lembaga negara tersebut me­
34 lembaga negara tersebut, ada 28 lembaga yang kewenan- ru­pa­kan bagian-bagian dari negara sebagai suatu orga­ni­
gannya ditentukan baik secara umum mau­pun secara rinci sa­si. Konsekuensinya, masing-masing menjalankan fungsi
dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ke-28 ter­tentu dan saling berhubungan sehingga memerlukan
lembaga negara inilah yang dapat di­sebut sebagai lembaga pengaturan dan pemahaman yang tepat untuk benar-be­nar
negara yang memiliki kewenangan kon­stitusional atau yang berjalan sebagai suatu sistem.
kewenangannya diberikan secara eksplisit oleh UUD Negara Dalam buku ini saya berusaha menuliskan kerangka
Republik Indonesia Tahun 1945. secara menyeluruh lembaga-lembaga negara dalam orga­
Ke-34 organ tersebut dapat dibedakan dari dua segi, ni­sasi ketatanegaraan Indonesia. Selain itu, buku ini juga
yaitu dari segi fungsinya dan dari segi hirarkinya. Hirarki menguraikan fungsi dan kedudukan masing-masing lem­
an­tar­lembaga negara itu penting untuk ditentukan karena ba­ga dalam keseluruhan organisasi ketatanegaraan. Pem­
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Pengantar
 Pasca Reformasi Penulis xi
bahasan ini dimaksudkan agar setiap penyelenggara ne­ga­ra nya tidak berkembang. Dengan demikian di­harapkan hukum
dan warga negara, termasuk pejabat negara, ahli hu­kum, tata negara dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan
ahli politik, dan peminat masalah ketatanegaraan da­pat ketatanegaraan yang ada sehingga hu­kum tata negara tidak
memahaminya dengan baik di tengah masih lang­ka­nya pem- nampak ketinggalan zaman.
bahasan lembaga negara setelah perubahan UUD 1945. Buku ini juga dapat dikatakan sebagai penambahan
Salah satu hal penting yang saya gagas dalam buku ini dan penyempurnaan dari buku terdahulu, yaitu Sengketa
adalah dirumuskannya pengertian baru lembaga-lem­ba­ga Kewenangan Antarlembaga Negara yang juga diterbitkan
mana saja yang dapat disebut sebagai lembaga ne­ga­ra. Hal oleh Konstitusi Press. Jika buku tersebut lebih menekan­
ini sangat penting mengingat dengan munculnya berbagai kan pada sengketa kewenangan antarlembaga negara,
lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan kita pasca ma­ka buku yang tengah Anda baca ini lebih menekankan
perubahan UUD 1945, maka pengertian yang se­la­ma ini pa­da pendeskripsian perkembangan lembaga negara pasca
kita kenal dan kita anut harus direvisi. Seiring dengan itu, perubahan UUD 1945 sekaligus rekomendasi mengenai
sebagai kelanjutannya, saya juga menyusun ka­tegorisasi pentingnya konsolidasi terhadap lembaga-lembaga negara
lembaga-lembaga negara yang ada tersebut. Ka­tegorisasi tersebut.
ini akan mempermudah pemahaman untuk menentukan Seperti halnya karya manusia yang tidak mungkin
kedudukan dan meletakkan masing-masing lembaga negara men­capai kesempurnaan yang mutlak, saya menyadari pen­
dalam sistem ketatanegaraan kita. tingnya masukan, baik usul, saran, maupun kritik terhadap
Saya menyadari sepenuhnya, pengertian baru dan ka­ berbagai gagasan yang muncul dalam lembar-lem­bar buku
tegorisasi lembaga negara pasca perubahan UUD 1945 ini ini. Kesemua itu merupakan bahan berharga untuk meny-
merupakan hal baru sama sekali yang mengubah pan­dang­an empurnakan isi buku ini pada masa datang.
dan pemikiran yang selama ini dianut selama berpuluh-pu- Semoga buku ini membawa manfaat bagi muncul dan
luh tahun. Demikian pula gagasan baru ini ber­beda sama berkembangnya gagasan-gagasan segar dalam hu­kum tata
sekali dengan hukum tata negara yang se­lama ini diajarkan negara Indonesia.
di sekolah dan kampus dan dianut ka­lang­an akademisi
dan pakar hukum tata negara. Karena itu boleh jadi akan
muncul banyak tanggapan, baik kritik mau­pun dukungan, Jakarta, 22 Februari 2006
juga berkembang kontroversi dan po­le­mik di ranah publik, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.
khususnya dalam bidang hukum tata negara.
Namun hal ini saya anggap sangat penting untuk me­
respon perkembangan ketatanegaraan kita yang ter­golong
radikal ini. Harapan kita adalah dapat bergulir wa­ca­na
baru dalam hukum tata negara sesuai kondisi objektif yang
ada sekaligus menjadi sumbangsih untuk men­di­na­mi­sasi
perkembangan hukum tata negara yang selama era sebelum-
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara
xii Pasca Reformasi
Daftar Isi xiii

Daftar Isi
...........................................................................

Dari Penerbit ................................................................. v


Pengantar Penulis........................................................... vii
Daftar Isi ........................................................................ xiii

Bab Kesatu
ORGANISASI NEGARA DAN
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA

A. Perkembangan Organisasi dan Pemerintahan ........ 1


B. Lembaga Negara . ...................................................... 31
1. “Trias Politica” Lembaga Negara .......................... 31
2. Konsepsi tentang Organ Negara . ......................... 36
3. Pemahaman tentang Lembaga Negara ................ 42
C. Badan Hukum Publik ................................................ 69
1. Pengertian Badan Hukum . ................................... 69
2. Badan Hukum Publik dan Perdata........................ 80

Bab Kedua
LEMBAGA TINGGI NEGARA

A. Lembaga Negara dalam UUD 1945........................... 98


1. Lembaga-Lembaga Negara.................................... 98
2. Pembedaan dari Segi Hirarkinya ......................... 105
3. Pembedaan dari Segi Fungsinya........................... 112
a. Presiden dan Wakil Presiden............................. 118
1. Presiden........................................................... 126
2. Wakil Presiden................................................ 129
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)...................... 135
c. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)...................... 139
d. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)............... 143
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara
xiv Pasca Reformasi Daftar Isi xv
e. Mahkamah Konstitusi (MK)............................... 153 G. Dewan Pengupahan Nasional ................................... 265
f. Mahkamah Agung (MA)...................................... 158 H. Dewan Pendidikan . .................................................. 266
g. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).................... 160 I. Dewan Sumber Air ..................................................... 267
J. Dewan Pers ................................................................ 269
Bab Ketiga K. Badan SAR Nasional ................................................. 270
LEMBAGA KONSTITUSIONAL LAINNYA L. Komisi Banding Merek . ............................................ 271
M. Lembaga Sensor Film . ............................................. 271
A. Menteri dan Kementerian Negara............................. 172 N. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia
1. Menteri Sebagai Pimpinan Pemerintahan............ 172 (BRTI) ....................................................................... 274
2. Organisasi Kementerian Negara........................... 176
3. Tiga Menteri “Triumvirat” .................................... 179 Bab Kelima
B. Dewan Pertimbangan Presiden................................. 182 LEMBAGA-LEMBAGA DAERAH
C. Komisi Yudisial.......................................................... 185
D. Tentara Nasional Indonesia...................................... 200 A. Lembaga Daerah........................................................ 275
E. Kepolisian Negara Republik Indonesia..................... 210 B. Daerah Provinsi.......................................................... 278
F. Kejaksaan . ................................................................. 219 1. Pemerintahan Daerah Provinsi.............................. 278
G. Komisi Pemberantasan Korupsi ............................... 227 2. Kedudukan Gubernur............................................ 286
H. Komisi Pemilihan Umum.......................................... 235 3. Kedudukan DPRD Provinsi................................... 294
1. Penyelenggara Pemilu............................................ 235 C. Daerah Kabupaten..................................................... 301
2. Komisi Pemilihan Umum (KPU)........................... 242 1. Pemerintahan Daerah Kabupaten ........................ 301
3. Komisi Pemilihan Umum Provinsi........................ 244 2. Bupati..................................................................... 302
4. KPU Kabupaten/Kota............................................ 245 3. DPRD Kabupaten................................................... 309
I. Komisi Nasional HAM................................................ 246 D. Daerah Kota............................................................... 314
J. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Ke­- 1. Pemerintahan Daerah Kota . ................................. 314
uangan (PPATK)........................................................ 249 2. Walikota................................................................. 315
3. DPRD Kota............................................................. 317
Bab Keempat E. Perangkat Daerah....................................................... 320
Lembaga Negara Lainnya F. Desa dan Pemerintahan Desa.................................... 323

A. Lembaga Negara Lain-Lain ...................................... 253 Bab Keenam


B. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)............................ 256 PENTINGNYA KONSOLIDASI
C. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) . ......... 258 KELEMBAGAAN NEGARA
D. Lembaga Kepolisian (Komisi Kepolisian) ................ 260
E. Dewan Pertahanan Nasional . ................................... 261 A. Liberalisasi Negara Kesejahteraan dan Tren
F. Badan Pengawas Perdagangan berjangka Perubahan Kelembagaan Negara.............................. 327
Komoditi (BAPPEBTI) . ............................................ 262 B. Belajar Dari Negara Lain . ......................................... 337
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara
xvi Pasca Reformasi

C. Reformasi dan Konsolidasi........................................ 346

Daftar Pustaka................................................................ 355


Indeks ............................................................................ 364
Tentang Penulis.............................................................. 369
1
...........................................................................
Organisasi Negara dan
Lembaga-Lembaga Negara

A. Perkembangan Organisasi Negara dan Pe­


me­­rintahan

Dalam perkembangan sejarah, teori dan pemikiran


tentang pengorganisasian kekuasaan dan tentang organi­
sa­si negara berkembang sangat pesat.1 Variasi struktur
dan fung­si organisasi dan institusi-institusi kenegaraan
itu berkembang dalam banyak ragam dan bentuknya, baik
di tingkat pusat atau nasional maupun di tingkat daerah
atau lokal. Gejala perkembangan semacam itu merupakan
kenyataan yang tak terelakkan karena tuntutan keadaan
dan kebutuhan yang nyata, baik karena faktor-faktor sosial,
ekonomi, politik dan budaya di tengah dinamika ge­lombang
pengaruh globalisme versus lokalisme yang sema­kin kom-
pleks dewasa ini.
Sebenarnya, semua corak, bentuk, bangunan, dan
struk­tur organisasi yang ada hanyalah mencerminkan
res­pons negara dan para pengambil keputusan (decision
ma­kers) dalam suatu negara dalam mengorganisasikan
ber­ba­gai kepentingan yang timbul dalam masyarakat neg-
ara yang bersangkutan. Karena kepentingan-kepentingan
yang timbul itu berkembang sangat dinamis, maka corak
or­ga­ni­sasi negaranya juga berkembang dengan dinamika­
1
Perkembangan teori dan praktek mengenai organisasi nega­ra ini sa­ma
dinamisnya dengan perkembangan mengenai te­o­­ri dan praktek or­ga­ni­sasi
pada umumnya. Tentang yang ter­­akhir ini misalnya lihat Ste­phen P. Rob-
bins, Organi­za­tion Theory: Struc­tu­re Designs and Applications, 3rd edition,
Pren­ti­ce Hall, New Jer­sey, 1990.
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 

nya sendiri. Sebelum abad ke-19, sebagai reaksi terhadap Namun, gelombang intervensi negara itu terus me­
kuat­­nya cengkraman kekuasaan para raja di Eropa, timbul ning­kat sampai pertengahan abad ke-20. Akibatnya corak
re­­volusi di berbagai negara yang menuntut kebebasan le­ or­ganisasi negara yang berkembang di seluruh dunia juga
bih bebas bagi rakyat dalam menghadapi penguasa nega­ra. men­cerminkan gejala intervensionis itu. Malah, dalam
Ketika itu, berkembang luas pengertian bahwa “the least bentuknya yang paling ekstrim, banyak negara mengadop­
go­­vern­ment is the best government”2 menurut doktrin si ideologi sosialisme yang ekstrim, yaitu komunisme yang
nach­­­wachtersstaat. memberikan pembenaran terhadap intervensi ekstrim ne­
Tugas negara dibatasi seminimal mungkin, seolah- gara ke dalam kehidupan pribadi masyarakat, baik dalam
olah cukuplah jika negara bertindak seperti hansip yang bidang politik, ekonomi, maupun sosial dan budaya. Corak
men­jaga keamanan pada malam hari saja. Itulah yang organisasi negara menjadi makin terkonsentrasi di bebe­
dimaksud dengan istilah nachwachatersstaat (negara jaga ra­pa lembaga pengambil keputusan, dan sekaligus ter­sen­
malam). Namun, selanjutnya, pada abad ke-19 ketika di­sa­ trali­sasi ke pusat-pusat kekuasaan tertentu. Artinya, pusat
dari banyak dan luasnya gelombang kemiskinan di hampir penentu kebijakan atau pusat pengambil keputusan ber­si­fat
seluruh negara Eropa yang tidak terurus sama se­kali oleh terkonsentrasi dan tersentralisasi. Karena itu, bangunan
pemerintahan negara-negara yang diidealkan ha­nya men- kelembagaan negara dalam sistem komunis yang demikian
jaga penjaga malam itu, muncullah pandangan baru secara itu dikenal sangat rigid atau kaku, tetapi menjangkau obyek
meluas, yaitu sosialisme yang menganjurkan tang­gungjawab dan subyek yang sangat luas ke semua lini dan sektor5.
negara yang lebih besar untuk menangani soal-soal kes- Ketika komunisme mengalami keruntuhan dan ideo­­
ejahteraan masyarakat luas. Karena itu, mun­cul pula doktrin logi liberalisme-kapitalisme merajalela di mana-ma­na,6
welfare state atau negara kesejahtera­an da­lam alam pikiran bentuk-bentuk organisasi negara juga dituntut untuk me-
umat manusia.3 nyesuaikan diri.7 Di seluruh dunia, semakin disadari bah­wa
Menurut doktrin welfare state (welvaartsstaat) atau bentuk-bentuk organisasi negara yang bersifat invensionis
ne­gara kesejahteraan, negara diidealkan untuk menangani tidak dapat lagi dipertahankan, dan harus me­ngada­kan
hal-hal yang sebelumnya tidak ditangani. Sampai perte­ngah­ reformasi kelembagaan dengan sebaik-baiknya. Karena itu,
an abad ke-20, umat manusia menyaksikan kecen­derungan mendahului perkembangan bentuk-bentuk, co­rak dan prin-
meluasnya dimensi tanggungjawab negara yang memberi- sip-prinsip organisasi mutakhir, muncul ba­nyak sekali kritik
kan pembenaran terhadap gejala intervensi nega­ra terhadap dan ketidakpuasan terhadap kinerja organisasi kekuasaan
urusan-urusan masyarakat luas (interven­sio­nist state).
Press, London and Basingstoke, 1979, hal.1.
Bahkan, menurut Ian Gough, “the twentieth cen­­­­tury, and 5
Lihat Donald C. Hodges, The Bureaucratization of Socialism, The Univer-
in particular the period since the Second World War, can sity of Massachussetts Press, USA, 1981, hal. 176-177.
6
Lihat Daniel Chirot (ed.), The Crisis of Leninism and the Decline of the
fairly be described as the era of Welfare State”.4 Left: The Revolution of 1989, University of Washington Press, Seattle and
London, 1991.
2
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakar­ta, 1980, 7
Lihat misalnya Arthur Brittan, The Privatised World, Rou­tled­ge & Kegan
hal. 58. Paul, London, Henley and Boston, 1977. Baca ju­ga John Naisbitt and Patricia
3
Lihat Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Kon­sti­tusi Aburdene, Megatrends 2000, Sidwick and Jackson, London, 1990.
dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru-van Hoeve, Ja­­karta, 1994. 8
Misalnya baca David Osborne and Tedd Gaebler, Reinventing Govern­
4
Ian Gough, The Political Economy of the Welfare State, The Mac­mil­lan ment, Longman, 1992; dan David Osborne and Peter Plastrik, Banishing
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 

yang diwarisi dari masa lalu. Ra­tusan dan bahkan ribuan Di Inggris, gejala perkembangan organisasi non-
buku yang berlomba-lomba menge­ritik kinerja birokrasi elected agencies ini telah muncul sejak sebelum diperkenal­
negara modern yang dianggap tidak efisien.8 Misalnya, kannya kebijakan reorganisasi antara tahun 1972-1974.
seorang psikolog sosial, Warren G. Bennis, menggambar- Pe­me­rintahan lokal di Inggris sudah biasa bekerja dengan
kan dalam tulisannya “The Coming Death of Bureaucracy” menggunakan banyak ragam dan bentuk organisasi yang
(1966)9 bahwa “bureau­cra­cy has become obsolete”. Untuk di­sebut joint committees, boards, dan sebagainya untuk
mengatasi gejala the death of bureaucracy tersebut, baik di tujuan mencapai prinsip economies of scale dalam rangka
tingkat pusat mau­pun di daerah di berbagai negara dibentuk peningkatan pelayanan umum. Misalnya, dalam pengope­
banyak lembaga baru yang diharapkan dapat bekerja lebih ra­si­an transportasi bus umum, dibentuk kelembagaan ter­
efisien. Dalam studi yang dilakukan Gerry Stoker terhadap sendiri yang disebut board atau authority.
pemerintah lo­kal Inggris, misalnya, ditemukan kenyataan Untuk menangani pengelolaan atas fasilitas umum
bahwa:10 un­tuk kepentingan bersama seperti crematorium juga
di­bentuk komite yang tersendiri; Demikian pula untuk ke­
“Prior to the reorganisation in 1972-4, local pen­tingan perencanaan terpadu mengenai transportasi dan
au­tho­rities worked through a variety of joint penggunaan lahan yang menyangkut banyak sekali insti­tusi
com­mittees and boards to achieve economies
yang berwenang juga dibentuk satu joint committee yang
of scale in service provision (for example in bus
opera­tion); to undertake the joint management of tersendiri.
a shared facility (for example, a crematorium); or Pemerintah Pusat Inggris juga menciptakan ber­aneka
to plan transport and land-use policies across a ragam lembaga baru yang sangat kuat ke­kuasaan­nya dalam
number of authorities (Flynn and Leach, 1984).11 urusan-urusan yang sangat spesifik di bidang­nya masing-
Central government too created a number of masing (powerful singlepurpose agencies). Misalnya, pada
powerful single-purpose agencies including
mulanya dibentuk Regional Hospital Board dan kemudian
Regio­nal Hospital Boards (and later in 1974, Area
and Regional Health Authorities); New Town pada tahun 1974 menjadi Area and Regional Health Authori-
Development Corporations to launch a ring of ties. New Town Development Corporation juga dibentuk
sa­tel­lite towns around the metropolitan areas of untuk maksud menyukseskan program yang diharapkan
the country; and rural development agencies in akan menghubungkan kota-kota satelit di seki­tar kota-kota
Mid-Wales and the Scottish Highlands.” metoropolitan seperti London dan lain-lain. Demikian pula
untuk program pembangunan pedesaan, dibentuk pula
Bureaucracy, A Plume Book, 1997. badan-badan otoritas yang khu­sus menangani Rural De-
9
Warren G. Bennis, “The Coming Death of Bureaucracy”, Think, Nov-Dec. velopment Agencies di daerah-dae­rah Mid-Wales dan the
1966, hal. 30-35.
10
Gerry Stoker, The Politics of Local Government, 2nd edition, The
Scottish Highlands.
Mac­millan Press, London, 1991, hal. 60-61. Selain di Inggris, perkembangan di negara-negara
11
N. Flynn, and S. Leach, Joint Boards and Joint Committees: An Evalu­ lain juga sama. Berbagai kesulitan ekonomi dan ketidak­
ation, Uni­versity of Birmingham, Institute of Local Go­vern­ment Studies,
1984. stabilan akibat terjadinya aneka perubahan sosial dan eko­
12
Stephen P. Robbins, op. cit., hal. 322. nomi memaksa banyak negara melakukan eksperimentasi
13
Gerry Stoker, op. cit., hal. 63.
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 

kelembagaan (institutional experimentation) melalui ber­ Menurut Gerry Stoker,13


bagai bentuk organ pemerintahan yang dinilai lebih efektif
dan efisien, baik di tingkat nasional atau pusat maupun di “both central and local government have encou­
tingkat daerah atau lokal. raged experimentation with non-elected forms
Perubahan-perubahan itu, terutama pada apa yang of government as a way encouraging the greater
involvement of major private corporate sec­
di­sebut oleh Gerry Stoker sebagai non-elected agencies tor companies, banks and building societies in
dapat dilakukan secara lebih fleksibel dibandingkan per­ dealing with problems of urban and economic
ubahan terhadap elected agencies seperti parlemen dan decline.”
sebagai­nya. Tujuannya tidak lain adalah untuk menerap­kan
prinsip efisiensi sebanyak mungkin sehingga pe­la­yan­an Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
umum (public services) dapat benar-benar terjamin dengan (lokal) sama-sama terlibat dalam upaya eksperimentasi
efektif. Untuk itu, birokrasi dituntut untuk berubah menjadi kelembagaan yang mendasar dengan aneka bentuk organ-
semakin ramping, atau dalam istilah Stephen P. Rob­bins, isasi baru yang diharapkan lebih mendorong keter­li­bat­an
“slimming down bureaucracies”.12 Biasanya agencies yang sektor swasta dalam mengambil tanggungjawab yang lebih
dimaksud­kan disini disebut dengan istilah dewan (council), besar dalam mengatasi persoalan ekonomi yang terus menu-
komisi (commission), komite (com­mit­tee), badan (board), run. Masalah sosial, ekonomi dan budaya yang dihadapi
atau otorita (authority). juga semakin kompleks, sehingga kita tidak dapat lagi hanya
Misalnya, Health Authority, Arts Council, Enterprise mengandalkan bentuk-bentuk organisasi pemerintahan
Board, Housing Management Cooperatives, Stockbridge Vil- yang konvensional untuk mengatasinya.
lage Trust, London and Southeast Regional Planning Joint Di tingkat pusat atau nasional, di berbagai negara
Committee, Police, Fire and Transport Joint Board, dan di dunia dewasa ini tumbuh cukup banyak variasi bentuk-
sebagainya. Semua itu, oleh Gerry Stoker dikelompok­kan bentuk organ atau kelembagaan negara atau pemerintah­an
ke dalam enam tipe organisasi, yaitu: yang deconcentrated dan decentralized. R. Rhodes, da­lam
1. Tipe pertama adalah organ yang bersifat central go­vern­ bukunya, menyebut hal ini intermediate institu­tions.14
ment’s arm’s length agency; Menurut R. Rhodes, lembaga-lembaga seperti ini mem­pu­
2. Tipe kedua, organ yang merupakan local authority im­ nyai tiga peran utama.
ple­mentation agency; Pertama, lembaga-lembaga tersebut mengelola tugas
3. Tipe ketiga, organ atau institusi sebagai public/pri­vate yang diberikan pemerintah pusat dengan mengkoor­di­nasi­
part­nership organisation; kan kegiatan-kegiatan berbagai lembaga lain (coor­dinate the
4. Tipe keempat, organ sebagai user-organisation. activities of the various other agencies). Misal­nya, Regional
5. Tipe kelima, organ yang merupakan intergovern­men­tal Department of the Environment Offices me­lak­­sana­kan pro-
forum; gram housing investment dan mengkoor­di­­nasi­kan berbagai
6. Tipe Keenam, organ yang merupakan Joint Boards.
ment of Britain, Allen & Unwin, London, 1988.
15
Gerry Stoker, op. cit., hal. 144.
14
R. Rhodes, Beyond Westminster and Whitehall: The Sub-Central Go­vern­ 16
Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parle­men Dalam
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 

usaha real-estate di wilayahnya. Ke­dua, melakukan peman- Sejarah (1997).16


tauan (monitoring) dan memfa­si­­litasi pelaksanaan berbagai Semua lembaga-lembaga atau organ tersebut bukan
kebijakan atau policies peme­rintah pusat. Ketiga, mewakili dan tidak dapat diperlakukan sebagai organisasi swasta atau
kepentingan daerah dalam ber­hadapan dengan pusat.15 lembaga non pemerintahan (Ornop) atau NGO’s (non gover­
Dari contoh-contoh di atas, dapat dikemukakan bah­wa mental organisations). Namun, keberadaannya tidak berada
ragam bentuk organ pemerintahan mencakup struktur yang dalam ranah cabang kekuasaan legislatif (legislature), ekse-
sangat bervariasi, meliputi pemerintah pusat, kementerian- kutif, ataupun cabang kekuasaan ke­ha­kiman (judiciary).
kementerian yang bersifat teritorial (territo­rial ministeries), Ada yang bersifat independen dan ada pula yang semi atau
ataupun intermediate institutions. Organ-organ tersebut quasi independen, sehingga biasa juga disebut independent
pada umumnya berfungsi sebagai a quasi-governmental and quasi independent agencies, corporations, committees,
world of appointed bodies, dan ber­sifat non-departmental and commissions.17
agencies, single purpose autho­rities, dan mixed public Sebagian di antara para ahli tetap mengelompokkan
private institutions. independent agencies semacam ini dalam domain atau
Di negara-negara demokrasi yang telah mapan, se­ ranah kekuasaan eksekutif. Akan tetapi, ada pula sarjana
per­ti di Amerika Serikat dan Perancis, pada tiga dasawarsa yang mengelompokkannya secara tersendiri sebagai the
terakhir abad ke-20, juga banyak bertumbuhan lembaga- fourth branch of the government. Seperti dikatakan oleh
lem­baga negara baru. Lembaga-lembaga baru tersebut bia­sa Yves Meny dan Andrew Knapp,18
disebut sebagai state auxiliary organs, atau auxiliary in­sti­
tutions sebagai lembaga negara yang bersifat penun­jang. Di “Regulatory and monitoring bodies are a new
antara lembaga-lembaga itu kadang-kadang ada juga yang type of autonomous administration which has
been most widely developed in the United States
disebut sebagai self regulatory agencies, inde­pen­dent su­
(where it is sometimes referred to as the ‘headless
pervisory bodies, atau lembaga-lembaga yang men­­jalan­kan fourth branch’ of the government). It takes the
fungsi campuran (mix function) antara fung­si-fungsi regu- form of what are generally knownas Independent
latif, administratif, dan fungsi peng­hukum­an yang biasanya Regulatory Commissions.”
dipisahkan tetapi justru dilaku­kan secara bersamaan oleh
lembaga-lembaga baru terse­but. Di Perancis, lembaga-lembaga seperti ini juga tercatat
Dewasa ini, di Amerika Serikat, lembaga-lembaga in­ cukup banyak. Misalnya, Commission des Opera­tions de
dependen yang serupa itu di tingkat federal dengan fungsi Bourse, Commission Informatique et Libertes, Com­mis­sion
yang bersifat regulatif dan pengawasan atau pe­man­tau­an lebih dari 30-an independent agen­cies di Amerika Serikat. Tetapi, se­benar­
(monitoring) lebih dari 30-an banyaknya. Misalnya, di nya seperti akan diuraikan lebih lanjut dalam buku ini jumlah­nya lebih
banyak lagi.
Amerika Serikat, dikenal adanya Federal Tra­de Commis- 17
http://courses.unt.edu/chandler/SLIS5647/slides/cs4_02_admini Reg/
sion (FTC), Federal Communication Commis­sion (FCC), sld008.htm, dan sld009.htm., 5/15/2005.
dan banyak lagi, seperti yang saya uraikan dalam buku saya
18
Yves Meny and Andrew Knapp, Government and Politics in West­
ern Eu­ro­pe: Britain, France, Italy, Germany, 3rd edition, Ofxord Uni­ver­si­ty
yang Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Press, 1998, hal. 281.
19
Ibid., hal. 280-282.
Se­jarah, UI-Press, Jakarta, 1997. Dalam buku ini saya hanya menyebut­kan 20
Ibid., hal. 280.
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
10 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 11

de la Communication des Documents Administratifs, dan Lem­baga-lembaga seperti inilah seperti diuraikan di atas
Haute Authorite de l’Audiovisuel yang kemudian menjadi di Amerika Serikat disebut juga the headless fourth branch
Commission Nationale de la Commu­nica­tion des Libertes of the government. Di hampir semua negara demokrasi,
dan kemudian pada tahun 1989 diubah lagi menjadi Conseil jum­lah­nya dewasa ini cukup banyak. Akan tetapi, yang
Superieur de l’Audiovisuel. lebih banyak lagi adalah organisasi yang biasa disebut se­ba­
Di Inggris, seperti sudah diuraikan di atas, berbagai gai komisi, komite, dewan atau dengan sebutan lain yang
ko­misi yang bersifat independen dengan kewenangan re­gu­ menjalankan fungsi sebagai pengelola pelayanan umum
lasi (regulatory power) ataupun kewenangan konsulta­tif (management of public services).
(consultative power) itu juga memainkan peran yang sa­ Lembaga-lembaga yang terakhir ini tidak hanya ada
ngat menentukan. Misalnya, the Monopolies and Mer­gers di tingkat pusat atau federal, tetapi juga di semua lapisan
Commission, the Commission for Racial Equality, the Civil pe­­merintahan umum. Di Perancis, lembaga publik jenis
Aviation Authority, dan lain-lain sebagainya. ini tercatat ratusan jumlahnya. Bahkan, di Italia, lembaga-
Di Italia, lembaga independen dengan kewenangan lembaga publik seperti ini yang biasa disebut enti pubblici
regulasi dan monitoring ini juga berkembang cukup menen- tercatat lebih banyak lagi, yaitu sekitar 40.000 buah. Di Ing­
tukan. Misalnya, CONSOB yang bertanggung ja­wab dalam gris, lembaga-lembaga seperti inilah yang biasa disebut qua­
rangka pemantauan terhadap kinerja Stock Exchange, dan si autonomus non governmental organizations atau yang
Instituto per la Vigilanza sulle Assicurazioni Private. Di disingkat quango’s yang berjumlah lebih dari 500 buah.
Jerman, juga ada banyak lembaga sejenis, seper­ti misalnya Lembaga-lembaga seperti itu memang mirip dengan
Bundeskartellamt yang bergerak di bidang com­mer­cial or­ga­ni­sasi non-pemerintah (Ornop), karena berada di luar
mergers.19 struk­tur pemerintahan eksekutif. Akan tetapi, keberadaan­
Karena demikian banyak jumlah dan ragam corak nya bersifat publik, juga didanai oleh dana publik, serta
lem­baga-lembaga ini, oleh para sarjana biasa dibedakan un­tuk kepentingan publik, sehingga tidak dapat disebut se-
an­tara sebutan agencies, institutions atau establishment, bagai NGO’s dalam arti yang sebenarnya. Karena itu, se­­cara
dan quango’s (quasi autonomous NGO’s). Dari segi tipe tidak resmi memang masuk akal juga untuk disebut sebagai
dan fungsi administrasinya, oleh Yves Meny dan Andrew quasi NGO’s21 yang merupakan singkatan per­ka­ta­an quasi
Knapp, secara sederhana juga dibedakan adanya three autonomous non governmental organi­za­tions.22
ma­in types of specialized administration, yaitu: (i) regula­ Derajat otonomi lembaga-lembaga independen itu
tory and monitoring bodies; (ii) those responsible for the sendiri berbeda-beda skalanya di berbagai dan di masing-
management of public services; and (iii) those engaged in masing lembaga. Seperti dikatakan oleh Yves Meny dan
productive activities.20 Andrew Knapp,23
Badan-badan atau lembaga-lembaga independen
yang menjalankan fungsi regulasi dan pemantauan biasa­ 22
Lembaga quasi autonomous non-governmental organizations
da­pat di­kata­kan merupakan organisasi quasi non-pemerin­tah yang bersifat
nya hanya berada di tingkat federal atau pusat (nasional). oto­nom yang sepintas lalu kelihatan seperti NGO, te­tapi bukan NGO. Cara
ker­janya mirip NGO, tetapi dibentuk oleh negara dan sebagian terbesar atau
Lihat juga Peter Leyland and Terry Woods, Textbook on Ad­minis­trative
21 pada umumnya juga di­bia­yai dengan anggaran negara. Karena itu, lembaga
Law, Oxford University Press, 2003, hal. 52-53. ini disebut quasi NGO’s.
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
12 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 13

“the degree of autonomy possessed by all these kan di atas serta korporasi-korporasi lainnya yang dibentuk
agencies, establishments, and quangos varies untuk jaminan fleksibilitas pengelolaan kegiatan se­cara
consi­derably, ranging from subjection through otonom bagi kepentingan pencapaian tujuan-tujuan yang
strict supervision to almost total independence. It
bersifat publik, menggambarkan telah terjadinya per­ubahan
depends upon the conditions in which the organi­
zation was created, the source of its funding, the yang besar dan sangat mendasar dalam corak dan susunan
type of tasks it is supposed to carry out, and the organisasi negara di zaman sekarang. Corak ke­lem­bagaan
ability of its managers to shake off supervision organisasi negara dewasa ini dengan komplek­sitas sistem
from other quarters.” administrasinya sudah sangat jauh berkem­bang, dan tidak
terbayangkan jika kita hubungkan dengan paradigma trias-
Di samping lembaga-lembaga yang menjalankan politica Montesquie pada abad ke 18.
fung­­si regulasi dan monitoring serta lembaga-lembaga pe­ Untuk memberikan gambaran lebih jauh mengenai
layanan umum yang disebut quangos tersebut, ada pula kor­­ corak dan ragam organ-organ independen itu, di bawah ini
porasi-korporasi yang dibentuk sebagai penunjang struktur kita dapat memberikan daftar panjang mengenai lembaga-
organisasi pemerintahan yang harus terlibat da­lam berbagai lembaga semacam itu di Amerika Serikat. Lem­baga-lembaga
urusan keperdataan, kesejahteraan, dan pe­la­yanan yang tersebut kita batasi pada lembaga yang di­ben­­tuk dengan
memerlukan corporate management. undang-undang federal, dan tidak tercakup badan-badan
Sekarang makin luas dikenal adanya konsep nobble otonom seperti yang di Inggris disebut se­ba­gai quangos
industry yang dibedakan dari konsepsi commercial indus­ yang dibentuk di negara bagian atau di dae­rah-daerah. Lem-
try. Lembaga-lembaga pelayanan seperti pendidikan dan baga-lembaga itu dapat kita bagi da­lam be­be­rapa kelompok
kesehatan di mana-mana dituntut oleh keadaan untuk di- sebagai berikut:
transformasikan menjadi lebih efisien menjadi badan-badan 1) Lembaga-lembaga independen yang dianggap paling
hukum yang bersifat independen, tidak komersial, tetapi pen­­ting atau utama (Major Independent Agencies),
juga tidak disubsidi lagi. yaitu:24
Dewasa ini, pemerintah di berbagai negara, ter­ma­ a) The Central Intelligence Agency (CIA);
suk Indonesia, sedang berusaha keras untuk mencari ben­ b) The Environmental Protection Agency (EFA);
tuk yang tepat mengenai hal ini. Misalnya, di Indonesia c) The General Services Administration (GSA);
di­perkenalkan konsep Badan Hukum Milik Negara, yang d) The Commodity Futures Trading Commission
tidak lain ialah konsep korporasi yang tidak mencari un­tung (CFTC);
ataupun konsep nobble industry yang menerima prin­sip e) The Federal Communications Commission (FCC);
profit oriented yang ditransformasikan untuk ke­pentingan f) The Federal Reserve Board (the governing body of
pengembangan institusi (institution building). the Federal Reserve System, the central bank of the
Kesemua bentuk organisasi atau lembaga-lembaga United States);
negara yang bersifat auxiliary ataupun quasi seperti di­urai­ g) The Federal Trade Commission (FTC);
23
Yves Meny and Andrew Knapp, op. cit., hal. 282. United_States_Government, 5/15/2005, page 1-5 of 5.
24
http://www.infoctr.edu/fwl/fedweb.indep.htm, 5/15/2005, page 25
Bandingkan dengan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
1-4 of 4, dan http://en.wikipedia.org/wiki/IndependentAgencies_of_the Lihat UU No. 32 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsi-
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
14 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 15

h) The National Aeronautics and Space Adminis­tra­tion i)


Government Information Locator Service (GILS);
(NASA); j)
Inspector General Network (IGNet);
i) The National Archives and Records Adminis­tra­tion k)
Legal Service Corporation;
(NARA)25; l)
State Justice Institute;
j) The National Labor Relations Board (NLRB); m)
United States Institute of Peace;
k) The National Science Foundation (NSF); n)
National Academy of Science;
l) The Office of Personnel Management (OPM); o)
National Consortium for High Performance Com-
m) The Securities and Exchange Commission (SEC); puting;
n) The Small Business Administration (SBA); p) National Coordination Office for High Perfor­man­ce
o) The Social Security Administration (SSA); Computing and Communications;
p) The United States Agency for International Devel- q) National Institute for Literacy;
opment (USAID); r) National Technology Transfer Center;
q) The United States Postal Service (USPS); s) Technology Reinvestment Project.
r) Federal Maritime Commission; 3) Lembaga-lembaga regulasi independen lainnya dan
s) National Mediation Board; lembaga independen lainnya (Independent Regu­la­to­ry
t) Federal Mediation and Conciliation Service; Agencies, Quasi Judicial Agencies, and other in­de­pen­
u) United States Information Agency. dent agencies), yaitu:27
2) Lembaga atau badan independen, korporasi, atau a) Consumer Product Safety Commission (CPSC);
quasi lembaga resmi lainnya (Other Major Indepen­dent b) (ICC);
Agencies, Corporations, and Quasi Official Agencies), c) Federal Home Loan Bank Board;
yaitu:26 d) Federal Reserve Board, central bank;
a) American Red Cross; e) Equal Employment Opportunity Commission
b) National Foundation on the Arts and Humani­ties; (EEOC);
c) National Science Foundation; f) National Labor Relations Board;
d) Smithsonian Institution; g) Foreign Affairs;
e) United States International Trade Commission h) Board for International Broadcasting;
(USITC); i) Broadcasting Board of Governors;
f) Empowerment Zone and Enterprise Commu­ni­ty j) Postal Rate Commission;
Program; k) National Education Goals Panel;
g) Federal Finance Information Network (Finan­ce l) National Capital Planning Commission;
Net); m) Federal Housing Finance Board;
h) Federal Information Exchange (FEDIX); n) Advisory Council on Historic Preservation;
o) Defense Nuclear Facilities Safety Board;
pan.
26
http://www.infoctr.edu/fwl/fedweb.quasi.htm, p. 1-2 of 2, dan
p) Nuclear Regulatory Commission (NRC);
http://www.infoctr. edu/fwl/fedweb.comm.htm, p.1 of 1.
27
http://www.infoctr.edu/fwl/fedweb.quasi.htm, p. 1-2 of 2.
28
http://www.infoctr.edu/fwl/fedweb.comm.htm, p. 1 of 1.
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
16 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 17

q) Federal Mine Safety and Health Review Com­mis­ itu juga diberi tanggung jawab pelayanan bagi ke­pen­tingan
sion; umum, dan menjaga agar proses pemerin­tahan dan pereko-
r) Office of Government Ethics; nomian dapat berjalan lancar. Seperti diuraikan da­­lam free
s) Office of Personnel Management; encyclopedia, Wikipedia29,
t) Office Special Council;
4) Korporasi, komisi, dan badan-badan independen lain­ “Federal independent agencies were established
nya (Other Independent Agencies, Corporation, Com­ through separate statutes passed by Congress.
Each respective statutory grant of authority de­
mittees), yaitu:28
fines the goals the agency must work towards, as
a) Civil Rights Commission; well as what substantive areas, if any, it may have
b) Panama Canal Commission; the power of rulemaking over. These agency rules
c) Corporation for National and Community Ser- (or regulations), while in force, have the power of
vice; federal law in the United States”. “The exe­cutive
d) Export-Import Bank of the United States; departments are the major operating units of the
U.S. federal government, but many other agencies
e) Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC);
have important responsibilities for serving the
f) Institute of Museum and Library Services; public interest, and keeping the government and
g) Inter-American Foundation; the economy working smoothly. They are often
h) National Endowment for the Arts; called independent agencies be­cause they are not
i) National Endowment for Democracy; part of the exectuvie depart­ments”.
j) National Endowment for the Humanities;
k) National Railroad Passenger Corporation (AM- Lebih lanjut, dalam Wikipedia, dikemukakan pula,30
TRAK);
l) Overseas Private Investment Coproration; “The nature and purpose of independent agencies
vary midely. Some are regulatory groups with
m) Pension Benefit Guaranty Corporation;
powers to supervise certain sectors of the econo­
n) The Peace Corporation; my. Others provide special services either to the
o) Farm Credit Administration; go­vern­ment or to the people. In most cases, the
p) United States Trade Representative; agen­cies have been created by Congress to deal
q) MITRE Corporation. with matters that have become too complex for
Lembaga-lembaga independen federal (Federal the scope of ordinary legislation. In 1970, for
exam­­ple, Congress established the Environmental
inde­pen­dent agencies) tersebut di atas, dibentuk melalui
Pro­tection Agency to coordinate governmental
undang-undang yang disahkan oleh Kongres. Di Amerika ac­tion to protect the environment.”
Serikat, lembaga-lembaga ini disebut independent agencies
karena tidak termasuk bagian dari departemen pemerin­tah­­ Perkembangan mengenai badan atau lembaga-lem­ba­
an yang merupakan unit organisasi pemerintahan yang uta­
ma (major operating units). Lembaga-lembaga in­de­pen­­den States_Government, 5/15/2005, p. 1 of 3.
30
Ibid.
29
http://en.wikipedia.org/wiki/Independent_Agencies_of_the_ United_ 31
L ihat artikel Martin Shapiro dalam Regulation: The Cato Re­vi­ew of
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
18 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 19

ga independen itu semua mengacu kepada ketentuan yang Beberapa di antara lembaga-lembaga independen
diatur dalam The Administrative Procedures Act ta­hun ter­sebut, dapat diperkenalkan, misalnya The Central Intel­
1946, sehingga pertumbuhan lembaga-lembaga baru itu li­gence Agency (CIA). Organisasi ini dikenal luas sangat
tetap terkonsolidasikan dengan baik. The Adminis­trative in­depen­den. Tugasnya mengkoordinasikan berbagai keg-
Pro­cedures Act itu kurang lebih dapat kita pahami sebagai iatan inteligen oleh berbagai departemen dan badan-badan
undang-undang tentang Hukum Administrasi Ne­ga­ra yang pemerintah lainnya, menghimpun, menghubung­kan, dan
biasa dikenal dengan APA 1946.31 Di dalamnya, di­atur men- mengevaluasi informasi inteligen yang berhu­bungan dengan
genai the protocols for agency rulemaking and de­cisions in keamanan nasional, dan membuat re­komen­dasi kebijakan
agency enforcement proceedings. untuk National Security Council (De­wan Keamanan Nasion-
Di dalam APA 1946 itu juga diatur mekanisme judi­cial al) yang berada dalam lingkup the Office of the President.32
review terhadap tindakan atau keputusan-keputusan yang Demikian pula dengan FTC atau Fe­­de­­ral Trade Commission
ditetapkan oleh lembaga independen itu. Apabila se­mua yang menangani urusan-urus­an perdagangan antarnegara
prosedur dan upaya hukum yang tersedia secara in­ter­nal bagian, dan beberapa lem­ba­­ga lainnya.33
di lembaga-lembaga independen itu telah diusaha­kan se- Lembaga independen lainnya adalah Federal Com­
bagaimana mestinya, maka judicial review ter­hadap­nya muni­cations Commission (FCC) yang mempunyai pega­wai
dapat diajukan langsung ke the D.C. Circuit Court (dan sekitar 6.000-an orang. Lembaga ini diberi tugas untuk
kemudian on appeal to the Supreme Court). The D.C. Cir­ mengatur sarana dan saluran komunikasi antar negara
cuit Court dapat menunda berlakunya suatu re­gulasi yang (in­ter­national) dan antar negara bagian (inter­sta­te), me­la­
di­tetapkan oleh lembaga yang bersangkutan atau menye­ lui radio, televisi, wire, satelit, dan kabel. FCC ber­wenang
rah­kan kembali kepada lembaga yang ber­sang­kutan untuk mengatur, mengeluarkan ijin, dan mencabut ijin bagi sta­
penyelesaiannya, atau meminta lembaga yang ber­sang­kut­an siun radio dan televisi, menentukan frekuensi radio, dan
untuk menyampaikan pertimbangan dan informasi le­bih me­ne­gakkan peraturan untuk menjamin agar harga kabel
lanjut untuk pengambilan keputusan. langganan terjangkau. FCC juga mengatur common car­riers,
Keputusan dan peraturan-peraturan yang ditetapkan seperti perusahaan telephone dan telegraph, dan juga tele­
oleh lembaga independen haruslah cukup beralasan (suffi­ communications service providers tanpa kabel (wire­less).
ciently justified by the agency to withstand judicial review) The Federal Reserve Board yang biasa dikenal dengan
sehingga dapat dipertahankan oleh lembaga independen. se­­butan The Fed atau The Federal Reserve merupakan the
Ji­ka keputusan (beschikking) ataupun peraturan (rege­ling) governing body of the Federal Reserve System. Lem­ba­ga
yang dibuatnya memang cukup mempunyai factual and independen ini tidak lain adalah the central bank of the
rational basis, Pengadilan tidak akan mengabulkan per­­­ United States of America yang dipimpin oleh the Fede­ral
mohon­an atau gugatan judicial review tersebut. Reserve Board tersebut. Lembaga ini menjalankan ke­bijak­
Bu­si­ness and Government, “A Golden Anniversary? The Administrative an moneter bangsa (the nation’s monetary policy) dengan
Pro­cedures Act of 1946”, http://www.cato.org/pubs/regulation/reg 19n3i.
html,5/15/2005, p.1 of 6. Kita di Indonesia, belum memiliki un­dang-undang States_Government, 5/15/2005, p.1of 3.
se­perti ini, meski­pun materi yang diaturnya disana sini ter­­sebar di dalam 33
Lihat Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Par­
ber­ba­gai undang-undang yang sudah ada. le­men dalam Sejarah, UI-Press, Jakarta, 1997.
32
http://em.wikipedia.org/wiki/Independent_Agencies_of_the_ United_ 34
http://em.wikipedia.org/wiki/Independent_Agencies_of_the_ United_
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
20 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 21

cara melakukan langkah-langkah dan tindakan-tin­dak­­an tra­tion)36 juga tidak kalah independennya. Lembaga ini
yang mempengaruhi volume kredit dan uang yang beredar ber­tanggung jawab untuk melestarikan atau preservasi
(the volume of credit and money in cir­cu­la­tion). The Federal the nation’s history by overseeing the management of all
Reserve mengatur (regulates) lembaga-lem­baga perbankan federal records. Penyelenggaraan arsip nasional men­ca­
swasta, bekerja untuk menge­­lola risiko sistemik dalam kup bahan-bahan tekstual yang asli atau orisinal, film-film
pasar uang (financial markets), dan me­nye­diakan layanan- gambar bergerak (motion pictures), rekaman suara dan
layanan finansial ter­­tentu untuk pe­me­rintah, publik, dan video, peta, gambar diam (still pictures), dan data kom­pu­
lembaga-lembaga keuangan.34 ter. Berbagai dokumen sejarah seperti The Declaration of
Lembaga independen lainnya yang juga menarik untuk Independence, The U.S. Constitution, The Bill of Rights, dan
dipelajari oleh kita di Indonesia adalah The Office of Person- dokumen-dokumen penting lainnya tersimpan dengan ba­ik
nel Management (OPM). Lembaga independen ini meru- di gedung National Archives, Washington D.C.
pakan the federal government’s human resources agen­cy. Di samping itu, ada pula lembaga independen seperti
Lembaga ini bertanggung jawab untuk memasti­kan bahwa SBA atau The Small Business Administration yang di­diri­kan
pelayanan umum (the nation’s civil service) sung­­­guh-sung- pada tahun 195337. Lembaga ini bertanggung jawab un­tuk
guh terbebas dari pengaruh-pengaruh po­li­­­tik, dan pegawai memberikan nasihat, bantuan, dan perlindungan ba­gi
negeri (the federal employees) diangkat dan dipromosikan kepentingan-kepentingan pengusaha kecil. SBA mem­beri­
atau dipilih dan diperlakukan secara adil (fairly treated) kan jaminan pinjaman-pinjaman bagi usaha-usaha ke­cil,
dan berdasarkan merit system. OPM men­du­­kung lembaga- memberikan bantuan bagi korban-korban banjir, ke­bakar­an,
lembaga lain dengan pelayanan per­sonel dan kebijakan dan berbagai bencana alam lainnya, serta mem­pro­­mosi­kan
kepemimpinan yang dibutuhkan, serta me­nge­­lola sistem pertumbuhan usaha-usaha minoritas dalam ke­­­pe­­mi­lik­an
pensiun federal (federal retirement system) dan program perusahaan (the growth of minority-owned firms), dan
asuransi kesehatan (health insurance pro­gram).35 membantu mengamankan kontrak-kontrak ba­­gi usaha-
Lembaga independen lain yang juga menarik adalah usaha kecil untuk penyediaan barang-barang dan jasa bagi
The General Service Administration (GSA). Lembaga GSA kebutuhan pemerintah federal (helps secure contracts for
ini bertanggungjawab untuk pembelian, supply atau per­se­­ small businesses to supply goods and services to the federal
diaan, operasi, dan pemeliharaan (maintenance) ter­ha­dap government).38
semua properties, bangunan-bangunan, dan per­alatan­ - The National Science Foundation (NSF), meskipun di­
­peralatan, serta untuk penjualan terhadap semua item atau nama­kan foundation, juga merupakan lembaga negara yang
barang yang berlebih (surplus items). The General Ser­­vice bersifat independen. Lembaga ini bertugas mem­beri­kan
Administration juga mengelola semua kendaraan ber­­motor, dukungan terhadap aneka kegiatan penelitian dasar (ba­sic
kapal, dan pesawat milik pemerintah, dan juga overseas di­se­jajarkan dengan lembaga Arsip Nasional Republik In­do­nesia (ANRI) di
telecommunicating centers and child care centers. Jl. Kemang Raya, Jakarta Selatan.
NARA (The National Archives and Records Adminis­
37
Bandingkan dengan struktur pemerintah kita dimana urus­an
pembi­na­an koperasi dan usaha kecil dan menengah di­tangani oleh satu
States_Government, 5/15/2005, p.1of 3. ke­men­terian tersendiri, yaitu Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan
35
Ibid., page 2 of 3. Me­nengah.
36
National Archives and Records Administration (NARA) ini da­pat 38
http://em.wikipedia.org/wiki/Independent_Agencies_of_the_ United_
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
22 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 23

research) dan pendidikan dalam bidang sains dan tek­nologi dapat lagi diandalkan. Karena itu, pada wak­­­tu yang hampir
(science and engineering) di Amerika Serikat. Lem­baga ini bersamaan muncul gelombang dere­gu­lasi, debirokratisasi,
memberikan bantuan dalam bentuk grant, kon­trak, dan privatisasi, desentralisasi, dan de­kon­­sentrasi.
bentuk-bentuk agreement lainnya yang di­be­ri­­kan kepada Salah satu akibatnya, fungsi-fungsi kekuasaan yang
universitas-universitas, colleges, dan lem­ba­ga-lembaga bia­sa­nya melekat dalam fungsi-fungsi lembaga-lembaga
nirlaba (non-profit) serta badan-badan usa­ha kecil (small ek­se­kutif, legislatif, dan bahkan yudikatif dialihkan menjadi
business institutions). The NSF juga meng­an­jur­kan ker- fungsi organ tersendiri yang bersifat independen. Karena
jasama antara universitas, industri, dan pe­me­­rintah, dan itu, kadang-kadang lembaga-lembaga baru tersebut men­
memajukan (promosi) kerjasama in­ter­na­sio­nal di bidang jalan­kan fungsi-fungsi yang bersifat campuran, dan ma­sing-
ilmu pengetahuan dan teknologi (science and engineer­ masing bersifat independen (independent bodies).
ing).39 Lembaga-lembaga independen itu sebagian lebih de­
Lembaga lain yang juga dikenal sangat independen, kat ke fungsi legislatif dan regulatif, sebagian lagi lebih de­kat
mi­salnya, adalah The United States Postal Service, dan The ke fungsi administratif-eksekutif, dan bahkan ada ju­ga yang
Postal Rate Commission yang sama-sama didirikan pada lebih dekat kepada cabang kekuasaan yudikatif. Misal­nya,
tahun 1971. Ada pula The National Aeronautics and Space Komisi Nasional Hak Asasi Manusia fungsinya le­bih dekat
Administration (NASA) yang dibentuk pada tahun 1958. ke fungsi perjuangan aspirasi seperti DPR tetapi se­kaligus
Lembaga lain adalah The National Labor Relations Board dekat dengan fungsi pengadilan. Badan Pemerik­sa Keuan-
(NLRB), The Securities and Exchange Commission (SEC), gan (BPK) jelas hubungannya sangat dekat dengan fungsi
The Social Security Administration (SSA), The Environ­ pengawasan oleh DPR. Meskipun demikian, sub­­­stansi tugas
men­tal Protection Agency (EFA), dan The Federal Trade BPK itu sebenarnya juga mempunyai sifat qua­si atau semi
Com­mission (FTC). Sementara itu, dalam urusan in­ter­na­ peradilan. Karena itu, lembaga serupa ini di Perancis disebut
sional, juga dikenal adanya The United States Agency for Cour d’Compt. Disebut Cour atau peng­adil­­an karena sifat
International Development (USAID).40 pekerjaannya juga bersifat peradilan.
Berkembangnya demikian banyak lembaga-lemba­ga Komisi Yudisial jelas lebih dekat ke cabang kekua-
yang bersifat independen tersebut mencerminkan ada­nya saan ke­hakiman. Di samping itu, ada pula organ Kejak-
kebutuhan untuk mendekonsentrasikan kekuasaan da­­ri saan Agung, KPK (Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
tangan birokrasi ataupun organ-organ konvensional pe­­me­ Ko­rup­si), Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi
rintahan tempat kekuasaan selama masa-masa sebelumnya Ma­nu­­sia), dan sebagainya. Berbeda dari Komisi Yudisial
terkonsentrasi. Sebagai akibat tuntutan per­kem­bangan yang yang ter­­cantum eksplisit dalam Pasal 24B UUD 1945, ke-
semakin kompeks dan rumit, organisasi-or­gani­sasi kekua- tiga lem­­baga terakhir ini belum diatur dalam UUD 1945,
saan yang birokratis, sentralistis, dan ter­konsentrasi tidak me­lain­­­kan hanya diatur dalam undang-undang. Namun,
peng­­aturan mengenai hal ini terkait erat dengan delegasi
peng­­aturan yang ditentukan oleh Pasal 24 ayat (3) UUD
States_Government, 5/15/2005, p.2 of 3.
39
Ibid. 1945 yang menyatakan, “Badan-badan lain yang fungsi­nya
40
Ibid. berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam un­
41
Undang-Undang No. 32 Tahun 2003 tentang Penyiaran (Lem­­­bar­an Ne­gara
Tahun 2003 Nomor 147, Tambahan Lem­baran Ne­gara Nomor 4342).
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
24 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 25

dang-undang”. Karena itu, ketiga lembaga tersebut da­pat a) Presiden dan Wakil Presiden;44
dikatakan memiliki constitutional importance yang se­tara b) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
dengan lembaga lain yang secara eksplisit diatur dalam UUD c) Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
1945, seperti TNI, Kepolisian, dan Komisi Yudisial. Da­lam d) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);45
sistem demokrasi dan negara hukum, kita tidak mungkin e) Mahkamah Konstitusi (MK);
menganggap Kepolisian lebih penting daripada Kejaksaan f) Mahkamah Agung (MA);
Agung hanya karena Kepolisian diatur ke­ber­ada­an­­nya dalam g) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
UUD 1945 sedangkan Kejaksaan Agung sa­ma sekali belum 2) Lembaga Negara dan Komisi-Komisi Negara yang
ditentukan keberadaannya dalam UUD 1945. bersifat independen berdasarkan konstitusi atau yang
Demikian pula dengan lembaga-lembaga seperti KPI memiliki constitutional importance lainnya, seperti:
(Ko­misi Penyiaran Indonesia)41, KPU (Komisi Pemilihan a) Komisi Yudisial (KY);46
Umum), PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi b) Bank Indonesia (BI) sebagai Bank sentral;
Ke­uangan)42, KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usa­ha)43, c) Tentara Nasional Indonesia (TNI);
dan lain sebagainya yang dibentuk berdasarkan ke­ten­­tuan d) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POL­RI);
undang-undang. Pada umumnya lembaga-lem­ba­­­­­ga ini bersi- e) Komisi Pemilihan Umum (KPU);
fat independen dan mempunyai fungsi cam­pur­­­an antara f) Kejaksaan Agung yang meskipun belum diten­tu­kan
sifat legislatif, eksekutif, dan/atau sekaligus yu­­­di­katif. kewenangannya dalam UUD 1945 me­lain­kan hanya
Corak dan struktur organisasi negara kita di Indo­ne­­­­sia dalam UU, tetapi dalam men­jalan­kan tugasnya seb-
juga mengalami dinamika perkembangan yang sangat pesat. agai pejabat penegak hukum di bidang pro justisia,
Setelah masa reformasi sejak tahun 1998, ba­nyak sekali juga memiliki consti­tutional importance47 yang
lembaga-lembaga dan komisi-komisi in­de­pen­­den yang sama dengan kepolisian;
dibentuk. Banyak orang yang bingung dan ti­dak mengerti g) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga diben-
dengan pertumbuhan kelembagaan se­ma­cam ini. Karena tuk berdasarkan UU tetapi memiliki sifat con­sti­
itu, untuk melengkapi informasi menge­nai soal, beberapa tutional importance berdasarkan Pasal 24 ayat (3)
di antara lembaga-lembaga atau komisi-ko­misi independen UUD 1945;48
dimaksud dapat diuraikan di ba­wah ini dan dikelompokkan h) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOM-NAS-
sebagai berikut. 45
Meskipun kedudukan MPR adalah sebagai salah satu lem­ba­ga
ting­gi negara yang tersendiri, tetapi kedudukan pro­to­koler pim­pinannya
1) Lembaga Tinggi Negara yang sederajat dan bersifat in­ ter­gantung apakah pimpinannya di­rangkap oleh pim­pinan DPR dan DPD
dependen, yaitu: atau bersifat ter­sendiri. Jika kepemim­pin­an MPR seperti yang ada se­karang,
42
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pen­­­­ maka kedudukan pro­to­koler ketua/pimpinan lembaga ting­gi ne­gara terdiri
cuci­an Uang (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 30, Tam­bahan Lem­bar­ atas 8 orang, yaitu Presiden, Wakil Pre­siden, Ketua DPR, Ketua MPR, Ke­tua
an Negara Nomor 4191). DPD, Ketua MA, Ketua MK, dan Ketua BPK.
43
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Prak­tek Mo­ 46
Seperti halnya TNI dan POLRI, kewenangan Komisi Yudisial ju­ga
no­poli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Ne­gara Tahun 1999 di­atur dalam UUD 1945. Namun, karena fungsinya ber­sifat penunjang, ma­ka
No­mor 33,Tambahan Lembaran Ne­ga­ra Nomor 3817). kedudukan protokolernya tidak dapat di­sama­kan dengan Mah­ka­mah Agung,
44
Presiden dan Wakil Presiden merupakan dua jabatan kon­sti­tu­ Mahkamah Kon­­sti­tusi, DPR, DPD, MPR, Presiden dan Wa­kil Presiden.
sio­nal dalam satu kesatuan institusi. Secara hukum, ke­­­duanya ada­­lah satu Hanya saja, untuk men­jamin independensi dan efektifitas pengawasannya
kesatuan institusi, yaitu satu lem­ba­ga kepresi­denan. ter­ha­dap kehormatan, keluhuran marta­bat dan peri­la­ku ha­kim, ke­du­dukan­
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
26 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 27

HAM) 49 yang dibentuk berdasarkan un­dang- h) Badan Kepegawaian Nasional (BKN);


undang tetapi juga memiliki sifat consti­tu­tional i) Lembaga Administrasi Negara (LAN);
importance.50 j) Lembaga Informasi Nasional (LIN).
3) Lembaga-Lembaga Independen lain yang di­ben­tuk ber- 5) Lembaga-lembaga dan komisi-komisi di lingkungan
dasarkan undang-undang, seperti: eksekutif (pemerintah) lainnya, seperti:
a) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Ke­uang­an a) Menteri dan Kementerian Negara;
(PPATK);51 b) Dewan Pertimbangan Presiden;
b) Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU);52 c) Komisi Hukum Nasional (KHN);55
c) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI);53 d) Komisi Ombudsman Nasional (KON);56
4) Lembaga-lembaga dan komisi-komisi di lingkungan e) Komisi Kepolisian;57
eksekutif (pemerintah) lainnya, seperti Lembaga, Badan, f) Komisi Kejaksaan.
Pusat, Komisi, atau Dewan yang bersifat khu­sus di dalam 6) Lembaga, Korporasi, dan Badan Hukum Milik Nega­ra
lingkungan pemerintahan, seperti: atau Badan Hukum yang dibentuk untuk kepen­ting­an
a) Konsil Kedokteran Indonesia (KKI); negara atau kepentingan umum lainnya, se­per­ti:
b) Komisi Pendidikan Nasional; a) Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA;
c) Dewan Pertahanan Nasional;54 b) Kamar Dagang dan Industri (KADIN);
d) Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas); c) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KO­NI);58
e) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LI­PI); d) BHMN Perguruan Tinggi;
f) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi e) BHMN Rumah Sakit;
(BPPT); f) Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (KOR-
g) Badan Pertanahan Nasional (BPN); PRI);
nya berada di luar dan se­derajat dengan Mah­ka­mah Agung dan Mahkamah g) Ikatan Notaris Indonesia (INI);
Konsti­tu­si. h) Persatuan Advokat Indonesia (Peradi);
47
Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 menyatakan, “Badan-badan la­­in yang
fungsi­nya berkaitan dengan kekuasaan kehakim­an diatur da­lam undang- Banyaknya tumbuh lembaga-lembaga dan komisi-ko­
undang”. Rumusan ayat ini meru­pa­kan peng­gan­ti ketentuan sebelum­nya
dalam rancangan per­ubahan Bab IX UUD 1945 yang semula ber­mak­sud
mencantumkan ketentu­an mengenai Kejaksaan Agung.
54
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lem­
48
Ibid., Pasal 24 ayat (3) UUD 1945. bar­an Negara Tahun 2002 Nomor 3, Tambah­an Lembar­an Nega­ra Nomor
49
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Ma­nu­sia (Lemba- 4169).
ran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 39, Tambahan Lem­baran
55
Keputusan Presiden No. 15 Tahun 2000 tentang Komisi Hu­kum
Negara Republik Indonesia No. 3889). Na­sio­nal.
50
Lihat Pasal 24 ayat (3) UUD 1945.
56
Keputusan Presiden No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Om­buds­
51
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pen­cuci­an man Na­sional.
Uang (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 30, Tambahan Lem­bar­an
57
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Re­pu­blik Indo­nesia
Negara Nomor 4191). (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 2, Tam­bahan Lembaran Ne­gara
52
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Prak­tek Nomor 4168).
Mono­poli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Ne­gara Tahun 1999
58
Keputusan Presiden No. 72 Tahun 2001 tentang Komite Olah­­raga
Nomor 33,Tambahan Lembaran Nega­ra Nomor 3817). Nasional Indonesia.
53
Undang-Undang No. 32 Tahun 2003 tentang Penyiaran (Lem­baran Ne­gara
59
Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 berbunyi, “Pemilihan umum di­­se­
Tahun 2003 Nomor 147, Tambahan Lem­baran Negara Nomor 4342). lenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang ber­sifat na­sional,
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
28 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 29

mi­si, ataupun korporasi-korporasi yang bersifat in­de­pen­den sebelumnya, seperti ke­polisi­an dan kejaksaan dianggap tidak
tersebut merupakan gejala yang mendunia, dalam ar­ti tidak maksimal atau tidak dapat diharapkan efektif melakukan
hanya di Indonesia. Seperti dalam perkembangan di Inggris pemberantasan ko­rup­si. Jika kelak, pemberantasan korupsi
dan di Amerika Serikat, lembaga-lembaga atau ko­misi- telah dapat di­la­ku­kan dengan efektif oleh kepolisian dan
komisi itu ada yang masih berada dalam ranah kekuasaan kejaksaan, ten­tu ke­beradaan KPK dapat ditinjau kembali.
eksekutif, tetapi ada pula yang bersifat indepen­den dan be- Hal yang sama terlihat dengan dibentuknya Badan Pe­­
rada di luar wilayah kekuasaan eksekutif, legislatif, ataupun lak­sa­na Koordinasi Pembangunan Kembali Daerah Ben­ca­na
yudikatif. Pada umumnya, pembentuk­an lembaga-lembaga Aceh dan Nias. Jika rehabilitasi Aceh dan Nias ke­­­lak telah
independen ini didorong oleh kenya­ta­an bahwa birokrasi di berhasil diselesaikan, dan pemerintahan daerah se­pe­nuh­nya
lingkungan pemerintahan dinilai tidak dapat lagi memenuhi telah berjalan dan dapat mengambil alih fung­si­nya, maka
tuntutan kebutuhan akan pela­yan­­an umum dengan standar tentunya badan ad hoc ini dapat dibubarkan se­bagai­mana
mutu yang semakin me­ning­­kat dan diharapkan semakin mestinya. Tentu tidak semua lem­baga-lem­ba­ga independen
efisien dan efektif. yang dikemukakan di atas bersifat ad hoc. Sebagian terbesar
Birokrasi yang gemuk, di samping dinilai tidak efisien di antaranya juga ber­si­fat per­ma­nen atau tetap. Misalnya,
untuk kepentingan pelayanan umum (public services), ju­ga Komisi Pemilihan Umum (KPU), da­lam Pasal 22E ayat (5)
dinilai cenderung korup, tertutup, dan tidak lagi mam­pu UUD 1945 sendiri di­nyatakan se­bagai komisi yang bersifat
menampung aspirasi rakyat yang terus berkembang. Din- nasional, tetap, dan mandiri.59
amika tuntutan demokrasi, hak-hak warga negara, dan tun­ Dari uraian mengenai contoh-contoh perkembangan
tutan akan partisipasi terus meningkat dari waktu ke wak­tu. yang timbul di berbagai negara, dapat dikatakan bahwa un­
Karena itu, doktrin pembatasan dan pemisahan ke­­kuasa­an tuk memahami konsepsi dan pengertian lembaga nega­ra
yang memang sudah dikenal sebelumnya, di­perluas penger- secara tepat, kita memang tidak dapat lagi mengguna­kan
tiannya sehingga corak bangunan organisa­si negara diide- kacamata Montesquieu (1689-1785). Banyak sekali hal-
alkan agar semakin terdekonsentrasi dan ter­­­desentralisasi. hal yang sudah berubah sehingga fungsi-fungsi ke­kua­saan
Organisasi negara, semakin menga­la­mi de­volusi, dianggap negara tidak lagi bersifat trikotomis antara fungsi ke­kuasaan
semakin ideal. legislatif, eksekutif, dan yudikatif semata. Ra­gam struktur
Itu sebabnya di mana-mana organisasi negara meng­ organisasi kekuasaan negara dewasa ini su­dah berkembang
alami perubahan drastis. Bentuk organisasi pemerin­tah­­an sangat bervariasi, sehingga yang dinama­kan organ negara
yang semula didominasi oleh bangunan struktur de­partemen atau lembaga negara tidak lagi hanya ter­batas pada tiga
pemerintahan, sekarang banyak diisi oleh ben­tuk-bentuk de- fungsi menurut doktrin klasik yang di­kem­bangkan sejak
wan, dan komisi-komisi. Bahkan di antara­nya, banyak juga abad ke-18.
yang bersifat ad hoc, alias tidak per­ma­nen. Seperti misalnya, Bahkan dalam bukunya yang terbit pertama kali da­lam
pembentukan Komisi Pemberantas­an Korupsi (KPK) sifat- bahasa Jerman pada tahun 1925, Allgemeine Staats­lehre60,
nya jelas tidak permanen. Ia dibu­tuh­­­kan karena dorongan dinyatakan,”Whoever fulfills a function deter­mi­ned by the
kenyataan bahwa fungsi lem­ba­­­ga-lembaga yang sudah ada Rus­sell, New York, 1961, hal. xiii, ref., hal. 192-195.
tetap, dan mandiri”. 61
Kamus Besar Bahasa Indonesia, lihat H.A.S. Natabaya, da­lam Jim­­ly As-
60
Lihat Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Russell & shiddiqie dkk (editor Refly Harun dkk)., Men­ja­ga Denyut Na­­di Kon­sti­tu­si:
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
30 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 31

legal order is an organ”. These functions, menu­rut Kelsen, Non-Governmental Organizations (NGO’s). Oleh sebab itu,
“be they of a norm-creating or of a norm-applying char­ lembaga apa saja yang dibentuk bukan se­bagai lembaga ma-
acter, are all ultimately aimed at the exe­cution of a legal syarakat dapat kita sebut sebagai lem­ba­ga negara. Lembaga
sanction.” Siapa saja yang menjalankan sua­tu fungsi yang negara itu dapat berada dalam ra­nah legislatif, eksekutif,
ditentukan oleh tata-hukum (legal or­der) adalah organ atau yudikatif, ataupun yang bersifat cam­puran.
lembaga negara, baik yang bersifat men­­­ciptakan norma Konsepsi tentang lembaga negara ini dalam bahasa Be­
(norm-creating) ataupun yang sifat­nya melaksanakan landa biasa disebut staatsorgaan. Dalam bahasa Indo­nesia
norma hukum (norm-applying). hal itu identik dengan lembaga negara, badan negara, atau
Cara yang sederhana untuk menentukan apakah sua­­tu disebut juga dengan organ negara. Dalam Kamus Be­sar
organ atau suatu institusi itu lembaga negara atau bu­­kan Bahasa Indonesia (KBBI 1997), kata “lembaga” di­arti­kan
adalah dengan cara melihat domain keberadaannya se­­­bagai sebagai (i) asal mula atau bakal (yang akan men­ja­­di ses-
subyek hukum kelembagaan. Suatu organ dikata­kan ter- uatu); (ii) bentuk asli (rupa, wujud); (iii) acuan, ikat­­an; (iv)
golong berada dalam domain kehidupan ma­syarakat (civil badan atau organisasi yang bertujuan melakukan penyeli-
society) apabila organisasi itu men­cermin­kan ke­per­lu­an dikan keilmuan atau melakukan suatu usaha; dan (v) pola
untuk melembagakan subjek hak dan ke­wajib­an da­lam din- perilaku yang mapan yang terdiri atas interaksi sosial yang
amika kehidupan bermasyarakat. De­mi­kian pula di lingkun- berstruktur.61
gan dunia usaha (market domain), or­gan-organ­nya tentulah Dalam Kamus Hukum Belanda-Indonesia,62 kata
dimaksudkan untuk melem­ba­ga­kan subjek penyandang hak staatsorgaan itu diterjemahkan sebagai alat perlengkapan
dan kewajiban dalam dunia usa­ha. Organ atau organisasi negara. Dalam Kamus Hukum Fockema Andreae yang di­
yang dibentuk di luar kedua domain masyarakat (civil soci­ terjemah­kan oleh Saleh Adiwinata dkk, kata orgaan juga
ety) dan dunia usaha atau pa­sar tersebut (market), tentulah diarti­kan sebagai perlengkapan.63 Karena itu, istilah lemba­ga
merupakan organ atau institusi dalam kerangka kehidupan negara, organ negara, badan negara, dan alat perlengkapan
bernegara. Yang ter­akhir inilah yang kita sebut sebagai organ negara seringkali dipertukarkan satu sama lain. Akan tetapi,
negara seperti yang akan diuraikan di bawah. menurut Natabaya, penyusun UUD 1945 sebelum peruba-
han, cenderung konsisten menggunakan istilah badan
B. Lembaga Negara negara, bukan lembaga negara atau organ negara. Untuk
maksud yang sama, Konstitusi RIS (Repu­blik Indonesia
1. “Trias Politica” Lembaga Negara Serikat) tahun 1949 tidak menggunakan istilah lain kecuali
alat perlengkapan negara. Sedangkan UUD 1945 setelah
Sebenarnya, secara sederhana, istilah organ negara perubahan keempat (tahun 2002), me­lan­jutkan kebiasaan
atau lem­baga negara dapat dibedakan dari perkataan organ MPR sebelum masa reformasi dengan tidak konsisten meng-
atau lembaga swasta, lembaga masyarakat, atau yang bia­sa gunakan peristilahan lembaga nega­ra, organ negara, dan
disebut Ornop atau Organisasi Non Pemerintah yang da­lam badan negara.
bahasa Inggris disebut Non-Government Organi­za­tion atau Memang benar bahwa istilah-istilah organ, lembaga,
Refleksi Satu Tahun Mahkamah Kon­sti­tusi, Konsti­tu­si Press, Jakarta, 2004,
hal.60-61. Lihat juga Firmansyah Ari­fin dkk, Lembaga Negara dan Seng­ keta Ke­wenangan antarLemba­ga Negara, Sekretariat Jenderal MKRI dan
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
32 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 33

badan, dan alat perlengkapan itu seringkali dianggap identik di dalam tiga jenis organ negara, sering terlihat ti­dak relevan
dan karena itu sering saling dipertukarkan. Akan tetapi, satu lagi untuk dijadikan rujukan.
sama lain sebenarnya dapat dan memang perlu dibedakan, Namun, karena pengaruh gagasan Montesquieu
sehingga tidak membingungkan. Untuk me­ma­haminya sa­ngat mendalam dalam cara berpikir banyak sarjana, se­
secara tepat, maka tidak ada jalan lain kecuali me­nge­tahui ring­­kali sangat sulit melepaskan diri dari pengertian bahwa
persis apa yang dimaksud dan apa kewenang­an dan fungsi lem­baga negara itu selalu terkait dengan tiga cabang alat-alat
yang dikaitkan dengan organisasi atau badan yang bersang- perlengkapan negara, yaitu legislatif, eksekutif, dan yu­di­ka­
kutan. Misalnya, Di dalam Dewan Perwakilan Rak­yat ada tif. Seakan-akan, konsep lembaga negara juga selalu ha­­rus
Badan Kehormatan, tetapi di dalam Mahka­mah Agung dan terkait dengan pengertian ketiga cabang kekuasaan itu.
Mahkamah Konstitusi dapat dibentuk De­wan Kehormatan. Sebelum Montesquieu, di Perancis pada abad ke-XVI,
Di dalam Lembaga seperti Lembaga Pe­nyiar­an Publik (LPP) yang pada umumnya diakui sebagai fungsi-fungsi ke­kuasaan
seperti Radio Republik Indonesia (RRI) ada Dewan Penga- negara itu ada lima. Kelimanya adalah (i) fung­si diplomacie;
was. Artinya, yang mana yang le­bih luas dan yang mana yang (ii) fungsi defencie; (iii) fungsi financie; (iv) fungsi justicie;
lebih sempit dari istilah-istilah dewan, badan, dan lembaga, dan (v) fungsi policie. Oleh John Locke di ke­mudian hari,
sangat tergantung konteks pengertian yang dimaksud di konsepsi mengenai fungsi kekuasaan nega­ra itu dibaginya
dalamnya. Yang pen­ting untuk dibedakan apakah lembaga menjadi empat, yaitu (i) fungsi legislatif; (ii) eksekutif; (iii)
atau badan itu merupakan lembaga yang dibentuk oleh dan fungsi federatif. Bagi John Locke, fungsi peradilan tercakup
untuk negara atau oleh dan untuk masyarakat. dalam fungsi eksekutif atau pemerin­tah­an. Akan tetapi,
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lembaga oleh Montesquieu yang mempunyai latar belakang sebagai
apa saja yang dibentuk bukan sebagai lembaga masyarakat hakim, fungsi yudisial itu dipisah­kan tersendiri, sedangkan
dapat kita sebut sebagai lembaga negara. Lembaga negara fungsi federatif dianggapnya sebagai bagian dari fungsi ekse-
itu dapat berada dalam ranah legislatif, eksekutif, yudikatif, kutif. Karena itu, dalam trias politica Montesquieu, ketiga
ataupun yang bersifat campuran. Akan tetapi, seperti di­urai­ fungsi kekuasaan negara itu terdiri atas (i) fungsi legislatif;
kan di atas, baik pada tingkat nasional atau pusat mau­pun (ii) fungsi eksekutif; dan (iii) fungsi yudisial.
daerah, bentuk-bentuk organisasi negara dan peme­rin­tah­an Sementara itu, sarjana Belanda, C. van Vollenhoven
itu dalam perkembangan dewasa ini berkembang sangat me­ngem­bangkan pandangan yang tersendiri mengenai
pesat. Karena itu, doktrin trias politica yang biasa dinis- soal ini. Menurutnya, fungsi-fungsi kekuasaan negara itu
batkan dengan tokoh Montesquieu64 yang mengandai­kan ter­diri atas empat cabang yang kemudian di Indonesia bia­
bahwa tiga fungsi kekuasaan negara selalu harus ter­cer­min sa diistilahkan dengan catur praja, yaitu (i) fungsi regeling
(pengaturan); (ii) fungsi bestuur (penyelenggaraan peme­
KRHN, Jakarta, 2005, hal.29-30.
62
Marjanne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, rin­tahan); (iii) fungsi rechtsspraak atau peradilan; dan (iv)
Dja­m­­­ba­tan, cet-2, Jakarta, 2002, hal. 390. fungsi politie yaitu berkaitan dengan fungsi ketertiban dan
63
H.A.S. Natabaya, op.cit., hal. 61-62.
64
Buku Montesquieu yang sangat terkenal adalah Espirit des Lois.
keamanan. Sedangkan Goodnow65 mengembangkan ajar­an
Buku ini terbit pertama kali pada tahun 1748. yang biasa diistilahkan dengan di praja, yaitu (i) poli­cy mak­
65
Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih, Ilmu Negara, edisi revisi, Ga­ya 66
Charles Louis de Secondat, “Baron de la Brede et de Mostes­quieu”,
Media Pratama, Jakarta, 2000, hal. 223. li­hat Lee Cameron McDonald, Western Political Theory, Part I, Pomona Col-
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
34 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 35

ing function (fungsi pembuatan kebijakan); dan (ii) policy theme was that where these three functions were com­bined
executing function (fungsi pelaksanaan kebijak­an). Namun, in the same person or body of magistrates, there would be
pandangan yang paling berpengaruh di dunia mengenai soal no the end of liberty”.69
ini adalah seperti yang dikembangkan oleh Montesquieu, Yang diidealkan oleh Baron de Montesquieu (1689-
yaitu adanya tiga cabang kekuasaan negara yang meliputi 1785) adalah bahwa ketiga fungsi kekuasaan negara itu ha­
fungsi legislatif, eksekutif, dan yudisial. rus dilembagakan masing-masing dalam tiga organ negara.
Apa sebenarnya hakikat pandangan Montesquieu itu Satu organ hanya boleh menjalankan satu fungsi (func­tie),
sen­diri tentang trias politica? Montesquieu sendiri memang dan tidak boleh saling mencampuri urusan ma­sing-masing
di­kenal luas dengan pandangannya tentang konsep pemi­ dalam arti yang mutlak. Jika tidak demikian, ma­ka kebe-
sah­an kekuasaan atau separation of power. Misalnya, oleh basan akan terancam.
Lee Cameron McDonald dikatakan, “In dozens of books Konsepsi trias politica yang diidealkan oleh Montes­
and thousands of lectures of examination papers the name quieu ini jelas tidak relevan lagi dewasa ini, mengingat tidak
of Montesquieu means one thing separation of powers”.66 mungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organi­sasi
Bahkan di seluruh dunia, sampai sekarang, Montesquieu itu tersebut hanya berurusan secara eksklusif dengan salah satu
tidak saja disebut dalam ratusan atau ribuan, melainkan ju­ga dari ketiga fungsi kekuasaan tersebut. Kenyataan de­wa­sa
sudah jutaan buku dan makalah di seluruh dunia. menunjukkan bahwa hubungan antar cabang ke­kua­­saan
Menurut Montesquieu, di setiap negara, selalu ter­da­ itu tidak mungkin tidak saling bersentuhan, dan bahkan
pat tiga cabang kekuasaan yang diorganisasikan ke da­lam ketiganya bersifat sederajat dan saling mengendali­kan satu
struktur pemerintahan, yaitu kekuasaan legislatif, dan sama lain sesuai dengan prinsip checks and balan­ces.
kekuasaan eksekutif yang berhubungan dengan pem­ben­
tuk­an hukum atau undang-undang negara, dan cabang 2. Konsepsi tentang Organ Negara
ke­kuasaan eksekutif yang berhubungan dengan penerapan
hukum sipil.67 (In every government, there are three sorts Untuk memahami pengertian organ atau lembaga
of powers: the legislative; the executive in respect to things negara se­ca­ra lebih dalam, kita dapat mendekatinya dari
dependent on the law of nations; and the executive in re­gard pan­dang­an Hans Kelsen mengenai the concept of the State-
to matters that depend on civil law).68 Organ da­lam bukunya General Theory of Law and State.
Menurut Lee Cameron McDonald, yang dimaksud­kan Hans Kel­sen menguraikan bahwa “Whoever fulfills a func­
oleh Montesquieu dengan perkataan “the executive in re­ tion determined by the legal order is an organ”.70 Siapa sa­ja
gard to matters that depend on the civil law” itu tidak lain yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh su­a­tu
adalah the judiciary. Ketiga fungsi kekuasaan tersebut, yaitu
ke­kua­sa­an dan catur praja menurut pendapat van Vol­len­hoven.
legislature, eksekutif atau pemerintah, dan judiciary. Jika 68
Lee Cameron McDonald, Western Political Theory, Part I, Po­mo­na
ketiga fungsi kekuasaan itu terhimpun dalam satu tangan Col­le­ge, 1968, hal. 377-379. Lihat op. cit., hal. 378.
atau satu badan, niscaya kebebasan akan berakhir. Seperti
69
Ibid.
70
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Russell & Russell,
dikatakan oleh McDonald, “The heart of Montes­quieu’s New York, 1961, hal.192.
lege, 1968, hal. 377-379. 71
Ibid.
67
Bandingkan dengan pendapat John Locke tentang empat fung­si 72
Pejabat yang biasa dikenal sebagai pejabat umum misalnya ada­lah
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
36 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 37

tata-hukum (legal order) adalah suatu organ. In­­dividu dikatakan organ negara hanya apabila ia secara
Artinya, organ negara itu tidak selalu berbentuk or­ga­­ pri­­­badi memiliki kedudukan hukum yang tertentu (...he
nik. Di samping organ yang berbentuk organik, lebih lu­­­as per­­­sonally has a specific legal position).75 Suatu transaksi
lagi, setiap jabatan yang ditentukan oleh hukum dapat pu­­la hukum perdata, misalnya, kontrak, adalah merupakan tin­
disebut organ, asalkan fungsi-fungsinya itu bersifat men­­­ dak­an atau perbuatan yang menciptakan hukum seperti
cipta­kan norma (normcreating) dan/atau bersifat men­­­­jalan­ halnya suatu putusan pengadilan.
kan norma (norm applying). “These functions, be they of Para pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak itu,
a norm-creating or of a norm-applying charac­ter, are all demikian juga hakim yang memutus, menjalankan fung­si
ultimately aimed at the execution of a legal sanc­tion”.71 penciptaan norma hukum (law-creating function). Na­mun,
Menurut Kelsen, parlemen yang menetapkan un­dang- menurut Kelsen, yang dapat disebut sebagai organ negara
undang dan warga negara yang memilih para wakil­nya me- hanya hakim, sedangkan para pihak yang terlibat kon­trak
lalui pemilihan umum sama-sama merupakan or­gan negara perdata itu bukanlah dan tidak dapat disebut se­ba­gai organ
dalam arti luas. Demikian pula hakim yang meng­­adili dan atau lembaga negara.
menghukum penjahat dan terpidana yang men­jalan­kan Hakim adalah organ atau lembaga negara, karena ia
hukuman tersebut di lembaga pemasyara­kat­­an, adalah juga dipilih atau diangkat untuk menjalankan fungsi tersebut.
merupakan organ negara. Pendek kata, da­lam pengertian Karena ia menjalankan fungsinya itu, maka ia diberi im­bal­
yang luas ini, organ negara itu identik dengan individu yang an gaji dari negara. Kata Kelsen, “The State as subject of the
menjalankan fungsi atau jabatan ter­tentu dalam konteks ke- property is the Fisc (Fiscus).” Kekayaan negara itu ber­asal
giatan bernegara. Inilah yang di­­sebut sebagai jabatan publik dari pendapatan negara, dan pendapatan itu terdiri atas
atau jabatan umum (public offi­ces) dan pejabat publik atau imposts and taxes yang dibayar oleh warga negara. Ciri-ciri
pejabat umum (public offi­cials).72 penting organ negara dalam arti sempit ini adalah bahwa
Dikatakan oleh Hans Kelsen, “An organ, in this sense, (i) organ negara itu dipilih atau diangkat untuk men­duduki
is an individual fulfilling a specific function”.73 Kualitas in­ jabatan atau fungsi tertentu; (ii) fungsi itu dijalankan sebagai
dividu itu sebagai organ negara ditentukan oleh fungsi­nya. profesi utama atau bahkan secara hu­kum bersifat eksklusif;
“He is an organ because and in so far as he performs a dan (iii) karena fungsinya itu, ia ber­­­hak untuk mendapatkan
law-creating or law-applying function”.74 Individu ter­se­­­but imbalan gaji dari negara.
dapat disebut sebagai organ negara, karena ia men­ja­­lan­kan Dengan demikian, lembaga atau organ negara da­lam
fungsi yang menciptakan hukum (law-creating func­tion) arti sempit dapat dikaitkan dengan jabatan dan pejabat (of­
atau fungsi yang menerapkan hukum (law-applying func­
tion). Padahal, semua pe­jabat publik adalah pejabat umum. Karena yang dimak­sud
dalam kata jabatan umum itu tidak lain adalah ‘jabatan publik’ (public office),
Di samping pengertian luas itu, Hans Kelsen juga bukan dalam arti general office.
meng­urai­kan adanya pengertian organ negara dalam arti 73
Hans Kelsen, op. cit.
yang sempit, yaitu pengertian organ dalam arti materiil.
74
Ibid.
75
Ibid., hal. 193.
76
Dalam pengertian lembaga swadaya masyarakat ini, dapat dibeda­
notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Se­ring­kali orang berang- kan antara Lembaga Pengembangan Swadaya Masyara­kat (LPSM), dan
gapan seakan-akan hanya notaris dan PPAT yang merupakan pejabat umum. Lembaga Swadaya Pengembangan Ma­syarakat (LSPM).
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
38 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 39

ficials), yaitu jabatan umum, jabatan publik (public of­fice) sebagai organisasi jabatan. Karena itu, LSM yang ber­sang­
dan pejabat umum, pejabat publik (public official). Na­mun, kutan tidak termasuk ke dalam pengertian organ dalam arti
tidak semua individu yang menjalankan fungsi or­gan negara sempit tersebut di atas.
itu sendiri sungguh-sungguh memegang jabat­an dalam arti Artinya, memang tidak semua orang atau individu
sebenarnya. Setiap warga negara yang menggunakan hak yang menjalankan fungsi-fungsi negara dimaksud mem­
pilihnya dalam pemilihan umum dapat disebut menjalankan pu­­nyai posisi sebagai pejabat (Not every individual who
fungsi sebagai organ, yaitu berpar­ti­si­pasi dalam mencip- actual­ly functions as an organ of the State in the wider sen­se
takan organ legislatif negara, tetapi ti­dak harus memegang holds the position of an official). Individu warga ne­ga­ra yang
jabatan tertentu dalam struktur or­­ganisasi negara sama melaksanakan hak pilihnya dalam pemilu, men­ja­lankan
sekali, sehingga tidak disebut se­ba­gai pejabat (officials). fungsi kenegaraan dalam rangka membentuk lem­baga leg-
Dengan perkataan lain, meskipun dalam arti luas islatif, tetapi ia tidak dapat disebut sebagai organ, karena
se­­mua individu yang menjalankan law-creating and law status sebagai pemilih itu bukan jabatan yang menyebabkan
applying function adalah organ, tetapi dalam arti sempit dia dapat disebut pejabat (official).
yang disebut sebagai organ atau lembaga negara itu ha­nya­­lah Dalam konteks pengertian organ negara yang demi­
yang menjalankan law-creating or law applying function ki­an itu, harus pula disadari bahwa sebenarnya, negara itu
dalam konteks kenegaraan saja. Individu yang ber­ada di luar sendiri hanya dapat bertindak melalui organ-organnya itu.
konteks jabatan organik kenegaraan, tidak relevan disebut Dikatakan oleh Hans Kelsen, “The State acts only through its
sebagai organ atau lembaga negara. organs”.77 Sedangkan organ negara itu sendiri pun bekerja
Karena itu, dalam arti yang lebih sempit lagi, lem­ba­ga melalui individu-individu yang ditentukan oleh hukum un-
atau organ negara itu dapat diidentikkan dengan ja­bat­an dan tuk itu, karena “... the legal order can be created and applied
individu yang menjalankan jabatan itu disebut se­bagai pe- only by individuals designated by the legal or­der itself”.78
jabat (official). Hal ini tentu berbeda dari in­di­vi­du-individu Misalnya, Republik Indonesia dapat bertindak atau
yang menjalankan law-creating and/or law-applying func­ me­­lakukan tindakan hukum melalui perbuatan individu
tion tetapi bukan sebagai pejabat (official). Mi­sal­nya, seperti yang menjadi presiden. Karena, presiden itu memang me­ru­­
yang sudah disebut di atas, warga negara yang menggunakan pakan individu yang ditugaskan untuk menjalankan ja­bat­an
hak pilihnya dalam pemilu sebenar­nya sudah menjalankan kepresidenan itu, maka tindakan negara itu terletak pa­da
fungsi kenegaraan juga, tetapi bu­kan dengan itu ia menjadi tindakan yang dilakukan individu yang kebetulan di­­tugaskan
pejabat negara. untuk menjalankan jabatan kepresidenan itu. Dengan per-
Suatu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)76 yang kataan lain, konsep organ ne­gara dan lembaga negara itu
me­­laku­kan gugatan class action dapat juga disebut men­ sangat luas maknanya, sehingga tidak dapat di­­persempit
jalankan fungsi law applying function. Misalnya, kelompok hanya pada pengertian ketiga cabang ke­kua­sa­an legislatif,
LSM yang bersangkutan mengajukan gugatan class action eksekutif, dan yudikatif saja.
atas suatu perkara pencemaran lingkungan hidup. Hal itu, Pertama, dalam arti yang paling luas, pengertian per­­
ten­tu dapat disebut menjalankan law-applying function, 78
Ibid.
tetapi lembaga swadaya masyarakat itu tidak dapat disebut 79
Lihat Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.

77
Hans Kelsen, op. cit., hal. 195. 80
Lihat Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Sekre­
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
40 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 41

tama, organ negara paling luas mencakup setiap in­di­vi­du nya di daerah maka sebaiknya disebut sebagai lembaga
yang menjalankan fungsi law-creating dan law-applying; daerah.
Kedua (pengertian kedua), organ negara dalam ar­ti luas Kelima, di samping itu keempat pengertian di atas,
tetapi lebih sempit dari pengertian pertama, yaitu men­cakup untuk memberikan kekhususan kepada lembaga-lembaga
individu yang menjalankan fungsi law-creating atau law- ne­gara yang berada di tingkat pusat yang pembentukan-
applying dan juga mempunyai posisi sebagai atau da­lam nya di­atur dan ditentukan oleh UUD 1945, maka lembaga-
struktur jabatan kenegaraan atau jabatan peme­rin­tahan; lem­baga seperti MPR, DPR, MA, MK, dan BPK dapat pula
Ketiga (pengertian ketiga), organ negara dalam ar­ti yang di­sebut sebagai lembaga negara yang tersendiri, yaitu
lebih sempit, yaitu badan atau organisasi yang men­jalankan lembaga negara dalam arti sempit atau lembaga negara
fungsi law-creating dan/atau law-applying da­lam kerangka da­lam pengertian kelima. Karena kedudukannya yang ting­­­
struktur dan sistem kenegaraan atau pemerintahan. Di gi, sekiranya lembaga-lembaga konstitusional ini hen­dak
dalam pengertian ini, lembaga ne­ga­ra men­cakup penger- disebut sebagai lembaga tinggi negara juga dapat di­terima.
tian lembaga negara yang dibentuk ber­dasarkan UUD, UU, Dewasa ini, memang tidak dikenal lagi adanya lem­baga
Peraturan Presiden ataupun oleh ke­putusan-keputusan yang tertinggi negara. Semua lembaga konstitusional diang-
tingkatannya lebih rendah, baik di tingkat pusat ataupun di gap sederajat dan hanya dibedakan dari perbedaan fungsi
tingkat daerah. dan kewenangannya masing-masing. Akan tetapi, un­tuk
Keempat, dalam pengertian keempat yang lebih lembaga-lembaga negara yang kewenangannya ditentukan
sem­pit lagi, organ atau lembaga negara itu hanya terbatas dalam UUD 1945, tetap relevan untuk disebut se­bagai lem-
pa­da pengertian lembaga-lembaga negara yang dibentuk baga tinggi negara.
ber­dasarkan UUD, UU, atau oleh peraturan yang lebih ren- Lembaga-lembaga negara dalam arti sempit yang
dah. Lembaga negara yang dibentuk karena UUD misal­nya da­pat disebut sebagai lembaga tinggi negara itu menurut
adalah presiden, MPR, DPR, DPD, MK, MA, BPK, TNI, Polri, UUD 1945 ada tujuh institusi, yaitu (i) Presiden dan Wakil
Bank Sentral, Komisi Penyelenggara Pemilu, dan Komisi Presiden sebagai satu kesatuan institusi kepresidenan; (ii)
Yudisial. Yang dibentuk karena undang-un­dang, misalnya DPR; (iii) DPD; (iv) MPR; (v) MK; (vi) MA; dan (vii) BPK.
adalah Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemberantasan Ketujuh lembaga tinggi negara inilah dewasa yang dapat
Tindak Pidana Korupsi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, di­kaitkan dengan pengertian alat-alat perlengkapan nega­ra
dan sebagainya. Di samping itu, dalam pengertian keempat yang utama (main organs) yang lazim dipergunakan selama
ini, pengertian lembaga negara men­cakup pula lembaga ini. Karena itu, agar tidak menyulitkan saya usulkan ke­tujuh
negara tingkat pusat dan lembaga ne­gara tingkat daerah. lembaga ini tetap disebut lembaga tinggi negara. Kedelapan
Lembaga daerah adalah lembaga ne­gara yang terdapat di organ alat perlengkapan negara ini tentunya ti­dak dapat
daerah. Misalnya, DPRD Kabu­pa­ten adalah lembaga negara dipahami secara sempit dalam konteks paradig­ma trias-
yang kewenangannya diatur dan diberikan oleh UUD 1945, politica Montesquieu.
tetapi adanya di dae­rah. Pada hakikatnya, DPRD Kabupaten
itu adalah juga lem­baga negara, tetapi karena keberadaan- 3. Pemahaman tentang Lembaga Negara
ta­riat Jenderal MPR-RI, Jakarta, 2002.
81
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berla­ku, meski­
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
42 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 43

Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah pengertiannya atau kadang-kadang saling dipertukarkan
lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahan non-de- peng­gu­naan sehari-hari, sehingga tidak baku. Misalnya,
partemen, atau lembaga negara saja. Ada yang dibentuk pe­­me­rintahan sering diartikan lebih luas dari pemerintah,
berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD, ada te­tapi kadang-kadang bukan soal luas sempitnya yang men­­­
pula yang di­bentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari jadi persoalan, melainkan kata pemerintahan dilihat se­bagai
UU, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasar­kan proses, sedangkan pemerintah dilihat sebagai insti­tusi.
Ke­pu­tusan Presiden. Hirarki atau ranking kedudukan­nya Bab III UUD 1945 mengatur tentang Kekuasaan Pe­­me­
tentu saja tergantung pada derajat pengaturannya me­nu­rut rintahan Negara. Isinya di satu segi menggambarkan pro­­ses
peraturan perundang-undangan yang berlaku. dan sistem pemerintahan negara. Bahkan sebelum di­­sahkan
Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh UUD Perubahan Pertama (tahun 1999), pengertian pemerintahan
me­rupakan organ konstitusi, sedangkan yang dibentuk ber­ negara dalam Bab III Pasal 4 sampai de­ngan Pasal 15 UUD
dasarkan UU merupakan organ UU, sementara yang hanya 1945 itu juga mencakup pengertian yang luas meliputi fungsi
dibentuk karena keputusan presiden tentunya lebih rendah legislatif dan eksekutif sekaligus. Hal ini dapat dilihat dalam
lagi tingkatan dan derajat perlakuan hukum ter­ha­dap peja- rumusan Pasal 5 ayat (1) yang asli yang berbunyi, “Presiden
bat yang duduk di dalamnya. Demikian pula jika lembaga memegang kekuasaan mem­bentuk undang-undang den­
dimaksud dibentuk dan diberi kekuasaan ber­da­sarkan Per- gan persetujuan Dewan Per­wa­kilan Rakyat.”
aturan Daerah, tentu lebih rendah lagi ting­katan­nya. Dengan perkataan lain, konsep pemerintah dan
Karena warisan sistem lama, harus diakui bahwa di te­ peme­rintahan dalam UUD 1945 sebelum perubahan men­
ngah masyarakat kita masih berkembang pemahaman yang cakup pengertian yang luas, seperti halnya dalam bahasa
luas bahwa pengertian lembaga negara dikaitkan dengan Ing­gris Amerika dengan kata government. Dalam Konsti­
cabang-cabang kekuasaan tradisional legislatif, ek­se­kutif, tusi Amerika Serikat, kata “The Government of the United
dan yudikatif. Lembaga negara dikaitkan dengan pengertian Sta­tes of America” jelas dimaksudkan mencakup penger­ti­an
lembaga yang berada di ranah kekuasaan legis­la­tif disebut pemerintahan oleh Presiden dan Kongres Amerika Se­ri­kat.
lembaga legislatif, yang berada di ranah ekse­kutif disebut Artinya, kata “government” itu bukan hanya men­ca­kup
lembaga pemerintah, dan yang berada di ra­nah judikatf pemerintah dan pemerintahan eksekutif.
disebut sebagai lembaga pengadilan. Istilah yang berlaku dalam sistem Amerika Serikat
Karena itu, sebelum perubahan UUD 1945, biasa di­ itu tentu berbeda sekali dengan istilah yang berlaku dalam
ke­nal adanya istilah lembaga pemerintah, lembaga depar­ sis­tem di Inggris. Meskipun kedua negara Amerika Serikat
temen, lembaga pemerintah non departemen, lembaga ne­ dan Inggris sama-sama menggunakan bahasa yang sama,
ga­ra, lembaga tinggi negara, dan lembaga tertinggi negara. te­ta­pi istilah bahasa Inggris untuk perkataan government
Dalam hukum tata negara biasa dipakai pula istilah yang dalam konteks sistem hukum Amerika Serikat dan Kera­ja­an
me­nunjuk kepada pengertian yang lebih terbatas, yaitu alat Inggris jelas berbeda satu sama lain.
perlengkapan negara yang biasanya dikaitkan dengan ca­ Di Inggris yang menganut sistem pemerintahan par­
bang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial. lemen­ter atau sistem kabinet, istilah government itu hanya
Kata pemerintah dan pemerintahan bercampur baur me­nun­juk kepada pengertian pemerintahan eksekutif saja.
Parlemen tidak pernah disebut sebagai bagian dari penger­
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
44 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 45

tian kata government. Karena itu, dapat dikatakan bahwa penjelmaan seluruh rakyat. Dari lembaga tertinggi inilah,
se­belum diadakan Perubahan Pertama pada tahun 1999, Un­ kekuasaan dari rakyat itu dibagi-bagikan kepada lem­­baga-
dang-Undang Dasar 1945 menganut pengertian peme­rin­tah lembaga tinggi negara yang lain secara distributif (dis­­tri­
dan pemerintahan (government) dalam arti yang luas. bution of power atau division of power).
Demikian pula dengan perkataan pemerintah dan Karena itu, paham yang dianut bukan pemisahan
pe­me­rintahan daerah, juga diartikan secara luas dalam ke­­kua­saan dalam arti horisontal (horizontal separation
ber­bagai produk peraturan perundang-undangan tentang of power), melainkan pembagian kekuasaan dalam arti
pemerintahan daerah. Dalam Undang-Undang tentang Pe­ ver­ti­kal (vertical distribution of power). Sekarang sejak
merintah Daerah yang diberlakukan juga dianut pe­nger­tian di­­adakannya Perubahan Pertama yang kemudian lebih di­­
atas istilah pemerintah dan pemerintahan daerah se­cara lengkapi lagi oleh Perubahan Kedua, Ketiga, dan Ke­empat
luas, yaitu meliputi Kepala Daerah dan Dewan Per­wakilan UUD 1945, konstitusi negara kita meninggalkan dok­trin
Rakyat Daerah. pembagian kekuasaan itu dan mengadopsi gagas­an pemisa-
Namun, setelah Perubahan Pertama UUD Negara han kekuasaan dalam arti horizontal (horizontal se­paration
Republik Indonesia Tahun 1945, mulai diadakan pergeser­an of power). Pemisahan kekuasaan itu dilakukan dengan
kekuasaan legislatif dengan mengalihkan lebih banyak pe­ menerapkan prinsip checks and balances di antara lembaga-
ran­an dalam membentuk undang-undang dari kewe­nang­­an lembaga konstitusional yang sederajat itu yang di­idealkan
presiden menjadi kewenangan Dewan Perwakilan Rak­yat. saling mengendalikan satu sama lain.
Pasal 5 (1) yang semula berbunyi seperti di atas, di­­ubah men- Dengan adanya pergeseran pengertian yang demiki­an
jadi, “Presiden berhak mengajukan rancangan un­­dang- itu, maka konfigurasi kekuasaan dan kelembagaan ne­ga­ra
undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.” Pasal 20 ayat juga mengalami perubahan secara mendasar. Seka­rang tidak
(1), sebaliknya, menentukan, “Dewan Perwakilan Rak­­yat dikenal lagi adanya pengertian mengenai lem­ba­ga tertinggi
memegang ke­kua­saan membentuk undang-un­dang.” negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bukan lagi
Dengan adanya pergeseran itu, dengan sendirinya lembaga tertinggi negara seperti se­be­lum­­nya.
muat­­an ketentuan Bab III UUD 1945 mengenai Kekuasa­an Memang benar, keberadaan MPR sebagai lembaga
Pemerintahan Negara berubah pula substansi­nya, tidak yang tersendiri di samping DPR dan DPD memang tidak
lagi mencakup kekuasaan untuk membentuk un­dang- dapat dipungkiri. Sebabnya ialah UUD 1945 sendiri tetap
undang yang telah dipindahkan menjadi materi Pa­sal 20 memberikan kewenangan kepadanya terpisah dari ke­
da­lam Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rak­yat. Arti­nya, wenangan DPR ataupun DPD. Sesuai prinsip hukum yang
cabang kekuasaan pembentukan undang-un­dang atau ca- berlaku, ada functie menunjukkan bahwa organnya me­mang
bang kekuasaan legislatif bukan lagi termasuk re­zim hukum ada. Karena itu, dapat dipastikan bahwa MPR itu sen­diri
kekuasaan pemerintahan negara seperti se­be­lumnya. memang merupakan lembaga yang tersendiri di sam­ping
Di samping itu, pergeseran tersebut berkaitan pula DPR dan DPD, sehingga struktur parlemen Indo­nesia
dengan doktrin pembagian kekuasaan versus pemisahan berdasarkan UUD 1945 pasca Perubahan Keempat, da­pat
ke­­kuasaan. Sebelum diadakan perubahan, kedaulatan rak­ dikatakan bersifat trikameral alias terdiri atas tiga ka­mar
yat dianggap tercermin dalam kekuasaan lembaga ter­ting­gi atau institusi sekaligus.
negara bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat se­ba­gai Tidak ada satupun negara di dunia ini yang mempu­
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
46 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 47

nyai struktur parlemen tiga kamar, kecuali Indonesia. Di Karena itu, dari segi protokoler, kedudukan ketua dan
du­nia hanya dikenal kalau tidak satu kamar atau uni­ka­me­ wakil ketua MPR jelas lebih rendah dibandingkan dengan
ral, tentu struktur yang dianut adalah bikameral atau dua ketua dan wakil ketua DPR dan DPD. Pimpinan DPR dan
kamar. Sedangkan struktur parlemen kita, seperti ter­se­but di DPD diadakan oleh UUD, sedangkan pimpinan MPR yang
atas, terdiri atas tiga kamar atau institusi, yaitu DPR, DPD, tersendiri diadakan oleh pembentuk undang-undang.
dan MPR. Kedudukan ketiganya sederajat satu sa­ma lain. Perbedaan itu tentunya terkait dengan kenyataan bah­
Bahkan keberadaan MPR itu sendiri dapat di­kata­kan meru- wa organ MPR itu sendiri sebenarnya baru dapat dikatakan
pakan perpanjangan tangan atau sebagai organ pendukung ada jikalau fungsi dari organ MPR itu sedang berjalan.
(auxiliary organ), ataupun sebagai ke­leng­kapan forum yang Menurut ketentuan UUD 1945, fungsi MPR itu sendiri se-
tersendiri bagi DPR dan DPD untuk mengambil keputusan bagai lembaga negara terbatas hanya menyang­kut empat
di luar kewenangan DPR dan DPD sendiri. hal saja, yaitu: (i) menetapkan dan mengubah UUD yang
Apabila kewenangan DPR dan DPD dibandingkan, tentunya tidak bersifat rutin; (ii) member­henti­kan Presiden
je­las sekali bahwa kedudukan DPR lebih penting atau lebih dan/atau Wakil Presiden seperti dituntut pem­berhentiannya
utama daripada DPD. Namun, jika keduanya dibanding­kan oleh DPR berdasarkan Putusan Mah­ka­mah Konstitusi bah-
dengan MPR, jelas pula bahwa kedudukan DPR dan DPD wa yang bersangkutan memang terbukti bersalah melakukan
sebagai lembaga negara yang menjalankan tugas kon­sti­ pelanggaran hukum sebagai­mana dimaksud oleh UUD. Hal
tusional sehari-hari lebih penting daripada MPR yang tu­ ini juga tidak bersifat rutin; (iii) memilih Presiden dan/atau
gas-tugasnya tidak bersifat rutin. Wakil Presiden untuk meng­isi jabatan apabila terjadi keko-
Itu pula sebabnya, ketentuan mengenai pimpinan songan dalam jabatan Pre­siden dan/atau Wakil Presiden
MPR tidak diatur tersendiri dalam UUD, melainkan hanya itu; dan (iv) menyeleng­ga­ra­­kan sidang paripurna yang
da­lam UU. Berbeda dengan DPR dan DPD, yang peng­atur­­ bersifat fakultatif untuk mendengarkan dan menyaksikan
an mengenai institusi ketua dan wakil ketua diatur da­lam pengucapan sumpah Presiden dan/atau Wakil Presiden
UUD sendiri. Institusi ketua dan wakil ketua MPR tidak Republik Indonesia.
diadakan oleh UUD, melainkan oleh pembentuk un­dang- Keempat kegiatan itu tidak bersifat rutin. Yang ber­sifat
undang belaka. Artinya, adalah kewenangan pem­ben­­tuk rutin, yaitu setiap lima tahun sekali hanyalah sidang ma­jelis
undang-undang untuk mengadakan atau menia­da­­kan yang diadakan untuk mendengarkan dan menyak­si­kan
institusi pimpinan MPR itu secara tersendiri. Dapat sa­ja pengucapan sumpah jabatan presiden dan wakil pre­siden.
terjadi bahwa pembentuk UU menentukan ketua dan wa­kil Akan tetapi sifat persidangan ini adalah fakultatif da­lam
ketua MPR dirangkap secara ex officio oleh Ketua DPR dan arti tidak mutlak harus ada. Jika persidangan MPR ti­dak
Ketua DPD saja. dapat diadakan karena sesuatu sebab, pengucapan sum­
Namun keberadaan ketua dan wakil ketua MPR yang pah dapat diadakan dalam persidangan Dewan Per­wakilan
ada sekarang adalah sah karena dibentuk berdasar­kan Rakyat ataupun cukup diselenggarakan dengan di­saksikan
ketentuan UU Susduk. Jika di masa yang akan datang, UU oleh pimpinan Mahkamah Agung sesuai dengan ketentuan
menentukan lain, maka tentunya pengaturan menge­nai Pasal 9 ayat (2) UUD 1945.
institusi pimpinan MPR itu dapat mengalami per­ubah­an. Artinya, meskipun diakui bahwa MPR itu tetap me­ru­
pa­kan lembaga yang mempunyai kewenangan yang ber­diri
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
48 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 49

sendiri di samping DPR dan DPD, sehingga mem­bentuk checks and balances, hubungan antara lembaga-lembaga
susunan parlemen Indonesia yang berpilar tiga atau tri- ne­­gara yang ada bersifat horisontal saja, tidak ada yang le­
kameral, keberadaan institusi MPR itu sendiri tidak la­gi bih tinggi dan yang lebih rendah.
bersifat tertinggi dan sifat pekerjaannya tidak lagi ber­sifat Kalaupun derajat kelembagaannya diperlukan untuk
rutin. Sebagai lembaga tinggi negara, MPR itu baru ada jika me­nentukan perlakukan hukum secara tepat, terutama
sedangkan menjalankan fungsinya yang tidak ber­sifat terus menyang­kut tata krama keprotokolan, maka saya selalu
menerus. Karena itu, sebenarnya, tidak lagi di­per­lu­kan ad- mengait­kannya dengan teori yang saya namakan teori ten­
anya pimpinan ataupun kesekretariatan yang ber­sifat tetap tang norma sumber legitimasi. Apa bentuk norma hukum
seperti yang ada sekarang ini. Organisasi pim­pin­an lembaga yang menjadi sumber atau yang memberikan kewenang­an
MPR ini sebaiknya cukup dilembaga­kan secara ad hoc saja, kepada lembaga negara itu berkait dengan siapa yang me­ru­
tidak dibentuk secara permanen se­perti sekarang. pa­kan sumber atau pemberi kewenangan terhadap lem­baga
Dengan demikian, terlepas dari soal sifat tugasnya negara yang bersangkutan.
se­perti tersebut di atas, sistem ketatanegaraan Indonesia Di tingkat pusat, kita dapat membedakannya dalam
yang baru memang tidak lagi mengenal adanya lembaga empat tingkatan kelembagaan, yaitu:
ter­tinggi negara. Meskipun MPR membuat UUD yang status 1) Lembaga yang dibentuk berdasarkan UUD yang di­atur
hukumnya lebih tinggi daripada undang-undang yang dibuat dan ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan UU, Per-
oleh DPR, tetap saja MPR tidak lebih tinggi dari­pada DPR. aturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Ke­putusan
Secara fungsional, DPR-lah yang justru le­bih penting karena Presiden;
fungsinya bersifat rutin dan terus me­ne­rus. 2) Lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-un­dang
Hal yang mirip dengan itu adalah antara Mahkamah yang diatur atau ditentukan lebih lanjut dalam atau
Konstitusi dan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presi­den, dan
menga­wal Undang-Undang Dasar, sedangkan Mahkamah Keputusan Presiden;
Agung mengawal undang-undang. Siapa saja yang me­lang­­ 3) Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemer-
gar undang-undang dan diadili oleh pengadilan di da­lam intah atau Peraturan Presiden yang ditentu­kan lebih
lingkungan Mahkamah Agung. Begitu pula pengujian per­ lanjut dengan Keputusan Presiden;
aturan di bawah undang-undang terhadap undang-un­dang 4) Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Men­teri
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 24A ayat (1) UUD yang ditentukan lebih lanjut dengan Ke­putusan Menteri
1945, dilakukan oleh Mahkamah Agung. atau keputusan pejabat di bawah Men­teri.
Mengapa batu ujinya undang-undang, bukan Un­ Lembaga negara pada tingkatan konstitusi misalnya
dang-Undang Dasar? Karena Mahkamah Agung memang adalah Presiden, Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rak­yat
menga­wal undang-undang, bukan mengawal Undang-Un­­ (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Majelis Per­mu­
dang Dasar seperti Mahkamah Konstitusi yang menguji syawaratan Rakyat (MPR), Mahkamah Konstitusi (MK),
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Karena Mahkamah Agung (MA), dan Badan Pemeriksa Ke­uangan
UUD lebih tinggi daripada UU, maka timbul anggapan se­ (BPK). Kewenangannya diatur dalam UUD, dan di­rinci
o­lah-olah Mahkamah Konstitusi itu lebih tinggi daripada lagi dalam UU, meskipun pengangkatan para ang­gota­nya
Mah­kamah Agung. Jawabnya jelas bahwa sesuai prinsip
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
50 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 51

ditetapkan dengan Keputusan Presiden sebagai pe­jabat bersumber dari beleid Presiden (presidential policy). Ar­ti­
administrasi negara yang tertinggi. nya, pembentukan, perubahan, ataupun pembubaran­nya
Lembaga-lembaga tingkat kedua adalah lembaga yang tergantung kepada kebijakan presiden semata. Peng­aturan
dibentuk berdasarkan undang-undang yang berarti sum­ber mengenai organisasi lembaga negara yang ber­sang­kutan
kewenangannya berasal dari pembentuk undang-un­dang. juga cukup dituangkan dalam Peraturan Pre­siden yang
Proses pemberian kewenangan kepada lembaga-lem­baga bersifat regeling dan pengangkatan anggotanya dilakukan
ini melibatkan peran DPR dan Presiden, atau untuk hal-hal dengan Keputusan Presiden yang bersifat beschikking.
tertentu melibatkan pula peran DPD (Dewan Per­wakilan Yang lebih rendah lagi tingkatannya ialah lembaga
Daerah). Karena itu, pembubaran atau peng­ubahan bentuk yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri. Atas ini­sia­
dan kewenangan lembaga semacam ini ju­ga memerlukan tif menteri sebagai pejabat publik berdasarkan ke­bu­tuh­an
keterlibatan DPR dan presiden. Jika pembentukannya berkenaan dengan tugas-tugas pemerintahan dan pem­
melibatkan peran DPD, maka pembu­baran­nya juga harus bangunan di bidang-bidang yang menjadi tanggung­jawab­
melibatkan peran DPD. Misalnya, Kejaksaan Agung, Bank nya, dapat saja dibentuk badan, dewan, lembaga, atau­pun
Indonesia (BI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi panitia-panitia yang sifatnya tidak permanen dan bersifat
Pemberantasan Tindak Pidana Ko­rup­si (KPK), Komisi Peny- spesifik.
iaran Indonesia (KPI), PPATK, Komnas Hak Asasi Manusia, Dewan, badan atau lembaga semacam ini dapat
dan sebagainya dibentuk ber­dasarkan undang-undang, dan di­pasti­kan bukan merupakan lembaga masyarakat atau
karena itu tidak dapat di­ubah atau dibubarkan kecuali den- swas­ta, sehingga tetap dapat dikategorikan sebagai lem­ba­
gan mengubah atau men­cabut undang-undangnya. ga pemerintah atau lembaga negara, tetapi keberadaan­nya
Pengaturan kewenangan mengenai lembaga-lem­baga tergantung kepada kebijakan pemerintah berdasarkan
tersebut terdapat dalam undang-undang (UU), tetapi peng­ ke­butuhan yang tidak permanen. Kadang-kadang lem­ba­
angkat­an anggotanya tetap dengan Keputusan Pre­siden seb- ga-lembaga atau badan seperti ini diatur keberadaannya
agai pejabat administrasi negara tertinggi. Bah­kan, lembaga- da­lam Peraturan Presiden, tetapi pengangkatan anggota­nya
lembaga negara yang dibentuk berdasarkan un­dang-undang ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Ada juga yang peng­
dasarpun pengangkatan anggotanya te­tap dilakukan dengan aturan kelembagaannya terdapat dalam Peraturan Men­teri
Keputusan Presiden, sehingga pem­bentukan dan pengisian dan pengangkatannya juga dilakukan dengan Ke­putusan
jabatan keanggotaan semua lem­baga negara tersebut tetap Menteri. Bahkan, dapat pula terjadi bahwa peng­­angkatan
melibatkan peran administratif yang kekuasaan tertingginya anggota badan-badan yang diatur dengan per­aturan Menteri
berada di tangan presiden se­ba­gai kepala pemerintahan. itu didelegasikan kepada pejabat di ba­wah Menteri, misal-
Presiden adalah kepala pe­me­­rin­tahan dan karena itu pres- nya, oleh Direktur Jenderal yang ber­sang­kut­an.
iden jugalah yang me­ru­pa­kan administratur negara tertinggi Di tingkat daerah, lembaga-lembaga semacam itu ten­
atau pejabat tata usa­ha negara yang tertinggi. tu tidak disebut sebagai lembaga negara. Lembaga-lem­ba­ga
Pada tingkat ketiga adalah lembaga-lembaga yang tersebut dapat disebut sebagai lembaga daerah, sepan­jang
sum­ber kewenangannya murni dari presiden sebagai ke­pa­ bekerjanya dibiayai oleh anggaran belanja nega­ra atau
la pemerintahan, sehingga pembentukannya sepenuh­nya daerah, dan memang dimaksudkan bukan sebagai lem­baga
swasta atau lembaga masyarakat. Kategori ke­lem­bagaan­nya
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
52 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 53

tetap dapat disebut lembaga daerah menu­rut pengertian Ada pula lembaga negara yang tidak disebut nama­nya
lembaga negara tersebut di atas. Lembaga-lembaga daerah secara tegas tetapi kewenangannya ditentukan, meski­pun
semacam itu dapat dibedakan pula, yaitu: tidak rinci. Misalnya, komisi pemilihan umum tidak disebut­
1) Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan UUD, UU, kan dengan tegas namanya ataupun susunan orga­ni­sasi.
Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang Akan tetapi, Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 menentu­kan
pengangkatan anggota dilakukan dengan Ke­pu­tusan dengan tegas bahwa pemilihan umum itu harus di­se­leng­
Presiden; garakan oleh satu komisi yang bersifat nasional, tetap, dan
2) Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan peraturan mandiri.
ting­kat pusat atau Peraturan Daerah Pro­vin­si, dan peng­ Selain itu, UUD 1945 juga mengatur mengenai pe­me­
angkatan anggotanya ditetapkan dengan Ke­pu­tus­­an rintah dan pemerintahan daerah yang ditentukan ba­tas-ba-
Presiden atau Pejabat Pusat; tas kewenangannya secara tegas dalam Pasal 18, Pa­sal 18A
3) Lembaga Daerah yang kewenangannya diatur da­lam Per­ dan Pasal 18B. Misalnya, dalam Pasal 18 ayat (2) dinyatakan,
aturan Daerah Provinsi dan pengangkatan ang­go­ta­nya “Pemerintahan daerah provinsi, daerah ka­bupaten, dan
dilakukan dengan Keputusan Guber­nur; kota mengatur dan mengurus sendiri urus­an pemerin­
4) Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan Per­atur­an tahan menurut asas otonomi dan tugas perban­tu­an.” Ayat
Gubernur yang pengangkatan anggotanya ditetap­kan (5)-nya menentukan, “Pemerintahan daerah men­­jalankan
dengan Keputusan Gubernur; otonomi seluas-luasnya kecuali urus­an pe­me­rin­tahan yang
5) Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan Peratur­an oleh undang-undang ditentukan se­ba­gai urus­an Pemerin­
Gubernur yang pengangkatan anggotanya ditetap­kan tah Pusat”. Pasal 18 ayat (6) me­nen­tu­kan, “Pemerintahan
dengan Keputusan Bupati atau Walikota; daerah berhak menetapkan per­aturan dae­rah dan per­
6) Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan Peratur­an aturan-peraturan lain untuk me­lak­sana­kan oto­no­mi dan
Daerah Kabupaten/Kota yang peng­ang­kat­an ang­go­ta­nya tugas perbantuan”.
ditetapkan dengan Keputusan Bu­pa­ti atau Wali­kota; Demikian pula dalam Bab XII Pasal 30, diatur pula
7) Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Bu­pa­ ten­tang Pertahanan dan Keamanan Negara yang mem­bagi
ti/Walikota yang keanggotaannya ditetapkan dengan tugas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Re­pu­blik
Keputusan Bupati/Walikota. Indonesia secara tegas, yaitu dalam Pasal 30 ayat (3) dan
Dari berbagai bentuk dan tingkatan lembaga negara ayat (4). Tentara Nasional Indonesia (TNI) terdiri atas Ang-
dan lembaga daerah tersebut di atas, ada beberapa lembaga katan darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai
negara yang disebut-sebut dalam Undang-Undang Dasar alat negara bertugas mempertahankan, melin­dungi, dan
1945. Ada yang oleh UUD disebutkan secara tegas nama­nya, memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Sedangkan
bentuk dan susunan organisasi, dan sekaligus ke­we­nangan­ Kepolisian Negara Republik Indonesia merupa­kan alat
nya. Misalnya presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masya­rakat
Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahka­mah Konsti- bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat,
tusi, dan Badan Pemeriksa Keuangan ditentu­kan dengan serta menegakkan hukum.
jelas organisasi dan kewenangannya dalam UUD. Dari uraian-uraian di atas, persoalan konstitusionali­
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
54 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 55

tas lembaga negara itu tidak selalu berkaitan dengan per- Konsti­tusi untuk memutus sengketa kewenangan antar
soalan derajat hirarkis antara lembaga yang lebih tinggi atau lem­­ba­ga negara dirumuskan, kemungkinan persengketa­an
yang lebih rendah kedudukannya secara konstitusio­nal. Per- antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah be­lum­lah
soalan yang juga relevan dengan tugas Mahkamah Konstitusi terbayangkan atau bahkan tidaklah tercakup.
ialah persoalan apa dan bagaimana Undang-Undang Dasar Alasan yang terpokok ialah bahwa sengketa se­ma­
(UUD) mengatur dan menentukan hal-hal yang berkaitan cam itu tidak relevan dalam bangunan negara kesatuan.
dengan lembaga negara dimaksud. Sengketa semacam itu dianggap hanya masuk akal terjadi
Meskipun kedudukannya lebih rendah dari lembaga di lingkungan negara-negara federal dimana pemerintah
konsti­tusional yang biasa, tetapi selama ketentuan menge­ pusat dan negara bagian dapat dilihat sebagai badan hu-
nai lembaga yang bersangkutan diatur dalam Undang-Un­ kum sendiri-sendiri. Oleh karena itu, persengketaan an­ta­ra
dang Dasar (UUD), berarti lembaga yang bersangkutan pusat dan daerah tidak boleh terjadi. Tetapi, per­soalan­nya
bersangkutan dengan persoalan konstitusionalitas. Jika bukanlah terletak pada masalah status pemerintah dae­rah
dalam rangka pelaksanaan amanat undang-undang dasar dan pemerintah pusat sebagai subyek hukum yang ma­sing-
yang terkait dengan keberadaan lembaga yang bersang­kutan masing berdiri sendiri atau bukan.
menimbulkan konflik hukum (legal dispute) atau seng­keta Masalahnya justru terletak pada persengketaan yang
kewenangan konstitusional dengan lembaga ne­ga­ra lain- mungkin terjadi sebagai akibat perbedaan penafsiran ked-
nya, maka untuk menyelesaikan persengketaan semacam uanya mengenai amanat UUD untuk dilaksanakan oleh
itu termasuk kewenangan Mahkamah Konsti­tu­si untuk masing-masing pemerintah pusat dan pemerintah dae­rah
memutusnya.79 itu. Jika persoalannya dilihat dari sudut pandang seperti
Misalnya, antara TNI dan POLRI dapat timbul ma­sa­ itu, maka mau tidak mau konflik penafsiran itu ha­rus dise-
lah dalam pelaksanaan ketentuan Pasal 30 UUD 1945. Jika lesaikan dengan putusan final dan mengikat oleh Mahkamah
permasalahan itu berkaitan dengan pertentangan pe­naf­sir­an Konstitusi.
mengenai kewenangan masing-masing berdasar­kan keten- Di samping uraian di atas, dapat pula dikemuka­kan
tuan Pasal 30 ayat (3) versus ayat (4), maka Mah­kamah bah­wa sebenarnya yang disebut atau disebut-sebut dalam
Konstitusilah yang berwenang menentukan penafsiran yang UUD 1945, lebih dari 34 buah. Ada yang hanya disebut
benar atas ketentuan Pasal 30 ayat (3) dan (4) UUD 1945 se­ca­ra implisit, ada pula yang disebut secara implisit dan
tersebut. Demikian pula mengenai Pe­me­rintahan Daerah, di­atur keberadaannya dalam UUD 1945. Organ, jabatan,
jika bersengketa dengan Pemerin­tah Pusat dalam menafsir- atau lembaga-lembaga dimaksud adalah:
kan pengertian yang terkandung di dalam ketentuan Pasal (i) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) diatur
18, Pasal 18A, dan Pasal 18B, maka yang berhak memutus- da­lam Bab II;
kan mana yang benar adalah Mah­ka­mah Konstitusi. (ii) Presiden Republik Indonesia dan
Sudah tentu dapat timbul perdebatan tersendiri (iii) Wakil Presiden yang diatur dalam Bab III;
me­nge­­nai kemungkinan timbulnya sengketa kewenangan (iv) Dewan pertimbangan presiden diatur dalam Pasal
an­tar­pemerintah daerah dengan pemerintah pusat ini. 16 UUD 1945;
Per­ta­ma, dari sudut pandang atau perspektif the framer’s (v) Kementerian Negara diatur dalam Bab V;
in­tent, ketika ketentuan mengenai kewenangan Mahkamah
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
56 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 57

(vi) Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan lan­jut dengan undang-undang;
Men­­teri Pertahanan secara bersama-sama seba­gai (xxiii) Satu bank sentral yang ditentukan dalam Bab VIII
trium­virat yang diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UUD dan akan diatur lebih lanjut dengan undang-un-
1945; dang;
(vii) Menteri Dalam Negeri sebagai tirumvirat yang (xxiv) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diatur
di­atur dalam Pasal 8 ayat (3) UUD 1945; dalam Bab VIIIA;
(viii) Menteri Pertahanan sebagai triumvirat dalam (xxv) Mahkamah Agung (Bab XIV);
Pasal 8 ayat (3) UUD 1945; (xxvi) Mahkamah Konstitusi (Bab XIV);
(ix) Duta yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1), (2), dan (xxvii) Komisi Yudisial (Bab XIV);
(3) UUD 1945; (xxviii) Tentara Nasional Indonesia (TNI) (Bab XII);
(x) Konsul yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UUD (xxix) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bab XII).
1945; (xxx) Angkatan Darat (TNI AD) yang diatur dalam Pasal
(xi) Pemerintahan Daerah Provinsi diatur dalam Bab 10 UUD 1945;
VI yang mencakup: (xxxi) Angkatan Laut (TNI AL) diatur dalam Pasal 10 UUD
(xii) Gubernur/Kepala Pemerintah daerah provinsi; 1945;
(xiii) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD (xxxii) Angkatan Udara (TNI AU) diatur dalam Pasal 10
pro­vinsi); UUD 1945;
(xiv) Pemerintahan Daerah Kabupaten yang menca­ (xxxiii) Satuan pemerintahan daerah yang bersifat khu­sus
kup: atau istimewa seperti diatur dalam Pasal 18B ayat
(xv) Bupati/Kepala Pemerintah daerah kabupaten, (1) UUD 1945;
dan (xxxiv) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan
(xvi) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten kekuasaan kehakiman yang diatur dalam Pasal 24
(DPRD Kabupaten); ayat (3) UUD 1945.
(xvii) Pemerintahan Daerah Kota; Dari setidaknya ke-34 lembaga tersebut di atas, ada
(xviii) Walikota/Kepala Pemerintah Daerah Kota; dan yang substansi kewenangannya belum ditentukan dalam
(xix) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota (DPRD UUD 1945, misalnya bank sentral. Dalam Pasal 23D UUD
Ko­ta); 1945 hanya ditentukan, “Negara memiliki suatu bank sen­
(xx) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang tral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung
diatur dalam Bab VII UUD 1945; ja­wab, dan independensinya diatur dengan undang-un­
(xxi) Dewan Perwakilan Daerah diatur dalam Bab dang”. Artinya, apa yang menjadi kewenangan bank sentral
VIIA; itu sen­diri masih akan diatur dengan undang-undang. Arti­
(xxii) Komisi penyelenggara pemilihan umum yang oleh nya, UUD sama sekali belum memberikan kewenang­an apa-
un­dang-undang dinamakan Komisi Pemilih­an apa kepada bank sentral yang oleh UU dan oleh kebia­sa­an
Umum (KPU) dalam Bab VIIB dan diatur le­bih sejarah selama ini disebut Bank Indo­ne­sia. UUD 1945 ha­nya
menyebutkan sifat dari kewenang­an bank sentral itu yang
pun TNI dan POLRI telah dipisahkan secara tegas menurut UUD 1945, tetapi
dinyatakan bersifat independen, meski­pun inde­pen­densinya
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
58 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 59

itu sendiri masih harus diatur da­lam undang-undang. dang”. Yang dimaksud dengan badan-badan lain dalam ayat
Sedangkan komisi pemilihan umum, meskipun na­ ini antara lain adalah Kejaksaan Agung. Kejaksaan Agung
ma­­­nya belum disebut secara pasti, tetapi ke­we­nangan­nya memang tidak disebut secara eksplisit dalam UUD 1945,
sebagai penyelenggara sudah ditegaskan. Dalam Pasal 22E tetapi fungsinya berkaitan dengan kekuasaan ke­hakiman.
ayat (5) UUD 1945 ditentukan bahwa “Pemilihan um­um Hal mengenai Kejaksaan Agung ini, diatur lebih lan­jut
diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang dalam undang-undang atau bahkan dengan un­dang-undang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Artinya, bahwa ko­ tersendiri. Namun, kedudukannya dalam sis­tem peradilan
mi­­si pemilihan umum itu adalah penyelenggara pemilu, terpadu dan prinsip negara hukum yang de­­mo­­kratis secara
dan sebagai penyelenggara ia bersifat nasional, tetap, dan konstitusional jelas sama pentingnya (con­­sti­tutional impor­
man­­diri (independen). tance) dengan Ke­po­lisian Negara yang secara khusus diatur
Oleh karena itu, baik bank sentral maupun komisi ketentuannya da­lam Pasal 30 UUD 1945. Artinya, hal tidak
penyelenggara pemilihan umum masih dapat dilihat segi- diaturnya Ke­jak­sa­an Agung da­­lam UUD 1945, berbanding
segi konstitusionalitas kewenangannya. Jika pelaksanaan dengan di­aturnya Kepolisian ti­dak dapat dijadikan alasan
ope­rasi­onal kewenangan atau sifat kewenangannya itu me- untuk menyata­kan bahwa Kepolisian Negara lebih penting
nyimpang dari ketentuan UUD, maka hal demikian dapat atau lebih tinggi ke­du­dukan­nya konstitusionalnya daripada
saja menjadi objek persengketaan di pengadilan. Sejauh Kejaksa­an Agung. Se­ca­ra konstitusional, kedua-duanya
menyangkut aspek-aspek konstitusionalitas ke­wenangannya sa­ma-sama penting da­­lam rangka menjamin tegaknya hu­
itu, tidak dapat tidak forum peradilannya adalah Mahkamah kum dan keadilan da­lam upaya perwujudan cita-cita nega­ra
Konstitusi. hukum (rechts­staat atau the rule of law).
Dari ke-34 organ atau lembaga-lembaga tersebut di Contoh kejaksaan sebagai lembaga yang tercakup
atas yang sama sekali tidak ditentukan hak-hak atau ke­we­ da­­lam perkataan “badan-badan lain” menurut Pasal 24
nangannya dalam UUD 1945 adalah (i) Duta; (ii) Kon­sul; ayat (3) itu sejalan pula dengan latar belakang perumusan
(iii) Angkatan Darat; (iv) Angkatan Laut; dan (v) Ang­kat­an ketentu­an Pasal 24 ayat (3) seperti yang diuraikan di atas.
Udara. Organ atau lembaga-lembaga selain bank sen­tral Pa­da mulanya, berkembang gagasan untuk mencantum­
dan komisi pemilihan umum serta kelima or­gan ter­akhir ini kan pengaturan mengenai kejaksaan dalam bab tentang
pada umumnya disebut tegas namanya dengan kewenangan Ke­kuasa­an Kehakiman UUD 1945. Ide ini masih tercan­
yang juga jelas ditentukan dalam UUD 1945. Oleh karena tum dalam Rancangan Perubahan UUD 1945 yang masih
itu, dengan ikut memperhitungkan komisi penyelenggara ter­­­sisa sesudah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945
pemilihan umum dan bank sentral, ma­ka dapat dikatakan pada tahun 2001.80 Namun demikian, setelah naskah Per­
bahwa dalam UUD 1945, terdapat 34 lem­ba­ga atau organ ubah­an Keempat disahkan pada tahun 2002, ketentuan
negara yang memiliki kewenangan kon­sti­tusional atau yang menge­nai kejaksaan ini tidak mendapat kesepakatan untuk
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. dicantumkan dalam pasal secara eksplisit. Sebagai ganti­
Di samping itu, dalam Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 nya, muncullah rumusan Pasal 24 ayat (3) tersebut di atas.
di­tentukan, “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan Karena itu, salah satu badan yang dimaksud dalam ayat ini
de­ngan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-un­ memanglah lembaga kejaksaan. Namun karena di­nya­ta­­kan
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
60 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 61

disitu badan-badan lain, maka terbuka ke­mungkin­an ada tinggi negara masih tetap relevan untuk dikaitkan dengan
pula badan lain yang terkait dengan ke­kuasaan kehakiman ketujuh lembaga negara di atas yang diwakili oleh 8 delapan
itu selain kejaksaan. jabatan tersebut.
Dengan demikian, ada kemungkinan jumlah badan- Kedua, dari 34 lembaga atau lebih tersebut tercatat
ba­dan lain itu lebih dari satu, sehingga jumlah keseluruhan be­be­rapa lembaga negara yang kewenangannya langsung
lembaga negara berdasarkan UUD 1945 juga lebih dari 34 diberikan oleh undang-undang dasar, tetapi tidak tepat
buah. Misalnya, selain kejaksaan, lembaga lain yang ju­ga un­tuk disebut sebagai lembaga tinggi negara. Sebabnya ia­
berkaitan fungsinya dengan kekuasan kehakiman ada­lah lah (i) fungsinya hanya bersifat supporting atau auxiliary
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Ad- terhadap fungsi utama, seperti Komisi Yudisial yang ber­si­fat
vokat, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan para pejabat penunjang terhadap kekuasaan kehakiman. Tugas ko­­mi­­si
yang tergolong ke dalam pengertian penyidik pegawai neg- ini sebenarnya bersifat internal di lingkungan ke­kuasaan
eri sipil (PPNS), seperti petugas bea cukai, pe­tugas pajak, kehakiman, tetapi agar pengawasan yang di­lakukan­nya
petugas Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Ra­­ya (DLLAJR), efektif, kedudukannya dipastikan bersifat in­dependen di
dan bahkan termasuk TNI Angkatan Laut yang mempunyai luar dan sederajat dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah
kewenangan tertentu di bidang pe­nyidik­an dalam kasus-ka- Konstitusi; (ii) pemberian kewenangan kon­sti­tusional yang
sus tindak pidana di laut.81 Dengan per­­kataan lain, apabila eksplisit hanya dimaksudkan untuk menegaskan kedudu-
ditambah dengan lembaga-lem­ba­ga atau badan-badan lain kan konstitusionalnya yang indepen­den, meskipun tetap
yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman berada dalam ranah atau domain urus­­­an pemerintahan,
sebagaimana dimaksud oleh Pasal 24 ayat (3) UUD 1945, seperti misalnya Tentara Nasional In­­do­­nesia dan Kepoli-
maka jelaslah bahwa jum­­­lah lembaga negara yang disebut sian Negara; (iii) penentuan kewe­nangan pokoknya dalam
secara eksplisit dan implisit dalam UUD 1945 berjumlah undang-undang dasar hanya ber­sifat by implication, bukan
lebih dari 34 buah. dirumuskan secara te­gas (strict sense), seperti kewenangan
Ke-34 organ negara atau lebih itu sendiri dapat pula sebagai penyeleng­ga­ra pe­mi­lih­an umum yang dikaitkan
dibagi ke dalam beberapa kelompok. Pertama, kelompok dengan komisi pe­milihan umum. Bahkan komisi pemilihan
lem­­baga negara yang dapat disebut sebagai Lembaga inipun tidak te­gas diten­tu­kan namanya dalam UUD 1945,
Tinggi Negara (LTN), yaitu (i) Presiden dan Wakil Presiden melainkan hanya dite­gas­­kan oleh undang-undang; atau (iv)
se­bagai satu kesatuan institusi; (ii) DPR; (iii) DPD; (iv) karena ke­beradaan ke­­lem­bagaannya atau kewenangannya
MPR; (v) MK; (vi) MA; dan (vii) BPK. Jika Presiden dan tidak te­gas ditentu­kan dalam undang-undang dasar, melain-
Wakil Presiden serta lembaga-lembaga tinggi negara ter­se­­­ kan ha­nya dise­but akan ditentukan diatur dengan undang-
but dilihat dari segi pejabatnya, maka jumlahnya menjadi undang, seperti ke­beradaan bank sentral yang menurut
de­lapan yang masing-masing diwakili oleh (i) Presiden; Pasal 23D UUD 1945 masih akan diatur dengan undang-
(ii) Wakil Presiden; (iii) Ketua DPR; (iv) Ketua DPD; (v) undang. Tetapi, da­lam undang-undang dasar ditentukan
Ketua MPR; (vi) Ketua MK; (vii) Ketua MA; dan (viii) Ke­tua bahwa kewe­nang­an itu harus bersifat independen. Artinya,
BPK. Meskipun sekarang kita tidak lagi mengenal ada­nya
lembaga tertinggi negara, namun sebutan sebagai lem­ba­ga TNI Angkatan Laut tetap men­jalankan tugas-tugas penyidikan dalam kasus-
kasus pidana-pida­na tertentu yang terjadi dalam lingkup tu­gas keaman­an di
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
62 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 63

by impli­ca­tion kewenangan bank sentral itu diatur juga dalam rangka perwujudan prinsip-prinsip good go­ver­nance
dalam UUD 1945, meskipun bukan substansinya, melain­kan dalam rangka pelayanan umum (public services). Cita-cita
ha­nya kualitas atau sifatnya. UUD 1945 sebagai konstitusi negara kesejahtera­an82 atau
Dengan demikian, di samping lembaga-lembaga ne­ welfare state, yang oleh Bung Hatta pernah di­ter­jemah­kan
ga­­ra yang secara eksplisit disebut dalam UUD 1945, ada dengan perkataan negara pengurus83, juga ber­kaitan dengan
pu­la lembaga-lembaga negara yang memiliki constitu­ti­o­nal fungsi lembaga seperti ombudsman yang dapat berperan
importance yang sama dengan lembaga negara yang dise- penting dalam pengawasan dan penyaluran keluhan-kelu-
butkan dalam UUD 1945, meskipun keberadaannya hanya han masyarakat akan buruknya kualitas pe­layanan umum
diatur dengan atau dalam undang-undang. Baik yang diatur (public services) oleh birokrasi pemerin­tah­an. Jika lembaga
dalam UUD maupun yang hanya diatur dengan atau dalam ombudsman ini dibentuk berdasarkan undang-undang, bu-
undang-undang, asalkan sama-sama memiliki constitu­ kan tidak mungkin suatu kali nanti da­pat pula berkembang
tional importance, dapat dikategorikan sebagai lembaga penafsiran bahwa lembaga ini juga akan dianggap sebagai
negara yang memiliki derajat konsti­tu­sional yang serupa, lembaga yang penting secara kon­sti­tusional.84
tetapi tidak dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara. Khusus mengenai Komisi Yudisial, dapat dikatakan
Lembaga-lembaga negara dalam kategori kedua ini bah­wa kedudukannya secara struktural sederajat dengan
yang memenuhi keempat kriteria di atas adalah (i) Komisi Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi,
Yudisial; (ii) Menteri dan Kementerian Negara; (iii) Men­te­­­ri secara fungsional, peranannya bersifat penunjang (auxi­
Triumpirat; (iv) Dewan pertimbangan presiden; (v) Bank li­ary) terhadap lembaga kekuasaan kehakiman. Ko­mi­si
sentral; (vi) Tentara Nasional Indonesia; (vii) Ke­po­li­si­an Yu­disial, meskipun fungsinya terkait dengan ke­kuasaan
Negara; dan (viii) Komisi penyelenggara pemilihan umum. kehakiman, tetapi tidak menjalankan fungsi ke­kuasaan
Di samping kedelapan lembaga negara yang di­se­but secara ke­hakiman. Komisi Yudisial bukanlah lembaga pe­negak
eksplisit ataupun implisit dalam UUD 1945 ter­se­but, ada nor­ma hukum (code of law), melainkan lembaga pe­negak
pula lembaga-lembaga negara yang murni di­cip­takan oleh norma etik (code of ethics). Lagi pula komisi ini hanya
undang-undang, yang dapat dikategorikan se­­ba­gai lembaga berurusan dengan persoalan kehormatan, keluhur­an mar-
yang memiliki constitutional importance juga. Lembaga- tabat, dan perilaku hakim, bukan dengan lembaga peradilan
lembaga seperti dimaksud misalnya adalah (ix) Kejaksaan atau lembaga kekuasaan kehakiman secara in­sti­­tusional.
Agung; (x) Komisi Pemberantasan Tindak Pi­dana Korupsi Keberadaannyapun sebenarnya berasal dari ling­­kungan
(KPK); dan (xi) Komisi Nasional Hak Asasi Ma­nusia (KOM- internal hakim sendiri, yaitu dari konsepsi mengenai majelis
NAS HAM); dan lain-lain sebagainya. kehormatan hakim yang terdapat di da­lam dunia profesi
Misalnya, ombudsman yang mempunyai peran pen­ting kehakiman dan di lingkungan Mah­ka­mah Agung. Artinya,
sebelumnya, fungsi ethical auditor ini bersifat internal.
laut. Dengan perkataan lain, untuk membantu tu­gas-tu­gas Kepolisian di laut,
sampai sekarang tugas-tugas ter­sebut ma­sih ditangani oleh TNI Angkatan Namun, untuk lebih menjamin efek­ti­fi­tas kerjanya dalam
Laut. rangka mengawasi perilaku ha­kim, ma­ka fungsinya ditarik
82
Jimly Asshiddiqie, “UUD 1945: Konstitusi Negara Kesejah­te­­ra­an
dan Re­alitas di Masa Depan”, Pidato Pengukuhan Gu­ru Besar pa­da Fakultas
keluar menjadi external au­ditor yang kedudukannya dibuat
Hu­kum Universitas Indonesia, Ja­karta, 1998. sederajat dengan para ha­­kim yang berada di lembaga yang
83
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konsti­tu­si
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
64 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 65

sederajat dengan peng­­­awas­nya. Komisi Yudisial bukan lembaga yudikatif, eksekutif, apalagi
Memang benar bahwa kewenangan Komisi Yudisial, legislatif. Ia hanya berfungsi menunjang tegaknya kehor-
seperti halnya Mahkamah Agung dan Mahkamah Konsti­ matan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim sebagai
tusi, juga diatur dalam UUD 1945. Tepatnya, Mahkamah pejabat penegak hukum dan lembaga yang menjalankan
Agung diatur dalam Pasal 24A, Komisi Yudisial dalam Pasal fungsi kekuasaan kehakiman (judiciary).
24B, sedangkan Mahkamah Konstitusi dalam Pasal 24C Dengan demikian, dalam menjalankan tugas dan ke-
UUD 1945. Akan tetapi, pengaturan mengenai kewenangan wenangannya, Komisi Yudisial juga bekerja berdam­ping­an
sesuatu lembaga dalam UUD tidak mutlak ha­rus diartikan dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Kon­sti­tusi, bukan
bahwa lembaga yang bersangkutan adalah lembaga yang dengan pemerintah ataupun dengan lembaga perwakilan
dapat dikategorikan sebagai lembaga tinggi ne­gara. Sebab- rakyat. Dalam bekerja, Komisi Yudi­sial, meskipun tetap
nya ialah Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara bersifat independen, haruslah lebih de­kat dengan Mah-
juga diatur kewenangannya dalam UUD 1945, yaitu dalam kamah Agung dan Mahkamah Kon­sti­tusi, bukan dengan
Pasal 30. Namun, fungsi organi­sa­si tentara dan kepolisian pemerintah ataupun dengan parlemen. Lebih tegasnya,
sebenarnya termasuk ke dalam kategori fungsi pemerin- Komisi Yudisial harus mengambil jarak sehingga tidak men-
tahan (eksekutif), sehingga ke­du­duk­an protokolernya tidak jadi alat politik para politisi, baik yang menduduki jabatan
dapat disederajatkan dengan Pre­­siden, Wakil Presiden, DPR, eksekutif maupun legislatif, peme­rin­tah ataupun lembaga
DPD, MPR, MK, MA, dan BPK hanya karena kewenangannya perwakilan rakyat untuk mengontrol dan mengintervensi
sama-sama diatur da­lam UUD 1945. Mirip dengan itu, maka independensi kekuasaan kehakiman.
Komisi Yudisial juga tidak dapat disejajarkan dengan lem- Dari ke-34 atau lebih lembaga negara yang sama
baga tinggi negara yang lain hanya karena kewenangannya sekali tidak atau belum ditentukan substansi kewenangan­
diatur dalam Pa­sal 24B seperti halnya kewenangan tentara nya dalam UUD 1945 adalah pula bank sentral. Mengenai
dan kepolisian yang diatur dalam Pasal 30 UUD 1945. bank sentral ini, Pasal 23D UUD 1945 hanya menentukan,
Secara struktural dapat dikatakan bahwa Komisi “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, ke­
Yudisial memang sederajat dengan Mahkamah Agung dan dudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independen­
Mahkamah Konstitusi. Namun, karena sifat fungsinya yang si­nya diatur dengan undang-undang”. Artinya, apa yang
khusus dan bersifat penunjang (auxiliary), maka kedudukan menjadi kewenangan bank sentral itu sendiri masih akan
protokolernya tidak perlu dipahami sebagai lembaga yang diatur dengan undang-undang. Artinya, undang-undang
pemohon da­lam perkara kon­stitusi guna menampung keluh­an-keluh­an
diperlakukan sama dengan Mahkamah Agung dan Mahka- konstitusional (con­­sti­tu­ti­onal complaint) warga negara ter­hadap sesuatu
mah Konstitusi serta DPR, MPR, DPD, dan BPK. Karena, un­dang-undang ataupun konstitusionali­tas tindakan pemerin­tah­­an lainnya.
Komisi Yudisial itu sendiri bukanlah lem­ba­ga negara yang Kedua ide ini, memang tidak berhasil mem­per­o­leh kesepakatan. Tetapi,
ide ini mun­cul bukan tanpa alasan ra­sio­­nal sesuai tingkat per­kembang­an
menjalankan fungsi kekuasaan negara se­cara langsung. kebutuhan kenegaraan In­do­nesia dewa­sa ini dan nanti. Oleh karena itu,
mungkin saja ide se­­macam ini akan mun­cul la­gi dan mendapat tempat di
dan Pe­lak­sanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru-van Hoe­ve, Ja­kar­ta, 1994. masa de­pan.
84
Dalam rangka perubahan UUD 1945, pernah berkembang ide un- 85
Lihat misalnya R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Ba­­dan
tuk mencantumkan keberadaan ombudsman dalam UUD 1945. Di sam­ping Hukum Per­seroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wa­kaf, Penerbit
itu, dalam RUU tentang Mahkamah Konstitu­si, lembaga ini juga pernah Alumni, Ban­dung, 2001, hal. 7-8. Banding­kan dengan C.S.T. Kansil dan
diusulkan agar diberi kedudukan hu­kum (legal standing) untuk men­jadi Cristine S.T. Kansil, Pokok-Po­kok Badan Hukum, Pustaka Sinar Harapan,
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
66 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 67

dasar sama sekali belum memberikan kewenangan apa- laku Menteri Triumpirat, (vii) Menteri Pertahan­an selaku
apa kepada bank sentral yang oleh UU dan oleh kebiasaan Menteri Triumpirat, (viii) Dewan pertimbangan presiden;
sejarah selama ini disebut Bank Indonesia. Yang ditentu­kan (ix) Pemerintahan Daerah Provinsi; (x) Guber­nur/Kepala
dalam UUD 1945 hanya sifat kewenangan bank sentral itu, Pemerintah daerah provinsi; (xi) Dewan Per­wakilan Rakyat
yaitu diharuskan bersifat independen. Dengan demi­kian, Daerah Provinsi; (xii) Pemerintahan Dae­rah Kota; (xiii)
harus diakui, tetap ada persoalan konsti­tu­sionali­tas yang ter- Walikota/Kepala Pemerintah Daerah Kota; (xiv) Dewan
kait dengan kewenangan bank sentral ini, bu­kan mengenai Perwakilan Rakyat Daerah Kota; (xv) Peme­rin­­tahan Daerah
substansinya, tetapi mengenai sifat ke­wenangan konstitu- Kabupaten; (xvi) Bupati/Kepala Peme­rin­tah daerah kabu-
sionalnya itu. Artinya, bank sentral juga dapat menghadapi paten; (xvii) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten;
persoalan konstitusionalitas kewenang­an yang menjadi (xviii) Satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
obyek perkara di Mahkamah Konstitusi. atau istimewa; (xix) Dewan Per­wakil­an Rakyat; (xx) Dewan
Sedangkan komisi penyelenggara pemilihan umum, Perwakilan Daerah; (xxi) Ko­misi pe­milih­an umum; (xxii)
meskipun namanya belum disebut secara pasti, tetapi kewe­ Badan Pemeriksa Keuang­an; (xxiii) Mahkamah Agung;
nangan­nya sebagai penyelenggara sudah ditegaskan. Dalam (xxiv) Mahkamah Konstitu­si; (xxv) Komisi Yudisial; (xxvi)
Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 ditentukan bahwa “Pemilihan Bank Sentral; (xxvii) Tentara Nasional Indonesia; dan (xx-
umum diselenggarakan oleh suatu komisi pe­mi­lihan umum viii) Kepolisian Negara Re­pu­blik Indonesia.
yang bersifat nasional, tetap, dan man­diri”. Artinya, bahwa Sedangkan lima organ atau jabatan lainnya, ke­
komisi pemilihan umum itu ada­lah pe­nye­lenggara pemilu, wenangannya sama sekali tidak atau belum disebut da­lam
dan sebagai penyelenggara pemilu ia diharuskan bersifat UUD 1945, baik secara implisit ataupun apalagi secara
nasional, tetap, dan mandiri (inde­pen­­den). eks­plisit. Kelima organ yang dimaksud adalah (i) Duta; (ii)
Organ atau lembaga-lembaga selain bank sentral dan Konsul; (iii) Angkatan Darat; (iv) Angkatan Laut; dan (v)
komisi pemilihan umum tersebut pada umumnya disebut Angkatan Udara. Sementara itu, seperti telah diuraikan di
te­­gas namanya dengan kewenangan yang ditentukan dengan atas, ada pula beberapa lembaga lain yang termasuk kategori
jelas pula dalam UUD 1945. Dapat dikatakan, dari 34 lem- seperti yang dimaksud oleh Pasal 24 ayat (3) UUD 1945.
baga negara yang telah diuraikan di atas, ada 28 lem­baga Badan-badan lain dimaksud dapat disebut sebagai lembaga
yang kewenangannya ditentukan baik secara umum maupun negara yang juga memiliki constititonal impor­tan­ce atau
secara rinci dalam UUD Negara Republik Indo­nesia Tahun yang secara konstitusional dianggap penting tetapi belum
1945. Ke-28 lembaga negara inilah yang dapat disebut seb- disebut secara eksplisit dalam UUD 1945.
agai lembaga negara yang memiliki kewe­nang­an konstitu-
sional atau yang kewenangannya diberi­kan secara eksplisit C. BADAN HUKUM PUBLIK
oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ke-28 lembaga negara itu adalah: (i) Majelis Per­mu­ 1. Pengertian Badan Hukum
syawaratan Rakyat; (ii) Presiden; (iii) Wakil Presiden; (iv)
Menteri atau Kementerian Negara; (v) Menteri Luar Ne­geri Dalam ilmu hukum, subjek hukum (legal subject)
selaku Menteri Triumpirat, (vi) Menteri Dalam Negeri se- adalah setiap pembawa atau penyandang hak dan kewajiban
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
68 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 69

da­lam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum. Pem­ba­ ge­za­menlijke vermogens theorie dari P.A. Molengraaff
wa hak dan kewajiban itu dapat merupa­kan orang yang biasa yang juga diikuti oleh Star Busmann, R. Kranenburg, dan
disebut juga natuurlijke persoon (men­selijk persoon) atau lain sebagainya.
bukan orang yang biasa disebut pula dengan rechts­persoon. Menurut Molengraaff, badan hukum pada hakikat­nya
Rechtspersoon itulah yang biasa dikenal sebagai ba­dan merupakan hak dan kewajiban dari para anggotanya se­­ca­ra
hukum yang merupakan per­sona ficta atau orang yang bersama-sama, dan di dalamnya terdapat harta ke­ka­ya­­an
diciptakan oleh hukum sebagai per­sona (orang fiktif). bersama yang tidak dapat dibagi-bagi. Setiap ang­go­ta ti-
Pandangan demikian dianut oleh banyak sarjana, se­ dak hanya menjadi pemilik sebagai pribadi untuk ma­sing-
per­ti Carl von Savigny, C.W. Opzoomer, A.N. Houwing, dan masing bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak da­pat
juga Langemeyer. Mereka berpendapat bahwa badan hu­kum dibagi-bagi itu, tetapi juga sebagai pemilik bersama untuk
itu hanyalah fiksi hukum, yaitu merupakan buat­an hukum keseluruhan harta kekayaan, sehingga setiap pribadi anggota
yang diciptakan sebagai bayangan manusia yang ditetapkan adalah juga pemilik harta kekayaan yang ter­organisasi­kan
oleh hukum negara. Oleh karena itu, da­lam berbagai litera- dalam badan hukum itu.
tur, aliran pandangan yang demikian ini disebut sebagai Sementara itu, berbeda dari teori fiksi dari von Savig­
teori fiktif atau teori fiksi.85 ny, Otto von Gierke memandang badan hukum sebagai
Di samping itu, ada pula beberapa sarjana yang men­ se­sua­tu yang nyata (realiteit), bukan fiksi. Teori Otto von
de­kati persoalan badan hukum ini dari segi harta kekayaan Gier­ke yang juga diikuti oleh L.C. Polano ini kadang-kadang
yang dipisahkan tersendiri. Pandangan begini biasa disebut disebut juga teori organ yang memberikan gam­bar­­an bahwa
te­ori pemisahan kekayaan dengan beberapa variasi. Teori badan hukum merupakan een bestaan, dat hun realiteit
van het ambtelijk vermogen yang diajarkan oleh Holder dan dari konstruksi yuridis seolah-olah sebagai ma­­nusia yang
Binder mengembangkan pandangan bahwa badan hu­kum sesungguhnya dalam lalu lintas hukum, yang juga mempu-
adalah badan yang mempunyai harta yang berdiri sen­­­di­ri nyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui
yang dimiliki oleh pengurus harta itu karena ja­ba­tan­­­­nya alat-alat kelengkapannya yaitu peng­­urus dan anggotanya,
sebagai pengurus harta yang bersangkutan. dan sebagainya. Apa yang me­re­ka putuskan dianggap seb-
Teori zweck vermogen ataupun doelver mogens theo­­­ agai kemauan badan hukum itu sendiri.
rie yang diajarkan oleh A. Brinz dan F. J. van der Hey­den Semua pandangan teoritis tersebut berusaha mem­
mengem­­bangkan pendapat bahwa badan hukum me­ru­pa­­ beri­kan pembenaran ilmiah terhadap keberadaan badan
kan badan yang mempunyai hak atas kekayaan ter­tentu hukum sebagai subyek hukum yang sah dalam lalu lintas
yang tidak dimiliki oleh sebagai subyek manusia mana­pun hu­kum. Teori propriete collective atau gezamenlijke ver­mo­
yang dibentuk untuk tujuan melayani kepen­ting­­an ter­tentu. gens theorie pada umumnya relevan diberlakukan un­tuk
Adanya tujuan itulah yang menentukan bah­wa har­ta kekay- korporasi ataupun badan hukum yang mempunyai ang­gota
aan dimaksud sah untuk diorganisasi­kan menjadi ba­dan lainnya. Tetapi untuk badan hukum yayasan, teori ini kurang
hukum. cocok dipakai.
Selain itu, tentu ada pula teori lain lagi, seperti teori Sebaliknya, teori kekayaan bertujuan (doelver mo­gens
or­gan yang diajarkan oleh Otto von Gierke, dan teori pro­ theorie) justru hanya tepat untuk badan hukum ya­ya­san
prie­te collective yang diajarkan oleh Marcel Planiol atau (stiftung, stichting, wakaf) yang tidak mem­punyai anggota.
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
70 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 71

Sementara itu, teori fiktie dan teori organ yang nam­paknya dalam hukum pidana tidak mungkin kecuali hanya ter­hadap
berkebalikan, sebenarnya, dapat dilihat se­bagai dua sisi manusia (natuur­lijke persoon). Akan tetapi, me­nu­rut Paul
dari mata uang yang sama saja, yaitu bah­wa badan hukum Scholten, dalam bidang keperdataan, peng­hi­na­an dapat
itu dapat diakui sebagai subyek hukum se­bagai rechtsper­ saja terjadi oleh dan terhadap badan hukum yang berakibat
soon atau menselijk persoon yang me­rupa­kan lawan kata merugi­kan kehormatan dan nama baik (ci­­tra) badan hukum
dan sekaligus pasangan bagi konsep orang sebagai subyek itu. Oleh sebab itu, akibat penghinaan itu, badan hukum
hukum atau natuurlijke persoon. yang bersangkutan dapat digugat per­da­ta.
Oleh karena sebagai subyek hukum, keduanya –yaitu Di samping semua uraian tersebut di atas, yang juga
natuurlijke persoon dan rechtspersoon– pada dasar­nya pen­ting dikemukakan ialah bahwa setiap badan hukum
sama saja, apa dengan begitu keduanya mempunyai ke­ yang dapat dikatakan mampu bertanggung­jawab (rechts­
mampuan yang juga sama dalam melakukan semua je­nis bevoegheid) secara hukum,87 haruslah memiliki em­pat
perbuatan hukum? Jawabnya jelas tidak. Badan hu­kum itu un­sur pokok, yaitu:
tidak mempunyai kehendak sendiri. Ia hanya dapat melaku- 1) Harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan subyek hu­
kan perbuatan melalui perantaraan orang-orang biasa kum yang lain;
(natuurlijke persoon) yang menjadi pengurus­nya. Pengurus 2) Mempunyai tujuan ideal tertentu yang tidak ber­ten­tang­
itu bekerja tidak untuk dirinya sendiri atau sekurangnya an dengan peraturan perundang-undang­an;
tidak semata untuk dirinya sendiri, melain­kan untuk dan 3) Mempunyai kepentingan sendiri dalam lalu lintas hu-
atas nama badan hukum itu.86 kum;
Oleh karena kekhususannya jika dibandingkan dengan 4) Ada organisasi kepengurusannya yang bersifat ter­atur
subyek hukum orang biasa (natuurlijke persoon) itu, maka menurut peraturan perundang-undangan yang ber­laku
tidak semua perbuatan hukum dapat dilakukan oleh badan dan peraturan internalnya sendiri.
hukum. Artinya, badan hukum tidak dapat me­ne­ri­ma semua Unsur kekayaan yang terpisah dan tersendiri dari
jenis hak dan menjalankan semua jenis ke­wajiban seperti pemilikan subyek hukum lain, merupakan unsur yang pa­
halnya manusia biasa (natuurlijke per­soon). Semua badan ling pokok dalam suatu badan untuk disebut sebagai badan
hukum memang dapat mempunyai harta kekayaan, tetapi hukum (legal entity) yang berdiri sendiri. Unsur kekayaan
jenis-jenis haknya berbeda-beda satu sama lain. Misalnya, yang tersendiri itu merupakan persyaratan penting bagi
yayasan tanah wakaf tidak boleh dibebani hak milik atas badan hukum yang bersangkutan (i) sebagai alat baginya
tanah. Karena badan hukum tidak dapat meninggal dunia, untuk mengejar tujuan pendirian atau pembentukannya.
maka apabila ia bubar, ke­kayaan­nya tidak dapat diwariskan Ke­kayaan tersendiri yang dimiliki badan hukum itu; (ii)
kepada ahli waris para peng­urus­­nya. da­pat menjadi objek tuntutan dan sekaligus menjadi; (iii)
Mahkamah Agung Belanda dalam putusannya tang­gal objek jaminan bagi siapa saja atau pihak-pihak lain dalam
16 Februari 1891 (W. 6083) menyatakan bahwa peng­hina­an mengadakan hubungan hukum dengan badan hukum yang
2002, hal. 14. bersangkutan.
86
Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum di Indo­ne­­sia,
Pe­ner­bit Pembangunan, Jakarta, 1965, hal. 39. Dengan adanya unsur keterpisahan harta ini, maka
87
W.C.K. van der Grinten, Asser’s Handleiding tot de Beoe­fe­ning van siapa yang saja yang menjadi pendiri dan pengurus badan
het Nderlands Burgerijk Recht, Zwolle, 1973, hal. 132-dst dalam Arifin P.
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
72 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 73

hukum serta pihak-pihak lain yang berhubungan dengan penting dirumuskan dengan jelas, se­hing­ga upaya-upaya
badan hukum yang bersangkutan, haruslah benar-benar yang perlu dilakukan untuk men­ca­pai­­nya juga menjadi
me­misahkan antara unsur pribadi beserta hak milik pribadi, jelas.
dengan institusi dan harta kekayaan badan hukum yang Kejelasan hubungan antara usaha dan tujuan itulah
bersangkutan. Karena itu, perbuatan hukum pribadi orang yang nantinya akan menentukan lingkup kompetensi atau
yang menjadi anggota atau pengurus badan hukum itu den- kewenangan badan hukum itu sendiri sebagai subyek hu­kum
gan pihak ketiga tidak mempunyai akibat hukum ter­hadap dalam dinamika lalu lintas hubungan-hubungan hu­kum.
harta kekayaan badan hukum yang sudah terpisah tersebut. Kejelasan ini penting, karena badan hukum hanya da­pat
Menurut Arifin Soeria Atmadja, kekayaan ba­dan hukum bertindak melalui perantaraan organ-organ jabatan yang
yang terpisah itu, membawa akibat antara lain: ada di dalamnya, dimana pemegang jabatan-jabatan itu
a. kreditur pribadi para anggota badan hukum yang ber­ pada akhirnya adalah orang per orang pengurusnya atau
sangkutan tidak mempunyai hak untuk menun­tut har­ta anggotanya. Dengan adanya kejelasan lingkup kom­pe­ten­si
kekayaan badan hukum tersebut; itu, tentu akan mudah untuk membedakan mana per­buatan
b. para anggota pribadi tidak dapat menagih piutang ba­dan yang bersifat pribadi dari pengurusnya dan mana perbuatan
hukum terhadap pihak ketiga; yang merupakan perbuatan badan hu­kum itu sebagai subyek
c. kompensasi antara hutang pribadi dan hutang badan hukum (rechtspersoon).
hu­kum tidak dimungkinkan; Misalnya, seorang pengurus suatu badan hukum
d. hubungan hukum, baik persetujuan maupun proses yayasan pendidikan menggunakan uang kas yayasan itu
antara anggota dan badan hukum, dilakukan seperti untuk keperluan membeli kado bagi anak tetangganya
hal­nya antara badan hukum dengan pihak ketiga; yang menikah, harus dicatat sebagai hutang pribadi yang
e. pada kepailitan, hanya para kreditur badan hukum da­pat bersangkutan kepada badan hukum yayasan. Karena ke­giat­
menuntut harta kekayaan yang terpisah. an menyumbang untuk kado perkawinan tidak ada kaitan
Dalam setiap badan hukum dipersyaratkan pula ad- sama sekali dengan tujuan dan lingkup kegiatan badan
anya tujuan tertentu yang tidak bertentangan dengan per­ hukum yayasan pendidikan yang bersangkutan. Ke­giatan
aturan perundang-undangan. Tujuan badan hukum da­­pat pemberian kado itu adalah perbuatan pribadi peng­urus yang
berupa tujuan yang bersifat ideal tertentu, ataupun tujuan bersangkutan yang tentunya harus dipertang­gung­jawabkan
yang relatif lebih praktis yang bersifat komersial atau yang secara pribadi pula.
berkaitan dengan keuntungan. Misalnya, badan hukum Unsur ketiga yang harus dimiliki oleh setiap badan
dapat berorientasi mencari keuntungan (profit-oriented) hukum adalah kepentingan tersendiri dalam lalu lintas
atau tidak mencari keuntungan (non-profit-orien­ted). Tu- hukum. Sebagai akibat adanya kekayaan yang tersendiri
juan-tujuan itu haruslah merupakan tujuan ba­dan hukum dan tujuan serta aktivitas tersendiri, maka badan hukum
sebagai institusi yang terpisah dari tujuan-tujuan yang (rechtspersoon) juga mempunyai kepentingan-kepenting­an
bersifat pribadi dari para pendirinya ataupun pengurusnya. ju­ga Pasal 29 KUH Perdata.
88
J.H.A. Logeman, Over de Theori van een Stellig Staatsrecht, ter-
Karena itu, tujuan-tujuan institusi badan hu­kum ini sangat jemahan Makkatutu dan J.C. Pangkerego dalam bahasa Indonesia, Tentang
Soe­ria Atmadja, Keuangan Publik da­lam Perspektif Hukum: Teori, Praktek, Teori Suatu Hukum Tata Negara Positif, dengan diberi pengantar oleh G.J.
dan Kritik, Badan Pe­nerbit Universitas Indonesia, 2005, hal. 124-125. Li­hat Resink, Ichtiar Baru-van Hoeve, 1975, hal. 69.
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
74 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 75

subyektif yang tersendiri pula dalam pergaulan hukum. Ke- Organisasi yang baik dan teratur biasanya selalu
pentingan-kepentingan subyektifnya itu sendiri di­lindungi men­jadi­kan anggaran dasar sebagai konstitusi, anggaran
oleh hukum, sehingga setiap badan hukum dapat memper- rumah tangga, dan peraturan-peraturan keorganisasian
tahankan kepentingannya itu terhadap pihak lain dalam lain­nya serta kode etika yang berlaku secara internal seba­
pergaulan hukum (rechtsbetrekking).88 gai pegangan atau rujukan dalam setiap kegiatan ke­organi­
Unsur terakhir atau keempat adalah adanya organi­sa­ sasi­an. Jika timbul permasalahan, perbedaan pen­dapat,
si kepengurusan yang bersifat teratur menurut per­aturan atau perselisihan antar pengurus atau anggota, di dalam
perundang-undangan negara dan peraturan-per­aturan in- berbagai peraturan tersebut tentunya sudah diatur adanya
ternalnya sendiri. Di satu pihak badan hukum ter­ikat pada mekanisme penyelesaian yang dapat dijadikan rujuk­an.
hukum negara (state law), tetapi secara inter­nal badan Dengan demikian, perbedaan pendapat tidak perlu menye-
hukum itu juga terikat pada internal law yang berlaku di babkan timbulnya perpecahan organisasi yang tidak dapat
dalamnya, yaitu yang tertuang dalam anggaran dasar dan diselesaikan secara damai dan bermartabat sesuai dengan
anggaran rumah tangga serta peraturan-per­aturan yang perangkat norma hukum dan etika (rule of law atau­­pun rule
dibuat secara internal oleh pengurusnya. Ke­ter­aturan organ- of ethics) yang berlaku.
isasi badan hukum itu, di samping ditentu­kan oleh ketaatan Jika keempat unsur pokok yang diuraikan di atas itu
kepada norma-norma hukum negara, juga tergantung ke- sudah terpenuhi, maka suatu badan atau organisasi ter­tentu
pada ketaatan terhadap norma-norma hu­kum yang berlaku dapat disebut sebagai badan hukum. Namun da­lam praktik,
secara internal tersebut. meskipun organisasi itu telah memenuhi un­sur-unsur per-
Setiap badan hukum hanya dapat bertindak melalui tama sampai dengan unsur keempat, te­ta­pi selama belum
or­gan kepengurusannya. Karena itu, keteraturan organisa­ terdaftar sebagai badan hukum, organisasi itu secara formal
si kepengurusan badan hukum itu menjadi sangat penting. belum dapat diakui sah sebagai badan hu­­kum. Karena itu,
Dalam anggaran dasar harus diatur pembagian tugas dan timbul persoalan mengenai apakah pendaftaran sebagai
tanggung­jawab yang baru dan jelas (stelselmatige arbeids­ badan hukum juga dapat di­sebut sebagai unsur kelima dari
deling) agar tidak timbul masalah dalam upaya mencapai tu- badan hukum. Jika suatu orga­ni­sasi telah resmi terdaftar
juan organisasi badan hukum yang bersangkutan. Ang­garan menurut peraturan per­undang-undangan yang berlaku, ba-
dasar badan hukum itu tidak ubahnya merupakan konstitusi rulah statusnya se­ba­gai badan hukum dapat dikatakan sah
atau hukum yang tertinggi dalam setiap organi­sa­si badan menurut hukum. Ka­rena itu, apa salahkah tindakan pendaf-
hukum. Anggaran dasar sebagai konstitu­si itu di­jabar­kan taran itu juga di­anggap se­ba­gai unsur pokok kelima?
lagi dalam anggaran rumah tangga, dan ber­ba­gai peraturan Pada umumnya, untuk dapat diakui sebagai badan
yang ditetapkan oleh pengurus. Di sam­ping itu, dapat pula hu­­kum (rechtspersoon), tentunya organisasi yang ber­
dibentuk tersendiri adanya Code of Ethics yang diberlaku- sangkut­an harus didaftarkan menurut ketentuan peratur­an
kan bagi pengurus dan anggota, jika ang­gota badan hukum perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi, di antara
yang bersangkutan sangat banyak jumlahnya dan memang para sarjana ada juga yang berpendapat lain menge­nai hal
memerlukan kode etika atau ko­de perilaku yang tersendiri. itu. Di samping itu, masing-masing bentuk badan hu­­kum
juga berlain-lainan pula pengaturannya mengenai sa­at ter-
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
76 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 77

bentuknya badan hukum itu. Misalnya, koperasi di­ben­tuk gan yang berlaku dan per­a­tur­­an internalnya sendiri; dan (v)
dengan atau dianggap terbentuk pada saat hasil mu­syawarah terdaftar sebagai badan hu­kum sesuai dengan peraturan
rapat anggota untuk tujuan pendirian ko­perasi itu selesai perundang-undangan yang berlaku.
memutuskan hal itu. perseroan terbatas di­bentuk dan disah- Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kri­te­
kan pada saat badan hukumnya di­sah­kan oleh menteri yang ria suatu lembaga atau organisasi dapat dikatakan seba­gai
berwenang untuk itu, dan lain se­bagai­nya. badan hukum atau bukan, tidaklah dirinci diatur. Titel
Menurut Paul Scholten dan juga Pitlo, tidak benar ji­­ka XIX Pasal 1653 Burgerlijk Wetboek hanya menyebut van
dikatakan bahwa suatu yayasan memperoleh status ba­­dan Zedelijke lichaam atau rechtspersoon yang dalam bahasa
hukum dengan mencatatkannya dalam daftar se­perti yang Indo­nesia biasa diterjemahkan dengan perkumpulan.90
dimaksud dalam Pasal 3 Armenwet Tahun 1912. Menurut Menurut Arifin Soeria Atmadja, terjemahan zedelijke li­cha­
Paul Scholten, “... kita harus menerima bahwa ya­yasan am dengan perkumpulan itu adalah keliru, karena me­nu­­rut
sudah lebih dulu berkedudukan sebagai badan hu­­kum dan Fockema Andreae, zedelijke lichaam itu identik dengan
memperoleh kedudukan itu dari sumber lain”.89 rechtspersoon.91
Akan tetapi, sesuai tuntutan perkembangan modern, Dalam Pasal 1653 Burgerlijk Wetboek dinyatakan,
pendaftaran status badan hukum itu sekurang-kurangnya “Behal­ve de eigenlijke maatschap erkent de wet ook ver­
dapat dilihat sebagai syarat formil selain keempat syarat ma­ eenigingen van personen als zedelijke lichamen het zij
te­riil yang sudah disebut sebagai unsur pokok dalam uraian dezelve op openbaar gezag als zoodaniniginge-steld of
di atas. Untuk kepentingan tertib hukum, sudah seharusnya, ekend, het zij als geoorlofd zijn toe gelaten, of aleen tot een
semua badan hukum terdaftar, dan status pen­daftaran itu bepaalde oog merk, niet strijdig met de wetten of met de
diberi arti dengan ditambahkan sebagai syarat formil yang goede zeden, zijn zamengesteld”.92 Secara bebas, ketentuan
diperlukan untuk sahnya badan hukum itu dalam lalu lintas Pasal 1653 B.W. tersebut dapat diterjemahkan, “Selain per­
hukum di mata negara. seroan sejati, oleh undang-undang dikenal pula per­kum­
Dengan demikian, di alam hukum modern dewasa ini, pul­­an-perkumpulan orang-orang sebagai badan hu­kum,
untuk dapat disebut sebagai badan hukum, suatu orga­ni­­sasi, baik karena didirikan atau diakui oleh pemerintah sebagai
badan, perkumpulan, atau suatu perikatan hukum sebaik­nya pemegang otoritas publik maupun karena telah diterima
haruslah memenuhi lima unsur persyaratan se­ka­ligus. Ke- ada­nya atau karena telah berdiri untuk maksud-maksud
lima unsur persyaratan itu adalah adanya (i) har­ta kekayaan ter­tentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang
yang terpisah dari kekayaan subyek hu­kum yang lain; (ii) atau kesusilaan yang baik”.
unsur tujuan ideal tertentu yang ti­dak bertentangan dengan Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka dari segi
peraturan perundang-un­dang­an; (iii) kepentingan sendiri pembentukannya, oleh Arifin P. Soeria Atmadja, dike­mu­­ka­
dalam lalu lintas hukum; (iv) organisasi kepengurusannya kan adanya tiga jenis badan hukum, yaitu:
yang bersifat teratur menurut peraturan perundang-undan- 1) Badan hukum yang diadakan atau dididirikan oleh pe­
merintah;
89
Lihat Ali Rido, op. cit., hal.111.
90
Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjemahan R. Sub- 2) Badan hukum yang diakui oleh pemerintah; dan
ekti dan Tjitrosoebono, Jakarta, 1982, hal. 385-dst. 3) Badan hukum dengan konstruksi perdata.
91
Lihat van der Grinten, op. cit., hal. 117 dan 207-dst, S.J. Fockema An­dreae,
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
78 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 79

Rupanya, pembedaan antara badan hukum publik


2. Badan Hukum Publik dan Perdata atau privat, bagi Kansil, terletak pada sumber kekuasaan
atau subyek yang mengatur dan membentuknya. Jika ba­dan
Badan hukum atau rechtspersoon sebagai subyek hukum tersebut dibentuk oleh penguasa umum atau negara,
hukum se­perti yang telah diuraikan di atas, biasa dibedakan maka badan hukum itu disebut badan hukum pu­blik. Tetapi,
antara penger­ti­an badan hukum publik dan badan hukum jika badan hukum itu dibentuk atas kehendak pribadi orang
privat (perdata). Menurut C.S.T. Kansil dan Cristine S.T. per orang, maka badan hukum itu disebut ba­dan hukum
Kan­sil, da­lam bukunya Pokok-Pokok Badan Hukum,93 perdata atau privat. Partai politik dibentuk oleh individu
atau perorangan, tetapi Badan Usaha Milik Ne­ga­ra (BUMN)
“Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) dibentuk oleh penguasa karena kekua­sa­an­­nya yang bersifat
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik sehingga harus disebut pula se­bagai badan hukum
hukum publik atau yang menyangkut kepentingan
publik.
publik atau orang banyak atau negara umum-
nya.” Namun, jika disimpulkan demikian, aneh juga bahwa
Kansil dan Cristine mengkategorikan Perguruan Tinggi
Badan Hukum Publik itu, menurut mereka, merupa­ Ne­geri yang dibentuk berdasarkan ketentuan Peraturan
kan badan-badan negara dan mempunyai kekuasaan wi­la­­­yah Pe­merintah No. 61 Tahun 1999 sebagai Badan Hukum Pri­­
atau merupakan lembaga yang dibentuk oleh yang ber­­­kuasa vat.95 Oleh karena itu, seharusnya, untuk menentukan letak
berdasarkan perundang-undangan yang dijalan­kan secara perbedaan antara badan hukum publik dan badan hukum
fungsional oleh eksekutif atau pemerintah atau badan pen- privat itu kita tidak boleh hanya melihat dari segi subyek
gurus yang diberikan tugas untuk itu. Oleh kare­na demikian, yang membentuknya, yaitu kekuasaan umum atau negara.
maka Kansil menyebut Bank Indonesia, bank-bank negara, Menurut Prof. Dr. Arifin P. Soeria Atmadja, S.H.,96 da­
dan bahkan perusahaan atau Badan-ba­­dan Usaha Milik lam kehidupan sehari-hari memang dikenal dua jenis ba­dan
Negara sebagai contoh bentuk badan hu­­kum publik. hukum ditinjau dari sudut kewenangan yang di­milikinya,
Sedangkan yang disebut sebagai badan hukum privat yakni badan hukum publik (personne morale) dan badan
oleh Kansil diartikan sebagai badan hukum yang di­dirikan hukum privat (personne juridique). Badan hu­kum publik
berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut (personne morale) mempunyai kewenang­an untuk menge-
kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu. luarkan kebijakan publik, baik yang meng­i­kat umum seperti
Badan hukum semacam itu merupakan badan swasta yang Undang-Undang Perpajakan mau­pun yang tidak mengikat
didirikan oleh pribadi orang itu untuk tujuan tertentu yaitu umum seperti APBN. Sedangkan badan hukum privat (per­
mencari keuntungan, sosial, pendidikan, il­mu pengetahuan, sonne juridique) tidak mem­punyai kewenangan mengeluar-
politik, kebudayaan, kesenian, olahraga, dan lain-lainnya, kan kebijakan publik yang da­pat mengikat umum.
menurut hukum yang berlaku secara sah. Oleh karena itu, cit., hal.128.
92
Ibid.
partai politik, oleh Kansil, dikategori­kan sebagai badan hu- 93
C.S.T. Kansil dan Cristine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Badan Hu­­kum,
kum privat atau perdata, bukan ba­dan hukum publik.94 Pus­ta­ka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, hal. 10-13.
94
Ibid., hal. 13.
Rechtsgeleerd Handoordenboek, 1951, dalam Arifin P. Soeria At­ma­dja, op. 95
Ibid.
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
80 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 81

Dengan perkataan lain, badan hukum publik itu between public and private law resides precisely
sen­diri terkait erat dengan organisasi negara sebagai pe- in the fact that the relation between the State and
gang otori­tas publik atau pemegang kekuasaan umum. its subjects can have not only a “public” but also
a “private” character.”
Selanjutnya, negara itu sebagai badan hukum publik tidak
mungkin melaksanakan kewenangan-kewenangan pu­blik­­
Untuk menentukan apakah suatu badan hukum
nya tanpa melalui organ-organnya. Seperti dikata­kan oleh
adalah publik atau privat, biasanya dapat dilihat dari segi
Hans Kelsen, “The State acts only through its or­gans.”97
statusnya merupakan organ atau bagian dari organ negara
Salah satunya adalah pemerintah yang diberi­kan kewenan-
sebagai pemegang kekuasaan umum atau bukan. Jika ba­dan
gan berdasarkan konstitusi untuk mewakili nega­ra sebagai
hukum itu merupakan organ atau bagian dari organ ne­­gara
pemegang otoritas publik.
yang mempunyai otoritas publik, dan mempunyai kewenan-
Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya,
gan untuk mengikat untuk umum, maka badan hu­kum itu
ba­dan hukum negara dapat pula mendirikan badan-badan
dikatakan badan hukum publik. Karena itu dapat dikatakan
hu­kum publik lainnya atau lembaga-lembaga negara, se­
bahwa semua badan hukum publik adalah ju­ga lembaga
suai dengan kebutuhannya menurut hukum. Negara da­pat
negara, meskipun tidak semua lembaga negara mempunyai
mendirikan badan hukum publik seperti daerah-daerah
kedudukan sebagai badan hukum pu­blik.
atau pemerintahan daerah, ataupun mendirikan badan-ba­­
Namun demikian, lembaga-lembaga negara yang me-
dan hukum perdata seperti mendirikan persero, ko­pe­ra­­si,
nyandang predikat sebagai badan hukum publik itu sen­diri
badan hukum milik negara, dan sebagainya. Sedang­kan
tetap dapat pula bertindak di lapangan hukum privat seperti
badan hukum perdata tidak mempunyai kewenangan un­tuk
menyewa rumah atau membeli alat tulis kantor dan seb-
membentuk badan publik.98
againya. Berbagai transaksi di lapangan hukum per­data itu
Bahkan, seperti dikemukakan oleh Hans Kelsen da­lam
tidak menyebabkan badan hukum publik yang bersangkutan
bukunya General Theory of Law and State,99
berubah menjadi badan hukum perdata. Se­ba­liknya, badan
“In all modern legal orders, the State, as well as hukum perdata seperti persero ataupun koperasi dapat saja
any other juristic person, may have rights in rem terlibat dalam akitiftas di lapangan hu­kum publik. Misalnya,
and rights in personam, nay any of the rights sebagai badan hukum melakukan pelanggaran hukum di
and duties stipulated by “private law”. When there bidang hukum administrasi negara. Misalnya melanggar
is a civil code, its norms apply equally to private persyaratan perijinan yang diberikan oleh pemerintah untuk
persons and to the State. Disputes concerning
melakukan sesuatu perbuatan hukum di bidang pertam-
such rights and obligations of the State are usu­
ally settled in the same way as similar disputes bangan tertentu di luar yang su­dah ditentukan. Meskipun
between private parties. The fact that a legal bidang hukum yang dilanggar ada­­lah hukum publik, yaitu
relationship has the State for one of its parties hukum administrasi negara, ti­dak lantas badan hukum
does not necessarily remove it from the domain perdata yang bersangkutan ber­ubah menjadi badan hukum
of private law. The difficulty in distinguishing publik karenanya.

96
Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik Dalam Perspektif Dengan perkataan lain, untuk mudahnya, seperti di­
Hu­kum: Teori, Praktek, dan Kritik, Badan Penerbit Universitas In­do­nesia, 2005, hal.124.
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
82 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 83

nyata­kan oleh Arifin Soeria Atmadja, badan hukum publik itu baik di pusat maupun di daerah. Unit-unit pela­yanan itu
adalah badan yang mempunyai kewenangan menge­luar­kan bersifat publik, tetapi mengalami proses priva­tisasi sesuai
kebijakan publik, baik yang mengikat umum atau algemeen tuntutan konsumen di pasar (market). Saking banyaknya
bindend seperti undang-undang perpajakan atau yang tidak unit-unit kegiatan untuk kepentingan umum atau publik
mengikat umum seperti undangan anggaran pendapatan yang ditangani oleh organisasi-organi­sasi yang tersendiri di
dan belanja negara. Sedangkan badan hukum per­data tidak luar struktur pemerintahan yang konven­sio­nal, di Inggris,
mempunyai kewenangan mengeluarkan kebijakan publik muncul istilah Quango’s sebagai singkatan quasi autono­
yang bersifat mengikat masyakarat umum.100 mous non-gevermental organi­za­tions atau qua­si NGO’s
Dipandang secara umum, memang pengertian de­mi­ untuk menyebut organisasi dengan bentuk se­perti NGO’s
kian dapat dijadikan pegangan untuk memahami per­bedaan tetapi merupakan organ yang dibentuk se­ca­ra resmi oleh
antara badan hukum publik dan badan hukum pri­vat atau pemerintah.
perdata pada umumnya. Akan tetapi, jika di­kaitkan dengan Jika organisasi-organisasi tersebut diberi status badan
kompleksitas perkembangan yang terjadi dengan berbagai hukum sulit rasanya untuk menyebutnya sebagai badan
aneka bentuk dan corak organisasi-orga­ni­sasi pemerintahan hukum publik atau perdata. Demikian pula badan-badan
dan kenegaraan pada umumnya, serta kompleksitas corak hukum milik negara seperti perguruan tinggi, ku­rang tepat
dan bentuk organisasi kemasyarakatan yang berkembang untuk disebut murni sebagai badan hukum perdata. Se-
dewasa ini dimana-mana, kita patut un­tuk memikirkan bab, masih dapat dipersoalkan apakah Keputus­an Rektor
ulang mengenai pembedaan antara ke­dua jenis badan hu- Universitas BHMN yang mungkin merugikan mahasiswa
kum publik dan privat itu. Misalnya, apa­­kah sudah tepat dapat digugat ke pengadilan tata usaha negara atau tidak?
partai politik kita kategorikan sebagai badan hukum privat Jika Rektor Universitas BHMN dianggap sebagai subyek
semata-mata karena pendirinya ada­lah orang per orang hukum perdata biasa, berarti bukan subyek hukum tata
privat? Demikian pula dengan per­kum­­pulan organisasi pen- usaha negara, maka gugatan terhadapnya ha­rus diajukan ke
didikan sebesar Muhammadiyah, apa­kah tepat jika hanya peradilan umum, bukan peradilan tata usaha negara.
disebut sebagai badan hukum privat? Demikian pula keputusan Majelis Wali Amanat se­ba­
Lagi pula dewasa ini bermunculan pula bentuk-ben­tuk gai pemangku mandat selaku wali amanat yang ber­tin­dak
organisasi Badan Hukum Milik Negara (BHMN), Ba­dan- untuk dan atas nama pemerintah sebagai pemilik badan
badan Layanan Umum (BLU)101, dan unit-unit ke­giat­an hukum, apakah dapat dianggap sebagai obyek per­adilan
pelayanan masyarakat yang diorganisasikan ter­pi­sah dari tata usaha negara atau bukan? Kepastian aturan menge­nai
fungsi-fungsi yang sebelumnya secara tradi­sional melekat hal-hal seperti ini patut diperhatikan dengan sung­guh-sung-
dalam fungsi-fungsi pelayanan oleh organi­sasi pe­me­rintah, guh, sehingga tidak menimbulkan kesulitan di kemudian
hari. Selintas memang dapat dikatakan sepan­jang kekayaan
97
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Russel and Russel, negara sudah dipisahkan, berarti orga­ni­sasi badan hukum
New York, 1973, hal. 195. milik negara itu sudah menjadi subyek hukum perdata
98
Arifin P. Soeria Atmadja, op. cit., hal. 124.
99
Hans Kelsen, op. cit., hal. 202. Cetak tebal oleh penulis.
100
Arifin P. Soeria Atmadja, op. cit., hal. 91. da­lam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 ten­tang Penge­lola­an
101
Mengenai Badan Layanan Umum ini dapat dibaca penga­turan­nya Keuangan Badan Layanan Umum, yang dite­tap­kan tanggal 13 Ju­ni 2005
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
84 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 85

biasa. Akan tetapi, tetap harus dibedakan antara BUMN hukum atau bukan, apalagi untuk mem­per­­soalkan apakah
dengan BHMN. Yang satu bertujuan men­cari keuntungan, statusnya merupakan badan hukum pu­­blik atau privat.
sedangkan yang lain tidak. Teori tentang badan hukum itu dapat dikatakan
Tujuan BHMN semata-mata untuk meningkatkan baru­­lah menjadi penting, apabila topik yang dibicarakan
mu­tu pelayanan kepada masyarakat, yang tadinya adalah ada­lah persoalan harta kekayaan dan transaksi kekayaan
tu­gas pemerintahan, tetapi kemudian dipisahkan melalui orga­nisasi atau badan yang bersangkutan dengan pihak
kelembagaan badan hukum tersendiri dengan maksud agar lain. Jika yang sedang dipersoalkan adalah persoalan harta
pelayanan (public services) itu dapat ditingkatkan lebih kekayaan organisasi yang bersangkutan, atau jika lembaga
bermutu untuk kepentingan masyarakat luas. Ke­pen­tingan yang bersangkutan mengadakan transaksi dengan pihak
masyarakat yang luas itulah yang disebut se­ba­gai kepentin- lain yang mempunyai konsekuensi keuangan atas keka­ya­
gan publik (public interest) yang menye­bab­­kan karakteristik an badan atau lembaga tersebut, barulah soal status ba­dan
badan hukum milik negara itu mem­punyai sifat sebagai hukum publik atau privat itu menjadi penting. Karena itu
badan hukum publik, meskipun juga mengandung unsur- dapat dikatakan bahwa sebenarnya pembicaraan ten­tang
unsur sifat badan hukum perdata. Dengan perkataan lain, badan status hukum publik atau perdata ini hanya rele­van
Badan Hukum Milik Negara itu da­pat saja disebut sebagai untuk konteks hukum perdata saja.
semi-publik atau semi-privat, atau­­­pun quasi privat dan Jika badan hukum itu murni perdata (privat) berarti
sekaligus quasi publik. peng­aturan mengenai harta kekayaannya tunduk se­pe­nuh­
Kebutuhan untuk membedakan antara badan hu­ nya di bawah rezim hukum perdata. Sebaliknya, jika ba­dan
kum publik atau privat itu sebenarnya hanyalah pemikiran hukum itu bersifat publik, maka ketentuan menge­nai keuan-
praktis di kalangan ahli hukum perdata saja. Sebab, dalam gan publik atau keuangan negara harus dijadikan referensi.
perspektif hukum tata negara, tidak terlalu banyak guna­ Jika badan hukum itu bersifat campuran, maka kedua rezim
nya membedakan keduanya. Badan hukum publik itu bagi hukum itu tetap perlu dijadikan rujukan, meskipun tetap
para sarjana hukum tata negara (constitutional lawyers) harus dibedakan satu sama lain, sehingga ti­dak terjadi per-
ada­lah lembaga negara atau organ negara, yang tentunya campuradukan yang menimbulkan ke­ka­cau­an hukum.
merupakan subyek hukum (legal-subject) tersendiri dalam Contoh lain untuk menggambarkan betapa tidak
hu­kum tata negara ataupun hukum administrasi negara. mudahnya membedakan secara tegas antara badan hu­kum
Semua lembaga negara organ pemerintahan adalah juga ba­ publik dan badan hukum perdata adalah organisasi se­­perti
dan hukum yang bersifat dan karenanya dapat menyan­dang korpri (Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia) dan
hak dan kewajiban tersendiri yang terpisah dari individu kadin (Kamar Dagang dan Industri). Sebe­nar­nya, ke­dua
anggota atau pengurusnya. Karena itu, dengan sebut­an
an Negara (Lem­bar­an Negara RI Tahun 2004 No­mor 5, Tambahan Lembaran
lembaga negara atau state institutions, state agen­cies, atau Ne­gara Republik Indonesia Nomor 4355). Lihat Lembaran Nega­ra Tahun
state organs, status hukum kelembagaan yang ber­­sangkutan 2005 Nomor 48 dan Tambahan Lem­bar­an Negara No­mor 4502.
102
Keputusan Presiden ini ditetapkan pada tanggal 8 Juni 2005.
sudah dapat diselesaikan masalahnya. Dengan demikian, 103
Keputusan Presiden No. 93 Tahun 2001 bertanggal 1 Agustus 2001.
statusnya tidak perlu dilihat apakah me­ru­pa­kan badan
dalam rang­ka pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 2004 ten­tang Per­ben­da­hara­
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
86 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 87

organisasi ini dibentuk untuk kepen­tingan privat para rah.


anggotanya. Akan tetapi, keduanya di­bentuk berdasarkan Dengan demikian, meskipun bukan organ negara te­
un­dang-undang dengan anggaran da­sar yang ditetapkan ta­pi bukan saja bahwa organisasi ini diatur dan dibentuk
dengan Peraturan Pemerintah atau dengan Keputusan oleh pemerintah, tetapi tujuan yang hendak dicapai serta
Pre­siden. Ketentuan mengenai Pembi­na­an Jiwa korpri di­a­ bidang kegiatan yang digelutinya dapat dikatakan memang
tur dengan Peraturan Pemerintah No­mor 42 Tahun 2004, bersifat publik. Tentu saja, di samping sifat-sifat publik
dan Anggaran Dasar korpri yang terakhir disahkan dengan itu, da­lam organisasi seperti ini juga terdapat hal-hal yang
Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2005.102 me­mang bersifat privat. Oleh sebab itu, tidak semua badan
Tidak jelas disebutkan apakah organisasi korpri ber­sta­ hu­kum dapat dikategorikan secara tegas sebagai badan hu-
tus sebagai badan hukum atau bukan. Akan tetapi, kare­na kum publik atau perdata. Ada beberapa di antaranya yang
di dalamnya terdapat kekayaan yang terpisah dari pri­badi bersifat campuran, semi, atau quasi. Bahkan, dapat pu­la
anggotanya, dan terpisah pula dari kekayaan pemerin­tah dipersoalkan mengenai manfaat praktis yang se­sungguhnya
yang mendirikannya, serta terdapatnya unsur-un­sur tu- dari upaya membedakan antara badan hu­kum publik atau
juan, unsur keteraturan organisasi, dan sebagai­nya yang privat itu.
menjadi ciri-ciri badan hukum, maka dapat di­kata­kan Untuk menyederhanakan pengertian, lebih baik
bahwa organisasi korpri juga adalah badan hu­kum. Apa­kah kita meng­gunakan istilah lembaga negara sebagai subyek
badan hukumnya bersifat perdata atau pu­blik? Hal ini lebih hu­kum, khususnya dalam lapangan hukum publik. Setiap
tidak jelas lagi. Jika dikatakan bersifat publik, jelas sekali lembaga negara dan lembaga pemerintahan, di lapangan
dalam Pasal 7 Anggaran Dasarnya yang me­nyatakan bahwa hukum tata negara dan hukum administrasi negara, dapat
“Kedaulatan organisasi berada di tangan anggota dan dilak- bertindak (bevoeg) sebagai subyek hukum secara sendiri-
sanakan sepenuhnya melalui mu­­sya­wa­rah me­nu­rut jenjang sendiri. Demikian pula di lapangan hukum perdata, lem­
organisasi”. Artinya, organisasi korpri itu mirip saja dengan baga-lembaga negara itu juga dapat bertindak dalam lalu
organisasi politik atau kemasyarakatan pada umumnya, lintas hukum. Namun, di bidang keperdataan tertentu,
yang menurut kri­te­­ria Arifin Soeria Atmadja atau Kansil tidak semua lembaga negara atau lembaga pemerintah ter­
sebagai organisasi privat. sebut dapat mempunyai kewenangan (bevoegheid) untuk
Pendanaan korpri, misalnya, ditentukan dalam Pa­sal bertindak khususnya berkenaan dengan kekayaan negara.
2 Keputusan Presiden No. 93 Tahun 2001, diperoleh dari Karena itu, status bank sentral sebagai badan hu­kum publik
iuran anggota, bantuan pemerintah pusat dan pe­merintah perlu dipertegas secara tersendiri. Demikian pula dengan
daerah, bantuan pihak lain yang tidak mengikat, dan usaha- pemerintah daerah, untuk berwenang meng­ikatkan diri
usaha lain yang sah, sesuai dengan ketentuan peraturan dalam perjanjian pinjam meminjam keuangan perdata den-
perundang-undangan yang berlaku.103 Artinya, sama seperti gan subyek perdata lainnya memerlukan pene­gas­an status
organisasi kemasyarakatan lainnya, Korps Pe­gawai Negeri sebagai badan hukum publik yang ditentukan berdasarkan
tidak memperoleh anggaran dari APBN atau APBD, tetapi peraturan perundang-undangan yang ber­laku.
dapat saja menerima dari APBN dan APBD dalam bentuk Artinya, badan hukum publik itu pada pokoknya ada­
bantuan dari pemerintah pusat atau­pun pemerintah dae- lah lembaga negara atau lembaga pemerintahan. Na­mun,
tidak semua lembaga negara dapat disebut badan hu­kum
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
88 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 89

publik. Untuk disebut sebagai badan hukum, lem­ba­ga tu­juan dibentuknya badan hukum yang bersangkutan, yai­
negara atau lembaga pemerintahan yang ber­sang­kut­an tu untuk tujuan-tujuan yang bersifat publik atau perdata
harus memenuhi syarat-syarat sebagai badan hu­kum seb- (pri­vat). Misalnya, orang mendirikan partai politik tentu­lah
agaimana telah diuraikan di atas. Di samping itu, statusnya dengan maksud untuk bergerak dalam kegiatan di lapang­an
sebagai badan hukum publik harus dinyatakan dengan tegas hukum publik, sehingga badan hukum partai poli­tik dapat
berdasarkan peraturan perundang-undang­an, khususnya disebut sebagai badan hukum publik, dan tidak dapat dise-
untuk memungkinkan lembaga ne­ga­ra yang bersangkutan but sebagai badan hukum privat.
mengikatkan diri dalam transaksi ke­per­dataan yang berkai- Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sepanjang telah
tan dengan harta kekayaannya se­ba­gai badan hukum yang menjadi perseroan yang tersendiri, statusnya sudah meru­pa­
terpisah. kan badan hukum perdata yang murni bergerak di la­pang­an
Mempertimbangkan berbagai perkembangan dan dunia usaha, meskipun ia dibentuk secara resmi oleh Pemer-
kom­pleksi­tas contoh-contoh kasus tersebut di atas, me­nu­rut intah dan mayoritas atau seluruh sahamnya di­­miliki oleh
saya, memang perlu diperhatikan pula bahwa sebe­nar­nya di Pemerintah. Sebaliknya, organisasi seperti Muham­madiyah,
dalam praktek, pembedaan antara status badan hukum pub- Nahdlatul Ulama, partai-partai politik dan sebagainya yang
lik atau privat itu tidaklah terlalu diperlukan. Kalau­pun di- kegiatannya bergerak di lapangan hu­kum publik, tidak salah
anggap perlu, maka untuk menentukan apa­kah suatu badan jika dikelompokkan sebagai badan hukum semi atau quasi
hukum itu publik atau privat, kita dapat saja melihatnya dari publik, meskipun pada saat yang bersamaan dapat pula
berbagai sudut pandang. Dari satu se­gi mungkin, badan hu- diperlakukan dan berfungsi sebagai badan hukum perdata.
kum itu bersifat perdata (privat), tetapi dari segi yang lain ia Sifat publik atau perdata yang terkait dengan status badan
dapat pula disebut publik, ter­gantung konteks dan peristiwa hukum ini tergantung ke­pada sifat dan corak transaksi atau
atau hubungan hukum yang melibatkan badan hukum itu hubungan hukum yang terkait atau yang melibatkan badan
sendiri sebagai subyek­nya. Badan hukum itu dapat dilihat hukum itu se­ba­gai subyeknya.
dari segi subyek kepen­ting­an hukum yang diwakilinya atau Dengan demikian, meskipun kita dapat saja mem­ba­gi
pada pada tujuan ak­ti­vitas yang dijalankannya. pengelompokan mana badan hukum yang bersifat per­data
Dari segi kepentingan yang diwakilinya, badan hu- dan mana yang bersifat publik, tetap saja penge­lompok­an
kum dapat disebut sebagai badan hukum publik apabila itu tidak bersifat mutlak. Ada saja tipe badan hu­kum yang
ke­pentingan yang menyebabkannya dibentuk didasarkan bersifat campuran, tergantung transaksi hu­kum yang meli-
atas kepentingan umum atau kepentingan publik, bukan ke­ batkan badan hukum itu sendiri sebagai subyek­nya.
pentingan orang per orang. Sebaliknya apabila kepen­ting­an Organisasi-organisasi seperti Muhammadiyah, Ta­man
yang menyebabkan ia dibentuk didasarkan atas kepentingan Siswa, atau organisasi lainnya yang berbentuk per­kum­pulan
pribadi orang per orang, maka badan hukum tersebut dise- (vereeniging) yang memang dimaksudkan un­tuk mengem-
but badan hukum privat atau perdata. bangkan kegiatan di bidang pendidikan, tentu da­pat juga
Di pihak lain, badan hukum tersebut disebut sebagai disebut sebagai badan hukum yang bersifat pu­blik, yang
badan hukum publik juga dapat dilihat dari maksud dan bukan murni bersifat privat. Akan tetapi, dalam lalu lintas
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
90 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 91

hukum perdata (privat), perkumpulan Muham­madiyah juga (1) Lembaga-lembaga negara yang dibentuk dengan mak­
menyandang hak-hak dan kewajiban-kewa­jib­an di lapangan sud untuk kepentingan umum dapat mem­punyai status
hukum perdata. Muhammadiyah didiri­kan oleh pribadi- sebagai badan hukum yang mewakili kepentingan umum
pribadi orang dan memiliki hak-hak per­da­ta atas tanah dan menjalankan aktivitas di bi­dang hukum pu­blik. Mis-
yang tersebar luas di seluruh Indonesia. Muham­madiyah alnya Komisi Pemilihan Umum yang dalam menjalankan
sebagai organisasi juga terlibat aktif da­lam transaksi-tran- tugasnya mene­tap­­kan keputusan tentang partai politik
saksi keperdataan dalam kegiatannya sehari-hari, sehingga yang berhak meng­ikuti pemilihan umum.
di pihak lain organisasi ini juga dapat di­sebut sebagai badan (2) Badan hukum yang mewakili kepentingan publik dan
hukum perdata. menjalankan aktivitas di bidang hukum perdata. Misal­
Akan tetapi, karena sifat publiknya sebagai organisasi nya, Bank Indonesia sebagai bank sentral menurut ke­
ke­agamaan terbesar kedua di samping Nahdlatul Ulama, ten­tuan Undang-Undang Dasar 1945 mengada­kan dan
Mu­hammadiyah lebih merupakan badan hukum publik dari­ menandatangani perjanjian jual beli valuta asing dengan
pada badan hukum perdata, meskipun ia dapat ber­tindak badan usaha lain.
sebagai subyek hukum di bidang-bidang keperdata­an. (3) Badan hukum yang mewakili kepentingan perdata
Karena, meskipun dari segi kepentingan yang diwakili­nya pen­dirinya tetapi menjalankan aktivitas di bidang hu­
maupun segi tujuan kegiatannya, badan hukum Mu­ham­ kum publik. Misalnya, suatu yayasan yang diben­tuk
madiyah itu juga mempunyai sifat publik, seperti di­urai­kan oleh pribadi-pribadi para dermawan untuk mem­bantu
di atas. Sebaliknya, badan hukum privat atau per­data juga pemberian bantuan obat-obatan dan fasilitas kesehatan
dapat menyandang hak-hak dan kewajiban-kewa­jib­an yang bagi orang miskin atau pegawai negeri sipil golong­an I
bersifat publik dalam lalu lintas hukum pu­blik. Oleh karena di sua­tu daerah tertentu.
itu, dapat dikatakan bahwa unsur-un­sur kepentingan yang (4) Badan hukum yang mewakili kepentingan perdata
diwakili dan tujuan kegiatan ba­dan hukum itu sangat me- pendirinya dan menjalankan aktivitas di bidang per­
nentukan apakah suatu badan hu­kum dapat dikategorikan data. Misalnya koperasi ataupun perseroan terbatas
sebagai badan hukum publik atau badan hukum perdata yang didirikan oleh pendirinya untuk kepentingan
atau privat, atau dapat meru­pa­kan kedua-duanya. per­da­ta dan menjalankan aktivitas perdagangan yang
Jika ketiga kategori badan hukum tersebut dihu­bung­ men­datangkan keuntungan perdata bagi yang ber­sang­
kan dengan pengertian lembaga negara seperti diuraikan di kutan.
atas, ada juga lembaga negara yang dapat di­sebut sebagai Badan hukum kategori pertama seperti Komisi Pe­
badan hukum publik. Artinya, lembaga ne­gara itu karena milih­an Umum (KPU) tersebut dapat diidentikkan dengan
dibentuk oleh kekuasaan umum dan di­maksudkan untuk lem­baga negara. Tetapi tidak semua lembaga ne­ga­ra iden­
menyelenggarakan kegiatan yang mempunyai tujuan untuk tik dengan badan hukum publik ataupun se­ba­lik­nya tidak
kepentingan umum, dapat pula berstatus sebagai badan semua badan hukum publik adalah lembaga nega­ra. Par­tai
hukum, yaitu badan hukum pu­blik. Jika dikaitkan dengan politik, seperti dikemukakan di atas bukan­lah lembaga
hal ini, maka kita dapat mem­bedakan adanya empat macam negara, tetapi dapat disebut sebagai badan hu­kum publik
badan hukum, yaitu: dan bukan merupakan badan hukum per­da­ta.
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
92 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 93

Oleh sebab itu, antara lembaga negara dengan ba­dan Semua kegiatan tersebut bersifat perdata, dan par­tai politik
hukum publik memang tidak identik, meskipun ada di­­an­tara­ yang bersangkutan sebagai badan hukum dapat bertindak
nya yang merupakan badan hukum publik yang sekaligus sebagai subyek hukum yang sah. Dalam hal demi­kian itu,
merupakan lembaga negara. Misalnya, Bank In­do­­nesia meskipun bertindak dalam lalu lintas hukum perdata, or-
sebagai bank sentral dapat disebut sebagai badan hu­kum ganisasi partai politik tersebut tetap ti­dak dapat disebut
publik dan sekaligus merupakan lembaga negara. sebagai badan hukum perdata, melain­kan by nature meru-
Keberadaan berbagai organisasi-organisasi yang bu­ pakan badan hukum yang bersifat pu­blik atau setidaknya
kan termasuk pengertian lembaga negara seperti partai po­li­ semi atau kuasi publik.
tik, organisasi kemasyarakatan dan sebagainya, terkait pu­la Demikian pula suatu badan usaha, seperti perseroan
dengan pengertian lembaga-lembaga non-negara atau non- terbatas ataupun koperasi yang didirikan oleh para pegawai
pemerintah. Organisasi-organisasi seperti itu bia­sa disebut suatu lembaga negara untuk maksud-maksud yang tiada
pula sebagai Organisasi Non-Pemerintah (ORNOP) ataupun lain bersifat perdata, meskipun didirikan oleh warga suatu
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau yang dikenal lem­baga negara yang bersifat publik tetap merupakan
sebagai Non-Governmental Organiza­tions (NGO’s). ba­dan hukum yang bersifat perdata. Misalnya, karyawan
Jika lembaga-lembaga semacam itu diberi status oleh dan pegawai serta para hakim konstitusi di Mahkamah
undang-undang sebagai badan hukum (legal body) atau Kon­sti­tusi bersama-sama membentuk Koperasi Mahka­mah
rechtspersoon, maka badan-badan dimaksud dapat di­sebut Konstitusi.
sebagai badan hukum publik atau setidaknya semi atau quasi Tujuan pembentukan koperasi itu jelas bersifat per­da­
publik yang berbeda ciri-cirinya dari badan hu­kum perdata ta untuk kepentingan anggota koperasi itu sendiri, se­hingga
seperti perseroan, koperasi, dan sebagainya yang memang oleh karenanya setelah koperasi tersebut mem­per­oleh status
dimaksudkan untuk bergerak di lapangan hu­kum perdata. sebagai badan hukum sebagaimana mestinya, tetap disebut
Meskipun demikian, organisasi-organisasi seperti sebagai badan hukum perdata atau privat, bukan badan hu-
par­tai politik memang didirikan untuk tujuan-tujuan dan kum publik hanya karena yang mendiri­kannya adalah para
ke­pen­tingan-kepentingan politik yang bukan bersifat per­da­ anggota suatu lembaga negara. Dengan perkataan lain, krite-
ta. Namun dalam kegiatannya sehari-hari, aktivitas-aktivitas ria utama yang menentukan suatu badan hukum itu perdata
yang dilakukannya dapat saja berkaitan dengan hal-hal yang atau publik terletak pada ke­pen­ting­an yang diwakili badan
bersifat publik atau semi publik ataupun dengan hal-hal hukum yang ber­sang­kut­an yang tercermin dalam tujuan dan
yang berkenaan dengan soal hak dan ke­wa­jib­an yang bersi- kepentingan para pen­diri badan hukum itu sendiri.
fat perdata. Sebagai partai politik sudah ten­tu kegiatannya Namun, terlepas dari perbedaan antara publik atau
berkaitan dengan dunia politik yang berkenaan dengan per­data itu, atau apakah pembedaan itu memang diperlu­
kepentingan rakyat banyak. kan atau tidak, yang penting, seperti diuraikan di atas, ba­
Tetapi sebagai badan hukum, partai politik itu dapat dan yang bersangkutan untuk dapat disebut sebagai badan
saja terlibat dalam lalu lintas hukum perdata, misalnya, hukum haruslah memenuhi lima syarat. Kelima syarat itu
men­­dapatkan hak atas tanah dan bangunan kantor, meng­­­ adalah: (i) adanya unsur harta kekayaan yang terpisah da­­ri
adakan jual beli benda-benda bergerak seperti ken­daran kekayaan subyek hukum yang lain; (ii) adanya tujuan ideal
bermotor, alat-alat tulis kantor, dan lain-lain se­ba­gai­­nya.
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
94 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 95

tertentu yang hendak dicapai oleh badan yang bersangkutan


yang tidak bertentangan dengan peraturan per­undang-
undangan; (iii) adanya kepentingan sendiri yang diper-
juangkan atau dipertahankan dalam lalu lintas hu­kum; (iv)
adanya organisasi kepengurusannya yang bersifat teratur
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
dan (v) bahwa badan hukum itu terdaftar res­­mi atau diakui
sebagai badan hukum menurut per­atur­an yang berlaku, atau
setidaknya termasuk salah satu dari tiga jenis badan hukum
menurut konstruksi Pasal 1653 BW seperti diuraikan di atas,
yaitu (a) yang diadakan atau di­dirikan oleh pemerintah,
(b) diakui oleh pemerin­tah, atau (c) yang dibentuk dengan
konstruksi perdata.
Perkembangan dan Konsolidasi Organisasi Negara
Lembaga Negara dan
96 Pasca Reformasi Lembaga-Lembaga Negara 97
Lembaga
Tinggi
Negara 99

2) Presiden yang diatur keberadaannya dalam Bab III


UUD 1945, dimulai dari Pasal 4 ayat (1) dalam peng­
2
........................................................................... atur­an mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara
Lembaga Tinggi Negara yang berisi 17 pasal;
3) Wakil Presiden yang keberadaannya juga diatur da­lam
Pasal 4 yaitu pada ayat (2) UUD 1945. Pasal 4 ayat (2)
A. Lembaga Negara dalam UUD 1945 UUD 1945 itu menegaskan, “Dalam me­la­ku­­kan ke­
wajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil
1. Lembaga-Lembaga Negara Presiden”;
4) Menteri dan Kementerian Negara yang diatur tersen­di­ri
dalam Bab V UUD 1945, yaitu pada Pasal 17 ayat (1),
Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi
(2), dan (3);
negara, ada dua unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu
5) Menteri Luar Negeri sebagai menteri triumvirat yang
organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadahnya,
dimaksud oleh Pasal 8 ayat (3) UUD 1945, yaitu ber­
sedang­kan functie adalah isinya; organ adalah status ben-
sama-sama dengan Menteri Dalam Negeri dan Men­­teri
tuknya (Ing­gris: form, Jerman: vorm), sedangkan func­tie
Pertahanan sebagai pelaksana tugas kepre­si­denan apa-
adalah gerakan wadah itu sesuai maksud pemben­tukan­nya.
bila terdapat kekosongan dalam waktu yang ber­samaan
Dalam naskah Undang-Undang Dasar Negara Re­publik
dalam jabatan Presiden dan Wakil Pre­siden;
In­do­nesia Tahun 1945, organ-organ yang di­mak­sud, ada
6) Menteri Dalam Negeri sebagai triumvirat bersama-
yang disebut secara eksplisit namanya, dan ada pula yang
sama dengan Menteri Luar Negeri dan Menteri Per­ta­
di­sebutkan eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lem­baga atau
hanan menurut Pasal 8 ayat (3) UUD 1945;
organ yang disebut bahwa baik namanya mau­pun fung­si
7) Menteri Pertahanan yang bersama-sama dengan Men­
atau kewenangan­nya akan diatur dengan per­aturan yang
teri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri di­tentukan
lebih rendah.
sebagai menteri triumvirat menurut Pasal 8 ayat (3)
Jika dikaitkan dengan hal tersebut di atas, seperti su­­
UUD 1945. Ketiganya perlu disebut secara sen­diri-
dah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan bah­­­wa
sendiri, karena dapat saja terjadi konflik atau sengketa
dalam UUD 1945, terdapat tidak kurang dari 34 or­­gan yang
kewenangan konstitusional di antara se­sa­ma mereka,
disebut keberadaannya dalam UUD 1945. Ke-34 organ atau
atau antara mereka dengan menteri lain atau lembaga
lembaga tersebut adalah:
negara lainnya;
1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) diatur dalam
8) Dewan Pertimbangan Presiden yang diatur dalam Pa­sal
Bab III UUD 1945 yang juga diberi judul “Ma­jelis Per-
16 Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Ne­gara
musyawaratan Rakyat”. Bab III ini berisi dua pasal,
yang berbunyi, “Presiden membentuk suatu dewan
yaitu Pasal 2 yang terdiri atas tiga ayat, Pa­sal 3 yang
pertimbangan yang bertugas memberikan na­si­hat
juga terdiri atas tiga ayat;
dan pertimbangan kepada Presiden, yang se­lan­jutnya
diatur dalam undang-undang”;1
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
100 Pasca Reformasi Negara 101
9) Duta seperti diatur dalam Pasal 13 ayat (1) dan (2); na kedudukannya yang khusus dan diistimewa­kan,
10) Konsul seperti yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1); satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
11) Pemerintahan Daerah Provinsi2 sebagaimana di­mak­sud istimewa ini diatur tersendiri oleh UUD 1945. Mi­salnya,
oleh Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6) dan ayat (7) UUD status Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta,
1945; Pemerintahan Daerah Otonomi Khusus Nangro Aceh
12) Gubernur Kepala Pemerintah Daerah seperti yang di­ Darussalam dan Pa­pua, serta Peme­rin­tahan Daerah
atur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945; Khusus Ibukota Ja­kar­ta. Ketentuan menge­nai kekhu-
13) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, seperti susan atau ke­is­ti­me­waannya itu diatur dengan undang-
yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UUD 1945; undang. Oleh karena itu, peme­rintahan daerah yang
14) Pemerintahan Daerah Kabupaten sebagaimana di­mak­ de­mi­kian ini perlu disebut se­cara tersendiri sebagai
sud oleh Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6) dan ayat (7) UUD lem­ba­ga atau organ yang ke­beradaannya diakui dan
1945; di­hor­mati oleh negara.
15) Bupati Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten seperti 21) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diatur dalam
yang diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945; Bab VII UUD 1945 yang berisi Pasal 19 sampai dengan
16) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten seperti Pasal 22B;
yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UUD 1945; 22) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang diatur dalam
17) Pemerintahan Daerah Kota sebagaimana dimaksud Bab VIIA yang terdiri atas Pasal 22C dan Pasal 22D;
oleh Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6) dan ayat (7) UUD 23) Komisi Penyelenggaran Pemilu yang diatur dalam Pa­
1945; sal 22E ayat (5) UUD 1945 yang menentukan bahwa
18) Walikota Kepala Pemerintah Daerah Kota seperti yang pemilihan umum harus diselenggarakan oleh suatu
diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945; ko­misi yang bersifat nasional, tetap, dan man­di­ri. Na­
19) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota seperti yang ma “Komisi Pemilihan Umum” bukan­lah na­ma yang
di­­atur oleh Pasal 18 ayat (3) UUD 1945; ditentukan oleh UUD 1945, melain­kan oleh Un­dang-
20) Satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus Undang;
atau istimewa seperti dimaksud oleh Pasal 18B ayat 24) Bank sentral yang disebut eksplisit oleh Pasal 23D, yai­
(1) UUD 1945, diatur dengan undang-undang. Ka­re­ tu “Negara memiliki suatu bank sentral yang su­sun­an,
1
Sebelum Perubahan Keempat tahun 2002, ketentuan Pasal 16 ini berisi 2 ayat, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan inde­
dan ditempatkan dalam Bab IV dengan ju­­dul “Dewan Per­timbangan Agung”. Arti- pendensinya diatur dengan undang-undang”. Seperti
nya, Dewan Per­tim­bangan Agung bu­kan bagian dari “Kekuasaan Pemerin­tah­an
Negara”, melainkan se­ba­gai lembaga tinggi negara yang berdiri sendiri. halnya dengan Komisi Pemilihan Umum, UUD 1945
2
Di setiap tingkatan pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota, da­pat dibe- belum menentukan nama bank sentral yang dimaksud.
dakan adanya tiga subyek hukum, yaitu (i) Pemerin­tah­an Daerah; (ii) Kepala Memang benar, nama bank sentral se­­karang adalah
Pemerintah Daerah; dan (iii) Dewan Perwakil­an Rakyat Daerah. Jika disebut
“Pe­me­rintahan” maka yang dilihat adalah subjek peme­rin­tah­an daerah sebagai Bank Indonesia. Tetapi, nama Bank Indonesia bukan
satu kesatuan. Kepala eksekutif di­sebut sebagai Kepala Pemerintah Daerah, bukan nama yang ditentukan oleh UUD 1945, melainkan oleh
“kepala peme­rintahan daerah”. Sedangkan badan legislatif daerah di­nama­kan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. undang-undang berdasarkan kenyataan yang diwarisi
3
Dalam rancangan perubahan UUD, semula tercantum pengatur­an mengenai dari sejarah di masa lalu.
Kejaksaan Agung. Akan tetapi, karena tidak men­da­pat­­kan kesepakatan, maka
sebagai gantinya disepakatilah rumusan Pasal 24 ayat (3) tersebut. Karena itu,
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
102 Pasca Reformasi Negara 103
25) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diatur tersend- yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
iri dalam Bab VIIIA dengan judul “Badan Pe­me­riksa yang tidak secara eksplisit disebut dalam UUD 1945. Pasal
Keuangan”, dan terdiri atas 3 pasal, yaitu Pa­sal 23E (3 24 ayat (3) UUD 1945 menentukan, “Badan-badan lain
ayat), Pasal 23F (2 ayat), dan Pasal 23G (2 ayat); yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
26) Mahkamah Agung (MA) yang keberadaannya diatur di­atur dalam undang-undang”. Artinya, selain Mahkamah
da­lam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 24A UUD 1945; Agung dan Mahkamah Konstitusi, serta Komisi Yudisial dan
27) Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga diatur keber­ kepolisian negara yang sudah diatur dalam UUD 1945, ma­
adaannya dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 24C UUD sih ada badan-badan lainnya yang jumlahnya lebih dari sa­­tu
1945; yang mempunyai fungsi yang berkaitan dengan ke­kua­sa­an
28) Komisi Yudisial yang juga diatur dalam Bab IX, Pasal kehakiman. Badan-badan lain yang dimaksud itu antara
24B UUD 1945 sebagai auxiliary organ terhadap Mah­ lain adalah Kejaksaan Agung yang semula da­lam rancangan
kamah Agung yang diatur dalam Pasal 24 dan Pa­sal Perubahan UUD 1945 tercantum sebagai sa­­lah satu lem-
24A UUD 1945; baga yang diusulkan diatur dalam Bab ten­tang Kekuasaan
29) Tentara Nasional Indonesia (TNI) diatur tersendiri Kehakiman, tetapi tidak mendapat kese­pakatan, sehingga
dalam UUD 1945, yaitu dalam Bab XII tentang Per­ pengaturannya dalam UUD 1945 di­tiada­kan.
ta­hanan dan Keamanan Negara, pada Pasal 30 UUD Namun, karena yang disebut dalam Pasal 24 ayat (3)
1945; tersebut di atas adalah badan-badan, berarti jumlahnya lebih
30) Angkatan Darat (TNI AD) diatur dalam Pasal 10 UUD dari satu. Artinya, selain Kejaksaan Agung, masih ada lagi
1945; lembaga lain yang fungsinya juga berkaitan dengan kekua-
31) Angkatan Laut (TNI AL) diatur dalam Pasal 10 UUD saan kehakiman, yaitu yang menjalankan fung­si penyelidi-
1945; kan, penyidikan, dan/atau penuntutan. Lembaga-lembaga
32) Angkatan Udara (TNI AU) diatur dalam Pasal 10 UUD dimaksud misalnya adalah Komisi Na­si­onal Hak Asasi
1945; Manusia (Komnas­ HAM), Komisi Pem­beran­tasan Tindak
33) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) yang Pidana Korupsi (KPK), dan sebagainya. Lem­baga-lembaga
juga diatur dalam Bab XII Pasal 30 UUD 1945; ini, seperti halnya Ke­jaksaan Agung, mes­ki­pun tidak secara
34) Badan-badan lain yang fungsinya terkait dengan eksplisit disebut dalam UUD 1945, te­tapi sama-sama memi-
kehakiman seperti kejaksaan diatur dalam undang- liki con­­sti­tutional importance da­lam sistim konstitusional
undang sebagaimana dimaksud oleh Pasal 24 ayat (3) ber­dasar­kan UUD 1945.
UUD 1945 yang berbunyi, “Badan-badan lain yang Misalnya, mengenai keberadaan Komnas Hak Asasi
fungsinya berkaitan dengan kekuasaan ke­ha­kim­­an man” dalam ke­ten­tu­an tersebut dapat ditafsirkan salah satunya adalah Kejaksaan
Agung. Di samping itu, sesuai dengan amanat UU, Komisi Pem­be­ran­­tasan Tindak
diatur dalam undang-undang”.3 Pidana Korupsi atau KPK juga dapat disebut sebagai con­­toh lain mengenai badan-
Bahkan, jika diuraikan lebih rinci lagi, apa yang di­ badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
ten­tu­kan dalam Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 tersebut dapat
4
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Ma­nu­­sia (Lem­baran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 39, Tam­bah­an Lembaran Negara
pula membuka pintu bagi lembaga-lembaga negara lain Republik Indonesia No. 3889).
5
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberan­tas­an Tindak
perkataan “badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehaki- Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Ta­hun 2002 Nomor 137,
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
104 Pasca Reformasi Negara 105
Manusia. Materi perlindungan konstitusional hak asasi ma­ Undang Dasar 1945 terdapat lebih dari 34 buah lembaga
nu­sia merupakan materi utama setiap konstitusi tertulis yang disebut baik secara langsung ataupun tidak langsung.
di dunia. Untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak Ke-34 organ tersebut dapat dibedakan dari dua segi, yaitu
asasi manusia itu, dengan sengaja negara membentuk sa­ dari segi fungsinya dan dari segi hirarkinya. Hi­rar­ki antar
tu komisi yang bernama Komnas HAM (Komisi Nasional lembaga negara itu penting untuk ditentu­kan, karena harus
Hak Asasi Manusia). Artinya, ke­be­rada­an lembaga negara ada pengaturan mengenai perlakuan hu­kum terhadap orang
bernama Komnas HAM itu sendiri sangat penting bagi yang menduduki jabatan dalam lembaga negara itu. Mana
negara demokrasi konstitusional. Karena itu, meskipun yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah perlu dipas-
pengaturan dan pembentukannya hanya di­da­sar­kan atas tikan untuk menentukan tata tempat duduk dalam upacara
undang-undang, tidak ditentukan sendiri dalam UUD, tetapi dan besarnya tunjangan jabatan terhadap para pejabatnya.
keberadaan­nya sebagai lembaga nega­ra mempunyai apa Untuk itu, ada dua kri­teria yang dapat dipakai, yaitu (i)
yang disebut sebagai constitutional im­por­tance yang sama kriteria hirarki bentuk sumber normatif yang menentukan
dengan lembaga-lembaga negara lainnya yang disebutkan kewenangannya, dan (ii) kualitas fungsinya yang bersifat
eksplisit dalam UUD 1945. utama atau penunjang dalam sistem kekuasaan negara.
Sama halnya dengan keberadaan Kejaksaan Agung dan Sehubungan dengan hal itu, maka dapat ditentukan
Kepolisian Negara dalam setiap sistem negara demo­krasi bahwa dari segi fungsinya, ke-34 lembaga tersebut, ada
konstitusional ataupun negara hukum yang demo­kratis. yang bersifat utama atau primer, dan ada pula yang bersifat
Keduanya mempunyai derajat kepentingan (im­por­tan­ce) sekunder atau penunjang (auxiliary). Sedangkan dari segi
yang sama. Namun, dalam UUD 1945, yang diten­tu­kan ke- hirarkinya, ke-34 lembaga itu dapat dibedakan ke dalam tiga
wenangannya hanya Kepolisian Negara yaitu da­lam Pasal lapis. Organ lapis pertama dapat disebut se­bagai lembaga
30, sedangkan Kejaksaan Agung sama sekali ti­dak disebut. tinggi negara. Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga
Hal tidak disebutnya Kejaksaan Agung yang dibandingkan negara saja, sedangkan organ lapis ketiga merupakan lem-
dengan disebutnya Kepolisian dalam UUD 1945, tidak baga daerah. Memang benar sekarang ti­dak ada lagi sebu-
dapat dijadikan alasan untuk menilai bahwa Ke­polisian tan lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara. Namun,
Negara itu lebih penting daripada Kejaksaan Agung. Kedua- untuk memudahkan pengertian, organ-organ konstitusi
duanya sama-sama penting atau memiliki con­sti­tutional pada lapis pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi
importance yang sama. Setiap yang menga­ku menganut negara, yaitu:
prinsip demokrasi konstitusional atau negara hukum yang 1) Presiden dan Wakil Presiden;
demokratis, haruslah memiliki pe­rang­kat kelembagaan 2) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
kepolisian negara dan kejaksaan sebagai lembaga-lembaga 3) Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
penegak hukum yang efektif. 4) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
5) Mahkamah Konstitusi (MK);
2. Pembedaan dari Segi Hirarkinya 6) Mahkamah Agung (MA);
7) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam Undang- Organ lapis kedua dapat disebut lembaga negara saja.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
106 Pasca Reformasi Negara 107
Ada yang mendapatkan kewenangannya dari UUD, dan Karena itu, dapat ditafsirkan bahwa nama resmi organ peny-
ada pula yang mendapatkan kewenangannya dari undang- elenggara pemilihan umum dimaksud akan ditentu­kan oleh
undang. Yang mendapatkan kewenangan dari UUD, misal- undang-undang. Undang-undang dapat saja mem­beri nama
nya, adalah Komisi Yudisial, Tentara Nasional Indonesia, kepada lembaga ini bukan Ko­m­isi Pe­mi­lih­an Umum, tetapi
dan Kepolisian Negara; sedangkan lembaga yang sumber misalnya Komisi Pemilihan Nasional atau nama lainnya.
kewenangannya adalah undang-undang, misalnya, adalah Selain itu, nama dan kewenangan bank sentral juga
Komnas HAM, Komisi Penyiaran Indo­nesia, dan sebagainya. ti­dak tercantum eksplisit dalam UUD 1945. Ketentuan Pasal
Kedudukan kedua jenis lembaga negara tersebut dapat 23D UUD 1945 hanya menyatakan, “Negara me­mi­liki suatu
disebandingkan satu sama lain. Hanya saja, kedudukan- bank sentral yang susunan, kedudukan, ke­wenangan, tang­
nya meskipun tidak lebih tinggi, tetapi jauh lebih kuat. gung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-
Keberadaannya disebutkan secara eksplisit dalam undang- undang”. Bahwa bank sentral itu diberi nama seperti yang
undang, sehingga tidak dapat ditiadakan atau dibubarkan sudah dikenal seperti selama ini, yaitu “Bank Indonesia”,
hanya karena kebijakan pem­bentukan undang-undang. maka hal itu adalah urusan pembentuk un­dang-undang yang
Lembaga-lembaga negara se­bagai organ konstitusi lapis akan menentukannya dalam un­dang-undang. Demikian pula
kedua itu adalah: dengan kewenang­an bank sen­tral itu, menurut Pasal 23D
1) Menteri Negara; tersebut, akan diatur dengan UU.
2) Tentara Nasional Indonesia; Dengan demikian derajat protokoler kelompok organ
3) Kepolisian Negara; konstitusi pada lapis kedua tersebut di atas jelas berbeda
4) Komisi Yudisial; dari kelompok organ konstitusi lapis pertama. Organ lapis
5) Komisi pemilihan umum; kedua ini dapat disejajarkan dengan posisi lembaga-lembaga
6) Bank sentral. negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang, sep-
Dari keenam lembaga atau organ negara tersebut di erti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Kom­nas HAM),4
atas, yang secara tegas ditentukan nama dan kewenangan­ Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),5 Komisi Penyiaran
nya dalam UUD 1945 adalah Menteri Negara, Tentara Na­ Indonesia (KPI),6 Komisi Peng­a­was Persaingan Usaha
sional Indonesia, Kepolisian Negara, dan Komisi Yu­di­si­al. (KPPU),7 Komisi Kebenaran dan Re­konsiliasi (KKR),8 Konsil
Komisi Pemilihan Umum hanya disebutkan kewe­nang­an Kedokteran Indonesia, dan lain-lain sebagainya.
pokoknya, yaitu sebagai lembaga penyeleng­ga­ra pemilihan Kelompok ketiga adalah organ konstitusi yang ter­
umum (pemilu). Akan tetapi, nama lembaga­nya apa, tidak ma­suk kategori lembaga negara yang sumber kewe­nangan­­­­
secara tegas disebut, karena perkataan ko­mi­si pemilihan nya berasal dari regulator atau pembentuk per­atur­­an di
umum tidak disebut dengan huruf besar. bawah undang-undang. Misalnya Komisi Hu­kum Nasional
Ketentuan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 berbunyi, dan Komisi Ombudsman Nasional dibentuk ber­dasarkan
“Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pe­mi­
lihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Tambahan Lembaran Negara Republik In­do­nesia No. 4250).
6
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembar­an Negara Re-
Sedangkan ayat (6)-nya berbunyi, “Ketentuan lebih lanjut publik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lem­baran Negara Republik
ten­tang pemilihan umum diatur dengan un­dang-un­dang”. Indonesia No. 4252).
7
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Prak­tek Mo­no­poli dan
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
108 Pasca Reformasi Negara 109
Keputusan Presiden belaka. Artinya, kebe­ra­da­annya secara luas­nya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh un­
hukum hanya didasarkan atas kebijakan presiden (presi­ dang-undang ditentukan sebagai urusan Peme­rintah
dential policy) atau beleid presiden. Jika pre­siden hendak Pusat.
membubarkannya lagi, maka tentu presiden ber­wenang (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peratur­an
untuk itu. Artinya, keberadaan­nya sepenuhnya ter­gantung daerah dan peraturan-peraturan lain untuk me­lak­­­
kepada beleid presiden. sanakan otonomi dan tugas perbantuan. Susunan dan
Di samping itu, ada pula lembaga-lembaga daerah tata cara penyelenggaraan pemerin­tah­an daerah diatur
yang diatur dalam Bab VI UUD 1945 tentang Pemerintah­an dalam undang-undang.
Dae­rah. Pasal 18 UUD 1945 menentukan: Dalam ketentuan di atas diatur adanya beberapa or­gan
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas dae- jabatan yang dapat disebut sebagai organ daerah atau lem­
rah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi baga daerah yang merupakan lembaga negara yang terdapat
atas kebupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, ka­bu­ di daerah. Lembaga-lembaga daerah itu adalah:
paten, dan kota itu mempunyai pemerintahan dae­rah 1) Pemerintahan Daerah Provinsi;
yang diatur dengan undang-undang. 2) Gubernur;
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, 3) DPRD provinsi;
dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pe­ 4) Pemerintahan Daerah Kabupaten;
me­rintahan menurut asas otonomi dan tugas per­ban­ 5) Bupati;
tuan. 6) DPRD Kabupaten;
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, 7) Pemerintahan Daerah Kota;
dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 8) Walikota;
yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan 9) DPRD Kota
umum. Di samping itu, dalam Pasal 18B ayat (1) dan ayat (2)
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing se­ba­ UUD 1945, disebut pula adanya satuan-satuan peme­rin­­tahan
gai kepala pemerintah daerah provinsi, kabu­paten, dan daerah yang bersifat khusus atau istimewa. Ben­tuk satuan
kota dipilih secara demokratis. pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas- itu, dinyatakan diakui dan dihormati keber­adaannya secara
tegas oleh undang-undang dasar, se­hing­ga eksistensinya
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Ne­gara Tahun 1999 Nomor 33,Tamba- sangat kuat secara konstitusional.
han Lembaran Ne­ga­ra Nomor 3817), Kep­pres No. 75 Tahun 1999 tentang Ko­mi­si
Pengawas Persaingan Usaha. Oleh sebab itu, tidak dapat tidak, keberadaan unit
8
Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Ke­be­nar­an dan Rekon- atau satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
siliasi (Lembaran Negara Tahun 2004 No­mor 114, Tam­bah­an Lembaran Negara
Nomor 4429).
atau istimewa itu harus pula dipahami sebagai bagian dari
9
Untuk diskusi tentang Lembaga Kepresidenan ini baca dan ban­­­­­­­ding­­­­kan pengertian lembaga daerah dalam arti yang lebih luas.
pendapat Harun Alrasid dan Bagir Manan, lihat Ba­­­­gir Manan, Lembaga Kepres­ Dengan demikian, lembaga daerah dalam pengertian di atas
idenan, FH-UII Press, Yogya­kar­­­­ta, 2003, dan Harun Alrasid, Pengisian Jabatan
Presiden, Gra­­fiti Pers, Jakarta, 2002. dapat dikatakan berjumlah sepuluh organ atau lembaga.
10
Yang dimaksudkan dengan perkataan “sendiri-sendiri” di sini ada­lah bahwa Sembilan pertama dari sepuluh lembaga daerah terse-
ketika menjadi pemerakarsa, setiap anggo­ta DPR itu tidak tergantung kepada
but pada pokoknya terdiri atas tiga susunan peme­rin­tahan,
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
110 Pasca Reformasi Negara 111
yaitu (i) pemerintahan daerah provinsi; (ii) pe­me­rintahan pat saja dibentuk dengan undang-undang untuk me­leng­kapi
daerah kabupaten; dan (iii) pemerintah­an dae­rah kota, yang kekurangan dalam undang-undang dasar. Ke­cua­li jika tidak
masing-masing terdiri atas Kepala Peme­rin­tah Daerah dan diaturnya keberadaan jabatan wakil kepala dae­rah ini dalam
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah se­tem­pat. Baik pemerin- undang-undang dasar memang meru­pa­kan original intent
tahan daerah secara bersama-sama ataupun jabatan kepala dari perumus UUD. Jika demikian kenya­taannya, barulah
pemerintah daerah dan DPRD ma­sing-masing tingkatan, dapat kita menyatakan bahwa pem­bentuk undang-undang
secara sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama adalah tidak boleh lagi mengadakan jabatan wakil kepala daerah,
merupakan institusi yang ber­sifat tersendiri. karena jabatan kepala daerah­nya sebagai satu kesatuan
Kesembilan lembaga daerah ini sama-sama disebut institusi sudah dengan tegas di­ten­tu­kan dalam undang-
eksplisit dalam UUD 1945. Akan tetapi, dalam hubungan undang dasar.
ini, penting untuk diperhatikan. Pertama, di antara ke­ Kedua, di samping lembaga-lembaga daerah yang se­
sem­bilan organ yang disebut dalam UUD 1945 itu, tidak cara tegas tercantum dalam UUD 1945, dapat pula di­bentuk
disebutkan adanya jabatan wakil gubernur, wakil wali­kota, adanya lembaga-lembaga yang merupakan lem­baga daerah
dan wakil bupati. Hal ini berbeda dari rumusan jabat­an lainnya. Keberadaan lembaga-lembaga dae­rah itu ada yang
presiden dan wakil presiden yang sama-sama ditentu­kan diatur dalam undang-undang dan ada pu­la yang diatur dalam
adanya dalam UUD 1945. Perbedaan rumusan terse­but atau dengan peraturan daerah. Pa­da pokoknya, keberadaan
menimbulkan pertanyaan mengingat kedudukan gu­ber­nur lembaga-lembaga daerah yang tidak disebutkan dalam UUD
dan wakil gubernur, walikota dan wakil walikota, dan bupati 1945, haruslah diatur dengan undang-undang.
dan wakil bupati, sebagai kepala pemerintah dae­rah dan Namun, untuk menjamin ruang gerak daerah guna
wakil kepala pemerintah daerah adalah meru­pa­kan satu memenuhi kebutuhan yang bersifat khas daerah, dapat saja
kesatuan institusi. ditentukan bahwa pemerintah daerah sendiri akan mengatur
Seperti halnya presiden dan wakil presiden, kepala hal itu dengan peraturan daerah dengan rambu-rambu nor-
dae­rah dan wakil kepala daerah di samping merupakan dua matifnya diatur dalam undang-undang. Lem­ba­ga-lembaga
organ jabatan yang dapat dibedakan, juga merupakan sa­tu daerah yang tidak disebut eskplisit dalam UUD 1945 ini akan
kesatuan institusi kepala daerah. Karena itu, idealnya ke­ diuraikan tersendiri sesudah ini.
duanya sama-sama disebutkan dalam UUD. Namun, dapat
pula diajukan pertanyaan apakah dengan tidak disebut 3. Pembedaan dari Segi Fungsinya
dalam UUD, berarti jabatan wakil kepala daerah tidak dapat
diadakan oleh UU? Bukankah seperti yang te­lah diuraikan di Kesembilan organ yang disebut dalam UUD 1945
atas, di samping ada organ lapis kedua yang disebut dalam seperti diuraikan di atas dapat pula dibedakan dari segi
UUD 1945, ada pula organ bentukan UU yang sama sekali fungsinya. Di antara lembaga-lembaga tersebut ada yang
tidak disebut dalam UUD 1945, dan ke­duanya mempunyai dapat dika­te­gorikan sebagai organ utama atau primer
derajat yang sama? (primary con­sti­tutional organs), dan ada pula yang meru-
Oleh karena itu, organ jabatan wakil kepala daerah, pakan organ pen­dukung atau penunjang (auxiliary state
yaitu wakil gubernur, wakil walikota, dan wakil bupati, da­ organs). Un­tuk memahami perbedaan di antara keduanya,
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
112 Pasca Reformasi Negara 113
lembaga-lembaga negara tersebut dapat dibedakan dalam nai kedudukan dan kewenangan masing-masing lembaga
tiga ranah (do­main) (i) kekuasaan ekse­ku­tif atau pelaksana yang bersangkutan. Yang jelas urutan pem­bahas­an dalam
(admi­nis­­tratur, bestuurzorg); (ii) ke­kuasaan legislatif dan bab ini menggambarkan pandangan penulis mengenai urut­
fungsi peng­awasan; (iii) ke­kuasa­an kehakiman atau fungsi an keutamaan dari masing-masing lembaga negara tersebut
yudi­sial. dari segi fungsinya dalam sistem kekuasaan ber­dasar­kan
Dalam cabang kekuasaan eksekutif atau pemerin­ta­ konsepsi Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
h­­an negara ada presiden dan wakil presiden yang meru­pa­ Sebagaimana tergambar juga dalam daftar isi buku
kan satu kesatuan institusi kepresidenan. Dalam bidang ini, sistematika pembahasan dimulai dari presiden dan
ke­kuasaan kehakiman, meskipun lembaga pelaksana atau wakil presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
pelaku kekuasaan kehakiman itu ada dua, yaitu Mahka­mah Perwakilan Daerah (DPD), Majelis Permusyawaratan Rakyat
Agung dan Mahkamah Konstitusi, tetapi di samping kedua­ (MPR), Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung
nya ada pula Komisi Yudisial sebagai lembaga peng­awas (MA), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Oleh karena
martabat, kehormatan, dan perilaku hakim. Kebera­da­an itu, seyogyanya, urutan protokoler terhadap para pejabat
fungsi Komisi Yudisial ini bersifat penunjang (auxi­lia­ry) yang menduduki jabatan di lembaga-lembaga negara itu
terhadap cabang kekuasaan kehakiman. Komisi Yu­di­­sial juga didasarkan atas urutan sebagaimana ter­se­but. presiden,
bukanlah lembaga penegak hukum (the enforcer of the rule wakil presiden, ketua DPR, ketua DPD, ke­tua MPR (kecuali
of law), tetapi merupakan lembaga penegak etika ke­hakiman jika jabatan ini dirangkap oleh ketua DPR dan ketua DPD),
(the enforcer of the rule of judicial ethics). ketua MK, ketua MA, dan ketua BPK. Sekarang nomor
Sedangkan dalam fungsi pengawasan dan kekuasa­an urutan seri mobil dinas para pejabat tersebut adalah B-1
legislatif, terdapat empat organ atau lembaga, yaitu (i) De- adalah RI-1, B-2 RI-2, B-3 isteri RI-1, B-4 isteri RI-2, B-5
wan Perwakilan Rakyat (DPR), (ii) Dewan Perwakilan Dae­ ketua MPR, B-6 ketua DPR, B-7 ketua DPD, B-8 ketua MA,
rah (DPD), (iii) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), B-9 ketua MK, dan B-10 ketua BPK.
dan (iv) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Masalahnya, Kedelapan jabatan itu dapat disebut terdiri atas tujuh
yang manakah di antara keempatnya meru­pa­kan lembaga lembaga tinggi negara, karena pada pokoknya, presiden dan
utama dan lembaga yang manakah yang ber­sifat penun- wakil presiden adalah satu kesatuan institusi kepre­si­den­an.
jang (auxiliary)? Manakah yang lebih uta­ma antara DPR Dapat juga dipahami bahwa presiden adalah lembaga utama,
dan DPD dalam rangka fungsi legislatif dan pengawasan? sedangkan wakil presiden adalah lembaga pendukung ter-
Apakah MPR yang sekarang tidak lagi ber­kedudukan sebagai hadap presiden. Apabila presiden berhalang­an secara tetap,
lembaga tertinggi negara tetap dapat dianggap lebih penting presiden digantikan oleh wakil presiden. Di dalam kelompok
dan lebih utama daripada DPR? Bagaimana pula kedudukan cabang legislatif, lembaga parlemen yang utama adalah DPR,
Badan Pemeriksa Ke­uangan dalam hubungannya dengan sedangkan DPD bersifat pe­nunjang, dan MPR sebagai lem-
Dewan Perwakilan Rak­yat? baga perpanjangan fungsi (extension) parlemen, khususnya
Pertanyaan-pertanyaan di atas tidak akan dijawab dalam rangka penetapan dan perubahan konstitusi, pem-
ter­sendiri dalam bagian ini, melainkan akan dibahas secara berhentian dan pengisian lowongan jabatan presiden/wakil
ter­sebar dalam bagian-bagian yang mendiskusikan menge­ presiden, dan pelantikan presiden/wakil presiden. Namun,
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
114 Pasca Reformasi Negara 115
demikian, meskipun da­lam bidang legislasi, kedudukan DPD ditentukan kekuasaan­nya dalam UUD 1945, tidak berarti ia
itu bersifat penunjang ba­gi peranan DPR, tetapi dalam bi- mempunyai kedu­duk­an yang sederajat dengan Mahkamah
dang pengawasan di bidang pengawasan yang menyangkut Agung dan Mah­kamah Konstitusi.
kepentingan dae­rah, DPD tetap mempunyai kedudukan Sebagai perbandingan, Kejaksaan Agung tidak di­
yang penting. Karena itu, DPD tetap dapat disebut sebagai ten­tu­kan kewenangannya dalam UUD 1945, sedangkan
lembaga utama (main state organ). Ke­poli­sian Negara ditentukan dalam Pasal 30 UUD 1945.
Demikian pula, dengan MPR sebagai lembaga par- Akan tetapi, pencantuman ketentuan tentang kewenangan
lemen ketiga, meskipun tugas-tugasnya tidak bersifat rutin, Kepolisian itu dalam UUD 1945 tidak dapat dijadikan alasan
dan kepemimpinannya dapat saja dirangkap oleh pimpinan untuk menyatakan bahwa Kepolisian lebih tinggi kedudu-
DPR dan DPD, MPR tetap dapat disebut sebagai lembaga kannya daripada Kejaksaan Agung. Dalam setiap negara
utama. Karena MPR-lah yang berwenang mengubah dan hukum yang demokratis, lembaga kepolisian dan kejaksaan
menetapkan undang-undang dasar. MPR ju­ga berwewenang sama-sama memiliki constitutional importance yang serupa
memberhentikan presiden dan/atau wa­kil presiden, serta sebagai lembaga penegak hukum. Di pihak lain, pencantu-
memilih presiden dan/atau wakil pre­si­den untuk mengisi man ketentuan mengenai Kepolisian Nega­ra itu dalam UUD
lowongan dalam jabatan presiden dan/atau wakil presiden. 1945, juga tidak dapat ditafsirkan se­akan menjadikan lem-
Begitu pula dengan BPK, dalam kaitannya dengan persoalan baga kepolisian negara itu menjadi lemba­ga konstitusional
pengawasan terhadap kebi­jak­an negara dan pelaksanaan yang sederajat kedudukannya dengan lem­baga-lembaga
hukum, maka kedudukan dan peranannya juga sangat pent- tinggi negara lainnya, seperti presiden, Mah­kamah Agung,
ing. Karena itu, dalam kon­teks tertentu, BPK juga kadang- Mahkamah Konstitusi, DPR, DPD, dan lain sebagainya.
kadang dapat disebut se­bagai lembaga negara yang juga Artinya, hal disebut atau tidaknya atau ditentukan tidaknya
mempunyai fungsi uta­ma (main organ). kekuasaan sesuatu lembaga dalam undang-undang dasar
Sementara itu, di cabang kekuasaan judisial, dikenal tidak serta merta menentukan hirarki kedudukan lembaga
pula adanya tiga lembaga, yaitu Mahkamah Konstitusi, negara yang bersangkutan dalam struktur ketatanegaraan
Mah­kamah Agung, dan Komisi Yudisial. Yang menjalan­kan Republik Indonesia ber­dasar­kan UUD 1945.
fungsi kehakiman hanya dua, yaitu Mahkamah Kon­sti­tusi, Dengan demikian, dari segi keutamaan kedudukan
dan Mahkamah Agung. Tetapi, dalam rangka pengawasan dan fungsinya, lembaga (tinggi) negara yang dapat dikata­
terhadap kinerja hakim dan sebagai lembaga pengusul pen- kan bersifat pokok atau utama adalah (i) Presiden; (ii) DPR
gangkatan hakim agung, dibentuk lembaga ter­sendiri yang (Dewan Perwakilan Rakyat); (iii) DPD (Dewan Per­wa­kilan
bernama Komisi Yudisial. Komisi ini bersifat independen Daerah); (iv) MPR (Majelis Permusyawaratan Rak­yat);
dan berada di luar kekuasaan Mah­ka­mah Konstitusi ataupun (v) MK (Mahkamah Konstitusi); (vi) MA (Mah­ka­mah
Mahkamah Agung, dan karena itu kedudukannya bersifat Agung); dan (vii) BPK (Badan Pemeriksa Ke­uangan). Lem-
independen dan tidak tunduk kepada pengaruh keduanya. baga tersebut di atas dapat disebut sebagai lem­baga tinggi
Akan tetapi, fungsinya tetap ber­sifat penunjang (auxiliary) negara. Sedangkan lembaga-lembaga ne­ga­ra yang lainnya
terhadap fungsi kehakiman yang terdapat pada Mahkamah bersifat menunjang atau auxiliary belaka. Oleh karena itu,
Konstitusi dan Mahkamah Agung. Meskipun Komisi Yudisial seyogyanya tata urutan protokoler ke­tujuh lembaga negara
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
116 Pasca Reformasi Negara 117
tersebut dapat disusun berdasar­kan sifat-sifat keutamaan TNI dan Polri ditentukan te­gas dalam UUD 1945.
fungsi dan kedudukannya ma­sing-masing sebagaimana Demikian pula, Pusat Pelaporan dan Analisis Tran­
diuraikan tersebut. sak­si Keuangan (PPATK), Komisi Pengawas Persaing­an
Oleh sebab itu, seperti hubungan antara KY dengan Usa­ha (KPPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi
MA, maka faktor fungsi keutamaan atau fungsi penunjang Pem­berantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), dan se­bagai­
menjadi penentu yang pokok. Meskipun posisinya bersifat nya, meskipun kewenangannya dan ketentuan mengenai
independen terhadap MA, tetapi KY tetap tidak dipandang kelembagaannya tidak diatur dalam UUD 1945, tetapi
sederajat sebagai lembaga tinggi negara. Kedudukan proto- kedudukannya tidak dapat dikatakan berada di bawah Polri
kolernya tetap berbeda dengan MA. Demikian juga Komisi dan TNI hanya karena kewenangan kedua lem­baga terakhir
Pengawas Kejaksaan dan Komisi Kepolisian tetap tidak ini diatur dalam UUD 1945. Kejaksaan Agung dan Bank
dapat disederajatkan secara struktural dengan organi­sa­si Indonesia sebagai bank sentral juga tidak ditentukan ke-
Polri dan Kejaksaan Agung, meskipun komisi-komisi penga- wenangannya dalam UUD, melainkan ha­nya ditentukan
was itu bersifat independen dan atas dasar itu kedudukannya oleh undang-undang. Tetapi kedudukan Ke­jaksaan Agung
secara fungsional dipandang sederajat. Yang dapat disebut dan Bank Indonesia tidak dapat di­kata­kan lebih rendah
sebagai lembaga tinggi negara yang uta­ma tetaplah lembaga- daripada TNI dan Polri. Oleh sebab itu, sumber normatif
lembaga tinggi negara yang mencerminkan cabang-cabang kewenangan lembaga-lembaga ter­se­but tidak otomatis me-
kekuasaan utama negara, yai­tu legislature, executive, dan nentukan status hukumnya dalam hi­rar­kis susunan antara
judiciary. lembaga negara.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lembaga-
lembaga negara seperti Komisi Yudisial (KY), TNI, Polri, B. Presiden dan Wakil Presiden
Menteri Negara, Dewan Pertimbangan Presiden, dan lain-
lain, meskipun sama-sama ditentukan kewenangannya Kekuasaan pemerintahan negara oleh presiden diatur
dalam UUD 1945 seperti Presiden/Wapres, DPR, MPR, dan di­tentukan dalam Bab III UUD 1945 yang memang di-
MK, dan MA, tetapi dari segi fungsinya lembaga-lembaga beri judul Kekuasaan Pemerintahan Negara. Bab III UUD
tersebut bersifat auxiliary atau memang berada dalam satu 1945 ini berisi 17 pasal yang mengatur ber­bagai aspek men-
ranah cabang kekuasaan. Misalnya, untuk menentukan genai presiden dan lembaga kepre­si­denan, termasuk rincian
apakah KY sederajat dengan MA dan MK, maka kriteria ke­we­nangan yang dimilikinya dalam memegang kekuasa­an
yang dipakai tidak hanya bahwa kewenangan KY itu seperti pemerintah. Yang terpenting dalam hal ini adalah apa yang
halnya kewenangan MA dan MK ditentukan dalam UUD ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) yaitu yang ber­bu­nyi, “Pres-
1945. Karena, kewenangan TNI dan Polri juga ditentukan iden Republik Indonesia meme­gang kekuasaan peme­rintah
dalam Pasal 30 UUD 1945. Namun, tidak dengan begitu, menurut undang-undang da­sar”.
kedudukan struktural TNI dan Polri dapat disejajarkan Dapat dikatakan bahwa inilah Bab UUD 1945 yang
dengan tujuh lembaga negara yang su­dah diuraikan di atas. paling banyak materi yang diatur di dalamnya, yaitu mulai
TNI dan Polri tetap tidak dapat disejajarkan strukturnya dari Pasal 4 sampai dengan Pasal 16. Bahkan, karena Bab
dengan presiden dan wakil pre­si­den, meskipun kewenangan IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dihapus, maka
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
118 Pasca Reformasi Negara 119
sampai dengan ketentuan Bab V tentang Kementerian Ne­ yaitu:
ga­ra yang terdiri atas Pasal 17, sebenarnya, sama-sama me­ (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam pasangan
muat ketentuan mengenai pemerintahan negara di bawah secara langsung oleh rakyat.
tanggungjawab presiden dan wakil presiden. Malah, Bab (2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di­usul­
VI tentang Pemerintah Daerah yang berisi Pasal 18, Pasal kan oleh partai politik atau gabungan partai politik
18A, dan Pasal 18B, dapat pula disebut termasuk do­main pe­ser­ta pemilihan umum sebelum pelaksa­naan pe­mi­
pemerintahan eksekutif. lihan umum.
Namun, karena yang diatur dalam Bab VI ini me­ (3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang
mang agak berbeda sifatnya, yaitu mengenai pemerintah­an mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen
daerah, maka wajarlah jika hal ini ditempatkan dalam bab dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan
tersendiri dalam UUD 1945, yaitu pada Bab VI. Akan te­tapi, se­di­kit­nya dua puluh persen suara di setiap provinsi
ketentuan UUD 1945 mulai dari Pasal 14 sampai dengan yang ter­sebar di lebih dari setengah jumlah provinsi
Pasal 17 pada pokoknya adalah sama-sama menyangkut di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
ketentuan-ketentuan dasar yang berkenaan dengan soal-soal Presiden.
pemerintahan eksekutif di bawah Pre­si­den. (4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan
Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 berbunyi, “Presiden Re­pu­ Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang
blik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua
Undang-Undang Dasar”. Ayat (2)-nya berbunyi, “Da­lam dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara
melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh sa­­tu langsung dan pasangan yang memperoleh suara
orang Wakil Presiden”. Pasal 5 ayat (1) menegaskan, “Pre­­ rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil
siden berhak mengajukan rancangan undang-un­dang Presiden.
kepada DPR”, dan ayat (2)-nya menentukan, “Pre­si­den (5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil
me­netapkan peraturan pemerintah untuk men­jalan­kan Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.
undang-undang sebagaimana mestinya”. Mengenai masa jabatan, dalam Pasal 7 UUD 1945 di-
Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) berbunyi, “Calon Pre­si­den tentukan bahwa “Presiden dan Wakil Presiden meme­gang
dan calon Wakil Presiden harus seorang warga nega­ra jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudah­nya
Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah mene­ri­ma dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, ti­dak untuk satu kali masa jabatan”. Pasal 7A menentu­kan, “Pres­
pernah mengkhianati negara, serta mampu secara ro­ha­ni iden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhenti­kan dalam
dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, ba­ik apabila
sebagai Presiden dan Wakil Presiden”. Pada ayat (2)-nya di- terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
tentukan, “Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.” tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela mau­
Secara lebih rinci lagi, Pasal 6A mengatur mengenai pun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai
pemilihan presiden dan wakil presiden itu dalam lima ayat, Presiden dan/atau Wakil Presiden”.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
120 Pasca Reformasi Negara 121
Pasal 7B lebih banyak dan rinci lagi isinya mengenai bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
mekanisme pemberhentian presiden dan/atau wakil pre­si­ memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wa­kil
den. Pasal 7B ini berisi tujuh ayat, sebagai berikut. Presiden, DPR menyelenggarakan sidang pari­pur­
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil dapat na untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden
diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan ter­ dan/atau Wakil Presiden kepada MPR.
le­bih dahulu mengajukan permintaan kepada Mah­ (6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyeleng­
ka­mah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan ga­ra­kan sidang untuk memutuskan usul DPR ter­se­but
me­­mutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau paling lambat tiga puluh hari sejak MPR me­ne­rima
Wa­­kil Presiden telah melakukan pelanggaran hu­kum usul tersebut.
berupa pengkhianatan terhadap negara, korup­si, (7) Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden
pe­nyuap­an, tindak pidana berat lainnya, atau per­ dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat
buat­an tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurang­
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat nya ¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh se­
se­bagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. kurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang
(2) Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Pre­ ha­­dir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden
si­­den telah melakukan pelanggaran hukum tersebut di­be­ri kesempatan menyampaikan penjelasan dalam
atau­­pun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Pre­ ra­­pat paripurna MPR.
siden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rang­­ka Dengan dipilihnya presiden dan wakil presiden se-
pelaksanaan fungsi pengawasan DPR. cara lang­sung oleh rakyat, maka kedudukannya keduanya
(3) Pengajuan permintaan DPR kepada Mahkamah da­lam sistem pemerintahan dapat dikatakan sangat kuat.
Kon­stitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan Ka­re­na itu, presiden dan/atau wakil presiden tidak dapat
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR la­gi dijatuhkan dalam masa jabatannya karena sekedar
yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri alas­an politik, dan pengambilan keputusan untuk pem­ber­­
oleh se­kurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota hentiannya di tengah jalanpun tidak dapat dilakukan hanya
DPR. dengan mekanisme politik dan dalam forum politik se­­mata.
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, presiden dan/atau wakil presiden hanya dapat di­ja­tuh­kan
dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pen­ dari jabatannya apabila ia terbukti melakukan pelanggaran
da­pat DPR tersebut paling lama sembilan puluh hari hukum atau tidak lagi memenuhi syarat se­ba­­gai presiden
setelah permintaan DPR itu diterima oleh Mah­ka­mah dan/atau wakil presiden menurut UUD 1945. Di samping
Konstitusi. alasan hukum itu, proses pengambilan ke­putusannyapun
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa tidak boleh hanya didasarkan alasan politik dan oleh forum
Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melaku­kan politik semata, melainkan harus ter­lebih dulu dibuktikan se-
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan ter­ha­dap cara hukum melalui peradilan di Mahkamah Konstitusi. Ba-
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana be­rat rulah setelah kesalahannya atau anggapan bahwa ia berubah
lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau ter­buk­ti tidak memenuhi syarat la­gi sebagai presiden dan/atau wakil
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
122 Pasca Reformasi Negara 123
presiden memang terbukti, barulah presiden dan/atau wakil sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden
presiden dapat di­usulkan pemberhentiannya ke MPR yang dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
akan men­jatuhkan keputusan pemberhenti­an sebagaimana yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan par­
diusul­kan oleh DPR tersebut. tai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil
Oleh karena kedudukan presiden dan wakil presiden Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan
dalam sistem pemerintahan presidensial itu sangat kuat, ke­dua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai
maka sebagai imbangannya, ditentukan pula bahwa pre­ ber­akhir masa jabatan­nya.
si­den tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Pasal 9 UUD 1945 terdiri atas dua ayat, yaitu:
Dewan Perwakilan Rakyat. Ketentuan ini dengan tegas (1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil
di­atur dalam Pasal 7C UUD 1945 sebagai hasil Perubahan Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji
Ketiga pada tahun 2001. Ketentuan ini diadopsikan di sini, dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR
antara lain disebabkan oleh kontroversi yang terjadi se­hu­­ sebagai berikut:
bungan dengan dekrit atau keputusan yang dikeluarkan oleh Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
Presiden K.H. Abdurrahman Wahid di akhir masa peme­rin­ “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi ke­wa­
tahannya. Dalam Keputusan Presiden tersebut, secara tegas jib­an Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden
Presiden K.H. Abdurrahman Wahid menyata­kan mem­bubar­ Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan se­
kan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indo­ne­sia. adil-adilnya, memegang teguh UUD dan menjalan­kan
Selanjutnya, Pasal 8 UUD 1945 mengatur mengenai segala undang-undang dan peraturannya dengan
kekosongan jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pa­ se­lurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan
sal 8 ini berisi tiga ayat, yaitu: Bangsa”.
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau Janji Presiden (Wakil Presiden):
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa ja­ “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan me­me­
batannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sam­pai nuhi kewajiban Presiden Republik Indo­nesia (Wa­kil
habis masa jabatannya. Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baik­nya
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selam­ dan seadil-adilnya, memegang teguh UUD dan men­
bat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, MPR jalankan segala undang-undang dan peraturan­nya
menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Pre­ dengan selurus-lurus­nya serta berbakti kepada Nu­sa
si­den dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden. dan Bangsa”.
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, (2) Jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewa­ji­ Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut aga­
ban­­nya dalam masa jabatannya secara bersamaan, ma atau berjanji dengan sungguh-sungguh di ha­dap­
pe­laksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar an pimpinan MPR dengan disaksikan oleh Pim­pin­an
Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Perta­ Mahkamah Agung.
han­an secara bersama-sama. Selambat-lambatnya
ti­ga puluh hari setelah itu, MPR menyelenggarakan Pasal-pasal selanjutnya, yaitu Pasal 10, Pasal 11, Pa­sal
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
124 Pasca Reformasi Negara 125
12, 13, 14, 15, dan Pasal 16 secara berturut-turut meng­atur 15).
kewenangan-kewenangan presiden dalam berbagai bi­dang (12) Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan
sebagai berikut: yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbang­
(1) Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas an kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam
Ang­katan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Uda­ UU. (Pasal 16).
ra (Pasal 10).
(2) Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan pe­ Sedangkan Bab V Pasal 17 berisi empat ayat tentang
rang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan kementerian negara sebagai berikut:
ne­gara lain [Pasal 11 ayat (1)]. (1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(3) Presiden dalam membuat perjanjian internasional (2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh
lain­nya yang menimbulkan akibat yang luas dan Presiden.
men­dasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan (3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam
beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan pemerintahan.
per­ubahan atau pembentukan undang-undang ha­rus (4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kemen­
dengan persetujuan DPR. [Pasal 11 ayat (2)]. terian negara diatur dalam undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian interna­
sional diatur dengan undang-undang. [Pasal 11 ayat 1. Presiden
(3)].
(5) Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-sya­rat Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) Un-
dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan dang-Un­dang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
undang-undang. (Pasal 12). 1945, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
(6) Presiden mengangkat duta dan konsul. [Pasal 13 ayat pe­me­rintah menurut Undang-Undang Dasar”. Presiden
(1)]. yang me­megang kekuasaan pemerintahan dalam pasal ini
(7) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhati­ me­nun­juk kepada pengertian presiden menurut sistem
kan pertimbangan DPR. [Pasal 13 ayat (2)]. pemerintahan presidensial9. Dalam sistem pemerintahan
(8) Presiden menerima penempatan duta negara lain presidensial, tidak terdapat pembedaan atau setidak tidak
dengan memperhatikan pertimbangan DPR. [Pasal per­lu diadakan pembedaan antara presiden selaku ke­du­duk­
13 ayat (3)]. an kepala negara dan presiden selaku kepala peme­rin­tahan.
(9) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan mem­ Presiden adalah presiden, yaitu jabatan yang me­me­­gang
per­hatikan pertimbangan Mahkamah Agung. [Pasal kekuasaan pemerintahan negara menurut un­dang-undang
14 ayat (1)]. dasar. Dalam UUD 1945 juga tidak terdapat ke­­tentuan yang
(10) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan mem­ mengatur tentang adanya kedudukan ke­pa­la negara (head
per­hatikan pertimbangan DPR. [Pasal 14 ayat (2)]. of state) ataupun kedudukan kepala pe­me­rintahan (head of
(11) Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain government) atau Chief Executive.
tan­da kehormatan yang diatur dengan UU. (Pasal Akan tetapi, dalam Penjelasan UUD 1945 yang dibuat
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
126 Pasca Reformasi Negara 127
kemudian oleh Soepomo, pembedaan itu dituliskan secara pejabat tinggi negara di luar lingkung­an ek­se­kutif, seperti
eksplisit. Penjelasan tentang UUD 1945 itu diumumkan pengangkatan anggota Dewan Per­wa­kil­an Rakyat, Dewan
resmi dalam Berita Repoeblik Tahun 1946 dan kemudian Perwakilan Daerah, hakim agung, ha­kim konstitusi, anggota
dijadikan bagian lampiran tak terpisahkan dengan naskah Badan Pemeriksa Keuangan, dan sebagainya dianggap seb-
UUD 1945 oleh Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Dalam agai Keputusan Presiden da­lam kapasitasnya sebagai kepala
Pen­jelasan tersebut, istilah kepala negara dan kepala pemer- negara, bukan sebagai ke­­pala pemerintahan.
intah memang tercantum dengan tegas dan dibedakan satu Sebenarnya, pembedaan-pembedaan semacam itu
sama lain. Kedua istilah ini dipakai untuk menjelaskan tidaklah bersifat riil, melainkan hanya pembedaan di atas
kedudukan presiden Republik Indonesia menurut UUD 1945 kertas, yang hanya ada dalam discourse ‘wacana’. Kalau­pun
yang merupakan kepala negara (head of state) dan kepala dianggap penting, paling-paling untuk kebutuh­an hal-hal
pemerintahan (head of government) sekaligus. yang bersifat protokoler yang biasa berlaku dalam forum-
Sebagai akibat diakuinya adanya kedua kualitas forum pergaulan antarnegara, khususnya terkait dengan
kedudukan presiden sebagai kepala negara dan sekaligus kegiatan pertemuan antarkepala negara dan/atau kepala
se­bagai kepala pemerintahan itu, timbul kebutuhan juridis pemerintahan. Misalnya, dalam pertemu­an di forum-fo-
untuk membedakan keduanya dalam pengaturan menge­nai rum Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Na­tions), kerap
hal-hal yang lebih teknis dan operasional. Misalnya, dibay- diadakan pertemuan khusus antarkepala ne­gara, berarti
angkan bahwa presiden perlu dibantu oleh sekretaris dalam yang hadir adalah para presiden dan para ra­ja atau ratu.
kualitasnya sebagai kepala negara, dan sekretaris yang lain Tetapi jika pertemuan yang diadakan ada­lah antar kepala
lagi untuk membantu dalam kapasitasnya se­ba­gai kepala pemerintahan, maka yang hadir ada­lah pre­si­den dan para
pemerintahan. Inilah sebabnya muncul ide un­tuk membe- perdana menteri (Prime Ministers), se­dang­kan raja dan ratu
dakan antara sekretaris negara dengan sekre­taris kabinet sebagai kepala negara tidak di­undang.
di sepanjang sejarah pemerintahan Indonesia di masa lalu. Pembedaan yang menjadi penting, karena banyak ne­­
Namun, dalam praktek adanya kedua ja­bat­an ini kadang- ga­ra yang memang menganut praktek yang memisah­kan an-
kadang menimbulkan permasalahan. Pe­mang­ku kedua tara kedua jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan
jabatan ini sering bersaing dalam melayani pim­pinan. itu, yaitu khususnya negara-negara yang menganut sistem
Lebih jauh lagi, ada pula ide yang dikembangkan orang pemerintahan parlementer. Namun, di lingkungan negara-
untuk membedakan kualitas berbagai keputusan pre­siden negara yang menganut sistem presi­den­siil murni, memang
dalam kapasitasnya sebagai kepala negara atau sebagai ke- tidak diperlukan pembedaan dan apabila pemisahan antara
pala pemerintahan. Keputusan Presiden yang meng­angkat pengertian kepala negara dan ke­pala pemerintahan itu. Yang
Duta Besar, Kepala Kepolisian Negara, Pang­lima Tentara ada hanya presiden dan wa­kil presiden saja.
Nasional Indonesia, Gubernur Bank Indo­nesia, atau para Kapasitas presiden sebagai kepala negara dan seb-
agai kepala pemerintahan tidak dapat dipisahkan. Karena
fraksinya, melainkan tam­pil sebagai pribadi ang­go­ta DPR secara sendiri-sendiri. itu, tidak mungkin membedakan jenis surat Keputusan
Te­ta­pi jumlah mereka diharus­kan men­cukupi jumlah minimal me­nurut undang-
undang tentang Su­sun­an dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD, dan DPD. Presiden dalam dua macam kedudukan. Keputusan Pre­si­
11
Margarito Khamis, disertasi doktor dalam ilmu hukum tata­ne­gara, pada den selaku kepala negara dan selaku kepala pemerin­tah­an
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
128 Pasca Reformasi Negara 129
tidak relevan untuk dibedakan. Yang ada hanya keputusan Presiden dan Wakil Presiden itu adalah satu kesatuan pa­
presiden saja. Apa gunanya membeda­kan an­ta­ra Keputusan sang­an presiden dan wakil presiden. Keduanya adalah dwi-
Presiden tentang pengangkatan anggota DPR dan DPD tunggal atau satu kesatuan lembaga ke­presiden­an.
dari Keputusan Presiden tentang pengang­kat­an direktur Akan tetapi, meskipun merupakan satu kesatuan
jenderal suatu departemen? Karena itu, juga tidak perlu institusi kepresidenan, keduanya adalah dua jabatan kon­
membedakan dan apalagi memisah­kan jabatan sekretaris sti­tusional yang terpisah. Karena itu, meskipun di satu segi
negara dan sekretaris kabinet. Pembedaan dan apa­lagi keduanya merupakan satu kesatuan, tetapi di segi yang lain,
pemisahan keduanya hanya akan menyebabkan tum­pang keduanya memang merupakan dua organ negara yang ber-
tindih kewenangan dalam praktek di lapangan yang justru beda satu sama lain, yaitu dua organ yang tak ter­­pisahkan
dapat menimbulkan kekisruhan dan bahkan kekacauan tetapi dapat dan harus dibedakan satu dengan yang lain.
administrasi atau mengganggu tertib penye­leng­garaan ad- Wakil presiden, menurut Pasal 4 ayat (2) jelas me­ru­­
ministrasi pemerintahan. pa­kan pembantu bagi presiden dalam melakukan ke­wa­jiban
Sekiranya memang diperlukan adanya jabatan-ja- kepresidenan. Sesuai dengan sebutannya, wakil pre­siden itu
batan, seperti sekretaris kabinet, sekretaris militer, sekre- bertindak mewakili presiden dalam hal pre­si­den berhalan-
taris presiden, sekretaris wakil presiden, dan se­bagai­nya, gan untuk menghadiri kegiatan tertentu atau me­lakukan
semua jabatan itu sebaiknya ditentukan harus tunduk dan sesuatu dalam lingkungan kewajiban kon­sti­tu­sional pres-
bertanggungjawab kepada satu pejabat saja, yaitu men­teri iden. Dalam berbagai kesempatan di mana pre­siden tidak
sekretaris negara. Semua jabatan-jabatan itu da­pat diatur dapat memenuhi kewajiban konsti­tu­sional­nya karena ses-
agar benar-benar diduduki oleh pejabat yang da­pat diper- uatu alasan yang dapat dibenarkan menurut hukum, maka
caya oleh presiden dan wakil presiden sebagai pimpinan wakil presiden dapat bertindak sebagai peng­gan­ti presiden.
tertinggi pemerintahan. Dengan demikian, me­ka­nis­me Sementara itu, dalam berbagai kesem­pat­an yang lain, wakil
dukungan administrasi terhadap proses pengam­bilan presiden juga dapat bertindak seba­gai pendamping bagi
keputusan oleh pimpinan negara dan pemerintahan dapat presiden dalam melakukan kewa­jiban­nya.
diselenggarakan dengan tertib, teratur, dan ter­in­te­gra­sikan Di samping keempat kemungkinan posisi tersebut,
secara efektif dan efisien. wa­kil presiden juga mempunyai posisi yang tersendiri seba­
gai seorang pejabat publik. Setiap warga negara, kelompok
2. Wakil Presiden warga negara, ataupun organisasi masyarakat dapat saja
ber­komunikasi dan berhubungan langsung dengan wakil
Selain presiden, dalam Pasal 4 Undang-Undang Dasar pre­siden. Misalnya, suatu kelompok atau organisasi dalam
Ne­ga­ra Republik Indonesia Tahun 1945 itu, juga diatur ten­ masyarakat dapat saja mengajukan permohonan agar
tang satu orang wakil presiden. Pasal 4 ayat (2) menegas­kan, wakil presiden membuka sesuatu acara tertentu. Jika wakil
“Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh presiden memenuhi permohonan semacam itu, maka da­
satu orang Wakil Presiden.” Dalam Pasal 6A ayat (1) di­ pat dikatakan bahwa wakil presiden bertindak atas nama
tentukan bahwa “Presiden dan Wakil Presiden dipilih da­lam ja­batannya sendiri secara mandiri.
satu pasangan secara langsung oleh rakyat.” Ke­tentuan Kedudukan seorang wakil presiden juga tidak dapat
mengenai satu pasangan ini menunjukkan bahwa jabatan
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
130 Pasca Reformasi Negara 131
di­pisahkan dengan presiden sebagai satu kesatuan pasang­ lam pelaksanaan bantuan itu, yaitu (i) ada bantuan yang
an jabatan yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui diberikan atas inisiatif wakil presiden sendiri; (ii) ada ban­
pemilihan umum. Karena itu, kedudukan wakil presiden tu­an yang diberikan karena diminta oleh presiden; dan (iii)
jauh lebih tinggi dan lebih penting dari jabatan menteri. ada pula bantuan yang harus diberikan oleh wakil presi­den
Meski­pun dalam hal melakukan perbuatan pidana, mas- karena ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Biasanya,
ing-masing presiden dan wakil presiden ber­tanggung jawab para tugas-tugas khusus wakil presiden di masa Orde Baru,
secara sendiri-sendiri sebagai individu (persoon), tetapi memang ditentukan dengan Keputusan Pre­si­den.
da­lam rangka pertanggungjawaban politik kepada rakyat, Di samping itu, dalam kedudukannya sebagai yang
pre­siden dan wakil presiden adalah satu kesatuan jabatan. mewakili (wakil) dan sebagai yang menggantikan (peng­gan­
Dengan demikian, wakil presiden mempunyai lima ti), terdapat perbedaan mendasar. Untuk dapat mewa­ki­li,
ke­mungkinan posisi terhadap presiden, yaitu (i) sebagai wakil presiden haruslah mendapat mandat, baik secara
wakil yang mewakili presiden; (ii) sebagai pengganti yang lang­sung, resmi, ataupun tidak langsung atau tidak resmi.
menggantikan presiden; (iii) sebagai pembantu yang mem- Misal­nya, wakil presiden mendapat mandat untuk me­wa­kili
bantu presiden; (iv) sebagai pendamping yang men­dam­pingi melalui disposisi atas surat yang diajukan kepada pre­siden
presiden; (v) sebagai wakil presiden yang bersifat mandiri. di mana presiden tidak dapat memenuhi suatu per­mintaan
Dalam menjalankan kelima posisi tersebut, maka secara membuka sesuatu acara, lalu diwakilkan ke­pada wakil pres-
konstitusional, presiden dan wakil presiden harus ber­tin­ iden. Hubungan antara pemberi mandat dengan penerima
dak sebagai satu kesatuan subyek jabatan institu­sio­nal ke- mandat sama sekali tidak mengalihkan ke­kuasaan kepada
presidenan. presiden dan wakil presiden itu ada dua orang penerima mandat. Pemberian mandat itu tidak bersifat
yang menduduki satu kesatuan subyek hukum lem­baga mutlak dalam arti dapat saja ditarik kembali oleh pemberi
kepresidenan. mandat kapan saja ia merasa perlu menarik kembali man-
Dalam melakukan tindakan untuk mendampingi dat itu.
pre­siden dan dalam posisinya yang bersifat mandiri, wakil Hal itu berbeda dengan kedudukan wakil presiden
presiden tidak memerlukan persetujuan, instruksi, atau pe­ sebagai pengganti. Penggantian presiden oleh wakil presi­den
nugasan khusus dari presiden. Kecuali oleh presiden atau dilakukan karena dua kemungkinan, yaitu (i) presiden ber-
menurut peraturan yang berlaku, dikehendaki lain, wakil halangan sementara; atau (ii) presiden berhalangan tetap.
pre­siden dapat secara bebas menjadi pendamping presiden Jika presiden berhalangan sementara, maka wakil pre­siden
atau melakukan kegiatannya secara mandiri dalam ja­batan­ diharuskan menerima kewenangan resmi berupa pendel-
nya sebagai wakil presiden. egasian kewenangan (delegation of authority) seba­gai
Dalam kapasitas sebagai pembantu presiden, ke­ pengganti dengan Keputusan Presiden. Misalnya, presi­den
dudukan wakil presiden seolah mirip dengan menteri ne­ bepergian keluar negeri untuk waktu tertentu, maka pres-
ga­­ra yang juga bertindak membantu presiden. Tentu saja iden harus menetapkan Keputusan Presiden menunjuk wa­kil
kedudukan wakil presiden lebih tinggi dari pada menteri, presiden sebagai pengganti sampai pre­si­den tiba kembali
karena menteri bertanggung jawab kepada presiden dan di tanah air. Presiden tidak dapat men­ca­but ke­pu­tusannya
wakil presiden sebagai satu kesatuan jabatan. Namun da­ apabila syarat ia tiba kembali di tanah air be­lum terpenuhi,
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
132 Pasca Reformasi Negara 133
misalnya, karena sesuatu hal men­ca­but kem­bali keputusan- tergantung kepada (i) faktor status hukum dari kegiatan
nya itu dari luar negeri. Selama meme­gang keputusan itu teleconference itu sendiri; (ii) faktor kualitas keharmonisan
wakil presiden bertindak sebagai pre­si­den pengganti untuk hubungan kerja dan pembagian tugas di antara presiden dan
sementara waktu. wakil presiden yang merupakan masalah internal di antara
Demikian pula apabila presiden berada dalam keada­ mereka berdua; (iii) faktor penyelenggaraan tele­con­ference
an berhalangan tetap, maka proses pengalihan kewenang­an yang tertutup atau terbuka; (iv) faktor ketidak­laziman
(transfer of authority) itu bahkan haruslah dilakukan den- dalam penyelenggaraan kegiatan kenegaraan dengan tele­
gan keputusan pihak lain, yaitu oleh Majelis Permusya­wa­ conference semacam itu; (v) faktor krisis eko­no­mi yang
ratan Rakyat, bukan dengan Keputusan Presiden. Ben­tuk menuntut penghematan versus biaya teleconfe­ren­ce yang
hukum yang dikenal selama ini adalah Ketetapan MPR. tidak sedikit dan kesan penyelenggara­an yang ber­lebihan
Untuk masa mendatang, nomenklatur Ketetapan MPR jika karena diadakan berkali-kali, padahal seharus­nya presiden
mau, dapat saja tetap dipakai. Sidang Paripurna MPR mem­ berkonsentrasi menghadapi tugas-tugas di luar negeri. Jika
buat keputusan yang dituangkan menjadi Ketetapan MPR teleconference (a) sama sekali bukan ke­giatan sidang kabinet
yang ditandatangani oleh para Pimpinan MPR atas na­ma resmi; (b) diadakan tertutup bukan un­tuk konsumsi publik;
seluruh anggota MPR. dan (c) tidak ada masalah dalam hubungan antara presiden
Yang menjadi masalah sekarang adalah, bagaimana dan wakil presiden, maka sudah tentu manfaat diadakannya
jika presiden telah menetapkan suatu keputusan presiden teleconference tersebut tentu akan lebih menonjol daripada
bah­wa selama mengadakan perjalanan keluar negeri, wa­ mudhorat-nya, termasuk ke­­san pemborosan biaya yang
kil presiden bertindak sebagai presiden sampai presiden tidak kecil.
kembali ke tanah air. Apakah selama berada di luar neg- Akan tetapi, jika ketiga hal tersebut tidak demikian,
eri, seorang presiden dapat bertindak sebagai presiden maka dari peristiwa itu mudah timbul kesimpulan menge­nai
dalam urusan-urusan di dalam negeri? Misalnya, dapatkah adanya masalah serius dalam hubungan di antara ke­dua­­nya.
presiden memimpin sidang kabinet dengan memanfaat­ Penyelenggaraan kegiatan yang (a) melawan arus harapan
kan kemajuan teknologi komunikasi berupa fasilitas tele­ umum mengenai penghematan biaya-biaya dan (b) mem-
conference seolah-olah presiden sama sekali tidak ber­ha­ berikan sinyal negatif seolah memang ada ma­­sa­lah dalam
lang­­an sementara sebagaimana yang telah ditetap­kannya hubungan di antara presiden dan wakil pre­siden, sehingga
sendiri. Sebaliknya, meskipun wakil presiden telah secara berpotensi menimbulkan ketidakpastian politik, menyebab-
res­mi mendapatkan pendelegasian kewenangan berdasar­ kan kreatifitas pe­nyelenggaraan teleconference tidak cukup
kan Keputusan Presiden untuk bertindak sebagai presiden beralasan untuk mengabaikan sama sekali adanya kelaziman
selama presiden berhalangan sementara, apakah dengan ketata­negaraan di mana presiden yang pergi keluar negeri
begitu wakil presiden dapat bertindak seolah-olah sebagai selalu mendelegasikan kewenangannya selama berada di
presiden sungguhan, sehingga dengan demikian dapat me­ luar negeri karena alas­an berhalangan untuk sementara. Jika
ne­tapkan keputusan-keputusan kenegaraan yang menjadi presiden ber­halang­an sementara, maka wakil presidenlah
ke­wenangan penuh seorang presiden. yang tampil menjadi penggantinya untuk sementara waktu
Jawaban terhadap kedua pertanyaan tersebut sangat untuk ber­tindak dalam menjalankan tugas-tugas presiden
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
134 Pasca Reformasi Negara 135
di dalam negeri. Mengenai apa saja yang akan diputuskan yang ditentukan oleh undang-un­dang.
atau ditetapkan oleh wakil presiden sebagai pengganti se- Bahkan lebih dipertegas lagi dalam Pasal 20A ayat (1)
mentara presiden selama presiden ber­halangan sementara, UUD 1945 ditentukan pula, “Dewan Perwakilan Rakyat
ter­pulang kepada fatsoen dan kesepakatan pembagian tugas memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi peng­
ser­ta keharmonisan hubungan di antara mereka berdua. awasan”. Artinya, kekuasaan legislasi, kekuasaan penentu­an
anggaran (budgeting), dan ke­kuasa­an pengawasan (con­
C. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) trol), berada di Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut Pasal
20A ayat (2) UUD 1945, “Dalam melaksanakan fung­si­nya,
Dalam UUD 1945 jelas tergambar bahwa dalam rangka selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Un­dang-
fung­si legislatif dan pengawasan, lembaga utama­nya ada­lah Undang Dasar ini, DPR mem­punyai hak interpelasi, hak
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Pasal 20 ayat (1) UUD angket, dan hak menyatakan pendapat”. Ayat (3) Pasal 20A
1945 menegaskan, “Dewan Perwakilan Rak­yat me­me­gang itu menyata­kan pula, “Selain hak yang diatur dalam pasal-
kekuasaan membentuk undang-un­dang”. Ban­dingkan pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota DPR
dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) yang ber­bunyi, “Presiden mem­punyai hak mengaju­kan pertanyaan, menyam­pai­kan
berhak mengajukan rancangan un­dang-undang kepada usul, dan pendapat, serta hak imunitas”.
Dewan Perwakilan Rakyat”. Pasal 5 ayat (1) ini sebelum Untuk menggambarkan kuat posisi konstitusional
Perubahan Pertama tahun 1999 ber­bunyi, “Pre­si­den me- DPR berdasarkan UUD 1945, ditegaskan pula dalam Pasal
megang kekuasaan membentuk un­dang-undang dengan 7C bahwa “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau
persetujuan Dewan Perwakilan Rak­yat.” membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.” Sebalik­nya,
Kedua pasal tersebut setelah Perubahan Pertama ta­ dalam Pasal 7A ditentukan, “Presiden dan/atau Wakil
hun 1999, berubah drastis sehingga mengalihkan pelaku ke­ Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh
kuasaan legislatif atau kekuasaan pembentukan un­dang-un- MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melaku­
dang itu dari tangan presiden ke tangan Dewan Perwakilan kan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap
Rakyat (DPR). Dengan perkataan lain, sejak Perubahan ne­ga­ra, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
Pertama UUD 1945 pada tahun 1999, telah terjadi perge- atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak
seran kekuasaan substantif dalam kekuasaan legislatif dari lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
tangan presiden ke tangan Dewan Perwakilan Rakyat. Presi­den.”
Di samping itu, menurut ketentuan Pasal 21 UUD Karena pergeseran kekuasaan yang semakin kuat ke
1945, setiap anggota DPR berhak pula mengajukan usul ran­ arah Dewan Perwakilan Rakyat inilah, maka sering timbul
cangan undang-undang yang syarat-syarat dan tata­cara­nya anggapan bahwa sekarang terjadi gejala yang berkeba-
diatur dalam peraturan tata tertib. Seperti halnya presiden likan dari keadaan sebelum Perubahan UUD 1945. Dulu
yang berhak mengajukan rancangan undang-undang, para se­be­lum UUD 1945 diubah, yang terjadi adalah gejala
anggota DPR-pun secara sendiri-sendiri da­pat berinisiatif executive heavy, sedangkan sekarang setelah UUD 1945
untuk mengajukan rancangan undang-undang asalkan diubah, keadaan berubah menjadi legislative heavy. Akan
memenuhi syarat, yaitu jumlah anggota DPR yang tampil tetapi, menurut studi yang dilakukan oleh Margarito Kha-
sendiri-sendiri10 itu mencukupi jumlah persyaratan minimal
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
136 Pasca Reformasi Negara 137
mis, gejala apa yang disebut sebagai executive heavy itu
11
dibandingkan dengan sebelumnya. Pasal 13 ayat (2) me­
sendiri hanya dampak psikologis yang ditimbulkan oleh nentukan, “Dalam hal mengangkat duta, Presiden mem­
pergeser­an bandul perubahan dari keadaan sebelumnya. perhatikan pertimbangan DPR,” dan ayat (3)-nya me­nen­
Yang se­be­narnya terjadi menurut Margarito, dalam sistim tu­kan, “Presiden menerima penempatan duta negara lain
konsti­tusional yang baru dewasa ini, baik Presiden mau- dengan memperhatikan pertimbangan DPR.” Sedangkan
pun DPR sama-sama menikmati kedudukan yang kuat dan Pasal 14 ayat (2) menentukan, “Presiden memberi amnesti
sama-sama tidak dapat dijatuhkan melalui prosedur politik dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.”
dalam dinamika politik yang biasa. Dengan demikian, tidak Untuk lebih lengkapnya uraian mengenai kewe­nang­an
perlu dikuatirkan terjadinya ekses yang berlebihan dalam DPR itu, dapat dikutipkan di sini ketentuan UUD 1945 Pasal
gejala legislative heavy yang banyak dikeluhkan oleh ber- 20 dan Pasal 20A, yang masing-masing berisi lima ayat, dan
bagai kalangan masyarakat. Karena dampak psikologis ini empat ayat. Pasal 20 menentukan bahwa:
merupakan sesuatu yang wajar dan hanya bersifat semen- (1) DPR memegang kekuasaan membentuk undang-un­
tara, sambil dicapainya titik keseimbangan (equilibrium) dang.
dalam perkembangan politik ketatanegaraan di masa yang (2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh
akan datang. DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan ber­
Di samping itu, dalam rangka fungsinya sebagai pen- sama.
gawas, Pasal 11 UUD 1945 menentukan pula: (3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat
(1) Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan pe­ persetujuan bersama, rancangan itu tidak boleh di­
rang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan ajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
ne­gara lain. (4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-
lain­nya yang menimbulkan akibat yang luas dan undang.
men­dasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan (5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah di­
beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan setujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden
perubahan atau pembentukan undang-undang harus dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan
dengan persetujuan DPR. undang-undang tersebut disetujui, rancangan un­
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian inter­ dang-undang tersebut sah menjadi un­dang-undang
nasional diatur dengan undang-undang. dan wajib diundangkan.
Bahkan dalam Pasal 13 dan Pasal 14 hasil Peruba- Selanjutnya, ketentuan Pasal 20A berbunyi:
han Pertama tahun 1999, bahkan diatur pula hal-hal lain (1) DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
yang bersifat menyebabkan posisi DPR menjadi lebih kuat fungsi pengawasan.
12
Ingat dalam berbagai kesempatan dan berbagai tulisan saya me­nge­nai soal ini, (2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang
saya selalu mengingatkan bahwa yang ha­rus kita ang­gap sebagai naskah resmi
adalah naskah ter­bit­an UUD 1945 yang terdiri atas lima bagian yang tersusun se­
diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar
cara kronologis ber­da­sarkan urutan pengesahan­nya, dima­na yang satu menjadi ini, DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan
lam­pir­an dari naskah yang sudah lebih dulu disahkan, yaitu (i) Naskah UUD 1945 Tahun 1999, (iii) Naskah Perubahan Ke­dua UUD 1945 Ta­hun 2000, (iv) Naskah
menurut Dekrit Presiden 5 Juli 1959, (ii) Naskah Per­u­bah­an Pertama UUD 1945 Perubahan Ketiga UUD 1945 Ta­hun 2001, dan (v) Naskah Perubahan Keempat
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
138 Pasca Reformasi Negara 139
hak menyatakan pendapat. rumusan yang sekarang yang tidak dapat disebut menganut
(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Un­ sistem bikameral sama sekali. Dalam ketentuan UUD 1945
dang-Undang Dasar ini, setiap angota DPR mem­pu­ dewasa ini, jelas terlihat bahwa DPD tidaklah mempun-
nyai hak mengajukan pertanyaan, menyam­pai­kan yai kewenangan membentuk undang-undang. Namun, di
usul dan pendapat serta hak imunitas. bidang pengawasan, meskipun terbatas hanya berkenaan
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang DPR dan hak anggota dengan kepentingan daerah dan hal-hal yang berkaitan
DPR diatur dalam undang-undang. dengan pelaksanaan undang-undang tertentu, DPD dapat
Selain ketentuan tersebut, dalam Pasal 21 UUD 1945 dikatakan mempunyai kewenangan penuh untuk melakukan
juga dinyatakan bahwa “Anggota Dewan Perwakilan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintahan. Oleh
Rak­yat berhak mengajukan usul rancangan undang-un­ karena itu, kedudukannya hanya bersifat penunjang atau
dang.” Anggota DPR itu sendiri, menurut ketentuan Pasal auxiliary terhadap fungsi DPR di bidang legislasi, sehingga
19 ayat (1) dipilih melalui pemilihan umum. Dalam ayat DPD paling jauh hanya dapat disebut sebagai co-legislator,
(2)-nya ditentukan bahwa susunan DPR itu diatur dengan dari pada legislator yang sepenuhnya. Oleh karena itu, DPD
undang-undang. Selanjutnya dalam Pasal 22B diatur pula dapat lebih berkonsen­trasi di bidang pengawasan, sehingga
bahwa “Anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatan­ keberadaannya dapat dirasakan efektifitasnya oleh masyara-
nya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam kat di daerah-daerah.
undang-undang.” Menurut ketentuan Pasal 22D UUD 1945, Dewan Per-
wakilan Daerah (DPD) mempunyai beberapa ke­wenangan
D. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai berikut:
(1) DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan un-
Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dang-undang yang berkaitan dengan:
semula dimaksudkan dalam rangka mereformasi struktur · otonomi daerah;
parlemen Indonesia menjadi dua kamar (bikameral) yang · hubungan pusat dan daerah;
terdiri atas DPR dan DPD. Dengan struktur bikameral itu · pembentukan dan pemekaran serta peng­gabung­an
diharapkan proses legislasi dapat diselenggarakan ber­dasar­ daerah;
kan sistem double-check yang memungkinkan re­pre­sentasi · pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya
kepentingan seluruh rakyat secara relatif dapat disalurkan ekonomi lainnya; serta
dengan basis sosial yang lebih luas. DPR me­ru­pakan cermin · yang berkaitan dengan perimbangan keuang­an pu­
representasi politik (political represen­ta­tion), sedangkan sat dan daerah.
DPD mencerminkan prinsip represen­tasi te­ri­torial atau (2) Dewan Perwakilan Daerah (DPD):
regional (regional representation). a. ikut membahas rancangan undang-undang yang
Akan tetapi, ide bikameralisme atau struktur par­ berkaitan dengan
lemen dua kamar itu mendapat tentangan yang keras dari · otonomi daerah;
kelompok konservatif di Panitia Ad Hoc Perubahan UUD · hubungan pusat dan daerah;
1945 di MPR 1999-2002, sehingga yang disepakati adalah · pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
140 Pasca Reformasi Negara 141
dae­rah; Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu ha­nya­lah sebagai co-
· pengelolaan sumber daya alam dan sumber da­ya legislator di samping Dewan Per­wakilan Rakyat (DPR). Sifat
ekonomi lainnya; serta tugasnya di bidang legislasi hanya menunjang (auxiliary
· perimbangan keuangan pusat dan daerah; ser­ agency) tugas konstitusional DPR. Dalam proses pem-
ta bentukan suatu undang-undang atau legislasi, DPD tidak
b. memberikan pertimbangan kepada DPR atas: mempunyai kekuasaan untuk memutuskan atau berperan
· rancangan undang-undang anggaran pen­da­pat­­ dalam proses pengambilan keputusan sama sekali. Padahal,
an dan belanja negara; persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPD jauh
· rancangan undang-undang yang berkaitan den- lebih berat daripada persyaratan dukungan untuk menjadi
gan pajak; anggota DPR. Arti­nya, kualitas legitimasi anggota DPD itu
· rancangan undang-undang yang berkait dengan sama sekali tidak diimbangi secara sepadan oleh kualitas
pendidikan; dan kewenangannya sebagai wakil rakyat daerah (regional re­
· rancangan undang-undang yang berkaitan den- pre­sentatives).
gan agama. Dalam Pasal 22C diatur bahwa:
(3) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dapat melakukan (1) Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui
pengawasan (kontrol) atas: pemilihan umum.
a. Pelaksanaan UU mengenai: (2) Anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama
· otonomi daerah; dan jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih dari
· pembentukan, pemekaran dan penggabungan sepertiga jumlah anggota DPR.
daerah; (3) DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
· hubungan pusat dan daerah; (4) Susunan dan kedudukan DPD diatur dengan undang-
· pengelolaan sumber daya alam dan sumber da­ya undang.
ekonomi lainnya; Seperti halnya, anggota DPR, maka menurut keten-
· pelaksanaan anggaran dan belanja negara; tuan Pasal 22D ayat (4), “Anggota DPD dapat di­berhentikan
· pajak; dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya
· pendidikan; dan diatur dalam undang-undang.”
· agama; serta E. Majelis Permusyawaratan Rakyat
b. menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada
DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak­ Pasal 2 UUD 1945 berbunyi:
lanjuti. (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas ang­go­
Dengan demikian, harus dibedakan antara fungsi DPD ta Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Per­
dalam bidang legislasi dan bidang pengawasan. Meskipun wakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum
dalam bidang pengawasan, keberadaan DPD itu bersifat dan diatur lebih lanjut dengan undang-un­dang.
utama (main constitutional organ) yang sederajat dan sama (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikit­
penting dengan DPR, tetapi dalam bidang legislasi, fungsi nya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
142 Pasca Reformasi Negara 143
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang
di­te­tapkan dengan suara yang terbanyak. terbanyak.”
Sedangkan Pasal 3-nya menyatakan: Atas dasar rumusan yang demikian, dikembangkan
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang meng­ pengertian sebagaimana diuraikan dalam Penjelasan Umum
ubah dan menetapkan undang-undang dasar. UUD 1945 yang oleh Dekrit Presiden tanggal 5 Ju­li 1959
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dijadikan bagian yang tak terpisahkan dari naskah UUD
dan/atau Wakil Presiden. 1945, yaitu bahwa presiden bertunduk dan bertanggung-
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat mem­ jawab kepada MPR. Karena itu, selama ini dimengerti bahwa
berhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam MPR inilah yang merupakan yang paling tinggi, atau biasa
masa jabatannya menurut undang-undang da­sar. disebut sebagai lembaga tertinggi negara, sehingga wajar
Dapat dikatakan bahwa Pasal 2 UUD 1945 tersebut bahwa keberadaanya diatur paling pertama dalam susunan
meng­atur mengenai organ atau lembaganya, sedangkan UUD 1945.
Pasal 3 mengatur kewenangan lembaga MPR itu. Di sam­ Sekarang, setelah UUD 1945 diubah secara substantif
ping itu, ada beberapa pasal lain dalam UUD 1945 yang juga oleh Perubahan Pertama sampai dengan Keempat dengan
mengatur tentang MPR, termasuk mengenai kewe­nangan­ paradigma pemikiran yang sama sekali baru, susunan or­ga­
nya. Akan tetapi, pada bagian ini, yang dititik­beratkan hanya nisasi negara Republik Indonesia sudah seharusnya di­ubah
penegasan bahwa dalam UUD 1945, status MPR itu sebagai sebagaimana mestinya. Antara MPR, DPR, dan DPD sudah
lembaga atau organ negara diatur secara eksplisit. semestinya dijadikan satu bab atau setidak-tidaknya berada
Mengapa ketentuan mengenai MPR harus ditempat­ dalam rangkaian bab-bab yang tidak terpisah­kan se­perti
kan pada Bab III yang tersendiri dan mendahului peng­a­tur­ sekarang. Dalam naskah resmi konsolidasi yang ti­dak resmi12
an mengenai hal-hal lain seperti presiden dan DPR serta (setelah Perubahan Keempat), susunan Bab III tentang
DPD? Jawabannya jelas bahwa memang demikianlah su­sun­ MPR dan Bab VII tentang DPR serta Bab VII tentang DPD,
an UUD 1945 yang asli sebagai Konstitusi Proklamasi yang diantarai oleh Bab IV tentang Kekuasaan Pemerintahan
disahkan tanggal 18 Agustus 1945. Malah aslinya, ketentuan Negara, Bab IV tentang Dewan Pertim­bang­an Agung yang
tentang MPR itu terdapat dalam Bab II, bukan Bab III seperti telah dihapus­kan ketentuannya dari UUD 1945, dan Bab V
naskah setelah perubahan yang berlaku sekarang. tentang Kementerian Negara, dan Bab VI tentang Pemer-
Sebelum menentukan hal-hal lain, UUD 1945 yang asli intah Daerah.
menegaskan bahwa kedaulatan rakyat Indonesia di­jelma­kan Dalam UUD 1945 setelah Perubahan Keempat, or-
dalam tubuh MPR sebagai pelaku utama dan pe­lak­sana gan MPR juga tidak dapat lagi dipahami sebagai lembaga
sepenuhnya kedaulatan rakyat itu. Karena itu, bu­nyi rumu- yang lebih tinggi kedudukannya daripada lembaga negara
san asli Pasal 1 ayat (2) Bab I UUD 1945 adalah “Kedaulatan yang lain atau yang biasa dikenal dengan sebutan lembaga
adalah di tangan rakyat dan dilakukan se­penuh­nya oleh tertinggi negara. MPR sebagai lembaga negara sederajat
MPR.” Di samping itu, pada Bab III Pasal 6 ayat (2) ditentu- levelnya dengan lembaga-lembaga negara yang lain seperti
kan pula bahwa “Presiden dan Wakil Pre­­siden dipilih oleh DPR, DPD, presiden/wakil presiden, Mahkamah Konstitusi,
Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Bah­
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
144 Pasca Reformasi Negara 145
kan dalam hubungan dengan fungsinya, organ MPR dapat parlemen dua kamar (bikameral).
dikatakan bukanlah organ yang pekerjaannya bersifat rutin. Di lingkungan negara-negara yang menganut sistem
Meskipun di atas kertas, MPR itu sebagai lembaga ne­gara parlemen dua kamar, memang dikenal adanya forum per­
memang terus ada, tetapi dalam arti yang aktual atau nyata, si­dangan bersama di antara kedua kamar parlemen yang
organ MPR itu sendiri sebenarnya baru dapat dikatakan biasa disebut sebagai joint session atau sidang gabungan.
ada (actual existence) pada saat kewenangan atau functie- Akan tetapi, sidang gabungan itu bukanlah lembaga yang
nya sedangkan dilaksanakan. Kewenangan­nya itu adalah tersendiri. Misalnya, di Amerika Serikat terdapat the House
mengubah dan menetapkan undang-un­dang dasar (UUD), of Representatives dan Senate. Keduanya disebut sebagai
memberhentikan presiden dan/atau wa­kil presiden, me- Congress of the United States of America. Jika sidang ga­
milih presiden atau wakil presiden untuk mengisi lowongan bung­an atau joint session diadakan, maka namanya adalah
jabatan presiden atau wakil presiden, dan melantik presiden persidangan Kongres.
dan/atau wakil presiden. Dalam Konstitusi Amerika Serikat disebutkan bahwa
Sebelum perubahan UUD 1945, MPR atau Majelis Per- “All legislative power vested in Congress which consist of
musyawaratan Rakyat mempunyai kedudukan sebagai lem- the Senate and the House of Representatives.” Segala ke­kua­
baga tertinggi negara. Kepada lembaga MPR inilah presiden, saan legislatif berada di Kongres yang terdiri atas House of
sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan, Representative dan Senat. Akan tetapi, dalam Pasal 2 ayat
bertunduk dan bertanggung­jawab. Dalam lembaga ini pula (1) UUD 1945 ketentuan mengenai MPR, dirumus­kan secara
kedaulatan rakyat Indonesia dianggap terjelma seluruhnya, berbeda, yaitu “MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota
dan lembaga ini pula yang dianggap sebagai pelaku sepenuh- DPD yang dipilih melalui pemilu dan diatur lebih lanjut
nya kedaulatan rakyat itu. Dari lem­ba­ga tertinggi MPR ini- dengan undang-undang”. Dengan demikian, MPR tidak
lah, mandat kekuasaan kenegaraan dibagi-bagikan kepada dikatakan terdiri atas DPR dan DPD, melainkan terdiri atas
lembaga-lembaga tinggi negara lainnya, yang kedudukannya anggota DPR dan anggota DPD. Dengan demi­kian, MPR
berada di bawahnya sesuai prin­sip pembagian kekuasaan itu merupakan lembaga yang tidak terpisah dari institusi
yang bersifat vertikal (dis­tri­bution of power). DPR dan DPD.
Namun, sekarang setelah perubahan UUD 1945, tidak
dikenal lagi adanya lembaga tertinggi negara. Sesuai doktrin aturan Per­undang-Undangan, naskah UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang asli dan dianggap resmi itu juga wajib di­muat dalam Lembaran Negara
pemisahan kekuasaan (separation of power) ber­dasarkan Republik Indo­nesia, sehingga satu-satunya rujukan mengenai naskah asli dan
prinsip checks and balances antara cabang-ca­bang kekua- res­mi itu nan­ti­nya adalah yang tertuang dalam Lembaran Negara itu.
13
Dari tahun kemerdekaan Amerika Serikat 1776 sampai sekarang ta­hun 2006 =
saan negara, MPR mempunyai kedudukan yang sederajat 2006-1776 = 230 tahun.
saja dengan lembaga-lembaga (tinggi) ne­ga­ra lainnya. 14
Baca Jimly Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai
Malahan, jika dikaitkan dengan teori menge­nai struktur Negara, Konpress, Jakarta, 2004.
15
Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Sekretariat
parlemen di dunia, yang dikenal hanya dua pilihan, yaitu Jenderal MKRI, Jakarta, 2005.
struktur parlemen satu kamar (uni­ka­meral) atau struktur 16
Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Antarlembaga Ne­ga­ra, Konpress,
Jakarta, 2005.
UUD 1945 Ta­­hun 2002. Sedangkan naskah konsolidasi yang juga diterbit­kan oleh
17
Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Par­tai Politik, dan
Sekretariat Jenderal MPR adalah naskah yang ber­si­fat tidak res­mi. Tambahan Mahkamah Konstitusi, Konpress, Jakarta, 2005.
pula, sesuai ketentuan UU No­mor 10 Tahun 2004 ten­tang Pembentukan Per-
18
Untuk diskusi tentang ini lihat juga Hamdan Zoelva, Im­peach­­ment Presiden:
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
146 Pasca Reformasi Negara 147
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 juncto Pasal 8 ayat (2) dapat memperkirakan dalam waktu 10 sam­pai dengan 20
dan (3), MPR mempunyai kewenangan untuk (1) meng­ubah tahun mendatang, apakah akan ada lagi atau tidak agenda
dan menetapkan undang-undang dasar; (2) memberhenti- perubahan atas UUD 1945.
kan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam ma­sa jabatan- Demikian pula dengan agenda pemberhentian pre­
nya menurut undang-undang dasar; (3) me­mi­lih Presiden siden dan/atau wakil presiden serta agenda pemilihan
dan/atau Wakil Presiden untuk mengisi ke­ko­songan dalam pre­siden dan/atau wakil presiden untuk mengisi lowongan
jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut undang- jabatan. Kita tidak dapat membuat ramalan mengenai ke­
undang dasar; dan (4) mengadakan si­dang MPR untuk mung­kinan kedua agenda ini akan dijalankan dalam wak­
pelantikan atau peng­ucapan sumpah/jan­ji jabatan Presiden tu dekat. Dalam sejarah lebih dari dua abad13 pengalaman
dan/atau Wakil Presiden. Amerika Serikat, baru tercatat tiga kasus yang terkait dengan
Keempat kewenangan tersebut sama sekali tidak ter­ca­ impeachment terhadap presiden. Ketiga kasus itu masing-
kup dan terkait dengan kewenangan DPR ataupun DPD, se- masing melibatkan Presiden Lindon Johnson, Presiden
hingga sidang MPR untuk mengambil keputusan mengenai Nixon, dan Presiden Bill Clinton.
keempat hal tersebut sama sekali bukanlah sidang gabungan Karena itu, satu-satunya kewenangan MPR yang
antara DPR dan DPD, melainkan sidang MPR sebagai lem- ber­sifat rutin dan dapat direncanakan adalah kegiatan per­
baga tersendiri. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sidangan untuk pelantikan presiden dan wakil presiden
keberadaan lembaga MPR itu merupa­kan institusi ketiga setiap lima tahunan. Akan tetapi, menurut ketentuan Pasal
dalam struktur parlemen Indonesia, sehingga saya mena- 9 ayat (1) dan (2) UUD 1945, sidang MPR itu sendiri ber­sifat
makannya sebagai sistem tiga kamar (tri­kameralisme). fakultatif. Pengucapan sumpah atau janji presiden dan/atau
Dewasa ini, tidak ada satupun negara di dunia yang mener- wakil presiden dapat dilakukan di hadapan atau di dalam
apkan sistem tiga kamar seperti ini. Karena itu, Indonesia sidang MPR atau sidang DPR. Jika MPR tidak dapat bersi-
dapat dikatakan merupakan satu-satunya negara di dunia dang, pengucapan sumpah/janji itu dapat dilakukan dalam
yang menerapkan sistem tiga kamar ini. sidang atau rapat paripurna DPR. Jika ra­pat paripurna
Namun demikian, meskipun MPR itu adalah kamar DPR juga tidak dapat diselenggarakan, maka pengucapan
ketiga, sifat pekerjaan MPR itu sendiri tidaklah bersifat sumpah/janji jabatan presiden dan/atau wakil presiden itu
tetap, melainkan bersifat ad hoc. Sebagai organ negara, cukup dilakukan di hadapan pim­pin­an MPR dengan disak-
lembaga MPR itu baru dapat dikatakan ada, apabila fung­ sikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
si­nya sedang bekerja (in action). Dalam hal ini kita dapat Dengan perkataan lain, tidak satupun dari keempat
mem­bedakan antara pengertian MPR in book dengan MPR kewenangan MPR itu yang bersifat tetap, sehingga memer­
in action. Dari keempat kewenangan di atas, tidak satupun lu­kan alat-alat perlengkapan organisasi yang juga bersifat
yang bersifat tetap. Perubahan dan penetap­an undang-un- te­tap. MPR itu baru ada jika fungsinya memang sedang
dang dasar tentunya hanya akan di­lakukan sewaktu-waktu. ber­jalan atau bekerja (in action). Oleh karena itu, tidak
Setelah perubahan empat kali berturut-turut pada tahun ada keharusan bagi MPR untuk diadakan pimpinan dan
1999, 2000, 2001, dan 2002, mung­kin ma­sih akan lama sekre­tariat yang tersendiri. UUD 1945 sama sekali tidak
untuk adanya perubahan lagi atas UUD 1945. Kita belum mengamanatkan hal ini. Artinya, jika dikehendaki, dapat
saja pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR dengan
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
148 Pasca Reformasi Negara 149
persetujuan presiden dapat saja mengadakan pimpinan dan wakil, baik dalam susunan DPR maupun DPD. Akan
MPR yang bersifat tersendiri itu atau malah meniadakan te­ta­pi, untuk jabatan pimpinan MPR, keadaannya sungguh
dan mengatur agar pimpinan MPR itu dirangkap saja seca­ra berbeda. Jabatan kepemimpinan MPR yang ter­pisah dari
ex officio oleh pimpinan DPR dan pimpinan DPD. kepemimpinan DPR dan DPD serta adanya sekretariat jen-
Di masa Orde Baru, pimpinan MPR juga pernah di- deral MPR RI yang juga tersendiri, terlepas dari sekretariat
rangkap oleh pimpinan DPR, karena pertimbangan bah­wa jenderal DPR dan sekretariat jenderal DPD seperti dewasa
kegiatan MPR itu sendiri tidak bersifat tetap. Oleh ka­re­na ini, adalah semata-mata akibat pengaturan­nya dalam Un-
itu, pembentuk undang-undang diberikan kebebasan me- dang-Undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
nentukan pilihan apakah akan mengadakan atau menia­ Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
dakan jabatan pimpinan dan sekretariat jenderal MPR yang Selama masa Orde Baru juga sudah biasa diatur
bersifat permanen. Kedua pilihan itu sama-sama dapat bahwa pimpinan MPR RI itu dirangkap secara ex officio
dibenarkan, asalkan masing-masing pilihan itu benar-benar oleh pimpinan DPR RI. Lagi pula keberadaan MPR yang
didasarkan atas alasan yang masuk akal dan memang ada tersendiri sebagai lembaga ketiga di samping DPR dan DPD
kegunaanya. (trikameralisme) adalah produk baru dalam sistem ketata­
Sebenarnya, baik pimpinan MPR, pimpinan DPR, negara­an kita berdasarkan UUD 1945. Keberadaan pim­pin­
mau­pun pimpinan DPD sama-sama tidak diatur dalam UUD an MPR yang tersendiri belum dapat dikatakan didasarkan
1945. Hal ini berbeda dari para pimpinan Mahkamah Kon- atas konvensi ketatanegaraan yang sudah baku. Malahan,
stitusi, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Ke­uangan apabila dikaitkan dengan semangat efisiensi, keberadaan
yang secara tegas diatur, yaitu bahwa ketuanya di­pilih dari pimpinan MPR yang tersendiri dan juga kesekretariatan
dan oleh anggotanya masing-masing. Karena itu, adalah jenderal yang juga tersendiri dapat dikatakan sebagai pem-
keharusan konstitusional (constitutional impera­tive) bahwa borosan yang sia-sia.
di dalam organisasi MA, MK, dan BPK, diadakan jabatan Ketika RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
Ketua. Sedangkan di MPR, DPR, dan DPD, dapat saja diatur DPR, DPD, dan DPRD dibahas bersama di DPR pada tahun
dalam undang-undang bahwa pimpinannya hanya dijabat 2003 yang lalu, harus diakui terdapat suasana politis yang
oleh seorang Koordinator, atau disebut Juru Bicara atau tidak menguntungkan, sehingga pengaturannya mengenai
Speaker. Hanya saja, untuk pim­pinan DPR selama ini sudah pimpinan MPR dan kesekretariatan jenderal yang berdiri
biasa disebut ketua DPR dan wakil ketua DPR, sehingga sendiri ini mendapat persetujuan. Pertama, perdebatan
dapat dikatakan sudah menjadi kon­vensi ketatanegaraan tersisa mengenai hasil Perubahan Ketiga dan Keempat UUD
bahwa di DPR ada jabatan ketua dan wakil ketua DPR. 1945 sepanjang menyangkut struktur parlemen bikameral
Setara dengan susunan DPR, di dalam susunan masih belum reda.
kepemimpinan DPD tentunya dapat pula diadakan jabatan Kelompok konservatif sangat menentang gagasan
ketua dan wakil ketua seperti yang terdapat dalam susunan bikameralisme yang salah satunya diartikan seakan-akan
organisasi DPR. Karena itu, tidak salah jika pembentuk menghilangkan sama sekali keberadaan Majelis Per­mu­
undang-undang, sama-sama mengadakan jabatan ketua sya­waratan Rakyat sebagai lembaga yang sebelumnya
Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Pre­si­den Menurut UUD 1945, Konpress, me­rupa­kan lembaga tertinggi negara. Padahal keberadaan
Jakarta, 2005.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
150 Pasca Reformasi Negara 151
Dewan dan Majelis tersebut dianggap sebagai pencerminan terpisah dari institusi DPR dan institusi DPD. Sebagai insti-
langsung dari dianutnya sila keempat Pancasila, yaitu “Ke­ tusi yang terpisah, seperti telah diuraikan di atas, ketiganya
rak­yatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pun mempunyai fungsi, tugas, dan kewenangan yang juga
per­musyawaratan/perwakilan”. Kata permusya­wa­­rat­an berbeda dan terpisah satu sama lain. Karena itu, memang
dinilai terjelma dalam pelembagaan MPR, sedangkan kata tidak dapat dihindarkan untuk menyatakan bahwa MPR itu
perwakilan dianggap tercermin dalam pelembagaan DPR. adalah lembaga atau kamar ketiga dari struktur parlemen
Menerima ide struktur parlemen bikameral yang terdiri atas Republik Indonesia (trikameral par­liament).
DPR dan DPD, berarti menghilangkan keberadaan MPR Sebab kedua yang mengakibatkan diterimanya
sebagai pelembagaan prinsip per­musyawaratan da­lam sila keberadaan pimpinan dan kesekretariatjenderalan yang
keempat itu. tersendiri itu adalah suasana persaingan kepentingan politik
Pandangan semacam ini sangat mewarnai pandang­ antar partai-partai politik itu sendiri baik yang ada di dalam
an kelompok anggota MPR yang dimotori oleh partai yang MPR dan DPR maupun di luar parlemen menjelang pemili-
berkuasa (the ruling party) ketika itu, yaitu Partai Demo­kra­ han umum legislatif dan pemilihan umum presiden tahun
si Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang dipimpin oleh Pres- 2004. Berbagai kelompok partai politik sedang disibukkan
iden Megawati Soekarnoputri. Suasana psikologis yang ter- oleh berbagai agenda koalisi antar satu sama lain. Karena itu,
bentuk ketika itu sangat dipengaruhi oleh tekanan-tekanan keengganan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden
politik yang sangat kuat dari berbagai kelompok masyarakat Megawati untuk meniada­kan jabatan pimpinan dan kesekre-
yang anti perubahan UUD, sehingga partai yang berkuasa tariatjenderalan MPR yang tersendiri itu berhimpit dengan
sangat berhati-hati dalam menyikapi setiap ide perubahan kepentingan elite partai-partai politik untuk menyediakan
pasal demi pasal UUD 1945. Dalam suasana semacam itu sebanyak mungkin jabatan publik sebagai bahan untuk
dapat dibayangkan bahwa pemerintahan Presiden Mega- pembagian kekuasaan di antara mereka. Karena itu, kes-
wati Soekarnoputri yang juga adalah Ketua Umum Partai epakatan mengenai rumusan pasal-pasal yang menentukan
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini sangat dihantui adanya jabatan pimpinan MPR dan kesekretariatjenderalan
oleh kekhawatiran bahwa lembaga MPR akan dihapuskan MPR yang terpisah dan tersendiri itu, dengan mudah dapat
sama sekali dari sistem ketata­negaraan Republik Indonesia di­capai.
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Karena itu, dapat rangka konsolidasi sistem ketata­
Republik Indonesia Tahun 1945. ne­garaan kita pasca Perubahan UUD 1945, dan penataan
Karena itu, sebagai kompromi atas perdebatan ini, ke­lembagaan kenegaraan kita di masa men­datang, dapat
rumusan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 yang disepakati dalam diusulkan agar adanya lembaga pimpinan dan kesekre­ta­riat­
rangka Perubahan Keempat pada tahun 2002 adalah jenderalan MPR yang tersendiri ini cukuplah selama pe­riode
“MPR terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat transisi sampai tahun 2009 saja. Untuk selanjut­nya, dalam
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih rangka hasil pemilihan umum tahun 2009, pem­bentuk
melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang sebaiknya menyempurnakan kembali Un-
undang-undang”. Karena adanya kata anggota dalam dang-Undang tentang Susunan dan Ke­duduk­an MPR, DPR,
rumusan tersebut di atas, berarti –meskipun keanggotaan- DPD, dan DPRD, sehingga hal ini men­da­pat perhatian yang
nya dirangkap– institusi MPR itu sama sekali berbeda dan
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
152 Pasca Reformasi Negara 153
sungguh-sungguh. la­kukan penafsiran terhadap UUD, sebagai satu-satu­nya
lembaga yang mempunyai kewenangan tertinggi un­tuk
F. Mahkamah Konstitusi me­nafsirkan UUD 1945. Karena itu, di samping ber­fung­si
sebagai pengawal UUD, Mahkamah Konstitusi juga bia­sa
Mahkamah Konstitusi dibentuk untuk menjamin disebut sebagai the Sole Interpreter of the Consti­tu­tion.
agar konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat ditegakkan Bahkan dalam rangka kewenangannya untuk me­
sebagaimana mestinya. Karena itu, Mahkamah Konstitusi mu­tus perselisihan hasil pemilu, Mahkamah Konstitusi
biasa disebut sebagai the guardian of the constitution seper­ti juga dapat disebut sebagai pengawal proses demokratisasi
sebutan yang biasa dinisbatkan kepada Mahkamah Agung dengan cara menyediakan sarana dan jalan hukum untuk
di Amerika Serikat. Mengapa justru Mahkamah Agung yang menyelesaikan perbedaan pendapat di antara penyelengga­
disebut sebagai the guardian of the consti­tution di Amerika raan pemilu dengan peserta pemilu yang dapat memicu
Serikat. Sebabnya ialah karena disana tidak ada Mahkamah terjadinya konflik politik dan bahkan konflik sosial di tengah
Konstitusi. Fungsi Mahkamah Kon­sti­tusi da­lam arti yang masyarakat. Dengan adanya Mahkamah Konsti­tu­si, potensi
lazim dikenal di dalam sistem Eropa yang meng­anut tradisi konflik semacam itu dapat diredam dan bah­kan diselesaikan
civil law seperti Austria, Jerman, dan Italia terintegrasikan melalui cara-cara yang beradab di meja merah Mahkamah
ke dalam kewenangan Mahkamah Agung Amerika Serikat, Konstitusi. Oleh karena itu, Mahkamah Kon­stitusi itu di
sehingga Mahkamah Agung-lah yang disebut sebagai the samping berfungsi sebagai (i) pengawal kon­stitusi; (ii)
Guardian of American Con­sti­tution.14 penafsir konstitusi; juga adalah (iii) penga­wal demokrasi
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawal (the guardian and the sole interpreter of the constitution,
konstitusi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di­ as well as the guardian of the process of de­mo­cratization).
lengkapi dengan lima kewenangan atau sering disebut em­­ Bahkan, Mahkamah Konstitusi juga merupakan (iv) pelind-
pat kewenangan ditambah satu kewajiban, yaitu (i) menguji ung hak asasi manusia (the protec­tor of human rights).
konstitusionalitas undang-undang;15 (ii) me­mutus sengketa Dalam UUD 1945, ketentuan mengenai Mahkamah
kewenangan konstitusional antar lembaga negara;16 (iii) Konstitusi ini diatur dalam Pasal 24C yang terdiri atas 6 ayat,
memutus perselisihan mengenai hasil pe­mi­lihan umum; yang didahului oleh pengaturan mengenai Komisi Yudisial
(iv) memutus pembubaran partai poli­tik;17 dan (v) memu- pada Pasal 24B. Mengapa urutannya demikian? Sebabnya
tus pendapat DPR yang berisi tuduhan bahwa Presiden ialah bahwa semula, ketentuan mengenai Komisi Yudi­sial
melanggar hukum atau tidak lagi meme­nuhi syarat sebagai tersebut hanya dimaksudkan terkait keberadaan­nya dengan
Presiden atau Wakil Presiden sebagai­mana ditentukan Mahkamah Agung saja, tidak dengan Mahka­mah Konstitusi.
dalam UUD 1945, sebelum hal itu dapat di­usulkan untuk Akan tetapi, dalam perkembangan pem­ben­tukan Undang-
diberhentikan oleh MPR. Yang terakhir ini biasa disebut Undang tentang Komisi Yudisial, Mah­kamah Konstitusi juga
juga dengan perkara impeach­ment18 se­per­ti yang dikenal dijadikan objek yang martabat, ke­hor­matan, dan perilaku
di Amerika Serikat. hakimnya diawasi oleh Komisi Yu­disial (KY).
Dalam melakukan fungsi peradilan dalam keempat Dijadikannya hakim konstitusi pada Mahkamah
bidang kewenangan tersebut, Mahkamah Konstitusi me­ Konstitusi juga sebagai pihak yang diawasi perilakunya
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
154 Pasca Reformasi Negara 155
oleh Komisi Yudisial ditentukan oleh Undang-Undang ten- dalam Pasal 24B UUD 1945 secara meluas. Akan tetapi,
tang Komisi Yudisial, bukan oleh Undang-Undang ten­tang semua anggota Pansus UU tentang MK yang sebagian be-
Mahkamah Konstitusi. Apabila dikaitkan dengan ori­ginal sar adalah mantan anggota Panitia Ad hoc I Ba­dan Pekerja
intent dan sistematika Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, dan MPR yang terlibat dalam perumusan ketentuan Pasal 24A,
Pasal 24C, sangat jelas bahwa tugas konsti­tu­sional Komisi Pasal 24B, dan Pasal 24C UUD 1945, semua menolak karena
Yudisial hanya terkait dengan Mahkamah Agung dan ha- alasan bahwa hal itu bertentangan dengan maksud Undang-
kim di lingkungan Mahkamah Agung saja. Apalagi, hakim Undang Dasar 1945.
konstitusi sangat berbeda dari hakim biasa yang merupakan Oleh karena itu, saya sendiri harus menerima kenya­
hakim karena profesi atau judges by pro­fession. Sedangkan ta­an bahwa UU tentang Mahkamah Konstitusi sama sekali
hakim konstitusi adalah hakim ka­re­na jabatan lima tahu- mencantumkan ketentuan bahwa hakim konstitusi dapat
nan. Karena itu, etika profesi yang ha­rus ditegakkan oleh diawasi perilakunya oleh Komisi Yudisial. Namun, setelah
Komisi Yudisial memang hanya ter­kait dengan Mahkamah Mahkamah Konstitusi bekerja efektif selama satu tahun dan
Agung. telah banyak menguji undang-undang, dan bahkan sebagian
Di samping itu, kesulitan akan dihadapi oleh Mah­ di antaranya dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945
kamah Konstitusi jika sengketa kewenangan konstitusional dan karena itu dinyatakan tidak mengikat untuk umum.
terjadi antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial. Barulah berkembang pemikiran di kalangan ang­go­ta DPR
Bagaimana Mahkamah Konstitusi dapat bertindak sebagai untuk membatasi kekuasaan Mahkamah Konstitusi dengan
hakim yang adil dan imparsial, jika Mahkamah Konstitusi cara mengaitkannya dengan peng­awas­an etik oleh Komisi
sendiri dijadikan salah satu pihak yang diawasi oleh Komisi Yudisial (KY). Dengan perkataan lain, motif pencantuman
Yudisial. Lagi pula motif pencantuman ketentuan tentang ketentuan ini sama sekali tidak di­dasar­kan atas pertim-
Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang Komisi bangan konsti­tusionalitas rasio, me­lain­kan hanya bersifat
Yudisial tidaklah didasarkan atas rasionalitas ketentuan sangat emosional politis.
kon­stitusi. Ketika rancangan undang-undang tentang Mah­­ Dalam Pasal 24C ayat (3) ditentukan bahwa Mah­ka­­
kamah Konstitusi sedang dibahas oleh DPR dan pe­me­rintah, mah Konstitusi mempunyai sembilan orang hakim kon­
saya sendiri selaku tim ahli pemerintah menya­ran­kan agar stitusi yang ditetapkan oleh presiden, yang diajukan ma­
hakim konstitusi juga ditentukan sebagai ha­kim yang dia- sing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang
wasi oleh Komisi Yudisial dengan menafsirkan kata “hakim” oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh pre­si­
den. Ayat (4)-nya menentukan bahwa “Ketua dan Wakil
19
Penulisan kata “Wakil Ketua” di sini sengaja dilakukan dengan hu­ruf besar,
yaitu Wakil Ketua, karena yang dimak­sud adalah nama ja­bat­an resmi Ketua dan Ketua19 Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim
Wakil Ketua Mah­ka­mah Konstitusi. Hal ini sengaja dibedakan dari penulisan konstitusi.” “Hakim konstitusi disyaratkan harus memiliki
“Ketua dan wakil ketua Mah­ka­mah Agung” da­lam Pasal 24A ayat (4). Pembedaan
ini dimaksud­kan untuk menegas­kan bahwa jumlah Wakil Ketua Mahkamah
integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negara­
Kon­sti­tusi ha­nya ada 1 orang, sedangkan wakil ketua Mahkamah Agung dapat wan yang menguasai konstitusi dan ketata­negara­an, serta
di­ada­kan lebih dari 1 orang. Artinya, berkenaan dengan jum­lah wakil ketua MA ti­dak merangkap sebagai pejabat negara” [Pasal 24C ayat
itu, kepada pembentuk un­dang-undang di­beri kebebasan untuk menentukannya
sen­diri dengan/ da­­lam undang-undang. Sedangkan terhadap ja­bat­an wakil ke­tua (5)]. “Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi,
Mahkamah Konstitusi telah dibatasi oleh penyusun UUD 1945, yaitu hanya untuk hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah
satu jabatan.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
156 Pasca Reformasi Negara 157
Konstitusi diatur dengan undang-undang” [Pasal 24C ayat (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mah-
(6)]. kamah Agung dan badan peradilan yang berada di
Jika dibandingkan dengan sesama lembaga tinggi ne­­ bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, ling-
ga­ra lainnya, Mahkamah Konstitusi ini mempunyai po­si­­si kungan peradilan agama, lingkungan peradilan mili-
yang unik. MPR yang menetapkan UUD, sedangkan MK ter, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
yang mengawalnya. DPR yang membentuk UU, tetapi MK sebuah Mahkamah Konstitusi.
yang membatalkannya jika terbukti bertentangan dengan Dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945, ditentukan
UUD. MA mengadili semua perkara pelanggaran hu­­kum di bahwa “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada
bawah UUD, sedangkan MK mengadili perkara pe­langgaran tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan
UUD. Jika DPR ingin mengajukan tuntutan pem­berhentian di bawah undang-undang terhadap undang-undang,
terhadap presiden dan/atau wakil presiden dalam masa dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
jabatannya, maka sebelum diajukan ke MPR untuk diambil un­dang-undang.” Dengan perkataan lain, oleh UUD 1945,
putusan, tuntutan tersebut diajukan dulu ke MK untuk pem- Mahkamah Agung secara tegas hanya diamanati dengan dua
buktiannya secara hukum. Semua lem­ba­ga negara tersebut kewenangan konstitusional, yaitu (i) mengadili pada ting­kat
saling berselisih pendapat atau ber­seng­keta dalam melak- kasasi, dan (ii) menguji peraturan perundang-un­dangan di
sanakan kewenangan konsti­tu­sional­nya satu sama lain, bawah undang-undang terhadap undang-un­dang. Sedang-
maka yang memutus final dan meng­i­kat atas persengketaan kan kewenangan lainnya merupakan kewe­nang­an tambahan
itu adalah Mah­kamah Kon­sti­­tusi.20 yang secara konstitusional di­delegasi­kan kepada pembentuk
undang-undang untuk menentu­kan­nya sendiri. Artinya,
G. Mahkamah Agung kewenangan tambahan ini tidak ter­masuk kewenangan kon-
stitusional yang diberikan oleh UUD, melainkan diadakan
Ketentuan mengenai Mahkamah Agung, Mahka­mah atau ditiadakan hanya oleh undang-undang.
Konstitusi, dan Komisi Yudisial diatur dalam Bab IX UUD Selanjutnya, dalam Pasal 24A ayat (2), (3), (4), dan
1945 tentang Kekuasaan Kehakiman. Ketentuan umum ayat (5) ditentukan,
diatur dalam Pasal 24, dilanjutkan ketentuan mengenai (2) Hakim agung harus memiliki integritas dan ke­pri­
Mahkamah Agung dalam Pasal 24A yang terdiri atas lima ba­dian yang tidak tercela, adil, profesional, dan ber­
ayat. Mahkamah Agung adalah puncak dari kekuasaan 20
Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Antarlembaga Nega­ra, Konpress,
Jakarta, 2005.
kehakiman dalam lingkungan peradilan umum, peradilan 21
Jimly Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di Ber­ba­gai
agama, peradilan tata usaha negara, dan per­adilan militer. Negara, Konpress, Jakarta, 2005.
Mahkamah ini pada pokoknya merupa­kan pengawal un-
22
Lihat Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Sekre-
tariat Jenderal MKRI, Jakarta, 2005.
dang-undang (the guardian of Indo­ne­si­an law).
Menurut Pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945,
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan;
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
158 Pasca Reformasi Negara 159
pengalaman di bidang hukum; sa Keuangan ini adalah Raad van Reken­kamer. Keberadaan­
(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada nya sangat penting dalam rangka kepanjangan tangan fungsi
DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjut­nya pengawasan terhadap kinerja Gubernur jenderal di bidang
ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden; keuangan. Karena itu, ketika Indonesia merdeka lembaga
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih da­ri serupa juga diadakan dalam rangka penyusunan Undang-
dan oleh hakim agung; Undang Dasar 1945. Keberadaan lembaga ini dalam struktur
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum aca­ra kelembagaan negara Indonesia merdeka bersifat auxiliary
Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawah­ terhadap fungsi Dewan Perwakilan Rak­yat di bidang pen-
nya diatur dengan undang-undang. gawasan terhadap kinerja peme­rin­tahan.
Mengenai upaya pengujian peraturan perundang- Justru karena fungsi pengawasan oleh DPR itu bersi-
undangan di bawah undang-undang terhadap undang-un- fat politis, memang diperlukan lembaga khusus yang dapat
dang, dapat dikatakan merupakan upaya pengujian le­gali­tas melakukan pemeriksaan keuangan (financial audit) secara
(legal review). Pengujian yang dilakukan oleh Mah­­kamah lebih teknis. Lembaga seperti ini juga adalah di negeri Be-
Agung ini jelas berbeda dari pengujian kon­sti­tusional landa sendiri dengan nama Raad van Reken­kamer juga.
(constitutional review) 21 yang dilakukan oleh Mah­kamah Di Perancis, lembaga yang mirip dengan ini adalah Cour
Konstitusi. Pertama, obyek yang diuji hanya ter­batas pada des Comptes. Hanya bedanya, di dalam sistem Perancis ini,
peraturan perundang-undangan di bawah un­dang-undang lembaga ini disebut cour atau pengadilan, karena memang
(judicial review of regulation). Sedangkan pengujian atas berfungsi juga sebagai forum yudisial bagi pemeriksaan
konstitutionalitas undang-undang (judicial review of law) mengenai penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam
dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. tanggungjawab pengelolaan keuangan negara.
Kedua, yang dijadikan batu penguji oleh Mahkamah Untuk memahami konsepsi badan pemeriksa ke­uang­
Agung adalah undang-undang, bukan UUD. Oleh karena an itu secara tepat, kita perlu memahami ide-ide asli yang
itu, dapat dikatakan bahwa pengujian norma hukum yang semula dirumuskan UUD 1945 ketika disahkan pada tang-
di­lakukan oleh Mahkamah Agung adalah pengujian legali­tas gal 18 Agustus 1945. Dalam rangka pemeriksaan keuangan
peraturan (judicial review on the legality of regulation), negara, pertama, kita perlu mengerti dengan tepat, apa yang
sedangkan pengujian oleh Mahkamah Konsti­tusi merupa­ dimaksud dengan pemeriksaan, dan kedua apa pula yang
kan pengujian konstitusionalitas undang-undang (judicial dimaksud dengan keuangan negara. Pe­me­riksa­an adalah ter-
re­view on the constitutionality of law). Yang terakhir ini jemahan dari perkataan auditing yang memang lazim dalam
bia­sa disebut juga dengan istilah pengujian konstitusional sistem administrasi dan mana­je­men keuangan modern. Di
atas undang-undang (consti­tutional review of law).22 zaman modern, tidak ada pe­nge­lolaan keuangan yang dapat
dibebaskan dari keha­rus­an auditing sebagai jaminan bahwa
H. Badan Pemeriksa Keuangan pengelolaan ke­uang­an itu memang sesuai dengan norma-
norma aturan yang berlaku (rule of the games). Keharusan
Di zaman Hindia Belanda, cikal bakal Badan Pe­me­rik­ auditing ini ti­dak hanya berlaku di dunia keuangan publik
tetapi juga di lingkungan dunia usaha dan bahkan di lapan-
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
160 Pasca Reformasi Negara 161
gan keper­da­ta­an pada umumnya. dari tahap rule making sampai ke tahap rule enforcing.
Uang adalah alat tukar yang bernilai ekonomi dan Auditing atau pemeriksaan itu sen­­diri tidak selalu bertu-
ju­­ga politik. Uang dapat menjadi sumber kekuatan dan ke­­­­ juan mencari kesalahan, melain­kan juga untuk meluruskan
kuasaan yang riil. Kekuasaan adalah uang, dan uang ber­­­arti yang bengkok, dan memberi­kan arah dan bimbingan agar
kekuasaan (Power is money, and money means power). pelaksanaan tugas-tugas dan fungsi-fungsi kelembagaan
Karena itu, jika tidak diimbangi oleh keyakinan akan nilai- dapat tetap berada di da­lam koridor aturan yang berlaku.
nilai moral, etika, dan agama, di samping dapat membawa Artinya, pemeriksa­an da­pat berfungsi preventif, dan dapat
kebaikan, uang juga dapat menjerumuskan orang ke lembah pula berfungsi korektif dan kuratif.
yang nista. Uang dapat membuat orang meng­agungkan uang Mengenai apa yang dimaksud dengan keuangan
di atas segalanya sehingga yang ber­laku bukanlah Ketu- negara, dapat ditegaskan bahwa dalam konsepsi asli UUD
hanan Yang Maha Kuasa, melainkan Ke­uangan Yang Maha 1945, sebagaimana disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945,
Kuasa. Karena uang dapat menye­bab­­kan orang tunduk dan memang dibedakan secara jelas antara pengertian keuan-
hanya mengabdi kepadanya. gan negara dan keuangan daerah. Yang menjadi lawan kata
Oleh sebab itu, setiap pengelolaan keuangan harus­lah “uang negara” dalam terminologi UUD 1945 ada­lah uang
dilakukan sesuai aturan yang benar, dan untuk men­jamin daerah. Artinya, uang negara itu bukanlah lawan kata dari
hal tersebut diperlukan mekanisme pemeriksa­an yang dise- uang swasta atau uang masyarakat. Kalaupun mau diperluas
but financial audit. Dalam rangka pengelolaan ke­uangan pengertiannya, uang negara itu juga dapat diperlawankan
negara, pemeriksaan semacam itu memerlukan lembaga dengan pengertian uang pribadi. Uang negara menurut
negara yang tersendiri, yang dalam bekerja ber­sifat otonom pengertian asli UUD 1945 adalah “uang milik negara yang
atau independen. Independensinya tersebut sangat pent- bukan milik pribadi siapa-siapa yang terkait dengan angga-
ing, karena dalam menjalankan tugasnya, pe­ja­bat pemer- ran pendapatan dan belanja negara sebagaimana ditentukan
iksa tidak boleh diintervensi oleh kepentingan pi­hak yang dalam UUD 1945.”
diperiksa atau pihak lain yang mem­punyai kepentingan Sebaliknya, yang dimaksud dengan uang daerah ada­
langsung ataupun tidak lang­sung, sehingga mempengaruhi lah “uang milik negara yang bukan milik pribadi siapa-siapa
obyektifitas pemeriksa­an. yang terkait dengan anggaran pendapatan dan belanja
Pemeriksaan keuangan itu sendiri sebenarnya meru- daerah sebagaimana ditentukan dalam peraturan perun-
pakan bagian yang juga tidak terpisahkan dari fungsi penga- dang-undangan.” Keberadaan uang daerah ini me­mang
wasan terhadap kinerja pemerintahan secara umum. Kontrol tidak disebutkan dalam UUD 1945. Pasal 23 ayat (1) UUD
atau pengawasan terhadap kinerja peme­rin­tahan haruslah 1945 sebelum perubahan, hanya menyebutkan, “Angga­
dilakukan secara simultan dan menye­lu­ruh sejak dari tahap ran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun
perencanaan sampai ke tahap eva­luasi dan penilaian, mulai dengan undang-undang. Apabila DPR tidak menye­tujui
anggaran yang diusulkan pemerintah, maka peme­rin­tah
menjalankan anggaran tahun yang lalu.”
Selanjutnya, Pasal 23 ayat (5) UUD 1945 juga me­nya­ta­
kan, “Untuk memeriksa tanggungjawab tentang ke­uangan
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
162 Pasca Reformasi Negara 163
negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Ke­uang­an, yang Sebab itu kekuasaan dan kewajiban badan itu ditetapkan
peraturannya ditetapkan dengan undang-un­dang. Ha­ dengan undang-undang.”
sil pemeriksaan itu diberitahukan kepada DPR.” Dalam Dari penjelasan-penjelasan di atas, terang sekali bah­
Penjelasan Pasal 23 ayat (1), (2), (3), dan (4) UUD 1945 wa Badan Pemeriksa Keuangan itu mempunyai keduduk­an
diuraikan bahwa cara menetapkan anggaran pendapatan tidak di atas pemerintah, tetapi juga tidak berada di ba­wah
dan belanja negara adalah ukuran bagi sifat pe­merintahan pengaruh pemerintah, melainkan di luar peme­rin­tah dan
negara. Dalam negara yang ber­dasar­kan fas­cis­me, anggaran bersifat otonom atau independen. Sebagai badan pe­meriksa,
itu ditetapkan semata-mata oleh pe­me­rintah. Tetapi dalam lembaga ini dapat dilihat sebagai instrumen ke­kuasaan raky-
negara demokrasi atau dalam ne­ga­ra yang berdasarkan at dalam menentukan sendiri nasibnya me­lalui penentuan
kedaulatan rakyat, seperti Republik Indonesia, anggaran dan persetujuan anggaran pendapatan dan belanja negara
pendapatan dan belanja itu ditetap­kan dengan undang- yang diberikan oleh DPR sebagai lem­ba­ga perwakilan rakyat
undang. Artinya dengan persetujuan DPR. Betapa caranya untuk dijadikan acuan atau rujuk­an bagi pemerintah untuk
rakyat sebagai bangsa dapat hidup dan dari mana didapat- bekerja dalam melayani kebu­tuh­an rakyat. Karena itu, hasil
nya belanja buat hidup, haruslah ditetapkan oleh rakyat itu pemeriksaan keuangan tersebut harus diberitahukan kepada
sendiri, dengan perantaraan de­wan perwakilannya. Rakyat DPR untuk ditindak­lanjuti sebagaimana mestinya dalam
harus menentukan sendiri nasib­nya, dan karena itu juga rangka fung­si peng­awasan terhadap kinerja pemerintah
cara hidupnya. dan peme­rin­tah­an.
Dalam Penjelasan itu juga ditegaskan bahwa “Pasal Dengan demikian, dapat dirumuskan beberapa ke­sim­
23 itu menyatakan bahwa dalam hal menetapkan pen­da­ pul­an sebagai berikut.
pat­an dan belanja, kedudukan DPR lebih kuat daripada (i) Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh Badan
ke­dudukan pemerintah. Ini tanda kedaulatan rak­yat. Oleh Pe­­me­riksa Keuangan yang bersifat independen, ber­
karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk kait­an dengan pelaksanaan atau realisasi anggaran
menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang pendapatan dan belanja negara yang telah disetujui
menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan oleh rakyat melalui DPR;
lain-lainnya harus ditetapkan dengan undang-undang, (ii) Pengertian anggaran pendapatan dan belanja yang di­
yaitu dengan persetujuan DPR.” mak­sud dalam UUD 1945 hanya anggaran pen­da­pat­an
Selanjutnya, dalam Penjelasan Pasal 23 ayat (5) dan belanja negara (APBN) di tingkat pusat, se­hingga
ditegaskan pula bahwa “Cara pemerintah memperguna­ tidak tercakup anggaran pendapatan dan be­lanja dae-
kan uang belanja yang sudah disetujui oleh DPR harus rah (APBD) yang sama sekali tidak ber­kait­an dengan
sepadan dengan keputusan tersebut. Untuk memeriksa tugas dan kewenangan Badan Peme­rik­sa Keuangan;
tanggungjawab pemerintah itu perlu ada suatu badan (iii) Dalam pelaksanaan tugasnya, Badan Pemeriksa
yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah. Keuangan pada pokoknya adalah partner atau mitra
Suatu badan yang tunduk kepada pemerintah tidak dapat DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan (control)
melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya, badan terhadap kinerja pemerintah dan pemerin­tah­an, khu-
itu bukanlah pula badan yang berdiri di atas pemerintah. susnya dalam rangka pengawasan ter­hadap ki­ner­ja
pemerintahan dan pelaksanaan anggaran pen­dapatan
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
164 Pasca Reformasi Negara 165
dan belanja negara. Oleh karena itu, hasil-hasil pemer- sangat mendasar. Pertama, pengertian keuangan ne­ga­ra
iksaan keuangan oleh BPK harus diberitahukan atau dan pengelolaan keuangan negara dewasa ini berubah secara
disampaikan kepada DPR untuk ditindaklanjuti seb- mendasar. Jika sebelumnya, uang negara itu terbatas kepada
agaimana mestinya; pengertian uang negara dalam konteks Anggaran Pendapa-
(iv) Dalam rangka pengelolaan APBN, DPR menetap­kan­ tan dan Belanja Negara (APBN), maka se­karang keuangan
nya bersama-sama dengan Pemerintah, sedang­kan negara itu meluas pengertiannya se­hingga mencakup uang
BPK mengawasi pelaksanaannya. Karena itu, fungsi milik negara yang terdapat dalam atau dikuasai oleh subyek
pengawasan keuangan dalam konteks pengelolaan hukum badan perdata atau per­orangan siapa saja, asalkan
APBN tersebut bersifat apostereori atau pengawasan merupakan uang atau aset yang merupakan milik negara,
pasca pelaksanaan APBN. Hal ini berbeda dari peranan tetap termasuk dalam penger­tian uang negara.
yang dilakukan oleh DPR, yai­tu dalam hal penentuan Hal ini sangat berbeda dari pengertian sebelumnya
anggaran bersama dengan Pemerintah yaitu sebelum yang jelas membedakan antara pengertian uang publik
anggaran itu dipakai; dan dengan uang perdata. Misalnya uang milik negara yang
(v) Karena itu pula, organisasi Badan Pemeriksa Kalau­ te­­lah dipisahkan menjadi modal dalam suatu perseroan,
pun ada di daerah-daerah hanya perwakilan saja, me­­nu­rut ketentuan hukum perdata sudah dianggap ter­pi­
berhubung anggaran pendapatan dan belanja negara sah sama sekali dari pengertian uang publik. Status ne­ga­ra
(APBN) juga dilaksanakan di daerah-daerah oleh yang dalam hal ini misalnya diwakili oleh menteri ne­gara
Pemerintah Daerah. BUMN sebagai wakil negara pemilik saham dalam perusa-
Dalam UUD 1945, dan juga dalam praktek selama haan adalah sama saja dengan pemilik saham lain­nya yang
ini, belum diatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan harus tunduk kepada norma-norma hukum yang berlaku
kemungkinan ditemukannya indikasi tindak pidana dalam bagi perusahaan yang bersangkutan. Bahwa dari sisi negara,
hasil pemeriksaan keuangan itu. Namun, berkembang status kekayaan negara dalam bentuk saham itu tetap dilihat
pengertian bahwa apabila dari hasil pemeriksaan itu, ter- sebagai uang publik tentu boleh saja. Tetapi, selama dalam
dapat hal-hal yang dinilai mengandung unsur-unsur dugaan konteks mekanisme hukum perdata di ling­kungan perusa-
tindak pidana, maka setelah hasil pemeriksaan itu disam- haan yang bersangkutan, kekayaan negara yang terdapat
paikan kepada DPR dan informasi-informasi mengenai hal dalam perusahaan tersebut harus diperlaku­kan sebagai uang
itu dapat dikategorikan telah menjadi milik publik, aparat perdata milik negara sebagai salah satu peme­gang saham
penegak hukum dapat pula menjadikannya sebagai bahan yang mempunyai status hukum yang sa­ma dengan pemilik
dalam rangka proses penegakan hukum sebagaimana mes- saham yang lainnya.
tinya. Dalam perusahaan, yang menentukan bukanlah apa­­
Sekarang, setelah UUD 1945 diubah, khususnya pada kah pemilik saham itu negara atau bukan, melainkan be­­ra­­pa
Perubahan Ketiga tahun 2001, ketentuan-ketentuan un- besar proporsi saham yang dimilikinya menentu­kan hak
dang-undang dasar mengenai (i) keuangan negara dan pen- suaranya dalam proses-proses pengambilan ke­pu­tusan
gelolaan keuangan negara, serta (ii) struktur organisasi dan dalam perusahaan itu. Jika pemerintah mengua­sai saham
kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan berubah secara mayoritas, maka perannya dalam pro­ses peng­ambil­an kepu-
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
166 Pasca Reformasi Negara 167
tusan juga tentu dominan, yaitu se­banding dengan proporsi pula dalam Pasal 23E ayat (3), “Hasil pemeriksaan tersebut
saham yang dimilikinya. Karena itu, ke­ka­yaan milik negara ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan
yang merupakan uang publik dalam ben­tuk saham dalam sesuai dengan undang-undang”. Artinya, meskipun BPK
suatu perusahaan perdata, memang da­pat menimbulkan tidak diwajibkan untuk atas inisiatifnya sendiri menyampai-
persoalan tersendiri, karena statusnya yang bersifat ganda. kan hasil pemeriksaan ke­uangan negara itu kepada lembaga
Di satu segi, statusnya sebagai ke­ka­ya­an milik negara, uang penegak hukum, te­ta­pi jika terdapat dugaan adanya tindak
atau kekayaan itu dapat disebut se­bagai uang atau kekay- pidana dalam ha­sil pemeriksaan tersebut, lembaga-lembaga
aan publik, tetapi dalam status­nya sebagai saham dalam penegak hu­kum yang sah menurut ketentuan undang-un-
perusahaan yang terikat oleh hu­kum perusahaan, uang dang, dapat sa­ja berinisiatif untuk menindaklanjuti temuan-
atau kekayaan ne­ga­ra itu juga ber­­status sebagai kekayaan temuan BPK itu.
perdata milik ne­gara. Sudah tentu, BPK sendiripun juga tidak dapat dikata­
Persoalannya timbul jika dikaitkan dengan pe­me­ kan salah jika beritikad baik untuk menyampaikan hasil-
rik­sa­an keuangan atau financial audit terhadap kekayaan ha­sil pemeriksaannya itu kepada lembaga penegak hukum
negara yang terdapat dalam perusahaan-perusahaan atau yang oleh Pasal 23E ayat (3) disebut sebagai badan sesuai
badan-badan perdata seperti yayasan dan sebagainya. Se­ dengan undang-undang. Kemungkinan lain, dapat pula
jauh­mana BPK (Badan Pemeriksa Keuang­an) berwenang ter­jadi bahwa yang berinsiatif untuk menindaklanjuti hasil
memeriksa keuangan negara yang terdapat di dalam peru- pe­meriksaan BPK itu adalah DPR sebagai lembaga peng­
sahaan-perusahaan dan yayasan-yayasan tersebut? Inilah awas kinerja pemerintah dan pemerintahan. DPR-lah yang
yang menimbulkan perbedaan antara UU tentang BUMN meneruskan hasil pemeriksaan BPK itu kepada Ke­po­lisian
dengan UU tentang Keuangan Negara yang perlu dipecah- atau badan-badan lain seperti KPK dan sebagainya. Namun,
kan secara tepat cara memahami pengertian uang negara sekali lagi, terlepas dari hal itu, setelah hasil peme­riksaan
dan uang perdata dalam konteks kekayaan negara yang oleh BPK itu disampaikan kepada DPR, maka se­mua in-
telah dipisahkan dalam bentuk saham dalam badan-badan formasi mengenai hasil pemeriksaan itu sudah men­jadi
perdata seperti perusahaan dan dana-dana yayasan. Dengan milik umum atau publik, sehingga dengan sendirinya setiap
demikian, dapat pula ditentukan batas-batas kewenangan lembaga penegak hukum dapat men­jem­put bola, ber­inisiatif
pemeriksaan keuangan oleh BPK dengan pemeriksaan oleh sendiri untuk menegakkan hukum dan menye­la­matkan
akuntan publik (public accountant) yang juga melakukan kekayaan negara dari kegiatan yang tidak terpuji yang
financial audit. merugikan kekayaan negara.
Di samping itu, pengertian uang dan keuangan negara Kedua, organisasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
itu menurut Pasal 23 UUD 1945 yang baru juga ti­dak hanya ini juga berubah makin besar dan kuat. Pasal 23E ayat (1)
terbatas kepada pengertian anggaran pendapatan dan be- UUD 1945 menentukan, “Untuk memeriksa pengelolaan
lanja negara (APBN), tetapi juga dalam konteks anggaran dan tanggungjawab tentang keuangan negara, diadakan
pendapatan dan belanja daerah (APBD). Karena itu, hasil sa­tu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan man­
pemeriksaan keuangan negara oleh BPK menurut Pasal 23E diri.” Dalam ayat ini jelas disebutkan satu Badan Pemer-
ayat (2) UUD 1945, “... diserahkan kepada DPR, DPD, dan iksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Pasal 23G ayat
DPRD, sesuai dengan kewenangan­nya”. Bahkan ditegaskan (1) UUD 1945 menegaskan, “Badan Pemeriksa Keuangan
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
168 Pasca Reformasi Negara 169
ber­kedudukan di ibukota negara, dan memiliki perwakilan
di setiap provinsi”. Artinya, UUD mewajibkan bahwa per­wa­
kilan BPK itu harus ada di setiap provinsi. Padahal se­belum­
nya, kantor-kantor perwakilan BPK hanya ada di be­be­rapa
provinsi yang besar-besar saja, karena terkait dengan tugas-
tugas pemeriksaan atas pelaksanaan APBN di daerah-daerah
yang volumenya berbeda-beda satu sa­ma lain.
Dalam kedudukannya yang semakin kuat dan ke­
we­nangan yang makin besar itu, fungsi BPK itu sebe­nar­
nya pada pokoknya tetap terdiri atas tiga bidang, yaitu
fungsi operatif, fungsi yusitisi, dan fungsi advisory. Bentuk
pelaksanaan ketiga fungsi itu adalah (i) fungsi operatif
be­ru­pa pemeriksaan, pengawasan, dan penyelidik­an atas
pengua­saan, pengurusan dan pengelolaan kekayaan ne­
ga­ra; (ii) fungsi yudikatif berupa kewenangan menuntut
per­bendaharaan dan tuntutan ganti rugi terhadap ben­
da­ha­rawan dan pegawai negeri bukan bendahara yang
ka­re­na perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan
ke­wa­jib­an yang menimbulkan kerugian keuangan dan ke­
ka­ya­an negara; dan (iii) fungsi advisory yaitu memberikan
per­timbangan kepada pemerintah mengenai pengurusan
dan pengeloaan keuangan negara.
Untuk menggambarkan skema kelembagaan orga­ni­­
sasi negara pada tingkatan lembaga tinggi negara, kita
dapat memanfaatkan struktur organisasi yang diperkenal­
kan oleh Sekretariat Jenderal MPR RI sebagaimana di­tun­
juk­kan di halaman berikut.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Tinggi
170 Pasca Reformasi Negara 171
Lembaga
Konstitusional
Lainnya 173
Sebelum Perubahan UUD 1945, Bab V tentang Ke-
menterian Negara berisi Pasal 17 yang hanya terdiri atas
3 tiga ayat, yaitu bahwa (1) “Presiden dibantu oleh menteri-
...........................................................................
menteri negara”; (2) “Menteri-menteri itu diangkat dan
Lembaga di­perhentikan oleh presiden”; dan (3) “Menteri-menteri itu
Konstitusional memimpin departemen pemerintah”. Sesudah Peru­bahan
Lainnya Pertama UUD 1945 pada tahun 1999 dan Peru­bahan Ke-
tiga pada tahun 2001, isi ketentuan Pasal 17 ini ber­tambah
menjadi empat ayat, yaitu bahwa (1) “Presiden di­bantu oleh
A. Menteri dan Kementerian Negara menteri-menteri negara”1; (2) “Menteri-men­teri itu diang­
kat dan diberhentikan2 oleh Presiden”; (3) Se­tiap menteri
1. Menteri sebagai Pimpinan Pemerintahan membidangi urusan tertentu dalam pe­me­­rin­tahan;3 dan (4)
Pembentukan, pengubahan, dan pem­­bu­baran kementerian
negara diatur dalam undang-un­dang.4
Ketentuan mengenai Kementerian Negara ini ditem­pat­
Terlepas dari perbedaan antara rumusan asli dengan
kan tersendiri dalam Bab V Undang-Undang Dasar Ne­ga­ra
rumusan baru hasil perubahan UUD 1945, yang pertama-
Republik Indonesia Tahun 1945. Banyak orang yang kurang
tama mesti dicatat adalah bahwa ketentuan mengenai ke­
memperhatikan sungguh-sungguh mengenai hal ini karena
men­terian negara ini disusun dalam bab yang terpisah dan
dianggap merupakan bagian yang tak terpisah­kan dari ke-
ter­sendiri dari Bab III tentang Kekuasaan Pemerintah­an
wenangan mutlak (hak prerogatif) presiden sebagai kepala
Negara. Pemisahan ini, pada pokoknya, disebabkan oleh ka­
negara yang sekaligus adalah kepala peme­rin­tahan. Sebena-
rena kedudukan menteri-menteri negara itu di­anggap sangat
rnya, pengaturan soal kementerian nega­ra yang tersendiri
penting dalam sistem ketatanegaraan me­nurut UUD 1945.
dalam Bab yang terpisah dari Bab III ten­tang Kekuasaan
Presiden Republik Indonesia me­nu­rut UUD 1945 bukanlah
Pemerintahan Negara yang berkaitan dengan kekuasaan
merupakan kepala eksekutif.
presiden, mengandung arti yang ter­sen­­­diri pula.
Kepala eksekutif yang sebenarnya adalah menteri yang
Pengaturan mengenai hubungan antara presiden
bertanggungjawab kepada presiden. Oleh sebab itu, dalam
dan menteri menurut UUD 1945 sebelum dan sesudah per­
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum pe­ru­bahan
u­bahan pada pokoknya tidak berbeda, hanya saja kare­na
dinyatakan bahwa menteri itu bukanlah pe­ja­bat yang biasa.
struktur ketatanegaraannya sudah berubah secara men­­
dasar, maka kita harus memahaminya juga dalam perspektif 1
Tetap seperti aslinya.
yang sudah berubah itu. Baik dalam UUD 1945 sebelum 2
Bandingkan dengan rumusan sebelumnya yang mengguna­kan per­ka­taan diper­
perubahan maupun dalam UUD 1945 sesudah peru­bahan, hentikan, bukan diberhentikan. Penyem­pur­naan re­dak­­si ini di­lakukan dalam
rangka Perubahan Per­ta­ma UUD 1945 pa­da ta­hun 1999.
ketentuan tentang Kementerian Negara tetap berada dalam 3
Ketentuan ini merupakan tambahan ayat baru dalam rang­ka Peru­­­­bah­an Pertama
bab tersendiri, yaitu Bab V yang terpisah dari Bab III tentang UUD 1945 pada tahun 1999.
Kekuasaan Pemerintahan Negara yang mengatur tentang
4
Ayat terakhir ini adalah ketentuan baru ini yang disahkan pa­­­da ta­­hun 2001 atau
Perubahan Ketiga UUD 1945.
kekuasaan Presiden. 5
Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
174 Pasca Reformasi Lainnya 175
Kedudukannya sangat tinggi sebagai pe­mim­pin pemerin- idensial yang dianut dalam UUD 1945. Dengan demi­kian
tahan eksekutif sehari-hari. Artinya, para menteri itulah kekuasaan para menteri negara itu benar-benar ber­si­fat
pada pokoknya yang merupakan pimpinan pe­merintahan meritokratis, (meritocracy) sehingga dalam memim­pin
dalam arti yang sebenarnya di bidang-bi­dang tugasnya kementerian yang menjadi bidang tugasnya, para men­te­ri
masing-masing. itu dapat pula diharapkan bekerja menurut standar-stan­dar
Dengan demikian, meskipun sering digunakan isti­ yang bersifat meritokratis juga.
lah bahwa para menteri itu adalah pembantu presiden, Sebagai pemegang amanat jabatan politik (political
te­­ta­pi mereka itu bukanlah orang atau pejabat sembarang­ appointee), para menteri negara tidak boleh memaksakan
an. Karena itu, untuk dipilih menjadi menteri hendaklah as­pirasi politik sesuatu partai politik ke dalam sistem biro­kra­­
sungguh-sungguh dipertimbangkan bahwa ia akan dapat si kementerian yang dipimpinnya. Tugasnya adalah un­tuk
diharapkan bekerja sebagai pemimpin pemerintahan ekse­ menjabarkan program kerja presiden selama lima ta­hun
kutif di bidang-bidangnya masing-masing secara efektif di bidang tugasnya masing-masing berdasarkan per­aturan
un­tuk melayani kebutuhan rakyat akan pemerin­tah­an yang perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan sum­­pah
baik. Apalagi, bangsa dan negara Indonesia sangat be­sar dan jabatannya, presiden sebagai kepala pemerintah­an eksekutif
kompleks permasalahannya, sehingga tugas-tugas pemer- diwajibkan memegang teguh undang-undang da­­­sar dan
intahan dan pembangunan tidak dapat di­se­rah­kan hanya menjalankan segala peraturan perundang-un­dang­­an dengan
kepada orang-orang yang tidak dapat di­ha­rapkan bekerja selurus-lurusnya.
dengan efektif untuk kepentingan selu­ruh rakyat. Dalam rangka pelaksanaan segala peraturan perun­
Sistem pemerintah presidensial yang dibangun hen­ dang-undangan tersebut, birokrasi kementerian negara
dak­lah didasarkan atas pemikiran bahwa presiden berhak yang dipimpin oleh menteri harus dijamin bebas (secured
un­tuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara from politics) dari pengaruh-pengaruh kepen­ting­an politik.
un­tuk mendukung efektivitas kinerja pemerin­tahan­­nya Birokrasi negara demokrasi terutama dalam pengisian ja-
gu­na melayani sebanyak-banyaknya kepenting­an rakyat. batan-jabatan administratif di dalamnya, harus benar-benar
Pe­nyu­sunan kabinet tidak boleh didasarkan atas logika dibebaskan dari berbagai kemungkinan pertarungan kepent-
sis­tem parlementer yang dibangun atas dasar koalisi antar ingan politik. Jangan sampai dinamika politik per­gan­tian
par­tai-partai politik pendukung presiden dan wakil pre­ kekuasaan antarpresiden dan antar partai menye­bab­kan
siden. Dengan demikian, seseorang dipilih dan diangkat birokrasi menjadi goncang karena para pejabatnya datang
oleh presiden untuk menduduki jabatan menteri harus di­ dan pergi sesuai dengan kepentingan para menteri sebagai
dasarkan atas kriteria kecakapannya bekerja, bukan karena pembantu presiden yang berkuasa.
pertimbangan jasa politiknya ataupun imbalan terhadap Karena itu, sangat penting dicatat bahwa Undang-
du­kungan kelompok atau partai politik terhadap presiden. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Artinya, jabatan menteri negara menurut ketentuan meng­­hendaki sistem pemerintahan negara Republik Indo­
Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo­ne­sia nesia adalah sistem presidensial yang murni. Dalam sistem
Tahun 1945 itu haruslah diisi berdasarkan merit sys­tem. presidensial itu, kedudukan menteri negara sebagai pem­ban­
Itulah konsekuensi dari pilihan sistem pemerintahan pres- tu presiden sangatlah menentukan dalam bidang tu­gas­­nya
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
176 Pasca Reformasi Lainnya 177
masing-masing sebagai pemimpin pemerintahan da­lam arti dan keamanan, bidang ekonomi dan keuangan, dan bidang
yang sebenarnya guna melayani kebutuhan dan kepentingan kesejahteraan rakyat. Baik menteri negara maupun men­te­
rakyat sehari-hari. Oleh sebab itu, peng­ang­­katan para men- ri koordinator biasanya tidak memimpin departemen yang
teri itu haruslah bersifat meritokratis, sehingga merekapun mempunyai jangkauan birokrasi sampai ke daerah-dae­rah,
dapat bekerja dengan sebaik-baiknya dalam melayani ke- melainkan hanya memimpin suatu kantor kemen­teri­an
pentingan rakyat berdasarkan merit sys­tem pula. di tingkat pusat saja. Bahkan, baik di masa pemerin­tah­an
Presiden Soekarno maupun di masa pemerintahan Pre­­siden
2. Organisasi Kementerian Negara Soeharto, pernah diadakan pula jabatan menteri mu­da, di
samping menteri departemen, menteri negara tan­­pa port-
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (4) UUD 1945, folio dan jabatan menteri koordinator.
“Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementeri­ Mengingat kenyataan bahwa tidak semua menteri
an negara diatur dalam undang-undang”.5 Perubahan memimpin departemen itulah, maka ketentuan Pasal 17
atas Pasal 17 UUD 1945 ini sebenarnya sudah diselesaikan ayat (3) UUD 1945 disempurnakan pada tahun 1999 den-
pa­da tahun 1999 yaitu dengan menyempurnakan rumusan gan rumusan baru menjadi, “Setiap menteri mem­bi­dangi
ayat (2) dan ayat (3). Ayat (2) disempurnakan redaksinya, urusan tertentu dalam pemerintahan”. Dengan ru­mus­an
yai­tu perkataan diperhentikan menjadi diberhentikan se­ baru ini, dihubungkan dengan ketentuan ayat (1), (2), dan
suai tata bahasa yang baik dan benar. Sedangkan ayat (3) ayat (4), maka semua jenis jabatan menteri, yaitu (i) men-
yang semula berbunyi “menteri-menteri itu memimpin de­­­­ teri koodinator, (ii) menteri yang memimpin de­par­temen,
partemen pemerintah”, disempurnakan dengan rumus­an dan (iii) menteri negara yang tidak me­mim­pin de­partemen,
baru, “setiap menteri membidangi urusan tertentu da­lam semuanya merupakan menteri negara seba­gai­mana dimak-
pemerintahan”. sud dalam Bab V Pasal 17 UUD 1945.
Dalam penyempurnaan Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 Nama kantor atau organisasi para menteri negara itu
itu terkandung pengertian bahwa menteri-menteri negara adalah yang berbentuk organisasi departemen peme­rin­tah,
tidak harus selalu memimpin organisasi departemen. dan ada pula yang tidak berbentuk depar­temen. Oleh karena
Se­ba­gaimana telah terbukti dalam praktek selama masa itu, dalam rumusan Pasal 17 ayat (4) hanya di­sebut “kemen-
pe­merintahan Orde Baru, beberapa jabatan menteri di­ada­ terian negara” saja, yang pem­ben­tukannya, pengubahan,
kan, meskipun tidak memimpin departemen. Kemen­teri­an- dan pembubaran organisasinya ditentukan harus diatur
kementerian tanpa portfolio departemen di­ada­kan se­suai dalam undang-undang. Kemen­terian negara itu dapat saja
dengan kebutuhan, yang lazimnya disebut dengan is­­ti­­lah berbentuk departemen, dan dapat pula tidak berbentuk
menteri negara, seperti menteri negara urus­an BUMN, men- departemen, melainkan hanya kantor kemente­ri­an saja.
teri negara urusan pemuda dan olah raga, men­teri negara Dengan demikian, pengaturan UUD mengenai ben­tuk or-
urusan pemberdayaan perempuan, dan se­­bagainya. ganisasi kementerian negara ini menjadi lebih len­tur atau
Selain itu, dalam praktek selama ini, juga biasa di­ fleksibel, tidak harus selalu berbentuk depar­te­men seperti
ada­kan jabatan menteri koordinator, yaitu bidang politik dalam rumusan sebelum­nya.
Di samping itu, dicantumkannya ketentuan Pasal 17
6
Huruf tebal dari penulis.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
178 Pasca Reformasi Lainnya 179
ayat (4) sebagai tambahan terhadap perubahan pasal ini Negara, atau juga dapat diatur da­­lam UU yang tersendiri
pa­da tahun 2001 (Perubahan Ketiga) yang sebelumnya tentang Kementerian Negara.
se­benarnya sudah diselesaikan pada tahun 1999 (Perubah­ Yang jelas, dengan adanya ketentuan Pasal 17 ayat
an Pertama), dipicu pula oleh kondisi politik masa peme­ (4) UUD 1945 tersebut di atas, maka terdapatlah keharus­
rintahan Presiden Abdurrahman Wahid yang penuh kon­ an bahwa (i) proses pembentukan, perubahan, dan/atau
tro­­versi. Setelah ditetapkan sebagai Presiden, Abdur­rah­ pem­bubar­an kementerian negara hanya dapat dilakukan
man Wahid banyak membuat keputusan-keputusan yang me­­nu­rut syarat-syarat dan tata cara yang diatur berdasar­
kon­troversial, membubarkan departemen penerangan, kan UU, dan bahwa (ii) ketentuan-ketentuan yang diper­lu­
dan departemen sosial, serta membentuk dan mengubah kan mengenai pembentukan, perubahan, dan pem­bu­bar­­an
organisasi-organisasi kementerian serta lembaga-lembaga kementerian negara menurut Pasal 17 UUD 1945 itu, harus
non departemen lainnya tanpa didasarkan atas perencana­an diatur dalam undang-undang, meskipun un­dang-undang
dan persiapan matang. Akibatnya, timbul banyak ke­su­litan yang bersangkutan tidak bersifat khusus ha­nya mengatur
mengenai bekas pegawai ataupun hal-hal lain ber­kait dengan kementerian negara saja.
pembubaran dan perubahan organisasi-orga­ni­sasi departe-
men dan non departemen yang ber­sang­kut­an. 3. Tiga Menteri “Triumvirat”
Karena pengalaman buruk itulah, maka, dalam rang­­ka
Perubahan Ketiga UUD 1945, pada tahun 2001, ke­­ten­tuan Selain menteri dan kementerian negara pada umum­
ayat (4) Pasal 17 ini ditambahkan untuk me­leng­­­kapi rumu- nya sebagaimana sudah diuraikan di atas, perlu dicatat pu­­
san yang semula disempurnakan pada Per­u­bahan Pertama la adanya tiga jabatan menteri yang biasa disebut dengan
UUD 1945 pada tahun 1999. Dengan ada­nya ketentuan baru menteri triumvirat. Ketiga jabatan menteri trium­virat itu
ayat (4) itu, semua kegiatan untuk mem­­bentuk, mengubah, adalah menteri luar negeri (menlu), menteri da­lam negeri
dan/atau membubarkan sesuatu or­ga­nisasi kementerian (mendagri), dan menteri pertahanan (men­han) se­­­ba­­gai­­­­
negara, haruslah dilakukan me­nu­rut syarat-syarat dan tata mana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UUD 1945. Me­nurut
cara yang diatur dalam un­dang-undang. ketentuan Pasal 8 ayat (3) ini, apabila ter­dapat ke­kosongan
Perkataan yang dipakai dalam Pasal 17 ayat (4) itu dalam jabatan presiden dan wakil pre­siden se­­cara bersama­
adalah “... diatur dalam undang-undang”, bukan “... diatur an, maka tugas kepresidenan di­pegang un­tuk sementara
dengan undang-undang”.6 Kata “dengan undang-undang” wak­tu oleh tiga menteri secara ber­sama-sa­ma, yaitu men­te­ri
menunjuk pada pengertian harus dengan un­dang-undang luar negeri, menteri dalam negeri, dan menteri per­ta­han­an
yang khusus. Sedangkan perkataan “dalam un­­dang-undang” sampai terpilihnya presiden dan wakil presiden defi­ni­tif oleh
menunjuk pada pengertian bahwa keten­tu­an mengenai Majelis Permusyawaratan Rak­yat menurut UUD 1945.
pembentukan, perubahan dan pembu­baran itu dapat diatur Bunyi lengkap Pasal 8 ayat (3) itu adalah,
dalam undang-undang yang terkait. Mi­salnya, hal itu dapat
saja diatur dalam UU tentang Or­ga­­­nisasi Pemerintahan “Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat,,
Pusat, atau dalam UU tentang Ad­mi­nistrasi Pemerintahan berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaku­
kan kewajibannya dalam masa jabatannya
7
Lihat Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 30 UU No. 24 Ta­hun 2003 tentang secara bersamaan , pelaksana tugas kepresiden­
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
180 Pasca Reformasi Lainnya 181
an adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam dalam negeri, dan menteri pertahanan tersebut. Persoalan
Negeri, dan Menteri Pertahanan secara ber­ dapat terjadi, baik di antara sesama menteri triumvirat
sama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari ataupun antara mereka bertiga sebagai satu kesatuan dengan
setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat
subjek kelembagaan negara yang lain. Bahkan secara teoritis
menyelenggarakan sidang untuk memilih Pre­
siden dan Wakil Presiden dari dua pasangan di atas kertas, dapat saja timbul perselisihan antara mereka
calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusul­ bertiga, misalnya, dengan men­­teri koordinator bidang poli-
kan oleh partai politik atau gabungan partai tik dan keamanan yang dalam keadaan biasa merupakan
politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil pejabat yang lebih senior dalam memegang fungsi koordi-
Presidennya meraih suara terbanyak pertama nasi atas ketiga menteri triumvirat tersebut.
dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya,
Dapat pula terjadinya, misalnya, ada partai politik atau
sampai berakhir masa jabatannya.”
gabungan partai politik yang berusaha menjadikan salah
satu dari ketiga menteri triumvirat sebagai calon pre­siden
Dengan ketentuan Pasal 8 ayat (3) itu, maka peme­gang
atau calon wakil presiden. Dalam keadaan demi­kian, maka
jabatan ketiga menteri itu, yaitu menteri luar negeri, men­­teri
dalam tenggang waktu 30 hari sesuai keten­tuan Pasal 8 ayat
dalam negeri, dan menteri pertahanan mem­pu­nyai kedudu-
(3) timbul persaingan di antara me­re­ka yang menyebabkan
kan konstitusional yang berbeda daripada men­­­teri-menteri
perselisihan. Jika perselisihan atau sengketa di antara mer-
lainnya. Jika terdapat kekosongan jabat­an presiden dan
eka itu berkaitan dengan pe­lak­sa­naan kewenangan menurut
wakil presiden secara bersamaan, mereka secara bersama-
UUD 1945, maka per­seng­ketaan itu hanya dapat diselesaikan
sama mendapat wewenang konstitusional untuk bertindak
secara hukum oleh Mahkamah Konstitusi.7
sebagai pelaksana tugas kepresidenan me­nu­rut UUD 1945.
Artinya, dalam hal-hal yang dimaksud oleh UUD 1945 terse- B. Dewan Pertimbangan Presiden
but, maka pemegang jabatan ketiga men­­teri itu mempunyai
kedudukan yang sangat penting, ter­­masuk misalnya lebih Dewan Pertimbangan Presiden ini, diadakan sebagai
penting daripada menteri koor­di­nator bidang politik dan peng­ganti Dewan Pertimbangan Agung yang ada sebelum­
keamanan, yang dalam keadaan normal biasanya dipandang nya menurut UUD 1945 sebelum Perubahan Keempat pada
lebih senior daripada mereka bertiga. tahun 20028. Sebelum diadakan perubahan ketentuan me­
Penyebutan ketiga menteri triumvirat tersebut se­ca­ra nge­nai Dewan Pertimbangan Agung (DPA) diatur dalam
tersendiri penting, karena secara normatif ketiganya, baik Pasal 16 dalam bab tersendiri, yaitu Bab IV yang berjudul
secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama meru­pa­kan De­wan Pertimbangan Agung. Pasal 16 ini berisi dua ayat,
subyek hukum konstitusional yang mendapatkan ke­kuasaan yaitu (1) Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan
langsung dari UUD 1945, yaitu sebagai pelak­sa­na tugas ke- dengan undang-undang, dan (2) Dewan ini berkewajiban
presidenan apabila kondisi yang dipersyarat­kan terpenuhi.
Apabila keadaan kekosongan dalam jabatan presiden dan
wakil presiden secara bersamaan sungguh-sungguh terjadi,
Mahkamah Konstitusi, LN-RI 2003 No­mor 98 dan TLN RI Nomor 4316.
maka dapat saja timbul berbagai per­soalan hukum yang 8
Tentang sejarah pembentukan dan pembubaran Dewan Per­tim­bangan Agung
terkait dengan ketiga jabatan menteri luar negeri, menteri ini, lihat Jimly Asshiddiqie, Memora­bilia De­wan Pertimbangan Agung, Konsti-
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
182 Pasca Reformasi Lainnya 183
mem­beri jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak me­ Rapiuddin Hamarung (FBPD), Yusuf Supendi (FPKS),
majukan usul kepada Pemerintah. Agus Purnomo (FPKS), M. Nasir Dja­mil (FPKS), Ida Bagus
Ketentuan Pasal 16 Bab IV tentang Dewan Pertim­bang­ Nugroho (FPDIP), Mai­yasyak Jo­han (FPPP), Yudho Pari-
an Agung tersebut, dengan Perubahan Keempat UUD 1945 purno (FPPP), Luk­man Sai­fuddin (FPPP), dan Pastor Saud
pada tahun 2002, dihapus dan diganti dengan rumusan Hasibuan (FPDS).
baru Pasal 16. Bunyi Pasal 16 baru ini adalah, “Presiden Dalam rancangan undang-undang tersebut di atas,
membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas tu­gas dewan tersebut ditentukan ada empat, yaitu (1) De­
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, wan Penasihat Presiden bertugas memberikan nasihat
yang selanjutnya diatur dalam undang-undang”. Namun, dan pertimbangan kepada presiden dalam menjalankan
ketentuan Pasal 16 baru itu tidak lagi ditempatkan dalam kekua­sa­an pemerintahan negara; (2) Pemberian nasihat
Bab IV yang berjudul Dewan Pertimbangan Agung. Bab dan per­timbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
IV dengan judulnya itu sudah dinyatakan dihapuskan, wa­jib dilakukan, baik atas permintaan maupun tanpa
sehingga sebagai gantinya maka rumusan Pasal 16 baru permin­ta­an presiden; (3) Presiden harus memperhatikan
itu ditempatkan menjadi bagian Bab III yang berjudul Ke­ dengan sungguh-sungguh nasihat dan pertimbangan Dewan
kuasaan Pemerintahan Negara. Dengan demikian ber­arti, Per­tim­bangan presiden; dan (4) Ketentuan lebih lanjut ten­
keberadaan lembaga baru ini berada dalam lingkup cabang tang tata cara pemberian nasihat dan pertim­bang­an diatur
kekuasaan pemerintahan negara. Posisi struktural­nya tidak dengan Peraturan Presiden. Nasihat dan pertimbangan-per­
lagi seperti kedudukan DPA di masa lalu yang diperlakukan timbangan itu sendiri, baik yang diberikan atas per­mintaan
sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang sederajat maupun tanpa permintaan dari presiden, bersifat kolektif,
dengan presiden/wakil presiden, DPR, MA, dan BPK. kecuali atas permintaan presiden kepada anggota Dewan
Sekarang, undang-undang tentang Dewan Pertim­bang­­ Pertimbangan yang tertentu.
an Presiden tersebut belum selesai dibentuk. Ran­cang­an Siapa sajakah yang dirancangkan untuk dapat duduk
undang-undangnya telah diajukan oleh beberapa ang­go­ta sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu? Dalam
DPR sebagai rancangan usul inisiatif DPR untuk dia­ju­kan rancangan ditentukan bahwa anggota dewan di­angkat dan
kepada presiden. Rancangan tersebut telah disam­pai­kan diberhentikan oleh presiden untuk masa jabat­an sama den-
kepada Pimpinan DPR-RI pada bulan Juni 2005. Di antara gan masa jabatan presiden. Artinya, apabila pre­siden ha­­bis
para anggota yang mengusulkan rancangan un­dang-undang masa jabatannya, maka anggota dewan tersebut ber­a­khir
inisiatif DPR itu adalah Dr. Bomer Pasaribu (FPG), Yahya pula masa jabatannya. Para anggota Dewan Pertim­bang­an
Zaini (FPG), Nursyahbani Katja­sungkana, SH., (FKB) Saiful- Presiden itu diangkat selambat-lambatnya tiga bu­lan setelah
lah Ma’shum (FKB), Mu­fid Busyairi (FKB), Hj. Azlaini Agus presiden dilantik. Dengan demi­kian, dalam pe­lak­sanaannya
(FPAN), Balkan Kapla­le (FPD), F.X. Soekarno (FPD), Zainal tentu masa jabatan anggota Dewan Pertim­bang­an Pres-
Arifin (FPDIP), Agus Condro (FPDIP), Idham (FPDIP), iden itu tidak mungkin sama persis dengan ma­sa jabatan
presiden. Dalam rancangan undang-undang, juga belum
tusi Press, Jakarta, 2005. ditentukan berapa jumlah anggota Dewan Per­tim­bangan
9
Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yu­di­sial (Lembaran Negara Presiden tersebut.
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tam­bahan Lembaran Negara No.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
184 Pasca Reformasi Lainnya 185
Sedangkan mengenai syarat-syarat untuk diangkat o­nal, dan lain-lain. Juga ada Tim Pena­si­hat Presiden yang
men­­jadi anggota dewan ini, ditentukan antara lain adanya biasa dibentuk dengan Keputusan Presiden, dan lain-lain
persyaratan umum, yaitu (i) warga negara yang bertempat se­bagainya. Untuk kepentingan efi­sien­si, tentunya, semua
tinggal di wilayah Republik Indonesia; (ii) bertaqwa ke­pa­da lem­baga-lembaga atau dewan-dewan itu perlu dikonsoli­da­
Tuhan YME; (iii) sehat jasmani dan rohani; (iv) ber­wibawa, si­kan dengan sebaik-baiknya.
jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; (v) setia kepada
Pancasila dan UUD 1945 serta segala per­aturan per­undang- C. KOMISI YUDISIAL
undangan Republik Indonesia; (vi) tidak per­nah dijatuhi
pidana penjara berdasarkan putusan peng­a­dil­an yang telah Seperti dikemukakan di atas, Komisi Yudisial ini di­
mempunyai kekuatan hukum yang te­tap karena melakukan atur dalam Pasal 24B UUD 1945 yang terdiri atas empat
tindak pidana yang diancam dengan pi­dana penjara seren- ayat. Komisi ini bersifat mandiri dan berwenang untuk
dah-rendahnya lima tahun. Di sam­ping itu, dipersyaratkan mengusulkan pengangkatan hakim agung dan melakukan
pula ada syarat khusus, ya­itu (i) mempunyai sifat kenegar- peng­awasan dalam rangka menjaga dan menegakkan ke­hor­
awanan dan kearifan; (ii) mem­pu­nyai keahlian atau profe- matan, keluhuran martabat dan perilaku hakim. Ang­go­ta
sional di bidangnya; dan (iii) mem­punyai rekam jejak yang Komisi Yudisial ini diangkat dan diberhentikan oleh pre­
baik selama masa pengabdi­an di bidangnya. siden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Perlu dipikirkan juga mengenai hubungan antara Pasal 24B UUD 1945 memuat empat ayat, yaitu: (1)
De­wan Pertimbangan Presiden ini dengan dewan-dewan Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang meng­
yang sudah ada sebelumnya yang juga mempunyai fungsi usulkan pengangkatan hakim agung dan mem­pu­nyai
ad­­visory kepada presiden. Apakah dengan dibentuknya wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegak­kan
de­wan penasihat yang dimaksud oleh Pasal 16 UUD 1945 kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku ha­kim;
itu, berarti badan-badan atau dewan-dewan penasihat lain (2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pe­nge­
yang sudah ada tidak diperlukan atau tidak diperbolehkan tahuan dan pengalaman di bidang hukum serta me­mi­­liki
lagi? Jika dewan-dewan yang sudah ada itu masih tetap di­­ integritas dan kepribadian yang tidak tercela; (3) Ang­gota
pertahankan, apakah hal itu tetap dapat dikatakan efi­sien? Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
Apakah dapat ditentukan adanya pembedaan yang je­las atau dengan persetujuan DPR; dan (4) Susunan, ke­du­dukan, dan
pembagian tugas yang rasional dan tidak tum­pang tindih di keanggotaan Komisi Yudisial diatur lebih lan­­jut dengan
antara sesama lembaga penasihat di­mak­sud? undang-undang9.
Dewan-dewan penasihat atau yang menjalankan Dalam Pasal 2 UU No. 22 Tahun 2004 tentang Ko­
fung­si advisory yang sudah ada selama ini, antara lain, mi­si Yudisial, ditegaskan lagi bahwa “Komisi Yudisial me­
ada­lah Dewan Pertahanan Nasional (Wantannas) yang ru­­pakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam
lang­sung diketuai oleh Presiden dan sehari-hari dipimpin pe­laksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau
oleh seorang Sekretaris Jenderal. Di samping Wantannas, pengaruh kekuasaan lainnya”. Komisi Yu­di­sial terdiri atas
ada pula Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Di pim­pinan dan anggota. Pimpinan terdiri atas seorang ketua
bi­­dang lain, ada pula Dewan Kelautan, De­wan Riset Nasi­ dan seorang wakil ketua yang me­rang­kap anggota. Komisi
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
186 Pasca Reformasi Lainnya 187
ini mempunyai tujuh orang anggota yang diberi status Yudi­sial ini sebagai salah satu lembaga negara yang bersifat
se­bagai pejabat negara. Kedudukan pro­to­koler dan hak penunjang (auxiliary organ) terhadap lembaga kekuasaan
keuangan ketua, wakil ketua, dan anggota Ko­misi Yudisial kehakiman, diharapkan bahwa infra struktur sistem etika
diberlakukan ketentuan peraturan per­undang-undangan prilaku di semua sektor dan lapisan supra struk­tur dan in­fra
bagi pejabat negara. struktur bernegara Indonesia dapat di­tumbuh­kem­bang­kan
Kedudukan komisi ini ditentukan oleh UUD 1945 se­ba­ sebagaimana mestinya dalam rang­ka mewujud­kan gagasan
gai lembaga negara yang tersendiri karena dianggap sangat negara hukum dan prinsip good governance di semua bi-
penting dalam upaya menjaga dan menegakkan ke­­hormatan, dang.
keluhuran martabat dan perilaku hakim. Jika hakim dihor- Kedudukan Komisi Yudisial ini dapat dikatakan sangat
mati karena integritas dan kualitasnya, maka rule of law penting. Secara struktural kedudukannya diposisi­kan sed-
dapat sungguh-sungguh ditegakkan sebagai­ma­na mestinya. erajat dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Tegaknya rule of law itu justru merupa­kan prasyarat bagi Namun demikian, perlu dicatat bahwa, meski­pun secara
tumbuh dan berkembang sehatnya sis­tem demokrasi yang struktural kedudukannya sederajat dengan Mah­­ka­mah
hendak dibangun menurut sistem kon­­stitusional UUD 1945. Agung dan Mahkamah Konstitusi, tetapi se­ca­ra fungsional,
Demokrasi tidak mungkin tum­buh dan berkembang, jika peranannya bersifat penunjang (auxi­liary) terhadap lem-
rule of law tidak tegak dengan ke­hormatan, kewibawaan, baga kekuasaan kehakiman. Komisi Yu­­di­sial, meskipun
dan keter­percaya­an­nya. fungsinya terkait dengan ke­ku­asa­an ke­ha­kim­an, tetapi
Karena pentingnya upaya untuk menjaga dan me­ tidak menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman. Komisi
ne­gakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku Yudisial bukanlah lembaga penegak nor­ma hukum (code
hakim itu, maka diperlukan lembaga yang tersendiri yang of law), melainkan lembaga penegak norma etik (code of
bersifat mandiri agar pengawasan yang dilakukannya da­pat ethics). Lagi pula komisi ini ha­nya ber­urusan dengan soal
efektif. Sistem pengawasan internal saja seperti yang sudah kehormatan, keluhuran mar­tabat, dan perilaku hakim,
ada selama ini, yaitu adanya majelis kehormatan hakim, bukan dengan lembaga peradilan atau lembaga kekuasaan
tidak terbukti efektif dalam melakukan peng­awasan. Karena kehakiman secara in­sti­tusional.
itu, dalam rangka perubahan UUD 1945, diadakan lembaga Keberadaannyapun sebenarnya berasal dari ling­kung­­
tersendiri yang bernama Komisi Yudi­sial. an internal hakim sendiri, yaitu dari konsepsi me­ngenai
Bahkan, lebih jauh lagi, keberadaan lembaga baru majelis kehormatan hakim yang terdapat di dalam dunia
yang akan mengawasi agar perilaku hakim menjadi baik profesi kehakiman dan di lingkungan Mahkamah Agung.
(good conduct) ini diharapkan pula dapat menjadi simbol Artinya, sebelumnya, fungsi ethical auditor ini ber­sifat in-
mengenai pentingnya infra struktur sistem etika perilaku ternal. Namun, untuk lebih menjamin efektifitas kerja­nya
(good conduct) dalam sistem ketatanegaraan Republik dalam rangka mengawasi perilaku hakim, maka fungsinya
In­do­nesia menurut UUD 1945. Dengan adanya Komisi ditarik keluar menjadi external auditor yang ke­dudukannya
dibuat sederajat dengan para ha­kim yang berada di lembaga
4415) di­un­dang­kan pada tanggal 13 Agustus 2004.
10
Ibid. yang sederajat dengan pengawasnya.
11
Ibid. Oleh karena itu, meskipun secara struktural kedu­
12
Lihat Pasal 14 Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Ko­­misi Yudisial
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
188 Pasca Reformasi Lainnya 189
dukan­nya memang sederajat dengan Mahkamah Agung dan tang­gungkan oleh undang-undang. Dalam Pasal 38 UU No.
Mahkamah Konstitusi, namun karena sifat fungsinya yang 22 Tahun 2004, ditentukan:
khusus dan bersifat penunjang (auxiliary), maka kedudukan (1) Komisi Yudisial bertanggung jawab kepada publik me­
protokolernya tidak perlu dipahami sebagai lem­baga yang la­lui Dewan Perwakilan Rakyat;
diperlakukan sama dengan Mah­kamah Agung dan Mahka- (2) Pertanggungjawaban kepada publik sebagaimana di­
mah Konstitusi serta DPR, MPR, DPD, dan BPK. Karena, maksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
Komisi Yudisial itu sendiri bukanlah lembaga negara yang a. menerbitkan laporan tahunan; dan
menjalankan fungsi kekuasaan nega­ra secara langsung. b. membuka akses informasi secara lengkap dan aku­
Komisi Yudisial bukan lembaga yudikatif, eksekutif, apalagi rat.
legislatif. Komisi ini hanya berfungsi menunjang tegaknya (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim seb- a setidaknya memuat hal-hal sebagai berikut:
agai pejabat penegak hu­kum dan lembaga yang menjalankan a. laporan penggunaan anggaran;
fungsi kekuasaan ke­hakiman (judiciary). b. data yang berkaitan dengan fungsi peng­awas­an;
Dengan demikian, dalam menjalankan tugas dan ke­ dan
we­nangannya, Komisi Yudisial juga bekerja berdam­ping­­an c. data yang berkaitan dengan fungsi rekruitmen Ha­
dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, bukan kim Agung.
dengan Pemerintah ataupun dengan lembaga per­wa­kilan (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
rakyat. Dalam bekerja, Komisi Yudisial harus le­bih dekat a disampaikan pula kepada Presiden.
dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Kon­sti­tusi, bu- (5) Keuangan Komisi Yudisial diperiksa oleh Badan Pemer­
kan dengan pemerintah ataupun dengan par­le­men. Lebih iksa Keuangan menurut ketentuan UU.
tegasnya, Komisi Yudisial harus mengambil ja­rak sehingga Menurut ketentuan Bab III Pasal 13 UU No. 22 Ta­hun
tidak menjadi alat politik para politisi, baik yang menduduki 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mem­punyai
jabatan eksekutif maupun legislatif, pe­me­rintah ataupun wewenang (a) mengusulkan pengangkatan Hakim Agung ke-
lembaga perwakilan rakyat untuk me­ngon­­trol dan mengin- pada DPR; dan (b) menegakkan ke­hormat­an dan keluhuran
tervensi independensi kekuasaan ke­hakiman. martabat serta menjaga perilaku hakim. Se­lan­jutnya, diten-
Sebaliknya, menurut ketentuan Pasal 2 UU No. 22 tukan oleh Pasal 14 UU No. 22 Tahun 200411 tersebut, dalam
Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial,10 “Komisi Yudisial melaksanakan wewenang sebagai­mana dimaksud dalam
me­­rupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan da­ Pasal 13 huruf a, Komisi Yudisial mem­­­punyai tugas:
lam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan 1) melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
atau pengaruh kekuasaan lainnya”. Artinya, Ko­mi­­si Yu­di­­­ 2) melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
sial sendiri juga bersifat independen yang bebas dan harus 3) menetapkan calon Hakim Agung; dan
dibebaskan dari intervensi dan pengaruh ca­bang-cabang 4) mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
ke­kuasaan ataupun lembaga-lembaga nega­ra lainnya. Pasal 20 UU tentang Komisi Yudisial itu menyata­kan,
Meskipun demikian, dengan sifat independen ter­sebut “Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana di­mak­sud
tidak berarti bahwa Komisi Yudisial tidak di­harus­kan ber­
(Lembaran Negara Republik Indonesia Ta­hun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
190 Pasca Reformasi Lainnya 191
dalam Pasal 13 huruf b Komisi Yudisial mem­pu­nyai tugas mah Agung, Pemerintah, dan masyarakat dapat meng­aju­kan
melakukan pengawasan terhadap perilaku ha­kim dalam calon Hakim Agung kepada Komisi Yudi­sial.14 Peng­­ajuan
rangka menegakkan kehormatan dan ke­luhur­an martabat calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di­la­­­kukan
serta menjaga perilaku hakim”. Se­lan­jut­­nya, Pasal 21 me- dalam jangka waktu paling lama 15 hari, se­jak pengu­muman
nyatakan, “Untuk kepentingan pelak­sa­na­an kewenangan pendaftaran penerimaan calon seba­gai­­­ma­na dimaksud pada
sebagaimana dimaksud dalam Pa­sal 13 huruf b, Komisi ayat (1).15
Yudisial bertugas mengajukan usul pen­jatuhan sanksi Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana di­mak­­
terhadap hakim kepada pimpinan Mah­ka­mah Agung sud dalam Pasal 13 huruf b Komisi Yudisial mem­pu­nyai tu-
dan/atau Mahkamah Konstitusi”. gas melakukan pengawasan terhadap perilaku ha­kim dalam
Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang rangka menegakkan kehormatan dan keluhur­­­an martabat
Komisi Yudisial tersebut,12 ditentukan pula: serta menjaga perilaku hakim.16 Untuk ke­­pen­tingan pelak-
(1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana di­mak­­ sanaan kewenangan sebagai­mana di­maksud dalam Pasal 13
sud dalam Pasal 13 huruf a, Komisi Yudisial mem­­punyai huruf b, Komisi Yudisial bertugas menga­jukan usul penjatu-
tugas: han sanksi terhadap hakim kepa­da pimpinan Mahkamah
a. melakukan pendaftaran calon Hakim Agung; Agung dan/atau Mahkamah Kon­­sti­­tusi.17
b. melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung; Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana di-
c. menetapkan calon Hakim Agung; dan maksud dalam Pasal 20, Komisi Yudisial:18
d. mengajukan calon Hakim Agung ke DPR. a. menerima laporan masyarakat tentang perilaku ha­
(2) Dalam hal berakhir masa jabatan Hakim Agung, Mah­­ kim;
kamah Agung menyampaikan kepada Komisi Yu­di­sial b. meminta laporan secara berkala kepada badan per­adil­an
daftar nama Hakim Agung yang bersang­kut­an, da­lam berkaitan dengan perilaku hakim;
jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan se­be­lum c. melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelang­garan
berakhirnya jabatan tersebut. perilaku hakim;
(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada d. memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang
ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama di­­duga melanggar kode etik perilaku hakim; dan
6 (e­nam) bulan, sejak Komisi Yudisial menerima pem­ e. membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa re­­ko­­­
beri­ta­huan dari Mahkamah Agung mengenai lo­wong­­an men­dasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung
Ha­kim Agung. dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tin­dasan­nya
Dalam jangka waktu paling lama 15 hari sejak mene­ disampaikan kepada Presiden dan DPR.
ri­ma pemberitahuan mengenai lowongan Hakim Agung, Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana di­
Ko­­misi Yudisial mengumumkan pendaftaran penerimaan mak­sud pada ayat (1), Komisi Yudisial wajib:19
ca­­lon Hakim Agung selama 15 hari berturut-turut.13 Mah­ka­ a. menaati norma, hukum, dan ketentuan peraturan per­
undang-undangan; dan
Negara No. 4415). 16
Pasal 20.
13
Pasal 15 ayat (1). 17
Pasal 21.
14
Pasal 15 ayat (2). 18
­Pasal 22 ayat (1).
15
Pasal 15 ayat (3). 19
Pasal 22 ayat (2).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
192 Pasca Reformasi Lainnya 193
b. menjaga kerahasiaan keterangan yang karena sifat­nya dimaksud pada ayat (4) bersifat rahasia. Keten­tu­­an lebih
24

merupakan rahasia Komisi Yudisial yang di­per­oleh ber- lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas se­­ba­gai­mana
dasarkan kedudukannya sebagai anggota. dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Komisi Yu­disial.25
Pelaksanaan tugas dimaksud, tidak boleh mengu­rangi Apabila kita memperhatikan, dapat diketahui bahwa
kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus per­­kara.20 rumusan ketentuan mengenai wewenang Komisi Yudisial
Jangan sampai mentang-mentang diberi ke­we­­nang­an untuk dalam Pasal 13 UU No. 22 Tahun 2004 sangat berbeda da­
mengawasi perilaku hakim, komisi ini ber­tin­dak sedemikian ri rumusan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945. Pasal 24B ayat
rupa memasuki ranah substansi pu­tus­an ataupun melaku- (1) tersebut berbunyi, “Komisi Yudisial bersifat man­diri
kan hal-hal lain yang dapat ber­akibat timbulnya ketakutan yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
di kalangan para hakim dalam memeriksa sesuatu perkara. dan mempunyai wewenang lain dalam rangka men­jaga
Hal ini pada gilirannya dapat mempengaruhi sikap bebas dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
atau kemerdekaan para hakim dalam memeriksa dan memu- perilaku hakim”.
tus perkara-perkara lain. Jika demikian yang terjadi, maka Kedua versi ketentuan tersebut, yaitu UUD 1945 dan
salah satu roh ke­kuasa­an ke­hakiman telah dihancurkan, dan versi UU tentang Komisi Yudisial, memang jelas satu sama
dengan demi­kian pilar negara hukum juga menjadi runtuh lain berbeda. Pertama, dalam undang-undang, “Komisi
karenanya. Yudisial mempunyai wewenang mengusulkan pengang­
Badan peradilan dan para hakim wajib mem­berikan kat­an hakim agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”
keterangan atau data yang diminta Komisi Yudisial dalam Padahal, dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 dinyatakan,
rang­ka pengawasan terhadap perilaku hakim dalam wak­tu “Komisi Yudisial .... berwenang mengusulkan pengangkat­
paling lambat 14 hari terhitung sejak tanggal per­min­ta­an an hakim agung ....”. Kedua, dalam undang-undang
Komisi Yudisial diterima.21 Dalam hal badan peradil­an atau di­nya­takan, “Komisi Yudisial mempunyai wewenang
hakim tidak memenuhi kewajiban dimaksud pada ayat (4), me­ne­gakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konsti­tusi wajib men­jaga perilaku hakim.” Sedangkan UUD 1945 menya­ta­
memberikan penetapan berupa paksaan kepada badan kan, “Komisi Yudisial ... mempunyai wewenang lain dalam
peradilan atau hakim untuk memberikan keterang­an atau rang­ka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
data yang diminta oleh Ko­misi Yudisial.22 mar­tabat, serta perilaku hakim.”
Dalam hal badan peradilan atau hakim telah diberi­kan Dari segi yang pertama, Pasal 24B ayat (1) UUD 1945
peringatan atau paksaan sebagaimana dimaksud pada ayat memang menentukan bahwa Komisi Yudisial berwenang
(5) tetap tidak melaksanakan kewajibannya, pimpin­an ba­dan meng­usulkan pengangkatan hakim agung. Dalam keten­tu­
peradilan atau hakim yang bersangkutan dikenakan sank­si an konstitusi itu, tidak dibatasi dan juga tidak ditentukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bi­­dang bagaimana dan kemana usul tersebut di­sampaikan oleh
kepegawaian.23 Semua keterangan dan data seba­gai­mana
24
Pasal 22 ayat (7).
20
Pasal 22 ayat (3).
25
Pasal 22 ayat (8).
21
Pasal 22 ayat (4).
26
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Na­sio­nal Indonesia
22
Pasal 22 ayat (5). (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor
23
Pasal 22 ayat (6). 4439).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
194 Pasca Reformasi Lainnya 195
Komisi Yudisial. Misalnya, perkataan “mengusulkan peng­ itu dianggap dapat dimaknai atau dianggap iden­tik dengan
angkatan hakim agung” dapat di­maknai sebagai ke­giat­an tindakan pengusulan untuk pemilihan oleh DPR.
mengusulkan kepada presiden untuk menerbitkan Ke­pu­tus­ Dari segi yang kedua, Pasal 24B ayat (1) UUD 1945
an Presiden untuk pengang­kat­an hakim agung yang te­lah menentukan, “Komisi Yudisial ... mempunyai wewenang
diseleksi menurut prosedur yang berlaku. Artinya, tindakan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormat­an,
pengangkatan yang dimaksudkan disitu diartikan sebagai keluhuran martabat, serta perilaku hakim”. Dari keten­tu­an
tindakan adminis­tratif berupa penetapan Keputus­an Pres- ini dapat dielaborasi menjadi (i) menjaga kehormatan ha­
iden yang bersifat beschikking belaka. kim; (ii) menjaga keluhuran martabat hakim; (iii) men­ja­ga
Akan tetapi, Pasal 13 UU No. 22 Tahun 2004 tentang perilaku hakim; (iv) menegakkan kehormatan hakim; (v)
Komisi Yudisial justru membatasi pengusulan itu harus menegakkan keluhuran martabat hakim; dan (vi) me­ne­
di­lakukan dari Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan gakkan perilaku hakim. Dalam kata menjaga ter­kan­dung
Rak­yat. Dengan demikian, fungsi Komisi Yudisial menjadi pengertian tindakan yang bersifat preventif, sedang­kan
supporting system terhadap kewenangan Dewan Perwakil­an dalam kata menegakkan terdapat pengertian tindakan yang
Rakyat untuk memilih calon hakim agung. Jika pengu­sul­an bersifat korektif. Karena itu, tiga kewenang­an yang per­tama
itu diajukan oleh Komisi Yudisial kepada DPR, berarti yang bersifat preventif atau pencegahan, se­dang­kan ti­ga yang
diajukan itu bukanlah calon hakim agung, melainkan baru kedua bersifat korektif.
bakal calon yang akan dipilih oleh DPR. Namun demikian, dalam rumusan Pasal 13 huruf b,
Di samping itu, pengusulan yang diajukan kepada DPR rumusan salah satu kewenangan Komisi Yudisial ter­sebut
itu, bukanlah merupakan pengusulan untuk peng­ang­katan diubah menjadi, “menegakkan kehormatan dan ke­lu­huran
seperti yang dimaksud oleh Pasal 24B ayat (1) UUD 1945, martabat serta menjaga perilaku hakim.” Jika di­ela­borasi,
melainkan hanya pengusulan untuk pemilihan bakal calon cakupannya menjadi jauh lebih sempit, yaitu ha­nya (i) men-
hakim agung. Oleh karena itu, bagi penganut pan­­dangan egakkan kehormatan hakim; (ii) menegak­kan keluhuran
yang demikian ini, ketentuan Pasal 13 UU No. 22 Tahun martabat hakim; dan (iii) menjaga perilaku hakim. Dari sini
2004 itu justru bertentangan (tegen gesteld) dengan keten- dapat dikatakan bahwa pembentuk un­dang-undang dengan
tuan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945. sengaja telah membatasi pengertian yang terkandung dalam
Tentu saja, ada pula pandangan yang sama sekali Pasal 24B ayat (1) UUD 1945. Yang bersifat preventif hanya
ber­beda mengenai soal ini seperti yang tercermin dalam dikaitkan dengan upaya men­­­jaga perilaku hakim, sedangkan
ru­mus­an ketentuan Pasal 13 UU No. 22 Tahun 2004 ten­ yang bersifat korektif ha­nya dikaitkan dengan upaya men-
tang Komisi Yudisial tersebut. Undang-undang ini disusun egakkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
setelah mendapatkan pembahasan bersama dan meng­ha­ Perbedaan ini tentu dapat saja dianalisis lebih men­
sil­­kan perstujuan bersama antara DPR dengan pemerin­tah dalam dari segi gramatikal dan dari segi makna kata.
(presiden). Pilihan politik yang diambil oleh DPR ber­sama Boleh jadi, apa yang dirumuskan dalam undang-undang
Pemerintah adalah seperti yang telah dirumuskan dalam me­mang benar. Akan tetapi, secara selintas saja sudah da­
Pasal 13 itu. Artinya, pemerintah dan DPR sama-sama pat di­­ketahui bahwa pembentuk undang-undang dengan
berbagi pendapat bahwa pengusulan untuk peng­ang­­katan se­nga­­ja telah mengubah rumusan Pasal 24B ayat (1) UUD
1945 yang dapat saja menimbulkan kontroversi tersendiri
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
196 Pasca Reformasi Lainnya 197
di kemudian hari. Padahal, tidaklah ada kerugian apa-apa lakukan secara internal oleh para hakim sendiri. Akan tetapi,
bagi pembentuk undang-undang jika mengikuti saja ru­ pengawasan perilaku yang bersifat internal me­­lalui majelis
mus­­an apa adanya dari UUD 1945, sehingga terhindar da­ri kehormatan hakim di Mahkamah Agung se­­per­ti selama ini
kemungkinan timbulnya perdebatan yang tidak perlu di dinilai tidak efektif. Karena itu, ide pem­bentukan Komisi Yu-
kemudian hari. disial dalam rangka pengawasan eks­ter­nal atas kehormatan
Mengenai kedudukan kelembagaan Komisi Yudisial dan perilaku hakim (external au­dit) ini diadopsikan. Dengan
(KY) dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut. demikian, dapat diketahui bah­wa keberadaan Komisi Yudi-
Pertama, apabila dibandingkan dengan Mahkamah Agung sial ini berada dalam rumpun kekuasaan kehakiman. Akan
dan Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial ini jelas bu- tetapi, untuk men­ja­min efek­tifitas kerjanya keberadaannya
kan lem­baga penegak hukum (the enforcer of the rule of ditentukan bersifat mandiri atau independen.
law), me­lain­kan lembaga penegak etika kehakiman (the Namun, perlu dipahami apa sebenarnya yang di­mak­
en­forcer of the rule of judicial ethics and good conduct). sud dengan mandiri dalam ketentuan Pasal 24B ayat (1)
Lem­baga negara yang mempunyai fungsi kehakiman atau UUD 1945, yaitu “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang
men­jalankan fungsi peradilan tertinggi adalah Mahkamah ber­wenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
Agung dan Mahkamah Konstitusi. Komisi Yudisial lebih dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga
merupakan lembaga etika daripada lembaga hukum. Ke­dua, dan me­­negakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan
terhadap fungsi kekuasaan kehakiman, Komisi Yudisial itu peri­laku hakim”. Secara terminologis, mandiri dan keman­
bersifat menunjang atau supporting system atau sebagai di­rian sebenarnya berbeda dari independen dan indepen­
auxiliary organ terhadap dan dalam cabang ke­kuasaan densi yang lebih berkenaan dengan kemerdekaan. Namun,
kehakiman. pe­rumus UUD 1945 tidak konsisten mengguna­kan kata-kata
Cabang kekuasaan kehakiman sebagai pilar ketiga ini, seperti terlihat dalam Pasal 22E ayat (5) tentang komisi
ne­gara demokrasi yang berdasar atas hukum (principle of pe­milihan umum, dan Pasal 23D tentang bank sentral.
constitutional democracy) atau the third estate of demo­ Komisi penyelenggara pemilihan umum disebut man­diri,
cracy tercermin dalam kekuasaan Mahkamah Agung dan te­tapi bank sentral dikatakan independen. Sebenarnya, jika
Mahkamah Konstitusi. Sedangkan Komisi Yudisial ber­ ditelusuri, dalam banyak ketentuan, penggunaan istilah
fungsi sebagai penjaga dan penegak kehormat­an, keluhur­an mandiri itu sendiri seringkali dimaksud­kan sebagai ter­je­
martabat, dan perilaku hakim. Demokrasi perlu di­im­bangi mah­an kata independen.
oleh rule of law, dan berkembang efektif­nya rule of law Oleh karena itu, tanpa harus terjebak dalam per­soal­
dan bahkan rule of just law sangat tergan­tung kepada an semantik, keberadaan Komisi Yudisial ini juga dimak­
keterpercayaan aparatur penegak hukum, khususnya para sud­kan bersifat mandiri dan sekaligus independen itu.
hakim. Karena itu, kehormatan, keluhur­an martabat, dan In­de­pendensinya itu harus diberi makna, (i) independensi
perilaku hakim menjadi sesuatu yang mutlak diperlukan ter­hadap subjek yang ia awasi, yaitu para hakim, agar Komisi
da­lam sistem demokrasi konstitusional. Yudisial dapat bekerja efektif tanpa diintervensi oleh Pimpi-
Selama ini, upaya menjaga dan menegakkan kehor­mat­­ nan Mahkamah Agung; dan juga (ii) independen dalam
an, keluhuran martabat, dan perilaku hakim itu, ha­nya di- menjalankan tugasnya, sehingga tidak boleh diintervensi
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
198 Pasca Reformasi Lainnya 199
atau membiarkan diri seakan di­kontrol dan dikendalikan kehakiman, Komisi Yudisial ini juga haruslah bersifat inde­
oleh lembaga-lembaga lain yang bo­leh jadi mem­punyai pen­den. Komisi Yudisial tidak boleh menjadikan dirinya
kepentingan politik tertentu, seperti partai-par­tai politik, alat politik bagi lembaga legislatif, eksekutif, ataupun ke­
pengusaha, lembaga DPR, DPD, dan presi­den. kuatan partai politik dan para pemilik modal atau dunia
Mengenai independensi dari dan terhadap para ha­ usa­­ha untuk mempengaruhi kinerja cabang kekuasaan ke­
kim dan lembaga Mahkamah Agung, sangatlah penting, ha­kiman yang merdeka. Roh hakim dan lembaga ke­kuasaan
ka­rena para hakimlah yang harus diawasi perilakunya oleh kehakiman terletak antara lain pada indepen­den­si dan
Komisi Yudisial. Dengan dijadikan sebagai external auditor imparsialitasnya.
seperti ini diharapkan, pengawasan diharapkan menjadi Karena itu, jangan sampai Komisi Yudisial sebagai
efek­tif, tidak seperti sebelumnya dimana di antara sesama lembaga pengawas perilaku hakim dipergunakan atau
ha­kim justru terjadi hubungan saling membela dan me­lin­ membiarkan dirinya dipakai oleh pihak-pihak yang ber­ke­
dungi yang menyebabkan pengawasan tidak efektif. Na­mun pentingan untuk mengganggu kemerdekaan hakim. Sebagai
demikian, tidak karena menjadi external auditor lalu Komisi konsekuensinya, para pejabat dari lingkungan cabang-ca-
Yudisial menjadi lawan atau musuh para hakim. Komisi bang kekuasaan di luar kekuasaan kehakiman tidak boleh
Yudisial tidak boleh menempatkan diri sebagai mu­suh, dan melakukan hal-hal yang dapat merendahkan martabat pen-
sebaliknya para hakim juga tidak boleh mem­per­lakukan gadilan dan cabang kekuasaan kehakiman pada umumnya.
komisi ini sebagai seteru. Komisi Yudisial juga tidak boleh melaku­kan hal-hal yang
Komisi Yudisial adalah partner atau mitra bagi Mah- dapat menyebabkan dirinya dimanfaat­kan oleh pihak-pihak
kamah Agung dalam menjaga dan menegakkan ke­hor­matan, yang berkepentingan itu untuk me­ren­dahkan, mengurangi
keluhuran martabat, dan perilaku hakim. Oleh karena itu, atau menyebabkan terjadinya delegitimasi kehormatan
setiap hakim berkepentingan untuk menjaga dan menegak- hakim dan lembaga kehakiman.
kan kehormatan hakim dan lembaga keha­kim­an. Oleh sebab
itu, hubungan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung D. Tentara Nasional Indonesia
bersifat kemitraan, bukan persaing­an atau apalagi perse-
teruan. Baik Mahkamah Agung, Ko­mi­si Yudisial maupun Tentara Nasional Indonesia (TNI) diatur tersendiri
cabang kekuasaan di luar kehakim­an dan warga masyarakat, dalam UUD 1945, yaitu dalam Bab XII tentang Pertahan­
tidak boleh menjadikan kedua­nya berseteru satu sama lain. an dan Keamanan Negara, yaitu pada Pasal 30. Di sini
Bagaimanapun, bagi Mah­ka­mah Agung, keberadaan Komisi di­­tentukan dengan jelas mengenai perbedaan tugas dan
Yudisial itu justru sangat penting artinya agar kehormatan, ke­wenangan ma­sing-masing untuk menjamin perwujud­an
keluhuran mar­tabat, dan perilaku para hakim di seluruh demokrasi dan tegaknya rule of law. Dalam Pasal 27 ayat (3)
Indonesia yang berjumlah lebih dari 6.000 orang, dapat UUD 1945 ditentukan bahwa “Setiap warga ne­ga­ra berhak
dijaga dan di­per­ta­han­kan serta ditegakkan sebagaimana dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan ne­gara”.
mestinya. Semen­ta­ra itu, Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 me­nen­­tukan,
Mengenai independensi yang kedua, yaitu dari dan “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut ser­ta
terhadap cabang-cabang kekuasaan lain di luar kekuasaan dalam usaha per­tahanan dan keamanan negara”.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
200 Pasca Reformasi Lainnya 201
Pasal 30 ayat (2) menentukan pula bahwa “Usaha jutan dari jabatan Panglima ABRI (Ang­­katan Ber­senjata
per­­­tahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui Republik Indonesia) yang ada pada masa orde ba­ru yang
sis­tem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Ten­­ menggabungkan organisasi ke­po­li­si­annya se­ba­­gai angkatan
tara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Repu­blik keempat dalam ABRI.
Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai Sesudah reformasi nasional, diadakan pemisahan yang
kekuatan pendukung”. Sementara itu, ayat (3) Pasal 30 tegas antara kedudukan dan peran TNI dan Polri, se­­hingga
ter­sebut menentukan, “Tentara Nasional Indo­nesia terdiri ABRI ditiadakan. Pemisahan tersebut ditetapkan dengan
atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pe­mi­­sah­an TNI
se­bagai alat negara bertugas memper­tahan­kan, melin­dungi, dan POLRI, serta Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 ten-
dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. tang Peran TNI dan Peran Polri. Berdasar­kan hal itu, pada
Sebelum adanya Pasal 30 yang termaktub dalam Bab tahun 2002 diundangkan UU No. 2 Ta­hun 2002 tentang
XII UUD 1945 yang berjudul Pertahanan dan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan juga UU No. 3
Negara tersebut, ketentuan mengenai tentara ini hanya Tahun 2002 tentang Pertahanan Ne­ga­ra (Lembaran Negara
ter­dapat pada Pasal 10 UUD 1945. Pasal 10 itu berbunyi, Republik Indo­nesia Tahun 2002 No­mor 3, Tambahan Lem-
“Pre­siden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Ang­ baran Negara Republik Indo­ne­sia Nomor 4169).
kat­­an Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara”. Dari Selanjutnya, pada tahun 2004 dibentuk pula un­
ke­ten­tuan Pasal 10 itu tidak diharuskan adanya jabatan dang-undang khusus tentang TNI. Rancangan UU ten­tang
Pang­lima Tentara Nasional Indonesia yang tersendiri. TNI itu disetujui bersama oleh DPR dan Presiden pada
Pre­siden sebagai kepala pemerintahan eksekutif langsung rapat paripurna DPR 30 September 2004. RUU yang telah
ber­tin­dak sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi atas mendapat persetujuan bersama itu selanjutnya disahkan
ketiga angkatan tentara itu, sehingga presiden biasa disebut dan diundangkan menjadi UU No. 34 Tahun 2004 pada
dengan istilah Panglima Tertinggi. tang­gal 19 Oktober 2004.26 Berdasarkan UU tentang TNI
Menurut paradigma atau jalan pikiran yang ter­kan­ ini, jelas ditentukan bahwa TNI terdiri atas angkatan darat,
dung dalam ketentuan Pasal 10 UUD 1945 tersebut, cukup laut, dan udara. Masing-masing angkatan di­pimpin oleh
di­adakan jabatan Kepala Staf Angkatan Darat, Udara, dan Ke­pala Staf Angkatan.
Laut, serta Kepala Staf Gabungan yang tunduk kepada Sesuai ketentuan Pasal 2 UU No. 34 Tahun 2004 ten­
oto­ritas presiden sebagai Panglima Tertinggi. Akan tetapi, tang TNI tersebut, Tentara Nasional Indonesia adalah:
dalam Pasal 30 UUD 1945 yang disepakati dalam rangka a. Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya ber­asal
Perubahan Kedua UUD 1945 pada tahun 2000, ke­tiga ang­ dari warga negara Indonesia;
katan darat, angkatan udara, dan angkatan laut itu dilihat b. Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang mene­gak­­
da­lam satu kesatuan organisasi Tentara Na­sional Indo­ne­sia kan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ti­dak
(TNI). Dalam konsep organisasi tentara itu, seba­gai­mana mengenal menyerah dalam melaksanakan dan me­nye­
telah menjadi kelaziman sejak masa-masa pe­me­rintahan lesaikan tugasnya;
sebelumnya, dianggap perlu adanya Pang­­lima TNI yang c. Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indone­sia
tersendiri. Keberadaan Panglima TNI ini me­ru­pa­kan kelan- yang bertugas demi kepentingan negara di atas ke­
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
202 Pasca Reformasi Lainnya 203
pentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama; c. pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang ter­
d. Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, ter­di­dik, ganggu akibat kekacauan keamanan. (2) Dalam melak­
diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik prak­tis, tidak sa­nakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berbisnis, dan dijamin kesejahteraan­nya, serta mengi- TNI merupakan komponen utama sistem perta­han­an
kuti kebijakan politik negara yang meng­anut prin­­sip de- negara.
mokrasi, supremasi sipil, hak asasi ma­nusia, ketentuan Sedangkan rincian tugasnya diuraikan dalam Pasal 7
hukum nasional, dan hukum inter­nasional yang telah ayat (1), yaitu TNI bertugas untuk menegakkan ke­dau­lat­an
diratifikasi. negara, mempertahankan keutuhan wilayah Ne­gara Kes-
Bab III tentang Kedudukan, Pasal 3 (1) menentukan atuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pan­casila dan
bahwa dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan mili­ter, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo­nesia Tahun
TNI berkedudukan di bawah presiden; ayat (2)-nya me­nen­ 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
tu­kan bahwa dalam kebijakan dan strategi per­ta­han­an serta darah Indonesia dari ancaman dan gang­gu­an terhadap keu-
dukungan administrasi, TNI di bawah koor­di­nasi departe- tuhan bangsa dan negara. Selanjut­nya Pasal 7 ayat (2)-nya
men pertahanan. Sementara itu, Pasal 4 (1) mengatur bahwa menentukan bahwa tugas pokok sebagai­mana dimaksud
TNI terdiri atas TNI Angkatan Da­rat, TNI Angkatan Laut, pada ayat (1) itu dilakukan dengan (a) ope­­rasi militer untuk
dan TNI Angkatan Udara yang me­lak­­sanakan tugasnya perang; dan (b) operasi militer selain perang, yaitu untuk:
secara matra atau gabungan di ba­wah pimpinan Panglima. 1. mengatasi gerakan separatis bersenjata;
Tiap-tiap angkatan sebagaimana di­maksud pada ayat (1) 2. mengatasi pemberontakan bersenjata;
ditegaskan oleh ayat (2)-nya mem­pu­nyai kedudukan yang 3. mengatasi aksi terorisme;
sama dan sederajat. 4. mengamankan wilayah perbatasan;
Selanjutnya, dalam BAB IV diatur pula tentang pe­ 5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat stra­
ran, fungsi, dan tugas TNI. Menurut Pasal 5, TNI berperan tegis;
sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam men­­ 6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan
jalan­kan tugasnya berdasarkan kebijakan dan kepu­tus­an kebijakan politik luar negeri;
politik negara. Fungsinya ditentukan dalam Pa­sal 6 ayat 7. mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta ke­
(1), yaitu bahwa selaku alat pertahanan negara, TNI itu luar­ganya;
berfungsi sebagai: 8. memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pen­
a. penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dukungnya secara dini sesuai dengan sistem per­ta­hanan
dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri ter­ semesta;
hadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan ke­se­la­matan 9. membantu tugas pemerintahan di daerah;
bangsa; 10. membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia da­lam
b. penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagai­ma­na rangka tugas keamanan dan ketertiban masya­ra­kat yang
dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan diatur dalam undang-undang;
11. membantu mengamankan tamu negara setingkat ke­pa­la
27
Menurut ketentuan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pem­bentukan Peraturan
Perundang-Undangan, Keputusan Pre­si­den yang ber­isi nor­ma yang bersifat negara dan perwakilan pemerintah asing yang se­dang
mengatur selanjutnya ha­rus dibaca atau di­per­la­ku­kan sebagai Peraturan Presiden berada di Indonesia;
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
204 Pasca Reformasi Lainnya 205
12. membantu menanggulangi akibat bencana alam, pe­ laut.
ngung­sian, dan pemberian bantuan kemanusiaan; Sedangkan Pasal 10 UU TNI No. 34 Tahun 2004
13. membantu pencarian dan pertolongan dalam ke­celaka­an meng­­atur tentang tugas-tugas Angkatan Udara, yaitu se­ba­­
(search and rescue); serta gai berikut:
14. membantu pemerintah dalam pengamanan pelayar­an a. melaksanakan tugas TNI matra udara di bidang per­
dan penerbangan terhadap pembajakan, perom­pak­an, tahanan;
dan penyelundupan. b. menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wila­
Semua ketentuan seperti yang diatur dalam Pasal 7 yah udara yurisdiksi nasional sesuai dengan ke­tentuan
ayat (2) tersebut di atas, dilaksanakan berdasarkan ke­bi­jak­ hukum nasional dan hukum internasional yang telah
an dan keputusan politik negara. di­ratifikasi;
Selanjutnya, dalam Pasal 8 UU TNI juga diatur dengan c. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan
jelas mengenai tugas-tugas masing-masing ang­kat­­an. Tugas pengem­bangan kekuatan matra udara; serta
Angkatan Darat adalah: d. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan uda­
a. melaksanakan tugas TNI matra darat di bidang per­ ra.
tahanan; Khusus mengenai postur dan organisasi TNI diatur
b. melaksanakan tugas TNI dalam menjaga keamanan wi­ pula dengan jelas dalam Bab V UU No. 34 Tahun 2004 ter­­
layah perbatasan darat dengan negara lain; sebut. Dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2), ditegaskan bah­wa
c. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan postur TNI dibangun dan dipersiapkan sebagai bagian dari
pengembangan kekuatan matra darat; dan postur pertahanan negara untuk mengatasi se­tiap an­caman
d. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di militer dan ancaman bersenjata. Postur TNI seperti di­
darat. maksud dibangun dan dipersiapkan sesuai dengan ke­bijakan
Tugas-tugas Angkatan Laut diatur dalam Pasal 9, pertahanan negara.
yaitu: Sedangkan mengenai organisasi, juga diatur dengan
a. melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang per­ta­ sangat jelas mulai dari Pasal 12 sampai dengan Pasal 16.
hanan; Dalam Pasal 12 ditegaskan bahwa organisasi TNI terdiri
b. menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wi­la­ atas Markas Besar TNI yang membawahkan Markas Besar
yah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan TNI Angkatan Darat, Markas Besar TNI Angkatan Laut, dan
hu­kum nasional dan hukum internasional yang telah Markas Besar TNI Angkatan Udara. Markas Besar TNI terse-
di­ratifikasi; but terdiri atas unsur pimpinan, unsur pembantu pim­pinan,
c. melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut da­lam unsur pelayanan, badan pelaksana pusat, dan ko­mando
rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang utama operasi. Markas Besar Angkatan juga ter­diri atas un-
ditetapkan oleh pemerintah; sur pimpinan, unsur pembantu pimpinan, un­sur pelayanan,
d. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pe­ badan pelaksana pusat, dan komando uta­ma pembinaan.
ngem­bangan kekuatan matra laut; Perbedaannya hanya terletak pada ko­man­do utama operasi
e. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan ada di Markas Besar TNI, sedangkan komando utama pem-
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
206 Pasca Reformasi Lainnya 207
binaan terdapat di Markas Besar Angkatan. Sesuai Pasal 12 ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan
ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi Keputusan Presiden.
TNI sebagaimana tersebut di atas, diatur dengan Keputusan Selanjutnya, ditentukan pula dalam Pasal 14 ayat (1)
Presiden atau Peraturan Presiden.27 bahwa masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang
Selanjutnya, dalam Pasal 13 UU No. 34 Tahun 2004 kepala staf angkatan yang berkedudukan di bawah pangli­
itu ditentukan bahwa TNI dipimpin oleh seorang panglima. ma serta bertanggung jawab kepada panglima. Kepala staf
Panglima diangkat dan diberhentikan oleh presiden setelah angkatan diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Peng­ang­­ usul panglima. Kepala staf angkatan tersebut diangkat dari
kat­an dan pemberhentian panglima dilakukan ber­dasar­kan per­wira tinggi aktif dari angkatan yang bersangkutan dengan
kepentingan organisasi TNI. Jabatan panglima itu dapat memperhatikan jenjang kepangkat­an dan karier.
dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap- Menurut Pasal 14 ayat (4), tata cara pengangkatan dan
tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat se­bagai pemberhentian kepala staf angkatan sebagaimana di­mak­sud
kepala staf angkatan. pada ayat (2) dan ayat (3) Pasal 14 UU No. 34 Ta­­­hun 2004
Untuk mengangkat panglima sebagaimana dimak­sud tentang TNI tersebut diatur dengan Ke­pu­tus­­an Presiden.
pada Pasal 13 ayat (3) UU tentang TNI, presiden meng­­usul­ Pasal 15 UU TNI juga mengatur tugas dan kewajiban
kan satu orang calon panglima untuk mendapat persetujuan pang­lima. Panglima TNI mempunyai tugas dan kewajiban
Dewan Perwakilan Rakyat. Persetujuan De­wan Perwakilan untuk:
Rakyat terhadap calon panglima yang di­pilih oleh presiden, 1. memimpin TNI;
disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak ter- 2. melaksanakan kebijakan pertahanan negara;
masuk masa reses, terhitung sejak per­mohonan persetujuan 3. menyelenggarakan strategi militer dan melaksana­kan
calon panglima diterima oleh De­wan Perwakilan Rakyat. operasi militer
Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menye­tu­­jui 4. mengembangkan doktrin TNI;
calon panglima yang diusulkan oleh presiden se­ba­gai­mana 5. menyelenggarakan penggunaan kekuatan TNI bagi ke­­
dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), presiden meng­u­ pentingan operasi militer;
sulkan satu orang calon lain sebagai pengganti. Jika De­wan 6. menyelenggarakan pembinaan kekuatan TNI serta me­
Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon pang­li­ma yang melihara kesiagaan operasional;
diusulkan oleh presiden, DPR memberikan alas­an tertulis 7. memberikan pertimbangan kepada Menteri Per­tahan­an
yang menjelaskan ketidaksetujuannya. Dalam hal DPR tidak dalam hal penetapan kebijakan pertahanan negara;
memberikan jawaban seperti dimak­sud, DPR dianggap telah 8. memberikan pertimbangan kepada Menteri Per­tahan­an
menyetujui, selanjutnya presiden ber­wenang mengangkat dalam hal penetapan kebijakan pe­menuh­an kebu­tuh­an
panglima baru dan mem­ber­hentikan panglima lama. TNI dan komponen pertahanan lain­nya;
Menurut ketentuan Pasal 13 ayat (10), tata cara peng­ 9. memberikan pertimbangan kepada Menteri Per­tahan­
angkatan dan pemberhentian panglima sebagaimana di­ an dalam menyusun dan melaksanakan pe­ren­cana­an
maksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), 28
Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lem­ba­­r­an Ne­gara Nomor
4168.
me­nurut undang-undang ini. 29
Lembaga Negara Tahun 1997 Nomor 81, Tambahan Lembar­an Negara Nomor
3710.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
208 Pasca Reformasi Lainnya 209
strategis pengelolaan sumber daya na­sio­nal untuk ke­ dengan TNI Angkatan Laut. Oleh karena itu, di samping
pen­­tingan pertahanan negara; Tentara Nasional Indonesia, masing-ma­sing angkatan darat,
10. menggunakan komponen cadangan setelah di­mobi­li­­sasi laut, dan udara ini juga secara khusus perlu diperlakukan se-
bagi kepentingan operasi militer; bagai subjek hukum konsti­tusi secara sendiri-sendiri, karena
11. menggunakan komponen pendukung yang telah di­siap­­ potensinya sebagai pe­nyan­dang tugas dan kewenangan yang
kan bagi kepentingan operasi militer; serta ditentukan oleh UUD 1945.
12. melaksanakan tugas dan kewajiban lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. E. Kepolisian Negara Republik Indonesia
Sedangkan Pasal 16-nya mengatur mengenai tugas
dan kewajiban kepala staf angkatan, yaitu: Seperti halnya Tentara Nasional Indonesia (TNI),
1. memimpin Angkatan dalam pembinaan kekuatan dan Kepolisi­an Negara juga diatur dalam Bab XII Pasal 30 UUD
kesiapan operasional Angkatan; 1945. Keduanya diatur dalam bab dan pasal yang sa­ma untuk
2. membantu Panglima dalam menyusun kebijakan ten­tang maksud memastikan pembedaan dan pe­mi­sah­an fungsi-
pengembangan postur, doktrin, dan strategi serta operasi fungsi keamanan dan pertahanan negara yang tercermin
militer sesuai dengan matra masing-masing; dalam kedua organisasi TNI dan POLRI. Dalam Pasal 30
3. membantu Panglima dalam penggunaan komponen ayat (4) UUD 1945 ditentukan bahwa “Ke­polisian Negara
per­tahanan negara sesuai dengan kebutuhan Angka­tan; Re­pu­blik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga ke-
serta amanan dan ketertiban masya­rakat ber­tu­gas melin­dungi,
4. melaksanakan tugas lain sesuai dengan matra ma­sing- mengayomi, melayani masya­rakat, ser­ta menegak­kan hu-
masing yang diberikan oleh Panglima. kum.”
Berkenaan dengan TNI, UUD 1945 mengatur pula Dalam Pasal 30 ayat (5) ditentukan bahwa “Susunan
menge­nai Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia dan Kepoli-
Udara. Pasal 10 UUD 1945 menentukan, “Presiden meme­ sian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan
gang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, tugas­nya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam
Ang­kat­an Laut, dan Angkatan Udara”. Sebagai bagian dari usa­ha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang
TNI, maka ketiga angkatan itu sama-sama berperan seba­gai ter­kait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan
alat negara di bidang pertahanan negara sebagaimana yang undang-undang.” Dalam rangka pelaksanaan amanat UUD
ditentukan dalam Pasal 30 UUD 1945. Akan tetapi, khusus 1945 itulah, maka pada tahun 2002 telah dibentuk Un­­dang-
mengenai Angkatan Laut, berdasarkan ketentuan Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Ne­gara Re-
Undang sampai sekarang masih tetap diberi fung­si sebagai publik Indonesia. Undang-undang ini diundang­kan pada 8
aparat keamanan di laut. Karena itu, dalam prak­tik sering Januari 2002.28 Dalam Pasal 2 UU ini, ditentu­kan bahwa
timbul masalah atau perselisihan pendapat di lapangan kepolisian merupakan salah satu fungsi dari fungsi-fungsi
antara aparat Polisi Air dengan TNI Angkatan Laut. Perten- pemerintahan negara di bidang pe­me­li­hara­an keamanan
tangan pendapat Perbedaan ini mengandung potensi untuk dan ketertiban masya­rakat, penegak­an hukum (law enforce­
menjadi peselisihan antara POLRI dengan TNI, khususnya ment), perlindung­an, pengayom­an, dan pela­yan­an kepada
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
210 Pasca Reformasi Lainnya 211
masyarakat. pu­la bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia itu ber­
Pengaturan konstitusional seperti tersebut di atas, pa­ tujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang me­
da pokoknya, sejalan dengan semangat reformasi nasional liputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masya­rakat,
yang antara lain mendorong dilakukannya pemisahan an­ta­ tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya per­lindungan,
ra TNI dan Polri dari struktur organisasi yang sebelum­nya pengayoman, dan pelayanan kepada masya­rakat, serta terbi-
bernama Angkatan Bersenjata Republik Indo­nesia (ABRI). nanya ketentraman masyarakat dengan men­junjung tinggi
Dalam undang-undang yang diun­dang­kan satu ta­hun hak asasi manusia. Kepolisian Negara Re­publik Indonesia
sebelum reformasi, yaitu UU No. 28 Tahun 1997 ten­tang merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara
Kepolisian Negara Republik Indo­nesia,29 ma­sih di­tentukan keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hu-
dalam Pasal 5 ayat (1)-nya, yaitu “Kepolisian Ne­gara Repub- kum, serta memberikan perlindungan, penga­yoman, dan
lik Indonesia adalah unsur Angkatan Ber­sen­­jata Republik pelayanan kepada masyarakat dalam rang­ka terpeliharanya
Indonesia yang terutama berperan me­me­­lihara keamanan keamanan dalam negeri. Kepolisian Negara RI Kepolisian
dalam negeri.” Nasional yang merupakan satu ke­satuan dalam melak-
Keadaan itu menjadi berubah setelah reformasi ta­ sanakan peran tersebut di atas.
hun 1998. Kepolisian dipisahkan sama sekali dari TNI. Mengenai susunan dan kedudukan kepolisian, diten-
Ke­pu­tusan mengenai pemisahan ini dikukuhkan dengan tukan dengan jelas dalam Pasal 6 sampai dengan Pa­sal 12,
Ke­tetapan MPR-RI tahun 1999, dan satu tahun kemudian, yaitu bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
yaitu dengan Perubahan Kedua UUD 1945 pada tahun 2000, melaksanakan peran dan fungsi kepolisian sebagai­mana
pemisahan itu dikuatkan lagi dalam pengaturan UUD 1945, dimaksud dalam Pasal 2 dan 5 meliputi seluruh wila­yah
yaitu dalam Pasal 30 seperti yang diuraikan di atas.30 Setelah negara Republik Indonesia. Dalam rangka pelaksana­an
itu, UU No. 28 Tahun 1997 tersebut diubah dengan UU No. peran dan fungsi kepolisian, wilayah negara Republik In­­
2 Tahun 2002.31 do­nesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepen­ting­an
Menurut ketentuan undang-undang yang baru ini, pelaksanaan tugas Kepolisi­an Negara Republik In­do­­nesia.
pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Ketentuan mengenai daerah hukum tersebut di­atur dengan
Republik Indonesia yang sama sekali terpisah dari fungsi Peraturan Pemerintah.
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Polisi sebagai pengem­ Menurut ketentuan Pasal 7 dibentuk Undang-Un­dang
ban fungsi kepolisian dibantu oleh (a) kepolisian khusus, No. 2 Tahun 2002, susunan organisasi dan tata kerja Ke-
(b) penyidik pegawai negeri sipil, dan/atau (c) bentuk-ben­ polisian Negara Republik Indonesia disesuaikan dengan ke-
tuk pengamanan swakarsa. Pengemban fungsi ke­polisi­an pentingan pelaksanaan tugas dan wewenang­nya yang di­atur
di­mak­sud melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden (Keppres). Pa­sal 8
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hu­kum­
1945-2004, Divisi Pembinaan Hu­kum POLRI, Jakarta, 2005.
nya masing-masing. 31
Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembar­an Negara Nomor
Selanjutnya, dalam Pasal 4 dan 5 UU ini ditentukan 4168.
32
Diundangkan pada tanggal 2 Juli 1991. Lembaran Negara Ta­hun 1991 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3451.
30
Mengenai perkembangan hukum kepolisian ini, baca Irjen. Pol. Drs. DPM 33
Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 254, Tambahan Lem­bar­an Negara Nomor
Sitompul, SH. MH., Perkembangan Hukum Ke­po­lisian di Indonesia Tahun 2298.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
212 Pasca Reformasi Lainnya 213
menentukan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia (3), calon yang diajukan oleh Presiden di­ang­gap disetujui
berada di bawah presiden, dipimpin oleh kapolri yang dalam oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
pelaksanaan tugasnya ber­tang­gung jawab ke­pa­da presiden (6) Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat member­hen­ti­
sesuai dengan peraturan perundang-un­dangan. kan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas
Kepala Polri, menurut Pasal 9, menetapkan, menye­ Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan
leng­gara­kan, dan mengendalikan kebijakan teknis ke­polisi­ Perwakilan Rakyat;
an. Kapolri memimpin Kepolisian Negara Republik Indo­ne­ (7) Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Ne­ga­ra
sia dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab atas: Republik Indonesia yang masih aktif dengan mem­per­
a. penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian da­lam hatikan jenjang kepangkatan dan karier;
rangka pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Re­pu­blik (8) Tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pem­ber­
Indonesia; dan hentian Kapolri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
b. penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisi­an (2), dan (6) diatur lebih lanjut dengan Ke­putus­an Pre­
Ne­gara Republik Indonesia. siden;
Ditegaskan oleh Pasal 10 ayat (1) bahwa Pimpinan (9) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pember­henti­
Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah hukum se­ an dalam jabatan selain yang dimaksud dalam ayat (1)
bagai­mana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), bertang­gung diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenang kepoli­si­­an Jabatan penyidik dan penyidik pembantu ditentukan
secara hirarki. Ketentuan mengenai tanggung jawab se­ sebagai jabatan fungsional yang pejabatnya diangkat den-
cara hirarki tersebut menurut ketentuan Pasal 10 ayat (2) gan Keputusan Kepala Kepolisian RI atau kapolri. Ja­bat­an
diserahkan pengaturannya lebih lanjut kepada Kepala Ke­ fungsional lainnya di lingkungan kepolisian negara juga
polisian RI untuk menetapkannya dengan keputusan. ditentukan dengan Keputusan Kapolri.
Selanjutnya, dalam Pasal 11, diatur hal-hal sebagai Mengenai tugas dan wewenang Kepolisian diatur
beri­kut: dalam Bab III mulai dari Pasal 13 sampai dengan 19 di­ben­­
(2) Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden den- tuk Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri. Tugas
gan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; pokok Kepolisian Negara adalah (a) meme­li­hara ke­amanan
(3) Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri di­aju­kan dan ketertiban masyarakat; (b) mene­gak­­kan hukum; dan
oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat di­sertai (c) memberikan perlindungan, peng­ayoman, dan pelayanan
dengan alasannya; kepada masyarakat.
(4) Persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam melaksanakan tugas pokoknya tersebut,
terhadap usul Presiden sebagaimana dimaksud dalam maka menurut ketentuan Pasal 14, kepolisian negara RI
ayat (2) harus diberikan dalam jangka waktu paling ber­tugas:
lam­bat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal su­rat a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan
Presiden diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat; patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pe­me­­rin­tah
(5) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak mem­beri­kan sesuai kebutuhan;
jawaban dalam waktu sebagaimana dimaksud da­lam ayat b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
214 Pasca Reformasi Lainnya 215
ke­amanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di ja­­ Dalam rangka menyelenggarakan tugas dimaksud,
lan; Ke­po­lisian Negara Republik Indonesia secara umum di­nya­
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisi­pasi ta­­kan berwenang:
masya­rakat, kesadaran hukum masyarakat ser­ta keta- a. menerima laporan dan/atau pengaduan;
atan warga masyarakat terhadap hukum dan per­aturan b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masya­ra­­
perundang-undangan; kat yang dapat mengganggu ketertiban umum;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional; c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit ma­
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan syarakat;
umum; d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan per­pecahan
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan tek­ atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
nis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai ne­geri e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup ke-
sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swa­­­karsa; wenangan administratif kepolisian;
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap se­mua f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari
tindak pidana sesuai dengan hukum acara pi­da­na dan tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;
peraturan perundang-undangan lainnya; g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokter­an h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta me­mo­
kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepoli- tret seseorang;
sian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. mencari keterangan dan barang bukti;
i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, ma­­sya­­­ j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Na­
rakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ke­ter­tiban sional;
dan/atau bencana termasuk memberikan ban­tu­an dan k. mengeluarkan surat ijin dan/atau surat keterangan yang
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manu- diperlukan dalam rangka pelayanan masya­rakat;
sia; l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan
j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk se­men­ pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan ins­tan­si lain,
tara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pi­hak yang serta kegiatan masyarakat;
berwenang; m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk se­men­
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai den- tara waktu.
gan kepentingannya dalam lingkup tugas kepoli­si­an; Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan
serta peraturan perundang-undangan lainnya berwenang pula:
l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan per­ a. memberikan ijin dan mengawasi kegiatan keramai­an
undang-undangan. umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
Tata cara pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi ken­dara­an
di atas didelegasikan pengaturannya lebih lanjut oleh un­ bermotor;
dang-undang kepada pemerintah untuk menetap­kannya c. memberikan surat ijin mengemudi kendaraan ber­
dengan Peraturan Pemerintah (PP). motor;
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
216 Pasca Reformasi Lainnya 217
d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik; d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan mena­nya­
e. memberikan ijin dan melakukan pengawasan sen­ja­ta kan serta memeriksa tanda pengenal diri;
api, bahan peledak, dan senjata tajam; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. memberikan ijin operasional dan melakukan peng­a­was­­­ f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa se­ba­gai
an terhadap badan usaha di bidang jasa pengaman­an; tersangka atau saksi;
g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hu­
ke­polisian khusus dan petugas pengamanan swa­karsa bungannya dengan pemeriksaan perkara;
dalam bidang teknis kepolisian; h. mengadakan penghentian penyidikan;
h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
dalam menyidik dan memberantas kejahatan inter­na­­ j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat
sional; imigrasi yang berwenang di tempat pemerik­sa­an imigrasi
i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian ter­hadap dalam keadaan mendesak atau men­da­dak untuk mence-
orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan gah atau menangkal orang yang di­­sangka melakukan
koordinasi instansi terkait; tindak pidana;
j. mewakili pemerintah RI dalam organisasi kepolisian k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada
in­­ter­nasional; penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil pe­
k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk da­lam nyi­­dikan penyidik pegawai negeri sipil untuk di­se­rah­kan
ling­kup tugas kepolisian. kepada penuntut umum; dan
Tata cara pelaksanaan ketentuan tersebut di atas juga l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang ber­
didelegasikan pengaturannya lebih lanjut (delegated regu­ tanggung jawab.
lation) kepada Pemerintah untuk menetapkannya dengan Tindakan lain yang dimaksud di atas adalah tindak­an-
Per­aturan Pemerintah. tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan jika
Di samping itu, dalam Pasal 16 UU No. 2 Tahun 2002 memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
tentang Kepolisian Negara RI ini, ditentukan pula bah­­wa a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
dalam rangka menyelenggarakan tugasnya seba­gai­mana b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharus­kan
dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, tindakan tersebut dilakukan;
Kepolisian Negara Republik Indonesia pula ber­we­nang c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam ling­kung­­
untuk: an jabatannya;
a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledah­an, d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang
dan penyitaan; me­maksa; dan
b. melarang setiap orang meninggalkan atau me­masuki e. menghormati hak asasi manusia.
tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidik­ Pejabat Kepolisian Negara RI menjalankan tugas dan
an; wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indo­ne­­
c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyi­dik sia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersang­kut­­an
dalam rangka penyidikan; ditugaskan sesuai dengan peraturan perundang-un­dangan.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
218 Pasca Reformasi Lainnya 219
Untuk kepentingan umum pejabat kepolisian ne­ga­­ra dalam Struktur organisasi kejaksaan itu berpuncak pada Ke­
melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak jaksaan Agung yang dibentuk berdasarkan undang-un­dang.
menurut penilaiannya sendiri. Pelaksana­an ke­ten­tuan ini Undang-undang terakhir yang mengatur kejak­saan adalah
hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksa­an32 yang meng­­ubah
dengan memperhatikan peraturan per­un­dang-undangan, secara mendasar ketentuan-ketentuan da­lam UU No. 15
serta Kode Etik Profesi Kepolisian Ne­gara Republik Indo- Tahun 1961 tentang Ke­tentuan-Ketentuan Po­kok Kejak-
nesia. saan.33 Undang-undang ini, pada ta­hun 2004, di­gan­tikan
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pe­ja­ dengan undang-undang baru, yaitu UU No. 16 Tahun 2004
bat Kepolisian Negara senantiasa dituntut untuk ber­tindak tentang Kejaksaan.34 Dalam un­dang-un­dang terakhir ini, di-
berdasarkan norma-norma hukum yang berlaku dan dengan tentukan bahwa jaksa adalah pejabat fung­sional yang diberi
mengindahkan norma-norma agama, keso­pan­­­­an, kesusi- wewenang oleh un­dang-undang un­tuk bertindak sebagai
laan, serta menjunjung tinggi hak asasi ma­nu­sia. Dalam penuntut umum dan pelaksana pu­tusan pengadilan yang
melaksanakan tugas dan wewenangnya, di­­ten­­tu­­kan pula telah memperoleh kekuatan hu­kum tetap serta wewenang
bahwa Kepolisian harus mengutamakan tin­­dak­an pence- lain berdasarkan undang-un­dang.35
gahan (preventif) daripada tindakan repre­sif. Jika tindakan Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga peme­
preventif dilupakan, polisi cenderung hanya akan bertindak rintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
represif dan pada gilirannya, karena terus-terusan bertindak pe­­nuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-un­­
represif, lama kelamaan polisi akan men­­jadi ancaman bagi dang.36 Sebelumnya, dalam UU No. 5 Tahun 1991, ditentukan
rakyat yang justru membutuhkan penga­yoman dan rasa bahwa kejaksaan merupakan satu-satunya lem­baga pelaksa-
aman dari kepolisian. na kekuasaan negara yang mempunyai tu­­gas dan wewenang
di bidang penuntutan dalam pe­ne­gakan hukum dan keadilan
F. Kejaksaan di lingkungan peradilan umum. Sekarang, dalam UU No. 16
Tahun 2004, keten­tu­­an demikian ditiadakan.
Seperti telah diuraikan di atas, Kejaksaan Agung tidak Sama seperti undang-undang sebelumnya, dalam
di­atur eksplisit dalam UUD 1945. Meskipun semula hal ini UU No. 16 Tahun 2004 ini ditentukan bahwa kejaksaan
di­usulkan dalam rancangan Perubahan UUD 1945, tetapi ada­lah satu kesatuan yang tidak terpisah-pisahkan,37 yang
sampai Perubahan Keempat disahkan dalam Sidang MPR dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bertindak
Tahun 2002, hal itu tidak mendapat kesepakatan. Akan de­mi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan
tetapi, dalam kaitan dengan ketentuan Pasal 24 ayat (3) yang Yang Maha Esa, dan senantiasa menjunjung tinggi prinsip
menyatakan, “Badan-badan lain yang fungsinya ber­­­kait­an per­­samaan kedudukan di dalam atau di hadapan hukum
dengan kekuasaan kehakiman”, maka fungsi ke­jak­­­sa­an jelas (equali­ty before the law). Maksudnya, ialah bahwa kejak­sa­
sangat berkaitan dengan kekuasaan keha­kim­an. Oleh karena an itu memiliki satu landasan dalam melaksana­kan tu­gas
itu, Kejaksaan Agung dapat dikatakan se­bagai salah satu dan wewenangnya di bidang penuntutan yang ber­tu­ju­an
badan yang dimaksud, yang juga pen­ting secara konstitu- memelihara kesatuan kebijakan di bidang penun­tutan se-
sional (constitutionally important state institu­tion). hingga dapat menampilkan ciri khas yang menya­tu da­lam
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
220 Pasca Reformasi Lainnya 221
tata pikir, tata laku, dan tata kerja kejaksaan. Oleh ka­re­na ma­si, muncul ide untuk mengatur agar pengangkat­an dan
itu, kegiatan penuntutan di pengadilan oleh ke­jaksaan tidak pemberhentian jaksa agung ini tidak lagi ditentukan se­bagai
akan berhenti hanya karena jaksa yang se­­mula bertugas ber- kewenangan mutlak (hak prerogatif) presiden. Se­per­­­ti
halangan. Dalam hal demikian, pe­nun­tut­­an oleh kejaksaan Kepala Polri dan panglima TNI ditentukan diang­kat dan
akan tetap berlangsung sekalipun un­tuk itu dilakukan oleh diberhentikan oleh presiden atas pertimbangan DPR.
jaksa lainnya sebagai pengganti. Pengaturan demikian itu dimaksudkan untuk men­
Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah terdiri atas jamin independensi kejaksaan agung dalam menjalan­kan
Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. tugas dan wewenangnya di bidang penuntutan. Inde­pen­
Kejaksaan Agung berkedudukan di ibukota negara dan den­si itu penting untuk menjamin agar proses penegakan
dae­rah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara hukum dan keadilan tidak dipengaruhi oleh dinamika poli­
Repu­blik Indonesia. Kejaksaan dipimpin oleh jaksa agung tik kekuasaan. Ketika saya sendiri menjabat sebagai salah
yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang seorang asisten Wakil Presiden B.J. Habibie yang kemudi­an
kejaksa­an. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang­nya, setelah Presiden Soeharto meletakkan jabatan berubah men­
jaksa agung dibantu oleh seorang wakil jaksa agung dan jadi presiden pada bulan Mei 1998, muncul ide dari presiden
bebe­ra­pa orang jaksa agung muda. Wakil jaksa agung dan untuk menetapkan Kejaksaan Agung dan Guber­nur Bank
jaksa agung muda diangkat dan diberhentikan oleh presiden Indonesia berada di luar struktur kabinet, agar keduanya
atas usul jaksa agung. dapat dikembangkan menjadi dua institusi yang independen
Jaksa agung adalah pimpinan dan penanggung ja­ dalam menjalankan tugasnya masing-masing.
wab tertinggi kejaksaan yang mengendalikan pelaksanaan Ketika presiden menanyakan kedua hal itu kepada
tugas dan wewenang kejaksaan. Karena itu, Jaksa Agung saya, saya sendiri mendukung ide independensi kedua lem­
ju­ga merupakan penanggungjawab tertinggi dalam bidang baga negara itu dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
pe­­nuntutan. Menurut ketentuan Pasal 37 ayat (1) dan (2) Namun, karena alasan suasana politik yang masih belum
juncto Pasal 19 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004,38 jaksa menentu, saya menyarankan agar presiden mendahulukan
agung diangkat dan diberhentikan oleh serta bertanggung kebijakan independensi Bank Indonesia. Karena itu, dalam
ja­wab kepada presiden. Ketentuan pertang­gung­jawaban ke­ pengumuman kabinet Presiden B. J. Habibie, Gubernur
pa­da presiden ini perlu mendapat perhatian karena ter­kait Bank Indonesia dikeluarkan dari susunan kabinet, tetapi
erat dengan prinsip kemerdekaan jaksa dalam men­ja­lan­kan jak­sa agung masih tetap tercantum, dan terus terlibat se­ba­
tugas dan wewenangnya. gai peserta dalam sidang-sidang kabinet. Sedangkan Gu­ber­
Terkait dengan hal itu, ketika memasuki era refor­ nur Bank Indonesia tidak lagi ditetapkan sebagai ang­gota
34
Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lem­bar­an Negara Nomor kabinet, dan sejak itu ide independensi bank sentral terus
4401. bergulir. Bahkan sekarang, ketentuan independensi bank
35
Pasal 1 butir 1 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Re­pu­blik Indone- sentral itu telah tercantum dalam ketentuan Pasal 23D
sia.
36
Pasal 2 ayat (1). Ibid. UUD 1945.
37
Pasal 2 ayat (3). Ibid. Sayangnya, ide independensi Kejaksaan Agung tidak
38
Ibid.
39
Pasal 30 ayat (1), (2), dan ayat (3). Ibid.
40
Yang dimaksud dengan keputusan lepas bersyarat adalah ke­putusan menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang pemasya­ra­kat­an.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
222 Pasca Reformasi Lainnya 223
berhasil diadopsikan dalam UUD 1945. Ketika rancangan No. 16 Tahun 2004 tersebut, laporan pertang­gung­jawaban
perubahan Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, ber­ jaksa agung diharuskan pula disampaikan kepada presiden
kembang luas gagasan untuk mencantumkan pengaturan sesuai dengan prinsip akuntabilitas.
tentang kejaksaan di dalamnya, tetapi akhirnya kandas Seperti dikemukakan di atas, menurut Pasal 37 UU
karena tidak mendapat kesepakatan. Ketika rancangan UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan tersebut, Jaksa Agung
tentang Kejaksaan yang baru disusun, muncul lagi usul bertanggung jawab atas penuntutan yang dilak­sana­­kan
yang mengingatkan pentingnya independensi kejaksaan. secara independen demi keadilan berdasarkan hu­kum dan
Akan tetapi, dalam UU tersebut, ide independensi itu juga keadilan. Pertanggungjawaban dimaksud di­sam­pai­­kan ke-
tidak berhasil diadopsikan secara konkrit dalam bentuk pada presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat se­suai dengan
pengaturan mengenai prosedur pengangkatan dan pem­ber­ prinsip akuntabilitas. Laporan yang di­sampaikan kepada
hentian jaksa agung seperti yang telah diatur untuk pang­ DPR ini dilakukan melalui mekanisme Rapat Kerja dengan
lima TNI dan kepala POLRI. Komisi di DPR. Bahkan, seperti ditegas­kan dalam Penjelasan
Meskipun demikian, gagasan independensi itu sendiri Umum UU No. 16 Tahun 2004 ter­sebut,
pada pokoknya diterima sebagai semangat yang menjiwai
keseluruhan isi UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. “Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang
Dalam Penjelasan Umum UU No. 16 Tahun 2004 diurai­ melaksanakan kekuasaan negara di bidang
pe­ne­gakan hukum dengan berpegang pada
kan dengan tegas bahwa penyempurnaan yang dilakukan
per­aturan perundang-undangan dan kebijakan
atas undang-undang sebelumnya, mencakup antara lain yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demi­
bahwa: kian, Jak­sa Agung diangkat dan diberhentikan
oleh Pre­siden serta bertanggung jawab kepada
“Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang Pre­siden.”
melaksanakan kekuasaan negara di bidang pe­
nun­tut­­an ditegaskan agar dilaksanakan secara Mengenai tugas dan wewenang kejaksaan, diatur
mer­deka. Oleh karena itu, Kejaksaan dalam
se­ca­ra rinci dalam Bab III Bagian Pertama UU No. 16 Ta­
melak­sana­kan fungsi, tugas, dan wewenangnya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan hun 2004 tentang Kejaksaan. Secara umum,39 tugas dan
ke­kuasa­an lainnya.” we­wenang kejaksaan ditentukan sebagai berikut.
(1) Di bidang Pidana:
Akan tetapi, oleh karena ketentuan mengenai prinsip a. melakukan penuntutan dalam perkara pidana;
independensi ini hanya bersifat abstrak, pelaksanaannya di b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan peng­
lapangan sangat tergantung kepada komitmen presiden dan adilan yang telah memperoleh kekuatan hu­kum
jaksa agung sendiri. Apakah dalam pelaksanaan tugas dan tetap;
kewenangan kejaksaan itu akan benar-benar terbebas dari c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pu­
campur tangan dan kepentingan politik kekuasaan pre­siden. tusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawas­an,
Apalagi, seperti yang ditentukan oleh Pasal 37 ayat (2) UU dan keputusan lepas bersyarat;40
d. melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana
41
Seperti yang ditentukan, misalnya, oleh UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pen-
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
224 Pasca Reformasi Lainnya 225
ter­tentu berdasarkan undang-un­dang; 41
f. Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau
e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu keluar wilayah negara Republik Indonesia ka­re­­na ke­
dapat melakukan pemeriksaan tambahan se­belum ter­libatannya dalam perkara pidana sesuai dengan per­
dilimpahkan ke pengadilan yang da­lam pelaksana­ aturan per­undang-undangan.
an­nya dikoordinasikan dengan penyidik; Jaksa agung juga dapat memberikan ijin kepada ter­
(2) Di bidang Perdata dan tatausaha negara, kejaksaan sangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani pe­ra­­
dengan kuasa khusus, dapat bertindak di dalam dan di watan di rumah sakit dalam negeri, kecuali dalam ke­a­da­an
luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau Pe­me­­ tertentu dapat dilakukan perawatan di luar ne­geri.44 Ijin
rintah; tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di da­­lam
(3) Di bidang ketertiban dan ketenteraman umum, ke­jak­sa­ negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri se­tem­pat atas
an juga turut menyelenggarakan kegiatan: nama jaksa agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani
i. peningkatan kesadaran hukum masyarakat; perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan
ii. pengamanan kebijakan penegakan hukum; oleh jaksa agung.45
iii. pengamanan peredaran barang cetakan; Ijin tertulis yang dimaksud di atas, hanya dapat di­­
iv. pengawasan kepercayaan yang dapat memba­haya­­­ beri­kan berdasarkan rekomendasi tertulis dari dokter yang
kan masyarakat dan negara; bersangkutan. Dalam hal diperlukan perawatan di luar
v. pencegahan penyalahgunaan dan/atau peno­da­­an negeri, rekomendasi dokter tersebut harus pula dengan jelas
agama; menyatakan adanya kebutuhan untuk itu, yang di­se­babkan
vi. penelitian dan pengembangan hukum dan statistik oleh kenyataan bahwa fasilitas perawatan di da­lam negeri
kriminal. memang belum mencukupi.46 Dengan demi­kian, ijin per-
Sedangkan secara khusus, jaksa agung mempunyai awatan atau berobat di luar negeri tersebut da­pat dijamin
tu­­gas dan wewenang untuk:42 tidak disalahgunakan untuk membebaskan tersangka atau
a. menetapkan dan mengendalikan kebijakan penegak­an terdakwa di luar maksud diadakannya peng­­aturan mengenai
hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan ijin keluar negeri itu.
wewenang kejaksaan;
b. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang di­beri­kan G. Komisi Pemberantasan Korupsi
oleh undang-undang;43
c. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum; Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk berdasar­kan
d. Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum ke­pa­da Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Ko­misi
Mahkamah Agung dalam perkara pidana, per­da­ta, dan
Korupsi sebagai­mana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. UU No.
tata usaha negara; 30 Ta­hun 2002 tentang Komisi Pem­berantasan Tindak Pidana Korupsi.
e. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum ke­pa­da 42
Pasal 35. Ibid.
Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi per­kara 43
Ketentuan ini menggantikan ketentuan sebelumnya yang ter­da­pat dalam
UU No. 5 Tahun 1991 yaitu, “mengkoordi­nasi­­kan pena­ngan­an perkara pidana
pidana; tertentu dengan instan­si terkait ber­da­sar­kan undang-undang yang pelak­sana­
an koor­­­­di­nasinya ditetapkan oleh Pre­siden. Yang dimaksud dengan per­kara
gadilan HAM, dan UU No.31 Tahun 1999 tentang Pem­berantasan Tindak Pidana pidana tertentu itu adalah per­kara-perkara pidana yang berakibat meresahkan
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
226 Pasca Reformasi Lainnya 227
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 1 un­dang-47
untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna upa­ya pem­be­
undang ini menentukan bahwa pemberantasan tin­dak rantasan tindak pidana korupsi50 yang sudah berjalan se­jak
pidana korupsi merupakan serangkaian tindakan un­tuk sebelumnya. Dalam menjalankan tugas dan wewe­nang­nya
mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi me­lalui itu, Komisi bekerja berdasarkan asas-asas (a) ke­pas­tian
upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyi­ hukum, (b) keterbukaan, (c) akuntabilitas, (d) ke­pen­tingan
dik­an, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, umum, dan (e) proporsionalitas.51
dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan per­ Menurut ketentuan Pasal 6 UU No. 30 Tahun 2002
undang-undangan yang berlaku. Tindak Pidana Korup­si itu itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai tu­
sendiri adalah tindak pidana sebagai­mana dimaksud dalam gas-tugas sebagai berikut:
UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak a. koordinasi dengan instansi yang berwenang melaku­kan
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No- pemberantasan tindak pidana korupsi;
mor 20 Tahun 2001 tentang Peru­bahan atas UU Nomor 31 b. supervisi terhadap instansi yang berwenang melaku­kan
Tahun 1999 tentang Pem­be­ran­tasan Tindak Pidana Korupsi. pemberantasan tindak pidana korupsi;
Setiap penyeleng­gara ne­gara, seperti yang dimaksud dalam c. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntut­an
Undang-Undang No­mor 28 Tahun 1999 tentang Pe­nyeleng­ terhadap tindak pidana korupsi;
gara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan d. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pi­da­­
Nepotisme, di­harap­kan dapat dibebaskan dari segala bentuk na korupsi; dan
perbuatan yang tidak terpuji ini, sehingga terbentuk aparat e. melakukan monitor terhadap penyelenggaraan peme­rin­
dan apa­ra­tur penyelenggara negara yang benar-benar bersih tahan negara.
dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Menurut Pasal 15 undang-undang ini, Komisi Pem­
Dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 ini, berantasan Korupsi berkewajiban:
na­ma Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi se­ a. memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor
lan­jut­nya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)48. yang menyampaikan laporan ataupun mem­berikan ke­
Status hukum komisi ini secara tegas ditentukan se­bagai terangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi;
lem­baga negara yang dalam melaksanakan tugas dan we­ b. memberikan informasi kepada masyarakat yang me­mer­
we­nangnya bersifat independen dan bebas dari penga­ruh lukan atau memberikan bantuan untuk mem­per­o­leh
kekuasaan manapun49. Pembentukan komisi ini ber­tujuan data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tin­dak
pidana korupsi yang ditangani­nya;
masyarakat, mem­baha­ya­kan ke­­se­­lamat­an negara, dan/atau dapat merugikan
perekonomi­an negara.” c. menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya
44
Pasal 36 ayat (1). Ibid. kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Per­wa­kil­­
45
Pasal 36 ayat (2). Ibid.
46
Pasal 36 ayat (3). Ibid.
an Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Peme­rik­­sa
47
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pem­be­ran­tasan Ko- Keuangan;
rupsi (Lembaran Negara Tahun 2002 No­mor 137, Tam­bahan Lembaran Negara
Nomor 4250). 51
Pasal 5. Ibid.
48
Pasal 2. Ibid. 52
Pas­al 19 ayat (1). Ibid.
49
Pasal 3. Ibid. 53
Pasal 19 ayat (2). Ibid.
50
Pasal 4. Ibid. 54
Pasal 20. Ibid.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
228 Pasca Reformasi Lainnya 229
d. menegakkan sumpah jabatan; se­cara bersama-sama merupakan penanggung jawab ter­ting­
e. menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewe­nang­­nya gi Komisi Pemberantasan Korupsi56. Menurut ketentu­an
berdasarkan asas-asas sebagaimana di­maksud da­lam Pasal 29, untuk dapat diangkat sebagai Pim­pinan Komi­si
Pasal 5. Pemberantasan Korupsi harus meme­nuhi persyaratan se­
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkedudukan ba­gai berikut:
di ibukota negara Republik Indonesia dan wilayah kerja­nya a. warga negara Republik Indonesia;
meliputi seluruh wilayah negara Republik Indo­nesia.52 Ka­re­ b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
na luasnya cakupan dan jangkauan tugas dan kewe­nangan­ c. sehat jasmani dan rohani;
nya itu, maka ditentukan pula bahwa Ko­misi Pem­be­rantasan d. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memi­
Korupsi dapat membentuk perwakil­an di dae­rah-daerah li­ki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15
provinsi di seluruh Indo­nesia.53 ta­hun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau
Dalam menjalankan atau melaksanakan tugas dan per­bankan;
ke­wenangannya,54 KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) e. berumur sekurang-kurangnya 40 tahun dan setinggi-
ber­tanggung jawab kepada publik atas pelaksanaan tugas­nya ting­ginya 65 tahun pada proses pemilihan;
dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan ber­­kala f.  tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
kepada presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan g. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pertang­gung­­­­jawaban me­miliki reputasi yang baik;
publik yang dimaksud itu dilaksanakan dengan cara (a) wajib h. tidak menjadi pengurus salah satu partai politik;
audit terhadap kinerja dan pertang­gung­­jawaban keuangan i. melepaskan jabatan struktural dan atau jabatan lain­
sesuai dengan program kerjanya, (b) menerbitkan laporan nya selama menjadi anggota Komisi Pemberan­tas­an
tahunan, dan (c) membuka akses in­formasi. Ko­rupsi;
Struktur organisasi Komisi Pemberantasan Korupsi j. tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota
(KPK) sendiri meliputi (a) Pimpinan Komisi Pem­be­ran­tas­­an Ko­misi Pemberantasan Korupsi; dan
Korupsi yang terdiri dari lima Anggota Komisi Pemberan- k. mengumumkan kekayaannya sesuai dengan per­aturan
tasan Korupsi, (b) Tim Penasihat yang terdiri dari empat perundang-undangan yang berlaku.
Anggota; dan (c) Pegawai Komisi Pem­beran­tas­an Korupsi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi itu dipilih
sebagai pelaksana tugas. Pimpinan Komisi Pem­berantasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon anggota
Korupsi sebagaimana dimaksud terdiri atas se­orang Ketua yang diusulkan oleh Presiden Republik Indonesia.57 Calon-
merangkap anggota, dan empat orang Wa­kil Ketua yang calon yang terpilih disampaikan oleh pimpinan Dewan
masing-masing merangkap sebagai ang­go­­ta.55 Perwakilan Rakyat Republik Indonesia kepada Presiden
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ditentukan Republik Indonesia paling lambat tujuh hari kerja terhitung
sebagai pejabat negara, dan merupakan penyidik dan pe­ sejak tanggal berakhirnya pemilihan untuk disahkan oleh
nun­tut umum. Pimpinan KPK bekerja secara kolektif, dan Presiden Republik Indonesia58. Presiden Republik Indo­nesia
55
Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2). Ibid.
56
Pasal 21 ayat (3), (4), (5), dan ayat (6). Ibid. yatakan bahwa status presiden yang me­nge­sah­­kan peng­angkatan Pimpinan KPK
57
Pasal 30 ayat (1). Ibid. itu adalah pre­si­den da­lam kapasitas­nya se­bagai kepala negara. Padahal, dalam
58
Pasal 30 ayat (12). Ibid. Dalam ketentuan Pasal 30 ayat (12) ini masih din- pa­ra­digma pemikiran sistem pre­sidensil yang dewasa ini dianut oleh UUD 1945
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
230 Pasca Reformasi Lainnya 231
wajib menetapkan calon terpilih paling lambat 30 hari kerja landasan kebijakan yang kuat dalam usa­ha memerangi tin-
terhitung sejak tanggal diterimanya surat pimpinan Dewan dak pidana korupsi. Berbagai kebijakan ter­sebut tertuang
Perwakilan Rakyat59 untuk masa jabatan selama empat ta- dalam berbagai peraturan per­undang-undang­an, antara
hun. Masa jabatan pimpinan KPK itu selama empat tahun lain dalam Ketetapan Majelis Permusya­wa­ratan Rakyat
dan sesudah itu dapat dipilih kembali hanya untuk sekali Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 ten­tang Peny-
masa jabatan.60 elenggara Negara yang Bersih dan Be­bas Korupsi, Kolusi,
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
atau diberhentikan karena:61 tentang Pe­nyeleng­gara Negara yang Bersih dan Bebas dari
a. meninggal dunia; Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta Un­dang-Undang No-
b. berakhir masa jabatannya; mor 31 Tahun 1999 tentang Pembe­ran­tas­an Tindak Pidana
c. menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana ke­ Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
ja­hatan; Nomor 20 Tahun 2001 ten­tang Per­ubahan atas Undang-Un-
d. berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama dang Nomor 31 Tahun 1999 ten­tang Pem­berantasan Tindak
lebih dari tiga bulan tidak dapat melaksanakan tu­gas­ Pidana Korupsi.
nya; Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang
e. mengundurkan diri; atau No­­mor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pi­da­­
f. dikenai sanksi berdasarkan undang-undang ini. na Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Un­dang
Dalam hal Pimpinan KPK menjadi tersangka tindak Nomor 20 Tahun 2001, telah pula dibentuk badan khu­­sus
pidana kejahatan, maka yang bersangkutan diberhentikan untuk menangani upaya pemberantasan korupsi. Ba­dan
untuk sementara waktu dari jabatannya. Pemberhentian khusus tersebut dalam Undang-Undang No. 30 Ta­hun 2002
se­­mentara tersebut ditetapkan oleh Presiden Republik In­ ini adalah Komisi Pemberantasan Tindak Pi­da­na Korupsi
do­nesia.62 Dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantas­an Korupsi
Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia meng­ (KPK). Komisi ini seperti telah diuraikan di atas, memiliki
aju­kan calon anggota pengganti kepada Dewan Per­wakilan kewenangan melakukan koordinasi dan su­per­vi­si, termasuk
Rakyat. Prosedur pengajuan calon pengganti dan pemilihan
Lihat Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitu­sio­nalis­me Indo­nesia, Konpress,
calon anggota yang ber­sangkut­an dilaksanakan sesuai den- Jakarta, 2004.
gan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pa­sal 29, Pasal 59
Pasal 30 ayat (13), Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 (Lem­baran Negara
30, dan Pasal 31 UU No. 30 Tahun 2002.63 Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lem­­baran Negara Nomor 4250).
60
Pasal 34. Ibid.
Sebenarnya, sebelum berlakunya UU No. 30 Tahun 61
Pasal 32 ayat (1). Ibid.
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Ko­rup­­si 62
Pasal 32 ayat (2) dan (3). Ibid.
63
Lihat Pasal 33 ayat (1) dan (2). Ibid.
ini, telah berlaku beberapa peraturan perundang-undang­an 64
Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor
yang dimaksudkan sebagai instrumen hukum yang efektif 4277.
untuk pemberantasan korupsi. Dalam rangka me­wujudkan
65
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Ma­nusia (Lem­baran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 39, Tambahan Lembaran Negara
supremasi hukum, Pemerintah Indonesia telah meletakkan Republik Indonesia No. 3889).
sesudah Perubahan Ke­empat tidak lagi membedakan dan apalagi memisah­kan
66
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pen­cu­­cian Uang
antara sta­tus pre­­siden sebagai kepala negara dan sebagai kepala peme­rin­tah­an. (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 30, Tambahan Lem­­­­baran Negara Nomor
4191).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
232 Pasca Reformasi Lainnya 233
melakukan penyelidikan, penyidikan, dan pe­nun­tutan, se- 4) berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau
dangkan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata in­stitusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu da­
kerja dan pertanggung jawaban, tu­gas dan we­wenang serta pat mengambil alih tugas dan wewenang penye­li­dik­­­an,
keanggotaannya diatur dengan undang-un­dang. penyidikan, dan penuntutan (superbody) yang sedang
Di samping itu, pada saat berlakunya UU No. 30 Ta­ dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau ke­jak­sa­an.
hun 2002 ini, pemberantasan tindak pidana korupsi juga Selain itu, dalam usaha pemberdayaannya secara
sudah dilaksanakan oleh berbagai institusi seperti kejaksa­an efektif, KPK telah didukung pula oleh ketentuan-ketentuan
dan kepolisian dan badan-badan lain yang berkaitan den- yang bersifat strategis antara lain:
gan pemberantasan tindak pidana korupsi, oleh karena itu 1) ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun
pengaturan kewenangan Komisi Pem­berantasan Ko­rup­si 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi se­
dalam Undang-Undang ini dilakukan secara berhati-hati bagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No­mor
agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dengan 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Un­­dang-Un-
ber­bagai instansi tersebut. Karena itu, kewenangan KPK dang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pem­be­ran­tasan
dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntut­an Tindak Pidana Korupsi yang me­muat perluasan alat
tindak pidana korupsi, ditentukan meliputi tindak pida­na bukti yang sah serta ketentuan ten­tang asas pembuktian
korupsi yang (i) melibatkan aparat penegak hukum, pe­nye­ terbalik;
lenggara ne­ga­ra, dan orang lain yang ada kaitannya dengan 2) ketentuan tentang wewenang KPK yang dapat me­la­ku­
tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat pe­negak kan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
hukum atau penyelenggara negara; (ii) mendapat per­hatian ter­hadap penyelenggara negara, tanpa ada hambatan
yang meresahkan masyarakat; dan/atau (iii) me­nyang­kut prosedur karena statusnya selaku pejabat negara;
kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,- (satu 3) ketentuan tentang pertanggungjawaban KPK kepada
milyar rupiah). publik dan menyampaikan laporan secara terbuka ke­pa­
Dengan pengaturan dalam Undang-Undang ini, maka da Presiden, DPR, dan BPK;
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK): 4) ketentuan mengenai pemberatan ancaman pidana pokok
1) dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat terhadap Anggota Komisi atau pegawai pada KPK yang
dan memperlakukan institusi yang telah ada se­ba­gai melakukan korupsi; dan
counter partner yang kondusif sehingga pemberantas­an 5) ketentuan mengenai pemberhentian tanpa syarat ke­pada
korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif; Anggota KPK yang melakukan tindak pidana ko­rupsi.
2) tidak memonopoli tugas dan wewenang penye­lidik­an,
pe­nyidikan, dan penuntutan; H. Komisi Pemilihan Umum
3) berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan insti­tusi
yang telah ada dalam pemberantasan korupsi (trig­ger 1. Penyelenggara Pemilu
me­chanism); Komisi Pemilihan Umum atau KPU tidak dapat di­se­
jajar­kan kedudukannya dengan lembaga-lembaga (ting­gi)
ne­ga­ra yang lain yang kewenangannya ditentukan dan di-
berikan oleh UUD 1945. Bahkan, nama Komisi Pemi­lih­an
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
234 Pasca Reformasi Lainnya 235
Umum itu sendiri tidaklah ditentukan oleh UUD 1945, me- lih­an Umum (KPU). Itu sebabnya dalam rumusan Pa­sal 22E
lainkan oleh Undang-Undang tentang Pemilu. Ke­dudukan UUD 1945 itu, perkataan komisi pemilihan umum ditulis
KPU sebagai lembaga negara dapat dianggap sederajat huruf kecil. Artinya, komisi pemilihan umum yang disebut
dengan lembaga-lembaga negara lain yang di­ben­tuk oleh dalam Pasal 22E itu bukanlah nama, melainkan perkataan
atau dengan undang-undang. umum untuk menyebut lembaga penyeleng­ga­ra pemilu itu.
Akan tetapi, karena keberadaan lembaga penyeleng­ Dengan demikian, sebenarnya, undang-undang dapat saja
ga­ra pemilihan umum disebut tegas dalam Pasal 22E UUD memberi nama kepada lembaga penye­leng­gara pemilu itu,
1945, kedudukannya sebagai penyelenggara pemilu yang misalnya, dengan sebutan Badan Pe­mi­lihan Umum atau
bersifat nasional, tetap dan mandiri, mau tidak mau men­ja­ Komisi Pemilihan Pusat dan Komi­si Pe­milihan Daerah, dan
di sangat penting artinya, dan keberadaaannya dijamin dan sebagainya.
dilindungi secara konstitusional dalam UUD 1945. Ini­lah Namun demikian, oleh karena sejak sebelum Per­u­
salah satu contoh lembaga negara yang dikatakan pen­ting bahan UUD 1945, lembaga penyelenggara pemilu itu sen­di­ri
secara konstitusional atau lembaga negara yang me­mi­liki sejak dulu sudah dikenal dengan nama Komisi Pe­milih­an
apa yang disebut sebagai consti­tutional impor­tan­ce, terlepas Umum, maka oleh Undang-Undang tentang Pe­mi­lihan
dari apakah ia diatur eksplisit atau tidak da­lam undang- Umum, lembaga penyelenggara pemilu tersebut juga tetap
undang dasar. dipertahankan dengan nama Komisi Pemilihan Umum.
Jika lembaga penyelenggara pemilu itu tidak bersifat Ka­rena itulah, lembaga penyelenggara pemilu yang ada se­
nasional, tetap, dan mandiri, maka lembaga tersebut bu­kan­ karang bernama Komisi Pemilihan Umum se­ba­gai ko­misi
lah lembaga sebagaimana dimaksud oleh UUD 1945. Atau yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri sesuai dengan
jika, di samping lembaga penyelenggara pemilu yang me- ketentuan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945.
menuhi syarat-syarat konstitusi itu diadakan lagi lem­ba­ga Di masa yang akan datang, seperti telah dikemuka­kan
lain yang bersifat tandingan, hanya karena para po­litisi yang di atas dapat saja dikembangkan gagasan bahwa ko­mi­si
mengendalikan proses pembentukan undang-un­dang (mis- penyelenggara pemilu itu dibedakan antara komisi pe­nye­
alnya) tidak menyukai independensi lembaga penyelenggara lenggara di tingkat pusat dan di tingkat daerah. Misalnya,
yang sudah ada, maka kedudukan konstitu­sio­nal lembaga ada Komisi Pemilihan Pusat untuk menyeleng­gara­kan
penyelenggara pemilu itu jelas dilindungi oleh UUD 1945. pemilihan umum nasional, dan Komisi Pemilihan Daerah
Oleh sebab itu, meskipun derajat kelem­ba­gaan­nya sama untuk menyelenggarakan pemilihan umum di daerah-dae-
dengan lembaga-lembaga negara lain­nya yang dibentuk oleh rah yang jadwalnya tidak harus sama di setiap daerah. Akan
undang-undang, pembahasan menge­nai lembaga KPU ini tetapi, sejauh menyangkut ketentuan me­nge­nai pemilihan
juga perlu di­singgung dalam bab ini. umum dan komisi penyelenggara pe­mi­lihan umum menu-
Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah nama yang rut Pasal 22E UUD 1945, jelas dapat diketahui bahwa pe-
diberikan oleh Undang-Undang tentang Pemilihan Umum milihan umum diselenggarakan secara nasional, dan komisi
untuk lembaga penyelenggara pemilihan umum (pemilu). penyelenggara pemilu itu juga bersifat nasional. Bahkan
Dalam Pasal 22E UUD 1945 sendiri, nama lembaga penye­ dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945, jelas ditegaskan bahwa
leng­gara pemilu itu tidak diharuskan bernama Komisi Pe­mi­ komisi penyelenggara itu harus bersifat nasional, tetap, dan
mandiri. Oleh sebab itu, yang diidealkan oleh Pasal 22E
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
236 Pasca Reformasi Lainnya 237
UUD 1945 itu adalah satu badan yang dapat saja dinamakan dan oleh anggota. Setiap anggota KPU mempunyai hak su­
Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mempunyai sifat-sifat ara yang sama.
(i) nasional, (ii) tetap, (iii) mandiri atau independen. Menurut Pasal 17 UU Pemilu ini, struktur organisasi
KPU menurut UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pe­ penyelenggara Pemilu terdiri atas KPU, KPU provinsi, dan
mi­lu adalah pelaksana dan sekaligus pengawas pelak­sa­ KPU kabupaten/kota. KPU provinsi dan KPU kabupaten/
na­an pemilu. Seharusnya, KPU adalah penyeleng­gara. kota adalah pelaksana Pemilu di provinsi dan kabupaten/
Dalam konsep penyelenggaraan itu tercakup pengertian kota yang merupakan bagian dari KPU. Dalam menjalan­kan
pe­laksanaan dan pengawasan. Karena itu, KPU sebagai tugasnya, KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
pe­nye­lenggara cukup menjalankan fungsi sebagai policy mempunyai sekretariat. Pola organisasi dan tata kerja
maker dan regulator. Sedangkan untuk pelaksana­an pe­mi­ KPU ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden
lu, KPU membentuk Panitia Pelaksana Pemilu, dan un­tuk berdasarkan usul KPU sesuai dengan ketentuan peraturan
pengawasan oleh KPU dapat dibentuk Panitia Penga­was perundang-undangan.
Pemilu. Baik Panitia Pelaksana maupun Panitia Peng­a­was Dalam pelaksanaan Pemilu, KPU kabupaten/kota
bersifat ad hoc, dibentuk oleh dan bertanggung­jawab ke­pada mem­bentuk PPK dan PPS. Dalam melaksanakan pe­mu­
KPU, serta anggota-anggota dan pimpinan­nya di­angkat dan ngut­an suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), Panitia
diberhentikan oleh KPU. Pemungutan Suara (PPS) membentuk KPPS. Panitia Pe­
Dalam UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan milihan Kecamatan (PPK) berakhir tugasnya dua bulan
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD,64 lembaga atau ba­ se­telah hari pemungutan suara. Sedangkan tugas PPS dan
dan penyelenggara pemilu itu memang diberi nama Ko­misi KPPS berakhir satu bulan setelah hari pemungutan suara.
Pemilihan Umum (KPU). Ketentuan mengenai hal ini diatur Dalam pelaksanaan Pemilu di luar negeri, KPU memben­tuk
dalam Bab IV tentang Penyelenggara Pemilu mu­lai dari PPLN dan selanjutnya PPLN membentuk KPPSLN. Tu­gas
Pasal 15 sampai dengan Pasal 45. Pada Bagian Pertama Bab PPLN dan KPPSLN sebagai­mana dimaksud pada ayat (9)
IV itu, pada Pasal 15, ditentukan bahwa pe­mi­lu diselengga- berakhir satu bulan setelah hari pemungutan sua­ra. Untuk
rakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, mengawasi pelaksanaan Pemilu, KPU mem­ben­­tuk Penga-
tetap, dan mandiri. Komisi Pe­milihan Umum inilah yang was Pemilu.  
ditentukan bertanggung jawab atas pe­nye­lenggaraan pe- Mengenai syarat-syarat untuk dapat menjadi anggo­ta
milihan umum. Dalam melaksanakan tugas­nya itu, Komisi KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota, se­perti di­atur
Pemilihan Umum (KPU) menyam­pai­­kan laporan dalam dalam Pasal 18 , adalah:
tahap penyeleng­garaan pemilu (pemilihan umum) kepada a. warga negara Republik Indonesia;
presiden dan Dewan Perwakil­an Rakyat. b. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-
Menurut ketentuan Pasal 16, jumlah anggota KPU Un­dang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
sebanyak-banyaknya 11 orang, KPU provinsi sebanyak dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
lima orang, dan KPU kabupaten/kota sebanyak lima orang. c. mempunyai integritas pribadi yang kuat, jujur, dan
Keanggotaan KPU terdiri atas seorang ketua merangkap adil;
ang­gota, dibantu seorang wakil ketua merangkap anggota, d. mempunyai komitmen dan dedikasi terhadap sukses­nya
dan para anggota. Ketua dan wakil ketua KPU dipilih dari Pemilu, tegaknya demokrasi dan keadilan;
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
238 Pasca Reformasi Lainnya 239
e. memiliki pengetahuan yang memadai tentang sistem Keputusan KPU pusat.
kepartaian, sistem dan proses pelaksanaan Pemilu, Menurut ketentuan Pasal 20 UU a quo, anggota KPU,
sis­tem perwakilan rakyat, serta memiliki kemampu­an KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota dapat saja ber­­henti
ke­pemimpinan; antar waktu karena beberapa kemungkinan sebab se­bagai
f. berhak memilih dan dipilih; berikut:
g. berdomisili dalam wilayah Republik Indonesia yang a. meninggal dunia;
dibuktikan dengan KTP; b. mengundurkan diri;
h. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksa­an c. melanggar sumpah/janji;
kesehatan menyeluruh dari rumah sakit; d. melanggar kode etik; atau
i. tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik; e. tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud da­
j. tidak pernah dihukum penjara berdasarkan putusan lam Pasal 18.
peng­adilan yang telah mempunyai kekuatan hukum Pemberhentian anggota seperti yang dimaksud di atas
tetap karena melakukan tindak pidana yang di­ancam dilakukan dengan ketentuan bahwa:
dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; a. untuk anggota KPU, pemberhentiannya dilakukan oleh
k. tidak sedang menduduki jabatan politik, jabatan struk­ Presiden atas persetujuan dan/atau usul DPR;
tural, dan jabatan fungsional dalam jabatan ne­geri; b. untuk anggota KPU provinsi, pemberhentiannya di­la­ku­
l. bersedia bekerja sepenuh waktu. kan oleh KPU (pusat);
Calon anggota KPU diusulkan oleh presiden untuk c. sedangkan untuk anggota KPU kabupaten/kota, pem­
men­dapat persetujuan DPR guna ditetapkan sebagai ang­ berhentiannya dilakukan oleh KPU (pusat). 
go­ta KPU. Sementara itu, calon anggota KPU provinsi di­ Sesuai ketentuan Pasal 21, maka untuk menjaga ke­
usul­kan oleh Gubernur untuk mendapat persetujuan KPU mandirian, integritas, dan kredibilitasnya, KPU diharuskan
untuk ditetapkan sebagai anggota KPU provinsi. Sedang­kan menyusun kode etik (code of ethics) yang bersifat mengikat
calon anggota KPU kabupaten/kota diusulkan oleh bu­­pati/ serta wajib dipatuhi oleh KPU. Untuk memeriksa peng­
walikota untuk mendapat persetujuan KPU pro­vinsi guna aduan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
ditetapkan menjadi anggota KPU kabu­pa­ten/ko­ta. Calon anggota Komisi Pemilihan Umum, dibentuk pula Dewan
anggota KPU yang diusulkan sebagai­mana di­maksud di atas Ke­hormatan KPU yang bersifat ad hoc. Keanggotaan De­
sebanyak dua kali jumlah anggota yang di­perlukan. wan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum itu sebanyak
Penetapan keanggotaan komisi penyelenggara pemi­ tiga orang terdiri atas seorang ketua dan anggota-anggota
lu ini dilakukan oleh presiden dan oleh KPU untuk masa yang dipilih dari dan oleh anggota KPU. Dewan Kehormat­an
ja­­batan lima tahun sejak pengucapan sumpah/ janji. Ke­ang­ KPU merekomendasikan tindak lanjut hasil pemerik­saan­nya
gotaan Komisi Pemilihan Umum (pusat) ditetapkan dengan kepada Komisi Pemilihan Umum. Mekanisme ker­ja Dewan
Keputusan Presiden, sedangkan keanggotaan KPU pro­vinsi Kehormatan tersebut ditetapkan lebih lanjut oleh Komisi
dan KPU kabupaten/kota, ditetapkan oleh atau dengan Pemilihan Umum sebagaimana mestinya.
Mengenai persoalan keuangan dan anggaran, Pasal
23 UU tentang Pemilu ini telah sangat jelas menentukan
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
240 Pasca Reformasi Lainnya 241
bahwa keuangan KPU bersumber dari Anggaran Pen­da­ dan wewe­nang KPU adalah:
pat­­an dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan a. merencanakan penyelenggaraan pemilihan umum;
Be­lanja Daerah. Artinya, Komisi Pemilihan Umum tidak b. menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan
dapat bekerja dengan dasar keuangan atau anggaran selain pe­laksanaan Pemilu;
dari APBN dan APBD. Jika hal itu terjadi, berarti ada pe­lang­ c. mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan me­ngen­
garan yang dilakukan karena tidak sesuai dengan apa yang dalikan semua tahapan pelaksanaan Pemilu;
telah ditentukan dalam Undang-Undang. d. menetapkan peserta Pemilu;
Sebelum menjalankan tugas, para anggota Komisi Pe­ e. menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi dan calon
milihan Umum (KPU), KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD Kabu­pa­
PPK, PPS, PPLN, KPPS, KPPSLN diharuskan terlebih dulu ten/ Kota;
mengucapkan sumpah/janji. Sumpah/janji anggota KPU, f. menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kam­­­
KPU provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, panye, dan pemungutan suara;
KPPS, dan KPPSLN adalah sebagai berikut: g. menetapkan hasil Pemilu dan mengumumkan calon
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: terpilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
Bah­wa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban Ka­bupaten/Kota;
saya sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum/
h. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan Pe­mi­
KPU provinsi/KPU kabupaten/kota/PPK/PPS/
PPLN/KPPS/KPPSLN dengan sebaik-baiknya dan lu;
seadil-adilnya; Bahwa saya akan menyeleng­ga­­­ra­ i. melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur
kan Pemilihan Umum sesuai dengan per­atur­an un­dang-undang.
perundang-undangan dengan berpedoman pa­da Menurut ketentuan Pasal 26, Komisi Pemilihan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Re­ Umum berkewajiban:
publik Indonesia Tahun 1945;
a. memperlakukan peserta Pemilu secara adil dan setara
Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan kewajib­
an tidak akan tunduk pada tekanan dan pengaruh gu­na menyukseskan Pemilu;
apa pun dari pihak mana pun yang bertentangan b. menetapkan standardisasi serta kebutuhan barang dan
dengan peraturan perundang-undangan; jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu
Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan ke­we­ berdasarkan peraturan perundang-undang­an;
nang­­an, akan bekerja dengan sungguh-sung­guh, c. memelihara arsip dan dokumen Pemilu serta mengelola
jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pe­mi­lih­an
barang inventaris KPU berdasarkan per­atur­an per­un­
Umum, tegaknya demokrasi dan ke­adilan, ser­ta
meng­utamakan kepentingan Negara Kesatu­an dang-undangan;
Re­pu­blik Indonesia daripada kepenting­an pri­ba­di d. menyampaikan informasi kegiatan kepada masyara­
atau golongan”.  kat;
e. melaporkan penyelenggaraan Pemilu kepada Pre­si­den
2. Komisi Pemilihan Umum (KPU) selambat-lambatnya tujuh hari sesudah peng­ucapan
sum­pah/janji anggota DPR dan DPD;
Dalam Pasal 25 UU Pemilu ditentukan bahwa tugas f. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
242 Pasca Reformasi Lainnya 243
diterima dari APBN; dan e. menyampaikan laporan secara periodik kepada Gu­ber­
g. melaksanakan kewajiban lain yang diatur undang-un­ nur;
dang. f. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang
Sedangkan sekretariat jenderal, diatur dalam Pasal diterima dari APBN dan APBD; dan
27 Undang-Undang tentang Pemilihan Umum ini. Dalam g. melaksanakan kewajiban lain yang diatur undang-un­
Pa­sal 27 ini diatur bahwa sekretariat jenderal KPU di­pim­pin dang.
oleh sekretaris jenderal dan dibantu oleh wakil sekretaris Selanjutnya Pasal 30-nya menentukan pula bahwa:
jenderal. Juga ditentukan dalam undang-undang ini bah­ (1) Sekretariat KPU provinsi dipimpin oleh seorang se­kre­
wa sekretaris jenderal dan wakil sekretaris jenderal adalah taris.
pe­ga­wai negeri sipil yang diangkat dan diberhentikan (2) Sekretaris KPU provinsi adalah pegawai negeri sipil yang
dengan Keputusan Presiden. Sekretaris jenderal dan wakil diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Se­kre­
se­kretaris jenderal dipilih oleh KPU dari masing-masing taris Jenderal KPU.
tiga calon yang diajukan oleh pemerintah dan selanjutnya (3) Sekretaris KPU provinsi dipilih oleh KPU provinsi dari
di­tetapkan dengan Keputusan Presiden. Ditegaskan pula tiga orang calon yang diajukan oleh Gubernur dan se­lan­
bah­wa pegawai sekretariat jenderal harus diisi oleh pegawai jutnya ditetapkan dengan keputusan Sekretaris Jen­deral
negeri sipil. KPU.

3. Komisi Pemilihan Umum Provinsi 4. KPU kabupaten/kota

KPU provinsi diatur dalam Pasal 28 sampai dengan Tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Umum Dae­
Pa­sal 30 UU Pemilu dengan tugas dan wewenang: rah Kabupaten/Kota diatur dalam Pasal 31, yaitu:
a. merencanakan pelaksanaan Pemilu di provinsi; a. merencanakan pelaksanaan Pemilu di kabupaten/ko­
b. melaksanakan Pemilu di provinsi; ta;
c. menetapkan hasil Pemilu di provinsi; b. melaksanakan Pemilu di kabupaten/kota;
d. mengkoordinasi kegiatan KPU kabupaten/kota; dan c. menetapkan hasil Pemilu di kabupaten/kota;
e. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh KPU. d. membentuk PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), PPS
Dalam Pasal 29 ditentuk bahwa KPU provinsi ber­ke­ (Panitia Pemungutan Suara), dan KPPS dalam wilayah
wajiban untuk: kerjanya;
a. memperlakukan peserta Pemilu secara adil dan setara; e. mengkoordinasi kegiatan panitia pelaksana Pemilu da­
b. menyampaikan informasi kegiatan kepada masyara­ lam wilayah kerjanya; dan
kat; f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh KPU dan
c. menjawab pertanyaan, menampung, dan mempro­ses KPU provinsi.
pengaduan dari peserta Pemilu dan masyarakat; Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota,
d. menyampaikan laporan periodik dan mempertang­gung­­ ber­dasarkan ketentuan Pasal 32, mempunyai kewajiban
jawabkan kegiatan pelaksanaan Pemilu ke­pa­da KPU; se­bagai berikut:
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
244 Pasca Reformasi Lainnya 245
a. memperlakukan peserta Pemilu secara adil dan setara; merupakan ciri pokok negara hukum atau paham negara de-
b. menyampaikan informasi kegiatan kepada masyara­ mokrasi konstitusional (consti­tu­tio­nal demo­cra­cy). Untuk
kat; memajukan dan melindungi hak asasi manusia dalam UUD
c. menjawab pertanyaan serta menampung dan mem­pro­­ses 1945, negara memerlukan mem­bentuk satu lem­baga negara
pengaduan dari peserta Pemilu dan masyarakat; yang tersendiri. Akan te­tapi, karena lem­ba­ga semacam itu
d. menyampaikan laporan secara periodik dan mem­per­ tidak biasa diatur khusus dalam undang-undang dasar,
tanggungjawabkan seluruh kegiatan pelaksanaan Pe­mi­lu melainkan biasanya di­atur dengan undang-undang.
kepada KPU provinsi; Namun, karena lembaga itu khusus diadakan untuk
e. menyampaikan laporan secara periodik kepada bupati/ memajukan dan melindungi hak asasi manusia, maka su­
walikota; dah seharusnya keberadaannya dianggap sangat penting
f. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang se­ca­ra konstitusional. Apalagi, sumber hukum tata negara
diterima dari APBN dan APBD; dan tidak­­lah hanya terbatas kepada konstitusi dalam arti yang
g. melaksanakan seluruh kewajiban lainnya yang diatur ter­­tulis. Karena itu, meskipun keberadaannya tidak ter­can­
undang-undang. tum dalam UUD 1945, tetapi Komnas HAM dapat di­kata­­
Sedangkan mengenai sekretariat KPU kabupaten/ko­ kan memiliki sifat constitutional importance yang sama
ta, ditentukan dalam Pasal 33 bahwa sekretariat dipim­pin dengan lembaga-lembaga lain, seperti Kejaksaan Agung dan
oleh seorang sekretaris. Sekretaris KPU kabupaten/kota kepolisian negara. Apalagi, keberadaan lemba­ga ini dapat
adalah pegawai negeri sipil yang diangkat dan diberhenti­ pula dibaca dari kacamata atau dari pintu ma­suk Pasal 24
kan dengan keputusan Sekretaris Jenderal KPU. Sekretaris ayat (3) yang mengatur mengenai “badan-badan lain yang
KPU kabupaten/kota dipilih oleh KPU Kabu­pa­ten/Kota dari fungsinya berkaitan dengan kekuasaan ke­hakiman diatur
tiga orang calon yang diajukan oleh bupati/walikota dan se­ dalam undang-undang”. Fungsi Kom­nas HAM sebagai
lanjutnya ditetapkan dengan keputusan Sekretaris Jen­de­ral lembaga negara juga berkaitan fungsinya dengan kekuasaan
Komisi Pemilihan Umum. kehakiman, dan karena itu dapat di­ka­ta­kan juga memiliki
ciri sebagai lembaga konsti­tu­sional.
I. Komisi Nasional HAM Dalam konsideran Undang-Undang HAM ditegas­kan
bahwa manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan me­ngem­
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas ban tugas mengelola dan memelihara alam semesta un­tuk
HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang tentang Hak kesejahteraan umat manusia, manusia di­anugerahi hak
Asasi Manusia.65 Namun demikian, lembaga ini dapat di­kata­ asasi untuk menjamin harkat dan martabat kemuliaan
kan merupakan salah satu lembaga negara yang me­mi­liki dirinya serta keharmonisan ling­kungan­nya. Selanjutnya
con­sti­tutional importance yang sama dengan Ke­jak­sa­an dan di­katakan dasar yang secara kodrat melekat pada diri ma­
Kepolisian. Mengapa demikian? Pertama, di se­tiap negara nu­sia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu ha­
kon­stitusional, jaminan hak asasi manusia da­­lam undang- rus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan ti­dak boleh
undang dasar dianggap sebagai sesuatu yang mutlak ada­ di­abaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Manu­
nya. Bahkan jaminan konstitusional hak asasi manusia itu sia selain memiliki hak asasi juga mem­punyai kewajiban
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
246 Pasca Reformasi Lainnya 247
da­sar antara manusia yang satu ter­ha­dap yang lain dan HAM dan diresmikan oleh Presiden selaku kepala ne­ga­ra
terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan [Pasal 83 ayat (1)]. Komnas HAM dipimpin oleh se­orang
ber­masyarakat, berbangsa, dan ber­negara. ketua dan dua orang wakil ketua yang dipilih oleh dan dari
Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bang­ anggota [Pasal 83 ayat (2) dan (3)]. Mereka men­ja­bat selama
sa mengemban tanggung jawab moral dan hukum un­tuk lima tahun dan setelah berakhir dapat diang­kat kembali
menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Uni­versal hanya untuk satu kali masa jabatan.
tentang HAM, serta berbagai instrumen in­ternasional lain- Mereka yang dapat dipilih menjadi anggota Komnas
nya mengenai hak asasi manusia yang te­lah diterima oleh HAM, menurut Pasal 84, adalah warga negara Indonesia
negara Republik Indonesia. Komisi Na­sio­nal Hak Asasi yang memiliki pengalaman dalam upaya memajukan dan
Manusia ini bertujuan mengembang­kan kondisi yang kon- melindungi orang atau kelompok yang dilanggar hak-hak
dusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan asasi manusianya, berpengalaman sebagai hakim, jaksa,
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Piagam Per- po­lisi, pengacara, atau sebagai pengemban profesi hukum
serikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Uni­ver­sal Hak lainnya. Di samping itu, dipersyaratkan pula bahwa yang
Asasi Manusia. Selain itu komisi ini dimaksud­kan untuk bersangkutan haruslah berpengalaman di berbagai bidang
meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna fungsi legislatif, eksekutif, dan/atau di lembaga tinggi nega­
berkembangnya pribadi manusia Indonesia se­utuhnya ra, atau mereka itu berasal dari kalangan tokoh agama, to­­
dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang koh masyarakat, atau tokoh dan aktivis lembaga swada­ya
kehidupan. Dalam Pasal 76 ayat (1) di­kata­kan untuk men- masyarakat, dan kalangan perguruan tinggi.
capai tujuannya, komisi melaksanakan fungsi pengkajian,
penelitian, penyuluhan, pemantau­an, dan mediasi tentang J. PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS
hak asasi manusia. TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK)
Dari segi keorganisasiannya, Komisi Nasional HAM ini
beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat yang profe­sio­nal, PPATK dibentuk sesuai dengan ketentuan UU Tin­dak
berdedikasi dan berintegritas tinggi, meng­hayati cita-cita Pidana Pencucian Uang.66 Latar belakang pembentuk­an
negara hukum dan negara kesejahteraan yang ber­­intikan lem­baga ini terkait dengan kejahatan pencucian uang da­ri
keadilan, menghormati hak asasi manusia dan ke­wajiban hasil kejahatan. Dalam konsideran undang-undang ter­­
dasar manusia [Pasal 76 ayat (2)]. Karena luasnya cakupan sebut dikatakan bahwa kejahatan yang menghasilkan har­­ta
wilayah kerjanya Komnas HAM ber­ke­du­­dukan di ibukota kekayaan dalam jumlah yang besar semakin me­ning­kat,
negara dan dapat mendirikan Per­wa­kil­­an di daerah [Pasal baik kejahatan yang dilakukan dalam batas wi­layah RI mau­
76 ayat (3)]. pun yang melintasi batas wilayah negara. Asal-usul har­ta
Dilihat dari jumlah anggotanya Komnas HAM ada­lah kekayaan yang merupakan hasil dari ke­ja­hatan ter­sebut,
organisasi yang cukup besar dengan jumlah anggo­ta 35 disembunyikan atau disamarkan dengan berbagai cara yang
orang yang dipilih oleh DPR berdasarkan usulan Kom­nas dikenal sebagai pencucian uang.
Perbuatan pencucian uang harus dicegah dan di­be­
ran­tas agar intensitas kejahatan yang menghasilkan atau
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
248 Pasca Reformasi Lainnya 249
me­­libat­kan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat pekerjaan lain; dan tidak pernah dijatuhi pi­da­­na penjara.
di­­minimalisasi sehingga stabilitas perekonomian nasional Karena PPATK ini bersifat independen, maka semua
dan keamanan negara terjaga; bahwa pencucian uang bu­kan pihak tidak boleh melakukan campur tangan dalam segala
saja merupakan kejahatan nasional tetapi juga ke­ja­hatan ben­tuknya terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan
transnasional, oleh karena itu harus diberantas, an­ta­ra lain PPATK [Pasal 25 ayat (1)] dan kepala dan wakil kepala
dengan cara melakukan kerja sama regional atau internasi- PPATK wajib menolak setiap campur tangan dari pihak
onal melalui forum bilateral atau multi­la­teral. mana­­pun dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya
PPATK dibentuk berdasarkan UU Pencucian Uang [Pasal 25 ayat (2)]. PPATK dalam melakukan pencegahan
dengan tujuan untuk mencegah dan memberantas tindak dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, dapat
pi­dana pencucian uang, dengan Undang-undang ini di­ben­ melakukan kerja sama dengan pihak yang terkait, baik na-
tuk PPATK [Pasal 18 ayat (1)]. Lembaga ini dalam me­lak­ sional maupun internasional [Pasal 25 ayat (3)].
sanakan tugas dan kewenangannya bersifat in­de­pen­den Dalam melaksanakan fungsinya PPATK mempunyai
dan bertanggung jawab kepada presiden [Pasal 18 ayat (2) tugas sebagai berikut: mengumpulkan, menyimpan, menga-
dan (3)]. Karena lembaga jasa keuangan tersebar luas di nalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh oleh PPATK
seluruh daerah yang dapat menerima penerimaan uang sesuai dengan Undang-undang ini; memantau catatan dalam
dari manapun, maka meskipun berkedudukan di Ja­kar­ta buku daftar pengecualian yang dibuat oleh penyedia jasa
[Pa­sal 19 ayat (1)] juga dapat membuka perwakilan di dae­ keuangan; membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan
rah [Pasal 19 ayat (2)]. transaksi keuangan mencurigakan; memberikan nasihat dan
Sebagai organisasi PPATK dipimpin oleh seorang ke­ bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi
pala dan dibantu oleh paling banyak empat orang wakil ke­pa­ yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam
la [Pasal 20 ayat (1)] yang diangkat dan diberhentikan oleh undang-undang ini; mengeluarkan pedoman dan publikasi
presiden atas usul menteri keuangan. Masa jabatan ke­pa­la kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang kewajibannya yang
dan wakil kepala adalah empat tahun dan dapat di­­angkat ditentukan da­lam undang-undang ini atau dengan peraturan
kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya per­un­dang-undangan lain, dan membantu dalam mende-
[Pasal 20 ayat (2)]. Susunan organisasi dan tata kerja PPATK teksi pe­ri­laku nasabah yang mencurigakan; memberikan
diatur dengan Keputusan Presiden [Pasal 20 ayat (3)]. reko­men­dasi kepada pemerintah mengenai upaya-upaya
Untuk menduduki jabatan kepala atau wakil kepala pen­ce­gahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
PPATK, calon yang bersangkutan harus memenuhi syarat uang; melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang
se­bagai berikut: Warga Negara Indonesia; berusia se­ku­ berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada kepolisi­
rang-kurangnya 35 dan setinggi-tingginya 60 tahun pada an dan kejaksaan; membuat dan memberi­kan laporan
saat pengangkatan; sehat jasmani dan rohani; takwa, ju­jur, menge­nai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan
adil, dan memiliki integritas pribadi yang baik; memili­ki lain­nya secara berkala enam bulan sekali kepada presiden,
salah satu keahlian dan pengalaman di bidang per­bankan, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang
lembaga pembiayaan, perusahaan efek, penge­lo­la reksa
dana, hukum, atau akuntansi; tidak merangkap ja­batan atau
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Konstitusional
250 Pasca Reformasi Lainnya 251
melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan
(Pasal 26).
Untuk melaksanakan tugasnya, PPATK mempunyai
wewenang:
a. meminta dan menerima laporan dari penye-
dia jasa ke­uangan;
b. meminta informasi mengenai perkembangan
penyi­dik­an atau penuntutan terhadap tindak pidana pen­
cu­ci­an uang yang telah dilaporkan kepada penyi­dik atau
penuntut umum;
c. melakukan audit terhadap penyedia jasa
keuangan me­nge­nai kepatuhan kewajiban sesuai dengan
ke­ten­tuan da­lam undang-undang ini dan terhadap pedoman
pela­poran mengenai transaksi keuangan;
d. memberikan pengecualian kewajiban pel-
aporan me­nge­nai transaksi keuangan yang dilakukan secara
tunai se­bagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf
b.
Dalam melakukan audit lembaga ini terlebih dahulu
me­la­ku­kan koordinasi dengan lembaga yang melakukan
pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan [Pasal 27
ayat (2)]. Karena menyangkut transaksi keuangan melalui
lembaga jasa keuangan, maka dalam melaksanakan ke­we­
nangan, terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan UU lain
yang berkaitan dengan ketentuan tentang rahasia bank
dan kerahasiaan transaksi keuangan lainnya [Pasal 27 ayat
(3)].
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara
252 Pasca Reformasi
4
...........................................................................
Lembaga Negara Lainnya

A. Lembaga Negara Lain-Lain

Di samping lembaga-lembaga negara seperti telah


di­urai­kan tersebut di atas, ada pula beberapa lembaga
ne­ga­ra lain yang dibentuk berdasarkan amanat undang-un­
dang atau peraturan yang lebih rendah, seperti Peraturan
Pe­me­­rintah, Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden.
Be­­be­rapa di antaranya adalah Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI),1 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),2 Ko­mi­­si
Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR),3 Komisi Per­lin­dung­an
Anak Indonesia, Badan Penyelesaian Sengketa Pa­jak (BPSP),
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Komisi
Banding Paten,4 Komisi Banding Merek,5 Ko­­misi Perlind-
ungan Anak Indonesia,6 Komisi Nasional An­ti Kekerasan
1
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lem­­bar­an Negara
Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan L­em­­baran Ne­ga­ra No. 4252).
2
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Prak­tek Mo­no­poli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Ta­hun 1999 Nomor 33,Tamba-
han Lembaran Negara Nomor 3817), Keppres No. 75 Tahun 1999 tentang Ko­misi
Pengawas Per­saing­an Usaha.
3
Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Ke­benaran dan Rekon-
siliasi (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 114, Tam­bah­an Lembaran Negara
Nomor 4429).
4
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lem­bar­an Ne­gara Tahun
2001 Nomor 109, Tambahan Lem­bar­an Negara No­mor 4130), Peraturan Pemer-
intah No. 31 Tahun 1995 tentang Ko­misi Banding Paten.
5
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lem­bar­an Ne­gara Tahun
2001 Nomor 110, Tambahan Lem­bar­­­an Negara No­mor 4131), Peraturan Pemer-
intah No. 7 Ta­­hun 2005 tentang Su­sunan Organisasi, Tugas, dan Fung­si Komisi
Banding Merek.
6
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran
Negara Tahun 2002 Nomor 109, Tambah­an Lembar­an Negara Nomor 4235),
Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Ko­misi Perlindungan Anak Indonesia.
7
Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Ke­ke­rasan terhadap
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Negara
254 Pasca Reformasi Lainnya 255
terhadap Perempuan, Dewan Pertahanan Nasional, BP
7
Karena demikian banyaknya jumlah lembaga-lemba­
Migas dan BPH Migas, Badan Regulasi Telekomunikasi ga seperti itu, maka harus diakui bahwa pembahas­an yang
Indonesia (BRTI),8 dan sebagainya. dilakukan dalam buku ini hanyalah dimaksudkan sebagai
Selain itu, ada pula Komisi Kepolisian atau Lembaga contoh. Sesungguhnya, masih ada beberapa lagi badan,
Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Badan Akreditasi dewan, ataupun yang disebut sebagai lembaga yang belum
Nasional (Pendidikan), Dewan Pendidikan, Dewan Pers,9 De­ dikemukakan disini, baik karena alasan belum terhimpun
wan Pengupahan,10 Dewan Sumber Daya Air,11 dan lain-lain informasi yang lengkap mengenai hal itu, atau­pun karena
sebagainya. Keberadaan badan atau komisi-ko­mi­si ini sudah pertimbangan bahwa semua itu akan terlalu membebani isi
ditentukan dalam undang-undang, akan te­­ta­pi pembentu- buku ini secara tidak perlu. Contoh-contoh yang dikemuka-
kannya biasanya diserahkan sepenuhnya kepada presiden kan dalam buku ini dapat dikatakan sudah cu­kup lengkap
atau kepada menteri atau pejabat yang ber­­tangggungjawab adanya, dan sangat memadai untuk di­jadi­kan bahan analisis
mengenai hal itu. Bahkan, ada dan bah­­kan banyak pula mengenai potret kelembagaan ne­ga­ra kita dewasa ini.
badan-badan, dewan, atau komisi yang sama sekali belum Bahkan, dapat dikatakan bahwa sebelum buku ini,
diatur dalam undang-undang, te­­ta­pi dibentuk berdasarkan belum ada buku lainnya yang mendeskripsikan potret
peraturan yang lebih rendah tingkatannya. kon­fi­­gurasi kelembagaan organisasi kenegaraan dan peme­
Kadang-kadang, lembaga-lembaga negara yang di­ rin­tahan Republik Indonesia selengkap buku ini. Karena
mak­sud dibentuk berdasarkan atas peraturan per­un­dang- itu, kiranya dapat dianggap cukuplah informasi yang perlu
undangan di bawah undang-undang atau bahkan hanya di­gambarkan disini berkenaan dengan aspek-aspek penting
didasarkan atas beleid presiden (Presidential Policy) saja. dari sebagian besar organ atau lembaga-lembaga negara
Lembaga-lembaga dimaksud, misalnya, adalah Ko­mi­si yang terdapat dalam struktur sistem kelembagaan negara
Hukum Nasional (KHN),12 Komisi Ombudsman Na­sio­nal Re­publik Indonesia dewasa ini.
(KON),13 Komisi Nasional Lanjut Usia,14 Lemhan­nas, LPND Misalnya, di setiap departemen ataupun instansi pe­
(Perpres No.11/2005), dan lain sebagainya. me­rintahan lainnya, ada saja bentuk-bentuk organ, dewan,
Perempuan.
8
Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Teleko­muni­kasi (Lem­baran lembaga, badan-badan, terutama yang dibentuk ber­dasar­
Negara Tahun 1999 Nomor 164, Tambahan Lembaran Ne­gara Nomor 3881). kan peraturan perundang-undangan di bawah undang-un­
9
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembar­an Ne­gara Tahun
1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara No­mor 3887).
dang. Demikian pula di tiap-tiap unit pemerin­tah­­an dae­rah
10
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga­ker­ja­an (Lembaran provinsi, kabupaten dan kota di seluruh In­do­nesia, ada saja
Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tam­bah­an Lembaran Negara Nomor 4279). badan atau lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan
11
Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377). Daerah atau Peraturan/Keputusan Kepala Pe­me­rintah Dae-
12
Keppres No. 15 Tahun 2000 tentang Komisi Hukum Nasi­onal. rah sesuai dengan kebutuhan dan kreatifitas lokal.
13
Keppres No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasi­o­nal.
14
Keppres No. 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut U­sia.
Untuk kepentingan konsolidasi kelembagaan, saya
15
Undang-Undang No. 32 Tahun 2003 tentang Penyiaran (Lem­bar­an Negara Tahun menganjurkan kiranya pemerintah mengambil langkah-
2003 Nomor 147, Tambahan Lembaran Ne­ga­ra No­mor 4342).
16
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Prak­tek Mo­­nopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Ta­­hun 1999 Nomor 33,Tam- baran Negara Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lem­baran Negara Nomor 4168).
bahan Lembaran Ne­ga­ra Nomor 3817). 18
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran
17
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Re­publik In­donesia (Lem- Negara Tahun 2002 Nomor 3, Tambah­an Lembaran Ne­gara Nomor 4169), di-
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Negara
256 Pasca Reformasi Lainnya 257
langkah untuk mengadakan inventarisasi menyeluruh me­ Selain wewenang di atas menurut Pasal 8 ayat (3) KPI
nge­nai keberadaan institusi-institusi semacam itu. Apapun mempunyai tugas dan kewajiban:
nama dan bentuknya, semuanya perlu diketahui dengan a. menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi
pasti. Dengan demikian, upaya penataan dan kon­so­lidasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manu-
ke­lembagaan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, se­ sia;
hingga pada gilirannya, kebijakan efisiensi dapat dirumus­ b. ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang peny-
kan dan diimplementasikan secara lebih tepat di masa yang iaran;
akan datang. c. ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar­lem­
baga penyiaran dan industri terkait;
B. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) d. memelihara tatanan informasi nasional yang adil,
merata, dan seimbang;
KPI dibentuk berdasarkan Undang-Undang Penyiar­ e. menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan,
an adalah lembaga negara yang bersifat independen yang
15 sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terha-
fung­si utamanya mengatur hal-hal mengenai pe­nyiar­­­an dap penyelenggaraan penyiaran; dan
[Pasal 7 ayat (2)]. Karena luasnya lingkup kegiat­an pe­nyiar­ f. menyusun perencanaan pengembangan sumber daya
an, maka KPI dibentuk di tingkat pusat dan pro­­­vin­si (ayat manusia yang menjamin profesionalitas di bidang pe-
3). Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewe­nang dan ke- nyiaran.
wajibannya, KPI pusat diawasi oleh DPR, se­dang­­kan KPI Secara organisatoris, dikatakan dalam Pasal 9 ayat (1)
daerah diawasi oleh DPRD [Pasal 7 ayat (4)]. dan (2) anggota KPI pusat berjumlah sembilan orang dip-
KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi impin oleh seorang ketua dan wakil ketua yang dipilih dari
me­wadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat dan oleh anggota, sedangkan KPI daerah berjumlah tujuh
akan penyiaran [Pasal 8 ayat (1)]. Dalam menjalankan fung- orang yang pimpinannya juga terdiri atas seorang ketua
sinya, KPI berwenang [Pasal 8 ayat (2)]: dan wakil ketua yang dipilih dengan cara yang sama. Masa
a. menetapkan standar program siaran; jabatan ketua, wakil ketua dan anggota KPI pusat dan KPI
b. menyusun peraturan dan menetapkan pedoman pe­ri­la­ku daerah tiga tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk
penyiaran; satu kali masa jabatan berikutnya. Sebagai lembaga negara
c. mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman peri­la­ KPI dibantu oleh sebuah sekretariat yang dibiayai oleh
ku penyiaran serta standar program siaran; negara [Pasal 9 ayat (4)] yang bersumber dari dari APBN
d. memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan untuk KPI pusat dan APBD bagi KPI [Pasal 9 ayat (6)].
dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program
siaran; C. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
e. melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pe­
me­rintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat. KPPU dibentuk berdasarkan undang-undang16 da­lam
undangkan tanggal 8 Januari 2002. rangka melarang praktek monopoli dan persaingan usa­ha
19
Undang-Undang No. 32 tahun 1997 tentang Perdagangan ber­jang­ka Komoditi yang tidak sehat. Salah satu pertimbangan di­ben­tuk­­nya
(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 93, Tam­bah­an Lembaran Negara Nomor
3720).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Negara
258 Pasca Reformasi Lainnya 259
KPPU adalah untuk mengawal terselenggaranya de­­mo­krasi tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pa­sal 17 sampai
dalam bidang ekonomi yang menghendaki ada­nya kesem- dengan Pasal 24;
patan yang sama bagi setiap warga negara un­tuk berpar- c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya
tisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang penyalahgunaan posisi dominan yang dapat meng­
dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efek­tif, dan akibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau per­
efisien sehingga dapat mendorong pertumbuh­an eko­­nomi saingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam
dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar. Ada­lah hak se- Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
tiap orang yang berusaha di Indonesia harus ber­a­da dalam d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Ko­mi­si
situasi persaingan yang sehat dan wajar, se­hingga tidak sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebi-
pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepaka- jakan Pemerintah yang berkaitan dengan prak­tek mo-
tan yang telah dilaksanakan oleh negara Re­pu­blik Indonesia nopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
terhadap perjanjian-perjanjian inter­nasional. f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan
Dalam Pasal 30 ayat (1) dikatakan untuk meng­a­wasi dengan undang-undang ini;
pelaksanaan Undang-undang ini dibentuk KPPU. Ko­mi­si ini g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Ko­
adalah lembaga independen yang terlepas dari pe­nga­ruh dan misi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rak­yat.
kekuasaan pemerintah serta pihak lain (ayat (2)) yang ber- Wewenang KPPU dalam Pasal 36 meliputi:
tanggung jawab kepada presiden (ayat (3)). Ko­misi terdiri a. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku
atas seorang ketua merangkap anggota, se­orang wakil ketua usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan
merangkap anggota, dan sekurang-ku­rang­­­nya tujuh orang atau persaingan usaha tidak sehat;
anggota [Pasal 31 ayat (1)]. Yang di­­angkat dan diberhentikan b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan
oleh Presiden atas persetujuan De­wan Perwakilan Rakyat usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang da­pat
(ayat (2)). Masa jabatan anggo­ta Komisi adalah lima tahun mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
dan dapat diangkat kembali un­tuk satu kali masa jabatan persaingan usaha tidak sehat;
berikutnya (ayat (3)). c. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan ter­hadap
Dalam Pasal 35 tugas komisi meliputi: kasus dugaan praktek monopoli dan atau per­saing­an
a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh ma­sya­rakat atau
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau oleh pelaku usaha atau menghadirkan pelaku usaha,
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana di­atur dalam saksi, saksi ahli, atau setiap orang se­ba­gai­mana dimak-
Pasal 4 sampai dengan Pasal 16; sud huruf e dan huruf f, yang tidak ber­se­dia memenuhi
b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau panggilan komisi;
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibat­kan ter- d. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam
jadinya praktek monopoli dan atau persaing­an usaha kaitan­nya dengan penyelidikan dan atau pemeriksa­an
ter­hadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan un­
20
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga­ker­jaan (Lembaran
Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tam­bah­an Lembaran Ne­gara Nomor 4279). dang-undang ini;
21
Keberadaan Dewan Pendidikan ini disebut eksplisit dalam Pa­sal 56 ayat
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Negara
260 Pasca Reformasi Lainnya 261
e. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, doku­ Ke­­polisian Nasional berwenang untuk Pasal 38 ayat (2),
men, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau (a) mengumpulkan dan menganalisis data sebagai ba­han
pe­meriksaan; pem­­berian saran kepada Presiden yang berkaitan dengan
f. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak ada­nya ang­­garan Polri, pengembangan sumber daya manusia
ke­rugian di pihak pelaku usaha lain atau masya­ra­kat; Pol­ri, dan pengembangan sarana dan prasarana Polri; (b)
g. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha mem­berikan saran dan pertim­bang­an lain kepada Presiden
yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau per­ dalam upaya mewujudkan Polri yang profe­sio­nal dan man­
saingan usaha tidak sehat; diri; dan (c) menerima saran dan keluhan dari masyarakat
h. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif ke­ menge­nai kinerja kepolisian dan me­nyam­pai­kannya ke­pada
pada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang- Presiden.
undang ini. Untuk mengisi keanggotaan komisi diatur dengan
Sebagai lembaga atau organ negara yang tugas­nya ke­pu­tusan presiden [Pasal 39 ayat (3)] yang berasal dari
me­nye­lenggarakan fungsi pengawasan persaingan usaha, ber­bagai unsur [Pasal 39 ayat (2)] pemerintah, pakar ke­
menurut Pasal 37 KPPU biaya dibebankan kepada Ang­garan po­­lisian, dan tokoh masyarakat sebanyak sembilan orang
Pendapatan dan Belanja Ne­ga­ra dan atau sumber-sum­ber [Pa­sal 39 ayat (1)] terdiri atas seorang ketua merangkap
lain yang diperbolehkan oleh peraturan per­un­dang-undan- ang­gota, seorang wakil ketua merangkap anggota, seorang
gan yang berlaku. sekre­taris merangkap anggota dan enam orang anggota.
Menurut Pasal 40 segala pembiayaan yang diperlukan un­tuk
D. Lembaga Kepolisian (Komisi Kepolisian) mendukung pelaksanaan tugas Komisi Kepolisian Na­sional
dibebankan pada APBN.
Dalam Pasal 37 ayat (1) UU No. 2 tahun 2002 ten­tang
Kepolisian Republik Indonesia17 mengatur organ lem­baga E. Dewan Pertahanan Nasional
ke­polisian nasional yang disebut dengan Komisi Ke­po­lisian
Na­sional. Komisi Kepolisian Nasional ini ber­ke­du­dukan di Menurut ketentuan Pasal 15 (1) UU No. 3 Tahun
bawah dan bertanggung jawab kepada Presi­den. Pemben­ 2002 ten­tang Pertahanan Negara18 dalam menetapkan ke­
tuk­­an dilakukan dengan Keputusan Presiden [Pasal 37 ayat bi­jak­an umum pertahanan negara, Presiden dibantu oleh
(2)]. De­wan Pertahanan Nasional. Dewan Pertahanan Nasio­nal,
Dalam Pasal 38 ayat (1) Komisi Kepolisian Nasional berfungsi sebagai penasihat Presiden dalam menetap­kan
ber­tugas: (i) membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan umum pertahanan dan pengerah­an segenap kom­
kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan (ii) ponen pertahanan negara [Pasal 15 ayat (2)].
memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam peng­ Pasal 15 ayat (3) dalam rangka melaksanakan fungsi­
ang­katan dan pemberhentian KaPolri. Dalam me­lak­sana­ nya, Dewan Pertahanan Nasional mempunyai tugas: (i)
kan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Komisi Me­ne­laah, menilai, dan menyusun kebijakan terpadu per­
(2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 ten­tang Sistem Pen­di­dikan Nasional 22
Hal ini diamanatkan oleh Pasal 60 ayat (4) UU Sistem Pen­didik­an Na­sional
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambah­an Lembaran Negara Nomor ini agar diatur lebih lanjut dengan Per­aturan Pemerintah.
4301), diundang­kan pada tanggal 8 Ju­li 2003. 23
Pasal 61 ayat (4). Ibid.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Negara
262 Pasca Reformasi Lainnya 263
ta­hanan negara agar departemen pemerintah, lembaga pe­ yang sehat; (ii) melindungi kepentingan semua pihak dalam
merintah nondepartemen, dan masyarakat beserta Ten­­ta­ra perdagangan berjangka; dan (iii) mewujud­kan kegiatan
Nasional Indonesia dapat melaksanakan tu­gas dan tanggung perdagangan berjangka sebagai sarana pe­nge­­­lola­an risiko
jawab masing-masing dalam men­dukung pe­nye­lenggaraan harga dan pembentukan harga yang trans­­paran.
pertahanan negara; (ii) Menela­ah, menilai, dan menyusun Dalam melaksanakan fungsi tersebut Bappebti ber­
kebijakan terpadu pengerahan komponen per­tahanan nega- we­nang:
ra dalam rangka mobilisasi dan demo­bilisasi; (iii) Menelaah 1. membuat penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis
dan menilai resiko dari kebijakan yang akan ditetapkan. atas ketentuan dalam undang-undang yang ber­sang­kut­­
Dalam Pasal 15 ayat (4) dikatakan Dewan Pertahan­ an dan/atau peraturan pelaksanaannya;
an Nasional dipimpin oleh Presiden dengan keanggotaan, 2. memberikan:
terdiri atas anggota tetap dan anggota tidak tetap dengan a. ijin usaha kepada bursa berjangka, lembaga kliring
hak dan kewajiban yang sama. Anggota tetap terdiri atas berjangka, pialang berjangka, penasihat berjangka,
Wa­kil Presiden, Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, dan pengelola sentra dana berjang­ka;
Menteri Dalam Negeri, dan Panglima [Pasal 15 ayat (5)]. b. Ijin kepada orang perseorangan untuk menjadi wa­kil
Anggota tidak tetap terdiri atas pejabat pemerintah dan pialang berjangka, wakil penasihat ber­jang­ka, dan
non pemerintah yang dianggap perlu sesuai dengan masa­ wakil pengelola sentra dana ber­jangka;
lah yang dihadapi [Pasal 15 ayat (6)] yang diangkat oleh c. Sertifikat pendaftaran kepada pedagang ber­jangka;
presiden [Pasal 15 ayat (7)]. Susunan organisasi dan tata d. Persetujuan kepada pialang berjangka dalam ne­ge­ri
kerja Dewan Pertahanan Nasional, sebagaimana dimak­sud untuk menyalurkan amanat nasabah da­lam ne­geri
dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Pre­ ke bursa berjangka luar negeri; dan
siden [Pasal 15 ayat (8)]. e. Persetujuan kepada bank berdasarkan reko­men­­da­si
Bank Indonesia untuk menyimpan dana nasabah,
F. Badan Pengawas Perdagang­an berjangka da­na kompensasi, dan dana ja­min­an yang berkaitan
Komoditi (BAPPEBTI) dengan transaksi kon­trak berjangka serta untuk pem­
bentukan sen­tra dana berjangka;
Badan Pengawas Perdagangan berjangka Komoditi 3. menetapkan daftar bursa berjangka luar negeri dan kon­­
atau Bappebti dibentuk dengan undang-undang.19 Badan ini trak berjangkanya;
menyelenggarakan kegiatan pembinaan, pengaturan, dan 4. melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang me­miliki
pengawasan sehari-hari kegiatan perdagangan ber­jangka ijin usaha, ijin orang perseorangan, per­se­tujuan, atau
dan bertanggungjawab kepada menteri (Pasal 4). Da­lam ser­tifikat pendaftaran;
melaksanakan fungsinya badan ini melakukan pem­bina­an, 5. menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksaan ter­
pengaturan, dan pengawasan dengan maksud (Pa­sal 5): (i) tentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bap­pebti,
mewujudkan kegiatan perdagangan berjangka yang teratur, sebagaimana dimaksud pada huruf d;
wajar, efisien, dan efektif serta dalam suasana per­saingan
25
Pasal 14 huruf h. Ibid.
24
Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lem­baran Negara 26
Pasal 86 ayat (1). Ibid.
Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Ne­gara Nomor 4377).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Negara
264 Pasca Reformasi Lainnya 265
6. memerintahkan pemeriksaan dan penyidikan ter­hadap promosi dimaksud;
setiap pihak yang diduga melakukan pelanggaran ter­ 14. menetapkan ketentuan tentang dana nasabah yang ber­
hadap ketentuan undang-undang ini dan/atau peratur­an ada pada pialang berjangka yang mengalami pai­lit;
pelaksanaannya; 15. memeriksa keberatan yang diajukan oleh suatu pihak ter­
7. menyetujui peraturan dan tata tertib bursa berjangka dan hadap keputusan bursa berjangka atau lembaga kli­ring
lembaga kliring berjangka, termasuk perubahan­nya; berjangka serta memutuskan untuk me­nguat­­kan atau
8. memberikan persetujuan terhadap kontrak berjang­ka membatalkannya;
yang akan digunakan sebagai dasar jual beli ko­mo­diti di 16. membentuk sarana penyelesaian permasalahan yang
bursa berjangka, sesuai dengan per­syarat­an yang te­lah ber­kaitan dengan kegiatan perdagangan ber­jangka;
ditentukan; 17. mengumumkan hasil pemeriksaan, apabila diang­gap
9. menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan perlu, untuk menjamin terlaksananya mekanis­me pa­sar
memberhentikan untuk sementara waktu ang­go­ta de­ dan ketaatan semua pihak terhadap keten­tu­­an un­dang-
wan komisaris dan/atau direksi serta menun­juk mana­ undang ini dan/atau peraturan pelak­sanaannya;
jemen sementara bursa berjangka dan lembaga kliring 18. melakukan tindakan yang diperlukan untuk men­cegah
ber­jangka sampai dengan ter­pilih­nya anggota dewan kerugian masyarakat sebagai akibat pelang­gar­an ter­ha­
ko­misaris dan/atau anggota di­rek­si yang baru oleh ra­pat dap ketentuan undang-undang ini dan/atau peratur­an
umum pe­megang saham; pelaksanaannya; dan
10. menetapkan persyaratan keuangan minimun dan ke­ 19. melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan
wajiban pelaporan bagi pihak yang memiliki ijin usaha ke­­ten­tuan undang-undang ini dan/atau peraturan pe­
berdasarkan ketentuan undang-undang ini dan/atau lak­sanaannya.
per­aturan pelaksanaannya;
11. menetapkan batas jumlah maksimum dan batas jum­lah G. Dewan Pengupahan Nasional
wajib lapor posisi terbuka kontrak berjangka yang da­pat
dimiliki atau dikuasai oleh setiap pihak; Dewan Pengupahan dibentuk berdasarkan ketentu­an
12. mengarahkan bursa berjangka dan lembaga kliring Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan.20 Berdiri­nya
ber­­jangka untuk mengambil langkah-langkah yang di­ de­wan ini dimaksudkan untuk memberikan saran, per­­tim­
anggap perlu apabila diyakini akan terjadi keadaan yang bangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan
mengakibatkan perkembangan harga di bursa ber­­jangka ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pe­ngem­­­bang­an
menjadi tidak wajar dan/atau pelaksanaan kon­­trak ber- sistem pengupahan nasional dibentuk De­wan Pengupahan
jangka menjadi terhambat; Nasional, provinsi, dan kabupaten/ko­ta.  Dengan demikian,
13. mewajibkan setiap pihak untuk menghentikan atau di samping Dewan Pengupahan Na­sio­­­nal, juga dibentuk
memperbaiki iklan atau kegiatan promosi yang me­nye­­sat­ Dewan Pengupahan provinsi, dan De­­­wan Pengupahan ka-
kan berkaitan dengan Perdagangan ber­jangka dan pihak bupaten, serta Dewan Pengupahan kota.
tersebut mengambil langkah-langkah yang di­perlukan Keanggotaan Dewan Pengupahan terdiri dari unsur
untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau 27
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembar­an Ne­gara Tahun
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Negara
266 Pasca Reformasi Lainnya 267
pe­merintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat memberikan pertimbangan, arahan dan dukung­an tenaga,
buruh, perguruan tinggi, dan pakar. Keanggotaan Dewan sarana dan prasarana, serta pengawasan pendi­dik­an pada
Pe­ngu­pah­an tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/ko­ta yang tidak
oleh presiden, sedangkan keanggotaan Dewan Pengupah­an mempunyai hubungan hirarkis. Dalam rang­ka peningkatan
provinsi, kabupaten dan Dewan Pengupahan kota di­ang­­­kat mutu pelayanan pendidikan sebagai­mana di­maksud, De-
dan diberhentikan masing-masing oleh gubenur, bu­­pati, wan pendidikan mengembangkan berbagai ke­giatan yang
atau walikota sesuai dengan tingkatan daerahnya. Ke­tentuan meliputi perencanaan, peng­awas­an, dan eva­­luasi program
mengenai tata cara pembentukan, komposisi ke­­ang­go­taan, pendidikan melalui dewan pen­didikan.
tata cara pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan,
serta tugas dan tata kerja Dewan Pengupah­an diatur dengan I. Dewan Sumber Daya Air
Keputusan Presiden.
Dewan Sumber Daya Air dibentuk berdasarkan Un­
H. Dewan Pendidikan dang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.24
Dalam Pasal 13 ditegaskan presiden menetapkan wi­la­yah
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ten­ sungai dan cekungan air tanah sebagaimana dimak­sud pa­
tang Sis­tem Pendidikan Nasional ditentukan adanya De­wan da ayat (1) dengan memperhatikan pertimbangan De­­wan
Pendidikan21 serta lembaga akreditasi22 dan serti­fi­kasi.23 Sumber Daya Air Nasional, membentuk Dewan Sum­­­ber
Dewan Pendidikan disebut eksplisit dalam undang-un- Daya Air Nasional, dewan sumber daya air wila­yah sun-
dang ini, tetapi Badan Akreditasi tidak. Keberadaan Ba­dan gai lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wi­layah
Akreditasi itu diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan sungai strategis nasional. Demikian pula dalam Pasal 14
Pe­me­­rintah sebagaimana dimaksud oleh Pasal 60 ayat (4) di­tentukan pula bahwa tugas dan tanggungjawab peme­
undang-undang ini. rin­tah mencakup keharusan membentuk Dewan Sum­ber
Meskipun demikian, ketentuan lebih lanjut mengenai Daya Air Nasional, dewan sumber daya air wila­yah sungai
Dewan Pendidikan itu juga diatur dengan Peraturan Pe­me­ lin­tas provinsi, dan dewan sumber daya air wi­la­yah sungai
rintah. Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pen­didik­an stra­tegis nasional.25
Nasional, Dewan Pendidikan ini ditentukan sebagai lembaga Dalam Pasal 68 ayat (1) ditegaskan pula untuk men­
yang bersifat mandiri yang dibentuk dan ber­peran da­lam dukung pengelolaan sistem informasi sumber daya air di­per­
rangka peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan lukan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome­teo­ro­
1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3887). logi, dan hidrogeologi wilayah sungai pada tingkat na­­sional,
28
Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2000 tentang Pencari­an dan Pertolon- provinsi, dan kabupaten/kota. Kemudian (2) Ke­bi­jakan
gan.
pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome­teo­rologi,
29
Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lem­baran Negara
Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lem­baran Ne­ga­ra Nomor 3841) dan Undang- dan hidrogeologi ditetapkan oleh pemerintah ber­dasarkan
Undang No. 21 Ta­hun 1992 ten­tang Pe­la­yaran (Lem­baran Negara Tahun 1992 usul Dewan Sumber Daya Air Nasional. Dalam Pasal 85
No. 3493).
30
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2005 tentang Susunan Or­ga­nisasi, Tugas,
dan Fungsi Komisi Banding Merek.
31
PP No. 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Negara
268 Pasca Reformasi Lainnya 269
ayat (1) dikatakan pengelolaan sumber daya air men­cakup
kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah yang memer- J. Dewan Pers
lukan keterpaduan tindak untuk menjaga ke­lang­sungan
fungsi dan manfaat air dan sumber air. Dalam ayat (2) Dewan Pers dibentuk berdasarkan UU Pers27 dalam
Pengelolaan sumber daya air sebagaimana di­mak­sud pada upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan mening­kat­
ayat (1) dilakukan melalui koordinasi dengan mengintegrasi- kan kehidupan Pers Nasional untuk menunjang ke­hi­dupan
kan kepentingan berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik pers yang independen. Fungsi Dewan Pers men­ca­kup: (a)
kepentingan dalam bidang sumber daya air. Sementara itu, me­la­kukan pengkajian untuk pengembangan ke­hi­dupan
koordinasi sebagaimana dimaksud da­lam Pasal 85 ayat (2) pers; (b) menetapkan dan mengawasi pelaksana­an Kode
dilakukan oleh suatu wadah koor­di­na­si yang bernama dewan Etik Jur­nalistik; (c) memberikan pertimbangan dan meng­
sumber daya air.26 upa­ya­kan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-
Kemudian ayat (2), wadah koordinasi sebagaimana kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; (d)
dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas pokok menyu­sun Mengembangkan komunikasi antara pers, ma­sya­rakat, dan
dan merumuskan kebijakan serta strategi pengelolaan sum­­ pemerintah; (e) memfasilitasi organisasi-orga­nisasi pers
ber daya air. Dalam ayat (3) wadah koordinasi se­ba­gai­­­­mana da­lam menyusun peraturan-peraturan di bi­dang pers dan
dimaksud pada ayat (1) ber­anggota­kan unsur peme­­rintah meningkatkan kualitas profesi kewar­ta­wan­an; (f) mendata
dan unsur nonpemerintah dalam jumlah yang se­­­im­bang pe­ru­sahaan pers.
atas dasar prinsip keter­wakil­an. Pada ayat (4) s­u­­­­sunan Dewan Pers beranggotakan: (a) wartawan yang di­pi­­­lih
organisasi dan tata kerja wadah koordinasi se­ba­gai­­mana oleh organisasi wartawan; (b) pimpinan perusahaan pers
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan ke­­putusan yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers; (c) tokoh
presiden. ma­sya­rakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan
Dalam Pasal 87 ayat (1) dikatakan koordinasi pada bi­dang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan
ting­kat nasional dilakukan oleh Dewan Sumber Daya Air organisasi perusahaan pers.
Na­sional yang dibentuk oleh Pemerintah, dan pada tingkat Sumber pembiayaan Dewan Pers ditentukan berasal
pro­vinsi dilakukan oleh wadah koordinasi dengan nama dari (a) organisasi pers, (b) perusahaan pers, (c) bantuan
de­­wan sumber daya air provinsi atau dengan nama lain dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
yang dibentuk oleh pemerintah provinsi. Dalam ayat (2)
Un­­­tuk pelaksanaan koordinasi pada tingkat kabupaten/ko­ K. Badan SAR Nasional
ta dapat dibentuk wadah koordinasi dengan nama dewan
sum­­­ber daya air kabupaten/kota atau dengan nama lain o­leh Badan SAR Nasional dibentuk dengan peraturan pe­
pemerintah kabupaten/kota. Kemudian ayat (3) ditegaskan me­rintah28 berdasarkan ketentuan undang-undang29 atau
pula bahwa wadah koordinasi pada wilayah sungai dapat disebut juga BASARNAS adalah instansi pelaksana tugas
dibentuk sesuai dengan kebutuhan penge­lo­la­­­an sumber daya di bidang pencarian dan pertolongan yang berada di bawah
air pada wilayah sungai yang ber­sang­kutan.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Negara
270 Pasca Reformasi Lainnya 271
dan bertanggung jawab langsung kepada menteri perhu­bung­ Komisi Banding Merek dibentuk dengan peraturan
an. adalah lembaga yang diberi tanggung ja­wab men­cari, peme­rintah atas delegasi Undang-Undang No. 15 Tahun
menolong, dan menyelamatkan jiwa manu­sia yang hi­lang 2001 tentang  Merek.30 Komisi Banding Merek adalah ba­
atau dikhawatirkan hilang. Secara definisi SAR (Search dan khu­sus   yang   independen  dan berada di lingkungan
and Rescue) adalah kegiatan mencari, meno­long, dan me- de­par­­temen  yang membidangi Hak Kekayaan Intelektual
nyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau di­kha­watirkan (HAKI). Dengan Fungsi menerima, memeriksa, dan me­mu­
hilang atau menghadapi bahaya dalam musi­bah pelayaran tus permohonan banding terhadap  penolakan permin­ta­an
dan atau penerbangan. pendaftaran Merek berdasarkan alasan  yang  bersifat sub-
Dalam kegiatan SAR tentu saja dilakukan juga men­cari stantif. Selain itu, Komisi ini juga melaksana­kan fungsi pen-
kapal dan/atau pesawat udara yang mengalami musi­bah. gadministrasian, pemeriksaan, pengkajian dan penilai­an,
Musibah pelayaran atau penerbangan adalah kecela­ka­an serta pemberian keputusan terhadap permohonan ban­ding.
yang menimpa kapal dan atau pesawat udara dan ti­­dak Segala   biaya   yang diperlukan un­tuk melaksa­nakan tugas
dapat diperkirakan sebelumnya serta dapat mem­ba­ha­ya­ Komisi Banding Merek ini dibebankan kepa­da APBN.
kan atau mengancam keselamatan jiwa manusia. Ter­hadap
musibah demikian Badan SAR mengerahkan segenap upaya M. Lembaga Sensor Film (LSF)
dan kegiatan untuk mencari, menolong dan menyelamatkan
para korban lebih dahulu sebelum di­­lakukan penanganan LSF dibentuk dengan peraturan pemerintah31 adalah
berikutnya. Karena itu suatu ke­giatan SAR mencakup lima lem­ba­ga non struktural yang berkedudukan di Ibukota
tahap yaitu tahap me­nya­da­ri, tin­dak awal, perencanaan, Negara Republik Indonesia. LSF mempunyai fungsi: (a) me­­
operasi dan tahap akhir pe­nu­gas­an. lindungi masya­rakat dari kemungkinan dampak negatif yang
Dalam kegiatan operasi SAR Basarnas wajib me­la­ku­ timbul dalam peredaran, pertunjukan dan/atau pe­nayang­an
kan siaga SAR 24 jam terus menerus untuk melakukan pe­ film dan reklame film yang tidak sesuai dengan da­sar, arah
mantauan terhadap kejadian musibah pelayaran dan atau dan tujuan perfilman Indonesia; (b) me­me­li­ha­ra tata nilai
penerbangan. Wilayah tanggung jawab SAR meliputi se­­luruh dan tata budaya bangsa dalam bi­dang per­filman di Indone-
wilayah teritorial Republik Indonesia. Karena wi­la­yah na- sia; dan (c) Memantau apresiasi masyara­kat terhadap film
sional sangat luas, maka untuk kepentingan pe­ningkatan dan reklame film yang diedar­kan, diper­tun­jukkan dan/atau
efisiensi pelaksanaan operasi SAR ditetapkan pem­bagian ditayangkan dan menga­na­lisis hasil pemantauan tersebut
wilayah tanggung jawab SAR. untuk dijadikan sebagai bahan per­timbangan dalam melaku-
kan tugas penyensoran berikut­nya dan/atau disampaikan
L. Komisi Banding Merek kepada menteri sebagai bahan pengambilan kebijaksanaan
ke arah pengembang­an per­filman di Indo­nesia.
Dalam Pasal 1 PP No. 7 Tahun 1994 dikatakan sensor
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Negara
272 Pasca Reformasi Lainnya 273
film adalah penelitian dan penilaian terhadap film dan re­ nang:
kla­me film untuk menentukan dapat atau tidaknya sebuah a. meluluskan sepenuhnya suatu film dan reklame film
film dan reklame film dipertunjukkan dan/atau ditayang­kan untuk diedarkan, diekspor, dipertunjukkan dan/atau
kepada umum, baik secara utuh maupun se­te­lah penia­da­ ditayangkan kepada umum;
an bagian gambar atau suara tertentu. Film ada­lah kar­ya b. memotong atau menghapus bagian gambar, adegan,
cipta seni dan budaya yang merupakan me­dia komuni­kasi suara dan teks terjemahan dari suatu film dan reklame
massa pandang-dengar yang dibuat ber­dasar­kan asas sin- film yang tidak layak untuk dipertunjukkan dan/atau
ematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, di­tayangkan kepada umum;
piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi c. menolak suatu film dan reklame film secara utuh un­
lain­nya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui pro­­ tuk diedarkan, diekspor, dipertunjukkan dan/ atau di­
ses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan tayangkan kepada umum;
atau tanpa suara, yang dapat di­pertunjuk­kan dan/atau d. memberikan surat lulus sensor untuk setiap kopi film,
ditayangkan dengan sistem pro­yeksi mekanik, elek­tro­nik, trailer serta film iklan, dan tanda lulus sensor yang di­
dan/atau lainnya. bubuh­kan pada reklame film, yang dinyata­kan telah lu­­lus
Sebuah film yang lulus sensor apabila telah men­dapat sensor;
tanda lulus sensor surat yang dikeluarkan oleh Lem­ba­ga e. membatalkan surat atau tanda lulus sensor untuk
Sensor Film bagi setiap kopi film, trailer serta film iklan, suatu film dan reklame yang ditarik dari peredaran ber­
dan tanda yang dibubuhkan oleh Lembaga Sensor Film bagi dasarkan ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang
reklame film, yang dinyatakan telah lulus sensor. Tanda lulus No. 8 Tahun 1992;
sensor adalah berupa surat yang dikeluarkan oleh Lembaga f. memberikan surat tidak lulus sensor untuk setiap kopi
Sensor Film bagi setiap kopi film, trailer serta film iklan, film, trailer serta film iklan, dan tanda tidak lulus sensor
dan tanda yang dibubuhkan oleh Lembaga Sensor Film bagi yang dibubuhkan pada reklame film, yang di­nyata­kan
reklame film, yang dinyatakan tidak lulus sensor. tidak lulus sensor;
Tugas LSF mencakup: g. menetapkan penggolongan usia penonton film;
a. melakukan penyensoran terhadap film dan reklame film h. menyimpan dan/atau memusnahkan potongan film ha­sil
yang akan diedarkan, diekspor, dipertunjukkan dan/atau penyensoran dan film serta rekaman video impor yang
ditayangkan kepada umum; sudah habis masa hak edarnya;
b. meneliti tema, gambar, adegan, suara dan teks ter­je­mah­­ i. mengumumkan film impor yang ditolak.
an dari suatu film dan reklame film yang akan di­­­edarkan,
diekspor, dipertunjukkan dan/atau di­ta­yang­kan; N. Badan Regulasi Telekomunikasi Indo­nesia
c. menilai layak tidaknya tema, gambar, adegan, suara dan (BRTI)
teks terjemahan dari suatu film dan reklame film yang
akan diedarkan, diekspor, dipertunjukkan dan/atau BRTI atau Badan Regulasi Telekomunikasi Indo­nesia
ditayangkan. se­be­narnya setara dengan KPI (Komisi Penyiaran In­donesia)
Untuk melaksanakan tugas-tugasnya LSF berwe­ yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara
274 Pasca Reformasi
2003 tentang Penyiaran. Bahkan, Badan Re­gulasi Telekomu-
nikasi ini terbentuk lebih dulu daripada Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI). Badan ini dibentuk ber­da­sar­kan Undang-
Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Te­le­­ko­mu­nikasi, yaitu
empat tahun lebih dulu daripada Un­dang-Undang tentang
Penyiaran yang mengatur menge­nai KPI.
Hanya saja, sifat kelembagaan badan ini tidak inde­
pen­den seperti Komisi Penyiaran Indonesia. Karena itu,
keberadaan­nya relatif kurang dikenal. Di samping di­ten­
tu­kan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi, keberadaan Badan Regulasi Tele­ko­mu­
ni­­kasi Indonesia ini diatur lebih lanjut dalam Keputusan
Menteri Perhubungan No. 31 Tahun 2003. Badan ini
dimaksudkan untuk untuk melaksanakan fungsi peng­atur­
an, pengawasan, dan pengendalian penyelengga­ra­an tele­
ko­munikasi di seluruh tanah air, yaitu di segenap wi­la­yah
hu­kum Republik Indonesia.
5
...........................................................................
Lembaga-Lembaga Daerah

A. Lembaga Daerah

Di samping lembaga-lembaga tinggi negara dan


lembaga-lembaga negara lainnya di tingkat pusat, ada pula
be­be­rapa lembaga daerah yang dapat pula disebut sebagai
lembaga negara dalam arti luas. Lembaga-lembaga seperti
Gu­bernur dan DPRD bukanlah lembaga masyarakat, te­ta­pi
merupakan lembaga negara. Bahkan, keberadaannya di-
tentukan dengan tegas dalam UUD 1945. Oleh karena itu,
tidak dapat tidak, Gubernur dan Dewan Perwakilan Rak­­yat
Daerah itu termasuk ke dalam pengertian lembaga ne­gara
dalam arti yang luas. Namun, karena tempat ke­du­dukannya
adalah di daerah, dan merupakan bagian dari sis­tem pemer-
intahan daerah, maka lembaga-lembaga ne­ga­ra seperti
Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Dae­rah itu lebih
tepat disebut sebagai lembaga daerah.
Keberadaan lembaga-lembaga daerah tersebut diatur
dengan beberapa kemungkinan bentuk peraturan, yaitu:
1. Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau di­atur
dalam Undang-Undang Dasar.
2. Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau di­atur
dalam undang-undang.
3. Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau di­atur
dalam peraturan perundang-undangan tingkat pu­sat
lainnya.
4. Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau di­atur
dalam Peraturan Daerah Provinsi.
5. Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau di­­atur
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
276 Pasca Reformasi Daerah 277
dalam Peraturan Gubernur. Pemerintah Daerah. Sedangkan pada level ketiga, ada pula
6. Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau diatur lembaga-lembaga daerah yang dibentuk dengan atau ber­
dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. dasarkan peraturan tingkat pusat di bawah un­dang-un­dang.
7. Lembaga Daerah yang dibentuk berdasarkan atau di­atur Misalnya, adanya Badan Layanan Umum (BLU) yang diatur
dalam Peraturan Bupati/Walikota. berdasarkan ketentu­an Undang-Undang ten­tang Keuangan
Kedudukan yang paling tinggi ialah jika keberadaan Negara dan Peratur­an Peme­rin­tah tentang Ba­dan Layanan
or­gan dan functie atau kewenangannya diatur oleh Un­ Umum.3
dang-Undang Dasar. Dalam kategori inilah organ negara­nya Sementara itu, pada lapis keempat, ada juga lem­baga-
disebut sebagai lembaga yang kewenangannya di­beri­kan lembaga daerah yang murni diatur dan dibentuk sendiri oleh
oleh undang-undang dasar. Dalam kategori ini, dapat kita pemerintahan daerah. Undang-Undang Da­sar, un­dang-un-
sebut adanya beberapa lembaga seperti Gubernur, bu­pa­ti, dang, ataupun peraturan tingkat pusat lainnya sa­ma sekali
walikota, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik untuk tidak mengatur keberadaan lembaga-lembaga ne­ga­ra seperti
provinsi maupun untuk kabupaten/kota. Di sam­ping itu, ini, tetapi oleh daerah sendiri diadakan ber­da­­sar­kan per-
dalam Pasal 18B ayat (1) disebutkan pula adanya satuan- aturan daerah atau peraturan tingkat daerah.
satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau is- Mengingat kompleksnya persoalan lembaga negara
timewa. Beberapa contoh pemerintahan daerah yang bersifat dan lembaga-lembaga daerah ini, saya berniat menulis dan
khusus atau istimewa itu adalah seperti Dae­rah Istimewa menerbitkan buku kedua mengenai hal-hal yang be­lum
Yogyakarta, Daerah Otonomi Khusus Nang­roe Aceh Darus- dibahas disini. Lembaga-lembaga daerah seperti ter­se­but
salam, dan Daerah Otonomi Khusus Papua. di atas jelas memerlukan pembahasan yang tersen­di­ri.
Pada lapis kedua adalah lembaga daerah yang diben- Demikian pula berbagai lembaga negara yang dibentuk
tuk dan dibubarkan dengan atau berdasarkan un­dang- berdasarkan undang-undang yang belum secara men­da­
undang. Misalnya, Komisi Pemilihan Umum Daerah seb- lam dibahas dalam buku ini, memerlukan pem­bahasan
agai penyelenggara pemilihan kepala daerah1 dan Panitia yang tersendiri dalam buku kedua. Dengan begitu, buku ini
Pengawas Pemilihan Kepala Daerah yang dibentuk oleh juga tidak terlalu tebal isinya, sehingga menyulit­kan pem­
DPRD2 berdasarkan ketentuan Undang-Undang ten­tang baca untuk menikmatinya. Lagi pula, penerbitan buku ini
menjadi tertunda hanya karena tuntutan ke­harus­an un­­tuk
1
Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ten­tang Pe­­merintahan Dae-
peraturan per­­undang-undangan tentang Pilkada, (c) me­nye­lesaikan seng­keta yang
rah (Lembaran Negara Republik In­do­nesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
timbul dalam penyelenggaraan Pil­kada, (d) mene­ruskan temuan dan laporan yang
Lembaran Ne­ga­ra Republik Indo­ne­sia No. 4437) juncto Putusan Mah­ka­mah
tidak dapat disele­sai­­kan kepada ins­tansi yang berwenang, dan (e) mengatur hu­
Konstitusi atas Perkara No. 072-073/PUU-II/2004 me­nen­tukan, “Pemilihan
bung­an koordinasi an­tar panitia pengawasan pada se­mu­­a ting­kat­an.
kepala dae­rah dan wa­kil kepala dae­rah diselenggarakan oleh KPUD (Komisi 3
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lem­­baran
Pe­mi­lih­an Umum Daerah)”. Putusan Mahkamah Konstitusi ter­sebut diucapkan
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam­bahan Lembaran Negara
dalam Sidang Pleno Terbuka pada tanggal 21 Ma­ret 2005, dan sejak itu berarti
Republik Indonesia No. 4286) dan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
perkataan “yang ber­tang­gung ­ja­­wab kepada DPRD” dicoret dari ketentuan Pasal
Keuangan Badan La­yanan Umum.
57 ayat (1) ter­sebut, sehingga berubah menjadi se­perti di­kutip di atas. (Berita 4
Ingat, dalam perkataan “Kepala Pemerintah” tidak terdapat akhir­an “an”. Gu-
Ne­gara Republik Indonesia No. 26, 1 April, 2005).
bernur, Bupati, dan Walikota adalah Kepa­la Peme­rin­tah Dae­rah, bukan Kepala
2
Pasal 66 ayat (3) huruf d yang menyatakan bahwa DPRD ber­tu­gas dan berwenang
Pemerintahan Daerah.
membentuk Panitia Pengawas yang oleh ayat (4)-nya ditentukan mempunyai tugas 5
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 berbunyi, “Gubernur, Bupati, dan Wa­li­kota, mas-
dan we­wenang untuk (a) menga­wasi semua tahapan penyeleng­ga­ra­an pemilihan
ing-masing sebagai kepala pemerintah dae­rah provin­si, kabupaten, dan kota
kepala dae­rah dan wakil kepala daerah (Pilkada), (b) menerima laporan pe­langgaran
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
278 Pasca Reformasi Daerah 279
melengkapinya dengan data-data lain mengenai lem­­­ba­ga han Gubernur kepala daerah provinsi secara lang­sung oleh
negara yang dibentuk berdasarkan undang-un­dang, dan rakyat. Dalam Pasal 18 ayat (3) UUD 1945 juga disebutkan,
lembaga-lembaga daerah yang belum di­bahas secara men- “Pemerintahan daerah provinsi, daerah ka­bu­paten, dan
dalam disini. Daripada menunda-nunda infor­ma­si yang kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang ang-
penting ini, lebih baik bukunya saja kita terbit­kan dalam gota-anggotanya dipilih melalui pemili­han umum”. Artinya,
dua buku yang ter­pisah. di setiap pemerintahan daerah pro­vin­si terdapat Dewan
Perwakilan Rakyat daerah provinsi yang bersama-sama
B. Daerah Provinsi dengan Gubernur merupa­kan satu ke­satuan pengertian
pemerintahan daerah.
1. Pemerintahan Daerah Provinsi Masalahnya adalah apakah Gubernur dan DPRD
pro­vinsi itu secara sendiri-sendiri dapat kita sebut sebagai
Dalam UUD 1945, jelas disebutkan adanya institusi lem­baga daerah menurut UUD 1945? Secara selintas, ke­
pe­merintahan daerah provinsi yang terdiri atas jabatan Gu­­­ dua­nya memang dapat disebut sebagai dua lembaga kon­
ber­nur dan institusi DPRD provinsi. Kedua institusi/ja­­batan sti­tusional yang berbeda dan dapat dipisahkan. Gubernur
Gubernur dan DPRD provinsi itu secara bersama-sama ada­lah kepala pemerintah4 daerah provinsi, sedangkan
disebut oleh UUD 1945 sebagai Pemerintahan Dae­rah. De­wan Perwakilan Rakyat daerah provinsi adalah lembaga
Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan, “Ne­ga­ra pemerintahan daerah yang berfungsi sebagai lembaga per­wa­
Ke­satu­an Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah kilan rakyat daerah yang mem­punyai fungsi legislatif, fung­si
provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabu­pa­ten pengawasan, dan fungsi anggaran. Baik jabatan Gu­bernur
dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan ko­ta itu maupun institusi DPRD provinsi disebut eksplisit da­lam
mem­punyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Pasal 18 UUD 1945.
undang-undang”. Pemerintahan daerah provinsi mem­­­pu­ Seperti telah dikutipkan di atas, jabatan Gubernur,
nyai Gubernur dan DPRD provinsi, pemerintahan dae­rah misalnya, disebut eksplisit sebagai kepala pemerintah dae­
kabupaten mempunyai bupati dan DPRD kabu­pa­ten, dan rah provinsi seperti yang terdapat dalam rumusan Pasal 18
pe­merintahan daerah kota mempunyai wali­ko­ta dan DPRD ayat (4), yaitu “Gubernur ... sebagai kepala daerah pro­
kota. vinsi.... dipilih secara demokratis”.5 Lembaga DPRD juga
Gubernur, menurut ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD di­sebut secara eksplisit dalam Pasal 18 ayat (3) UUD 1945
1945 adalah kepala pemerintah daerah provinsi. Me­nu­rut dengan rumusan kalimat, “Pemerintahan daerah provinsi
ketentuan ini, sebagai kepala pemerintah daerah pro­vinsi, ... memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang ang­
Gubernur dipilih secara demokratis. Ketentuan pe­mi­lihan gota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum”.6
yang diharuskan bersifat demokratis ini dijabar­kan lebih
dipilih secara demo­kra­tis”.
lanjut oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ten­tang 6
Pasal 18 ayat (3) UUD 1945 berbunyi, “Pemerintahan dae­rah pro­­vinsi, daerah
Pemerintah Daerah, yaitu bahwa pemilihan itu di­harus­kan kabupaten, dan kota memiliki De­wan Per­wakilan Rakyat Daerah yang ang­
dilakukan secara langsung oleh rakyat. Tahun 2005 tercatat gota-anggotanya di­pilih melalui pemi­lihan umum.”
7
Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 berbunyi, “Negara Kesatuan Re­pu­blik Indonesia
dalam sejarah sebagai tahun pertama diada­kan­nya pemili- dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah pro­vinsi itu dibagi atas kabu­
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
280 Pasca Reformasi Daerah 281
Namun, penyebutan kedua jabatan/organ Gubernur “Pemerintahan daerah berhak menetapkan per­­a­turan
dan DPRD provinsi itu mirip dengan penyebutan keberada­ daerah dan peraturan-peraturan lain untuk me­­­lak­sanakan
an bank sentral dalam Pasal 23D yang hanya menybut- otonomi dan tugas perbantuan”.
kan bahwa “Negara memiliki suatu bank sentral yang Dengan demikian, organ yang diberikan kewenang­an
susun­an, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan konstitusional oleh UUD 1945 justru adalah pemerin­ta­h­­an
inde­pen­­den­sinya diatur dengan undang-undang”. Dalam daerah provinsinya. Dalam hubungannya dengan Mah­­­­
Pasal 18 ayat (7) juga dinyatakan, “Susunan dan tata cara kamah Konstitusi, jika kewenangan konstitusionalnya itu
pe­nye­­leng­garaan pemerintahan daerah diatur dalam un­ terganggu atau dirugikan oleh lembaga negara yang lain,
dang-un­dang”. Pasal 18 ayat (1) juga menyata­kan, “Ne­ga­ra tentu pemerintahan daerah provinsi dapat mengaju­kan
Ke­satu­an Republik Indonesia dibagi atas daerah-dae­rah permohonan perkara sengketa kewenangan konstitu­si­onal
pro­vinsi ... yang mempunyai pemerintah­an daerah, yang antar lembaga negara ke Mahkamah Konstitusi. Ar­ti­­nya,
di­atur dengan undang-undang”7. organ konstitusi yang kewenangannya diberikan oleh UUD
Artinya, kedudukan dan kewenangan, baik Gu- 1945 bukanlah Gubernur atau DPRD provinsi se­­cara sendiri-
bernur atau­pun DPRD provinsi sama sekali tidak diatur sendiri, melainkan pemerintahan daerah (pem­­da) provinsi
dalam UUD 1945. Kewenangan kedua organ Gubernur dan sebagai satu kesatuan institusi.
DPRD provinsi itu masih akan diatur dan diberikan oleh Namun demikian, meskipun Gubernur dan DPRD
un­­­dang-undang, bukan oleh UUD 1945. Yang justru di­atur pro­vinsi secara sendiri-sendiri dapat saja disebut sebagai
kewenangannya dalam UUD 1945 adalah pemerin­tah­­an organ konstitusi juga mengingat keduanya secara eksplisit
daerah provinsi sebagai satu kesatuan konsep ga­bungan di­­sebut pula dalam UUD 1945, tetapi dalam konteks pe­nger­­
antara Gubernur dan DPRD provinsi. Dalam Pasal 18 ayat tian lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
(2) dinyatakan, “Pemerintahan daerah provinsi ... menga­ UUD, maka yang mempunyai status konstitusional yang
tur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan me­­nurut bersifat langsung adalah pemerintah­an daerah provinsinya.
asas otonomi dan tugas per­bantuan”.8 Pasal 18 ayat (5) Sedangkan Gubernur dan DPRD provinsi se­ca­ra sendiri-
menentukan, “Pemerintah­an daerah menjalankan oto­nomi sendiri hanya dapat ditafsirkan memiliki kewe­nang­an
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh konstitusional yang bersumber dari pemberian UUD 1945
undang-undang ditentu­kan sebagai urusan Pe­me­­rintah secara tidak langsung. Dengan demikian, dapat tim­bul
Pusat”. Di samping itu, Pasal 18 ayat (6) juga me­­nentukan, masalah dengan kemungkinan Gubernur dan/atau DPRD
provinsi untuk mengajukan per­mohonan perkara seng­­keta
paten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, ka­bupaten, dan kota itu mempunyai
pe­me­rin­tah­an daerah, yang diatur dengan undang-undang.”
kewenangan konstitusional antarlembaga negara ke Mah-
8
Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 berbunyi, “Pemerintahan dae­rah pro­­vinsi, daerah kamah Konstitusi.
kabupaten, dan kota mengatur dan meng­u­rus sen­­diri urus­an pemerintahan Dalam perkara pengujian undang-undang, sudah ada
menurut asas oto­no­mi dan tugas per­bantuan.”
9
Standing is founded “in concern about the proper—and properly limited—role beberapa kasus yang terjadi dimana Mahkamah Konstitusi
of the courts in a democratic society. “ Warth, 422 U.S. at 498. When an indi­ telah menerima status legal standing Gubernur dan/atau
vidual seeks to avail himself of the federal courts to determine the validity of a
legislative action, he must show that he “is immediately in danger of sustaining
DPRD provinsi untuk menjadi pemohon dalam perkara
a direct injury.” Ex parte Levitt, 302 U.S. 633, 634 (1937). This requirement is peng­­­­ujian undang-undang yang dinilai merugikan hak
necessary to ensure that “federal courts reserve their judicial power for `con­crete
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
282 Pasca Reformasi Daerah 283
dan/atau kewenangan konstitutional Gubernur dan/atau dikurangi atau tidak dapat dilaksanakan sepe­nuh­nya
DPRD provinsi. Perkara pengujian UU No. 45 Tahun 1999 sesuai dengan ketentuan undang-undang da­sar.
ten­­tang Pemekaran Provinsi Irian Jaya, diajukan oleh DPRD 4. Gangguan atau hambatan yang dimaksudkan tersebut
Provinsi Papua. Sedangkan perkara pengujian UU ten­­­tang mem­punyai hubungan kausal atau causal-verband
Pemekaran Provinsi Sulawesi Barat diajukan oleh gu­­­bernur dengan kewenangan atau pelaksanaan kewenangan lem­­
kepala pemerintah provinsi Sulawesi Selatan. baga negara yang lain, dan me­mang terbukti di­se­bab­­kan
Kedua pemohon pengujian undang-undang tersebut, oleh adanya kewenangan atau pelaksanaan ke­we­nangan
yaitu DPRD Papua dan Gubernur Sulawesi Selatan sama-sa­ dari lembaga negara lain yang juga meng­ang­­gap dirinya
ma telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi memi­liki berwenang mengenai hal itu.
legal standing dalam mengajukan permohonan perkara 5. Sejauhmana potensi perkara yang diajukan itu me­mang
pengujian undang-undang yang bersangkutan. Akan teta­pi, masuk akal untuk dikabulkan, tidak bersifat asal­an atau
dalam hal gubernur dan/atau DPRD provinsi, dan ten­tu­­nya untuk maksud-maksud yang lain dari ha­rapan untuk
mutatis mutandis berlaku pula bagi bupati, walikota, dan untuk dikabulkan, misalnya sekedar un­tuk men­cari
DPRD kabupaten dan kota, untuk mengaju­kan per­mo­honan popularitas atau sekedar untuk menjadikan hal itu seb-
sengketa kewenangan konstitusional antar­lem­ba­ga negara agai isu nasional, dan sebagainya.
harus terlebih dulu membuktikan ada­nya ke­we­nang­an 6. Sejauhmana putusan Mahkamah Konstitusi yang meng-
konstitusionalnya yang dilanggar oleh lembaga nega­ra yang abulkan seperti yang diharapkan, memang akan ter­­nyata
lain. bernilai positif bagi pemohon sendiri dan bagi upaya
Untuk menilai apakah gubernur dan/atau DPRD mem­­­ menegakkan undang-undang dasar.
punyai legal standing atau tidak dapat digunakan kri­te­ria 7. Apabila keenam kriteria tersebut di atas telah terpenuhi,
yang ketat atau yang longgar. Jika kriteria yang di­pa­kai barulah diadakan penilaian substantif mengenai sejauh­
bersifat prudential dan ketat, maka kriterianya ada­lah: mana kewenangan konstitusional yang diper­so­al­kan
1. Apakah lembaga negara yang mengajukan per­mo­hon­­an atau yang menjadi objek per­sengketa­an ter­sebut adalah
memang sungguh-sungguh merupakan salah sa­tu lem­­ kewenangan yang menurut undang-un­dang dasar me-
baga negara seperti yang dimaksud oleh undang-un­­­dang mang merupa­kan kewenangan konsti­tusional lembaga
dasar. A, lembaga B, atau lembaga C, atau kewe­nangan konsti-
2. Apakah kewenangan yang dipersoalkan lembaga ne­ga­­ra tusional yang terbagi di antara lem­baga-lembaga negara
pemohon itu memang benar merupakan kewe­nang­an yang bersangkutan.
yang bersumber dari pemberian un­dang-un­dang dasar Kriteria legal standing tersebut dapat dibandingkan
kepada lembaga atau lembaga-lem­baga ne­ga­ra yang dengan ketentuan mengenai soal ini dalam sistem hukum
bersangkutan. Ame­rika Serikat. Dalam sistem konstitusi Amerika Serikat,
3. Apakah memang benar bahwa keberadaan kewenang­an legal standing diartikan sebagai the legal right to initiate
konstitusionalnya itu telah nyata-nyata terganggu atau a lawsuit.9 Atau secara teknis, sering dikatakan bahwa le­
dapat diperkirakan pasti akan terganggu, atau terham- gal standing is a principle of law requiring a plaintiff to
bat pelaksanaannya, atau kewenangannya itu menjadi de­mons­­trate that he, she, or it is entitled to have the court
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
284 Pasca Reformasi Daerah 285
resolve the dispute. Ada dua ukuran yang biasa dipakai per­timbangan lain yang ditentukan sendiri oleh pengadil­
mengenai prinsip legal standing di Amerika Serikat, yaitu: an. Di Amerika Serikat, pengadilan biasanya membatasi
(1) “The Constutional case and controversy requirement, persyaratan legal standing itu lebih jauh dengan tiga per­
as articulated in Article III of the U.S. Constitution”; dan sya­ratan lainnya yang lebih prudential, yaitu:
(2) “Prudential considerations, or restraints placed by the 1. “Claims are restricted to parties injured directly rather
judiciary on itself”. Dari kriteria pertama, sebagaimana da­ than third parties asserting the claims of others, except
pat dipahami dari ketentuan Article III Konstitusi Ame­rika where the third party has inter­changeable economic
Serikat, dapat dikemukakan tiga hal berikut: interests with the party, or a person unprotected by a
1. Pemohon haruslah mengalami kerugian yang nyata particular law sues to challenge the oversweeping of
(in­jury in fact) dalam arti “an invasion of a legally pro­ the law into the rights of others”.
tected interest which is (a) concrete and particularized, 2. “The courts will not adjudicate generalized grievan­ces
and (b) actual or imminent, rather than conjectu­ral or more appropriately addressed in the represen­tative
hypothetical”; branches”;
2. Adanya hubungan sebab-akibat atau “a causal relation­ 3. “A plaintiff’s complaint must fall within the zone of
ship between the injury and the challenged conduct” interests protected by the law invoked”11.
da­lam arti bahwa “the injury is fairly traceable to the Tentu saja, kita tidak dapat secara mutlak memasti­
chal­lenged action of the defendant, and not the result of kan bahwa gubernur atau DPRD secara sendiri-sendiri
the independent action of some third party who is not ti­dak dapat mengajukan permohonan perkara sengketa
before the court”; dan ke­we­­nangan antarlembaga negara. Semuanya terpulang ke­
3. “A likelihood that the injury will be redressed by a pa­­­da kasus konkrit yang timbul dalam praktek. Dapat saja
favorable decision, which means that the prospect of ter­jadi bahwa yang menjadi pokok persoalan adalah status
obtaining relief from the injury as a result of a favor­ gu­­­bernur sebagai kepala pemerintah daerah provinsi se­ba­gai­
able ruling is not too speculative.”10 mana dimaksud oleh Pasal 18 ayat (4). Jika misalnya tim­bul
Sedangkan dari kriteria kedua, sebagai tambahan suatu permasalahan sehubungan dengan tindakan lembaga
atas persyaratan konstitusional tersebut di atas, ada pula negara lain yang menyebabkan kedudukan gu­ber­­­­nur sebagai
legal issues, presented in actual cases, not ab­strac­tions.’ “ Associated General
Contractors of California v. Coalition for Economic Equity, 950 F.2d 1401, 1406
kepala pemerintah daerah terganggu, maka da­pat saja gu-
(9th Cir. 1991) (quoting United Public Workers, 330 U.S. at 89), cert. denied, bernur mengajukan permohonan perkara atas dasar bahwa
112 S. Ct. 1670 (1992). National Environ­mental Policy Act (NEPA), 42 U.S.C. S kewenangannya sebagai kepala peme­rin­tah daerah provinsi
4331, et seq. Someone who seeks injunctive or declaratory relief “must show `a
very significant possibility’ of future harm in order to have standing to bring menjadi terganggu oleh sesuatu tin­dakan lembaga negara
suit.” Nelsen v. King County, 895 F.2d 1248, 1250 (9th Cir. 1990), cert. denied, lain. Oleh karena itu, apa­kah DPRD dan Gubernur secara
112 S. Ct. 875 (1992).
10
Lujan v. Defenders of Wildlife, 112 S. Ct. 2130, 2136 (1992) (Lujan). The party
invoking federal jurisdiction bears the burden of establishing each of these ele­ British colonies that later became the initial thirteen United States of America.
ments. Id. The defining difference between the Lieu­tenant Governor and the Royal Gov­
11
Allenv.\Wright468U.S.737 (http://caselaw.lp.findlaw.com/scripts/getcase. ernor was that the Lieutenant Governor would be required to live in the colony
pl?navby=CASE&court=US&vol=468&page=737)(1984). Lihat dalam http:// which he was appointed to. Also, the Royal Governor would be paid directly
en.wikipedia.org/wiki/Legal_standing. by the crown, where as the Lieutenant Governor would be paid by the colonial
12
The office of Lieutenant Governor existed in all of the 17th- and 18th-century treasury”. Ibid.
13
The difference in terminology between the Australian state Go­ver­nors and
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
286 Pasca Reformasi Daerah 287
sendiri-sendiri dapat dianggap mem­pu­nyai legal standing ratu atau raja di provinsi, seperti gubernur jenderal bagi
sangat tergantung kasus­nya in con­creto. Pe­­merintah Federal Kanada. Namun, yang menjadi wakil pe­
me­­rintah federal di tiga wilayah (Canada’s three terri­tories)
2. Kedudukan Gubernur adalah kepala negara bagian tiga wilayah itu yang disebut
dengan istilah Commissioners (tidak langsung ber­ada di
Perkataan gubernur kita pinjam menjadi perkataan bawah ratu/raja). Biasanya, Lieutenant Governors di­­angkat
In­donesia dari bahasa Belanda gouvernuur yang berasal oleh Governor General, tetapi dalam praktek di­pi­lih oleh
dari bahasa Perancis gouverneur. Dalam bahasa Spanyol perdana menteri Kanada. Biasanya, Lieutenant Governors
di­sebut gobernador dan dalam bahasa Inggris governor. Di pensiun sebagai elder statesmen dari partai po­litik perdana
lingkungan negara-negara federal seperti Amerika Seri­kat, menteri. Gajinya pada umumnya dibayar oleh pemerintah
gubernur adalah jabatan kepala pemerintah negara ba­gian federal daripada oleh pemerintah provinsi.13
(state), sedangkan di lingkungan negara-negara ke­satuan Di Amerika Serikat, jabatan ini biasanya dianggap
(unitary states), jabatan gubernur adalah ja­bat­an kepala se­bagai jabatan eksekutif tertinggi yang kedua di negara ba­­
pemerintah daerah yang biasa disebut pro­vinsi (pro­vince) gian setelah gubernur. Secara nominal, jabatan Lieu­tenant
ataupun prefecture seperti di Jepang. Governor ini subordinate to atau berada di ba­wah Go­vernor.
Di beberapa negara, diadakan juga jabatan wakil gu­ Prosedur pemilihan Lieutenant Governor ber­beda-beda dari
ber­nur. Jabatan wakil gubernur ini dalam bahasa Spanyol satu negara bagian ke negara bagian yang lain. Ada negara
di­sebut vice gobernador atau di Amerika Serikat, Australia, bagian yang memilih gubernur dan wakil­nya ini sebagai satu
Canada, disebut lieutenant governor12 yang ku­rang lebih sa­ paket pasangan calon (the Governor and Lieutenant Gov­
ma artinya dengan vice governor. Di Australia, Lieu­te­nant ernor elected as running ma­tes on a joint ticket), ada pula
Governor berfungsi sebagai Administrator atau se­ba­­gai Act­ negara-negara bagian yang memilih the Governor and the
ing Governor. Akan tetapi, di beberapa negara ba­­­gian, jika Lieutenant Governor secara terpisah atau sendiri-sendiri,
gubernur sakit, berhalang­an atau tidak dapat menjalankan dan bahkan ada pula yang memilih ke­dua tidak dalam waktu
tugas jabatannya, ia tidak digantikan oleh Lieutenant Gov­ yang bersamaan (in different election cycles).
ernor, melainkan oleh Ketua Mahkamah Agung Negara Tugas seorang Lieutenant Governor termasuk juga
Bagian sampai gubernur definitif menjalan­kan tugasnya. untuk menggantikan Governors jika wafat atau mengun­dur­
Lieutenant Governors tidak mempunyai ke­kuasaan, kecuali kan diri. Di kebanyakan negara bagian di Amerika Seri­kat,
hanya sebagai ban serep yang siap untuk men­duduki jabatan biasanya para Lieutenant Governor mendapat promosi
gubernur (stand ready to take up the Go­vernor’s role). Governors and one of the three territorial Commissioners are women. There
Di Kanada, Lieutenant Governor merupakan wakil has been one black and several aboriginal Lieutenant Governors. The current
Lieutenant Governor of Quebec uses a wheelchair. The current Lieutenant
the Canadian provincial Lieutenant Governors is significant constitutionally. Governor of Nova Scotia is Jewish. Like similar officials, Lieutenant Governors
In the Australian case, the Governor nominally derives power directly from the hold considerable reserve powers which are not normally used. One interesting
monarch and is in practice nominated by the Premier of a state. In the Canadian constitutional question is the role of the Lieutenant Governor of Quebec in the
case, the Lieutenant Governor nominally is appointed by the Governor-General hypothetical case of the Quebec National Assembly voting to unilaterally secede.
and in practice is named by the federal Prime Minister. It has been observed Some have argued that in this situation, the Lieutenant Governor not only could
that Canadian Lieutenant Governorships are often used to promote women and refuse Royal Assent, but would be duty bound to do so. Ibid.
minorities into a prominent position. Five of Canada’s ten current Lieutenant 14
Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem­bar­an Negara
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
288 Pasca Reformasi Daerah 289
menjadi Governor dengan segala hak-hak yang terkait den- officer) yang dipilih tersendiri (elected separately from the
gan jabatan, termasuk hak-hak protokolernya. Di be­be­­rapa Governor). Lieutenant Governor memegang cu­kup banyak
negara bagian, seperti Massachusetts, Lieutenant Go­vernor tanggungjawab yang diberikan oleh hukum ne­­­ga­ra bagian
menjadi Acting Governor sampai Gubernur yang definitif California, di samping yang ditentukan oleh gu­­bernur. Di
terpilih. Ada pula negara-negara bagian yang me­nentukan antaranya adalah bahwa Lieutenant Gover­nor dapat bertin-
bahwa Lieutenant Governor juga diberi ja­batan simbolik dak sebagai Acting Governor dan juga men­­duduki jabatan
atau rangkap sebagai ketua senat negara ba­­gian atau the sebagai ketua senat negara bagian (Pre­sident of the State
chairman of the upper house of the legis­lature. Senate).
Di Negara Bagian Texas, Lieutenant Governor, di­pi­lih Dalam Article 5, Section 10 of the California State
secara terpisah dari Governor, dan mengetuai senat ne­gara Con­stitution, dinyatakan, “any time that the Governor is
bagian, serta berdasarkan kebiasaan (convention) dan leg­ ab­sent from the state or is unable to perform the duties
islative rule memiliki pengaruh yang sangat besar dalam of office, the Lieutenant Governor assumes the full pow­
urusan legislasi, melebih gubernurnya sendiri. (Lieutenant ers and responsibilities of the Chief Executive”. Dalam hal
Governor has a great deal more influence on the legisla­ Gubernur berhalangan atau tidak dapat menjalankan tu­gas
tion than the Governor). Karena itu, jika seorang Lieuten­ atau kewajiban jabatannya, Lieutenant Governor ber­tin­dak
ant Governor Texas menjadi Governor, sering di­ka­takan dengan penuh kewenangan dan tanggungjawab se­bagai ke-
bahwa ia naik pangkat tetapi kehilangan ke­kua­saan yang pala eksekutif (chief executive). Selanjutnya, dalam Article
sebelumnya ia miliki yang justru banyak di­ang­gap orang 5, Section 9 Konstitusi Negara Bagian Cali­for­nia, dinyatakan
lebih penting daripada Gubernur. pula, “the Lieutenant Governor is also authorized to preside
Di Negara Bagian Tennessee, Lieutenant Governor over the business of the State Se­nate. In the event of a tie,
di­pilih oleh senat negara bagian (chosen by the state Se­ the Lieutenant Governor must cast the deciding vote”. Lieu­
nate). Lieutenant Governor John S. Wilder dipilih untuk tenant Governor diberi wewe­nang untuk memimpin atau
men­­duduki jabatannya itu pada 1971. Sampai tahun 2004 mengetuai urusan senat ne­ga­ra bagian. Dalam hal terjadi
dia terus menduduki jabatan ini, sehingga John S. Wilder perhitungan suara yang ber­im­bang, maka keputusan senat
ini dianggap sebagai the longest-serving dan sekaligus the diambil sesuai dengan pen­dapat Lieutenant Governor.
oldest Lieutenant Governor in the United States. Di samping negara-negara bagian yang mempun-
Di Negara bagian California, jabatan the Lieutenant yai jabatan lieutenant governor, ada pula negara bagian
Go­vernor merupakan jabatan konstitusional (consti­tu­tional yang sa­ma sekali tidak mengenal jabatan seperti ini. Di
antara­nya yang dapat disebut disini adalah New Jersey dan
Nomor 4437. Maine. Kedua negara bagian ini tidak mempunyai Lieute­
15
Pasal 26 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Peme­rin­tahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indo­ne­sia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan nant Governor sama sekali. Yang ada adalah gubernur dan
Lembaran Negara Re­publik Indonesia No. 4437). ketua senat negara bagian sebagai jabatan yang ter­pisah,
16
Pasal 38 ayat (1).
17
Pasal 42 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerin­tah­an Dae­rah (Lem-
dan apabila gubernur berhalangan untuk menjalan­kan
baran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem­baran Negara Nomor tugas jabatannya, maka ia digantikan oleh ketua senat un­
4437). tuk sementara waktu. Baru pada bulan November 2005,
18
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, Balai Pustaka, 1994, hal. 158.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
290 Pasca Reformasi Daerah 291
diagendakan akan diadakan perubahan Konstitusi Nega­ra bijakan pemerintahan daerah itu sendi­ri. Fungsi pelaksana
Bagian New Jersey untuk maksud mengadakan jabatan atau eksekutif itu sebenarnya se­cara his­toris memang terkait
lieutenant governor itu. Selain New Jersey, di Ari­zo­­na, New dengan fungsi untuk me­laksana­kan peraturan yang berisi
Hampshire, Oregon, West Virginia, dan Wyo­ming juga tidak aturan normatif, baik da­lam ben­­tuk general rules ataupun
dikenal adanya jabatan Lieutenant Gover­nors. yang berbentuk po­li­cy-rules (be­leid-regels).
Di Indonesia, kita tidak mengenal istilah lieutenant General rules itu sendiri dapat berupa peraturan yang
governor, tetapi kita menyebutnya dengan istilah wakil ditetapkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan
gu­bernur. Pengaturan mengenai hal ini tidak sama dengan tingkat pusat, dan dapat pula ditetapkan dalam bentuk
pengaturan mengenai gubernur. UUD 1945 hanya menye­but per­­aturan daerah, ataupun peraturan lainnya sebagai­ma­
jabatan gubernur, bupati, dan walikota saja, sedangkan wakil na dimaksud dalam Pasal 18 ayat (6) UUD 1945. Pasal 18
gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota hanya diatur ayat (6) itu menyebutkan, “Pemerintahan daerah berhak
dalam undang-undang. Dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan
dinyatakan, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-mas­ lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas perbantuan.”
ing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, Se­perti sudah disebut di atas, Pasal 18 ayat (5) UUD 1945
dan kota dipilih secara demokratis”. Selanjut­nya, UU No. menentukan, “Pemerintahan daerah menjalankan otono­
32 Tahun 2004 tentang Pemda yang menen­tu­­kan tugas dan mi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
kewenangan kepala daerah, cara memilih dan cara berhenti- oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Peme­rin­­
nya dari jabatan, dan seterus­nya. tah Pusat.” Sementara itu, Pasal 18 ayat (2) menen­tu­kan,
Di samping itu, dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, “Peme­rintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
seper­ti dikemukakan di atas, juga dinyatakan bahwa “Guber­ kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerin­ta­h­an
nur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai ke­pala menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.”
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota di­pilih Dalam rangka melaksanakan otonomi daerah dan
secara demokratis”. Artinya, gubernur adalah kepa­la pemer- tu­­­­gas perbantuan itu, pemerintahan daerah dinyatakan
intah daerah provinsi, bukan kepala pe­merintahan daerah ber­­­hak menetapkan (i) peraturan daerah, dan (ii) pera­tur­
provinsi. Jabatan gubernur bukanlah kepala dari ga­­bung­an an-peraturan lain. Yang dimaksud dengan per­atur­an daerah
institusi gubernur dan DPRD provinsi. Guber­nur, melainkan tentulah Peraturan Daerah Provinsi, yaitu per­atur­an yang
hanya kepala pemerintah­an eksekutif saja. ditetapkan yang dibentuk oleh DPRD bersama-sama den-
Pengertian pemerintahan disini dapat diartikan se­ba­ gan gubernur selaku kepala pemerintah daerah pro­vinsi.
gai proses pemerintahan atau keseluruhan sistem dan me­­ Sedangkan yang dimaksud dengan peraturan-per­a­turan
ka­nisme pemerintahan. Dengan demikian kata peme­rin­tah lainnya adalah peraturan yang tingkatannya le­bih ren-
lebih sempit cakupan pengertiannya daripada pe­me­rintahan. dah dan merupakan pelaksanaan dari peraturan daerah
Kata pemerintah dapat dikatakan hanya me­nun­juk kepada provinsi tersebut, yaitu peraturan gubernur dalam rang­ka
institusi pelaksana atau eksekutif saja yaitu dalam rangka melaksanakan peraturan daerah provinsi itu atau per­a­turan
melaksanakan peraturan perundang-un­dangan pusat dan daerah kabupaten dan/atau per­aturan daerah kota.
daerah yang berisi kebijakan kenega­ra­an di daerah dan ke- Menurut ketentuan Pasal 24 UU No. 32 Tahun 2004,
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
292 Pasca Reformasi Daerah 293
setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah pemuda, serta mengupayakan pengem­bang­­­an dan pele-
yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk provinsi starian sosial budaya dan lingkung­an hidup;
disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pe­me­­
un­tuk kota disebut walikota. Kepala daerah dibantu oleh rin­tahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah
satu orang wakil kepala daerah, yang masing-masing un­tuk provinsi;
provinsi disebut wakil gubernur, untuk kabupaten di­se­but d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pe­me­­­­rin­­
wakil bupati dan untuk kota disebut wakil walikota. Kepala tahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa
daerah dan wakil kepala daerah tersebut dipilih da­lam satu bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota;
pasangan secara langsung oleh rakyat di dae­rah yang ber­ e. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala
sangkutan. dae­­rah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah
Mengenai tugas dan wewenang kepala daerah dan dae­­­­rah;
wa­­­kil kepala daerah, ditentukan oleh Pasal 25 UU No. 32 f. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lain­­
Ta­­hun 2004 sebagai berikut.14 nya yang diberikan oleh kepala daerah; dan
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah ber­­­­ g. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apa­­­
dasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; bila kepala daerah berhalangan.
b. mengajukan rancangan Perda; Dalam melaksanakan tugasnya, wakil kepala daerah
c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetuju­an ber­­­tanggung jawab kepada kepala daerah. Wakil kepala
ber­sama DPRD; dae­­­rah menggantikan kepala daerah sampai habis masa ja­
d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda ten­tang batannya apabila kepala daerah meninggal dunia, ber­hen­ti,
APBD kepada DPRD untuk dibahas dan di­te­tap­kan diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewa­jiban­­nya
bersama; selama enam bulan secara terus menerus da­lam ma­sa ja-
e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah; batannya. Di samping itu, dalam Pasal 37 diatur pu­­la tugas
f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan wewenang gubernur selaku kepala daerah se­­­­bagai
dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya wakil pemerintah pusat, yaitu bahwa gubernur yang karena
sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pe­­merintah
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan di wilayah provinsi yang bersangkutan. Dalam kedudukan-
pera­turan perundang-undangan. nya seperti dimaksud, gubernur bertanggung ja­­wab kepada
Sedangkan tugas wakil kepada daerah adalah:15 presiden.
a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pe­ Dalam kedudukannya sebagai kepala pemerintah
merintahan daerah; daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,
b. membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan gu­bernur memiliki tugas dan wewenang:16
kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti a. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan peme­
la­­poran dan/atau temuan hasil pengawasan aparat peng­­
20
Diundangkan pada tanggal 15 Oktober 2004 (Lembaran Ne­gara Ta­hun
a­wasan, melaksanakan pemberdayaan perem­pu­an dan 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik In­donesia Nomor
19
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Kon­sti­tusi dan Pelak­ 4437).
sanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru-van Hoe­ve, Jakarta, 1994. 21
Pasal 22 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pe­me­rin­tah­an Daerah
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
294 Pasca Reformasi Daerah 295
rintahan daerah kabupaten/kota; pasal ini (i) tidak ditentukan siapa di antara gubernur dan
b. koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di dae­ DPRD itu yang dinyatakan ber­hak menetapkan peraturan-
rah provinsi dan kabupaten/kota; peraturan yang dimaksud. Di sini hanya ditegaskan bahwa
c. koordinasi pembinaan dan pengawasan penyeleng­ga­­ pemerintahan daerah ber­hak me­netapkan peraturan; (ii)
ra­an tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabu­pa­ bentuk peraturan yang di­maksud disini terdiri atas per-
ten/kota. aturan daerah dan pera­turan-peraturan lain untuk melak-
Pendanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai­ sanakan otonomi daerah dan tu­gas perbantuan.
mana dimaksud dibebankan kepada APBN. Kedudukan Dari ketentuan demikian belum dapat kita jawab apa­
ke­uangan gubernur sebagaimana dimaksud diatur dalam kah DPRD provinsi dapat disebut sebagai lembaga le­gis­la­tif
Per­a­turan Pemerintah. Tata cara pelaksanaan tugas dan we­ daerah atau bukan. Yang pasti adalah bahwa De­wan Per-
we­nang gubernur selaku wakil pemerintah pusat ter­se­­­­but wakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi itu adalah lembaga
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. perwakilan rakyat daerah provinsi. Oleh karena itu, kita
harus melihat bagaimana hal ini diatur lebih lanjut da­lam
3. Kedudukan DPRD provinsi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ten­tang Pe­me­­rintahan
Daerah. Di dalam undang-undang ini ditentukan bahwa
Jika gubernur adalah kepala pemerintah daerah yang memegang kekuasaan untuk mem­­bentuk peraturan
provinsi atau kepala pemerintahan eksekutif, maka apakah daerah adalah DPRD. Ketentuan de­mi­kian ini mirip dengan
status hukum DPRD provinsi? Dapatkah DPRD provinsi ketentuan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 sebagaimana diubah
disebut sebagai lembaga legislatif atau lembaga pembentuk pada tahun 1999 dengan Per­ubahan Pertama. Pasal 5 ayat
peraturan daerah provinsi? Soal ini penting karena sudah (1) UUD 1945 yang asli itu berbunyi, “Presiden memegang
menjadi kebiasaan umum di antara teoritisi dan praktisi kekuasaan membentuk un­dang-undang dengan persetu­
bah­wa fungsi-fungsi kekuasaan dibeda-bedakan menurut juan Dewan Perwakilan Rakyat”. Sekarang, ketentuan Pasal
kategori kekuasaan ala Montesquieu ke dalam tiga cabang 5 ayat (1) UUD 1945 ini telah berubah menjadi, “Presiden
kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif (atau berhak mengajukan ran­cangan undang-undang kepada
yudisial). Jika gubernur merupakan lembaga eksekutif di Dewan Perwakilan Rak­­yat”. Sebagai imbangannya, dalam
daerah, maka DPRD logisnya dapat pula disebut sebagai Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 hasil Perubahan Pertama tahun
lembaga legislatif daerah. Benarkah demikian? 1999 itu di­te­gas­kan, “Dewan Perwakilan Rakyat memegang
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu kekuasa­an membentuk undang-undang”.
menelaah kembali ketentuan UUD dan UU mengenai ke­du­ Dalam Pasal 41 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pe­me­­
dukan gubernur dan DPRD itu dalam proses pem­ben­tuk­an rintahan Daerah, ditentukan bahwa DPRD memiliki fung­si
peraturan daerah. Seperti telah dikutip di atas, Pasal 18 ayat legislasi, anggaran, dan pengawasan. Mengenai tu­gas dan
(6) UUD 1945 menentukan, “Pemerin­tah­an dae­rah berhak wewenangnya, ditentukan dalam Pasal 42 ayat (1), yaitu:
menetapkan peraturan daerah dan per­aturan-peraturan lain a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah
untuk melaksanakan otonomi dan tugas per­bantuan”. Dalam un­tuk mendapat persetujuan bersama;
b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang
(Lembaran Negara Republik Indone­sia Tahun 2004 No­mor 125, Tambahan
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
296 Pasca Reformasi Daerah 297
APBD bersama dengan kepala daerah; Dengan demikian, dalam UU tentang Pemerintahan
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Per­da Daerah tersebut di atas jelas ditegaskan bahwa lembaga yang
dan peraturan perundang-undangan lainnya, per­aturan membentuk peraturan daerah itu bukanlah guber­nur, me-
kepala daerah, APBD, kebijakan pemerin­tah dae­rah lainkan DPRD. Hal itu dapat dibaca dalam rumus­an Pasal 42
dalam melaksanakan program pem­bangun­an dae­rah, ayat (1) a yang menyatakan bahwa DPRD mem­punyai tugas
dan kerja sama internasional di daerah; dan wewenang untuk “mem­ben­tuk Perda yang dibahas den­
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian ke­pa­­la gan kepala daerah untuk mendapat per­setujuan bersama”.
daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden me­la­lui Tentu saja, dalam membentuk peraturan daerah tersebut,
Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan ke­­pada DPRD dan gubernur harus mem­bahas­nya bersama-sama
Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD untuk mendapat persetuju­an bersama. Jika persetujuan itu
kabupaten/kota; tidak diperoleh, maka gu­bernur tidak dapat mengesahkan
e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi ke­ko­ rancangan peraturan daerah itu menjadi peraturan daerah
songan jabatan wakil kepala daerah; yang berlaku meng­ikat untuk umum, dan rancangan per-
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pe­me­­ aturan daerah ter­sebut tidak boleh lagi dimajukan dalam
rintah daerah terhadap rencana perjanjian inter­na­sional masa persidangan yang bersangkutan.
di daerah; Setiap rancangan peraturan daerah diharuskan di­ba­
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sa­ma has bersama-sama antara DPRD provinsi dengan guber­nur.
internasional yang dilakukan oleh pemerintah dae­rah; Bahkan ditentukan pula bahwa DPRD juga dapat mengambil
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban inisiatif atau prakarsa untuk mengaju­kan rancangan per-
kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan aturan daerah. Jika rancangan peraturan daerah inisiatif
daerah; DPRD itu tidak disetujui oleh gubernur, maka rancangan
i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala dae­ peraturan daerah itu juga tidak dapat dimajukan lagi dalam
rah; masa persidangan yang bersang­kutan. Artinya, kedudukan
j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD DPRD dalam proses pemben­tukan peraturan daerah dapat
dalam penyelenggaraan pemilihan kepala dae­rah; dikatakan sangat kuat. Akan tetapi, meskipun demikian,
k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama lembaga DPRD tetap tidak da­pat disebut sebagai pembentuk
antardaerah dan dengan pihak ketiga yang mem­bebani peraturan daerah secara eks­klusif. Pembentuk peraturan
masyarakat dan daerah. daerah itu tetap adalah ke­pala pemerintah daerah dan DPRD
Di samping itu, oleh undang-undang ditambahkan yang secara ber­sama-sama merupakan satu kesatuan insti-
pula bahwa selain tugas dan wewenang sebagaimana di­mak­ tusi peme­rin­tahan daerah provinsi sebagaimana dimaksud
sud di atas, DPRD melaksanakan tugas dan wewenang lain oleh Pasal 18 ayat (6) UUD 1945.
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.17 Artin- Namun demikian, Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 itu me-
ya, selain ke-11 jenis tugas dan wewe­nang yang ter­sebut pada mang tidak memastikan siapa yang lebih utama peran­nya
Pasal 42 ayat (1) itu, tugas dan we­wenang DPRD masih dapat Lembaran Negara Re­publik Indonesia No. 4437).
22
Pasal 27 yat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerin­tah­­an Daerah
ditambah lagi dengan peraturan per­undang-undang. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
298 Pasca Reformasi Daerah 299
dalam proses pembentukan peraturan daerah itu. Baik UU penyu­sunan norma-norma hukum yang dituangkan da­lam
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maupun bentuk peraturan tertulis terus tumbuh menjadi peker­
UU No. 10 Tahun 2005 tentang Pembentukan Peraturan ja­an teknis yang kadang-kadang tidak memuat soal-soal
Perundang-Undangan sama-sama menekan­kan segi ke- yang memerlukan pertarungan politik sama sekali. Tentu
bersamaan antara kepala daerah dengan DPRD, baik di ada juga jenis-jenis peraturan yang sangat sarat dengan
tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota. Akan ke­pentingan politik. Tetapi banyak juga peraturan yang
tetapi, dalam kenyataan praktek di lapangan, apa yang perlu dibutuhkan karena soal-soal teknis. Oleh karena itu, bagi
diatur dan kapan hal itu perlu diatur serta ba­gai­­mana men- DPRD sebagai lembaga parlemen di tingkat lokal, tidak ter-
gaturnya sangat banyak ditentukan oleh in­for­masi, keahlian, lalu penting untuk mengutamakan fungsi legislasi dari­pada
dan sarana penunjang lainnya. Yang le­­bih mengetahui dan fungsi pengawasan. Justru fungsi kontrol atau penga­was­an
menguasai ketiga hal ini tentunya ada­­lah aparat pemerintah itulah yang sudah semestinya diutamakan di semua daerah
daerah. provinsi dan daerah kabupaten/kota.
Menurut Pasal 51 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 Oleh karena itu, meskipun DPRD mempunyai fungsi
tentang Pemerintahan Daerah, DPRD provinsi beranggo­ta­­ le­gis­latif, tetapi dengan fungsinya itu tidak berarti kedu­
kan 35 sampai dengan 75 orang. Anggota DPRD provinsi dukan­nya harus dikatakan sebagai satu-satunya lembaga
dibagi menjadi empat komisi. Bagi DPRD yang beranggota­ pembentuk peraturan daerah. Sudah seharusnya fungsi
kan lebih dari 75 orang, maka jumlah komisi yang dapat legislatif yang utama (primary legislator) tetap berada di
di­bentuk sebanyak lima komisi. tangan kepala pemerintah daerah, sedangkan fung­si le­gis­
DPRD provinsi dan apalagi DPRD kabupaten/kota latif yang ada pada DPRD hanya dapat disebut sebagai fung­si
yang terdiri atas para politisi lokal yang hanya di­per­syarat­ legislatif yang bersifat sekunder atau auxi­liary. Se­bab­nya,
kan minimum lulusan SLTA, dan hanya bekerja untuk masa informasi, keahlian, dan sumber daya me­mang dikuasai
kerja lima tahunan, tentu tidak dapat diandalkan untuk oleh pemerintah, sehingga pemerintah dae­rah­lah yang lebih
mempersiapkan bahan rancangan dan data-data pen­dukung mengetahui apa, kapan, dan bagaimana se­suatu perlu dia-
dalam proses pembentukan peraturan daerah itu melebih tur dengan peraturan daerah. Oleh kare­na itu, peran yang
kemampuan yang dapat dilakukan oleh aparat pemerintah. diidealkan dari DPRD itu sebenarnya le­bih merupakan
Oleh karena itu, peran yang perlu diperkuat dari DPRD peran lembaga kontrol daripada lembaga le­gislasi dalam
adalah fungsinya sebagai pengontrol atau pe­ngen­­dali proses arti yang penuh.
pembentukan peraturan itu daripada meng­­utamakan peran Sebagai lembaga kontrol, DPRD dapat menyata­kan
sebagai inisiator. Bahwa hak untuk meng­ambil inisiatif setuju atau tidak setuju atas setiap ide penuangan sesuatu
mengajukan rancangan tetap ada di tangan DPRD dan para kebijakan publik menjadi peraturan daerah yang mengikat
anggota DPRD haruslah diakui. Tetapi tidak dengan adanya untuk umum. Jika DPRD menganggap ada sesuatu yang
hak inisiatif tersebut harus men­­jadikan DPRD sebagai lem- penting diatur tetapi pemerintah daerah lalai atau lambat
baga yang lebih utama dari­pada pemerintah daerah dalam mengaturnya, DPRD dapat mengambil inisiatif untuk menga­
urusan penyusunan ran­cang­an peraturan daerah. jukan rancangan peraturan daerah yang dianggap penting
Lagi pula, dalam perkembangan praktek, pekerjaan itu, tetapi kata akhirnya tetap ada pada kepala pe­merintah
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
300 Pasca Reformasi Daerah 301
daerah. Oleh karena itu, meskipun kedudukan ke­duanya umum.
dapat dikatakan seimbang, tetapi kiranya tetap kuranglah Pasal 18 ayat (5) dan (6) juga menentukan bahwa
tepat untuk menyebut DPRD itu sebagai lem­ba­ga legislatif pemerintahan daerah kabupaten menjalankan otonomi
atau lembaga pembentuk peraturan daerah da­lam arti yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
sebenarnya. undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
Menurut pendapat saya, lebih tepat untuk tetap me­ pusat. Pemerintahan daerah kabupaten berhak menetap­
nye­but DPRD itu sebagai lembaga perwakilan rakyat dae­ kan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
rah, meskipun harus diakui ia mempunyai fungsi legislatif, melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
fungsi pengawasan, dan juga fungsi anggaran. Adanya ke­­tiga Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah bahwa
fungsi itu, terutama fungsi legislatif atau fungsi di bi­dang subjek pemerintahan daerah itu, dalam hal ini satuan
pembentukan peraturan daerah, tidak otomatis atau lantas pemerintahan daerah kabupaten dapat disebut sebagai
menyebabkan DPRD dapat disebut sebagai lem­ba­ga legis- subjek hukum yang tersendiri apabila satu pemerintahan
latif daerah. Karena, ternyata memang kepala pe­merintah daerah kabupaten itu dilihat sebagai satu kesatuan yang
daerah yang disebut sebagai pemegang ke­kua­saan untuk mencakup jabatan bupati selaku kepala pemerintah daerah
membentuk peraturan daerah itu. Sebagai pemegang kekua- dan DPRD. Jika bupati dan DPRD disebut secara sendiri-
saan berarti Gubernurlah yang merupa­kan pembentuk sen­diri, maka subjek hukum kelembagaannya adalah bu­pa­ti
peraturan daerah provinsi, bukan DPRD provinsi. dan DPRD itu.
Karena itu, seperti juga di tingkat provinsi dan dae-
A. Daerah Kabupaten rah kota, maka di tingkat pemerintahan daerah Kabupaten
ter­dapat tiga subyek hukum yang masing-masing dapat
1. Pemerintahan Daerah Kabupaten di­sebut sebagai lembaga negara yang tersendiri, yaitu (i)
pe­merintahan daerah kabupaten; (ii) bupati selaku kepala
Seperti hal pemerintahan daerah provinsi, maka pemerintah daerah kabupaten; dan (iii) DPRD kabupaten.
pemerin­tah­­an daerah kabupaten juga dapat disebut ter­sen­ Ketiganya dapat disebut sebagai lembaga daerah atau lem­
diri seba­gai lembaga negara di daerah. Karena, subjek hu­ ba­ga negara di daerah.
kum ke­lem­ba­ga­an yang disebut secara eksplisit dalam Pasal
18 ayat (2), (3), (5), (6), dan ayat (7) justru adalah peme­rin­ 2. Bupati
tah­an daerah yang meliputi kepala pemerintah daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kepala Daerah untuk pemerintahan daerah kabu­
Dalam Pasal 18 ayat (2) dan (3) UUD 1945 jelas di- pa­ten di­se­but bupati, dan wakilnya disebut wakil bupati.
tentukan bahwa pemerintahan daerah kabupaten me­nga­tur Di Jawa, isti­lah ini sudah dikenal sejak lama. Di Keraton
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menu­rut asas Yogyakarta dan Surakarta, jabatan pegawai keraton yang
otonomi dan tugas pembantuan. Pemerin­tah­an dae­rah paling tinggi juga disebut bupati.18 Karena itu, pada za-
kabupaten memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Dae­rah ka- man kerajaan da­hulu kala, para bupati di berbagai daerah
bupaten yang anggota-anggotanya dipilih me­la­lui pemilihan dalam wilayah kekuasaan keraton merupakan perpanjangan
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
302 Pasca Reformasi Daerah 303
tangan keraton. Tetapi, karena kekuatan dukungan yang penduduk hidup di desa dengan kultur dan mata pen­­caharian
dapat dikuasainya, kadang-kadang para bupati itulah yang perdesaan. Oleh karena itu, sudah seharus­nya, pengaturan
menjadi pemberontak dan kemudian mendirikan kerajaan mengenai bupati dan kabupaten itu di­or­ganisasikan atau
sendiri. Apalagi, setelah masuknya pengaruh penjajah Be­ dilembagakan secara berbeda dari wali­kota dan pemerin-
lan­da, para bupati inilah yang biasa didekati oleh penguasa tahan daerah kota. Sayangnya dalam po­­la berpikir UU No.
Hindia Belanda untuk menggerogoti pengaruh kekuasaan 32 Tahun 2004 dan juga UU No. 22 Ta­hun 1999 ataupun
keraton. Karena itu, beberapa daerah kabupaten pernah bahkan dalam peraturan perundang-un­dangan yang ada se-
tumbuh menjadi pusat-pusat kekuasaan tersendiri di masa belumnya, kedua struktur pemerin­tah­­an daerah kabupaten
lalu. Bahkan sampai tahun 1940-an, masih ada bupati di dan kota ini selalu disamarata­kan. Bahkan untuk hal-hal
Ja­­wa yang bersfifat turun temurun19. tertentu, pola pengaturan me­nge­­nai pemerintahan daerah
Bupati sebagai kepala daerah tentu berbeda dari provinsi juga diperlakukan sa­ma juga.
Wa­li­­kota yang merupakan kepala daerah kota. Kota, yang Sudah tentu, untuk hal-hal yang bersifat prinsip-
dulu­­nya disebut kotamadya, bagaimanapun adalah kota prinsip umum yang berlaku universal, penerapannya di
dengan segala ciri-ciri masyarakat perkotaan yang mesti di­ se­mua struktur pemerintahan haruslah sama. Misalnya,
pimpin dan dibangun oleh kepala daerah. Sedangkan daerah Pa­sal 19 ayat (1) dan (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang
kabupaten sebagian terbesarnya adalah daerah pe­desa­an. Pe­me­rintahan Daerah20 menentukan bahwa penyelengga­
Meskipun pusat kegiatan pemerintahan dipusat­kan juga di ra pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh satu orang
kota, sebagai ibukota kabupaten, tetapi sebagian ter­­besar wakil presiden, dan oleh menteri negara. Sedangkan
penduduk kabupaten tinggal dan hidup di desa-desa. penye­lenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah
Kalau kita bandingkan dengan struktur pemerintah­an dae­­rah dan DPRD. Pasal 20 ayat (1) menentukan bahwa pe­­
lokal di Perancis, dengan mudah kita dapat menjelaskan nyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum
perbedaannya. Di Perancis, tidak dikenal lagi adanya desa- Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas:
desa. Penduduk tinggal dan hidup seluruhnya di kota, dan a. asas kepastian hukum;
memang semua komunitas masyarakat di sana hidup di b. asas tertib penyelenggara negara;
kota-kota. Ada kota yang sangat kecil, ada yang kecil, ada c. asas kepentingan umum;
juga kota yang sedikit lebih besar, di samping kota-kota d. asas keterbukaan;
yang tergolong menengah dan kota besar. Malah, ada juga e. asas proporsionalitas;
ko­ta yang disebut metropolitan atau bahkan megapolitan. f. asas profesionalitas;
Wal­hasil, semuanya adalah kota, dan semua pimpinannya g. asas akuntabilitas;
disebut sebagai walikota. Mulai dari kota yang paling kecil h. asas efisiensi; dan
sampai ke kota yang paling besar dipimpin oleh seorang i. asas efektivitas.
Wa­li­kota. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerin­tah
Di Indonesia, justru sangat berbeda. Sebagian ter­be­­­sar dan pemerintah daerah harus menggunakan asas de­sen­

Lembaran Negara Republik Indo­nesia No. 4437). (Lembaran Negara Republik Indo­nesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem-
23
Pasal 27 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Peme­rintah­an Daerah baran Ne­ga­ra Republik Indonesia No. 4437).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
304 Pasca Reformasi Daerah 305
tralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai den- n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-un­­
gan peraturan perundang-undangan. Dalam menye­leng­­­­ga­ra­ dangan sesuai dengan kewenangannya; dan
kan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah, ter­masuk o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan per­un­dang-
juga pemerintah daerah kabupaten harus meng­gu­na­kan undangan.
asas otonomi dan tugas pembantuan. Pasal 21 me­nentukan Hak dan kewajiban daerah sebagaimana dimaksud di
bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah termasuk atas harus diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pe­me­­
daerah kabupaten dan kota mempunyai hak: mengatur rintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pen­da­pat­
dan mengurus sendiri urusan pemerin­tahan­nya; memilih an, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola da­lam
pimpinan daerah; mengelola aparatur daerah; mengelola sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan ke­uangan
kekayaan daerah; memungut pajak dae­­rah dan retribusi daerah tersebut ditentukan harus dilakukan secara efisien,
daerah; mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat
daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; pada peraturan perundang-undangan. Hal ini ber­la­ku,
mendapatkan sumber-sumber pen­da­patan lain yang sah; baik bagi pemerintah daerah provinsi, daerah kabu­pa­ten,
dan mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan maupun kota.
perundang-undangan. Seperti yang ditentukan dalam Pasal 25 UU No. 32
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah ter­ma­suk Ta­hun 2004, tugas dan wewenang bupati sebagai kepala
daerah kabupaten dan kota mempunyai kewajib­an:21 dae­rah adalah:
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah ber­
dan kerukunan nasional, serta keutuhan Ne­gara Kes- dasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
atuan Republik Indonesia; b. mengajukan rancangan Perda;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetuju­an
c. mengembangkan kehidupan demokrasi; ber­sama DPRD;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan; d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; bersama;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
layak; f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan,
h. mengembangkan sistem jaminan sosial; dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakili­nya
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah; g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan
k. melestarikan lingkungan hidup; per­aturan perundang-undangan.
l. mengelola administrasi kependudukan; Sedangkan wakil bupati, seperti juga wakil kepala
m. melestarikan nilai sosial budaya;
27
Selanjutnya, pembentukan, susunan, tugas, dan wewenang alat ke­lengkapan
24
Ibid., ayat (3). tersebut diatur dalam Peraturan Tata Ter­tib DPRD dengan berpedoman pada
25
Ibid., ayat (4). peraturan per­undang-undangan. Lihat Pasal 46 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004
26
Ibid., ayat (5). tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indo­nesia Tahun
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
306 Pasca Reformasi Daerah 307
dae­rah lainnya, menurut ketentuan Pasal 26 ayat (1) mem­ nesia Tahun 1945 serta memper­tahan­kan dan memeli-
punyai tugas: hara keutuhan Negara Kesatuan Repu­blik Indonesia;
a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
pemerintahan daerah; c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masya­rakat;
b. membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan d. melaksanakan kehidupan demokrasi;
kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti e. menaati dan menegakkan seluruh peraturan per­undang-
laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat peng­ undangan;
awasan, melaksanakan pemberdayaan perem­puan dan f. menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan
pemuda, serta mengupayakan pengem­bang­an dan pele- pemerintahan daerah;
starian sosial budaya dan ling­kungan hidup; g. memajukan dan mengembangkan daya saing dae­rah;
c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pe­me­ h. melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih
rin­tahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah dan baik;
provinsi; i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan penge­
d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan peme­rin­ lolaan keuangan daerah;
tah­an di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa j. menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi ver­
bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota; tikal di daerah dan semua perangkat daerah;
e. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala k. menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pe­me­­
dae­rah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah rintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.
daerah; Selain mempunyai kewajiban tersebut, bupati juga
f. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lain­ mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan
nya yang diberikan oleh kepala daerah; dan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerin­tah
g. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apa­­­ dan memberikan laporan keterangan pertanggung­ja­waban
bila kepala daerah berhalangan. kepada DPRD serta menginformasikan laporan pe­nye­
Dalam melaksanakan tugas dimaksud, bupati seba­gai lenggaraan pemerintahan daerah kepada masyara­kat.23
wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala bu­pa­ Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah ke­pa­da
ti sebagai kepala daerah. Wakil bupati dapat meng­ganti­kan Pemerintah dimaksud disampaikan kepada menteri da­lam
kedudukan bupati sebagai kepala daerah sampai ha­­bis masa negeri melalui Gubernur satu kali dalam satu tahun.24 Lapo-
jabatannya apabila bupati meninggal dunia, ber­­henti, diber- ran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di­gunakan Pemer-
hentikan, atau tidak dapat melakukan ke­wa­jibannya selama intah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan
enam bulan secara terus menerus da­lam masa jabatannya. pemerintahan daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih
Dalam melaksanakan tugas dan we­we­nang dimaksud, ke- lanjut sesuai dengan peraturan per­un­dang-undangan25.
pala daerah dan wakil kepala dae­rah mempunyai kewajiban Pelaksanaan ketentuan sebagaimana di­maksud pada ayat
untuk:22 (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, me­lak­ 2004 Nomor 125, Tam­bah­an Lembaran Ne­ga­ra Republik Indonesia No. 4437).
sanakan Undang-Undang Dasar Negara Repu­blik In­do­
28
Pasal 49 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Peme­rin­tah­an Dae-
rah (Lembaran Negara Republik Indo­nesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Nega­ra Republik Indonesia No. 4437).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
308 Pasca Reformasi Daerah 309
Pemerintah.26 Seperti halnya pengaturan mengenai hubungan an­ta­
ra gubernur dan DPRD untuk daerah provinsi, dalam UU
3. DPRD Kabupaten No. 32 Tahun 2004, hubungan antara bupati dan DPRD
kabupaten juga diatur dengan pola yang sama. Kare­na itu,
Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan, tidak banyak yang perlu diuraikan disini mengenai hal itu.
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah- Namun, seperti sudah diuraikan di atas, sebenarnya, daerah
daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabu­ kabupaten itu memang berbeda dari daerah kota. Karena itu,
pa­ten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan sudah seharusnya DPRD kabupaten mengorga­ni­sasi­kan diri
kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur ataupun diorgani­sasi­kan secara berbeda dari DPRD kota.
dengan undang-undang”. Pemerintahan daerah provinsi Kalaupun struktur dan mekanisme yang di­atur di dalamnya
mem­­pu­nyai gubernur dan DPRD provinsi, pemerintahan sama, setidaknya DPRD dapat menjalan­kan tugas-tugas-
daerah ka­bupaten mempunyai bupati dan DPRD kabu­pa­ nya secara berbeda dari satu daerah ke dae­rah yang lain,
ten, dan pe­merintahan daerah kota mempunyai wali­kota disesuaikan dengan kebutuhan setempat, dan juga berbeda
dan DPRD kota. dari apa yang dilakukan di daerah per­kotaan.
Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan, Misalnya anggota DPRD kabupaten sudah seharus­nya
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah- diberi kesempatan untuk lebih sering mengadakan acara
daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabu­ pertemuan dengan masyarakat di kecamatan-kecamatan
pa­ten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan dan bahkan di desa-desa. Karena itu, kegiatan para ang-
ko­ta itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur gota DPRD kabupaten haruslah berbeda dari apa yang
dengan undang-undang”. Pemerintahan daerah provinsi dilakukan oleh para anggota DPRD Kota. Misalnya, da­lam
mem­punyai gubernur dan DPRD provinsi, pemerintahan perilaku masyarakat pedesaan, hubungan pribadi dan
dae­rah kabupaten mempunyai bupati dan DPRD kabu­pa­ pendekatan kekeluargaan jauh lebih efektif dibanding­kan
ten, dan pemerintahan daerah kota mempunyai wali­kota dengan pendekatan formal dan kedinasan, sehingga pa­ra
dan DPRD kota. wakil rakyatpun seyogyanya menyesuaikan diri dengan
Secara lebih khusus, Pasal 18 ayat (3) UUD 1945 juga kultur setempat.
menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, dae­rah ka­ Namun demikian, secara umum, apa yang berlaku
bu­paten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rak­yat Dae­ ba­gi DPRD provinsi, berlaku pula bagi DPRD Kabupaten.
rah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pe­mi­­li­h­an Mi­sal­nya, alat kelengkapan DPRD, diatur dalam Pasal 46
umum.” Artinya, di setiap pemerintahan daerah ka­bu­paten ayat (1), yaitu terdiri atas:27
terdapat dewan perwakilan rakyat daerah kabu­pa­ten yang a. pimpinan;
bersama-sama dengan bupati merupakan satu ke­satu­an b. Komisi;
pengertian pemerintahan daerah kabupaten. c. panitia musyawarah;
d. panitia anggaran;
29
­ Pasal 50 ayat (2).
30
Pasal 50 ayat (3).
31
Pasal 50 ayat (4). 33
Pasal 50 ayat (6).
32
Pasal 50 ayat (5). 34
Pasal 50 ayat (7).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
310 Pasca Reformasi Daerah 311
e. badan kehormatan; dan ve­ri­­fikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada
f. alat kelengkapan lain yang diperlukan. hu­ruf c sebagai rekomendasi untuk ditindak­lanjuti oleh
Menurut ketentuan Pasal 47, Badan Kehormatan DPRD.
DPRD dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan DPRD. DPRD wajib menyusun kode etik untuk menjaga mar­­
Ang­gota Badan Kehormatan DPRD tersebut dipilih dari dan ta­bat dan kehormatan anggota DPRD dalam men­ja­lan­­­kan
oleh anggota DPRD dengan ketentuan: tugas dan wewenangnya.28 Kode etik sebagai­mana dimaksud
a. untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan sam­­ pada ayat (1) sekurang-kurangnya meli­puti:
pai dengan 34 berjumlah tiga orang, dan untuk DPRD a. pengertian kode etik;
yang beranggotakan 35 sampai dengan 45 ber­jum­­lah b. tujuan kode etik;
lima orang. c. pengaturan sikap, tata kerja, dan tata hubungan antar­
b. untuk DPRD provinsi yang beranggotakan sampai den- penyelenggara pemerintahan daerah dan antaranggota
gan 74 berjumlah lima orang, dan untuk DPRD yang ser­ta antara anggota DPRD dan pihak lain;
beranggotakan 75 sampai dengan 100 ber­jum­lah tujuh d. hal yang baik dan sepantasnya dilakukan oleh anggota
orang. DPRD;
Pimpinannya terdiri atas seorang Ketua dan seorang e. etika dalam penyampaian pendapat, tanggapan, jawab­
Wa­kil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Ke­hor­ an, sanggahan; dan
matan. Dalam menjalankan tugasnya, Badan Kehor­ma­t­an f. sanksi dan rehabilitasi.
dibantu oleh sebuah sekretariat yang secara fung­sional di- Pasal 50 ayat (1) menentukan bahwa setiap anggota
laksanakan oleh Sekretariat DPRD. Adapun tugas Ba­dan Ke- DPRD wajib berhimpun dalam fraksi. Jumlah anggota se­ti­
hormatan itu, seperti ditentukan dalam Pasal 48 adalah: ap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-ku­
a. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika, dan moral pa­ rangnya sama dengan jumlah komisi di DPRD.29 Anggo­ta
ra anggota DPRD dalam rangka menjaga mar­ta­bat dan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari satu par­­tai
ke­hormatan sesuai dengan Kode Etik DPRD; politik yang tidak memenuhi syarat untuk mem­ben­­­tuk satu
b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggo­ta fraksi, wajib bergabung dengan fraksi yang ada atau mem-
DPRD terhadap Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik bentuk fraksi gabungan.30 Fraksi yang ada wa­­jib menerima
DPRD serta sumpah/janji; anggota DPRD dari partai politik lain yang tidak memenuhi
c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas syarat untuk dapat membentuk satu frak­­si.31 Dalam hal frak-
pengaduan pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pe- si gabungan sebagaimana dimak­sud pada ayat (3) setelah
milih; dibentuk, kemudian tidak lagi me­­­me­nuhi syarat sebagai
d. menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, fraksi gabungan, seluruh ang­go­ta fraksi gabungan tersebut
wajib bergabung dengan frak­­si dan/atau fraksi gabungan
35
Pasal 52 ayat (1). lain yang memenuhi sya­rat.32 Parpol yang memenuhi per-
36
Pasal 52 ayat (2).
37
Pasal 52 ayat (3).
syaratan untuk mem­ben­­tuk fraksi hanya dapat membentuk
38
Pasal 25 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae­rah (Lem­ satu fraksi.33 Fraksi ga­bungan dapat dibentuk oleh partai
baran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No­mor 125, Tam­bahan Lembaran politik dengan syarat se­bagaimana dimaksud pada ayat (2)
Negara Republik Indo­ne­sia No. 4437).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
312 Pasca Reformasi Daerah 313
dan ayat (5). 34
diancam dengan pidana mati, atau tindak pi­dana kejahatan
Menurut ketentuan Pasal 51 ayat (2), DPRD kabu­pa­ terhadap keamanan negara. Setelah tin­dak­an sebagaimana
ten/kota yang beranggotakan 20 sampai dengan 35 orang dimaksud pada ayat (4) dilakukan, tindakan penyidikan ha-
membentuk tiga komisi. Bagi DPRD yang ber­ang­go­­ta­kan rus dilaporkan ke­pada pejabat yang mem­­berikan ijin paling
lebih dari 35 orang dapat membentuk empat ko­mi­si. Ang- lambat 2 x 24 jam.
gota DPRD tidak dapat dituntut dihadapan penga­­dilan
karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pen­dapat yang B. Daerah Kota
dikemukakan secara lisan ataupun tertulis da­lam ra­pat
DPRD, sepanjang tidak bertentangan dengan Per­aturan Tata 1. Pemerintahan Daerah Kota
Tertib dan kode etik DPRD.35 Ketentuan tersebut tidak ber-
laku dalam hal anggota yang bersang­kut­an meng­umum­kan Pemerintahan daerah kota juga dapat disebut ter­sen­
materi yang telah disepakati dalam rapat tertu­tup untuk diri sebagai lembaga negara di daerah kota. Dalam Pa­sal
dirahasia­kan, atau hal-hal yang di­mak­sud oleh ketentuan 18 ayat (2) dan (3) UUD 1945 jelas ditentukan bahwa pe­me­­
mengenai pengumuman rahasia negara da­lam per­aturan rin­tahan daerah kota juga mengatur dan mengurus sendiri
per­undang-undangan.36 Anggota DPRD ti­dak dapat di- urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tu­gas
ganti antar waktu karena pernyataan, per­ta­­nyaan dan/atau pem­bantuan. Pemerintahan daerah kota juga me­mi­liki De­
pendapat yang dikemukakan dalam ra­pat DPRD.37 wan Perwakilan Rakyat Daerah kota yang para ang­­go­ta­nya
Sementara itu, ditentukan pula dalam Pasal 53 bah­wa dipilih melalui pemilihan umum.
tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD dilaksa­na­kan Selanjutnya, Pasal 18 ayat (5) dan (6) UUD 1945 ju­ga
setelah adanya persetujuan tertulis dari menteri da­lam menentukan bahwa pemerintahan daerah kota men­ja­lan­­kan
negeri atas nama presiden bagi anggota DPRD pro­vinsi otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan peme­rin­­tahan yang
dan dari gubernur atas nama menteri dalam negeri bagi oleh undang-undang ditentukan sebagai urus­an pemerintah
anggota DPRD kabupaten/kota. Dalam hal persetuju­an pusat. Pemerintahan daerah kota ber­hak menetapkan per-
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak di­beri­kan aturan daerah dan peraturan-peratur­an lain untuk melak-
dalam waktu paling lambat 60 hari semenjak di­te­rimanya sanakan otonomi dan tugas pem­bantu­an.
permohonan, proses penyidikan dapat di­laku­kan. Tindakan Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah bahwa
penyidikan yang dilanjutkan dengan pena­han­an diperlukan subyek pemerintahan daerah itu, dalam hal ini satuan
persetujuan tertulis dengan cara sebagai­mana dimaksud. pe­me­rintahan daerah kota dapat disebut sebagai subyek
Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan ini adalah (a) hu­kum yang tersendiri apabila satu pemerintahan daerah
tertangkap tangan melaku­kan tindak pidana kejahatan; kota itu dilihat sebagai satu kesatuan yang mencakup ja­
atau (b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang
39
Pasal 41 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae­rah (Lem­ 43
Pasal 43 ayat (4).
baran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No­mor 125, Tam­bahan Lembaran 44
Pasal 43 ayat (5).
Negara Republik Indo­nesia No. 4437). 45
Pasal 43 ayat (6).
40
Pasal 43 ayat (1). 46
Pasal 43 ayat (7).
41
Pasal 43 ayat (2). 47
Pasal 43 ayat (8).
42
Pasal 43 ayat (3). 48
Pasal 44 ayat (2).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
314 Pasca Reformasi Daerah 315
batan walikota sebagai kepala pemerintah daerah kota dan pu­nyai tugas:
DPRD kota. Jika walikota dan DPRD Kota disebut secara 1) membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pe­
sen­diri-sendiri, maka subyek hukum kelembagaan­nya ada­ me­rintahan daerah;
lah walikota dan DPRD kota itu masing-masing. 2) membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan
Karena itu, seperti juga di tingkat provinsi dan daerah kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti
kabupaten, di tingkat pemerintahan daerah kota terdapat laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat peng­
tiga subyek hukum yang masing-masing dapat disebut se­ba­ awasan, melaksanakan pemberdayaan perem­puan dan
gai lembaga negara yang tersendiri, yaitu (i) peme­rin­tah­an pemuda, serta mengupayakan pengem­bang­an dan pele-
daerah kota; (ii) walikota sebagai kepala peme­rin­tah daerah starian sosial budaya dan lingkung­an hidup;
kota; dan (iii) DPRD kota. Ketiganya dapat di­sebut sebagai 3) memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan peme­
lembaga daerah atau lembaga negara di daerah. rin­tahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah
provinsi;
2. Walikota 4) memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan peme­rin­
tahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa
Menurut ketentuan UU No. 32 Tahun 2004, wali­kota bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota;
ada­lah kepala daerah pemerintahan daerah kota. Se­ba­gai 5) memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala
kepala daerah, maka seperti yang juga ditentukan untuk dae­rah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah
gu­ber­nur dan bupati sebagai kepala daerah, maka tu­gas dan daerah;
wewenang walikota juga adalah:38 6) melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lain-
1) memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah ber­­ nya yang diberikan oleh kepala daerah; dan
dasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; 7) melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apa­
2) mengajukan rancangan Perda; bila kepala daerah berhalangan.
3) menetapkan Perda yang telah mendapat persetuju­an Menurut ketentuan Pasal 199 UU No. 32 Tahun 2004
bersama DPRD; ini, kawasan perkotaan dapat berbentuk:
4) menyusun dan mengajukan rancangan Perda ten­tang a. kota sebagai daerah otonom;
APBD kepada DPRD untuk dibahas dan di­tetap­kan ber­ b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri per­ko­
sama; taan;
5) mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah; c. bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan lang­­
6) mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, sung dan memiliki ciri perkotaan.
dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya Kawasan perkotaan yang berbentuk kota sebagai
sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan daerah otonom dikelola oleh pemerintah kota di bawah
7) melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan kepemimpinan walikota. Kawasan perkotaan yang meru­pa­
peraturan perundang-undangan. kan bagian dari daerah kabupaten yang memiliki ciri-ciri
Sedangkan wakil bupati, seperti juga wakil kepala 49
Pasal 51 ayat (2).
dae­rah lainnya, menurut ketentuan Pasal 26 ayat (1) mem­ 50
Pasal 50 ayat (1).
51
Pasal 50 ayat (2).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
316 Pasca Reformasi Daerah 317
perkotaan dikelola oleh daerah atau lembaga pengelola yang kerjanya kepada DPRD. Dalam melaksana­kan tugasnya,
42

dibentuk dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah panitia angket dapat memanggil, mende­ngar, dan memer-
kabupaten. Sedangkan kawasan perkotaan yang me­rupakan iksa seseorang yang dianggap mengeta­hui atau patut men-
bagian dari dua atau lebih daerah yang ber­ba­­tasan langsung getahui masalah yang sedang diselidiki ser­ta untuk meminta
dan memiliki ciri-ciri perkotaan, dalam hal penataan ruang menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan
dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola hal yang sedang diselidiki.43 Setiap orang yang dipanggil,
bersama oleh daerah-daerah yang ter­kait. didengar, dan diperiksa wajib meme­nu­hi panggilan pani-
Di kawasan perdesaan yang direncanakan dan di­ tia angket kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan
bangun menjadi kawasan perkotaan, pemerintah daerah per­undang-undangan.44 Dalam hal te­lah dipanggil dengan
yang bersangkutan dapat membentuk badan pengelola pem­­ patut secara berturut-turut tidak me­me­­­nuhi panggilan, pa-
bangunan. Dalam perencanaan, pelaksanaan pem­bangun­an, nitia angket dapat memanggil secara pak­sa dengan bantuan
dan pengelolaan kawasan perkotaan, peme­rin­tah daerah Kepolisian Negara Republik Indo­nesia sesuai dengan per-
mengikutsertakan masyarakat sebagai upa­ya pemberdayaan aturan perundang-undangan.45 Seluruh hasil kerja panitia
masyarakat. Ketentuan-ketentuan ter­se­but di atas, diatur angket tersebut bersifat raha­sia.46 Tata cara penggunaan
lebih lanjut dengan peraturan daerah dengan berpedoman hak interpelasi, hak ang­ket, dan hak menyatakan pendapat
pada Peraturan Pemerintah. diatur dalam Peraturan Ta­ta Tertib DPRD yang berpedoman
pada peraturan per­un­dang-undangan.47
3. DPRD Kota Menurut ketentuan Pasal 44 ayat (1), anggota DPRD
mempunyai hak untuk (a) mengajukan rancangan Perda;
Sesuai ketentuan Pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004, (b) mengajukan pertanyaan; (c) menyampaikan usul dan
DPRD, baik tingkat provinsi, kabupaten ataupun kota me­ pen­­­dapat; (d) memilih dan dipilih; (e) membela diri; (f)
ru­pakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan ber­ke­du­du­ imu­­nitas; (g) protokoler; dan (h) keuangan dan adminis­
kan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan dae­rah. tra­­tif. Kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan
DPRD ditentukan memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan anggota DPRD diatur dalam Peraturan Pemerintah.48 Alat
pengawasan.39 Hak-hak DPRD adalah (a) hak inter­pe­lasi, ke­lengkapan DPRD terdiri atas (a) pimpinan; (b) panitia mu­
(b) hak angket, dan (c) hak untuk menyatakan pen­dapat.40 sya­­warah; (c) panitia anggaran; (d) Badan Kehormat­an; dan
Pelaksanaan hak angket tersebut dilakukan sete­lah di­aju­kan (e) alat kelengkapan lain yang diperlukan. Pem­ben­­tukan,
hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a susunan, tugas, dan wewenang alat kelengkapan dimaksud
dan mendapatkan persetujuan dari Rapat Pari­­pur­­na DPRD diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dengan berpedo-
yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 da­ri jum­­lah anggota man pada peraturan perundang-undang­an. DPRD kota yang
DPRD dan putusan diambil dengan per­­se­­tujuan sekurang- beranggotakan 20 sampai dengan 35 orang membentuk tiga
kurangnya 2/3 dari jumlah ang­gota DPRD yang hadir.41 komisi, yang ber­anggota­kan le­bih dari 35 orang membentuk
Dalam menggunakan hak angket dibentuk panitia ang­­ 52
Pasal 50 ayat (3).
ket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD yang be­kerja 53
Pasal 50 ayat (4).
dalam waktu paling lama 60 hari telah menyam­pai­­­kan hasil 54
Pasal 50 ayat (5).
55
Pasal 50 ayat (6).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
318 Pasca Reformasi Daerah 319
empat komisi. 49
daerah itu dipimpin oleh Sekretaris Daerah. 57

Setiap anggota DPRD wajib berhimpun dalam frak­si.50 Sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
Jumlah anggota setiap fraksi sebagaimana dimak­sud pada (1) mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala
ayat (1) sekurang-kurangnya sama dengan jumlah komisi di dae­­rah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasi­
DPRD.51 Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pa­da ayat kan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.58 Dalam pe­
(1) dari satu partai politik yang tidak memenuhi syarat untuk lak­­sanaan tugas dan kewajibannya itu, sekretaris daerah
membentuk satu fraksi, wajib bergabung dengan fraksi yang bertanggung jawab kepada kepala daerah.59 Apabila sekre­
ada atau membentuk fraksi gabung­an.52 Fraksi yang ada wa- taris daerah berhalangan melaksanakan tugasnya, tu­gas
jib menerima anggota DPRD dari partai politik lain yang ti- sekretaris daerah dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk
dak memenuhi syarat untuk dapat membentuk satu fraksi.53 oleh kepala daerah.60
Dalam hal fraksi gabungan seba­gai­mana dimaksud pada ayat Menurut ketentuan Pasal 122, sekretaris daerah di­
(3) setelah dibentuk, kemu­dian tidak lagi memenuhi syarat angkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi per­sya­rat­
sebagai fraksi gabungan, seluruh anggota fraksi gabungan an. Sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tersebut wajib bergabung dengan fraksi dan/atau fraksi untuk provinsi diangkat dan diberhentikan oleh presiden
gabungan lain yang meme­nu­hi syarat.54 Parpol yang me- atas usul gubernur sesuai dengan peraturan perundang-un-
menuhi persyaratan untuk mem­bentuk fraksi hanya dapat dangan. Sekretaris daerah untuk kabu­paten/kota di­ang­kat
membentuk satu fraksi.55 Frak­si gabungan dapat dibentuk dan diberhentikan oleh gubernur atas usul bupati/wali­kota
oleh partai politik dengan sya­rat sebagaimana dimaksud sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekre­ta­ris
pada ayat (2) dan ayat (5).56 daerah karena kedudukannya sebagai pembina pe­ga­wai
negeri sipil di daerahnya.
E. Perangkat Daerah Di DPRD juga diadakan pula kesekretariatan ter­sen­
diri. Ditentukan oleh Pasal 123 bahwa Sekretariat DPRD
Ketentuan mengenai perangkat daerah baik untuk di­­pimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD itu di-
daerah pro­vinsi, kabupaten maupun kota, diatur dalam angkat dan diberhentikan oleh gubernur/bupati/wali­kota
Pasal 120 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan dengan persetujuan DPRD. Sekretaris DPRD itu mem­punyai
Daerah. Perang­kat daerah provinsi terdiri atas sekretariat tugas:
dae­rah, se­kre­tariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga tek­nis a. Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan
dae­rah, sedangkan perangkat daerah kabupaten/kota terdiri DPRD;
atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas dae­rah, lem­ b. menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;
baga teknis daerah, kecamatan, dan kelurah­an. Sekre­tariat
63
Pasal 124 ayat (3).
56
Pasal 50 ayat (7). 64
Pasal 125 ayat (1).
57
Pasal 121 ayat (1). 65
Pasal 125 ayat (2).
58
Pasal 121 ayat (2). 66
Pasal 125 ayat (3).
59
Pasal 121 ayat (3). 67
Pasal 126 ayat (1).
60
Pasal 121 ayat (4). 68
Pasal 126 ayat (2).
61
Pasal 124 ayat (1). 69
Pasal 126 ayat (3).
62
Pasal 124 ayat (2). 70
Pasal 126 ayat (4).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
320 Pasca Reformasi Daerah 321
c. mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota
d. menye­diakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah67.
diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsi­nya Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin
sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya mem­per­oleh
Selanjutnya, Pasal 123 ayat (4), (5) dan (6)-nya me­nen­ pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk
tukan bahwa sekretaris DPRD dalam menyediakan te­na­ga menangani sebagian urusan otonomi daerah.68 Selain tugas
ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d wa­­jib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) camat ju­ga menyeleng-
meminta pertimbangan pimpinan DPRD. Sekretaris DPRD garakan tugas umum pemerin­tah­an me­li­puti:69
dalam melaksanakan tugasnya secara teknis opera­sio­nal a. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masya­
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada pim­pin­an rakat;
DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada b. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ke­ten­­tram­
kepala daerah melalui sekretaris daerah. Susunan orga­nisasi an dan ketertiban umum;
sekretariat DPRD ditetapkan dalam peraturan daerah ber- c. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan per­atur­
pedoman pada Peraturan Pemerintah. an perundang-undangan;
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi d. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fa­si­
daerah.61 Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang di- litas pelayanan umum;
angkat dan diberhentikan oleh kepala daerah dari pegawai e. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pe­me­
negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris dae- rintahan di tingkat kecamatan;
rah.62 Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/ atau
daerah melalui sekretaris daerah.63 Lem­baga teknis daerah kelurahan;
merupakan unsur pendukung tu­gas kepala daerah dalam g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi
penyusunan dan pelaksanaan ke­bijakan daerah yang bersifat ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat di­
spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum lak­sa­na­kan pemerintahan desa atau kelurahan.
daerah.64 Badan, kantor atau rumah sakit umum daerah Camat sebagaimana dimaksud di atas diangkat oleh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala bu­pati/walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota
badan, kepala kantor, atau kepala rumah sakit umum daerah dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan tek­
yang diangkat oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil nis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan
yang memenuhi syarat atas usul sekretaris daerah.65 Kepala peraturan perundang-undangan.70 Dalam men­ja­­­lan­­kan
badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah sebagaimana tugas-tugasnya, camat dibantu oleh perangkat ke­camatan
dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada kepala dan bertanggung jawab kepada bupati/wali­ko­ta melalui
daerah melalui sekretaris daerah.66 sekretaris daerah kabupaten/kota71. Perang­kat kecamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ber­tanggung jawab
71
Pasal 126 ayat (5).
72
Pasal 126 ayat (6).
73
Pasal 126 ayat (7). 76
Pasal 200 ayat (3).
74
Pasal 200 ayat (1). 77
Pasal 201 ayat (1).
75
Pasal 200 ayat (2). 78
Pasal 201 ayat (2).
79
Pasal 203 ayat (1).
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
322 Pasca Reformasi Daerah 323
kepada camat . Pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut
72
suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa se­bagai­mana
di atas ditetapkan dengan peraturan bu­pati atau walikota dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagai ke­pala desa.80
dengan berpedoman pada Peraturan Pe­merintah73. Pemilihan kepala desa dalam kesatuan ma­sya­­rakat hukum
adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
F. Desa dan Pemerintahan Desa yang diakui keberadaannya berlaku ke­ten­tu­an hukum adat
setempat yang ditetapkan dalam Per­da dengan berpedoman
Menurut ketentuan Pasal 200 UU No. 32 Tahun 2004, pada Peraturan Pemerintah.81
dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk Masa jabatan kepala desa adalah enam tahun dan
pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan da­pat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan
badan permusyawaratan desa.74 Pembentukan, peng­hapus­ berikutnya.82 Urusan pemerintahan yang menjadi kewe­
an, dan/atau penggabungan desa dengan mem­perhatikan nangan desa mencakup:83
asal usulnya atas prakarsa masyarakat.75 Desa di kabu- a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak
paten/kota secara bertahap dapat diubah atau di­se­suaikan asal-usul desa;
statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan pra­­karsa b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan ka­
pemerintah desa bersama badan permusyawarat­an desa bu­paten/kota yang diserahkan pengaturannya ke­pa­da
yang ditetapkan dengan Perda.76 Pendanaan se­ba­gai akibat desa;
perubahan status desa menjadi kelurahan di­bebankan pada c. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah pro­
APBD kabupaten/kota.77 Dalam hal desa ber­ubah statusnya vinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota;
menjadi kelurahan, kekayaannya men­jadi kekayaan daerah d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan per­
dan dikelola oleh kelurahan yang ber­sangkutan78. undang-perundangan diserahkan kepada desa.
Menurut Pasal 202, pemerintah desa terdiri atas ke­ Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah pro­
pa­la desa dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari vinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota kepada desa
sekre­taris desa dan perangkat desa lainnya. Sekretaris desa di­sertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari pegawai sumber daya manusia.84 Tugas dan kewajiban kepala desa
negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala desa seb- dalam memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa
agaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) dipilih lang- diatur lebih lanjut dengan Perda berdasarkan Peraturan
sung oleh dan dari penduduk desa warga negara Repu­blik Pe­merintah.85 Selanjutnya, UU No. 32 Tahun 2004 meng­
Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemi­lihan­ atur pula mengenai badan permusyawaratan desa. Badan
nya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Per- permusyawaratan desa berfungsi menetap­kan peraturan
aturan Pemerintah.79 Calon kepala desa yang mem­per­­oleh desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat.86
80
Pasal 203 ayat (2). 86
Pasal 209.
81
Pasal 203 ayat (3). 87
Pasal 211 ayat (1).
82
Pasal 204. 88
Pasal 211 ayat (2).
83
Pasal 206.
84
Pasal 207.
85
Pasal 208.
Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Lembaga Negara Lembaga
324 Pasca Reformasi Daerah 325
Dalam Pasal 210 ditentukan bahwa anggota badan Belanja desa digunakan untuk mendanai penye­leng­­ga­ra­­an pemerintahan desa dan pemberdayaan

per­musyawaratan desa adalah wakil dari penduduk desa masya­rakat desa. Pengelolaan keuangan desa tersebut di­lakukan oleh kepala desa yang

bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan dituangkan dalam peraturan desa ten­tang anggaran pendapatan dan belanja desa. Pedoman

mufakat. Pimpinan badan permusyawaratan desa di­pi­lih penge­lolaan keuangan desa ditetapkan oleh bupati/wali­kota dengan berpedoman pada peraturan

dari dan oleh anggota badan permusyawaratan desa. Masa perundang-un­dang­an. Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa se­­suai dengan kebutuhan

jabatan anggota badan permusyawaratan desa ada­lah enam dan potensi desa. Badan usaha mi­lik desa dibentuk dan dijalanakan dengan berpedoman pada

tahun dan dapat dipilih lagi untuk satu kali masa ja­batan peraturan perundang-undang­an. Badan usaha milik desa tersebut dapat melakukan pinjaman

berikutnya. Syarat dan tata cara penetapan anggo­ta dan sesuai peraturan perundang-undangan.

pimpinan badan permusyawaratan desa diatur da­lam Perda


yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Lembaga-lembaga lain juga dapat dibentuk di desa-
desa, yaitu sebagai lembaga kemasyarakatan yang ditetap­
kan dengan peraturan desa, asalkan pembentukan­nya ber­
pe­doman pada peraturan perundang-undangan87. Lem­ba­­ga
kemasyarakatan dimaksud bertugas membantu pe­me­­rintah
desa dan merupakan mitra dalam member­daya­kan ma-
syarakat desa.88
Di samping itu, dalam UU No. 32 Tahun 2004 juga diatur mengenai keuangan desa pada

Pasal 212 dan Pasal 213. Keuangan desa itu adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai

dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat di­jadi­kan milik

desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban dimaksud menimbul­kan

pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa. Se­­dang­kan sumber-sumber pendapatan desa

tersebut ter­diri atas:

a. pendapatan asli desa;

b. bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabu­pa­ten/kota;

c. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/

kota;

d. bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pe­me­rintah kabupaten/kota;

e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.


Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara
326 Pasca Reformasi
6
...........................................................................
Pentingnya
Konsolidasi
Kelembagaan Negara

A. Liberalisasi Negara Kesejahteraan dan


Trend Perubahan Kelembagaan Negara

Sejak dasawarsa 70-an abad ke-20, muncul gelom­bang


liberalisasi politik, ekonomi dan kebudayaan besar-besaran
di seluruh penjuru dunia. Di bidang politik, muncul gerakan
demorkatisasi dan hak asasi manusia yang sangat kuat di
hampir seluruh dunia. Penggambaran yang menye­luruh
dan komprehensif mengenai hal ini dapat dibaca dalam
tu­lis­an Samuel Huntington dalam tulisannya Will More
Countries Become Democratic? (1984).1 Dalam tulisan ini,
Huntington menggambarkan adanya tiga ge­lom­bang be­sar
demokrasi sejak revolusi Amerika Serikat ta­hun 1776. Ge­
lombang pertama berlangsung sampai dengan tahun 1922
yang ditandai oleh peristiwa-peristiwa besar di Ame­rika
Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, dan Italia. Setelah itu,
gerakan demokratisasi mengalami backlash dengan mun-
culnya fasisme, totalitarianisme, dan stalinis­me ter­uta­ma
di Jerman (Hitler), Italia (Mussolini), dan Ru­sia (Sta­­lin),
dan Jepang.
Gelombang kedua terjadi sejak berakhirnya Perang
Du­nia Kedua, fasisme dan totalitarianisme berhasil di­han­
cur­­kan, pada saat yang sama muncul pula ge­lombang de­
1
Samuel P. Huntington, Political Science Quarterly, 1984, yang ditulis un­tuk
diterbitkan dalam David J. Goldsworthy (ed.), Development and Social Change
in Asia: Introductory Essays, Radio Australia-Monach Development Studies
Cen­tre, 1991.
Perkembangan dan Konsolidasi Pentingnya
Lembaga Negara Konsolidasi
328 Pasca Reformasi Kelembagaan Negara 329
kolonisasi besar-besaran, menumbang im­perialisme dan oleh keadaan untuk mengurangi campur tangannya da­lam
kolonialis­me. Karena itu, dikatakan bahwa Perang Dunia urusan-urusan bisnis. Sejak tahun 1970, terjadi gelom­bang
II berakhir bukan hanya dengan kemenang­an negara pe­me­­ privatisasi, deregulasi, dan debiro­kratisasi besar-besaran di
nangnya sendiri, melainkan dimenangkan oleh ide demokra- Inggris, di Perancis, di Jerman, di Jepang, dan di Amerika
si, baik di negara-negara pemenang Perang Dunia Kedua itu Serikat. Bahkan hampir semua negara di dunia dipaksa oleh
sendiri maupun di negara-negara yang kalah perang dan keadaan untuk mengadakan privatisasi ter­hadap berbagai
semua negara bekas jajahan di seluruh dunia, terutama di badan usaha yang sebelum­nya dimiliki dan dikelola oleh
benua Asia dan Afrika.2 Namun, gelombang ke­dua ini mulai negara.
terhambat laju perkembangannya sejak tahun 1958 dengan Di bidang kebudayaan, yang terjadi juga serupa den-
munculnya fenomena rezim bureau­cratic authoritarianism gan gelombang perubahan di bidang politik dan eko­nomi.
di mana-mana di seluruh dunia. Backlash kedua ini timbul Dengan semakin meningkatnya perkembangan tek­no­logi
karena dinamika internal yang ter­jadi di masing-masing transportasi, komunikasi, telekomunikasi, dan infor­masi,
negara yang baru merdeka yang me­merlukan konsolidasi dunia semakin berubah menjadi satu, dan se­mua aspek ke-
kekuasaan yang tersentralisasi dan terkonsentrasi di pusat- hidupan mengalami proses globalisasi. Cara ber­pi­kir umat
pusat kekuasaan negara. manusia dipaksa oleh keadaan mengarah kepa­da sistem nilai
Gejala otoritarianisme itu berlangsung beberapa yang serupa. Bahkan, dalam persoalan sele­ra musik, selera,
da­sa­­warsa, sebelum akhirnya ditembus oleh munculnya makanan, dan selera berpakaianpun ter­jadi proses peny-
ge­lom­­bang demokrasi ketiga, terutama sejak tahun 1974, eragaman dan hubungan saling pengaruh mempengaruhi
yai­tu dengan munculnya gelombang gerakan pro demo­kra­si antar negara. Sementara itu, se­bagai respons terhadap gejala
di Eropa Selatan seperti di Yunani, Spanyol, dan Por­tu­gal, penyeragaman itu, timbul pula feno­mea perlawanan budaya
dilanjutkan oleh negara-negara Amerika Latin seper­ti di dari berbagai tradisi lo­kal di setiap negara, sehingga muncul
Brazil dan Argentina. Gelombang ketiga ini ber­lang­sung gelombang yang saling bersitegang satu sama lain, antara
pula di Asia, seperti di Filipina, Korea Selatan, Thai­land, globalisasi versus lokali­sa­si, sehingga secara berseloroh
Burma, dan Indonesia. Terakhir, puncaknya gelom­bang melahirkan istilah baru yang dikenal dengan glokalisasi.
demokrasi melanda pula negara-negara Eropa Ti­mur dan Perubahan-perubahan itu, pada pokoknya, menun­
Uni Soviet yang kemudian berubah dari rezim ko­­munis tut respons yang lebih adaptif dari organisasi negara dan
menjadi demokrasi. pe­­merintahan. Semakin demokratis dan berorientasi pasar
Sementara itu, gelombang perubahan di bidang eko­ suatu negara, semakin organisasi negara itu harus mengu­
nomi juga berlangsung sangat cepat sejak tahun 1970-an. rangi perannya dan membatasi diri untuk tidak mencam­pu­ri
Penggambaran mengenai terjadinya Mega Trends sep- dinamika urusan masyarakat dan pasar yang mem­pu­nyai
erti yang ditulis oleh John Naisbitt dan Patricia Abur­de­ne mekanisme kerjanya sendiri. Dengan per­kataan lain, kon-
memperlihatkan dengan jelas bagaimana di seluruh dunia, sepsi negara kesejahteraan (welfare state) yang se­belumnya
negara-negara intervensionist di seluruh dunia di­paksa mengidealkan perluasan tanggung ja­wab ne­ga­ra ke dalam
urusan-urusan masyarakat dan pa­sar, pada masa kini ditun-
2
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konsti­tu­si dan Pelak­
sanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru-van Hoeve, Jakarta, 1994, hal.231-232. tut untuk melakukan liberalisasi dengan mengu­­rangi peran
3
Menurut Ian Gough, “The twentieth century, and in particular the period since
Perkembangan dan Konsolidasi Pentingnya
Lembaga Negara Konsolidasi
330 Pasca Reformasi Kelembagaan Negara 331
untuk menjamin efisiensi dan efek­tifitas pe­layanan umum negara-negara kesejahteraan itu di hampir seluruh dunia
yang lebih memenuhi harapan rakyat. mengalami inefisiensi.6 Di satu sisi, bentuknya terus ber­kem­
Jika dibandingkan dengan kecenderungan selama bang menjadi sangat besar, dan cara kerjanyapun men­jadi
abad ke-20, dan terutama sesudah Perang Dunia Kedua,3 sangat lamban dan sangat tidak efisien. Di pihak lain, ke-
ke­­tika gagasan welfare state atau negara kesejahteraan4 bebasan warga negara menjadi terkungkung dan ke­­takutan
se­­dang tumbuh sangat populer di dunia, hal ini jelas ber­to­ terus menghantui kehidupan warga negara. Se­men­tara itu,
lak belakang. Sebagai akibat kelemahan-kelemahan pa­ham karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
liberalisme dan kapitalisme klasik, pada abad ke-19 mun­­­cul dinamika kehidupan nasional, regional, dan internasional
paham sosialisme yang sangat populer dan me­la­hir­kan yang cenderung berubah sangat dina­mis, aneka aspirasi ke
doktrin welfare state sebagai reaksi terhadap doktrin arah perubahan meluas pula di se­tiap negara di dunia, baik
nachwachtaersstaat yang mendalilkan doktrin the best go­ di bidang ekonomi maupun poli­tik. Tuntutan aspirasi itu
vern­­ment is the least government. Dalam paham nega­ra pada pokoknya mengarah kepada aspirasi demokratisasi dan
kesejahteraan, adalah tanggungjawab sosial negara untuk pengurangan peranan ne­gara di semua bidang kehidupan,
mengurusi nasib orang miskin dan yang tak ber­punya. seperti yang tercermin dalam ge­lombang ketiga demokrati-
Ka­­re­na itu, negara dituntut berperan lebih men­cakup, se­ sasi yang digambarkan oleh Sa­muel P. Huntington tersebut
hingga format kelembagaan organisasi birokrasi­nya juga di atas.7
menjangkau kebutuhan yang lebih luas. Saking luasnya Dengan adanya tuntutan perkembangan yang demi­
bidang-bidang yang mesti ditangani oleh peme­rin­tah­an kian itu, negara modern dewasa ini seakan dituntut untuk
wel­fare state, maka dalam perkembangan­nya kemudian berpaling kembali ke doktrin lama seperti dalam paham
mun­cul sebutan intervensionist state.5 nach­wachtersstaat abad ke-18 dengan mengideal­kan prin­
Dalam bentuknya yang paling ekstrim muncul pula sip the best government is the least government.8 Tentu saja,
re­­zim negara-negara komunis pada kutub yang sangat ki­ negara modern sekarang tidak mungkin kem­bali ke masa
ri. Semua urusan ditangani sendiri oleh birokrasi negara lalu begitu saja. Dunia terus berkembang. Ja­rum jam tidak
se­hingga ruang kebebasan dalam kehidupan masyarakat mungkin kembali ke masa lalu. Namun demi­kian, meskipun
(ci­vil society) menjadi sangat sempit. Akibatnya, birokrasi negara modern sekarang tidak mung­kin lagi kembali ke
the Second World War, can fairly be described as the era of the welfare state”,
doktrin abad ke-18, keadaan obyektif yang harus dihadapi
The Political Economy of the Welfare State, The Macmillan Press, London and dewasa ini memang mengharuskan semua pemerintahan
Basingstoke, 1979, hal.1. negara-negara di dunia melakukan per­u­bah­an besar-besa-
4
Bung Hatta dalam sidang-sidang BPUPKI dalam rangka penyusun­an UUD 1945,
menyebut konsepsi negara kesejah­tera­an ini dengan istilah “negara pengurus”. ran terhadap format kelembagaan yang di­warisi dari masa
Lihat pen­jelasan umum tentang UUD 1945 dalam naskah UUD 1945 sebelum lalu. Perubahan dimaksud harus di­la­ku­kan untuk mer-
perubahan, Berita Repoeblik Tahun II No.7, Per­cetakan Repoeblik Inodnesia,
15 Febroeari 1946. Lihat juga Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, Sekretariat
spons kebutuhan nyata secara tepat. Se­mua negara modern
Negara Re­publik Indonesia, Jakarta, 1995. Bandingkan dengan RM.A.B. Kusu­ 7
Samuel P. Huntington, Political Science Quarterly, 1984, juga dalam David J.
ma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Ba­dan Penerbit Fakultas Hukum Goldsworthy (ed.), Development and Social Change in Asia: Introductory Essays,
Universitas Indonesia, 2004. op. cit., 1991.
5
Jimly Asshiddiqie, op. cit. 8
Miriam Budiardjo, op. cit., hal. 58.
6
Donald C. Hodges, The Bureaucratization of Socialism, The University of Mas- 9
Organization for Economic Cooperation and Development. Semula organisasi
sachussetts Press, 1981, hal. 177. ini berasal dari “The Organization for Euro­pean Economic Cooperation” yang.
Perkembangan dan Konsolidasi Pentingnya
Lembaga Negara Konsolidasi
332 Pasca Reformasi Kelembagaan Negara 333
sekarang ini tidak dapat lagi memper­tahan­kan format lama what it should neither do nor pay for;
kelembagaan negara dan birokrasi pe­me­rintahannya yang 3) downsizing the public service and the privatisation
makin dirasakan tidak efisien da­lam memenuhi tuntutan and corporatisation of activities;
aspirasi rakyat yang terus me­ning­kat. 4) consideration of more cost effective ways of deli­vering
Semua negara dituntut untuk mengadakan pemba­ services, such as contracting out, market mecha­
ru­­an di sektor birokrasi dan administrasi publik. Sebagai nisms, and users charges;
gambar­an, setelah masing-masing melakukan pembaruan 5) customer orientation, including explicit quality stan­
tersebut secara besar-besaran sejak dasawarsa 1970-an dards for public services;
dan 1980-an, hampir semua negara anggota Organization 6) benchmarking and measuring performance; and
for Economic Cooperation and Development (OECD),9 me­ 7) reforms designed to simplify regulation and reduce
ngem­bangkan kebijakan yang sama. Alice Rivlin,10 dalam its costs.
laporannya pada tahun 1996 ketika menjabat Direc­tor of the Menurut Laporan OECD yang dikemukakan oleh
U.S. Office of Management and Budget menyatakan bahwa Ali­ce Rivlin tersebut, untuk menghadapi tantangan eko­no­­
sebagian terbesar dari 24 negara11 anggota OECD sama- mi global dan ketidakpuasan warganegara yang tuntut­an
sama menghadapi tekanan funda­men­­tal untuk me­laku­kan kepentingannya terus meningkat, semua negara OECD di­
perubahan, yaitu karena faktor ekonomi global, ketidak- paksa oleh keadaan untuk melakukan serang­kaian agen­da
puasan warganegara, dan krisis fiskal. Dalam lapor­an itu, pembaruan yang bersifat sangat mendasar.
Alice Rivlin menyatakan bahwa respons yang di­beri­kan oleh Pertama, unit-unit pemerintahan harus mendesen­tra­­
hampir semua negara relatif sama, yaitu dengan melakukan lisasi­­­kan kewenangan dan devolusi pertanggung­jawaban
tujuh agenda sebagai be­ri­kut: ke lapisan pemerintahan yang lebih rendah; Ke­dua, semua
1) decentralisation of authority within governmental pemerintahan perlu mengadakan penilaian kem­bali menge-
units and devolution of responsibilities to lower levels nai (i) apa yang pemerintah harus dibiayai dan lakukan oleh
of government; pemerintah, (ii) apa yang harus dibiayai te­­ta­pi tidak perlu
2) a re-examination of what government should both do dilakukan sendiri, dan (iii) apa yang tidak per­lu dibiayai
and pay for, what it should pay for but not do, and sendiri dan sekaligus tidak perlu dilakukan sendiri; Ketiga,
dibentuk setelah Perang Dunia Kedua dengan maksud utamanya “to administer
semua pemerintah perlu memperkecil unit-unit organisasi
the Mar­shall Plan for the Reconstruction of Europe”. Setelah penan­datangan pelayanan umum, dan memprivatisasikan ser­ta mengkor-
konvensi di antara 20 negara ang­gota­nya pada tang­gal 14 Desember 1960, OEEC poratisasikan kegiatan-kegiatan yang se­belum­nya ditangani
tersebut berubah menjadi OECD. Lihat http://www.oecd.org/
10
David Osborne and Peter Plastrik, Banishing Bureaucracy: The Five Strategies
for Reinventing Government, A Plume Book, 1997, hal. 8. (1973), (xxvi) Polandia (1996), (xxvii) Por­tu­gal (1961), (xxviii) Republik Slowakia
11
Sekarang, jumlah negara anggota OECD ini sudah bertam­bah menjadi 30 (2000), (xxix) Spanyol, dan(xxx) Turki. Lihat http://www.oecd.org, dan http:
negara, yaitu: (i) Austria (1961), (ii) Belgia (1961), (iii) Yunani (1961), (iv) Den- //www.minagric.gr/en/agro_pol/OECD-EN-310804.htm
mark (1961), (v) Kanada (1961), (vi) Finlandia (1961), (vii) Perancis (1961), (viii) 12
Ibid.
Jer­man (1961), (ix) Norwegia (1961), (x) Belanda (1961), (xi) Hungaria (1996), 13
David Osborne and Ted Gaebler, Reinventing Government, William Bridges
(xii) Irlandia (1961), (xiii) Islandia (1961), (xiv) Luksemburg (1961), (xv) Swedia and Associaties, Addison Wesley Longman, 1992.
(1961), (xvi) Swiss (1961), (xvii) Inggris (1961), (xviii) Amerika Serikat (1961), (xix) 14
Misalnya baca David Osborne and Tedd Gaebler, Reinventing Government
Italia (1962), (xx) Je­pang (1962), (xxi) Australia (1971), (xxii) Meksiko (1994), William Bridges and Associaties, Addison Wesley Long­man, 1992; dan David
(xxiii) Republik Ceko (1995), (xxiv) Korea Selatan (1996), (xxv) Selandia Baru Osborne and Peter Plastrik, Banishing Bureaucracy, A Plume Book, 1997.
Perkembangan dan Konsolidasi Pentingnya
Lembaga Negara Konsolidasi
334 Pasca Reformasi Kelembagaan Negara 335
pemerintah. Keempat, semua peme­rin­tahan dianjurkan bah­­­wa bureaucracy has become obsolete. Untuk meng­a­tasi
untuk mengembangkan ke­bijak­an yang pelayanan yang lebih gejala the death of bureaucracy tersebut, baik di tingkat
cost-effective, seperti kon­trak out-sourcing, mekanisme pusat maupun di daerah di berbagai negara dibentuk ba­
percaya, dan biaya konsu­men (users charges); Kelima, nyak lembaga baru yang diharapkan dapat be­kerja lebih
semua pemerintahan ber­orientasi kepada konsumen, ter- efi­sien. Dalam studi yang dilakukan Gerry Sto­ker terhadap
masuk dalam mengem­bang­­kan pe­la­yan­an umum dengan pe­merintah lokal Inggris, misalnya, di­temu­kan kenyataan
kualitas yang pasti; Ke­enam, mela­ku­kan benchmarking dan bahwa:16
penilaian kinerja yang terukur; dan Ketujuh, mengadakan
reformasi atau pem­baruan yang didesain untuk menyeder- “Prior to the reorganisation in 1972-4, local
hanakan regulasi dan mengu­rangi biaya-biaya yang tidak authorities worked through a variety of joint
com­mittees and boards to achieve economies of
efisien12.
scale in service provision (for example in bus op­
Semua kebijakan tersebut penting dilakukan untuk eration); to undertake the joint management of a
mak­sud mengadakan apa yang oleh David Osborne dan shared facility (for example, a crematorium); or
Ted Gaebler disebut reinventing government.13 Buku ter­ to plan transport and land-use policies across a
akhir ini malah sangat terkenal di Indonesia. Sejak per­ta­ number of authorities (Flynn and Leach, 1984)17.
ma diterbitkan, langsung mendapat perhatian masyarakat Central government too created a number of
powerful single-purpose agencies including Re­
luas, termasuk di Indonesia. Bahkan sejak tahun 1990-an,
gional Hospital Boards (and later in 1974, Area
buku ini dijadikan standar dalam rangka pendidikan dan and Regional Health Authorities);”
pelatihan pejabat tinggi pemerintahan untuk men­du­du­k­i
jabatan eselon 3, eselon 2, dan bahkan eselon 1 yang di­­ Di Inggris, gejala perkembangan organisasi non-
selenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN). elected agencies ini telah muncul sejak sebelum diperkenal­
Ide pokoknya adalah untuk menyadarkan penentu ke­bijakan kannya kebijakan reorganisasi antara tahun 1972-1974.
mengenai bobroknya birokrasi negara yang di­wa­risi dari Pemerintahan lokal di Inggris sudah biasa bekerja dengan
masa lalu, dan memperkenalkan ke dalam dunia birokrasi menggunakan banyak ragam dan bentuk organisasi yang
itu sistem nilai dan kultur kerja yang lebih efi­­sien, seperti di­sebut joint committees, boards, dan sebagainya untuk
yang lazim dipraktekkan di dunia usaha dan di kalangan tujuan mencapai prinsip economies of scale dalam rangka
para enterpreneurs. pe­ningkatan pelayanan umum. Misalnya, dalam peng­
Mengiringi, melanjutkan, dan bahkan mendahului operasi­­an transportasi bus umum, dibentuk kelembagaan
bu­ku David Osborne dan Ted Gaebler ini bahkan banyak
Press, London, 1991, hal. 60-61.
la­gi buku-buku lain yang mengkritik kinerja birokrasi nega­ 17
N. Flynn, and S. Leach, Joint Boards and Joint Committees: An Evaluation,
ra modern yang dianggap tidak efisien.14 Misalnya, seorang University of Birmingham, Institute of Local Go­vern­­­ment Studies, 1984.
psikolog sosial, Warren G. Bennis, menggambar­kan dalam
18
Stephen P. Robbins, op.cit., hal. 322. Biasanya agencies yang dimaksudkan
disini disebut dengan istilah dewan (council), komisi (commission), komite
tu­lisan­nya “The Coming Death of Bureaucracy” (1966)15 (committee), badan (board), atau otorita (authority).
19
Gerry Stoker, op. cit., hal. 63.
15
Warren G. Bennis, “The Coming Death of Bureaucracy”, Think, Nov-Dec 1966, 20
R. Rhodes, Beyond Westminster and Whitehall: The Sub-Central Government
hal. 30-35. of Britain, Allen & Unwin, London, 1988.
16
Gerry Stoker, The Politics of Local Government, 2nd edition, The Macmillan 21
Gerry Stoker, op.cit., hal. 144.
22
Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Par­lemen Dalam Se­
Perkembangan dan Konsolidasi Pentingnya
Lembaga Negara Konsolidasi
336 Pasca Reformasi Kelembagaan Negara 337
ter­sendiri yang disebut board atau authority. Untuk maksud mulia seperti yang diuraikan di atas
Pemerintah Inggris menciptakan beraneka ragam di atas, di berbagai negara dibentuklah berbagai organisasi
lem­baga baru yang sangat kuat kekuasaannya dalam uru- atau lembaga yang disebut dengan rupa-rupa istilah sep-
san-urusan yang sangat spesifik. Misalnya, pada mulanya erti de­wan, komisi, badan, otorita, lembaga, agencies, dan
dibentuk Regional Hospital Board dan kemudian pada se­bagai­nya. Namun, dalam pengalaman di banyak negara,
tahun 1974 menjadi Area and Regional Health Authori­ tujuan yang mulia untuk efisiensi dan efektifitas pelayanan
ties. New Town Development Corporation juga dibentuk umum (public services) tidak selalu belangsung mulus ses-
untuk maksud menyukseskan program yang diharapkan uai dengan yang diharapkan. Karena itu, kita perlu be­lajar
akan menghubungkan kota-kota satelit di sekitar kota-kota dari kekurangan dan kelemahan yang dialami oleh ber­bagai
metoropolitan seperti London dan lain-lain. Demikian pula negara, sehingga kecenderungan untuk latah di negara-neg-
untuk program pembangunan pedesa­an, dibentuk pula ara sedang berkembang untuk meniru negara maju dalam
badan-badan otoritas yang khusus me­na­ngani Rural De­ melakukan pembaharuan di berbagai sektor publik dapat
velopment Agencies di daerah-daerah Mid-Wales dan the meminimalisasi potensi kegagalan yang tidak perlu.
Scottish Highlands. Bentuk-bentuk organisasi, dewan, badan, atau ko­misi-
Perkembangan yang terjadi di negara-negara lain komisi yang dibentuk itu, menurut Gerry Stoker da­­pat dibagi
ku­rang lebih juga sama dengan apa yang terjadi di Inggris. ke dalam enam tipe organisasi, yaitu:
Sebabnya ialah karena berbagai kesulitan ekonomi dan 1. Tipe pertama adalah organ yang bersifat central go­
ketidakstablan akibat terjadinya berbagai perubahan sosial vern­­ment’s arm’s length agency;
dan ekonomi memaksa banyak negara melakukan eks­pe­ 2. Tipe kedua, organ yang merupakan local authority
ri­­men­tasi kelembagaan (institutional experimen­tation) im­­plementation agency;
me­lalui berbagai bentuk organ pemerintahan yang dinilai 3. Tipe ketiga, organ atau institusi sebagai public/pri­vate
lebih efektif dan efisien, baik di tingkat nasional atau pusat partnership organisation;
maupun di tingkat daerah atau lokal. Perubahan-perubah­ 4. Tipe keempat, organ sebagai user-organisation.
an itu, terutama terjadi pada non-elected agencies yang 5. Tipe kelima, organ yang merupakan inter-govern­men­­
da­pat dilakukan secara lebih fleksibel dibandingkan dengan tal forum;
elected agencies seperti parlemen. Tujuannya tidak lain 6. Tipe Keenam, organ yang merupakan Joint Boards.
ada­lah untuk menerapkan prinsip efisiensi agar pe­layanan Menurut Gerry Stoker,19
umum (public services) dapat benar-benar efektif. Untuk
itu, birokrasi dituntut berubah menjadi slimming down “both central and local government have en­cou­
bureaucracies18 yang pada intinya diliberalisasikan se­de­mi­ ra­ged experimentation with non-elected forms of
government as a way encouraging the greater
kian rupa untuk memenuhi tuntutan per­kem­bangan di era
involvement of major private corporate sec­
liberalisme baru. tor companies, banks and building societies in
dealing with problems of urban and economic
B. Belajar dari Negara Lain akan diurai­kan lebih lanjut dalam buku ini jumlahnya le­bih banyak la­gi.
jarah, UI-Press, Jakarta, 1997. Dalam buku ini saya ha­nya menye­­butkan lebih
23
http://courses.unt.edu/chandler/SLIS5647/slides/cs4_02_ adminiReg/
dari 30-an indepen­dent a­gen­­cies di Amerika Serikat. Tetapi, sebenarnya, seper­ti sld008.htm, dan sld009.htm., 5/15/2005.
Perkembangan dan Konsolidasi Pentingnya
Lembaga Negara Konsolidasi
338 Pasca Reformasi Kelembagaan Negara 339
de­cline”. kementerian yang bersifat teritorial (terri­tori­al mi­nis­teries),
ataupun intermediate institutions. Organ-organ tersebut
Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah pada umumnya berfungsi sebagai a quasi govern­mental
(lokal) sama-sama terlibat dalam upaya eksperimentasi ke­­ world of appointed bodies, dan ber­sifat non depart­men­tal
lem­bagaan yang mendasar dengan aneka bentuk or­ga­ni­sasi agencies, single purpose authori­ties, dan mixed public-pri­
baru yang diharapkan lebih mendorong keter­libatan sektor vate institutions. Sifatnya quasi atau semi peme­rin­tahan,
swasta dalam mengambil tanggungjawab yang lebih besar dan diberi fungsi tunggal atau­pun kadang-kadang fungsi
dalam mengatasi persoalan ekonomi yang terus me­nu­run. campuran seperti di satu pihak sebagai peng­atur (regulator),
Masalah sosial, ekonomi dan budaya yang dihadapi juga tetapi juga meng­hukum seperti yudikatif yang dicampur
semakin kompleks, sehingga kita tidak dapat lagi hanya dengan legislatif.
mengandalkan bentuk-bentuk organisasi pe­me­rin­tah­an Di negara-negara demokrasi yang telah mapan, se­
yang konvensional untuk mengatasinya. per­ti di Amerika Serikat dan Perancis, pada tiga dasawarsa
Di tingkat pusat atau nasional, di berbagai negara di terakhir abad ke-20, juga banyak bertumbuhan lembaga-
dunia dewasa ini tumbuh cukup banyak variasi bentuk-ben- lembaga negara baru. Lembaga-lembaga baru tersebut biasa
tuk organ atau kelembagaan negara atau pemerintah­an yang disebut sebagai state auxiliary organs, atau auxiliary insti­
deconcentrated dan decentralized. R. Rhodes, dalam buku- tutions sebagai lembaga negara yang bersifat penun­jang. Di
nya, menyebut hal ini intermediate insti­tu­tions.20 Menurut antara lembaga-lembaga itu kadang-kadang ada juga yang
R. Rhodes, lembaga-lembaga seperti ini mem­­punyai tiga disebut sebagai self regulatory agencies, inde­pen­­dent su­
peran utama. pervisory bodies, atau lembaga-lembaga yang men­­jalankan
Pertama, lembaga-lembaga tersebut mengelola tugas fungsi campuran (mix-function) antara fung­si-fungsi regu-
yang diberikan pemerintah pusat dengan mengkoordinasi­ latif, administratif, dan fungsi peng­hu­kum­an yang biasanya
kan kegiatan-kegiatan berbagai lembaga lain (coordinate dipisahkan tetapi jus­tru dilaku­kan se­cara bersamaan oleh
the activities of the various other agencies). Misalnya, Re­­ lembaga-lembaga baru ter­se­but.
gio­nal Department of the Environment Offices melak­sa­na­ Dewasa ini, di Amerika Serikat, lembaga-lembaga in­­
kan program Housing Investment dan meng­koor­di­nasi­kan de­penden yang serupa itu di tingkat federal dengan fung­si
berbagai usaha real estate di wilayahnya. Kedua, melakukan yang bersifat regulatif dan pengawasan atau pemantau­an
pemantauan (monitoring) dan mem­fasilitasi pelak­sanaan (monitoring) lebih dari 30-an banyaknya. Misal­nya, di
berbagai kebijakan atau policies pemerintah pu­sat. Ketiga, Amerika Serikat, dikenal adanya Federal Trade Commis­
mewakili kepentingan daerah dalam ber­hadapan dengan sion (FTC), Federal Communication Com­mission (FCC),
pusat.21 dan banyak lagi, seperti yang saya uraikan dalam buku sa­ya
Dari contoh-contoh di atas, dapat dikemukakan bah­wa yaitu Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen da­lam
ragam bentuk organ pemerintahan mencakup struktur yang Sejarah (1997).22
sangat bervariasi, meliputi pemerintah pusat, kemen­terian- Semua lembaga-lembaga atau organ tersebut bukan
dan tidak dapat diperlakukan sebagai organisasi swasta
Yves Meny and Andrew Knapp, Government and Politics in Wes­­­tern Europe:
24

Britain, France, Italy, Germany, 3rd edition, Ox­­­ford University Press, 1998, hal. 281.
Perkembangan dan Konsolidasi Pentingnya
Lembaga Negara Konsolidasi
340 Pasca Reformasi Kelembagaan Negara 341
atau lembaga non-pemerintahan (Ornop) atau NGO’s dan kemudian pada tahun 1989 diubah lagi men­ja­di Conseil
(non-govermental organisations). Namun, keberadaan­ Superieur de l’Audiovisuel.
nya tidak berada dalam ranah cabang kekuasaan legislatif Di Inggris, seperti sudah diuraikan di atas, berbagai
(legislature), eksekutif, ataupun cabang kekuasaan ke­ha­ ko­­­mi­si yang bersifat independen dengan kewenangan re­gu­
kim­an (judiciary). Ada yang bersifat independen dan ada lasi (regulatory power) ataupun kewenangan kon­sul­ta­tif
pula yang semi atau quasi independen, sehingga biasa juga (consultative power) itu juga memainkan peran yang sangat
di­sebut “independent and quasi independent agencies, cor­ menentukan. Misalnya, the Monopolies and Mer­gers Com-
po­rations, committees, and commissions”23. mission, the Commission for Racial Equality dan the Ci­vil
Sebagian di antara para ahli tetap mengelompokkan Aviation Authority.
in­dependent agencies semacam ini dalam domain atau Di Italia, lembaga independen dengan kewenangan
ra­nah kekuasaan eksekutif. Akan tetapi, ada pula sarjana re­gulasi dan monitoring ini juga berkembang cukup me­nen­
yang mengelompokkannya secara tersendiri sebagai the tu­kan. Misalnya, CONSOB yang bertanggung ja­wab dalam
fourth branch of the government. Seperti dikatakan oleh rangka pemantauan terhadap kinerja Stock Ex­change, dan
Yves Meny dan Andrew Knapp24, Instituto per la Vigilanza sulle Assicurazioni Pri­­vate. Di
Jerman, juga ada banyak lembaga sejenis, se­per­­ti misalnya
“Regulatory and monitoring bodies are a new Bundeskartellamt yang bergerak di bidang com­mercial
type of autonomous administration which has mergers.25
been most widely developed in the United States
Di antaranya, ada pula lembaga-lembaga yang ha­nya
(where it is sometimes referred to as the ‘headless
fourth branch’ of the government). It takes the bersifat ad hoc atau tidak permanen. Badan-badan a­­tau
form of what are generally knownas Independent lembaga-lembaga yang bersifat ad hoc itu, betapa­pun,
Regulatory Commissions”. menurut John Alder, tetap dapat disebut memiliki alas­­­­an
pembenaran konstitusionalnya sendiri (consti­tu­tio­nal jus­
Di Perancis, lembaga-lembaga seperti ini juga ter­ca­tat tification). Menurutnya26,
cukup banyak. Misalnya, Commission des Operations de
Bourse, Commission Informatique et Libertes, Com­mission “Ad hoc bodies can equally be used as a method of
de la Communication des Documents Adminis­tratifs, dan dispersing power or as a method of concen­trating
power in the hands of central government nomi­
Haute Autorite de l’Audiovisuel yang kemudian menjadi
nees without the safeguard of parliamentary or
Commission Nationale de la Communication des Li­bertes democratic accountability. The extent of go­vern­
25
Ibid., hal. 280-282. mental control can be manipulated ac­cord­­ing to
26
John Alder and Peter English, Constitutional and Adminis­tra­tive Law, Mac- the particular circumstances.”
millan, London, 1989, hal. 225.
27
Sir Ivor Jennings, Cabinet Government, London, hal.76-76.
28
John Alder and Peter English, op.cit., hal. 225. Lembaga-lembaga negara yang bersifat ad hoc itu di
29
Yves Meny and Andrew Knapp, op.cit., hal. 280. Ing­geris, menurut Sir Ivor Jennings,27 biasanya diben­tuk
30
Stephen P. Robbins, op.cit., hal. 322. Biasanya agencies yang di­­maksud­kan
disini disebut dengan istilah dewan (council), komisi (com­mission), komite dalam setiap pasal atau pasal-pasal tanpa a­yat mulai dari Pasal 1 ayat (1) sampai
(committee), badan (board), atau oto­rita (authority). dengan Pasal II Atur­­an Tambahan. Jika setiap rumusan kalimat itu dalam ayat
31
Angka ini dapat kita peroleh dengan cara menghitung jum­lah rumusan ayat atau pasal itu dianggap sebagai rumusan satu kaedah da­sar atau norma dasar,
Perkembangan dan Konsolidasi Pentingnya
Lembaga Negara Konsolidasi
342 Pasca Reformasi Kelembagaan Negara 343
karena salah satu dari lima alasan utama (five main rea­­ Hukum Milik Negara (BHMN).
sons), yaitu: Karena demikian banyak jumlah dan ragam corak
1. The need to provide cultural or personal services sup­ lembaga-lembaga ini, oleh para sarjana biasa dibedakan
posedly free from the risk of political interference. an­tara sebutan agencies, institutions atau establishment,
Berkembangnya kebutuhan untuk menyediakan pe­la­ dan quango’s (quasi autonomous NGO’s). Dari segi tipe
yanan budaya atau pelayanan yang bersifat per­so­nal dan fungsi administrasinya, oleh Yves Meny dan Andrew
yang diidealkan bebas dari risiko campur tangan poli- Knapp, secara sederhana juga dibedakan adanya tiga tipe
tik, seperti misalnya the BBC (British Broad­casting uta­ma lembaga-lembaga pemerintahan yang bersifat khusus
Corporation); tersebut (three main types of specialized adminis­tration),
2. The desirability of non-political regulation of mar­ yaitu: (i) regulatory and monitoring bodies (ba­dan-badan
kets. Adanya keinginan untuk mengatur dinamika yang melakukan fungsi regulasi dan pemantau­an); (ii) those
pa­­sar yang sama sekali bersifat non-politik, seperti responsible for the management of public services (badan-
mi­­sal­nya Milk Marketing Boards; badan yang bertanggung jawab melaku­kan pengelolaan
3. The regulation of independent professions such as pelayanan umum); and (iii) those enga­ged in productive
me­­di­cine and the law. Keperluan mengatur profesi- activities (badan-badan yang terlibat da­lam kegiatan-keg-
pro­fesi yang bersifat independen seperti di bidang iatan produksi).29
hu­kum kedokteran; Dari pengalaman di berbagai negara, dapat diketahui
4. The provisions of technical services. Kebutuhan un­tuk bahwa semua bentuk organisasi, badan, dewan, komisi,
mengadakan aturan mengenai pelayanan-pela­yan­­an oto­rita, dan agencies yang dikemukakan di atas tumbuh
yang bersifat teknis (technical services) seperti antara begitu saja bagaikan cendawan di musim hujan. Ketika
lain dengan dibentuknya komisi, the Forestry Com- ide pembaruan kelembagaan diterima sebagai pendapat
mission; umum, maka dimana di semua lini dan semua bidang, orang
5. The creation of informal judicial machinery for set­ berusaha untuk menerapkan ide pembentukan lembaga
tling disputes. Terbentuknya berbagai institusi yang dan organisasi-organisasi baru itu dengan idealis­me, yaitu
berfungsi sebagai alat perlengkapan yang bersifat untuk modernisasi dan pembaruan menuju efi­sien­si dan
semi-judisial untuk menyelesaikan berbagai sengketa efektivitas pelayanan. Akan tetapi, yang menjadi masalah
di luar peradilan sebagai ‘alternative dispute reso­ ialah, proses pembentukan lembaga-lembaga baru itu tum-
lution’ (ADR). buh cepat tanpa didasarkan atas desain yang matang dan
Kelima alasan tersebut ditambah oleh John Alder komprehensif.
dengan alasan keenam, yaitu adanya ide bahwa public Timbulnya ide demi ide bersifat sangat reaktif, sek­
owner­­­ship of key sectors of the economy is desirable in it­ toral, dan bersifat dadakan, tetapi dibungkus oleh idealisme
self.28 Pemilikan oleh publik di bidang-bidang ekonomi atau dan heroisme yang tinggi. Ide pembaruan yang menyertai
sektor-sektor tertentu dianggap lebih tepat di­organi­sa­si­­kan pembentukan lembaga-lembaga baru itu pada umumnya
dalam wadah organisasi tersendiri, seperti yang ba­nyak
dikembangkan akhir-akhir ini, misalnya dengan ide Badan Sedangkan UUD 1945 setelah empat kali mengalami perubahan de­ngan Per­
maka naskah UUD 1945 sebelum Per­ubah­an Pertama berisi 71 butir ketentuan. ubahan Pertama sampai dengan Perubahan Keem­pat, terdiri atas 199 butir
Perkembangan dan Konsolidasi Pentingnya
Lembaga Negara Konsolidasi
344 Pasca Reformasi Kelembagaan Negara 345
didasarkan atas dorongan untuk mewujudkan idenya se­se­ negara maju tanpa kesiapan so­sial-budaya dan kerangka
gera mungkin karena adanya momentum politik yang lebih kelembagaan dari masyarakat­nya untuk menerapkan ide-
memberi kesempatan untuk dilakukannya demokrati­sasi di ide mulia yang datang dari du­­­nia lain itu.
segala bidang. Oleh karena itu, trend pembentukan lembaga- Perubahan-perubahan dalam bentuk perombakan
lembaga baru itu tumbuh bagaikan cendawan di musim men­dasar terhadap struktur kelembagaan negara dan biro­
hujan, sehingga jumlahnya banyak sekali, tanpa di­sertai krasi pemerintahan di semua lapisan dan di semua sek­tor,
oleh penciutan peran birokrasi yang besar. selama sepuluh tahun terakhir dapat dikatakan sangat luas
Upaya untuk melakukan slimming down bureau­ dan mendasar. Apalagi, dengan adanya per­ubahan UUD
cracies seperti yang dikemukakan oleh Stephen P. Rob­bins,30 1945, maka desain makro kerangka ke­lem­baga­an ne­ga­ra kita
belum lagi berhasil dilakukan, lembaga-lembaga baru yang juga harus ditata kembali sesuai dengan cetak biru yang dia-
demikian banyak malah sudah dibentuk dima­na-mana. Aki- manatkan oleh UUD 1945 hasil empat rang­kai­an perubahan
batnya, bukan efisiensi yang dihasilkan, me­lain­kan justru pertama dalam sejarah republik kita. Kalau dalam praktek,
menambah inefisiensi karena mening­kat­kan beban ang- kita mendapati bahwa ide-ide dan ran­­cangan-rancangan
garan negara dan menambah jumlah personil pemerintah perubahan kelembagaan datang be­gi­tu saja pada setiap
menjadi semakin banyak. Kadang-kadang ada pula lembaga waktu dan pada setiap sektor, maka dapat dikatakan bahwa
yang dibentuk dengan maksud hanya bersifat ad hoc untuk perombakan struktural yang se­dang terjadi berlangsung
masa waktu tertentu. Akan tetapi, karena banyak jumlahnya, tanpa desain yang menyeluruh, persis seperti pengalaman
sampai waktunya habis, lembaganya tidak atau belum juga yang terjadi di banyak negara lain yang justru terbukti tidak
dibubarkan, sementara para pengurusnya terus menerus menghasilkan efisiensi se­per­ti yang diharapkan. Karena itu,
digaji dari anggaran pendapatan dan belanja negara ataupun di masa transisi sejak tahun 1998, sebaiknya bangsa kita
anggaran pen­dapat­an dan belanja daerah. melakukan konsolidasi ke­lembagaan besar-besaran dalam
Dengan perkataan lain, pengalaman praktek di ba­ rangka menata kembali sistem kelembagaan negara kita
nyak negara menunjukkan bahwa tanpa adanya desain sesuai dengan amanat UUD 1945.
yang mencakup dan menyeluruh mengenai kebutuhan akan C. Reformasi dan Konsolidasi
pembentukan lembaga-lembaga negara tersebut, yang akan
dihasilkan bukanlah efisiensi, tetapi malah se­ma­­kin inefisien Seperti dikemukakan di atas, Indonesia telah meng­
dan mengacaukan fungsi-fungsi antar lembaga-lembaga alami per­­ubahan-perubahan struktural yang besar-besar­an
negara itu sendiri dalam mengefektif­kan dan mengefisien- dan men­dasar, terutama sejak reformasi dicetuskan pada
kan pelayanan umum (public ser­vi­ces). Apalagi, jika negara- tahun 1998. Sebelum tahun 1998, secara simbolis ada dua
negara yang sedang berkembang di­­pimpin oleh mereka hal yang tidak terbayangkan untuk dapat disentuh oleh ide
yang mengidap penyakit inferiority complex yang mudah per­ubahan, yaitu (i) perubahan dalam jabatan Pre­siden
kagum untuk meniru begitu saja apa yang dipraktekkan di Soe­harto dan (ii) perubahan terhadap Undang-Un­dang
Da­sar 1945 yang cenderung dikeramatkan. Kedua hal itu,
ketentuan. Bahkan dari 71 butir ke­ten­tuan yang asli, sekarang tinggal tersisa 25
butir keten­tuan saja yang masih tetap dipertahankan rumusannya se­­per­­ti bunyi
asli­nya. Sementara itu, 174 butir lainnya, sa­ma sekali me­ru­pakan ketentuan atau
kaidah hukum da­sar yang sama se­kali baru.
Perkembangan dan Konsolidasi Pentingnya
Lembaga Negara Konsolidasi
346 Pasca Reformasi Kelembagaan Negara 347
se­lama lebih dari 30 tahun terus bertahan di puncak pira­ pan itu dengan se­gala kelebihan dan kekurang­an yang sudah
mid kekuasaan, sehingga tanpa disadari te­lah menga­la­­mi berhasil di­se­pakati dalam perumusan UUD yang baru, yang
pro­ses sakralisasi alamiah, dan menyebab­kan kedua men­ja­ ke­mu­dian secara resmi diberi nama Un­dang-Undang Dasar
di simbol kesaktian dalam politik kekuasaan di Indo­nesia. Nega­ra Republik Indonesia Tahun 1945 itu.
Namun pada bulan Mei 1998, puncak kesaktian ke­kuasaan Memang dapat dikatakan tidak keliru bahwa Un­
Presiden Soeharto tumbang, dan dilanjutkan dengan di­te­ri­ dang-Undang Dasar yang baru itu tetap dipertahankan
ma dan disahkan­nya Perubahan Pertama UUD 1945 pa­da nama­­nya sebagai UUD NRI Tahun 1945. Pertama, Pem­
tanggal 18 Oktober 1999 yang menandai run­tuhnya ke­­dua bukaan UUD 1945 ini tetap tidak mengalami perubahan
simbol kesaktian kekuasaan Orde Baru, dan se­kali­gus bera- sama sekali, sehingga jiwanya sebagai konstitusi pro­kla­ma­
lihnya zaman me­nuju era baru, era re­for­­ma­si, de­mo­krasi, si masih tetap terpelihara sebagaimana jiwa yang di­warisi
dan konstitusi. Reformasi menuju de­mo­­krasi kon­stitusional dari the founding fathers and mothers Negara Re­pu­blik
(consti­tu­tional democracy) dan se­ka­li­gus ne­gara hukum Indonesia; Kedua, meskipun ketentuan yang la­ma hanya
yang demokratis berdasarkan UUD Negara Re­publik Indo- tersisa 25 butir saja dari 199 butir substansi se­luruh­­nya,
nesia Tahun 1945. atau hanya 25 butir saja dari 71 butir yang asli, te­tapi ke-25
Perubahan yang tercermin dalam Perubahan UUD butir ketentuan asli itu membuktikan bahwa UUD 1945 yang
1945 berlangsung sangat cepat dan dalam skala yang sangat ada sekarang memang bukanlah undang-undang dasar yang
luas dan mendasar. Perubahan UUD 1945 dari nas­kah­nya baru sama sekali; Ketiga, perubahan UUD 1945 disepekati
yang asli sebagai warisan zaman proklamasi tahun 1945 dilakukan dengan metode aman­de­men terpisah dari naskah
yang hanya berisi 71 butir kaedah hukum dasar, sekarang aslinya, yaitu seperti praktek yang diterapkan di Amerika
dalam waktu empat kali perubahan, telah berisi 199 butir Serikat. Karena itu, naskah un­dang-undang dasar yang dija-
kaedah hukum dasar.31 Perubahan-perubahan sub­stantif dikan standar atau pegangan dalam melakukan perubahan
itu menyangkut konsepsi yang sangat mendasar dan sangat konstitusi adalah nas­kah UUD 1945 versi Dekrit Presiden
luas jangkauannya, serta dilakukan dalam waktu yang relatif tanggal 5 Juli 1959, di mana antara lain, terdapat lampiran
sangat singkat, yaitu se­cara bertahap se­lama empat kali dan Penjelasan UUD 1945 yang biasa dikenal. Karena itu, yang
empat tahun, yaitu masing-masing Perubahan Pertama pada harus dianggap sebagai naskah resmi UUD NRI Tahun 1945
tahun 1999, Perubahan Kedua tahun 2000, Perubahan Ke- yang ada sekarang ini adalah naskah yang terdiri atas (i)
tiga tahun 2001, dan Perubahan Ke­empat tahun 2002. Tidak naskah UUD 1945 versi Dekrit 5 Juli 1959 dengan dilampiri
cukup waktu yang tersedia untuk perdebatan-perdebatan oleh (ii) naskah Perubahan Pertama UUD 1945 tahun 1999,
sub­stan­tif yang sangat men­dalam, karena momentum re­
formasi dirasakan tidak mung­kin akan kembali, jika agen­da
perubahan tidak sege­ra dituntaskan. Karena itu, per­ubahan
UUD 1945 itu di­tun­­taskan segera dalam waktu empat taha-
Perkembangan dan Konsolidasi Pentingnya
Lembaga Negara Konsolidasi
348 Pasca Reformasi Kelembagaan Negara 349
(iii) naskah Perubahan Kedua UUD 1945 tahun 2000, (iv) bersifat sektoral dan sepenggal-sepeng­gal. Jika perubahan
naskah Perubahan Ketiga UUD 1945 tahun 2001, dan (v) dilakukan tanpa desain, di­kuatir­kan bahwa perubahan yang
naskah Perubahan Keempat UUD 1945 tahun 2002. terjadi tidak akan meng­hasilkan kebaikan yang diharapkan.
Karena banyak, luas, dan mendasarnya perubahan Jika yang diharapkan adalah efisiensi dan efektivitas, sangat
sub­stantif kaedah-kaedah dasar yang terkandung dalam boleh jadi hasilnya jus­tru berkebalikan, yaitu inefisiensi
UUD NRI Tahun 1945 yang baru itu, maka akibatnya ter­ dan inefektivitas, se­perti juga contoh-contoh yang dapat
hadap sistem norma hukum terkandung dalam segenap dipelajari dari negara-ne­gara lain.
produk peraturan perundang-undangan Republik Indo­nesia Oleh karena itu, kata kunci (key word) yang dapat
tentulah bersifat besar-besaran pula. Oleh karena itu, tidak di­maju­kan dalam hal ini adalah konsolidasi dan penataan ke­
ada jalan lain bangsa kita, kecuali mengadakan peninjauan lembagaan secara menyeluruh. Bandingkanlah peta kon­di­si
ulang secara menyeluruh terhadap segenap sis­tem hukum kelembagaan negara dan kelembagaan pemerin­tah­­an, baik
nasional kita. Di samping itu, sesuai dengan obyek kajian di tingkat pusat maupun di daerah-daerah; ba­ik yang lama
buku ini, perubahan besar-besaran pada level undang-un- maupun yang baru; baik di bidang politik, eko­nomi, maupun
dang dasar tersebut juga berakibat sangat besar terhadap kebudayaan; pada aspek perencanaan, pelaksanaan, ataupun
skema dan format kelembagaan negara kita mulai dari pengawasan, pemantauan dan eva­lua­si. Periksalah kondisi
tingkat yang paling tinggi sampai ke tingkat yang paling internalnya masing-masing baik yang menyangkut sumber
rendah. Mulai dari MPR sebagai lembaga tertinggi negara daya manusia (personil), kondi­si keuangan dan aset atau
sampai ke bentuk pe­merintahan desa diharuskan mengalami kekayaan negara yang dikelola, sistem aturan yang berlaku
perubahan men­dasar menurut amanat UUD NRI Tahun di dalamnya serta perangkat-perangkat sistem administrasi
1945 kita yang baru. yang dijalankan, lalu ban­ding­kan tugas pokok dan fungsinya
Di samping itu, seperti telah digambarkan di atas, dengan hasil kerja dan kinerjanya dalam kenyataan, serta
dunia global dan praktek-praktek di hampir semua negara di perhitungkan nilai ke­gu­na­annya untuk kepentingan bangsa
dunia, juga sedang menghadapi gelombang perubahan yang dan negara dengan mem­bandingkannya dengan nilai dari
juga besar-besaran dalam skema dan format ke­lem­ba­gaan segala perangkat yang dimilikinya itu seperti jumlah per-
negara mereka masing-masing. Buku-buku ilmiah tentang sonil, nilai keuangan dan kekayaan negara yang dikelola,
perubahan demi perubahan itu tersaji sangat banyak untuk dan sebagainya. Lalu ban­ding­kan pula antara satu lembaga
dijadikan contoh bagi para penyusun dan penentu kebijakan dengan lembaga lain yang sejenis yang boleh jadi juga dide-
kelembagaan negara mengenai ke arah mana reformasi sain untuk mak­sud yang sama atau mirip dengan lembaga
kelembagaan negara kita hendak dibawa. Keduanya, yaitu yang ber­sang­kut­an.
perintah UUD dan tuntutan realitas per­kembangan zaman Apabila pertanyaan-pertanyaan ini dijawab dengan
sama-sama bersifat imperative, tetapi mengingat skala sek­sama, tentu akan diperoleh data yang sangat berguna
perubahan yang diharapkan sangat luas, menyeluruh, dan dalam rangka melakukan penataan dan konsolidasi ke­lem­­
mendasar, maka mau tidak mau di­per­lu­­kan suatu desain bagaan negara kita di masa transisi dewasa ini. Saya nama­­
makro yang sangat menyeluruh pula, un­tuk memandu kan transisi, karena tujuh tahun setelah reformasi be­lum
jalan bagi perumusan kebijakan-ke­bijakan reformasi yang cukup untuk menyelesaikan semua agenda per­baik­an yang
Perkembangan dan Konsolidasi Pentingnya
Lembaga Negara Konsolidasi
350 Pasca Reformasi Kelembagaan Negara 351
diperlukan. Jika kita melihat pengalaman ne­ga­­ra lain, di- BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pem­ba­ngun­­an) yang
perlukan sekitar 10-15 tahun untuk menata kem­­bali sistem berada di dalam struktur pemerintah dan berfungsi sebagai
kelembagaan negara sesuai dengan cetak bi­­ru yang dike- internal auditor bagi pemerintah, se­dang­­kan BPK berfungsi
hendaki oleh gerakan reformasi yang ber­skala besar seperti sebagai external auditor. Namun upa­ya konsolidasi ke arah
yang kita alami di tahun 1998. Misalnya, pada tingkat yang integrasi ataupun penataan kembali sebagian urusan dan
paling tinggi, untuk apa diadakan pim­pin­­an dan sekretariat sebagian struktur organisasi BPKP yang dewasa ini jauh
jenderal yang tersendiri untuk Majelis Permusyawaratan lebih besar daripada BPK be­lum juga dilakukan. Meskipun
Rakyat sebagaimana yang diatur da­lam Undang-Undang Ketua BPK sendiri sudah ber­kirim surat mengenai hal ini,
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan tetapi sampai sekarang tin­dak lanjutnya secara teknis belum
DPRD? Bukankah kewenangan MPR itu sebagai lembaga juga dilakukan se­ba­gai­­mana mestinya.
negara yang diatur dalam UUD 1945 hanya (i) mengubah Contoh lain yang dapat dipertimbangkan pula adalah
dan menetapkan UUD; (ii) (de­ngan syarat-syarat tertentu) keberadaan lembaga-lembaga dan dewan-dewan penasi­hat
memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden; (iii) presiden untuk urusan-urusan tertentu. Sampai seka­rang,
memilih presiden dan/atau wa­kil presiden untuk mengisi jika dihimpun, cukup banyak dewan, komisi, ataupun badan
lowongan jabatan presiden dan/atau wakil presiden; dan (iv) yang sudah dibentuk dengan fungsi yang bersifat advisory
mengadakan persidang­an untuk acara pengucapan sumpah terhadap presiden. Banyak juga di antaranya yang langsung
jabatan presiden dan wa­kil presiden. diketuai oleh presiden sendiri, sehingga dengan de­mikian,
Satu-satunya tugas MPR yang bersifat rutin adalah masukan yang diberikan secara langsung dapat dimanfaat-
me­nye­lenggarakan sidang untuk pelantikan presiden dan kan oleh presiden untuk diambil keputusan se­bagai­­mana
wa­kil presiden, yaitu dalam keadaan norma setiap lima mestinya. Misalnya, Dewan Pertahanan Na­si­o­nal, Dewan
ta­­hun sekali. Akan tetapi, forum sidang MPR untuk acara Antariksa Nasional, dan banyak lagi de­wan-dewan yang
pe­lantikan itu sendiri bersifat fakultatif, tidak mutlak. Jika diketuai langsung oleh presiden.
MPR tidak dapat bersidang, acara pelantikan presiden dan Dewan-dewan yang mempunyai fungsi penasihat atau
wakil presiden dapat pula dilakukan dalam rapat paripurna advisory terhadap menteri tidak pula kalah banyak­nya. Di
DPR-RI. Oleh karena itu, pimpinan MPR dapat saja di­rang­­ setiap departemen, ada saja dewan-dewan yang di­­bentuk
kap oleh pimpinan DPR dan pimpinan DPD, dan se­kre­­tariat untuk maksud memberikan nasihat dan per­tim­bang­an men-
jenderalnya pun dapat dirangkap atau di­ga­bung­kan dengan genai kebijakan sektor tertentu kepada men­teri. Misalnya,
sekretariat jenderal DPR atau sekretariat jen­de­ral DPD. di Departemen Pendidikan Nasional ada Dewan Perbukuan
Demikian pula dengan Badan Pemeriksa Keuangan Nasional. Di lingkungan kantor Men­ris­­tek ada Dewan Riset
yang menurut desain UUD 1945 yang baru haruslah meng­ Nasional, di lingkungan Departe­men Agama juga terdapat
a­lami perubahan mendasar, Di satu pihak, keduduk­an dan pula beberapa dewan penasihat. Kadang-kadang ada dewan
kewenangannya menjadi semakin besar dan kuat, di pihak yang dibentuk oleh menteri ter­dahulu, tidak dibubarkan
lain jangkauan tugasnya juga meluas sampai ke dae­rah- oleh menteri baru, tetapi fung­si­nya tidak berjalan sama
daerah di seluruh Indonesia. Karena itu, perlu di­ada­kan sekali sampai-sampai sesudah beberapa periode, ada pula
penataan kembali dalam hubungan antara BPK de­ngan lembaga pensihat yang hanya tinggal nama, tetapi secara
Perkembangan dan Konsolidasi Pentingnya
Lembaga Negara Konsolidasi
352 Pasca Reformasi Kelembagaan Negara 353
hukum surat-surat keputusan­nya masih berlaku. semakin gemuk dan ti­dak efisien. Banyaknya lembaga-lem-
Yang juga dapat dipersoalkan ialah apakah kegiatan baga tersebut yang pada umumnya bersifat auxiliary seperti
kur­sus kepemimpinan yang diselenggarakan oleh Lem­han­ yang diuraikan da­lam bab-bab terdahulu pada pokoknya
nas (Lembaga Ketahanan Nasio­nal) memang ti­dak dapat memberikan gam­baran bagaimana rumitnya upaya koor-
diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan dan pe­latihan dinasi dalam pe­laksanaan tugas lembaga-lembaga tersebut
kepemimpinan adminis­tra­si negara yang di­selenggarakan masing-masing.
oleh LAN (Lembaga Admi­nis­trasi Negara). Apakah seba- Oleh karena itu, sekali lagi, kata kuncinya adalah per­lu­
gian fungsi lainnya dari Lem­ha­nas memang tidak mungkin nya penataan dan konsolidasi kelembagaan yang segera dan
diintegrasikan dengan fung­si Dewan Pertahanan Nasional menyeluruh. Hal itu, tentu saja, tidak mungkin di­lakukan
(Dewan TANNAS) yang langsung diketuai oleh presiden. oleh satu dua lembaga atau satu dua pakar. Prakarsa untuk
Apakah BPPT (Ba­dan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) reformasi ke arah penataan dan konsoli­da­si kelembagaan itu
tidak mung­kin diintegrasikan dengan mengadakan refor- harus datang dari presiden sendiri dengan kepiawaian kepe-
masi terhadap LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) mimpinannya menggerakkan ro­da penataan dan konsolidasi
beserta pusat-pusat penilitian di hampir semua bidang ilmu kelembagaan itu secara luas, menye­luruh, dan mendasar. Di
penge­tahuan dan teknologi. Bagaimana pula dengan cara samping itu, karena luas dan mendasarnya permasalahan
kerja BAPPEPTI (Badan Pengawas Perdagangan berjangka yang dihadapi, perumus­an kebijakan mengenai soal ini
Komo­diti) yang berada di bawah menteri perdagangan den- haruslah bersifat partisi­pa­toris dengan melibatkan semua
gan BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) yang ber­ada institusi dan stake-holders yang terkait. Penataan dan
di bawah menteri keuangan, sehingga Bursa Komoditi dan konsolidasi tidak akan berjalan hanya karena ditentukan
Bursa Saham tunduk kepada rezim adminis­trasi yang ber- dari atas, melainkan ha­rus digerakkan dengan partisipasi
beda, meski­pun dalam praktek keduanya memerlukan pola dari bawah. Karena itu, selain (i) faktor kepemimpinan
pem­binaan yang mirip-mirip saja satu sa­ma lain. dan keteladanan, juga di­perlukan; (ii) upaya demokratisasi
Banyak lagi contoh-contoh lain yang dapat diberikan dan partisipasi dalam segenap upaya pembaruan birokrasi,
dan dirinci satu per satu mengenai hal ini. Akan tetapi, yang dan pembaruan kelembagaan; dengan (iii) dukungan pe-
penting dari contoh-contoh tersebut di atas adalah un­tuk nataan sistem aturan dan sistem administrasi penunjang
menggambarkan bahwa memang terdapat cukup ba­nyak in- yang diperlukan untuk itu; serta (iv) dukungan sarana
efisiensi dalam pola kelembagaan negara dan pe­merintahan dan prasarana yang mungkin. Dengan begitu, impian kita
kita dewasa ini. Hal ini bertambah lagi dengan tumbuh dan tentang agenda kon­solidasi dan penataan kembali sistem
berkembangnya sangat banyak lem­baga, badan, lembaga, kelembagaan negara dan pemerintahan kita dapat segera
komisi, dan dewan-dewan yang ba­ru yang dibentuk pada era dimulai dengan ter­ukur dan terjadwal dengan pasti.
reformasi dewasa ini. Bukan tidak mungkin di waktu-waktu
mendatang, bentuk-bentuk kelembagaan baru itu akan
muncul semakin banyak ba­nyak yang semuanya menambah
beban anggaran negara dan anggaran daerah, serta beban
personil yang membesar biro­krasi negara sehingga menjadi
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara
354 Pasca Reformasi
Daftar
Pustaka 355

Daftar Pustaka
...........................................................................
Buku-Buku

Alder, John, and English, Peter, Constitutional and Admin­


istrative Law, Macmillan, London, 1989.
Allen, Michael, and Thompson, Brian, Cases and Materi­
als on Constitutional and Administrative Law, 7th
edi­tion, Oxford University Press, 2003.
Alrasid, Harun, Pengisian Jabatan Presiden, Grafiti Pers,
Ja­karta, 2002.
Arifin, Firmansyah, dkk, Lembaga Negara dan Sengketa
Ke­wenangan antar Lembaga Negara, Sekretariat
Jenderal MKRI dan KRHN, Jakarta, 2005.
Asshiddiqie, Jimly Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam
Kon­sti­tusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar
Baru van Hoeve, Jakarta, 1994.
——————, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Par­tai
Politik, dan Mahkamah Konstitusi, Konstitusi Press,
Jakarta, 2005.
——————, Memorabilia Dewan Pertimbangan Agung,
Kon­sti­tusi Press, Jakarta, 2005.
——————, dkk (editor Refly Harun dkk), Menjaga De­nyut
Nadi Konstitusi: Refleksi Satu Tahun Mahka­mah
Konstitusi, Konstitusi Press, Jakarta, 2004.
——————, Model-Model Pengujian Konstitusional di Ber­
bagai Negara, Konstitusi Press, Jakarta, 2005.
——————, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parle­men
Dalam Sejarah, UI-Press, Jakarta, 1997.
——————, Sengketa Kewenangan Antarlembaga Ne­gara,
Konpress, Jakarta, 2005.
Bradley, A.W., and Ewing, K.D., Constitutional and Ad­mi­
nistrative Law, 13th edition, Longman, Pearson Edu­
cation, 2003.
Brittan, Arthur, The Privatised World, Routledge & Kegan
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Daftar
356 Pasca Reformasi Pustaka 357
Paul, London, Henley and Boston, 1977. and Russel, New York, 1973.
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Kusnardi, Moh., dan Saragih, Bintan, Ilmu Negara, edisi
Ja­karta, 1980. re­­vi­­si, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000.
Chirot, Daniel, (ed.), The Crisis of Leninism and the Decline Kusuma, RM. A.B., Lahirnya Undang-Undang Dasar
of the Left: The Revolution of 1989, University of 1945, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas
Washing­ton Press, Seattle and London, 1991. Indonesia, 2004.
C.S.T. Kansil dan Cristine S.T. Kansil, Kitab Undang-Un­ Leyland, Peter, and Woods, Terry, Textbook on Constitu­
dang Lembaga Hukum dan Politik, Perum Per­cetak­an tional and Administrative Law, Oxford University
Negara, Jakarta, 2004. Press, 2003.
——————, Pokok-Pokok Badan Hukum, Pustaka Sinar Logeman, J.H.A., Over de Theori van een Stellig Staats­recht,
Ha­­rap­an, Jakarta, 2002. terjemahan Makkatutu dan J.C. Pangkerego da­lam
David J. Goldsworthy (ed.), Development and Social Change bahasa Indonesia, Tentang Teori Suatu Hu­kum Tata
in Asia: Introductory Essays, Radio Aus­tralia-Mo- Negara Positif, 1975.
nach Development Studies Centre, 1991. Manan, Bagir, Lembaga Kepresidenan, FH-UII Press, Yogya­
de Montesquieu, Charles Louis de Secondat Baron de la Bre­ karta, 2003.
de et, lihat Lee Cameron McDonald, Western Po­li­ti­cal McDonald, Lee Cameron, Western Political Theory, Part I,
Theory, Part I, Pomona College, 1968. Pomona College, 1968.
Flynn, N., and Leach, S., Joint Boards and Joint Commit­ Naisbitt, John, and Aburdene, Patricia, Megatrends 2000,
tees: An Evaluation, University of Birmingham, In­sti­ Sid­wick and Jackson, London, 1990.
tute of Local Government Studies, 1984. Osborne, David, and Gaebler, Ted, Reinventing Govern­
Gough, Ian, The Political Economy of the Welfare State, The ment, William Bridges and Associaties, Addison
Macmillan Press, London and Basingstoke, 1979. Wesley Longman, 1992.
Hodges, Donald C., The Bureaucratization of Socialism, The Osborne, David, and Plastrik, Peter, Banishing Bureau­
University of Massachussetts Press, USA, 1981. cracy: The Five Strategies for Reinventing Govern­
Indonesia, Berita Repoeblik Tahun II No.7, Percetakan Re­ ment, A Plume Book, 1997.
poe­blik Indonesia, 15 Febroeari 1946. Phllips, O.Hood, Jackson, Paul, and Leopold, Patricia, Con­
—————­—­, Rancangan Perubahan Undang-Undang stitutional and Administrative Law, 8th edition, Sweet
Dasar 1945, Sekretariat Jenderal MPR-RI, Jakarta, & Maxwell, London, 2001.
2002. Rhodes, R., Beyond Westminster and Whitehall: The
—————­—­, Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, Sekretariat Sub-Central Government of Britain, Allen & Unwin,
Ne­gara Republik Indonesia, Jakarta, 1995. London, 1988.
—————­—­, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, Ridlo, R. Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hu­kum
Ba­lai Pustaka, 1994. Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wa­kaf,
Kartohadiprodjo, Soediman, Pengantar Tata Hukum di Penerbit Alumni, Bandung, 2001.
Indo­­nesia, Penerbit Pembangunan, Jakarta, 1965. Robbins, Stephen P., Organization Theory: Structure
Kelsen, Hans , General Theory of Law and State, Russel Designs and Applications, 3rd edition, Prentice Hall,
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Daftar
358 Pasca Reformasi Pustaka 359
New Jersey, 1990. http://en.wikipedia.org/wiki/IndependentAgencies_of_
Sitompul, DPM, Perkembangan Hukum Kepolisian di Indo­ theUnited_States_Govern-ment, 5/15/2005, page
nesia Tahun 1945-2004, Divisi Pembinaan Hu­kum 1-5 of 5
POLRI, Jakarta, 2005. http://www.infoctr.edu/fwl/fedweb.quasi.htm, p.1-2 of 2
Soeria Atmadja, Arifin P., Keuangan Publik Dalam Per­spek­ http://www.infoctr. edu/fwl/fedweb.comm.htm, p.1 of 1.
tif Hukum: Teori, Praktek, dan Kritik, Badan Pener­bit http://en.wikipedia.org/wiki/Independent_Agencies_of_
Universitas Indonesia, 2005. the_United_States_ Government, 5/15/2005, p. 1
Stoker, Gerry , The Politics of Local Government, 2nd edi­ of 3.
tion, The Macmillan Press, London, 1991. http://www.cato.org/pubs/regulation/reg19n3i.html,
Strong, C.F., Modern Political Constitutions: An Intro­duc­ 5/15/2005, p.1 of 6.
tion to the Comparative Study of their History and Ex­ http://em.wikipedia.org/wiki/Independent_Agencies_
isting Forms, Sidgwick and Jackson, London, 1973. of_the_United_States_ Government, 5/15/2005,
Termorshuizen, Marjanne, Kamus Hukum Belanda-Indo­ p.1of 3.
nesia, Djambatan, cet-2, Jakarta, 2002. http://em.wikipedia.org/wiki/Independent_Agencies_
Meny, Yves, and Knapp, Andrew Knapp, Government and of_the_United_States_ Government, 5/15/2005,
Poli­tics in Western Europe: Britain, France, Italy, p.1of 3.
Ger­many, 3rd edition, Ofxord University Press, 1998, http://em.wikipedia.org/wiki/Independent_Agencies_
hal.281. of_the_United_States_ Government, 5/15/2005, p.
Zoelva, Hamdan, Impeachment Presiden: Alasan Tindak 2 of 3.
Pi­da­na Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945, http://courses.unt.edu/chandler/SLIS5647/slides/
Konpress, Jakarta, 2005. cs4_02_adminiReg/sld008.htm, dan sld009.htm.,
5/15/2005.
http://caselaw.lp.findlaw.com/scripts/getcase.pl?navby=
Majalah CASE&court=US&vol=468&page=737)
http://en.wikipedia.org/wiki/Legal_standing
Warren G. Bennis, “The Coming Death of Bureaucracy”, http://www.oecd.org
Think, Nov-Dec. 1966. http://www.minagric.gr/en/agro_pol/OECD-EN-310804.
htm

Internet Peraturan Perundang-undangan

http://courses.unt.edu/chandler/SLIS5647/slides/ Undang-Undang No. 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ke­


cs4_02 _adminiReg/sld008.htm, dan sld009.htm., ten­tuan Pokok Kejaksaan (Lembaga Negara Ta­hun
5/15/2005. 1961 Nomor 254, Tambahan Lembaga Negara No­mor
http://www.infoctr.edu/fwl/fedweb.indep.htm, 5/15/2005, 2298).
page 1-4 of 4 Undang-Undang No. 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ke­
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Daftar
360 Pasca Reformasi Pustaka 361
tentuan Pokok Kearsipan (Lembaran Negara Ta­hun Lembaran Negara Nomor 4130).
1971 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara No­mor Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lem-
2964). baran Negara Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Lembaran Negara Nomor 4131).
(Lem­bar­an Negara Tahun 1991 Nomor 59, Tambah­an Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Re-
Lembaran Negara Nomor 3451). publik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2002 No-
Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan mor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4168).
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambah­an Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Lembaran Negara Nomor 3841). Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 3,
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran Tambahan Lembaran Negara Nomor 4169).
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambah­an Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Lembaran Negara Nomor 3493). Pencucian Uang (Lembaran Negara Tahun 2002 No-
Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian mor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4191).
Negara Republik Indonesia (Lembaga Negara Tahun Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindung­an
1997 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor Anak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109,
3710). Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235).
Undang-Undang No. 32 tahun 1997 tentang Perdagangan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pem-
berjangka Komoditi (Lembaran Negara Tahun 1997 berantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara
3720). No. 4250).
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 139, Tamba-
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33, Tambah­an han Lembaran Negara No. 4252).
Lembaran Negara Nomor 3817). Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomuni­ Umum Aanggota DPR, DPD, dan DPRD (Lembaran
kasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 164, Negara Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembar­an
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881). Negara Nomor 4277).
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga­
Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 No. 39, kerjaan (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279).
No. 3889). Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lem­ Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47,
bar­an Negara Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Tambahan Lembaran Negara No. 4286).
Lembaran Negara Nomor 3887). Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pen-
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lem­ didikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 No-
bar­an Negara Tahun 2001 Nomor 109, Tambahan mor 78, Tambahan Lembaran Negara No­mor 4301).
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Daftar
362 Pasca Reformasi Pustaka 363
Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Keputusan Presiden No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi
Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98, Ombudsman Nasional.
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316). Keputusan Presiden No. 72 Tahun 2001 tentang Komite
Undang-Undang No. 32 Tahun 2003 tentang Penyiaran Olahraga Nasional Indonesia.
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 147, Tam­bah­ Keputusan Presiden No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi
an Lembaran Negara Nomor 4342). Perlindungan Anak Indonesia.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbenda­ha­ra­ Keputusan Presiden No. 52 Tahun 2004 tentang Komisi
an Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Nasional Lanjut Usia.
Tambahan Lembaran Negara No. 4355). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terjemahan R.
Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Subekti dan Tjitrosoebono, Jakarta, 1982.
Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tam­ Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1994 tentang Lembaga
bah­an Lembaran Negara Nomor 4377). Sensor Film.
Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1995 tentang Komisi
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 67, Tam­bah­an Banding Paten.
Lembaran Negara Nomor 4401). Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2000 tentang Pencar-
Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yu- ian dan Pertolongan.
disial (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 89, Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2005 tentang Susu-
Tambahan Lembaran Negara No. 4415). nan Or­ganisasi, Tugas, dan Fungsi Komisi Banding
Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Ke- Merek.
benaran dan Rekonsiliasi (Lembaran Negara Ta­hun Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Penge-
2004 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Nomor lolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
4429). Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 072-073/
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah­an PUU-II/2004 (Berita Negara Republik Indonesia No.
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, 26, 1 April, 2005).
Tambahan Lembaran Negara Republik Indo­ne­sia No.
4437).
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Kasus-Kasus
Nasional Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor Nelsen v. King County, 895 F.2d 1248, 1250 (9th Cir. 1990),
4439). cert. denied, 112 S. Ct. 875 (1992).
Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 tentang Komisi Lujan v. Defenders of Wildlife, 112 S. Ct. 2130, 2136 (1992)
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. (Lujan).
Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi
Pengawas Persaingan Usaha.
Keputusan Presiden No. 15 Tahun 2000 tentang Komisi
Hukum Nasional.
Indeks 365
counter partner 234 Fiscus 38
Cristine S.T. Kansil 80, 81 FKB 183
Indeks Fockema Andreae 32,  79
........................................................................... D FPAN 183
A bikameral 139 Daerah Istimewa Yogyakarta FPD 183
bikameralisme 140 276 FPDIP 183
A. Brinz 70 Binder 70 FPDS 183
Daerah Otonomi Khusus Nan-
A.N. Houwing 70 Bomer Pasaribu 183 FPG 183
groe Aceh Darussalam
Abdurrahman Wahid Bung Hatta 64 FPKS 183
276
123,  178 bureaucratic authoritarian­ FPPP 183
Daerah Otonomi Khusus
actual existence 145 ism 328 Papua 276 G
Ad Hoc 29, 140 Burgerlijk Wetboek 79 David Osborne 334
advisory 170
dekolonisasi 327 general rules 291
Afrika 328 C Dekrit Presiden 126,  144 Gerry Stoker 4,  6,  335,  337
Agus Condro 183
C. van Vollenhoven 34 delegated regulation 217 gezamenlijke vermogens 71
Agus Purnomo 183
C.S.T. Kansil 80 delegation of authority 132 glokalisasi 329
algemeen bindend 84
C.W. Opzoomer 70 di praja 34 good conduct 187
Alice Rivlin 332,  333
Carl von Savigny 70 discourse 128 Goodnow 34
Amerika Serikat 327,  329
catur praja 34 distribution of power 146
Andrew Knapp H
causal-verband 283 doelver mogens theorie 72
9,  10,  12,  340,  343
checks and balances double-check 142 hak prerogatif 222
apostereori 166
36,  49,  50,  146 dwi-tunggal 129 Hans Kelsen
Arifin P. Soeria Atmadja
74,  79,  80, 82, 84,  89 Chief Executive 126 36,  37,  40,  82,  83
civil law 154
E
Arizona 290 head of government 126,  127
Asia 328 civil society 30,  31,  331 emosional politis 157 head of state 126,  127
auxiliary 13 co-legislator 140,  142 equality before the law 221 Hindia Belanda 302
auxiliary agency 142 code of ethics 65,  188,  241 Eropa Timur 328 Hitler 327
auxiliary organ 187 code of law 65,  187 ethical auditor 65 Holder 70
Azlaini Agus 183 commercial industry 12 ex officio 47 horizontal separation of
constitutional democracy extension 114 power 46
B 246,  346 external audit 197
constitutional imperative 150 external auditor 198,  199 I
B.J. Habibie 222 constitutional importance
Balkan Kaplale 183 F Ian Gough 2
24,  64,  104,  115,  235,  2
Baron de Montesquieu 35 Ida Bagus Nugroho 183
46,  247
Belanda 302 F. J. van der Heyden 70 Idham 183
constitutional lawyers 87
beleid 52,  108,  254 F.X. Soekarno 183 impeachment 148,  154
constitutional review 160
beleid-regels 291 fasisme 327 imperialisme 328
constitutional review of law
Berita Repoeblik 126 fatsoen 135 independent agencies 340
160
beschikking 19,  52,  194 FBPD 183 Inggris 4,  327,  329,  335,  33
consultative power 341
bevoegheid 90 financial audit 168 6,  341
corporate management 12
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara
366 Pasca Reformasi Indeks 367
internal law 76 L Mufid Busyairi 183 personne morale 82
international 19 Muhammadiyah 92,  93 persoon 131
interstate 19 L.C. Polano 71 Mussolini 327 Pitlo 78
intervensionis 3 Langemeyer 70 mutatis mutandis 282 policy maker 237
intervensionist state 330 law-applying function 37 political appointee 175
invensionis 3 law-creating function 37 N political representation 140
Italia 327,  341 Lee Cameron McDonald portfolio 177
34,  35 nachwachtersstaat 2,  330,
331 presidential policy 108, 254
J legal body 95 preventif 219
legal order 30,  36 Nahdlatul Ulama 92,  93
Jawa 303 Natabaya 32 primary legislator 300
legal review 160 profit oriented 13
Jepang 327,  329 legal standing 281,  282 natuurlijke persoon 69,  72
Jerman 327,  329,  341 networking 234 propriete collective 71
legal subject 69, 87 Provinsi Irian Jaya 282
John Alder 341,  343 legislature 9 New Hampshire 290
John Locke 34 New Jersey 290 Provinsi Sulawesi Barat 282
lembaga daerah 53 prudential 282
John Naisbitt 328 lembaga negara 53 nobble industry 12,  13
John S. Wilder 289 nomenklatur 133 public accountant 168
liberalisme 3 public services
joint session 146 Lukman Saifuddin 183 norm applying 30, 36
judges by profession 156 norm-creating 30, 36 28,  64,  86,  336,  337
judicial review 19 M Nursyahbani Katjasungkana Q
judicial review of law 160 183
judicial review of regulation M. Nasir Djamil 183 quango’s 10,  13, 85
160 main constitutional organ O quasi autonomous NGO’s 10
judicial review on the consti­ 142
main organs 42 ombudsman 64 R
tutionality of law 160 operasi militer 204
judicial review on the legality main state organ 114
Maiyasyak Johan 183 Oregon 290 R. Kranenburg 71
of regulation 160 original intent 111,  156 R. Rhodes 338
judiciary 9 Marcel Planiol 71
Margarito Khamis 137 otoritarianisme 328 Rapiuddin Hamarung 183
K market domain 30 Otto von Gierke 71 rechtsbetrekking 76
Mega Trends 328 rechtspersoon
kadin 88 P 70,  72,  75,  76,  78,  95
Megawati Soekarnoputri
Kansil 81,  89 151,  152, 153 P.A. Molengraaff 71 regeling 19,  52
kapitalisme 3 Mei 1998 222 parlemen dua kamar 140 regional representation 140
kepala negara 127 menselijk persoon 70,  72 Partai Demokrasi Indonesia regional representatives 142
kolonialisme 328 merit system 176 Perjuangan 151,  152 regulator 108,  237
Konstitusi Proklamasi 143 meritocracy 175 Saud Hasibuan 183 regulatory power 341
Konstitusi RIS 32 meritokratis 175 Patricia Aburdene 328 rule enforcing 162
konstitusionalitas rasio 157 Molengraaff 71 Paul Scholten 78 rule making 162
korpri 88,  89 Montesquieu 13, Perancis 303,  327,  329 rule of just law 197
30,  33,  34,  35,  42,  295 persona ficta 70 rule of law 186,  197,  200
mudhorat 134 personne juridique 82 rule of the games 161
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara
368 Pasca Reformasi
Rusia 327 trikameral parliament 152
trikameralisme 150
S triumvirat 99,  179,  180,  181
Saifullah Ma’shum 183 U
Saleh Adiwinata 32
Samuel Huntington 327 Uni Soviet 328
search and rescue 204 United Nations 128
secured from politics 175
separation of power 34,  146 V
Sir Ivor Jennings 342 von Savigny 71
Soeharto 222,  346
Soepomo 126 W
staatsorgaan 31
Stalin 327 Warren G. Bennis 4,  335
stalinisme 327 welfare state
Star Busmann 71 2,  64,  329,  330
stelselmatige arbeidsdeling welvaartsstaat 2
76 West Virginia 290
Stephen P. Robbins 6,  344 wewenang konstitusional 180
Sulawesi Selatan 282 Wikipedia 17
superbody 234 Wyoming 290
supporting system 194
Supreme Court 18 Y
Surakarta 302 Yahya Zaini 183
Yogyakarta 302
T Yudho Paripurno 183
Taman Siswa 92 Yusuf Supendi 183
Ted Gaebler 334 Yves Meny
tegen gesteld 195 9,  10,  12,  340,  343
teleconference 133,  134
terorisme 204 Z
Texas 288 Zainal Arifin 183
the guardian of the constitu­
tion 153
the ruling party 151
totalitarianisme 327
transfer of authority 133
trias politica 13, 33,  34,  36,
42
trigger mechanism 234
Tentang Penulis
...........................................................................

Nama Lengkap:
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

Alamat Rumah:
Jl. Widya Chandra III No. 7, Jakarta Selatan

Alamat Kantor:
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,
Jl. Medan Merdeka Barat No. 6-7, Jakarta Pusat
Telp/Fax. 021-3522087.

e-mail
jimly21@hotmail.com
jimly_asshiddiqie@yahoo.com
jimly@mahkamahkonstitusi.go.id


Pendidikan
1. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1982
(Sarjana Hukum).
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Tentang
370 Pasca Reformasi Penulis 371
2. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Ja­kar­ta, Pe­­kerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
1984 (Magister Hukum). In­donesia dalam rangka Perubahan Undang-Un­dang
3. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia Ja­kar­ Dasar 1945 (2001).
ta (1986-1990), dan Van Vollenhoven Institute, serta 8. Senior Scientist bidang Hukum BPP Teknologi, Ja­kar­ta,
Rechts-faculteit, Universiteit Leiden, program doctor 1990-1997.
by research dalam ilmu hukum (1990). 9. Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Re­pu­blik
4. Post-Graduate Summer Course, Harvard Law School, Indonesia, Jakarta, 1993-1998.
Cambridge, Massachussett, 1994. 10. Anggota Tim Pengkajian Reformasi Kebijakan Pen­di­
5. Dan berbagai short courses lain di dalam dan luar ne­ dikan Nasional Departemen Pendidikan dan Kebuday-
geri. aan, Jakarta, 1994-1997.
11. Asisten Wakil Presiden Republik Indonesia bidang
Pengabdian dalam Tugas Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan,
Jabatan Publik lainnya 1998-1999 (Asisten Wakil Presiden B.J. Habibie yang
1. Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia sejak kemudian menjadi Presiden RI sejak Presiden Soe­har­to
tahun 1981 sampai sekarang. Sejak tahun 1998 di­ang­ mengundurkan diri pada bulan Mei 1998).
kat sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara, dan se­jak 12. Diangkat dalam jabatan akademis Guru Besar dalam
16 Agustus 2003 berhenti sementara seba­gai Pe­ga­wai Il­mu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Uni­ver­sitas
Negeri Sipil (PNS) selama menduduki jabatan Ha­kim Indonesia, Jakarta, 1998.
Konstitusi, sehingga berubah status men­jadi Gu­ru Be- 13. Koordinator dan Penanggungjawab Program Pasca
sar Luar Biasa. Sarjana Bidang Ilmu Hukum dan Masalah Kene­gara­
2. Anggota Tim Ahli Dewan Perwakilan Rakyat Repu­blik an, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ja­kar­ta,
Indonesia, 1988-1993. 2000-2004.
3. Anggota Kelompok Kerja Dewan Pertahanan dan Ke­ 14. Anggota Senat Akademik Universitas Indonesia, 2001-
amanan Nasional (Wanhankamnas), 1985-1995. sekarang.
4. Sekretaris Dewan Penegakan Keamanan dan Sistem 15. Penasehat Ahli Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2002-
Hu­kum (DPKSH), 1999. 2003.
5. Ketua Bidang Hukum Tim Nasional Reformasi Na­ 16. Penasehat Ahli Menteri Perindustrian dan Per­dagang­an
sional Menuju Masyarakat Madani, 1998-1999, dan Republik Indonesia, 2002-2003.
Pe­nanggung jawab Panel Ahli Reformasi Konsti­tusi 17. Anggota tim ahli berbagai rancangan undang-undang di
(ber­sama Prof. Dr. Bagir Manan, SH), Sekretariat Ne­ bidang hukum dan politik, Departemen Dalam Negeri,
gara RI, Jakarta, 1998-1999. Departemen Kehakiman dan HAM, serta De­par­temen
6. Anggota Tim Nasional Indonesia Menghadapi Tan­tang­­­ Perindustrian dan Perdagangan, sejak ta­hun 1997-
an Globalisasi, 1996-1998. 2003.
7. Anggota Tim Ahli Panitia Ad Hoc I (PAH I), Badan 18. Pengajar pada berbagai Diklatpim Tingkat I dan Tingkat
II Lembaga Administrasi Negara (LAN) sejak tahun
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara Tentang
372 Pasca Reformasi Penulis 373
1997-sekarang. 78 Negara, Jakarta: PSHTN-FH-UI, 2003.
19. Pengajar pada kursus KSA dan KRA LEMHANNAS 12. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Ke­
(Lembaga Pertahanan dan Keamanan Nasional) sejak kuasa­an dalam UUD 1945, Yogyakarta: FH-UII-Press,
2002-sekarang. 2004.
20. Guru Besar Tidak Tetap pada Fakultas Hukum ber­ba­gai 13. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta:
Universitas Negeri dan Swasta di Jakarta, Yog­ya­­karta, MKRI-PSHTN FHUI, 2004.
Surabaya, dan Palembang. 14. Memorabilia Dewan Pertimbangan Agung Republik
Indo­nesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2004.
Publikasi Ilmiah: 15. Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, Ja­
1. Gagasan Kedaulatan dalam Konstitusi dan Pelaksa­ karta: Konstitusi Press, cetakan pertama, 2004 dan
naan­nya di Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoe­ cetakan kedua, 2005.
ve, 1994. 16. Model-model Pengujian Konstitusional di Berbagai
2. Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Negara, Jakarta: Konstitusi Press, cetakan pertama
Ang­kasa, 1995. dan cetakan kedua 2005.
3. Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen da­lam 17. Sengketa Kewenangan Konstitusional Antarlembaga
Sejarah, Jakarta: UI-Press, 1996. Negara, Jakarta: Konstitusi Press, 2005.
4. Agenda Pembangunan Hukum di Abad Globalisasi, 18. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, cetakan
Jakarta: Balai Pustaka, 1997. pertama 2004 dan cetakan kedua 2005.
5. Undang-Undang Dasar 1945: Konstitusi Negara 19. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakar­
Kesejahteraan dan Realitas Masa Depan, Jakarta: ta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahka­mah
Uni­versitas Indonesia, 1998. Konstitusi RI, 2005.
6. Reformasi B.J. Habibie: Aspek Sosial, Budaya dan 20. Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Poli­
Hukum, Bandung: Angkasa, 1999. tik, dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Sekretariat
7. Islam dan Kedaulatan Rakyat, Jakarta: Gema Insani Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,
Press, 1997. 2005.
8. Teori dan Aliran Penafsiran dalam Hukum Tata Ne­ 21. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta:
ga­ra, Jakarta: InHilco, 1998. Sekre­tariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
9. Pengantar Pemikiran Perubahan Undang-Undang Konstitusi RI, 2005.
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 22. Beberapa naskah buku yang sedang dipersiapkan, an-
1945, Jakarta: The Habibie Center, 2001. tara lain: (i) Peradilan Konstitusi di 10 Negara dan (ii)
10. Konsolidasi Naskah UUD 1945 Pasca Perubahan Ke­ Pengantar Hukum Tata Negara.
em­pat, Jakarta: PSHTN FHUI, 2002. 23. Ratusan makalah yang disampaikan dalam berbagai
11. Mahkamah Konstitusi: Kompilasi Ketentuan UUD, fo­rum seminar, lokakarya dan ceramah serta yang
UU, dan Peraturan tentang Mahkamah Konstitusi di dimuat dalam berbagai majalah dan jurnal ilmiah,
Perkembangan dan Konsolidasi
Lembaga Negara
374 Pasca Reformasi
ataupun dimuat dalam buku ontologi oleh penulis lain
berkenaan dengan berbagai topik.

Anda mungkin juga menyukai