Oleh,
Nadia Ramadani
20059078
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ETIKA PANCASILA” tepat
pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Pendidikan Pancasila.
Segala petunjuk, arahan dan bantuan dari berbagai pihak yang penulis terima dalam
menyusun makalah ini sangatlah besar artinya. Untuk itu, dalam kesempatan ini saya
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, saya berharap kritik dan saran dari pembaca demi sempurnanya makalah ini.
Demikian harapan saya semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Dan menambah
referensi yang baru sekaligus ilmu pengetahuan yang baru pula.
2
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………………..1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………....4
BAB II PEMBAHASAN…………….…………………………………………………………..5
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………..14
B. Saran………………………………………………………………………………....14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...15
3
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dari Pancasila Sebagai Sistem Etika?
2. Apakah yang dimaksud dengan Nilai, Norma dan Moral yang terdapat dalam etika?
3. Apa saja macam-macam etika tersebut?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu etika.
2. Untuk mengetahui aliran-aliran yang terdapat dalam etika.
3. Untuk mengetahui macam-macam etika.
4. Untuk mengetahui apa itu nilai, norma dan moral.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
1. Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk
berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika
deontologi tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk.
Kebaikan adalah ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi
kewajibannya. Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant
(1734-1804). Kan menolak akibat suatu tindakan tersebut karena akibat tadi tidak
menjamin universalitas dan konsistensi dalam bertindak dan menilai suatu
tindakan (Keraf, 2002: 9). Kewajiban moral sebagai manifestasi hukum
moraladalah sesuatu yang sudah tertanam dalam setiap diri pribadi manusia yang
bersifat universal.
Kewajiban moral untuk tidak melakukan korupsi, misalnya, merupakan
tindakan tanpa syarat yang harus dilakukan oleh setiap orang. Bukan karena hasil
atau adanya tujuan-tujuan tertentu yang akan diraih, namun karena secara moral
setiap orang sudah memahami bahwa korupsi adalah tindakan yang dinilai buruk
oleh siapapun. Etika deontologi menekankan bahwa kebijakan/tindakan harus
didasari oleh motivasi dan kemauan baik dari dalam diri, tanpa mengharapkan
pamrih apapun dari tindakan yang dilakukan (Kuswanjono, 2008: 7). Ukuran
kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras,
dan otonomi bebas.
2. Etika Teleologi
Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu
bahwa baik buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari
perbuatan itu. Jawaban yang diberikan oleh etika teologi bersifat situasional yaitu
memilih mana yang membawa akibat baik meskipun harus melanggar kewajiban,
nilai norma yang lain. Etika teleologi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
a. Egoisme etnis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
berakibat baik untuk pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan
mengejar kebahagiaan untuk dirinya dan dianggap salah atau buruk apabila
membiarkan dirinya sengsara dan dirugikan.
b. Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung
bagaimana akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila
mendatangkan kemanfaatan yang besar dan memberikan kemanfaatan bagi
banyak orang. Etika utilitarianisme lebih bersifat realistis,terbuka terhadap
beragam alternatif tindakan dan berorientasi pada kemanfaatan yang besar dan
yang menguntungkan banyak orang.
Ada enam kelemahan utilitarisme, yaitu :
1. Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyak berarti akan ada sebagian
masyarakat yang dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian
utilitarianisme membenarkan adanya ketidakadilan terutama terhadap
minoritas.
6
2. Dalam kenyataan praktis, masyarakat lebih melihat kemanfaatan itu dari
sisi yang kuantitas- materialistis, kurang memperhitungkan manfaat yang
non-material seperti kasih sayang, nama baik, hak dan lain-lain.
3. Karena kemanfaatan yang banyak diharapkan dari segi material yang tentu
terkait dengan masalah ekonomi, maka untuk atas nama ekonomi tersebut
hal-hal yang ideal seperti nasionalisme, martabat bangsa akan terabaikan,
misal atas nama memasukkan investor asing aset-aset negara dijual kepada
pihak asing, atau atas nama meningkatkan devisa negara pengiriman TKW
ditingkatkan. Hal yang menimbulkan problem besar adalah ketika
lingkungan dirusak atas nama untuk menyejahterakan masyarakat.
4. Kemanfaatan yang dipandang oleh etika utilitarianisme sering dilihat
dalam jangka pendek, tidak melihat akibat jangka panjang. Padahal, misal
dalam persoalan lingkungan, kebijakan yang dilakukan sekarang akan
memberikan dampak negatif pada masa yang akan datang.
5. Karena etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma,
tapi lebih pada orientasi hasil, maka tindakan yang melanggar nilai dan
norma atas nama kemanfaatan yang besar, misalnya perjudian/prostitusi,
dapat dibenarkan.
6. Etika utilitarianisme mengalami kesulitan menentukan mana yang lebih
diutamakan kemanfaatan yang besar namun dirasakan oleh sedikit
masyarakat atau kemanfaatan yang lebih banyak dirasakan banyak orang
meskipun kemanfaatannya kecil.
3. Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga
mendasarkan pada penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral
universal, tetapi pada pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.
Karakter moral ini dibangun dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik
yang dilakukan oleh para tokoh besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui
cerita, sejarah yang didalamnya mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati
dan ditiru oleh masyarakatnya. Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi didalam
masyarakat yang majemuk, maka tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga
7
beragam sehingga konsep keutamaan menjadi sangat beragam pula, dan keadaan
ini dikhawatirkan akan menimbulkan benturan sosial.
Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan
keteladanan tidak pada figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan
oleh tokoh itu sendiri, sehingga akan ditemukan prinsip-prinsip umum tentang
karakter bermoral itu seperti apa.
3. Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada
nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan
dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila
tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup
dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun
sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal yaitu dapat diterima oleh
siapapun dan kapanpun. Rumusan Pancasila yang otentik dimuat dalam Pembukan
UUD 1945 alinea keempat. Dalam penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh PPKI
ditegaskan bahwa “pokok- pokok pikiran yang termuat dalam Pembukaan (ada
empat, yaitu persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut kemanusiaan
yang adildan beradab) dijabarkan ke dalam pasal-pasal Batang Tubuh. Dan menurut
TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukum.
Hakikat Pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau
cinta kasih dimana sila tersebut melekat pada setiap insan, maka nilai-nilai Pancasila
identik dengan kodrat manusia. oleh sebab itu penyelenggaraan Negara yang
dilakukan oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan harkat dan martabat
manusia, terutama manusia yang tinggal di wilayah nusantara. Pancasila
merupakan hasil kompromi nasional dan pernyataan resmi bahwa bangsa
Indonesia menempatkan kedudukan setiap warga negara secara sama, tanpa
membedakan antara penganut agama mayoritas maupun minoritas. Selain itu juga
tidak membedakan unsur lain seperti gender, budaya, dan daerah. Nilai-nilai
Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas humanisme, karenanya
Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja.
Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang dapat di
implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung makna
bahwa Negara melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di
Indonesia) untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya. Tanpa
ada paksaan dari siapa pun untuk memeluk agama, bukan mendirikan suatu
agama. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.
Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama. Dan
bertoleransi dalam beragama, yakni saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
8
2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna bahwa
setiap warga Negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena
Indonesia berdasarkan atas Negara hukum. mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Menempatkan
manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Menjunjung tinggi
nilai kemanusiaan. Bertingkah laku sesuai dengan adab dan norma yang berlaku
di masyarakat.
3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh penduduk
yang mendiami seluruh pulau yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa
pernah membedakan suku, agama ras bahkan adat istiadat atau kebudayaan.
Penduduk Indonesia adalah satu yakni satu bangsa Indonesia. cinta terhadap
bangsa dan tanah air. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rela
berkorban demi bangsa dan negara. Menumbuhkan rasa senasib dan
sepenanggungan.
4. Sila Keempat: Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan
keputusan hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, bukan
hanya mementingkan segelintir golongan saja yang pada akhirnya hanya akan
menimbulkan anarkisme. tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Melakukan musyawarah, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat,
baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Mengutamakan kepentingan negara
dan masyarakat.
5. Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Mengandung
maksud bahwa setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan penghidupan
yang layak sesuai dengan amanat UUD 1945 dalam setiap lini kehidupan.
mengandung arti bersikap adil terhadap sesama, menghormati dan menghargai
hak-hak orang lain. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat. Seluruh
kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi kepentingan bersama menurut
potensi masing-masing. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk
perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai
secara merata. Penghidupan disini tidak hanya hak untuk hidup, akan tetapi juga
kesetaraan dalam hal mengenyam pendidikan. Apabila nilai-nilai yang terkandung
dalam butir-butir Pancasila di terapkan di dalam kehidupan sehari-hari maka tidak
akan ada lagi kita temukan di Negara kita yang namanya ketidak adilan,
terorisme, koruptor, serta kemiskinan. Karena di dalam Pancasila sudah tercemin
semua norma-norma yang menjadi dasar dan ideologi bangsa dan Negara.
Sehingga tercapailah cita-cita sang perumus Pancasila yaitu menjadikan Pancasila
menjadi jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan Negara.
9
4. Macam-Macam Etika
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan
kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia
disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat
hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak
yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri
sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-
norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23),
sebagai berikut:
1. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku
manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu
yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara
apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang
terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya.
Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau
tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu
memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan
seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh
manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika normatif
merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara
baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma
yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat
diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
1. Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus
membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
2. Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan
baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi tersebut
tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya
ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif
dan lebih bersifat sosiologik.
3. Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat
normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap
perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup
10
informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat
informatif, direktif dan reflektif.
b. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalahnilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai
dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki
formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai
instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-
hari maka itu akan menjadi norma moral.
Namun apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau
Negara, maka nilai instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijakan, atau
strategi yang bersumber pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa
nilai 7 instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar. Dalam
kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat
11
ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar yang merupakan penjabaran
Pancasila.
c. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental
dalam kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan
pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental.
Nilai berperan sebagai pedoman menentukan kehidupan setiap manusia.
Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu
keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.
2. Pengertian Norma
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral,
religi, dan sosial. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang
dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu norma dalam
perwujudannya norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan
norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi. Norma-
norma yang terdapat dalam masyarakat antara lain :
a. Norma agama, adalah ketentuan hidup masyarakat yang bersumber pada
agama.
b. Norma kesusilaan, adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati nurani,
moral atau filsafat hidup.
c. Norma hukum, adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan
bersumber pada UU suatu Negara tertentu.
d. Norma sosial, adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan antara
manusia dalam masyarakat
3. Pengertian Moral
Pengertian moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan,
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut
tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan,
kaidah-kaidah dan normanorma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai
dan bertindak secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap
tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-
prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan
terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
12
4. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Sebagaimana dijelaskan diatas, nilai adalah bersifat abstrak, seperti sebuah ide,
dalam arti tidak dapat ditangkap melalui indra, yang dapat ditangkap adalah objek
yang memiliki nilai. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan.
Agar nilai tersebut lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia,
maka perlu dikonkritkan menjadi lebih objektif. Maka wujud yang lebih konkrit dari
nilai tersebut adalah merupakan suatu norma.
Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Makna
moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan
tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma
sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
Hubungan antara moral dan etika memang sangat erat sekali dan kadangkala
kedua hal tersebut disamakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut
memiliki perbedaan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana
dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus
mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral
(Suseno, 1987).
Hubungan antara nilai, norma, moral dan etika memang sangat erat sekali dan
kadangkala hal tersebut disamakan begitu saja. Namun sebenarnya hal tersebut memiliki
perbedaan.
Kesimpulannya sebagai berikut pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika
adalah Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di
negara ini. Di setiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika
disetiap tingkah laku kita. Seperti yang tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu
“Kemanusian yang adil dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran
pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan menjiwai
butir-butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang berlaku dalam
masyarakat maupun bangsa dan negara.
B. Saran
Hubungan nilai dengan norma adalah nilai mendasari terbentuknya pola perilaku.
Pola perilaku akan bisa terwujud sesuai dengan yang kita inginkan apabila terdapat
kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan yang mendorong dan mengarahkan untuk
mewujudkan pola perilaku itu menjadi perbuatan atau tindakan konkret.
Dalam bersosialisasi kita juga harus menerapkan aturan pancasila sebagai sistem
etika, dengan norma-norma dan ketentuan yang telah ada.
Semoga dengan ditulisnya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Serta
dapat mengetahui tentang informasi Pancasila Sebagai Sistem Etika.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://cahyanirahmatika.blogspot.com/2017/07/makalah-etika-pancasila.html
http://sucirahmawati13.blogspot.com/2014/09/makalah-etika-pancasila.html
15