Anda di halaman 1dari 2

Psikologi sebagai seni

Menurut George Simon, seorang psikolog asal Amerika Serikat, psikologi itu adalah sebuah
seni (Stojo, 2011). Berdasarkan pengalamannya ia berpendapat bahwa hal tersulit dalam
berprofesi sebagai psikolog adalah tidak melakukan tindakan yang merugikan klien. Simon
juga mengatakan bahwa seorang psikolog memerlukan berbagai cara dalam berpraktik agar
berbagai metode dan teknik yang diterapkan bermanfaat, sehingga dapat menjaga
kesejahteraan klien. Untuk menerapkan hal tersebut dalam berpraktik sebagai seorang
praktisi psikologi dibutuhkannya berbagai ‘seni’ dalam berpraktik. Oleh karena itu, Simon
meyakini bahwa psikologi pada dasarnya adalah sebuah seni.

Di Indonesia dengan keberagaman budaya yang ada, pendapat dari Simon sangatlah relevan.
Simon mengatakan bahwa praktik psikologi tidak hanya implementasi dari teori secara ilmiah
saja tetapi juga membutuhkan professional experience, manner of delivery, empathic
intuition, dan judgment (dalam Sutojo, 2011). Multikultural yang dimiliki Indonesia
menuntut seorang psikolog harus mampu memahami dan berempati kepada klien dengan
latar belakang budaya yang berbeda-beda. Maka dari itu agar dapat membantu klien, seorang
psikolog diharapkan tidak memiliki praduga dan stereotip pada etnis tertentu berdasarkan
pengalaman yang dialami. Praduga dan stereotip ini dapat membuat ilmu pengetahuan yang
dimiliki psikolog menjadi tidak berdaya guna.

Selain itu, seorang psikolog dituntut memiliki kondisi kejiwaan yang bersih atau dalam artian
telah sembuh/selesai dengan luka batin yang ada (Sutojo, 2011). Karena ketika seorang
psikolog belum selesai dengan luka batinnya, maka akan dapat mempengaruhi kesubjektifitas
seorang psikolog dalam melakukan pelayanan psikologis.

Pendapat lain mengatakan bahwa hard-sciences (kimia, fisika, dan biologi) selalu dianggap
lebih unggul dari soft-sciences (ilmu sosial seperti psikologi). Namun menurut Wilson
(2012), dalam bidang psikologi untuk menentukan mengapa dan bagaimana individu
melakukan sesuatu masih belum dapat terjawab walaupun menggunakan pengukuran yang
terencana dan matang sekalipun, karena perilaku manusia adalah suatu hal yang kompleks.

Pandangan para ahli terkait hal ini juga terus berlanjut. Menurut Jogalekar (2013), ilmu yang
diperdebatkan oleh ahli lainnya ini berguna untuk kepentingan orang banyak. Sehingga ia
pun mengakui bahwa psikologi dibutuhkan oleh masyarakat. Toeti Heraty (dalam Sutoj0,
2011) juga mengatakan bahwa peran psikolog dibutuhkan ketika individu terjebak dalam
sebuah budaya yang disfungsional dan ketidaksesuaian dengan nilai yang dianut.

Kedudukan psikologi sebagai seni dapat dilihat melalui gelar yang beragam di perguruan
tinggi pada pendidikan psikologi. Terkhususnya di Amerika Serikat dan Eropa memberikan
gelar yang beragam kepada lulusan strata-1 psikologi seperti Bachelor of Science (B.Sc) dan
gelar Bachelor of Arts (B.A). Sama halnya dengan strata-2 psikologi seperti Master of Arts
(M.A.), Master of Sciences (M.Sc.), dan ada juga yang menyebutkan bidangnya secara
langsung seperti Master in Clinical Psychology, dan lainnya (Sutojo, 2012). Keberagaman ini
menunjukkan bahwa kedudukan ilmu psikologi masih sulit dipastikan antara keduanya, tetapi
psikologi juga dapat disebut sebagai seni.

Psikologi adalah ilmu dan seni

Setelah uraian penjelasan sebelumnya tentang psikologi sebagai ilmu atau seni dapat
disimpulkan bahwa psikologi tidak dapat lepas dari keduanya. Seorang praktisi psikologi
dituntut untuk mampu memiliki keseimbangan antara ilmu dan seni dalam mengangani
kliennya. Dalam ilmu psikologi terdapat pengetahuan, konsep, teori, dan falsafah dalam
memahami manusia. Dilain hal, juga dibutuhkan kepekaan dan keterampilan dalam
melakukan observasi dan wawancara, kemampuan diagnostik, dan kemampuan
menginterpretasi yang baik. Seorang psikolog harus mengikuti teori ilmiah yang berlaku,
memiliki patokan dalam mengolah fakta dan data serta melakukan pengukuran ilmiah,
sementara dalam menerapkan hal tersebut dibutuhkan seni untuk mempertimbangkan rasa
dan hati nurani, pandai membaca fenomena, mampu mengalami, dan berempati. Oleh karena
itu, psikolog harus berhati-hati dalam melakukan intervensi terhadap klien serta mampu
membangun rapport agar membuat klien nyaman.

Dengan demikian psikologi sebagai ilmu berarti potensi dan kompetensi, dan kemampuan
kognitif yang baik dalam berpikir secara ilmiah. Sementara itu, psikologi sebagai seni atau
dari sisi praktiknya berarti kepekaan dalam mengenal serta memahami bagaimana suatu
perilaku dapat terbentuk.

Anda mungkin juga menyukai