Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA
PERCOBAAN V
DAYA PENYERAPAN AIR ZAT PADAT DENGAN ALAT ENSLIN

Nama : Wahyu Azizah


Nim : 2001086
Tanggal Praktikum :6 Juni 2021
Jam Praktikum : 14.00 – 17.00
Grup : Grup B2
Dosen : Dr. Gressy Novita, M.Farm, Apt

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2021
A. Tujuan Praktikum
Mengetahui daya penyerapan air dari beberapa bahan pembantu dengan
menggunakan alat enslin yang telah dimodifikasi.
B. Tinjauan Pustaka
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat
yaitu bentuk tablet, kapsul dan salep (Martin,1993)
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam
cairan pada tempat absorpsi. Dalam hal ini dimana kelarutan suatu obat
tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan
dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses
melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1989).
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat atau
jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu,
laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggunpannya
menembeus pembatas membrane. Tetapi, jika disolusi untuk suatu partikel
obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis
yang diberikan, proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang
menentukan laju dalam proses absorbsi (Ansel, 1989)
Penentuan kecepatan pelarutan suatu zat dapat dilakukan dengan metode:
(Effendi, 2005)
a. Metode suspensi

Bubuk zatpadat ditambahkan pada pelarut tanpa pengontrolan


yang eksak terhadap luas pemukaan partikelnya. Sample diambil pada
waktu-waktu tertentu dan jumlah zat yang terlarut ditentukan dengan
cara yang sesuai.
b. Metode permukaan konstan

Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya,


sehingga variable perbedaan luas permukaan efektif dapat dihilangkan.
Biasanya zat dibuat tablet terlebih dahulu. Kemudian sampel
ditentukan seperti pada metode suspensi.
Kecepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan
padat, koefisien difusi, serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi
pada waktu t. Kecepatan pelarutan ini juga berbanding terbalik dengan tebal
lapisan difusi. Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi
oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif
ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana
pelepasan zat aktif ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media
sekelilingnya (Tjay, 2002).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan
dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan
secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai
partikel-partikel obat larut dalam cairan  pada suatu tempat dalam saluran
lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah
medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut
dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut
disolusi (Ansel, 1985).
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya
ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya.
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan biasanya ditenmtukan oleh kecepatan
melarutnya dalam media sekelilingnya (Amir, 2007).
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang
menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan
menyeluruh ke pelarut dari permukaan padat. Teori disolusi yang umum
adalah: (Amir, 2007).
1. Teori film (model difusi lapisan)
2. Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)
3. Teori Solvasi terbatas/Inerfisial

Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu


bentuk sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu
sendiri. Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya
didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah
kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang
dibakukan  (Shargel, 1988).
Tes  kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa
kecepatan zat aktif dari satu tablet atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal
ini perlu diketahui sebagai indikator kualitas dan dapat memberikan informasi
sangat berharga tentang konsistensi dari “batch” satu ke “batch” lainnya. Tes
disolusi ini didesain untuk membandingkan kecepatan melarutnya suatu obat,
yang ada di dalam suatu sediaan pada kondisi dan ketentuan yang sama dan
dapat diulangi (Shargel, 1988).
Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis
dari kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat
penting pada zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana
berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam
tubuh. Jika disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari
sediaan padat (tablet, kapsul, serbuk, seppositoria), sediaan system terdispersi
(suspensi dan emulsi), atau sediaan-sediaan semisolid (salep,krim,pasta)
mengalami disolusi dalam media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat
aktif ke dalam sirkulasi sistemik (Voigt, 1995).
Untuk mengetahui kualitas tablet yang dihasilkan perlu dilakukan uji
kualitas tablet sebagai berikut:
a. Sifat alir

Sifat alir dapat dievaluasi secara langsung dan tidak langsung


dengan menguji waktu alirnya artinya waktu yang diperlukan untuk
mengalirkan sejumlah granul atau serbuk pada alat yang dipakai
b. Sudut diam
Sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel bentuk kerucut
dengan bidang horizontal. Besar kecilnya sudut diam dipengaruhi
bentuk, ukuran dan kelembapan granul atau serbuk yang mempunyai
sudut diam lebih dari atau sama dengan yang biasanya sifat alirnya
kurang baik
c. Kompresibilitas

Uji ini dimasukan untuk mengetahui kemampuan campuran serbuk


selama ditempa. Kompreksibilitas digambarkan oleh ketebalan tablet
Pertimbangan biofarmasetik dalam formulasi sediaan obat tidak
lepas dari penelusuran hubungan sifat-sifat fisikokimia bahan obat dengan
respon biologis tubuh. Salah satu sifat fisikokimia yang menjadi
pertimbangan penting dalam formulasi sediaan obat adalah sifat kelarutan.
Suatu obat akan melewati serangkaian proses absorpsi sistemik meliputi
desintegrasi yang diikuti pelepasan obat, pelarutan obat di dalam saluran
cerna dan absorbsi melewati membran sel menuju sirkulasi sistemik
sehingga tercapai respon biologis tubuh (Ansel,1989; Shargel dan Andrew,
1998).
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran
cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya.
Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami
disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami
pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan
disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat
dari bentuk dimana obat tersebut diberikan (Martin, 1993).
Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau
reaktivitas partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan
mengalami dua langkah berturut-turut: (Gennaro, 1990)
1. Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal
yang tetap atau film disekitar partikel
2. Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.

Langkah pertama,. larutan berlangsung sangat singkat. Langka kedua,


difusi lebih lambat dan karena itu adalah langkah terakhir.
Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi, molekul-molekul
obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan
suatu lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel
obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan
difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan
berhubungan dengan membrane biologis serta absorbsi terjadi. Jika
molekul-molekul obat terus meninggalkan larutan difusi, molekul-molekul
tersebut diganti dengan obat yang dilarutkan dari permukaan partikel obat
dan proses absorbsi tersebut berlanjut (Martin, 1993).
Kecepatan absorpsi obat yang mudah larut dalam air hanya
tergantung pada kesanggupannya dalam melintasi membran. Untuk obat-
obat yang memiliki karakteristik sangat sukar larut atau praktis tidak larut
dalam air, laju disolusi merupakan tahap yang menentukan (rate limiting
step) dalam proses absorpsi. Semakin baik laju disolusi suatu obat maka
laju absorpsinya akan baik sehingga efek farmakologis obat dapat tercapai
dengan cepat. Salah satu cara untuk meningkatkan laju disolusi dan
absorpsi obat yaitu dengan proses teknologi sistem dispersi padat
(Ansel,1989 ; Voight,1994).
Teknologi sistem dispersi padat merupakan suatu metoda yang
dapat meningkatkan laju pelarutan zat aktif yang sangat sukar larut atau
praktis tidak larut dalam air. Pada teknologi ini, obat terdispersi pada
pembawa inert yang larut air dalam keadaan padat yang dibuat dengan
metoda peleburan, pelarutan atau gabungan peleburan dan pelarutan.
Dengan mengurangi ukuran partikel bahan obat menjadi sangat halus
bahkan dalam bentuk molekul sehingga terjadi peningkatan laju disolusi
dan absorbsi senyawa obat (Lachman et al;1994).
I. Alat dan Bahan :

 Bahan :
 Talkum
 Pati
 Natrium karboksimetil selulosa (Na CMC)
 Alat :
 Corong hirsch
 Slang plastik
 Pipet ukur
 Standar buret
 Klem buret

II. Prosedur Kerja


1. Alat diatur seperti skema alat enselin yang dimodifikasi.
2. Sampel yang akan digunakan/diukur, dikeringkan terlebih dahulu
dalam oven suhu 50℃ hingga berat konstan, kemudian ditimbang 1
gram.
3. Sampel yang ditimbang diletakkan di atas corong hirsch dan disebar
secara merata.
4. Kemudian dicatat jumlah air (ml) yang diserap tiap selang waktu
tertentu dengan membaca skala pada alat, amati hingga 1 jam.
5. Buatlah kurva hubungan antara jumlah air (ml) yang diserap terhadap
waktu (menit).
III. Hasil Pengamatan
Waktu Jumlah air yang diserap (ml)
Talkum Pati Na. CMC
(menit)
1 0,2 0,2 0,1
5 0,4 0,3 0,2
15 0,6 0,5 0,5
30 0,8 0,7 0,6
45 0,8 0,9 0,8
60 - 0,9 0,12
75 - - 0,18
90 - - 0,18

Perbandingan waktu dan air yang diserap Talkum, Pati dan NaCMC
1
0.9
0.8
0.7
0.6
Talkum
0.5
Pati
0.4 Na. CMC

0.3
0.2
0.1
0
1 5 15 30 45 60 75 90

IV. Pembahasan
Pada pratikum kali ini adalah mengenai pengukuran daya
penyerapan air suatu zat dengan menggunakan alat enselin yang telah
dimodifikasi. Pada pratikum ini bahan yang digunakan adalah Talkum,
Pati, Na CMC. Talkum, Pati dan Na-CMC dipilih sebagai sampel karena
ketiga bahan ini merupakan bahan pembantu dalam pembuatan tablet yang
mana talkum digunakan sebagai zat pelican, pati sebagai karbohidrat
kompleks yang tidak larut air dan sementara MC adalah bahan
pengembang obat yang mudah terdispersi dalam air. ketiga bahan ini
adalah bahan tambahan obat dimana Pati sebagai pengisi obat dan CMC
sebagai pengembang.
Tujuan pratikum ini adalah Mengetahui daya penyerapan air dari
beberapa bahan pembantu dengan menggunakan alat enselin yang sudah
dimodifikasi. Dimana sebelum melakukan uji daya penyerapan air pada
zat tambahan tersebut, bahan-bahan atau sampel tersebut terlebih dahulu
harus dikeringkan didalam oven hingga didapatkan berat konstan,
kemudian ditimbang 1 gram.
Jika di dalam sediaan tablet mengandung kadar air walaupun
dalam jumlah yang sedikit akan merusak kandungan dan stabilitas sediaan
tablet itu sendiri, sehingga suatu sediaan harus dikompresi sampai
serbuknya menjadi padat dan tidak ada rongga udara yang masuk.
Setelah dilakukan percobaan didapatkan hasil jumlah air yang
diserap oleh 1 gram talkum pada menit ke-1,5,15,30,45,60,75, dan 90
berturut-turut adalah 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; 0,8 ml.
Sedangkan untuk Pati atau amilum jumlah air yang diserap oleh 1
gram Pati pada menit ke-1,5,15,30,45,60,75, dan 90 berturut-turut adalah
0,2 ; 0,3; 0,5; 0,7; 0,9; 0,9 ml.
Terakhir, Na-CMC jumlah air yang diserap oleh 1 gram Na- CMC
pada menit ke-1,5,15,30,45,60,75, dan 90 berturut-turut adalah 0,1; 0,2;
0,3; 0,5; 0,6; 0,8; 0,12 ; 0,28 ; 0,18 ml
Berdasarkan data yang didapat, bahwa bahan yang dapat banyak
menyerap air adalah pati dan Na-CMC dan masih menyerap hingga menit
ke-90. Pada kurva Na-CMC dimenit ke-75 mengalami penurunan karena
ketika Na-CMC sudah mengembang, maka air yang diserap mulai
berkurang. Semakin besar jumlah air yang diserap oleh suatu zat, maka
akan semakin bagus bahan penghancurnya.
V. KESIMPULAN
1. Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut
2. Jumlah air yang diserap oleh 1 gram talkum pada menit ke-
1,5,15,30,45,60,75, dan 90 berturut-turut adalah 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 ;
0,8 ml.
3. Jumlah air yang diserap oleh 1 gram Pati pada menit ke-
1,5,15,30,45,60,75, dan 90 berturut-turut adalah 0,2 ; 0,3; 0,5; 0,7; 0,9;
0,9 ml
4. Jumlah air yang diserap oleh 1 gram Na- CMC pada menit ke-
1,5,15,30,45,60,75, dan 90 berturut-turut adalah 0,1; 0,2; 0,3; 0,5; 0,6;
0,8; 0,12 ; 0,28 ; 0,18 ml
5. Semakin besar jumlah air yang diserap oleh suatu zat, maka akan
semakin bagus bahan penghancurnya.
6. Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa bahan yang paling
banyak menyerap air adalah pati dan juga Na-CMC dan tetap
menyerap hingga menit ke-90

VI. Daftar Pustaka

Martin. A et. Al 1993. Farmasi Fisika. Jakarta UI Press


Ansel, HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta. III Press.
Perrie, Y. 2010. FASTtrack: Pharmaceutics - Drug Delivery and
Targeting. London: Pharmaceutical Press.
Gennaro, A. R., et all., 1990,  Remingto’s Pharmaceutical Sciensces, Edisi
18th, Marck Publishing Company, Easton, Pensylvania
Lachman, Leon. 1994.Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jilid III.Edisi
III. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Jones, D. 2008. FASTtrack: Pharmaceutics – Dosage Form and Design.
London: Pharmaceutical Press.

Anda mungkin juga menyukai