Anda di halaman 1dari 54

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dibidang


Pinjaman Online Menurut Prinsip Kepastian Hukum.
Perlindungan hukum merupakan suatu bentuk upaya untuk mencegah
terjadinya suatu perbuatan yang tidak diinginkan, perbuatan yang tidak diinginkan
tersebut merupakan suatu perbuatan yang menimbulkan kerugian. Adanya bentuk
kerugian sangat tidak diinginkan oleh setiap orang terutama pihak yang memiliki
kepentingan dalam hal kebutuhan perekonomian. Pendapat tersebut senada
dengan pendapat Satjipto Raharjo yang menyatakan bahwa perlindungan hukum
merupakan suatu pemberian pengayoman pada hak asasi manusia yang telah
mendapatkan kerugian atas perbuatan orang lain dan bentuk dari perlindungan
hukum tersebut dinobatkan kepada masyarakat agar masayarakat dapat menikmati
segala bentuk hak yang dijamin oleh hukum.72 Pernyataan Satjipto tersebut sangat
relevan sekali dengan adanya suatu kegiatan pinjaman online yang kadang kala
menimbulkan suatu bentuk kerugian terhadap salah satu pihak, sehingga
diperlukan adanya suatu perlindungan hukum terhadap kegiatan tersebut guna
untuk menjamin pemenuhan hak dan kewajiban kepada para pihak.
Masayarakat menginginkan adanya keamanan dan ketentraman di dalam
kehidupannya sehingga pantas apabila masayarakat mendapatkan suatu bentuk
perlindungan hukum dari Negara. C. S. Kansil berpendapat jika suatu Negara
yang memberikan kewenangannya kepada aparat penegak hukum agar dapat
memberikan suatu upaya perlindungan demi adanya rasa aman yang secara psikis
maupun fisik terhadap gangguan yang akan ditimbulkan dari pihak manapun. 73
Rasa aman yang dapat diterima oleh masayaraat tentu bersumber dari adanya
perindungan hukum terhadap hak yang dimiliki oleh setiap orang, sehingga

72
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.54.

73
C.S.T. Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
h.102.

55
2

dengan demikian maka upaya perlindungan hukum sangat memerlukan adanya


peran aktif dari aparat penegak hukum.
Pada tahap melindungi kehidupan masayarakat dengan adanya pertolongan
menggunakan perangkat-perangkat hukum itu sendiri. Apabila kita melihat secara
seksama perlindungan hukum sebagai suatu konsep secara menyeluruh pada suatu
negara hukum. Pada prinsipnya, yang dikatakan sebagai perlindungan hukum ada
beberapa bentuk yakni perlindungan hukum yang memiliki sifat represif dan
preventif, yang dimaksud dengan perlindunga hukum represif merupakan suatu
perlindungan yang memiliki fungsi agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan
yang telah ada yang merupakan sebab musabab adanya suatu bentuk
perlanggaran. Jenis perlindungan hukum yang bersifat represif merupakan suatu
bentuk perlindungan dengan cara pemberian sanksi terhadap suatu pelanggaran
yang telah dilakukannya. Perlindungan preventif merupakan suatu pencegahan
terhadap adanya suatu pelanggaran. Perlindungan preventif memiliki pengaruh
yang sangat besar terhadap pemerintahan yang didasarkan dengan adanya
kebebasan bertindak dikarenakan dengan adanya sebuah perlindungan hukum
pemerintah terdorong untuk lebih bersikap hati-hati dalam mengambil sebuah
keputusan.
Perlindungan hukum pada prinsipnya memberikan suatu hak kepada
subyek hukum yang didasarkan kepada suatu peraturan perundang-undangan.
Perlindungan hukum akan memiliki segi kepentingan terhadap seseorang atau pun
badan hukum apabila orang atau badan hukum tersebut mengalami suatu bentuk
permasalahan hukum. Fitzgeral memberikan suatu penjelasan jika hukum dapat
melindungi kepentingan dari seseorang dengan suatu cara yakni mengalokasikan
suatu kekuasaan kepadanya yang terukur, yang memiliki artian dapat diukur luas
dan kedalamannya sebagai upaya bertindak terhadap segala kepentingannya.
Kepentingan tersebut dapat dikategorikan sebagai hak.74 Adanya perlindungan
hukum dapat menjamin hak yang dimiliki kreditur terlindungi terhadap tindakan
debitur yang melakukan wanprestasi atas perjanjiannya yang dibuat dengan pihak
kreditur.

74
Dyah Ochtorina Susanti, Op. Cit. h 1
3

Kreditur memiliki kepentingan hukum dalam kaitannya dengan segala


bentuk hak yang diberikan kepada debitur. Kepentingan tersebut sama halnya
dengan kepentingan masayarakat. Menurut Salmond kepentingan pada
masayarakat merupakan tujuan dari adanya suatu hak, bukan hanya dikarenakan
adanya perlindungan dari hukum melainkan adanya vinculum juris yang
merupakan pengakuan terhadap hak pihak-pihak yang diikat dengan adanya suatu
kewajiban.75 Pengakuan adanya hak tersebut harus dijamin karena hal tersebut
merupakan suatu kepentingan masayarakat.
Hukum di dalam kehidupan masayarakat memiliki peranan yang penting,
hal tersebut dikarenakan fungsi hukum yang notabeni sebagai sarana pengatur
interaksi soaial. Peraturan hukum di dalam masayarakat akan mengatur segala
perbuatan yang dapat dilakukan maupun tidak dapat dilakukan dengan suatu
harapan agar tertib kehidupan masayarakat. Walaupun pada kehidupan
masayarakat yang sudah teratur akan tetapi hukum tetap dijadikan sebagai upaya
untuk mewujudkan adanya keadilan serta dapat memberikan suatu manfaat
kepada kehidupan masayarakat. Hukum juga memiliki peranan penggerak
pembangunan yakni dapat membawa masayarakat ke arah yang maju. 76 Artinya
hukum dapat memberikan suatu manfaat kepada kehidupan masayarakat, serta
dapat memberikan ruang terhadap perlindungan hukum kepada hak yang dimiliki
masayarakat.
Hukum yang hidup di dalam kehidupan masayarakat dapat bermanfaat,
salah satunya dengan bentuk tertulis yang bisa disebut denga pengaturan.
Pengaturan sendiri merupakan suatu bentuk undang-undang yang bersifat tertulis,
dikarenakan yang sifatnya tertulis maka lazimnya disebut dengan istilah peraturan
tertulis. Peraturan dibuat oleh suatu pejabat yang memiliki kewenangan untuk
membuatnya dan berlaku mengikat kepada umum. Maksud dari peraturan yang
memiliki sifat umum yakni tidak semata-mata mengikat kepada seluruh orag

75
Ibid. hal 2

Mochtar Kusumaatmaja, 1986, Fungsi Dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan


76

Nasional, Binacipta, Bandung. h 11


4

melainkan hanya menunjuukan jika peristiwa perundang-undangan tak akan


berlaku pada peristiwa yang konkret.
Menurut Maria Farida Indrati Soeprapto istilah pengaturan merupakan
suatu perundang-undang yang memiliki dua pengertian yang berbeda yaitu :77
a. Pengaturan merupakan suatu proses pembentukan peraturan Negara,
baik ditingkat daerah dan ditingkat pusat.
b. Perundang-undangan merupakan semua peraturan dari Negara, yang
merupakan suatu hasil dari adanya bentuk peraturan-peraturan , baik di
daerah dan di pusat.
Pengaturan tersebut yang memiliki sifat tertulis akan memberikan suatu
dampak adanya kepastian kepada setiap orang. Berkaitan dengan perlindungan
hukum tentu harus dibuat secara tertulis oleh lembaga pemerintah agar dapat
memberikan suatu keamanan kepada masayarakat, sebagaimana arti dari
perlindungan hukum sendiri merupakan suatu hal yang akan menjamin adanya
keadilan dan ketentraman kepada setiap orang atas segala kerugian yang akan
timbul. Kerugian sendiri tidak hanya terjadi kepada pihak debitur saja melainkan
kepada pihak kreditur dengan tindakan wanprestasinya debitur.
Kreditur yang mengalami bentuk kerugian atas tindakan debitur yang
melakukan wanprestasi tentu harus diberikan suatu perlindungan hukum. Kreditur
sendiri merupakan seseorang yang memiliki piutang karena adanya suatu
perjanjian atau dikarenakan suatu undang-undang yang menentukan.78 Artinya
suatu bentuk perjanjian yang dibuat akan menimbulkan dua pihak yang salah
satunya adalah pihak kreditur. Pihak lainnya yakni adalah pihak debitur yang
merupakan pihak yang akan memberikan suatu kewajibannya atas suatu hal yang
ditentukan di dalam perjanjian. Pada penelitian ini perjanjian yang dimaksud
adalah perjanjian pinjaman online yang mana atas perjanjian tersebut pihak
debitur telah melakukan wanprestasi, sehingga patut dan sangat beralasan apabila

Maria Farida Indriati. 2007, S, Ilmu Perundang-undangan; Dasar-dasar Dan Pembentukannya,


77

Kanisius, Yogjakarta, Hal. 102

Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
78

Kewajiban Pembayaran Utang


5

pihak kreditur mendapatkan suatu bentuk perlindungan atas perbuatan wanprestasi


yang dilakukan oleh pihak debitur.
Pinjaman online harus mengedepankan adanya sistem perjanjian yang
diatur dalam Buku ke 3 KUHPer. Pada prinsipnya perjanjian mengacu kepada
suatu bentuk perikatan. Perjanjian sendiri sebagaimana yang dijelaskan oleh
Munir Fuady merupakan kesamaan dari adanya peristilahan overeenkomst yang
merupakan pengertian bahasa belanda, sedangkan dalam bahasa inggris istilahnya
adalah agreement.79 Perjanjian sendiri diatur lebih lanjut dalam ketentuan Pasal
1313 KUHPer. Menurut pasal tersebut pada intinya menyatakan jika suatu
perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum antara dua orang yang saling
mengikatkan dirinya atas perbuatan hukum tersebut.
Perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum yang sering dibuat oleh
masayarakat dikarenakan merupakan subyek dalam hukum, hal tersebut
dikarenakan untuk memenuhi kehidupan yang kaitannya dengan adanya suatu
kebutuhan atau dengan maksud untuk mendapatkan suatu keuntungan belaka.
Apabila dilihat dalam ketentuan Buku ke 3 KUHPer yang menganut sistem
terbuka atau open system yang mengartikan jika para pihak di dalam membuat
suatu perjanjian bebas menentukan isi dari perjanjian dimaksud, berhak
melakukan perjanjian dengan pihak manapun, berhak menentukan adanya suatu
syarat perjanjian maupun pelaksanannya. Selain itu, walaupun diberikan
kebebasan kepada para pihak berkaitan untuk membuat suatu perjanjian akan
tetapi tetap disarankan menggunakan suatu perjanjian yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.

Perjanjian yang dibuat secara tertulis dihadapan notaris maupaun di


hadapan pejabat pemerintah, perjanjian tersebut memiliki kekuatan pembuktian
yang sempurna. Artinya segala bentuk perjanjian yang dibuat oleh para pihak di
hadapan pejabat umum maka hal tersebut mengandung nilai-nilai pembuktian
yang dapat diajukan dihadapan hakim tanpa adanya suatu sangkalan belaka.
Perjanjian yang dibuat secara online yang tidak dihadapan pejabat umum maka
hal tersebut memang dapat dijadikan suatu pembuktian akan tetapi nilai
pembuktiannya tidak seperti perjanjian dihadapan pejabat umum/notaris.

79
Munir Fuady, Loc. Cit. hal. 26
6

Pada masayarakat Indonesia masih banyak yang membuat suatu perjanjian


dengan perjanjian lisan, walaupun pada kenyataannya tidak ada larangan untuk
membuat perjanjian lisan. Akan tetapi perjanjian lisan tidaklah memiliki suatu
nilai pembuktian yang kuat dibanding dengan perjanjian tertulis. Tentu hal
tersebut bukanlah tanpa sebab melainkan karena kurangnya pemahaman dari
masyarakat jika pentingnya membuat perjanjian tertulis. Tidak hanya hal tersebut
tetapi banyak pula yang membuat suatu perjanjian tertulis tetapi tidak sesuai
dengan adanya syarat sahnya suatu perjanjian.
Subekti dalam mengartikan perjanjian tidak menbeda-bedakan dengan
suatu persetujuan, dikarenakan persetujuan dan perjanjian memiliki kesamaan
pengertian yakni sama-sama setuju dalam membuat suatu perjanjian yang dalam
hal ini melakukan sesuatu tertentu yang disepakatinya. 80 Menurutnya perjanjian
sama dengan adanya persetujuan dan apabila para pihak setuju dalam membuat
suatu perjanjian baik secara konvensional maupun secara online hal tersebut dapat
dikategorikan sebagai suatu bentuk perjanjian.
Aturan hukum membedakan perjanjian dalam tiga bentuk yang salah
satunya adalah untuk jasa-jasa tertentu.81 Maksud dari jasak-jasa tertentu disini
ialah satu pihak menginginkan dari pihak lainnya dilakukan sebuah pekerjaan
dalam hal mencapai suatu tujuan, pihak lain tersebut bersedia membayar upah.
Sama halnnya dengan layanan pinjaman online yang mana dalam proses pinjaman
tersebut terdapat uang jasa yang akan diterima oleh pihak penyedia uang,
sehingga jelas jika perjanjian online dapat dikategorikan sebagai salah satu
perjanjian berkaitan dengan jasa-jasa tertententu.
Perjanjian online dapat diartikan sebagai suatu perjanian yang secara
keseluruhan sebagian lahir atau telah lahir dengan adanya suatu bantuan atau
adanya suatu fasilitas pada jaringan computer berupa internet yang berhubungan.
Pada perjanjian dimaksud termuat pada suatu dokumen elektronik serta adanya
suatu media elektronik lainnya. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang

80
Ricardo Simanjuntak, 2006, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Mingguan Ekonomi dan
Bisnis Kontan, Jakarta, h. 50.
81
Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 57.
7

berkaitan dengan pinjam-meminjam uang yang menggunakan sarana elektronik,


hal tersebutlah yang dikategorikan sebagai pinjaman online. Pinjaman online
sendiri dibuat pada sistem fintech. Fintech berasal dari istilah teknologi finansial
yang merupakan suatu sistem pasar dengan menggunakan kepraktisan,
kenyamanan, dan kemudahan akses. The national digital reserach centre
(NDRC), di Dublin, Irlandia mengartikan teknologi finansial (fintech) adalah
inovasi dalam layanan keuangan yang merupakan suatu inovasi pada sektor
finansial yang mendapat sentuhan teknologi modern.
Weekly mendefinisikan teknologi finansial (fintech) sebagai sebuah bisnis
yang tujuannya menyediakan layanan keungan dengan memnafaatkan perangkat
lunak dan teknologi modern dalam kerjanya.82 Pemanfaatan teknologi finansial
tersebut tentu sangat memberikan suatu kemudahan dalam melakukan transaksi
elektronik, hal tersebut tergambar dari pengertian yang disampaikan Weekly, yang
mana fintech memiliki suatu tujuan untuk memberikan suatu layanan yang
menggunakan sarana elektronik dan hal tersebut akan memberikan suatu
kemudahan dalam melakukan segala aktivitas perekonomian.
Fintech dapat diartikan pula sebagai penggunaan teknologi dalam suatu
sistem perbankan yang dapat memberikan hasil sebuah produk dan layanan serta
keandalan dalam sistem pembayaran. Sistem ini merujuk kepada perangkat lunak
dan sebuah platform digitalisasi dalam hal memberikan pelayanan finansial pada
konsumen. Fintech sendiri memiliki sifat yang potensial yang tak terbatas sebagai
suatu alat dalam kehidupan transaksi keuangan di masayarakat, selain itu juga
sebagai tantangan bagi model bisnis lama yang layanan pada model sistem ini
dibarengi dengan adanya kecepatan dan efisiensi yang sangat lebih.
Pada layanan fintech hubungan hukum yang terjadi memberikan suatu hak
dan kewajiban kepada para pihak yang menggunakan layanan fintech.83 Hubungan
hukum tersebut tidak serta-merta ada melainkan timbul dengan adanya suatu
perjanjian yang sering disebut sebagai perjanjian online. Sebagaimana yang telah

82
Ernama Santi, Loc.cit, hal. 35

83
Titik Triwulan Tutik, 2006, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Prestasi Pustaka Publisher,
Jakarta, h 221
8

dijelaskan diatas oleh peneliti jika perjanjian selain dibuat secara online juga dapat
dilakukan secara konvensional artinya dilakukan secara langsung akan tetapi
dapat pula dilakukan secara tidak langsung.84 Perjanjian dimaksud akan terjadi
apabila salah satu pihak melakukan suatu penawaran dan pihak lainnya menerima
dan dengan adanya kondisi hukum yang demikian serta adanya suatu kejelasan
kepada para pihak memberikan suatu tujuan adanya kejelasan antara hubungan
hukumnya dan hal ini merupakan suatu yang disyaratkan oleh suatu perjanjian
sebagaimana dalam KUHPer.
Adanya internet dan globalisasi serta menghadirkan suatu bentuk fintech
dengan adanya hal tersebut memberikan suatu bentuk perjanjian baru yakni
adanya perjanjian online atau berbasiss teknologii. Konsep fintech ini mengadopsi
adanya perkembangan suatu teknologi yang diperpadukan dengan adanya
finansial terhadap lembaga perbankan, sehingga dengan hal tersebut dapat
memberikan fasilitas proses transaksi keuangan yang lebih praktis, aman dan
modern yang meliputi sistem layanan yang sudah berbasis digital yang diera saat
ini sudah berkembang pesat di Indonesia.85 Adanya fasilitas proses transasi yang
mempermudah tersebut tentu akan disambut baik oleh masayarakat yang akan
melakukan suatu sistem transaksi.
Tidak menjadi suatu hal yang baru apabila saat ini teknologi dan internet
digunakan oleh banyak orang dan memiliki peranan yang begitu pesat dalam
memberikan suatu pelayanan yang dapat memberikan suatu kenyamanan dalam
aktivitas manusia, hal tersebut juga meliputi kenyamanan yang diberikan oleh
fintech. Berdasarkan pengertian para pakar finansial teknologi (fintech) ada
berbagai macam meskipun dalam bahasa berbeda mendefinisikanya. Sala satu
pakar tersebut adalah Dorfleitner, Hornuf, Schmitt, & Weber yang menurutnya
finansial teknologi (fintech) didefinisiskan sebagai industri yang melaju dengan
sangat cepat dan dinamis dimana terdapat banyak model bisnis yang berbeda.86
Adanya fintech yang merupakan suatu fasilitas perekonomian yang tergolong
84
Ibid. hal. 5

85
Imanuel Adhitya Wulanata Chrismastianto, Loc. Cit.

86
Miswan Ansori, Loc. Cit. hal. 35
9

modern seiring dengan perkembangan memberikan suatu dampak yang positif


terhadap perkembangan dunia perbankan tak terkecuali pada proses pinjaman
online, proses tersebut sangat dimudahkan dengan adanya pemanfaatan teknologi
maka tak heran apabila pendapat tersebut berkaitan dengan fintech menyatakan
jika terdapat model bisnis yang berbeda.
Perbedaan tersebut bagi kehidupan masyarakat sangat memberikan nilai
positif, dimana yang biasanya melakukan transaksi keuangan dengan cara
konvensional yakni bertatap muka secara langsung, tetapi dengan sarana
elektronik dapat dilakukan dimana saja. Indonesia sendiri layanan fintech diatur
dalam peraturan otoritas jasa keuangan yang mana peraturan tersebut dibuat oleh
lembaga independen Negara Indonesia yakni Lembaga Otoritas Jasa Keuangan.
Peraturan jasa keuangan yang dimaksud tersebut yakni POJK 77 tahun 2016 yang
mengatur berkaitan dengan para pihak dalam layanan fintech.
Adapun macam-macam teknologi finansial (fintech) di Indonesia adalah
sebagai beriku:
1. Perusahaan investasi online.
Layanan finansial ini disediakan oleh bank-bank yang terdapat
di Indonesia baik bank milik Pemerintah ataupun swasta. Dapat
digunakan sebagai investasi secara online seperti saham, asuransi dan
lain-lain.
2. Peer-to-peer lending (P2PL)
Teknologi finansial (fintech) jenis ini memberikan alternatif
wadah investasi dan menawarkan pinjaman online. Saat reksadana
bertujuan untuk menghimpun pemodal besar, P2PL merupakan
sebaliknya. Pada peer-to-peer lending (P2PL) ini lebih condong ke
usaha kecil menengah (UKM) dalam melakuan usahanya.

3. Crowdfunding.
Platfrom digital lebih sama dengan peer-to-peer lending (P2PL),
tetapi uang yang dikumpulkan secara gotong-royong melalui website
10

crowdfunding tidak selalu dimaksudkan guna memberikan modal


usaha bagi mereka yang membutuhkan. Ada website crowdfunding
yang khusus dibuat untuk tujuan sosial, seperti AyoPeduli.com.
4. Mobile payments/online banking.
Contoh transaksi ini seperti pembayaran bulanan, transfer uang,
ataupun belanja dengan online maupun mutasi rekening dan masih
banyak lagi.
5. Risk and invesment management.
Risk and invesment management adalah perencana keuangan
yang berbentuk digital yang membantu setiap pengguna untuk
membuat rencana keuangan sesuai dengan kondisi keuagan yang ada.
6. Marketplace
Marketplace merupakan platform digital jual beli yang
menwarakan dagangannya sekaligus juga dapat memeberi kemudahan
akses layanan belanja sehingga konsumen dapat mengaksesnya
melalui jaringan internet dari mana saja. Contoh usaha ini adalah buka
lapak, tokopedia.
Fintech yang menawarkan layanan keuangan sebagaimana dimaksud pada
macam-macam fintech tersebut memberikan akibat adanya revolusi pada dunia
bisnis, adanya jenis salah satu macam fintech berupa website crowdfunding
memberikan kemudahan agar dapat memperoleh dana dari seluruh dunia sangat
mudah, hingga dari seseorang yang bahkan belum pernah ditemuinya karna
fintech memungkinkan mentransfer uang secara internasional. Selain hal tersebut,
disisi lainnya fintech memiliki peranan yang sangat penting dalam mengubah
suatu perilaakuu konsumen yakni :87
a. Dimungkinkan untuk dapat mengakses data dan informasi kapanpun.
b. Adanya suatu tindakan menyamatratakan suatu bisnis kecil dan besar
yang baru akan dimulai.

87
Muh. Rizal, Fintech As One Of The Financing Solutions For Smes, Jurnal AdBispreneur : Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan Vol.3, No. 2, Agustus 2018, h.
91
11

Pada POJK 77 tahun 2016 yang berkenaan dengan pelayanan finansial


teknologi memang mengatur berkaitan para pihak dalam layanan fintech. Apabila
dilihat secara mendetail POJK 77 tahun 2016 memberikan perlindungan kepada
pihak debitur, padahal sebagaimana yang dijelaskan oleh Fitzgeral jika
seyogyanyalah hukum dapat memberikan perlindungan kepada kepentingan setiap
orang dengan merumuskannya dalam suatu peraturan-perundang-undangan,
memang berkaitan dengan pihak pada layanan finansial teknologi telah diatur
tetapi tidak mencerminkan adanya suatu keadilan bagi pihak kreditur terutama
apabila pihak debitur melakukan cidera janji.
Pada dasarnya jika merujuk Pada POJK 77 tahun 2016 Tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi pada Pasal 1 subyek
hukum layanan pinjam online berbasis teknologi dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Penyelenggara layanan Pinjam Online
Penyelenggara dalam layanan pinjam online adalah berbentuk hukum
Indonesia yang menyediakan, mengelola dan juga menjalankan layanan
pinjam online tersebut.
2. Penerima Pinjaman
Penerima pinjaman dalam pasal 1 angka 7 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 77 /Pojk.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi (PJOK) menjelaskan bahwa yang
dikatakan penerima pinjaman adalah orang atau badan hukum yang
berhutang dengan perjanjian layanan pinjam uang berlandaskan teknologi
informasi.
3. Pemberi Pinjaman
Menurut pasal 1 angka 8 pemberi pinjaman diartikan sebagai orang
ataupun badan hukum dan atau badan usaha yang mempunyai piutang
karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi.
4. Pengguna layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Pada hal ini yang dapat dikatakan pengguna layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi yang selanjutnya disebut
12

sebagai pengguna berdasarkan pasal 1 angka 4 adalah pemberi dan


penerima pinjaman yang menggunakan layanan pinjam meminjam uang
berbasis teknologi informasi.
Subyek hukum dalam transaksi pinjaman online dapat diketahui jika
kedudukan kreditur yakni sebagai pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman
merupakan pihak yang sangat mendominasi adanya pinjaman online dikarenakan
apabila tidak terdapat pihak pemberi pinjaman atau kreditur maka pinjaman
online tidak akan terlaksana. Apabila dipahami secara mendalam pihak kreditur
merupakan pihak yang dapat memberikan bantuan kepada pihak debitur dengan
memberikan fasilitas pinjaman online. Akan tetapi terkadang upaya yang
dilakukan oleh kreditur malah tidak diterima dengan baik oleh debitur yakni
dengan melakukan perbuatan yang tidak semestinya di lakukan yakni adanya
wanprestasi yang dilakukan oleh pihak debitur. Tentu adanya suatu bentuk
wanprestasi dari debitur akan memberikan dampak kerugian kepada kreditur,
sehingga diperlukannya adanya suatu bentuk perlindungan terhadap pihak
kreditur.
Sedangkan yang dijadikan suatu dokumen dalam transaksi pinjaman
online menggunakan dokumen elektronik. Menurut POJK 77 tahun 2016 yang
dimaksud dengan dokumen elektronik adalah segala bentuk informasi yang
dibuat, dikirimkan, diteruskan, disimpan menggunakan bentuk analog optical,
digital dan sejenisnya, sebagaimana juga yang diatur dalam ketentuan Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.88
Artinya sarana-prasarana pada perjanjian pinjaman online merupakan dokumen
elektronik dan hal tersebut sama halnya dengan ketentuan dalam undang-undang
informasi dan transaksi elektronik.
Pada layanan fintech yang berkaitan dengan pinjaman online memiliki
suatu hubungan hukum dikarenakan timbulnya karena suatu perjanjian. Perjanjian
tersebut merupakan perjanjian pinjam meminjam uang yang mana perjanjian
pinjam meminjam uang sebenarnya telah diatur dalam ketentuan Pasal 1754
KUHPer yang mana pada pokoknua perjnnjian merupakan suatu hubungan dua

88
Lihat pasal 1 ayat 12 POJK 77 tahun 2016
13

orang atau lebih yang mana pihak yng satu memberikan sesuatu barang kepada
pihak lainnya, dengan sayarat pihak lainnya tersebut akan mengembalikan barang
yang diterimanya dengan jumlah, jenis dan memiliki mutu yang serupa.
Sebagaimana yang peneliti jelaskan sebelumnya subyek dari pinjaman
online pada layanan fintech diantaranya yakni pemberi pinjam yang merupakan
pihak kreditur dan peminjam yang merupakan pihak debitur. Selain itu, obyek dari
pinjaman online tersebut berupa segala bentuk barang habis yang tidak
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Perjanjian online pada
prinsipnya sama dengan yang dilakukan pinjaman secara konvensional, akan
tetapi pinjaman online lebih dikenal sebagai istilah peer to peer lending. Artinya
para pihak yang membuat suatu perjanjian tidak bertemu secara langsung,
melainkan menggunakan sarana elektronik dalam melakukan komunikasi dan
transaksinya, sedangkan yang akan mempertemukan pihak pemberi pinjaman
maupun yang meminjam adalah pihak penyelenggara yang akan mempertemukan
mereka secara online.
Lahirnya pinjaman online ini diawali dengan adanya suatu bentuk tawaran
yang diperbuat oleh penyelenggara layanan fintech slenjutnya akan dilanjutkan
dengan penerimaan yang dilakukan oleh seorang nasabah atau debitur. Prosedur
yang dilakukan dalam perjanjian online sangat berbeda dengan perjanjian secara
konvensional, hal tersebut dapat diketahui pada saat perjanjian tersebut lahir. Pada
perjanian online penawaran yang dilakukan dengan sistem online dan penerimaan
dilakukan dengan cara online pula. Perjanjian online akan melahirkan adanya
suatu kontrak elektronik, yang menurut Edmon Makarim89 yang dimaksud dengan
kontrak elektronik yakni suatu ikatan dalam hukum yang penggunaannya dengan
cara elektronik dengan adanya suatu jaringan sistem informasi pada basis
computer dengan sistem komunikasi dengan didasarkan kepada adanya suatu
jaringan telekomunikasi yang selanjutnya menggunakan suatu sarana computer.
Segala bentuk perjanjian yang dibuat oleh kreditur maupun debitur pada
layanan fintech menggunakan kontrak elektronik. Kontrak elektronik tersebut
89
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, Suatu Kompilasi Kajian di dalam Kontrak
Elektronik (E-Contract) dalam Sistem Hukum Indonesia , Gloria Juris, Vol.8, No. 1, Januari –April
2008, h. 7
14

sebagai dasar adanya suatu hubungan hukum diantara para pihak, sehingga
apabila terjadi suatu sengketa penyelesaiannya harus mengacu kepada kontrak
elektronik yang dibuatnya. Berkaitan dengan POJK 77 tahun 2016 apabila dilihat
hanya mengadobsi perlindungan terhadap konsumen dimana bentuk
perlindungannya yakni terhadap data pribadi konsumen, akan tetapi terkait dengan
perlindungan terhadap pihak kreditur yang berkaitan dengan segala aktivitas
debitur yang mergikan kepada kreditur masih belum diatur. Memang secara
konvensional dapat dilakukan upaya gugatan terhadap debitur akan tetapi hal ini
dapat dilakukan apabila perjanjian dibuat secara konvensional dan berbeda dengan
suatu perjanjian yang dibuat secara online yang mana para pihak hanya
mengetahui melalui sarana elektronik. Selain itu, identitas pihak debitur terkadang
bukanlah identitas yang sebenarnya sehingga apabila dilakukan suatu gugatan
akan sia-sia.
Menurut berita Kompas.com pada tahun 2020 terjadi perbuatan
wanprestasi pada pinjaman fintech yang mana pada tahun ini terjadi peningkatan
dibanding dengan tahun yang sebelumnya. Menurut berita tersebut tingkat
wanprestasi pengembalian pinjaman meningkat dan semakin menanjak, dari data
Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2020 tingkat wanprestasi pengembalian
pinjaman sebesar 4,93% lebih besar disbanding tahun sebelumnya yang berada
ditingkat 3,65%,90 tentu hal demikian memberikan dampak kerugian kepada
pemberi pinjaman online sehingga pada keadaan yang demikian diperlukannya
suatu perlindungan hukum kepada pihak penyedia dana dalam hal ini pihak
kreditur.
Upaya gugatan secara konvensional yakni melalui hukum acara perdata
tidak akan memberikan suatu solusi terhadap tingkat wanprestasi yang ada, karena
gugatan yang akan diajukan sangat memerlukan waktu yang lama dan selain itu
berkaitan dengan dana yang akan dikeluarkan apabila melakuakan suatu gugatan
sehingga dapat dipastikan tidakmungkin dapat diselesaikan secara sederhana,
cepat dan biaya terjangkau. Layanan fintech tidak sama dengan layanan pinjaman

90
https://money.kompas.com/read/2020/06/04/154914726/naik-tingkat-wanprestasi-pinjaman-
fintech-lending-tembus-49-persen?page=all diakses pada tanggal 10 Maret 2021
15

secara konvensional, karena pada layanan fintech syarat untuk melakukan


pinjaman hanya dengan melampirkan data diri yang diisi pada platform penyedia
layanan pinjaman online dan kemudian pihak penyedia layanan pinjaman akan
mempertemukan dengan penyedia dana sehingga muncullah hubungan diantara
pihak kreditur atau penyedia dana dan pihak debitur yang membutuhkan dana.
Salah satu upaya untuk melakukan perlindungan hukum kepada pihak
kreditur yakni dengan adanya upaya penyelesaian sengketa secara elektronik yang
mana penyelenggaraannya harus dilakukan dengan suatu aturan hukum dari
Otoritas Jasa Keuangan, sehingga dengan adanya peyelesaian sengketa elektronik
akan memberikan kemudahan kepada pihak kreditur dan pihak debitur dalam
menyelesaikan sengketanya yakni dimana masalah diselesaikan dengan adanya
komunikasi antara kedua pihak pada situs online sehingga jika terjadi wanprestasi
pada salah satu pihak dapat diselesaikan.
Pada Negara Eropa telah mengatur penyelesaian sengketa elektronik
dengan menggunakan sarana penyelesaian sengketa secara online, hal tersebut
terkandung dalam suatu Regulation European Commission (EU) No 524/2013
tentang Online Dispute Resolution for Consumer Disputes yang mana pada
chapter I article 2 yakni
This Regulation shall apply to the out-of-court resolution of disputes
concerning contractual obligations stemming from online sales or service
contracts between a consumer resident in the Union and a trader
established in the Union through the intervention of an ADR entity listed
in accordance with Article 20(2) of Directive 2013/11/EU and which
involves the use of the ODR platform. (terjemahan peneliti : Peraturan ini
berlaku untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan mengenai
kewajiban kontrak yang berasal dari perjanjian online atau kontrak layanan
antara konsumen yang tinggal di Union dan pedagang yang didirikan di
Union melalui intervensi entitas ADR yang terdaftar sesuai dengan Pasal.
20 (2) dari Petunjuk 2013/11 / EU dan yang melibatkan penggunaan
platform ODR.)

Peraturan Negara Eropa tersebut memberikan suatu fasilitas kepada para


pihak untuk menyelesaikan sengketa secara online. Penyelesaian sengketa pada
Regulation European Commission (EU) No 524/2013 dengan menggunakan
16

sistem Online Dispute Resolution (ODR) atau penyelesaian sengketa


menggunnakan sistem online. Adanya penyelesaian sengketa secara online
tersebut akan memberikan suatu bentuk fasilitas penylesaian sengketa kepada
pihak kreditur dan pihak debitur sehingga upaya untuk melindungi pihak kreditur
terhadap suatu perbuatan wanprestasi dari pihak debitur dapat diminimalisir.
Penyelesaian sengketa tersebut juga dianut di China dengan regulasinya yakni
China International Economic and Trade Arbitration (CIETAC) yang mana pada
ketentuan tersebut sama halnya dengan ketentuan pada Negara Eropa dalam hal
berkaitan penyelesaian sengketa secara online, sehingga apabila Negara Indonesia
melalui Otoritas Jasa Keuangan membuat suatu regulasi untuk penyelesaian
sengketa secara online hal tersebut tersebut maka akan memberikan suatu dampak
tingkat wanprestasi dari pihak debitur akan dapat diminimalisir sehingga terhadap
perlindungan hukum bagi pihak kreditur dapat tercipta dikarenakan tidak terdapat
suatu kerugian lagi pada pihak kreditur sehingga hal tersebut berkesesuaian
dengan adanya teori perlindungan hukum.
Sebagaimana yang terkandung dalam teori perlindungan hukum yang
disampaikan oleh John Struat Mill terkait dengan suatu prinsip kerugian.
Menurutnya suatu perbuatan individu seyogyanyalah harus dibatasi agar dapat
mencegah terjadinya suatu bahaya atau kerugian kepada orang lain. 91 Artinya
apabila pihak debitur melakukan suatu tindakan yang menimbulkan kerugian
kepada pihak kreditur hal tersebut harus diatur lebih lanjut dalam suatu peraturan
hukum agar dapat membatasi dan mencega terjadinya suatu bentuk kerugian yang
akan dialami oleh pihak kreditur. Salah satu upaya membatasi dan mencegah
suatu perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian kepada salah satu pihak yakni
dengan suatu sistem penyelesaian sengketa secara online sehingga upaya untuk
melindungi salah satu pihak yang secara khusus dalam kaitannya jika terjadi
wanprestasi yakni perlindunga terhadap pihak kreditur dapat tercipta.
Secara rasional setiap orang harus mendapatkan suatu bentuk perlindungan
dari hukum itu sendiri tak terkecuali pihak kreditur yang harus mendapatkan
perlindungan dari adanya tindakan kerugian yang ditimbulkan oleh pihak debitur.

91
Hamowy, Ronald, Loc. Cit.
17

Konsep perlindungan hukum di Indonesia salah satunya dibangun oleh


Mochammad Isnaeni. Menurut M. Isnaeni secara prinsip Perlindungan hukum
dilihat dari sumbernya dibedakan 2 (dua) macam yaitu perlindungan hukum
“internal” dan pelindungan hukum “eksternal”.92 Artinya perlindungan hukum
yang dimaksud oleh M. Isnaeni tersebut dapat diberikan oleh suatu aturan yang
bersifat eksternal seperti undang-undang dan aturan yang bersifat internal seperti
suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak ataupun aturan yang dibuat oleh
pihak perusahaan tertentu.
Memang pada suatu bentuk pinjaman online terdapat suatu perjanjian yang
disebut sebagai kontrak elektronik, akan tetapi hal tersebut tidak menjadi efektif
ketika pihak debitur lalai dalam memenuhi prestasinya karena dapat dimungkikan
pihak debitur akan melarikan diri dari tanggungjawabnya atau berprilaku pasif
atas kewajiban untuk menjalankan kontrak elektronik yang dibuat bersama pihak
kreditur. Sebagaimana pendapat Makarim diatas tentang kontrak elektronik yang
menurutnya dalam penggunaannya tidak lepas dari adanya sistemkomunikasi
yang notabene harus terhubung dalam suatu jaringan telekomunikasi dan hal
tersebut tidak dapat memungkinkan para pihak untuk melakukan komunikasi tatap
muka, sehingga dengan tidak dapat dilakukannya suatu komunikasi tatap muka
hal tersebut tentu akan berdampak kepada suatu penyelesaian sengketanya.
Penyelesaian sengketa yang dimaksud terjadi manakala telah terjadi suatu
perselisihn diantara para pihak salah satu masalah tersebut yakni tidak
dipenuhinya prestasi dari pihak debitur yang membuata perbuatan demikian
dikategorikan sebagai wanprestasinya pihak debitur. POJK 77 tahun 2016
sebagaimana pada Pasal 29 yang mana pada pokoknya mengatur tetang
penyelenggara harus dapat memberikan perlindungan kepada pengguna, pengguna
disini yakni pihak kreditur dan pihak debitur. Perlindungan sebagaiamana
dimaksud pada ketentuan Pasal 29 salah satunya adalah perlakuan yang adil,
perlakuan tersebut tentu apabila dicermati secara sederhana akan menganggap
kedudukan pihak kreditur dan debitur harus berimbang sehingga muncullah kata
adil. Akan tetapi dalam hal apabila debitur telah melakukan wanprestasi pada

92
Isnaeni, 2016, Op. Cit. h. 39.
18

ketentuan tersebut tidak diatur perlindungan hukum terhadap pihak kreditur


padahal perlindungan hukum terhadap pihak debitur telah diatur pada ketentuan
POJK 77 tahun 2016.
Perlindungan hukum sebagaimana menurut John S. M. yang diuraikan
oleh peneliti diatas mengandung suatu keharusan untuk memberikan suatu batasan
perbuatan kepada para pihak lainnya agar tidak menimbulkan suatu bentuk
kerugian, jika dilihat ketentuan POJK 77 tahun 2016 yang mengatur tentang
layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi hanya megatur dan
membatasi suatu perbuatan yang notabeni lebih condong melindungi pihak
debitur sedangkan pihak kreditur masih belum diatur secara khusus dalam POJK
tersebut untuk melindungi hak-haknya apabila terjadi sengketa dengan pihak
debitur. Memang pada Pasal 29 POJK 77 tahun 2016 diatur juga apabila terjadi
sengketa yang mana pada ketentuan huruf e menyatakan jika terjadi sengketa
diselesaikan secara sederhana cepat dan biaya terjangkau, akan tetapi hal tersebut
tidak cukup efektif dalam menangani sengketa yang notabeni para pihaknya yang
tidak bertemu secara konvensional.
Pada dasarnya penggunaan layanan fintech yang diatur dalam ketentuan
POJK 77 tahun 2016 memang telah mengatur berkaitan dengan mitigasi resiko
akan tetapi hal tersebut tidak dapat mengakomodir apabila terjadi suatu tindakan
sengketa yang mengakibatkan kerugian kepada salah satu pihak. Memang pada
dasarnya mitigasi risiko merupakan suatu upaya untuk mengurangi suatu kerugian
akibat dampak adanya resiko yang masih belum diketahui kapan adanya, sehingga
hal tersebut tidak dapat dijadikan suatu dasar untuk dapat menyelesaikan
permasalahan yang dialami oleh para pihak dalam suatu layanan fintech.
Selain hal itu, memang pada prinsipnya para pihak yang menggunakan
layanan fintech harus memperhatikan suatu prinsip kehati-hatian. Kehati-hatian
tersebut memiliki asal dari adanya hati-hati yang ada kaitannya dengan fungsi
pengawasan pada suatu bank dan management bank. Prudent merupakan suatu
hak yang dapat diartikan sebagai kebijaksanaan, akan tetapi pada dunia perbankan
istilah tersebut dipakai dan diterjemahkan dengan suatu hal yang dimaksud hati-
19

hati dan istilah lainnya kehati-hatian.93 Artinya pihak perbankan harus berhati-hati
dalam memberika segala fasilitas kepada nasabah, hal tersebut bertujuan agar
dapat meminimalisir terjadinya sengketa.
Selain itu, penggunaan prinsip kehati-hatian pada transaksi pinjam-
meminjam online sebenarnya dapat memberikan suatu bentuk perlindungan
hukum yang bersifat preventif kepada pihak kreditur, akan tetapi hal yang
demikian tentu tidak dapat memberikan suatu bentuk penyelesaian sengeta apabila
pada suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak timbul suatu sengketa. Sengketa
yang dimaksud yakni lalainya pihak debitur melakukan prestasinya atau dapat
dikatakan pihak debitur yang wanprestasi. Di Negara Indonesia sebagaimana yang
diberitakan oleh Kompas,com yang telah diulas diatas oleh peneliti tentang tingkat
wanprestasi pijaman fintech meningkat, tentu yang melakukan tindakan
wanprestasi adalah dari pihak debitur dikarenakan gagal bayar.
Terjadinya tingkat wanprestasi yang diakibatkan adanya gagal bayar tentu
sangat memberikan suatu bentuk kerugian kepada pihak penyedia dana, oleh
karenanya perlu adanya suatu perlindungan hukum kepada pihak penyedia dana
dengan cara memberikan suatu fasilitas penylesaian sengketa secara online,
sebagaimana yang peneliti jelaskan diatas menurut teori perlindungan hukum
yang disampaikan oleh John Struat Mill suatu perbuatan individu agar tidak
menimbulkan suatu bentuk kerugian kepada pihak lainnya maka harus dibatasi
agar dapat mencegah terjadinya suatu kerugian, hal ini tak kan dapat
direalisasikan tanpa terlebih dahulu diatur dalam peraturan perundang-undangan
agar dapat memberikan suatu kepastian hukum.
Prinsip kepastian hukum sendiri dapat dikatakan sebagai suatu sistem
noma, hal tersebut sesuai dengan pendapat Hans Kelsen. Norma disini merupakan
suatu prodak dari manusia, yang tertuang dalam suatu bentuk undang-undang.
Undang-undang dimaksud memiliki isi suatu aturan-aturan umum yang mengatur
setiap orang bertingkah laku dalam kehidupan masayarakat. Aturan tersebut akan
dapat dijadikan suatu batasan berprilaku, sehingga dengan adanya aturan tersebut

93
Permadi Gandapraja, Loc. Cit.
20

serta penegakan suatu aturan tersebut memberikan suatu kepastian hukum.94


Prinsip kepastian hukum dapat memberikan suatu keadaan yang pasti, dimana
untuk melindungi setiap hak yang dimiliki seseorang harus terlebih dahulu diatur
dalam suatu peraturan perundang-undangan agar dapat diimplementasikan guna
mencapai suatu prinsip kepastian hukum. Akan tetapi kepastian hukum akan
tercipta manakala terdapat suatu aturan yang mengaturnya dan jika tidak diatur
lebih lanjut dalam aturan hukum nasional maka hal tersebut tidak dapat dicapai
suatu prinsip kepastian hukum.
Kepastian hukum sebagai bentuk upaya untuk merealisasikan hukum pada
kenyataanya. Menurut dari istilahnya kepastian hukum merupakan sebuah
keadaan yang pasti, tidak kabur, jelas, ketentuan dan merupakan ketetapan.
Hukum itu sendiri secara hakikatnya harus adil dan pasti agar tidak menimbulkan
multitafsir, arti pasti tersebut sebagai pedoman berprilaku sedangkan arti adil
prilaku harus memprioritaskan suatu tatanan yang bernilai wajar. Hanya karena
memiliki sifat yang adil dan diimplementasikan dengan pasti hukum itu mampu
menjalankan fungsinya. Kepastian hukum adalah pertanyaan yang dapat dijawab
secara normatif, dan tidak dapat dijawab secara sosiologi.
Munculnya hukum modern membuat lahirnya sebuah ajaran kepastian
hukum, ajaran tersebut merupakan suatu ajaran yang masih baru. Akan tetapi nilai
dari keadilan dan kemanfaatan secara tradisional sudah ada sejak sebelum adanya
hukum modern.95 Ajaran ini sebenarnya berasal dari sebuah ajaran Yuridis-
Dogmatif yang dilahirkan dari pemikiran-pemikiran positivistis dalam dunia
hukum, yang selalu beranggapan hukum sebagai pandangan yang otonom, karena
bagi penganut ajaran ini hukum dipandang hanya sebagai kumpulan aturan belaka.
Bagi penganut ajaran ini tujuan dari hukum bukanlah untuk mewujudkan
kemnfaatan dan keadilan melainkan mewujudkan kepastian hukum.
Kepastian hukum ini dapat dimanivestasikan dalam penormaan yang jelas
dan baik didalam undang-undang sehingga akan memberikan kejelasan dalam

94
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, hal. 158

95
Riduan Syahrani, 1999, Loc. Cit.
21

penerapannya.96 Pada ketentuan POJK 77 tahun 2016 hanya memberikan suatu


bentuk kepastian hukum terhadap perlindungan hukum bagi pihak debitur, jika
ditelaah lebih dalam ketentuan dalam POJK 77 tahun 2016 lebih condong
melindungan hak-hak yang dimiliki oleh pihak debitur. Tentu hal tersebut
merupakan suatu ketimpangan dimana dalam suatu bentuk perjanjian tidak
mungkin hanya dilakukan oleh salah satu puhak saja melainkan dilakukan oleh
dua pihak yang dapat disebut sebagai pihak debitur dan pihak kreditur.
Demi terciptanya suatu perlindungan hukum kepada pihak kreditur tentu
harus mengatur terlebih dahulu perlindungan hukum terhadap pihak kreditur atau
dengan cara memberikan suatu fasilitas kepada pihak kreditur untuk dapat
menyelesaikan sengketa secara online sehingga hal tersebut dapat meminimalisir
terjadinya suatu bentuk kerugian pada pihak kreditur, hal inidapat dilakukan
manakalah telah diatur lebih dahulu dalam suatu aturan perundang-undangan
sehingga dalam melakukan perlindugan hukum bagi pihak kreditur dapat
terlaksana, hal inilah yang dapat memberikan suatu bentuk solusi dari sebuah
sengketa yang timbul atas perbuatan pihak debitur. Pada kenyataannya saat ini
masih benyak pihak debitur yang lalai dalam melaksanakan prestasinya sehingga
menimbulkan suatu bentuk kerugian kepada pihak kreditur, memang senyatanya
suatu bentuk perjanjian konvensional yang berkaitan dengan pinjam-meminjam
harus didasarkan kepada adanya suatu jaminan, akan tetapi hal tersebut tidak
terdapat pada sistem pinjam-meminjam pada bidang fintech hal inilah yang akan
memberikan kesulitan kepada pihak kreditur untuk menagih hak yang seharusnya
dilaksanakan oleh pihak debitur.
Otorita Jasa Keuangan yang belum berencana untuk membuat aturan
tentang perlindungan hukum terhadap pihak kreditur apabila pihak debitur
melalaikan kewajibannya membuat pihak debitur tidak akan merasa takut untuk
tidak membayar hutang-hutangnya. Sebenarnya apabila Otoritas Jasa Keuangan
mengupayakan untuk memberikan suatu bentuk perlindungan hukum kepada
pihak kreditur dengan cara membuat suatu aturan penyelesaian sengketa secara
online maka hal tersebut sudah dapat memberikan suatu bentuk perlindungan

96
Ibid.
22

hukum kepada pihak kreditur, karena sampai saat ini masih belum ada suatu
aturan yang khusus mengatur tentang penyelesaian sengketa secara online,
sehingga dengan demikian aturan hukum yang saat ini ada tidak dapat
memberikan suatu bentuk perlindungan hukum kepada pihak kreditur secara
sederhana, cepat, dan biaya terjangkau. Adanya suatu bentuk regulasi yang dapat
mengupayakan pihak debitur dapat memenuhi prestasinya hal tersebut akan
memberikan suatu bentuk kepastian hukum di Negara Indonesia. Berdasarkan hal
sebagaimana peneliti uraikan di atas, maka masilh belum terdapat pengaturan
perlindungan hukum bagi pihak kreditur sehingga dalam kaiatannya dengan
prinsip kepastian hukum dikarenakan masih belum diatur maka hal tersebut tidak
mencerminkan adanya prinsip kepastian hukum

4.2 Bentuk Perlindungan Hukum Kreditur Dibidang Pinjaman Online


Jika Pihak Debitur Wanprestasi.
Perlindungan hukum merupakan suatu bentuk upaya untuk melindungi
pihak-pihak yang akan menerima suatu kerugian. Hukum di dalam masayarakat
hadir sebagai salah satu upaya agar dapat mengintegrasikan dan mengupayakan
segala bentuk kepentingan yang bertetangan diantara yang satu dengan yang
lainnya, sehingga dengan demikian hukum diwajibkan untuk dapat
mengintegrasikan segala bentuk benturan tersebut seminimal mungkin.
Hukum sendiri dalam bahasa inggris yakni law, sedangkan pengertianya
sangat sulit untuk dicari karena luas ruang lingkup dan berbagai bidang yang
dijadikan sumber ditemukannya suatu hukum. Sebagaimana menrurut Hans
Kelsen yang menyatakan jika hukum merupakan tehnik sosial guna mengatur
prilaku dari suatu masayarakat.97 Artinya hukum dapat dikatakan sebagai suatu
pedoman untuk bertingkah laku di dalam kehidupan masayarakat, sehingga
masayarakat dalam melakukan aktivitasnya tidak akan pernah lepas dari adanya
suatu hukum.

97
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, Jakarta, hal. 12
23

Perlindungan sendiri dalam bahasa inggris disebut sebagai protection.


Istilah perlindungan dalam kepustakaan mengartikan sebagai memperlindungi
sedangkan Black’s Law Dictionary, protection adalah the act of protecting.98
Pengertian tersebut memberikan arti jika perlindungan merupakan suatu upaya
untuk memperlindungi segala sesuatu termasuk terhadap kerugian yang timbul
dari segala perbuatan tertentu.
Secara umunya, perlindungan memiliki arti memberikan pengayoman
segala sesuatu dari suatu hal yang diduga ada sebuah bahaya, sesuatu dimaksud
bias saja dari adanya sebuah kepentingan terhadap benda maupun barang. Selain
itu, perlindungan juga memiliki suabuah makna pengayoman yang diberikn
terhadap orang yang lebih lemah, sehingga dengan demikian perlindungan hukum
dapat dimaknai dengan segala upaya dari pemerintah untuk memberikan jaminan
adanya kepastian hukum serta memberi perlindungan terhadap warganya hal
tersebut dimaksudkan untuk melindungi hak-haknya yang merupakan warna
Negara tidak dilanggar.
Menurut pengertiannya perlindungan hukum merupkan suatu perlindungan
yang diberi kepada subyek hukum dalm bentuk sarana hukum yang memiliki sifat
pencegahan maupun memiliki sifat represif, bentuknya tertulis maupun tidak
tertulis. Dapat dikatakan perlindungan hukum sebagai gambaran dari adanya
fungsi hukum yakni suatu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu
keadilan dan kedamaian. Ada beberapa pengertian perlindungan hukum
sebagaimana yang dikutip oleh beberapa ahli sebagai berikut :99
a. Satjito Rahardjo berpendapat jika perlindungan hukum merupakan
suatu upaya untuk dapat memberikan perlindungan terhadap suatu
kepentingan pada orang dengan suatu cara memberikan
pengealokasian atas sebuah Hak Asasi Manusia yag bersifat kekuasaan
kepada seseorang tersebut untuk melakukan segala sesuatu dalam
rangka segala kepentingannya.

98
Bryan A. Garner, 2009, Black’s Law Dictionary, Ninth Edition, West, St. Paul, h.1343

99
Satjipro Rahardjo, 2003, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta , h.121.
24

b. Setiono mengartikan jika perlindungan hukum yaitu segala tindakan


maupun upaya dalam rangka melindungi masyarakat dari segala
macam suatu tindakan sewenang-wenang atas perbuatan penguasa
yang tidak memiliki kesesuaian terhadap aturan hukum, untuk
memanivestasi suatu ketertiban dan ketentraman maka dapat
memungkinkan manusia agar menikmati martabatnya sendiri.
c. Menurut Muchsin yakni suatu perlindungan hukum merupakan
kegiatan untuk melindungi seseorang dengan menyerasikan hubungan
antara suatu nilai atau kaidah yang terdapat dalam sebuah sikap dan
tindakan demi menciptakan adanya suatu tertib dalam pergaulan hidup
antara manusia.
d. Hetty Hasanah mengartikan perlindungan hukum berbeda dengan yang
lainnya yaitu perlindungan hukum merupakan segala upaya yang
memberikan suatu jaminan terhadap adanya kepastian hukum, dengan
hal tersebut aakn mampu memberikan suatu bentuk perlindungan
hukum terhadap pihak yang melakukan tindakan hukum.
Beberpa penjelasan perlindungan hukum sebagaimana tersebut diatas
dapat dipahami jika perlindungan hukum meruapakan suatu upaya untuk
melindungi hak asasi manusia serta hal tersebut dapat memberikan suatu jaminan
atas perlindungan hukum. Adapun unsur-unsur dari adanya perlindungan hukum
yaitu :
a. Terdapat suatu pengayoman
b. Jaminan kepastian hukum
c. Ada kaitannya dengan suatu hak
Inti dari suatu bentuk perlindungan hukum terhadap penyedia jasa
keuangan yaitu suatu bentuk perlindungan yang dapat memberikan jaminan
terhadap penyedia jasa keuangan. Jaminan tersebut yakni dalam bentuk suatu
pemenuhan perjanjian yang dibuat oleh penerima jasa keuangan atau debitur
dengan pemberi jasa keuangan, sehingga dengan adanya pemenuhan perjanjian
yang dimaksud maka tidak akan terjadi suatu bentuk tindakan wanprestasi dari
pihak penerima jasa keuangan atau debitur. Sebagaimana unsur dari perlindungan
25

hukum suatu bentuk pengayoman sangat memberikan upaya agar dapat


dilaksanakannya suatu perjanjian selain itu, dengan dapat dijalankannya suatu
bentuk perjanjian yang buat maka akan memberikan suatu jaminan kepastian
hukum kepada para pihak dan akhirnya hak yang seharusnya dimiliki oleh
masing-masing pihak dapat terealisasi.
Bentuk perlindungan hukum sangatlah memiliki arti terhadap suatu
keadaan yang tidak menjamin adanya suatu pemenuhan hak, bentuk perlindungan
hukum sendiri oleh Negara dibagi menjadi dua sifat, yakni. Memiliki sifat
pencegahan dan memiliki sifat hukuman.100 Salah satu bentuk perlindungan
hukum yang pada kenyataannya saat ini yakni penyelesaian sengketa diluar
pengadilan atau non litigasi. Perlindungan hukum pada kegiatan ekonomi
khususnya pinjam meminjam online tidak akan pernah lepas dari aspek
perusahaan pinjaman tersebut. salah satu bentuk nyata penyelesaian sengketa
diluar pengadilan merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum yang
memberikan suatu aspek keadilan kepada para pihak, sehingga segala seuatu yang
berkaitan sengketa atas hak maupun kewajiban dapat diselesaikan dan
diselesaikannya suatu permasalahan tersebut adalah suatu bentuk perlindungan
hukum kepada kedua bela pihak.
Perlindungan hukum pada prinsipnya merupakan suatu tujuan untuk
menciptakan keadilan pada kehidupan masayarakat.101 Keadilan tersebut tercipta
manakalah terdapat kesamaan dalam artian para pihak telah melakukan apa yang
seharusnya dilakukan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya. Perlindungan
hukum sendiri dapat dikontruksikan sebagai suatu bentuk layanan dan
perlindungan.102 Layanan dimaksud untuk memberikan suatu jaminan keadilan
kepada pihak-pihak yang membutuhkan adaya suatu perlindungan hukum tak

Rafael La Porta, “Investor Protection and Cororate Governance; Journal of Financial


100

Economics”, No. 58, 1 (1999) h . 9


101
Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, cet. VI PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.54

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, 2013, Penerapan Teori Hukum pada PenelitianTesis
102

dan Disertasi, cet. 1, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, h. 261.


26

terkecuali terhadap pihak kreditur yang mendapatkan suatu kerugian atas tindakan
dari pihak debitur.
Hak sendiri merupakan suatu hal yang harus didapatkan oleh suatu pihak
sedangkan kewajiban merupakan sesuatu hal yang harus dikerjakan. Perjanjian
yang dibuat oleh pihak kreditur maupun pihak debitur melahirnya adanya suatu
hak dan kewajiban. Dipenuhinya suatu kewajiban dan hak tersebutlah yang dapat
dikategorikan sebagai akibat hukum dari adanya suatu perjanjian yang dibuat oleh
para pihak. Akibat dari adanya suatu perjanjian merupakan pelaksanaan dari
adanya isi perjanjian dimaksud, sebagaimana ketentua Pasal 1339 KUHPer yang
pada pooknya menyatakan jika suatu perjanjian tidak hanya memberian ikatan
terhadap segala yang secara tegas disampaikan dalam bentuk perjanjian melainkan
segala sesuatu yang menurut sifat perjanjiannya diwajibkan oleh kepatutan,
undang-undang dan kebiasaan.
Berkaitan dengan isi dalam perjanjian yang telah disepakati oleh para
pihak tentunya memuat segala hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
para pihak.103 Hak dan kewajiban yang tertuang dalam isi perjanjian apabila tidak
dilaksanakan atau dijalankan oleh para pihak tentu hal tersebutlah yang dapat
dikategorikan sebagai perbuatan wanprestasi. Menurut Subekti yakni suatu
perbuatan yang tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan pada suatu
perjanjian yang dibuatnya, tidak ditepatinya suatu perjanjain yang dibuat
dikarenakan kesalahan pihak debitur, keadaan memaksa.104 Artinya pihak debitur
yang melakukan sebuah wanprestasi melakukan suatu kesalahan yang dapat
menghambat dilaksakannya suatu perjanjian yang buatnya hal tersebut
dikarenakan kesalahan debitur baik karena tidak melakukan suatu prestasi,
memenuhi prestasi akan tetapi tidak baik, terlambat memenuhi prestasi,
melakukan suatu perbuatan yang oleh perjanjian yang dibuatnya dilarang.
Wanprestasi memiliki arti tidak dipenuhinya suatu kewajiban dari
seseorang yang telah ditetapkan dalam sebuah perikatan tertentu, baik yang

Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum dan Kontrak “Franchise”, artikel diakses pada 12
103

maret 2021 dari http:// repository. usu.ac.id /bitstream/ 123456789/35732/6/Chapter%20III-V


104
Djaja S. Meliala, 2012, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW , Nuansa Aulia, Bandung, h.175
27

dilahirkan karena adanya undang-undang maupun dilahirkan karena perjanjian.


Menurut pengertiannya wanprestasi masih belum memiliki keseragaman dan
masih terdapat suatu istilah yang beragam terkait dengan wanprestasi, sehingga
tidak memiliki suatu kata kesepakatan dalam menentukan istilah wanprestasi.
Istilah wanprestasi ini tercantum dalam beberapa istilah.
Pada Pasal 1234 KUHPer menyatakan jika wanprestasi merupakan tiap
perikatan adalah untuk berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu dan memberikan
sesuatu,105 hal inilah yang disebut dengan istilah prestasi. Prestasi sendiri bukanlah
suatu obyek dari adanya perjanjian melaikan cara melaksanakan perjanjian.
Sedangkan yang dimaksud dengan obyek perjanjian adalah barang atau dalam
sistem perjanjian hutang adalah berupa uang, maka cara bentuk penyerahannya
atau melakukan prestasinya dengan penyerahan sejumlah uang, akan tetapi
apabila bentuk obyek perjanjiannya berupa jasa maka penyerahan prestasinya
dengan suatu jasa tertentu. Selain itu, disamping dalam hal pelaksanaan perjanjian
harus dilaksanakan menurut ketentuan Pasal 1338 ayat 3 KUHPer perjanjian
wajib dilaksanakan dengan adanya etikat baik. Artinya segala bentuk perjanjian
yang dibuat oleh para pihak harus dilaksanakan sesuai dengan tujuannya yakni
sebagaimana yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian dan untuk
melaksanakannya harus dengan adanya etikat baik dari para pihak.
Wanprestasi terjadi jikalau pihak debitur tidak dapat menjalankan
kewajibannya serta tidak mampu untuk membuktikan jika tidak dilaksanakannya
suatu prestasi bukan karena kehendaknya atau diluar salahnya pihak debitur atau
dengan katalainnya jika pihak debitur tidak dapat membuktikan keadaan
overmacht, artinya apabila pihak debitur dapat membuktikan keadaan overmacht
tersebut maka pihak debitur tidak akan dapat dipersalahkan. Waktu
wanprestasinya debitur tidak dapat dinyatakan secara otomatis melainkan jikalau
sudah ada kesepakatan terkait wanprestasinya pihak debitur sejak tanggal yang
disepakati dalam isi perjanjian.
Tidak terpenuhinya prestasi oleh debitur yakni disebebkan beberpaa
kemungkinan yang menjadi alasan tidak dipenuhinya pretasi oleh pihak debitur

105
Lihat Pasal 1234 KUHPer
28

yaitu. Pertama, adanya kesalahan debitur, kesalahan tersebut disengaja maupun


tidak dipenuhinya dikarenakan adanya kelalaian. Kedua, keadnaan memaksa, hal
ini lah yang dimaksud dengan suatu keadaan yang berada diluar kehendak debitur.
Perbuatan yang demikan sebagaimana tidak dipenuhinya prestasi menurut hal
pertama dan kedua mengakibatkan pihak debitur melakukan sebuah wanprestasi.
Debitur dapat dinyatakan telah melakukan suatu wanprestasi manakala
adanya sebuah kesengajaan. Kesengajaan ini dapat diartikan sebagai suatu
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dikehendaki dan diketahuinya
sendiri serta adanya suatu kesadaran dari pihak yang berbuat sehiangga dengan
perbuatannya tersebut mengakibatkan suatu bentuk kerugian kepada pihak
lainnya. Selain adanya kesengajaan debitur dapat dinyatakan melakukan
wanpresatai manakala adanya kelalaian. Kelalaian sendiri merupakan suatu
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang seharusnya memiliki kewajiban
untuk melakukan sebuah prestasinya dan seharusnya mengatahui jika apa yang
akan diperbuatnya akan menimbulkan suatu bentuk kerugian kepada pihak
lainnya.
Selain syarat adanya wanprestasi tersebut terdapat syarat lainnya yakni
dapat dikatakan sebagai syarat formil, syarat ini sebenarnya dimulai dengan
adanya suatu somasi atau terguran atas segala perbuatan pihak debitur yang lalai
dalam melakukan prestasinya dan hal tersebut dilakukan untuk menyatakan
terlebih dahulu secara resmi dengan cara memberikan suatu peringatan kepada
pihak debitur, bahwa pihak kreditur menginginkan adanya suatu bentuk
pembayararan dengan berjangka maupun seketika. Secara istilah somasi
merupakan teguran tertulis secara keras dari kreditur berupa sebuah akta kepada
pihak debitur, agar pihak debitur melakukan sebuah prestasinya dan disertai
dengan adanya suatu sanksi dan denda yang akan diterapkan kepada pihak debitur
jikalau pihak debitur lalai atau tidak menjalakan prestainya dan dengan kata lain
wanprestasi.106 Artinya apabila pihak debitur melakukan sebuah wanprestasi maka
suatu bentuk upaya dengan melakukan somasi terlebih dahulu kepada pihak

Johanes Ibrahim, 2004, Cross Defauld & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit
106

Bermasalah,Cetakan ke-1, Penerbit refika Aditama, Bandung, h. 55-56


29

debitur secara formil untuk menyatakan jika pihak debitur telah nyata melakukan
suatu perbuatan wanprestasi sehingga dengan adanya somasi tersebut dapat
dijadikan rujukan untuk menentukan sejak kapan pihak debitur melakukan suatu
wanprestasi.
Akan tetapi pada perjanjian online yang notabeni perbuatan kontraknya
dilakukan secara online tentu tindakan melakukan somasi kepada pihak debitur
sangatlah sulit bahkan pihak kreditur tidak akan mengetahui secara pasti yang
hendak akan disomasi atau alamat debitur apakah domisilinya sesuai dengan
identitas atau tidak, selain itu juga perlu diperhatikan berkaitan yang mengajukan
apa benar-benar pihak debitur dalam suatu perjanjian, hal inilah yang membuat
suatu bentuk perjanjian online mengalami persoalan untuk menagih dan meminta
piutangnya kepada pihak debitur. Diketahui pinjaman online pada faktanya
tidaklah seperti pinjaman secara konvensional yang masih memerlukan adanya
suatu jaminan benda bergerak maupun benda tidak bergerak, dengan adanya
jaminan tersebut pihak kreditur dapat melakakukan suatu sita eksekusi terhadap
benda jaminan milik debitur. Akan tetapi berbeda dengan pinjaman online yang
sangat mudah prosedurnya tidak harus menggunakan suatu bentuk jaminan
apapun dan hanya menggunakan identitas diri saja sudah dapat melakukan suatu
bentuk transaksi pinjaman online.
Pinjaman online sendiri sebagaimana yang diketahui merupakan suatu
bentuk transaksi yang dilakukan dalam sistem online atau menggunakan sarana
elektronik sebagai penghubung diantara penyedia jasa keuangan atau kreditur dan
penerima jasa keuangan atau debitur. Pada sistem pinjaman yang dinyatakan pihak
debitur telah melakukan sebuah wanprestasi sebenarnya pihak kreditur masih
memiliki upaya untuk melakukan suatu bentuk perlindungan terhadap hak yang
seharusnya pihak kreditur dapatkan, dengan cara pihak kreditur dapat meminta
kepada pihak debitur untuk untuk melaksanakan prestasinya meskipun dalam
perkanjian yang telah dibuat oleh pihak kreditur dan debitur terlambat untuk
dilaksanakannya dapat melakukan suatu perbintaan terhadap ganti kerugiannya
saja,yang merupakan suatu kerugian yang dialaminya. Pihak kreditur sebenarnya
masih dapat melakukan suatu tuntutan kepada pihak debitur untuk melaksanakan
30

perjanjian dengan suatu menganti kerugian yang dilakukan oleh pihak debitur atas
keterlambatan pelaksanaan perjanjian tersebut.

Pinjaman online didasari adanya suatu perjanjian, sedangkan perjanjian


menurut Pasal 1320 KUHper terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi
yakni :107
a. Adanya kesepakatan
Adapun syarat ini sebagai syarat yang paling mutlak dari suatu
perjanjian yang mana keduabela pihak harus menyepakati adanya isi
dari perjanjian. Akan tetapi apabia para pihak tidak sepakat maka tidak
akan terjadi adanya suatu perjanjian. Kesepakatan yang dibuat
menunjukkan bahwa mereka (orang-orang) yang melakukan
perjanjian, sebagai subyek hukum tersebut mempunyai kesepakatan
(kebebasan) yang bebas dalam membuat isi perjanjian serta tidak boleh
adanya unsur paksaan. Apabila subyek hukum tersebut tidak bebas
dalam membuat suatu perjanjian yang disebabkan adanya unsur
paksaan (dwang), unsur kekeliruan (dwaling), atau unsur penipuan,
kecuali paksaan yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan
yang berlaku, maka perjanjian tersebut dapat dituntut untukdibatalkan.
Pengertian paksaan yang terjadi, dapat berupa paksaan badan, ataupun
paksaan jiwa, kecuali paksaan yang dibenarkan oleh peraturan
perundang_undangan yang berlaku, seperti paksaan yang terjadi
sebagai akibat terjadinya kelalaian atau wanprestasi dan satu pihak
kemudian melakukan penggugatan ke muka pengadilan dan sebagai
akibatnya pengadilan memaksa untuk memenuhi prestasi.
Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian menjadi batal jika
terdapat paksaan terdapat dalam Pasal 1323 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang berbunyi : “paksaan yang dilakukan terhadap
orang yang membuat suatu perjanjian, merupakan alasan untuk
batalnya perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang

107
M. Yahya Harahap, Op. Cit. h. 6
31

pihak ketiga, untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut telah tidak


dibuat”, serta ketentuan dalam Pasal 1325 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata yang berbunyi :
“paksaan mengakibatkan batalnya suatu perjanjian tidak saja
apabila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat
perjanjian, tetapi juga apabila paksaan itu dilakukan terhadap
suami atau istri atau sanak keluarga dalam garis keatas
maupun kebawah. Mengenai kekeliruan dapat terjadi
terhadap orang maupun benda, sedangkan yang dimaksud
dengan penipuan ialah apabila salah satu pihak dengan
sengaja memberikan hal atau sesuatu yang tidak benar, atau
dengan akal cerdik sehingga orang lain menjadi tertipu”.

Apabila penipuan dilakukan maka perjanjian yang dibuat dapat batal.


Sesuai dengan Pasal 1328 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang
berbunyi : penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan
perjanjian, apabila tipu muslihat, yang dipakai oleh salah satu pihak,
adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang
lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu
muslihat tersebut.
b. Kecakapan” untuk membuat suatu perikatan
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan mengandung makna bahwa
pihak-pihak yang membuat perjanjian/perikatan tersebut merupakan
orang yang sudah memenuhi syarat sebagai pihak yang dianggap cakap
oleh/menurut hukum, sehingga perbuatannya bisa
dipertanggungjawabkan sesuai hukum pula. Dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata hanya diterangkan tentang mereka/pihak-pihak
yang oleh hukum dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan
hukum. Sehingga pihak diluar yang tidak cakap tersebut dianggap
cakap untuk melakukan perbutan hukum. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1329 Kitab Undangundang Hukum Perdata yang
berbunyi : setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-
perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.
32

Pihak yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum diatur


dalam Pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang
berbunyi “tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah” :
1. Orang-orang yang belum dewasa di dalam pasal 1330 Kitab
Undang_Undang Hukum Perdata ini menetukan bahwa mereka
yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu
kawin.
2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan menurut Pasal 1331
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah setiap orang dewasa
yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata
gelap, walaupun ia kadang-kadang cakap mempergunakan
pikirannya. Selain itu orang-orang dewasa yang mempunyai sifat
pemboros dapat juga ditaruh dibawah pengampuan.
3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang diterapkan oleh
undang_undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa
undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian
tertentu.
Menurut Pasal 108 Kitab Undang-undang Hukum Perdata perempuan
yang telah bersuami dianggap tidak cakap untuk membuat suatu
perjanjian, kecuali jika ia didampingi atau diberi izin tertulis dari
suaminya. Sedangkan pada Pasal 109 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata menentukan pengecualian dari Pasal 108 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata yaitu bahwa istri dianggap telah memperoleh
izin atau bantuan dari suami dalam hal membuat perjanjian untuk
keperluan rumah tangga sehari-hari atau sebagai pengusaha membuat
perjanjian kerja, asalkan untuk keperluan rumah tangga. Namun
demikian semua ketentuan tersebut di atas sudah tidak berlaku lagi
dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3
Tahun 1969, serta dengan diundangkannya Undang_Undang
Perkawinan No. l Tahun 1974, dimana dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2)
33

diterangkan kedudukan suami dan istri adalah sama/seimbang dan


masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
c. Suatu “hal tertentu”
Maksud dari kata suatu hal tertentu pada persyaratan sahnya suatu
perjanjian adalah obyek dari pada perjanjian. Dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata ditentukan bahwa objek perjanjian tersebut
haruslah merupakan barang-barang yang dapat ditentukan nilainya atau
dapat diperdagangkan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
1333 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi : "Suatu
perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit
ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah
itubarang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan
atau dihitung.
d. Suatu “sebab yang halal”
Pengertian dari suatu sebab yang halal yaitu bahwa isi dariperjanjian
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, norma-norma,
kesusilaan, dan ketertiban umum. Misalnya: seseorang mengadakan
transaksi jual-beli senjata api tanpa dilindungi oleh surat-surat yang
sah dalam hal pemilikan senjata api, maka perjanjian yang dilakukan
adalah batal, karena tidak memenuhi syarat mengenai suatu sebab yang
halal yaitu prestasi yang dilakukan telah melanggar undang_undang
tentang pemilikan senjata api.

Menurut Pasal 1335 Kitab Undang-undang Hukum Perdata : "Suatu


perjanjian tanpa sebab (causal), atau telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu
atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan." Sedangkan Pasal 1336 Kitab
Undang_undang Hukum Perdata, menegaskan bahwa jika tidak dinyatakan
sesuatu sebab, tetapi ada sesuatu sebab yang halal ataupun ada sesuatu sebab lain
dari pada yang dinyatakan perjanjiannya namun demikian adalah sah.
Pinjaman online terjadi pada sistem fintech yang notabeni dilakukan dalam
sistem elektronik. Perjanjian pinjam-meminjam secara online atau disebut sebagai
34

pinjaman online dapat dikategorikan sebagai suatu perjanjian timbal balik. Pada
kenyataannya bentuk dari pinjaman online yakni si pemberi pinjaman
memberikan sejumlah uang kepada peminjam dan hal tersebut ditentukan dalam
suatu perjanjian jika penerima pinjaman memiliki kewajiban untuk
mengembalikan pinjamannya dengan disertai adanya suatu bunga tertentu atas
pinajaman tersebut. memang perjanjian ini sangatlah memiliki resiko dan hal
tersebut tidak hanya pada bentuk perjanjian pinjaman uang melainkan kepada
tiap-tiap perjanjian, adapun resiko yang akan diterima atau timbul dari adanya
transaksi pinjam-meminjam adalah adanya gagal bayar atau dengan istilah lain
kredit macet. Kredit macet merupakan istilah dalam dunia perbankan dan secara
hukum hal tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi.108
Secara istilahnya wanprestasi atau dapat disebut juga dengan kata gagal
bayar merupakan pelanggaran yang merupakan suatu bentuk tidak dipenuhinya
perjanjian pinjam-meminjam yang merupakan dasar atau sumber dari adanya
kejadian senggketa diantara pihak kreditur dan debitur. 109 Artinya wanpresatsi
merupakan suatu hal dimana pihak kreditur yang telah menagih piutangnya
kepada pihak debitur akan tetapi pihak debitur tidak mau membayar hutang-
hutangnya kepada pihak kreditur. Pada sistem perjanian secara konvensional
apabila terjadi suatu bentuk wanpresatasi untuk mengupayakan perlindungan
hukum kepada pihak kreditur dapat dilakukan suatu gugatan sebagaimana yang
diatur dalam sistem hukum acara perdata Indonesia, akan tetapi hal tersebut dapat
dilakukan manakalah perjanjian tersebut memiliki suatu benda jaminan atas
pemenuhan hutang pihak debitur dan lain halnya dengan sistem perjanjian secara
online yang dilakukan pada fintech yang mana pinajam tersebut dilakukan secara
online yag notabeni tidak mensyaratkan adanya suatu bentuk jaminan tertentu
dimana pihak penyelenggara fintech mempertemukan pihak penyedia jasa
keuangan dan penerima jasa keuangan, pertemuan tersebut terjadi pada sistem
online.

108
Gatot Supramono, 2013,Perjanjian Utang Piutang, Kencana, Jakarta, h. 147.

109
Ibid. hal 148
35

Apabila terjadi suatu sengketa memang jika dilakukan penyelesaian


menggunakan badan peradilan akan membutuhkan waktu yang sangat lama dan
memakan biaya yang cukup besarm sehingga bentuk penyelesaian sengketa
wanpretasi yang dilakukan oleh debitur dengan jalan gugatan merupakan suatu
bentuk penyelesaian yang tidak evektif. Akan tetapi apabila terdapat lembaga lain
yang dapat menyelesaikan suatu sengketa yang terjadi diantara pihak kreditur dan
debitur yang sangat menguntungkan kepada kedua bela pihak baik dari segi waktu
penyelesaian, biaya yang ditimbulkan tentu hal tersebut dapat dikatakan sebagai
suatu bentuk upaya untuk melakukan perlindungan hukum terhadap pihak
kreditur.
Pengguna layanan fintech sampai saat ini diatur dalam ketentuan POJK
Nomor 77/POJK.01/2016 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan SEOJK
Nomor 18/SEOJK.02/2017. Pada kerua peraturan tersebut masih belum terdapat
perlindunga hukum kepada pihak kreditur apabila terjadi suatu tindakan
wanprestasi dari pihak debitur, padahal diketahui tingkat wanprestasi saat ini
sangat meningkat hal tersebut sebagaimana yang diberitakan pada surat kabar
kompas.com yang mana memberikan jika pada tahun 2020 terjadi perbuatan
wanprestasi pada pinjaman fintech yang mana pada tahun ini terjadi peningkatan
dibanding dengan tahun yang sebelumnya. Menurut berita tersebut tingkat
wanprestasi pengembalian pinjaman meningkat dan semakin menanjak, dari data
Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2020 tingkat wanprestasi pengembalian
pinjaman sebesar 4,93% lebih besar disbanding tahun sebelumnya yang berada
ditingkat 3,65%. Adanya tingkat wanprestasi dari pinjaman fintech pantas apabila
dibentuk suatu perlindungan hukum terhadap pihak kreditur agar pelaksanaan
perjanjian dapat dijalankan dan meminimalisir terjadinya perbuatan wanprestasi
dari pihak debitur.
Sebagaimana definisi perlindungan hukum yang peneliti sebutkan
sebelumnya juga yang mana pada prinsipnya perlindungan hukum merupakan
suatu tindakan atau sistem aturan yang berisikan norma dan sanksi yang memiliki
suatu tujuan untuk dapat mengendalikan prilaku manusia, menjaga ketertiban dan
keadilan, serta adanya pencegahan akan suatu kekacauan yang akan timbul.
36

Sebenarnya untuk melindungi pihak kreditur atas sebuah perjanjian yang tidak
dilaksanakan oleh pihak debitur harus memiliki suatu jaminan atas pinjaman yang
diajukan oleh pihak debitur dan jaminan tersebut harus didaftarkan menjadi
jaminan fidusia, sebagaimana menurut Undang-Undang No.42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia mengartikan jika jaminan fidusia merupakan suatu
jaminan terhadap barang bergerak yang bentuk penguasaannya terdapat pada
kekuasaan debitur meskipun telah terjadi adanya suatu pengalihan kepemilikan. 110
Pendaftaran jaminan fidusia sebenarnya merupakan salah satu bentuk upaya
perlindungan hukum kepada pihak kreditur atas tidak dijalankannya perjanjian
oleh pihak debitur.
Akan tetapi pada perjanjian online yang dibuat oleh pihak kreditur maupun
pihak debitur serta penyelenggara layanan pada layanan dintech tidak terdapat
ketentuan adanya suatu jaminan sehingga hal tersebut akan menyulitkan untuk
pemenuhan hak apabila terjadi adanya wanprestasi atau gagal bayar maka dengan
hal tersebut perlindungan hukum terhadap pihak kreditur tidak terjadi. Pada
penelitian ini, teori perlindungan hukum yang dipakai oleh peneliti yakni teori
perlindungan hukum yang dikemukakan oleh John Struat Mill, perilindungan
hukum sendiri seyogyanyalah akan memberikan suatu perlindungan kepada setiap
orang dari adanya suatu bentuk kerugian yang akan ditimpulkan oleh seseorang
sehingga diperlukan adanya suatu bentuk pencegahan untuk menanggulangi
bentuk kerugian tersebut.Tidak dilanksanakannya suatu perjanjian tentu hal
tersebut akan menimbulkan suatu bentuk kerugian kepada salah satu pihak, hal
terebut juga akan terjadi pada perjanjian online yang mana apabila terjadi suatu
perbuatan wanprestasi. Wanprestasi tersebut timbul dari perbuatan yang tidak
melaksanakan perjanjian termasuk tindakan debitur maupun kreditur, akan tetapi
apabila dilihat tingkat wanprestasi terjadi pada saat ini diakibatkan oleh pihak
debitur yang tidak menjalankan suatu kewajibannya pada perjanjian online
sehingga timbullah perbuatan wanprestasi.
Apabila ditelaah secara mendalam ketentuan POJK 77 tahun 2016 masih
belum mengatur terkait upaya yang dapat dilakukan agar dapat memberikan

110
Wirojono Prodjodikoro, 1986, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bale, bandung, h.20
37

sebuah perlindungan hukum kepada pihak kreditur atas perbuatan wanprestasi


atau gagal bayar dari pihak debitur. Sebagaimana menurut POJK 77 tahun 2016
mewajibkan kepada penyelenggara untuk mengaplikasikan prinsip dasar
perlindungan kepada pengguna yang salah satunya berkaitan dengan perlakuan
yang adil, akan tetapi apabila dilihat dari ketentuan yang terkandung dalam POJK
77 tahun 2016 hanya tmemberikan perlindungan kepada pihak debitur saja dan
tidak menjamin perlindungan atas pihak kreditur. Padahal pada faktanya pihak
kreditur juga membutuhkan suatu perlindungan hukum atas gagal bayar yang
dilakukan oleh pihak debitur, tentu dengan adanya gagal bayar tersebut pihak
kreditur akan dirugikan dan tidaklah sesuai dengan ketentuan Pasal 29 POJK 77
tahun 2016 yang mengatur perlakuan adil kepada para pihak.
Tidak diaturnya bentuk perlindungan hukum terhadap pihak kreditur
membuat adanya kekosogan norma yang berakibat kepada tidak adanya kepastian
hukum pada perlindungan hukum terhadap pihak kreditur. Bentuk perlindungan
hukum yang dapat dijadikan suatu pijakan agar pihak kreditur terjamin
perlindungannya yakni dengan adanya suatu aturan terkait dengan mekanisme
penyelesaian secara elektronik atau dengan sarana online yang dapat memfasilitasi
pihak debitur dan pihak kreditur dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi,
sehingga upaya untuk melakukan suatu perlindungan hukum kepada pihak
kreditur atas tindakan pihak debitur yang melakukan wanprestasi dapat diatasi.
Adanya suatu norma yang mengatur tentang mekanisme penyelesaian sengketa
secara online atau online dispute resolution akan memberikan suatu bentuk
kepastian hukum atas perlindungan kepada hak dan kewajiban para pihak dalam
suatu perjanjian.
Kepastian hukum sebagaimana yang disampaikan oleh Hans Kelsen terdiri
dari hukum yang merupakan suatu sistem pada norma. Norma sendiri menitik
beratkan kepada suatu keharusan dengan disertai adanya beberapa aturan yang
menjadi pedoman untuk berprilaku. Norma sendiri merupakan suatu prodak yang
dibuat oleh manusia, undang-undang yang bersifat umum yang menjadi suatu
pedoman bertingkah laku di kehidupan masayarakat. 111 Artiya dilaksanakannya

111
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Op. Cit. hlm. 58.
38

aturan tersebut dikarenakan adanya aturan dimaksud hal inilah yang dikategorikan
sebagai kepastian hukum.
Kepastian hukum akan memberikan suatu bentuk kepastian terhadap upaya
perlindungan hukum kepada para pihak dalam transaksi fintech. Adanya
pengaturan berkaitan dengan bentuk perlindungan hukum terhadap pihak kreditur
dalam melakukan suatu bentuk transaksi pinjaman online tentu akan
meminimalisir terjadinya suatu bentuk perbuatan wanprestasi atau gagal bayar
sehingga dengan mengupayakan penyelesaian sengketa melalui online dispute
resolution akan dapat membantu serta memberikan perlindungan hukum kepada
pihak kreditur atas perbuatan gagal bayar yang hendak diperbuat oleh pihak
debitur sehingga tingkat wanprestasi pada perjanjian pinjaman online dapat
diminimalisir dan upaya perlindungan kepada pihak kreditur dapat tercipta hal
inilah yang akan memberikan suatu bentuk kepastian hukum kepada perlindungan
hukum pihak debitur.
Adanya kepastian hukum kepada seseorang merupakan suatu harapan
terhadap pencari keadilan atas tindakan gagal bayar yang dilakukan oleh pihak
lainnya. Kepastian hukum akan memberikan suatu pemahaman kepada seseorang
akan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi, tanpa adanya suatu bentuk
kepastian hukum seseorang tidak akan mengetahui apa yang harus diperbuatnya.
Hal inilah yang akan memberikan suatu bentuk perlindungan hukum kepada pihak
kreditur atas tindakan pihak debitur yang melakukan tindakan wanprestasi,
sehingga dengan diaturnya suatu bentuk upaya perlindungan hukum kepada pihak
kreditur dengan memberikan sebuah fasilitas penyelesaian sengketa secara online
dapaat memberikan suatu hal yang memungkinkan perbuatan gagal bayar dari
pihak debitur dapat dimanimalisir, dengan demikian bentuk perlindungan hukum
kepada pihak kreditur terhadap perbuatan debitur yang gagal bayar atau
wanprestasi dapat diatasi.
Pada prinsipnya teori kepastian hukum mengatur berkaitan suatu hal yang
pasti. Artinya dengan adanya suatu aturan hukum dan dilaksanakannya aturan
tersebut hal itulah yang dikategorikan sebagai suatu bentuk kepastian hukum.
Diketahui jika perlindungan hukum terhadap pihak kreditur masih belum diatur
39

secara tergas dalam POJK 77 tahun 2016, malah aturan tersebut hanya mengatur
berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pihak debitur. Padahal pada
dasarnya pihak kreditur juga memerlukan adanya suatu perlindungan hukum atas
tindakan pihak debitur yang merugikan kepada pihak kreditur, sehingga dengan
diaturnya suatu bentuk perlindungan hukum kepada debitur dengan sebuah aturan
tata cara penyelesaian sengketa secara online atau online dispute resolution
(ODR) sehingga dengan diaturnya hal tersebut dan apabila terjadi suatu bentuk
wanprestasi dapat diselesaiakan, hal ini dikarenakan suatu bentuk transaksi
fintech juga dilaksanakan dengan cara online maka sangat patutlah apabila suatu
bentuk penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara online pula.

4.3 Konsep Pengaturan hukum Kedepan Terhadap Perlindungan Hukum


Kreditur Dibidang Pinjaman Online Jika Debitur Wanprestasi
Berdasarkan Konsep Kepastian Hukum.
Berkaitan denga konsep pengaturan hukum yang baik takan pernah lepas
dari adanya suatu hal yang dipandang baik secara hukum. Pengaturan hukum
sendiri merupakan suatu prodak dari pemerintah untuk dapat dijadikan suatu
pedoman bertingkah laku terhadap setiap manusia, pada nyatanya saat ini
pengaturan sering disebut dengan undang-undang. Undang-undang sebagai
hukum juga memiliki fungsi untuk mengatur interaksi yang timbul dalam
kehidupan masyarkat, sehingga dengan adanya pengaturan tersebut akan
memberikan sebuah petunjut berkaitan dengan sebuah perbuatan yang seharusnya
dilakukan atau pengaturan tersebut dapat dijadikan petuntunjuk dalam prosedur
penyelesaian sengketa.
Perlindungan hukum kreditur dibidang pinjaman online takkan lepas dari
adanya suatu fasilitas kredit yang diberikan kepada pihak debitur, fasilitas kredit
merupakan sebuah fasilitas yang memberikan pinjaman kepada pihak debitur.
Kredit sendiri memiliki artian berasal dari bahasa romawi yakni credere yang
memiliki sebuah arti kepercayaan.112 Artinya kredit diberikan kepada pihak debitur
dengan suatu dasar adanya kepercayaan dan sebuah keyakinan jika pihak debitur
yang menerima kredit akan melunasi hutangnya sesuai dengan perjanjian yang
112
R. Setiawan, 1987, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, h. 69.
40

telah disepakati. Kredit sendiri memiliki bermacam-macam makna, secara harfiah


kredit dapat diartikan sebagai pemberian failitas pinjaman kepada seorang
nasabah yang berkaitan dengan suatu pinajaman tunai maupun pinajaman non
tunai.
Perjanjian kredit yang dibuat oleh pihak kreditur dan pihak debitur
sangatlah memiliki peranan yang sangat penting dikarenakan perjanjian tersebut
merupakan suatu perjanjian pokok.113 Artinya perjanjian kredit merupakan suatu
perjanjian yang dapat memberikan pembatalan kepada perjanjian lainnya yang
juga mengikat. Selain itu, perjanjian kredit juga dapat dijadikan alat bukti
berkaitan dengan batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur.
Pemberi pinjaman diharuskan untuk dapat memberikan sebuah pertimbangan,
pertimbangan tersebut seperti melakukan penyelidikan terhadap calon
nasabahnya, hal tersebut bertujuan agar pihak pemberi pinjaman tidak salah dalam
memberikan pinjamannya.
Pada perjanjian kredit terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi antara
lain sebagai berikut :114
a. Kesepakatan diantara pihak kreditur dan pihak debitur, yang
dituangkan dan disebut dalam perjanjian kredit.
b. Terdapat para pihak, yakni pihak kreditur yang memberikan sebuah
fasilitas kredit yakni dengan memberikan pinjaman kepada pihak
debitur yang membutuhkan pinjaman uang.
c. Terdapat kepercayaan dari pihak kreditur pada saat memberikan
fasilitas kreditnya kepada debitur, jika debitur akan membayar segala
hutangnya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya.
d. Terdapat suatu janji dari pihak debitur yang berkaitan dengan
kesanggupannya membayar hutangnya kepada pihak kreditur sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakatinya.

M. Djumhana, 2003, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bhakti, ctkn ke III,
113

Bandung, h. 392-393.
114
Munir Fuady, 1995, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, h 7
41

e. Terdapat kesanggupan dari pihak debitur jika akan membayar hutang


kepada pihak kreditur.
f. Terdapat pemberian sejumlah uang dari pihak kreditur kepada pihak
debitur yang merupakan suatu hal kewajiban dari pihak kreditur sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakatinya.
g. Terdapat pembayaran dari pihak debitur atas hutangnya kepada pihak
kreditur, disertadi dengan adanya sebuah imbalan bunga pinajman.
h. Terdapat perbedaan waktu antara pihak kreditur yang
memberikanpinajan uangnya dengan pengembalian uang yang
dilakukan oleh pihak debitur.
i. Terdapat resiko tertentu dikarenakan adanya sebuah perbedaan waktu
pembayaran maupun pengembalian uang, yang mengartikan jika
semakin jauh waktu pengembalian uang pinjaman maka hal tersebut
akan memberikan suatu hal resiko yang semakin besar pula yang dapat
berakibat pada adanya gagal bayar.
j. Melakukan segala yang diperjanjikan akan tetapi terdapat
keterlambatan.
k. Melakukan suatu perbuatan yang karena oleh perjanjian dilarang untuk
dilakukan.
Apabila unsur –unsur sebagaimana tersebut diatas tidak dipenuhi oleh
salah satu pihak, maka hal tersebutlah yang dapat dikategorikan sebagai suatu
bentuk perbuatan wanprestasi atau gagal bayar. Wanprestasi sendiri memiliki asal
kata dari bahasa belanda yang mengartkan jika memiliki prestasi buruk pada suatu
perjanjian. Dapat dikatakan wanprestasi pada salah satu pihak apabila :
a. Tidak melakukan yang telah disanggupi bersama.
b. Melaksanakan suatu bentuk yang diperjanjikan akan tetapi tidak
sebagaimana mestinya.
c. Melaksanakan yang diperjanjikan tetapi terlambat.
d. Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dibenarkan
untuk dilakukan.
42

Apabila pihak debitur maupun kreditur melakukan perbuatan yang


dikategorikan sebagaimana tersebut di atas, maka hal tersebut dapat dikatakan
telah melakukan wanprestasi. Penyelesaian dalam menangani wanprestasi ada dua
cara yaitu penyelesaian melalui litigasi dan penyelesaian melalui non litigasi.
Penyelesaian litigasi yaitu penyelesaian melalui pengadilan. Penyelesaian melalui
non litigasi ada tiga macam yaitu negosiasi, mediasi dan arbitrase.
Pada proses pemberian kredit, sering terjadi bahwa pihak kreditur
dirugikan ketika pihak debitur melakukan wanprestasi, sehingga diperlukan suatu
aturan hukum dalam pelaksanaan pembebanan hak tanggungan yang tertuang
dalam suatu perjanjian kredit, yang bertujuan untuk memberikan kepastian dan
perlindungan hukumbagi pihak-pihak terkait, khususnya bagi pihak kreditur
apabila debitur wanprestasi atau tidak memenuhi kewajibannya. Ingkar janji tidak
segera terjadi sejak saat debitur tidak memenuhi prestasinya, untuk itu diperlukan
suatu tenggang waktu yang layak, misalnya,satu mingguatau satu bulan. Jadi pada
persetujuan-persetujuan, di mana tidak ditentukan tenggang waktu berprestasinya,
ingkar janji tidak terjadi demi hukum. Walaupun dalam persetujuan waktu
prestasinya ditentukan, ini belum berarti bahwa waktu tersebut sudah merupakan
batas waktu terakhir bagi debitur untuk memenuhi prestasinya, karena seringkali
penentuan waktutersebut dimaksudkan bahwa debitur tidak wajib memenuhi
prestasinya sebelum waktu tersebut. Penetapan lalai adalah syarat untuk
menetapkan terjadinya ingkar janji, untuk menentukan dalam hal-hal apa saja
diperlukan atau tidaknya penetapan lalai harus dihubungkan dengan dua bentuk
ingkar janji, yaitu :
a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.
Dalam hal ini tidak diperlukan penetapan lalai. Debitur dapat segera
dituntut ganti kerugian, selain itu, penetapan lalai tidak diperlukan
dalam hal. Jika prestasi debitur yang berupa memberi atau berbuat
sesuatu hanya mempunyai arti bagi kreditur, jika dilaksanakan dalam
waktu yang sudah ditentukan (Pasal 1243 KUHPerdata). Misalnya,
pakaian pengantin, maka ia harus menyerahkan sebelum
dilangsungkannya perkawinan, karena jika diserahkan sesudah itu,
43

prestasi debitur sudah tidak berarti lagi bagi kreditur. Jika debitur
melanggar perikatan untuk tidak berbuat.
b. Terlambat memenuhi prestasi
Debitur terlambat memenuhi prestasinya, makadiperlukanpenetapan
lalai (ingerbrekestelling). Debitur, baru dapatdibebani ganti kerugian
setelah ia diberi penetapan lalai untuk memenuhiprestasinya. Dengan
persetujuan kewajiban untuk memberikan penetapanlalai dapat
ditiadakan, yaitu dengan menentukan dalam persetujuan bahwadengan
terlambatnya pemenuhan prestasi, debitur sudah harus dianggap
melakukan ingkar janji.Jika dalam persetujuan ditentukan waktu
tertentubagi debitur untuk berprestasi, ini belum berarti bahwa
dengandilanggarnya waktu tersebut debitur sudah melakukan ingkar
janji, untukitu masih diperlukan penetapan lalai.
Pada debitur terletak kewajiban untuk memenuhi dan jika tidak melakukan
kewajibannya tersebut bukan karena keadaan memaksa maka debitur dianggap
melakukan ingkar janji. Prestasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam
suatu perikatan.115 Pemenuhan prestasi merupakan hakikat dari suatu perikatan.
Kewajiban memenuhi prestasi dari debitur selalui disertai dengan tanggung jawab
(liability),artinya debitur mempertaruhkan harta kekayaannya sebagai jaminan
pemenuhan hutangnya kepada kreditur. Sehingga bila si debitur atau dapat
dikatakan seorang yang berutang tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka
seorang itu dapat dikatakan melakukan “wanprestasi”.
Terjaninya ingkar janji atau wanprestasi takkan pernah lepas dari adanya
suatu perjanjian, menurut Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian yaitu dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.
Dapat diartikan pula, Perjanjian ialah suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal. Pada rumusan Pasal 1313 KUHPerdata mendefinisikan bahwa
perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang ataulebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian dengan demikian mengikat para

115
Mariam Darus Badruzaman, 1970, Asas-asas Hukum Perikatan, FH USU, Medan, hlm. 8.
44

pihak secara hukum, untuk mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban yang
ditentukan di dalam perjanjian itu.116 Peristiwa ini,timbulah suatu hubungan antara
duaorang tersebut yang dinamakanperikatan. Perjanjian menerbitkan suatu
perikatan antara dua orang yang membuatnya. Menurut bentuknya, perjanjian itu
berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan
yang diucapkan atau ditulis.
Perjanjian yang dimaksud disini merupakan perjanjian hutang piutang,
Pengertian hutang piutang sama dengan perjanjian pinjam meminjam yang
dijumpai dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754
yang berbunyi: “pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah barang-barang
tertentu dan habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa yang belakangan ini
akan mengembalikansejumlah yang sama dari macam keadaan yang sama

pula”.117 Perjanjian utang piutang antara kreditur dan debitur dituangkan dalam
perjanjian kredit. Perjanjian kredit memuat hak dan kewajiban antara para
pihak,perjanjian kredit bertujuan agar para pihak memenuhi segalakewajibannya
dengan berdasarkan iktikad baik seperti yang tercantum dalam pasal 1338

KUHPerdata. Perjanjian merupakan suatu kegiatan yang tidak bisa lepas dari
kehidupan masyarakat. Melalui perjanjian masyarakat sangat dibantu dalam
melakukan segala kegiatan yang berhubungan dengan bisnis. Baik itu jual beli,
pinjam meminjam, perjanjian kerja, dan usaha bisnis lainnya yang membutuhkan
perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata “Tiap-tiap perikatan lahir baik
karena perjanjian maupun karena undang-undang”. Perikatan yang lahir dari
perjanjian dapat dilakukan melalui kesepakatan para pihak yang melakukan
perjanjian. Suatu perjanjian akan lahir pada saat tercapainya kesepakatan atau
I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asamara Putra, 2008, Implementasi Ketentuan-
116

Ketentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press,


Denpasar-Bali, h. 28.

R.Subekti dan R. Tjitrosudibyo, 1992, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya


117

Paramita, Jakarta, h.451.


45

persetujuan diantara kedua pihakyang sedang melakukan perjanjian, yakni


mengenai hal-hal pokok yang menjadi obyek perjanjian. Kata sepakat merupakan
suatu persesuaian antara paham dan kehendak antara keduabelah pihak.
Disebutkan dalam Pasal 1338 Buku III KUHPerdata yang asas kebebasan
berkontrak dalam dibuatnya perjanjian.
Para pihak yang mengikatkan dirinya pada perjanjian harus mematuhi
adanya peraturan dalam perjanjian hutang piutang yang disepakatinya. Unsur
yang terdapat dalam perjanjian hutang-piutang atau pijam meminjam uang
diantaranya:118
a. Adanya para pihak
b. Adanya persetujuan
c. Adanya sejumlah barang tertentu
d. Adanya pengembalian pinjaman
Pada perjanjian hutang piutang, sebelum dilakukannya sebuah perjanjian,
hendaknya kreditur menggunakan beberapa prinsip :
a. Prinsip 5 R
1. Character
Adalah watak atau kepribadian atau perilaku calon debitur.
2. Capacity
Kemampuan calon debitur dalam melunasi hutangnya.
3. Capital
Permodalan dari suatu debitur yang harus diketahui oleh calon
kreditur.
4. Condition of economy
Kondisi perekonomian calon debitur harus dianalisis oleh calon
kreditur.
5. Collateral
Angunan.
b. Prinsip 3R

Fajar Sahat Ridoli Sitompul, I Gst Ayu Agung Ariani .2014. Kekuatan Mengikat Perjanjian
118

Yang Dibuat Secara Lisan. Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Udayana h .2.
46

1. Returns adalah hasil yang akan diperoleh debitur.


2. Repayment adalah kemampuan bayar oleh pihak debitur.
3. Risk yaitu kemampuan menanggung resiko perlu diperhatikan
sejauh mana kemampuan debitur menanggung resiko resiko
(mengacu pada UU No.10 Tahun 1998).
Setelah ada kesepakatan antara para pihak dan munculah sebuah perjanjian
hutang piutang,yang mana antara para pihak harus menjalankan kewajiban
masing-masing untuk memenuhi hak antar pihak, sehingga akibat dari adanya
perjanjian hutang piutang tersebut ialah munculnya prestasi. Pada prinsipnya,
kreditur dan debitur harus saling memahami kewajiban masing-masing, yakni
debitur menerima uang tersebut dan berkewajiban mengembalikan uang tersebut
sesuai dengan waktu yang telah disepakati.
Perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja, antara individu dengan individu
yang lain, maupun dilakukan antara individu dengan badan hukum, hal ini
disebabkan karena perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak. Perjanjian
tersebut dilakukan dalam bentuk tertulis maupun secara lisan, serta tidak jarang
juga adanya perjanjian diam-diam. Perjanjian yang dilakukan secara lisan dapat
dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat karena adanya kesepakatan antara
kedua belah pihak, misalnya dalam kegiatan berbelanja di pasar-pasar untuk

kebutuhan sehari-hari. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata terdapat adanya syarat
sahnya perjanjian yang penting untuk dijadikan sebagaipertimbangan, karena
suatu perkara wanprestasi yang pertama dilihat adalah perjanjiannya sah atau
tidak sah. Jika perjanjian tersebut tidak sah maka seseorang yang diduga
melakukan wanprestasi tidak dapat dinyatakan melakukan wanprestasi.
Perjanjian yang dilakukan dengan bentuk apapun terdapat perikatan di
dalamnya, karena perjanjian merupakan sumber perikatan. Dalam hal ini,
Perjanjian secara fintech tetaplah sah dan memiliki kekuatan hukum untuk
menyatakan seseorang melakukan wanprestasi. Namun, jika dalam perjanjian
tersebut tidak diakui oleh pihak yang diduga melakukan wanprestasi, perjanjian
itu harus dibuktikan dulu keberadaanya. Perjanjian secara fintech memang
47

mempunyai kekuatan hukum namun tidak terlalu kuat seperti perjanjian yang
dibuat secara konvensional karena perjanjian yang dibuat secara konvensional
memiliki jaminan kebendaan untuk dapat dilakukan pemenuhan prestasi apabila
debitur wanprestasi dan berbeda dengan perjanjian secara fintech yang tidak
memiliki jaminan apapun sehingga pemenuhan prestasinya sulit untuk
dilaksanakan apabila pihak debitur wanprestasi.
Setelah perjanjian berlaku, maka para pihak baik kreditur maupun debitur
diharapkan melaksanakan iktikad baik untuk menghindarkan suatu perbuatan
yang menyimpang dari aturan yang berlaku dalam sebuah perjanjian. Solusi yang
digunakan dalam menjamin terlaksananya perjanjian diantaranya adalah dengan
memberikan sanksi yang tegas untuk pihak yang melakukan wanprestasi atau
melanggar perjanjian tersebut, terutama pihak kreditur sebaiknya memberikan
penjelasan kepada debitur terkait kewajibannya dan sanksi apabila kewajibannya
itu tidak dilaksanakan. Pengawasan terhadap debitur juga diperlukan agar debitur
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Kesepakatan yang dilakukan dalam perjanjian utang piutang online
sejatinya merupakan perjanjian yang dilakukan dibawah tangan yang dibuat oleh
pihak-pihak dengan menggunakan media sistem elektronik.119 Semua ketentuan
hukum perihal perikatan tetap berlaku terkait semua media yang digunakan dalam
melakukan transaksi itu sendiri, baik yang dilakukan dengan media kertas maupun

yang dilakukan dengan media sistem elektronik. Kontrak elektronik merupakan


bentuk perwujudan dari asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal
1338 KUHPerdata. Suatu kontrak selalu menggunakan asas kebebasan, yang
dapat dikatakan bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh semua pihak
dianggap sah secara yuridis asalkan tidak melanggar secara ketertiban, kesusilaan
dan sejenisnya.
Tanggungjawab hukum para pihak dalam Perjanjian pinjaman online, yaitu
perjanjian dijalankan berdasarka Pasal 1234 KUHPerdata bahwa prestasi terdiri
atas untuk memberi sesuatu, untuk berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.
119
Manullang E. Fernando M., 2016, Legisme, Legalitas dan Kepastian Hukum, Kencana, Jakarta,
h. 151.
48

Perjanjian menimbulkan suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut yang
dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perjanjian antara orang
yang membuatnya. Perikatan adalah hbungan hukum antara dua pihak dalam
lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu (kreditur) berhak atas prestasi
dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban memenuhi prestasi, sehingga apabila
salah satu pihak tidak memenuhi prestasinya maka hal tersebutlah yang
dikategorikan sebagai perbuatan wanprestasi.
Tindakan wanprestasi merupakan tindakan yang dapat merugikan kepada
salah satu pihak, pada penelitian ini tindakan yang merugkan tersebut yakni
tindakan dari pihak debitur yang tidak melakukan prestasinya. Apabila dilihat
dalam ketentuan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 masih belum menatur tentang
suatu bentuk upaya perlindungan hukum kepada pihak kreditur terhadap tindakan
wanprestasi pihak debitur dan apabila diteliti ketentuan POJK Nomor
77/POJK.01/2016 lebih melindungi pihak debitur. Padahal pihak kreditur sangat
membutuhkan perlindungan hukum agar pihak debitur tidak melakukan
wanpretasi, pada faktanya sebagaimana yang termuat pada berita Kompas.com
pada tahun 2020 terjadi perbuatan wanprestasi pada pinjaman fintech yang mana
pada tahun ini terjadi peningkatan dibanding dengan tahun yang sebelumnya.
Menurut berita tersebut tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman meningkat
dan semakin menanjak, dari data Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2020 tingkat
wanprestasi pengembalian pinjaman sebesar 4,93% lebih besar disbanding tahun
sebelumnya yang berada ditingkat 3,65%,120 tentu hal demikian memberikan
dampak kerugian kepada pemberi pinjaman online sehingga pada keadaan yang
demikian diperlukannya suatu perlindungan hukum kepada pihak penyedia dana
dalam hal ini pihak kreditur.
Pada prinsipnya instrumen perlindungan hukum dalam suatu perjanjian
diwujudkan dalam bentuk pengaturan, yaitu perlindungan hukum melalui suatu
bentuk perundang-undangan tertentu (undang-undang, peraturan pemerintah, dan
sebagainya yang sifatnya umum untuk setiap orang yang melakukan perjanjian

120
https://money.kompas.com/read/2020/06/04/154914726/naik-tingkat-wanprestasi-pinjaman-
fintech-lending-tembus-49-persen?page=all diakses pada tanggal 10 Maret 2021
49

dan perlindungan hukum berdasarkan perjanjian yang khusus dibuat oleh para
pihak, dalam bentuk substansi/isi perjanjian antara kreditur dan debitur. Otoritas
Jasa Keuangan atau OJK memiliki wewenang dalam mengatur dan mengawasi
terhadap semua kegiatan pada sektor keuangan, termasuk kegiatan utang piutang
secara online. Sehingga, OJK telah mempersiapkan mekanisme penyelesaian yang
kemungkinan timbul apabila terjadi wanprestasi oleh debitur dan akan merugikan
kreditur.
Menurut teori perlindungan hukum
Memang perlindungan hukum terhadap kreditur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 dapat dilakukan oleh pihak
penyelenggara dengan cara menerapkan 5 prinsip dasar sesuai dengan Pasal 29
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 ang menyatakan
bahwa, Penyelenggara wajaibmenerapkan prinsip dasar dari perlindungan
pengguna(kreditur dan debitur) yaitu:
1. Transparansi
2. Perlakuan yang adil
3. Keandalan
4. Kerahasiaan dan keamanan data
5. Penyelesaian sengketa pengguna secara sederhana, cepat dan biaya
terjangkau.
Penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi,
hanyalah sebagai marketplace, sejatinya para pihak dalam perjanjian pinjam
meminjam adalah kreditur dan debitur. Sebagai penyelenggara, tetu hanya sebagai
pihak yang diberikan kuasa oleh kreditur untuk menyalurkan dananya kepada
debitur. Sehingga apabila terjadi kerugian terhadap kreditur manakala debitur
wanprestasi, kreditur tidak dapat mengajukan tuntutan akibat tindakan
penyelenggara dalam menganalis, menyeleksi dan memberikan persetujuan
terhadap pinjaman yang telah dikategorikan layak untuk ditawarkan kepada
kreditur. Jika terjadii wanprestasi, maka pihak penyelengara mengupayakan
melakukan penagihan dengan jasa unitt pengihan serta mengupayakan dengan
mediasi dan mediasi dimaksud tidak terdapat suatu aturan yang mengaturnya.
50

Memang mediasi memiliki tujuan supaya tidak terjadi wanprestasi, akan tetapi hal
tersebut tidak memungkinkan terjadi mediasi secara konvensional dikarenakan
para pihak hanya berkomunikasi melalui sarana online.
Apabil kerugian yang timbul adalah diakibatkan oleh tidakan
penyelenggara dalam menganalisis, menyeleksi, dan menyetujui pinjaman maka
sesuai dengan Pasal 37 POJK No.77/POJK.01/2016 yang menegaskan bahwa
Penyelenggara wajib bertanggung jawab atas kerugian pengguna yang timbul
akibat kesalahan dan/atau kelalaian, direksi, dan/atau pegawai penyelenngara.
Bentuk pertanggung jawaban penyelenggara adalah sesuai dengan pasal 5 ayat (1)
POJK No.77/POJK.01/2016 yaitu penyelenggara menyediakan, mengelola, dan
mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasidari pihak Pemberi Pinjaman (kreditur) kepada Penerima Pinjaman
(debitur) yang sumber dananaya berasal dari pihak Pemberi Pinjaman (kreditur).
Berdasarkan peraturan tersebut, apabila tindakan penyelenggara dapat merugikan
kreditur maka penyelenggara dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 47 POJK
No.77/POJK.01/2016. Sanksi administratif yang berikan kepada penyelenggara
yang melanngar ketentuan OJK adalah:
1. Peringatan Tertulis
2. Denda yaitu kewajiban unruk membayar sejumlah uang tertentu
3. Pembatasan kegiatan usaha
4. Pecabutan izin
Pada POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tidak diatur mengenai prosedur
pengajuan komplain ketika terjadi kelalaian oleh debitur. POJK Nomor
77/POJK.01/2016 tersebut tidak memberikan jaminan kepastian hukum atas
perlindungan hukum terhadap kreditur sebagai pelepas dana, sehingga dalam
POJK tersebutperlu memberikan perlindungan hukum yang cukup terhadap
kreditur manakala debitur wanprestasi. Pada saat terjadi sengketa yakni debitur
wanprestasi, maka kreditur dapat mengajukan pengaduan kepada penyelenggara
sehingga pihak penyelenggara segera menindak lanjuti. Setelah adanya pengaduan
dari kreditur maka berdasarkan Pasal 14 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
18/POJK.07/2018 tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa
51

Keuangan menegaskan bahwa pelaku usaha jasa keuangan dalam hal ini adalah
penyelenggara layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi
wajib melakukan tindak lanjut berupa:
1. Melakukan pemeriksaan internalatas pengaduan secara kompeten,
benar dan obyektif
2. Melakukan analisa untuk memastikan kebenaran pengaduan
Setelah pengaduan diterima maka penyelesaian pengaduan yang diberikan
Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
terhadap kreditur menurut Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
2/SEOJK.07/2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen
pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan berupa pernyataan maaf atau menawarkan
ganti rugi (redress/remedy). Sehingga sesuai dengan Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 2/SEOJK.07/2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian
Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan tersebut maka dapat
dibenarkan jika pihak penyelenggara wajib memberikan ganti rugi apabila
kerugian yang diderita kreditur dalam perjanjian utang piutang terbukti akibat
tindakan dari pihak penyelenggara. Namun jika pengaduan dari kreditur kepada
pihak penyelenggara tidak juga menemukan kesepakatan, maka kreditur dapat
menyelesaikan sengketa tersebut melalui jalur pengadilan maupun tidak. Hal ini
sesuai dengan Pasal 25 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
18/POJK.07/2018 tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa
Keuangan yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat
dilakukan melauli lembaga alternatif penyelesaian sengketa atau dapat
menyampaikan permohonannya kepada OJK untuk memfasilitasi penyelesaian
pengaduan konsumen dalam hal ini kreditur sebagai pengguna layanan jasa
pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang telah dirugikan oleh
pelaku jasa keuangan dalam hal ini adalah penyelenggara jasa layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Upaya perlindungan hukum terhadap kreditur jika pihak debitur
wanprestasi dapat dilakukan dengan cara memberikan fasilitas penyelesaian
sengketa kepada pihak kreditur dan debitur, apabila diselesaikan pada pengadilan
52

ataupun lembaga alternative penyelesaian sengketa secara konvensional tentu


tidak hanya akan memakan biaya yang sangat besar melainkan juga sulit untuk
mendapatkan alamat yang akurat pihak debitur mengingat pinjaman online
dilakukan dengan cara online, memang pada nyatanya pihak debitur memberikan
informasi dirinya sebelum dilakukannya transaksi pinjaman akan tetapi hal
tersebut tidak dapat digunakan manakala debitur tidak berada pada alamat yang
sebenarnya. Selain itu, tidak adanya jamninan terhadap pinjaman online membuat
pelayanan fasilitas kredit yang diberikan oleh pihak kreditur pada pinjaman online
ini sulit untuk melaksanakan penagihan secara paksa kepada pihak debitur,
sehingga cara yang sangat dimungkinkan yakni dengan memfasilitasi pihak
kreditur dan pihak debitur untuk menyelesaikan sengketanya dengan online
dispute resolution. Adanya penyelesaian sengketa menggunakan sarana online
pada pinjaman online akan lebih memberikan sebuah perlindungan hukum kepada
pihak kreditur atas tindakan dibitur yang akan wanprestasi.
Negara Eropa telah mengatur penyelesaian sengketa pinjaman online
dengan menggunakan sarana penyelesaian sengketa secara online, hal tersebut
terkandung dalam suatu Regulation European Commission (EU) No 524/2013
tentang Online Dispute Resolution for Consumer Disputes yang mana pada
chapter I article 2 yakni :
This Regulation shall apply to the out-of-court resolution of
disputes concerning contractual obligations stemming from online
sales or service contracts between a consumer resident in the
Union and a trader established in the Union through the
intervention of an ADR entity listed in accordance with Article
20(2) of Directive 2013/11/EU and which involves the use of the
ODR platform. (terjemahan peneliti : Peraturan ini berlaku untuk
penyelesaian sengketa di luar pengadilan mengenai kewajiban
kontrak yang berasal dari perjanjian online atau kontrak layanan
antara konsumen yang tinggal di Union dan pedagang yang
didirikan di Union melalui intervensi entitas ADR yang terdaftar
sesuai dengan Pasal. 20 (2) dari Petunjuk 2013/11 / EU dan yang
melibatkan penggunaan platform ODR.)
53

Peraturan Negara Eropa tersebut merupakan aturan penyelesaian sengketa


secara online, sehingga pihak kreditur dan debitur dapat secara langsung
mengupayakan penyelesaian sengetanya secara seketika dan hal inilah suatu
bentuk perlindungan hukum kepada pihak kreditur untuk meminimalisir
terjadinya suatu wanprestasi dari debitur. Penyelesaian sengketa pada Regulation
European Commission (EU) No 524/2013 dengan menggunakan sistem Online
Dispute Resolution (ODR) atau penyelesaian sengketa menggunnakan sistem
online dapat memberikan sebuah perlindungan hukum kepada pihak kreditur
untuk meminimalisir terjadinya tindakan wanprestasi dari pihak debitur. Adanya
penyelesaian sengketa secara online tersebut akan memberikan suatu bentuk
fasilitas penylesaian sengketa kepada pihak kreditur dan pihak debitur sehingga
upaya untuk melindungi pihak kreditur terhadap suatu perbuatan wanprestasi dari
pihak debitur dapat diminimalisir.
Penyelesaian sengketa tersebut juga dianut di China dengan regulasinya
yakni China International Economic and Trade Arbitration (CIETAC) yang mana
pada ketentuan tersebut sama halnya dengan ketentuan pada Negara Eropa dalam
hal berkaitan penyelesaian sengketa secara online, sehingga apabila Negara
Indonesia melalui Otoritas Jasa Keuangan membuat suatu regulasi untuk
penyelesaian sengketa secara online hal tersebut tersebut maka akan memberikan
suatu dampak tingkat wanprestasi dari pihak debitur akan dapat diminimalisir
sehingga terhadap perlindungan hukum bagi pihak kreditur dapat tercipta
dikarenakan tidak terdapat suatu kerugian lagi pada pihak kreditur sehingga hal
tersebut berkesesuaian dengan adanya teori perlindungan hukum.
Menurut Hans Kelsen hukum merupakan norma yang terkandung di dalam
undag-undang. Undang-Undang yang memuat aturan yang memiliki sifat umum
dapat dijadikan dasar kepada individu dalam berprilaku di masyarakat, baik
hubungan bermasyarakat maupun sesama individu. Adanya implementasi aturan
tersbut memberikan kepastian hukum kepada msayarakat.121Adanya suatu regulasi
penyelesaian sengketa menggunnakan sistem online tidak hanya memberikan
suatu perlindungan melainkan dengan hadirnya regulasi tersebut akan

121
Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit. Hal. 58.
54

memberikan suatu bentuk kepastian hukum. Kepastian hukum sendiri sebagai


bentuk upaya untuk merealisasikan hukum pada kenyataanya, sehingga dengan
adanya regulasi penyelesaian sengketa secara online atau online dispute
resolution dan diterapkannya pada sengketa pihak kreditur dan debitur terkait
tindakan debitur yang wanprestasi tentu hal tersebut dikatakan telah memenuhi
prinsip kepastian hukum.

Anda mungkin juga menyukai