Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan Negara yang berkembang yang memiliki
penduduk terbesar ke-4 (empat) di dunia yang hingga kini masih dalam proses
pembangunan infrastuktur dalam rangka menghadapi Revolusi Industri 4.0., saat
ini dengan adanya Revolusi Industri 4.0. membuat kegiatan perekonomian di
dalam masyarakat lebih banyak akan dilakukan secara digital atau dapat disebut
dengan transaksi berbasis internet. Pada saat ini dengan adanya perkembangan
teknologi yang sangat pesat membawa perubahan dalam perbuatan transaksi yang
semula secara konvensional berubah menjadi basis teknologi seperti adanya
financial teknologi (selanjutnya disebut Fintech) yang merupakan pemanfaatan
teknologi dalam hal memberi pelayanan terhadap dunia perbankan.1 Adanya
Fintech membuat segala perbuatan hukum manusia menjadi mudah dan dapat
dilakukan sengan cepat, hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan perbuatan
hukum secara konvensional yang notabeni masih menggunakan cara-cara yang
lama dengan tidak memanfaatkan teknologi yang ada.
Survei Statistik menunjukkan jika Penggunaan Internet pada tahun 2016 di
Indonesia yang dilaksanakan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia,
total keseluruhan penggunaan internet tahun 2016 sebesar 132,7 juta atau kurang
lebih 51,5% dari keseluruhan penduduk Indonesia. Jumlah 132,7 juta pengguna
internet, sebesar 63,1 juta atau kurang lebih 47,6% pengguna cara penggunaannya
dengan smartphone. Saat ini, masyarakat Indonesia yang rata-rata berusia 20-40
tahun melakukan suatu bentuk transaksi secara online.2 Penggunaan internet yang
semakin pesat membuat masayarakat Indonesia memiliki ketergantungan terhadap
dunia teknologi dan informasi, sehingga tak jarang apabila masayarakat Indonesia

1
Nofie Iman, 2016, Financial Teknologi dan Lembaga Keuangan, Gathering Mitra Bank Syaria
mandiri, Yogyakarta, hal. 7
2
Rudi Saleh Susetyo, 2017, Kajian Perlindungan Konsumen Di sektor Jasa Keuangan,
Departemen Perlindungan Konsumen,Jakarta, hal. 4
2

lebih memilih menggunakan layanan Fintech dibandingkan layanan yang bersifat


konvensional.
Fintech dapat dikategorikan sebagai suatu konsep yang dapat digunakan
dalam transaksi perekonomian dan dalam penggunaannya akan lebih memberikan
kemudahan kepada kedua bela pihak, fintech ini awalnya muncul dari adanya
konsep peer to peer yang dipergunakan di tahun 1999 yang merupakan gagasan
dari Napster. Kemudian pada tahun 2004 berkembang ke bagian perekonomian
yang digunakan oleh institusi keuangan untuk sarana jasa peminjaman uang di
Inggris, lalu lahir adanya uang elektronik Bitcoin ditahun 2008 dan hingga sampai
saat ini banyak sekali inovasi yang dapat dihasilkan dari adanya pengembangan
fintech.3 Perambahan Fintech pada dunia masayarakat sangat memberikan suatu
dampak yang positif dan pada nyatanya Fintech sebenarnya bukanlah suatu hal
yang baru karena berdasar sekarahnya Fintech sudah ada sejak tahun 1999 di
inggris sehingga pemanfaatannya memang sudah sangat lama di dalam kehisupan
masayarakat.
Finansial teknologi atau yang sering disebut dengan fintech merupakan
suatu peristilahan dalam inovasi di dunia jasa keuangan, yang mana suatu yang
membedakan dengan yang lainnya adalah adanya suatu teknologi dalam
menjalankan aktivitasnya. Bank Indonesia menyatakan jika yang dimaksud
dengan finansial teknologi merupakan suatu hasil penggabungan dari sebuah jasaa
keuangan dengan sebuah teknologi sehingga mengubah dari adanya model yang
secara konvensional menjadi sebuah model modern.4 Adanya finansial teknologi
memberikan sebuah perubahan yang sangat signifikan terhadap perkembangan
kehidupan masayarakat sehingga dalam segala aktivitas dibidang perekonomian
pada kehudupan masayarakat lebih mudan dan efisien dalam waktu.

3
Bambang Pratama, Mengenal Lebih Dekat Financial Technology,
http://businesslaw.binus.ac.id/2016/05/31/ mengenal-lebih-dekat-financial-technology , diakses
pada tanggal 30 Juli 2020 Jam 12.30

WIB
4
Rahmat Dwi Pambudi, Perkembangan Fintech, Jurnal Harmony 4 (2) (2019). Hlm 72
3

Peer to peer lending merupakan suatu perwujudan dari adanya kegiatan


yang menjadi fokus utama dalam kegiatan yang dikerjakan oleh perusahaan
fintech. Adapun fokus pekerjaan perusahaan fintech yakni pinjam-meminjam
secara (lending), pembayaran (payments), pembiayaan dan infestasi ritel serta
remitasi dan riset keuangan.5 Biasanya yang membutuhkan pinjam-meminjam
secara dana pilihan pertamanya adalah dengan cara mengajukan pinjam-
meminjam secara kepada lembaga keuangan resmi yakni Bank. Tetapi saat ini
sebagian individu meminjam dana dengan sangat mudah yakni dengan adanya
perusahaan fintech yang akan menyediakan pinjam-meminjam secara dana
terhadap setiap indivisu yang membutuhkannya.
Peer to peer lending dapat dikatakan sebagai sarana terbaru dalam
transaksi elektronik berupa transaksi keuangan di Indonesia yang
menyederhanakan fungsi bertatap muka langsung antara penyedia dana dengan
seorang yang membutuhkan dana. Konsep Peer to peer lending oleh kalangan
masyarakat dianggap rumit padahal dengan adanya Peer to peer lending
pembiayaan dan investasi dapat dilakukan dengan mudah dan dimana saja dengan
adanya sarana elektronik yang dapat terkoneksi secara online, sehingga peminjam
dana akan lebih mudah dalam melakukan transaksi pinjam-meminjam secara
online.6 Kemudahan dalam transaksi pada bidang perekonomian merupakan salah
satu adaya manfaat yang sangat besar terhadap masayarakat berkaitan dengan
Fintech, sehingga tak jarang apabila masayarakat dalam melakukan transasi
keuangan menggunakan layanan Fintech.
Adanya fintech membuat seorang yang kesulitan dalam pendanaan bisa
teratasi, menurut National Digital Research Centre (NDRC) mengartikan fintech
sebagai suatu inovasi dibidang jasa finansial dan asal kata tersebut berasal dari
kata finansial dan technology yang beracuan pada kegiatan financial yang
menggunakan sarana teknologi.7 Pelaksanaan pinjam-meminjam secara melalui

5
R. Serfianto, Purnomo, Iswi Hariyani, 2013, Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi Elektronik
, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.15
6
Jadsil Baihaqi, Financial Technology Peer – to Peer Lending Berbasis Syariah di Indonesi”,
JSEL vol 1. No 1 (2018).
4

perusahaan fintech dengan cara melalui transaksi sistem online atau dapat disebut
dengan transaksi elektronik.
Transaksi elektronik menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 19 tahun
2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE)
yakni perbuatan hukum yang dilakukan menggunakan komputer, jaringan
komputer dan/atau media elektronik lainnya.8 Transaksi elektronik dapat
memberikan kemudahan bagi pelaku usaha maupun konsumen dalam
melaksanakan perbuatan hukum yang salah satunya adalah perusahaan fintech
yang dalam melakukan transaksinya menggunakan sarana elektronik.
Transaksi elektronik dapat memberikan kemudahan bagi setiap orang
untuk melakukan suatu perbuatan hukum baik dibidang jasa maupun dibidang
penjualan barang dan juga lebih mmemberikan kecepatan terhadap transaksi
antara penyedia dan konsumen.9 Adapun secara aplikatif dampaknya terhadap
perkembangan zaman saat ini yakni adanya berbagai plat form bisnis yang dalam
transaksinya berbentuk aplikasi online yang dapat memberikan pemenuhan
kepada masayarakat yang bermulai dari adanya perdagangan, pinjam-meminjam
secara online, investasi online dan lain sebagainya.
Perkembangan fintech semakin pesat di Negara Indonesia dan beriringan
dengan pertumbuhan perekonomian di tanah air. Indonesia merupakan Negara
tertinggi pengguna internet, dengan banyaknya pengguna internet maka hal
tersebut menjadi peluang untuk perusahaan mempromosikan diri untuk jasa
pinjam-meminjam secara dana di bidang online.10 Pada saat ini perkembangan
internet sangat pesat beriringan dengan bertumbuhnya perkembangan
perekonomian yakni dengan adanya memudahkan adanya transaksi bagi pelaku
usaha barang maupun jasa.
7
Sukma., Fintechfest, mempopulerkan teknologi finansial di indonesia. Arena LTE.
http://arenalte.com. Diakses tanggal 09 januari 2020, pukul 13:13 WIB.
8
Vide Pasal 1 angka 2

9
Cita Yustisia Serfiyani, Iswi Hariyani, Perlindungan Hukum Dan Penyelesaian Sengketa Sistem
Pembayaran berbasis Finansial, Jurnal Buletin Hukum Kebanksentralan, Vol. 14 1 (2017), hal. 45.

Maulida, Motivasi Indonesia Melakukan Kerjasama dengan Australia dibidang Ekonomi


10

Digital, Jurnal Fisip, Vol 6 2 (2016), Hal 3


5

Teknologi finansial (fintech) memberikan suatu konsep yang dapat


diharapkan oleh masayaraat yang membutuhkan uang dengan cepat sehingga
dengan memberikan suatu adanya transaksi dalam bidang keuangan yang lebih
memudahkan, memberikan keaamanan dan lebih modern. Pada saat ini fintech
dapat dibedakan menjadi empat kriteria yakni:11
a. Deposits , lending, capital raising (crowdfounding, peer to peer
lending).
b. Payment, clearing dan settlement (mobile payment (misalkan : P2P
transfer, apple/samsung pay), web – based payment (misalkan :
invoice payment paypal).
c. Market provisioning (e – aggregators).
Investment dan risk management (robo advice, e-trading, insurance).
Banyaknya kemanfaatan yang didapat dengan adanya perkembangan
teknologi informasi tersebut tidak menutup kemungkinan adanya permasalahan-
permasalahan yang timbul akibat adanya pemanfaatan teknologi tersebut salah
satunya yakni situasi dimana penyedia jasa sebagai korban dari pihak penerima
jasa yang lalai akan prestasinya atau dapat disebut wanprestasi. Kerugian yang
dialami oleh salah satu pihak tentu akan berakibat adanya ketidak adilan dalam
proses transaksi sehingga menimbulkan perasaan tidak aman yang penyebabnya
adalah conflict of interest.
Saat ini fintech di Negara Indonesia sudah diatur lebih lanjut di dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 13/POJK.02/2018 tentang
Inovasi Keuangan Digital Di Sektor Jasa Keuangan (selanjutnya disebut POJK 13
tahun 2018) dan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Berbasis fintech (selanjutnya disebut POJK 77 tahun 2016). Akan
tetapi aturan tersebut hanya mengatur terhadap perlindungan konsumen dan tidak
mengatur terhadap perlindungan penyedia jasa keuangan apabila konsumen lalai
dalam menjalankan prestasinya. Memang benar jika peraturan tersebut bertujuan
untuk mendukung pelayanan yang baik dan inovatif akan tetapi dalam aturan
11
Bank Indonesia, Financial Technology (Perkembangan dan Kebijakan BankIndonesia),
http://jababekaictexpo.com/theme/File/Fintech_BankIndonesia.pdf, Diakses Pada Tanggal 23 Juni
2020.
6

tersebut juga melupakan jika penyedia jasa juga perlu untuk mendapatkan
perlindungan hukum.
POJK 77 tahun 2016 memang telah mengatur tentang mitigasi resiko,
tetapi hal tersebut tidak dapat memberikan jaminan kepada kreditur untuk
mendapatkan suatu perlindungan hukum apabila pihak debitur cidera janji dan
mitigasi resiko dalam ketentuan dimaksud tidak memberikan suatu kepastian
kepada pihak kreditur apabila terjadi suatu perbuatan cidera janji dari debitur.
Pada nyatanya di kehidupan masayarakat memang pihak debitur yang selalu
menjadi perhatian penuh ketimbang pihak kreditur karena pihak debitur
dimungkinkan selalu menjadi korban atas penggunaan pinjam-meminjam secara
online yangsalah satu contohnya kerahasiaan data pribadi, tetapi hal tersebut
sudah di atur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan sehingga pihak debitur
tetap memiliki perlindungan hukum.
Perlindungan hukum terhadap pemberi pinjam-meminjam secara atau
kreditur dalam layanan fintech agar untuk mengantisipasi adanya tindakan
wanprestasi dari debitur memang sangat diperlukan, hal ini berdasarkan fakta
kasus yang terjadi di Indonesia jika terhadap layanan fintech pada tahun 2018
hingga 2019 berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan mengalami tingkat
wanprestasi pinjam-meminjam secara pada layanan fintech meningkat.12 Tentu hal
ini sangat merugikan kepada pemberi pinjam-meminjam secara atau kreditur
apabila terjadi wanprestasi karena yang menyediakan dana adalah pihak kreditur
sehingga untuk mencerminkan adanya perlindungan terhadap pihak kreditur
seharusnya diatur lebih lanjut di dalam aturan hukum.
Akan tetapi di dalam POJK 77 tahun 2016, memang dalam Pasal 37
penyelenggara diwajibkan untuk bertanggungjawab atas kerugian yang dialami
oleh pengguna tetapi hal ini harus diakibatkan oleh kesalahan dan/atau kelalaian
direksi dan/atau pegawai penyelenggaran dan bukan diakibatkan dari tindakan
peminjam dana atau debitur yang wanprestasi sehingga pihak pemberi pinjam

12
Maizal Walfajri.Tingkat wanprestasi pinjaman fintech menanjak ke level 3,06%, ini kata OJK.
https://keuangan.kontan.co.id/news/tingkat-wanprestasi-pinjaman-fintech-menanjak-ke-level-306-
ini-kata-ojk?page=1 diakses pada tanggal 23 Juni 2020
7

dana tidak dapat menuntut kerugian kepada penyelenggara fintech.13 Dari hal
tersebutlah pihak kreditur tidak mendapatkan perlindungan hukum atas kesalahan
yang dilakukan debitur.
Perlindungan hukum yang dimaksud adalah perlindungan hukum atas
pinjam-meminjam secara online yang dilakukan oleh pihak debitur kepada pihak
kreditur apabila pihak debitur cidera janji. Pinjam-meminjam secara sendiri
memang didasari adanya suatu perjanjian para pihak dan perjanjian para pihak
dari pemberi pinjam-meminjam secara maupun penerima pinjam-meminjam
secara pada layanan fintech memang telah diatur sebagaimana Pasal 20 POJK 77
tahun 2016 yang salah satunya memuat tantang penyelesaian sengketa. Akan
tetapi yang dimaksud dengan penyelesaian sengkata tidak diatur secara rinci untuk
penyelesaiannya dan perlindungan hukum menitik beratkan peada perlindungan
pihak debitur.
Perjanjian menurut ketentuan hukum perdata diatur dalam Pasal 1313
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer) yang mana
pada pokoknya mengatur tentang perbuatan yang dapat mengikatkan para pihak
atas sebuah perbuatan hukum tertentu.14 Perjanjian yang dibuat oleh pihak
pemberi dana atau kreditur dan pihak peminjam dana atau debitur memang diatur
dalam ketentuan POJK 77 tahun 2016 dan hal tersebut memang merupakan suatu
keharusan apabila terjadi suatu perbuatan hukum. Tetapi pada nyatanya perjanjian
yang telah diatur dalam ketentuan POJK 77 tahun 2016 masih belum memberikan
jaminan atas perlindungan hukum kepada pihak pemberi pinjam-meminjam secara
atau kreditur dan seolah-olah POJK 77 tahun 2016 tidak memberikan suatu
bentuk perlindungan apapun kepada pihak pemberi dana atau kreitur.
Jauh sebelum adanya pinjam-meminjam secara online, pinjam-meminjam
secara dari kalangan masayarakat masih menggunakan cara konvensional seperti
meminjam ke bank dan hal tersebut memerlukan adanya suatu prosedur yang
sangat menghambat kelancaran pinjam-meminjam secara. Tetapi pada saat ini,

13
Lihat Pasal 37 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi
14
Lihat Pasal 1313 KUHPer
8

dengan layanan fintech dapat memberikan kemudahan kepada masayarakat dalam


melakukan aktivitas pinjam-meminjam secara, kemudahan inilah yang kerap
menjadi daya tarik bagi masayarakat dalam hal keinginan meminjam uang
sehingga dengan demikian tak heran apabila masayarakat lebih memilih
menggunakan layanan fintech daripada layanan pinjam-meminjam secara secara
konvensional.
Berdasarkan uraian tersebut di atas tidak ada satu aturanpun yang dapat
memberikan perlindungan terhadap pemberi pinjam-meminjam secara atau
kreditur dalam transaksi layanan fintech sehingga hal tersebut dapat merugikan
kepada pemberi pinjam-meminjam secara. Tetapi lain halnya bagi para peminjam
dana dimana para peminjam dana di dalam POJK 77 tahun 2016 sangat dilindungi
mulai dari data pribadi hingga apabila terjadi suatu hal yang dapat merugikan
kepada pihak peminjam dana tentu hal ini tidak berimbang antara penyedia dana
dan peminjam dana. Peraturan POJK 77 tahun 2016 lebih mementingkan
perlindungan terhadap peminjam dana hal tersebut dapat dilihat dari beberapa
ketentuan pasal yang terkandung didalam POJK 77 tahun 2016, hal inilah yang
membuat adanya ketidak seimbangan terhadap perlindungan hukum para pihak.
Dibagian benua Eropa telah dibentuk suatu sistem untuk melindungi
kepentingan pihak kreditur maupun debitur yang mana apabila terjadi suatu
perselisihan diantara keduanya dapat diselesaikan dengan cara penyelesaian
sengketa online, hal tersebut tidak hanya terhadap transaksinya yang online akan
tetapi bentuk penyelesaian perselisihannya diselesaikan dengan online sehingga
memberikan suatu solusi kepada para pihak apabila terjadi suatu sengketa.
Penyelesaian sengketa secara online tersebut apabila ditelaah akan sangat
menguntungkan jika di aplikasikan di Indonesia terhadap transaksi fintech. Selain
itu, dinegara china juga memberikan suatu upaya untuk melindungi para pihak
pada transaksi online apabila terjadi sengketa melalui China International
Economic and Trade Arbitration (CIETAC) dan hal tersebut sangat membantu
terhadap adanya segketa transaksi online termasuk pinjam-meminjam secara
online.
9

Kegiatan transaksi peinjaman online tersebut harus dibuat suatu payung


hukum yang dapat melindungi para pihak dalam melakukan perbuatan hukum
setidaknya aturan yang dapat memberikan suatu upaya penyelesaian dengketa
secara online, sehingga dengan adanya payung hukum terhadap para pihak tentu
akan memberikan bentuk perlindungan hukum kepada para pihak dan dalam
melaksanakan suatu perjanjian online akan merasa nyaman dan tenang. 15 Saat ini,
aturan yang mengatur tentang kegiatan pinjam-meminjam secara online hanya
mengatur tentang kewajiban penyelenggara layanan dan perlindungan bagi pihak
peminjam dana atau debitur, tetapi bagi pihak penyedia dana tidak diberikan
perlindungan apabila debitur cidera janji. Perlindungan dimaksud untuk
menanggulangi tidak dilaksanakannya suatu prestasi dari kewajiban debitur.
Adanya perlindungan kepada pihak kreditur akan memberikan suatu kenyamanan
dalam menjalankan transaksinya bagi pihak kreditur, karena proses transaksi
pinjam-meminjam secara online sangat berbeda dengan pinjam-meminjam secara
secara konvensional.
Tidak adanya aturan yang melindungi penyedia dana atau kreditur dalam layanan
fintech membuat ketidak adilan bagi salah satu pihak dalam transaksi layanan
fintech dan dengan tidak diaturnya dalam aturan hukum nasional mengakibatkan
adanya permasalahan hukum yang terjadi. Keinginan peneliti dalam penelitian
tesis ini yakni meneliti tentang perlindungan hukum terhadap penyedia dana pada
layanan fintech yang berkaitan dengan pinjam-meminjam secara online, karena
pada kenyataannya saat ini, perlindungan hukum terhadap pihak penyedia dana
dalam pinjam-meminjam secara online masih belum ada dan tentu akan berakibat
terhadap ketidak adilan dalam proses transaksi perbuatan hukum pinjam
meminjam, menurut peneliti apabila perlindungan terhadap pihak peminjam dana
atau debitur diatur di dalam aturan hukum nasional tentu penyedia dana yakni
pihak kreditur haruslah diatur pula dalam hukum nasinal agar kedua bela pihak
saling mendapatkan perlindungan hukum yang jelas dalam layanan fintech dan
memiliki kedudukan yang berimbang dimata hukum dengan hal ini nantinya

15
Istiqamah, Analisis Pinjaman Online Oleh Fintech Dalam Kajian Hukum Perdata, jurnal
jurisprudentie, Vol 6 no 2 (2019). Hal 292
10

diharapkan para peminjam dana atau debitur tidak lagi melakukan perbuatan
wanprestasi yang dapat merugikan kepada pihak lainnya yakni kreditur, maka
berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh peneliti maka sangatlah
menarik jika dibahas lebih lanjut di dalam sebuah penelitian tesis yang berjudul
“Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Jika Terjadi Wanprestasi Pada
Perjanjian Pinjam-meminjam secara Secara Online ”

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah hubungan hukum dalam perjanjian pinjam-meminjam secara
secara online sudah memenuhi prinsip-prinsip perlindungan hukum
bagi para pihak?
2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap kreditur dalam
perjanjian pinjam-meminjam secara secara online jika pihak debitur
wanprestasi?
3. Bagaimana konsep regulasi kedepan terhadap perlindungan hukum
bagi kreditur dalam perjanjian pinjam-meminjam secara secara online
jika debitur wanprestasi didasarkan pada prinsip kepastian hukum?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yang ingin dicapai oleh peneliti yakni:
1. Untuk mengetahui dan menemukan kejelasan tentang hubungan
hukum dalam perjanjian pinjam-meminjam secara secara online sudah
memenuhi prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi para pihak
2. Menemukan bentuk perlindungan hukum terhadap kreditur dibidang
pinjam-meminjam secara online jika pihak debitur wanprestasi
3. Memberikan pemikiran dan konsep regulasi kedepan terhadap
perlindungan hukum kreditur dibidang pinjam-meminjam secara onli
jika debitur wanprestasi didasarkan pada prinsip kepastian hukum.

1.3.2 Manfaat Penelitian


11

Adapun manfaat dalam penyusunan karya tulis tesis ini adalah sebagai
berikut :
1. Manfaat Teoritis memberikan suatu bentuk kontribusi pemikiran
dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang
hukum perdata ekonomi secara umum, dan secara khusus dapat
dijadikan pertimbangan dan kajian dalam perlindungan hukum
terhadap kreditur dibidang pinjam-meminjam secara online. Aspek
akademis diharapkan dapat memberikan nilai tambahan dalam aspek
perkembangan ilmu hukum, terutama di dalam bidang ilmu hukum
perdata ekonomi dalam pengkajian mengenai pengaturan
perlindungan hukum kreditur dibidang pinjam-meminjam secara
online.
2. Manfaat praktis diharapkan menjadi dasar pertimbangan dan masukan
bagi Pemerintah terkait dan juga semua pihak-pihak yang aktif dan
turut andil dalam hal yang berkaitan dengan kegiatan terkait
perlindungan kreditur yang menyangkut kegiatan pinjam-meminjam
secara online.

1.4 Orisinalitas Penelitian


Karya tulis ilmiah ini merupakan hasil karya peneliti sendiri, kecuali yang
disebutkan sumbernya dan oleh peneliti ataupun pihak lain tidak pernah diajukan
pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Penelitian ini pada dasarnya
didasari oleh problematika yang saat ini terjadi di Indonesia. Akan tetapi pada
tesis yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur di dalam Perjanjian
Pinjam-meminjam secara Online Apabila Terjadi Wanprestasi” dijamin
keasliannya serta pembahasan dan kesimpulan dalam tesis ini akan membahas
dari sudut pandang perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian
pinjam-meminjam secara online sudah sesuai dengan prinsip-prinsip kepastian
hukum, bentuk perlindungan hukum terhadap kreditur dibidang pinjam-meminjam
secara online jika pihak debitur wanprestasi dan konsep regulasi kedepan terhadap
perlindungan hukum kreditur dibidang pinjam-meminjam secara online jika
12

debitur wanprestasi didasarkan pada prinsip kepastian hukum, hal inilah yang
memberikan unsur kebaharuan dalam perlindungan hukum pada layanan fintech.
Berkaitan dengan orisinilitas pada penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan, dikarenakan sebelum diadakan penelitian peneliti
melakukan penelitian baik secara kepustaka maupuan website tidak ditemukan
adanya penelitian yang sama dari segi kajian permasalahan hukum, inti dari
pembahasan dan memilii perbedaan baik secara prinsipil maupun dari
permasalahan hukum. Penelitian ini pada dasarnya didasari oleh penelitian
terdahulu dari beberapa tesis yang sejenis. Beberapa rujukan dan refrensi
penelitian tesis hukum yang sejenis, yaitu :

No Bagian Mega Lois Aprilia Ni Nyoman Ari Andrew G.A


Universitas Diah Nurmantari Universitas Atmajaya
Airlangga Universitas Yogyakarta
Surabaya Udayana
1. Judul Perlindungan Perlindungan Perlindungan Hukum
Konsumen Hukum Terhadap Atas Data Pribadi

Financial Data Peminjam Konsumen Dalam


Dalam Layanan Transaksi E-
Technology Peer
Aplikasi Pinjam- Commerce
To Peer
meminjam secara
Lending Di
Online
Indonesia
Terhadap
Kerugian Akibat
Tindakan Doxing
2. Isu Financial Adanya layanan Perkembangan e-
Hukum Technology Peer aplikasi pinjam- commerce saat ini
To Peer (fintech meminjam secara semakin hari
P2P) merupakan online, menimbulkan kemajuannya semakin
model baru pada dampak positif pesat. Hal itu di dorong
dunia bisnis hal ini maupun negatif dengan semakin
tentu memberikan yakni berbagai meningkatnya pengguna
13

nilai tambah orang telah mengeluh perangkat internet dan


kepada atas terjadinya butuh akses layanan
perkembangan peyebarluasan data berbasis data secara
dibidang yang dilakukan oleh bersamaan. Sebagai
perekonomian. penyelenggaraan layanan baru di
Otoritas Jasa pinjam-meminjam Indonesia, isu
Keuangan secara online tanpa keamanan dan
berkaitan denngan adanya ijin dari perlindungan data
Financial pihak pemilik. pribadi seseorang masih
Technology Peer menjadi poin penting
To Peer (fintech bagi kegiatan e-
P2P) sudah commerce di Indonesia
menerbitkan melihat meningkatnya
aturan hukum akan kasus pembobolan data
tetapi aturan pribadi seseorang yang
hukum tersebut dapat merugikan para
tidak memberikan pengguna layanan
perlindungan tersebut.
kepada konsumen
Financial
Technology Peer
To Peer (fintech
P2P) padahal tugas
dari Otoritas Jasa
Keuangan yaitu
untuk melakukan
pengawasan dan
dilain sisi
keberadaan
Financial
Technology Peer
To Peer (fintech
P2P)
memilikipengaruh
14

kepadaperlindunga
n konsumen
terhadap dari data
pribadi yang
bersifat privat bagi
konsumen.
3. Tipe Yuridis Normatif Deskriptif Analitis Deskriptif Analitis
Penelitian
4. Rumusan 1. Apakah 1. Bagaimanaka 3. Bagaimana
Masalah doxing h Undang-undang
oleh perlindungan Nomor 19
pelaku hukum Tahun 2016
usaha terhadap data Tentang
Financial peminjam Informasi dan
Technolog dalam Transaksi
y Peer To layanan Elektronik
Peer aplikasi dalam
lending pinjam- memberikan
dapat meminjam perlindungan
dikualifika secara data pribadi
sikan online? kepada
sebagai 2. Bagaimanaka konsumen
eigenrichti h sanksi dalam transaksi
ng? terhadap e-commerce?
2. Bagaiman pelanggaran 4. Bagaimana
akah data pada tanggung jawab
penegakan layanan dan jaminan
hak pinjam yang diberikan
konsumen meminjam perusahaan/
terhadap penyedia e-
tindakan commerce
doxing terhadap
pada perlindungan
layanan data pribadi
15

Financial konsumen
Technolog dalam transaksi
y Peer To e-commerce?
Peer
lending?
5. Hasil Hasil penelitian Pertama, Pertama, Undang-
Penelitian memberikan Perlindungan hukum Undang Informasi dan
gambaran bahwa data telah diatur Transaksi Elektronik
pada dunia maya, dalam Pasal 26 UU belum sepenuhnya
doxing atau ITE. Secara khusus memberikan
penelusuran data perlindungan data perlindungan hukum
pribadi yang pribadi peminjam terhadap perlindungan
digunakan untuk dalam layanan data pribadi konsumen,
disebar luaskan pinjam-meminjam karena dalam penelitian
yang memiliki secara online diatur ini penulis melihat
tujuan dalam POJK No. dengan menggunakan
memberikan 77/POJK.01/2016 perbandingan hukum
hukuman kepada tentang Layanan negara lain yang
korbannya hal ini Pinjam Meminjam dimana, hak privasi dari
sama dengan Uang Berbasis konsumen yang terkait
eigenrichting atau Teknologi Informasi, dengan perlindungan
main hakim yang ditegaskan pada data belumlah
sendiri. Terhadap Pasal 26 bahwa sepenuhnya tercantum
penegakan pihak penyelenggara di dalam Undang-
hukumnya maka wajib dan Undang ITE. Kedua,
dapat melakukan bertanggung jawab Tanggung jawab dari
upaya gugatan di menjaga kerahasiaan, perushaan terkait
pengadilan tempat keutuhan dan jikalau terjadinya
dimana korban ketersediaan data kebocoran data ,maka
mengalami pribadi pengguna perusahaan penyedia
tindakan doxing, serta dalam jasa layanan tersebut
sehingga pemanfaatannya akan melakukan
konsumen dapat harus memperoleh prosedur yang sesuai
mengajukan persetujuan dari dengan peraturan
16

tuntutan ganti pemilik data pribadi perUndang-Undangan,


kerugian imateril. kecuali ditentukan serta melakukan ganti
lain oleh ketentuan rugi 83 sebesar yang
peraturan telah di tentukan oleh
perundangundangan. perusahaan tersebut di
Kedua, Sanksi dalam sebuah term of
terhadap pelanggaran service and agreement
data pribadi yang yang telah disetujui oleh
mencakup pemakai layanan
pencemaran nama mereka, kebijakan ini
baik, diatur dalam lahir dari perusahaan itu
Pasal 45 UU ITE sendiri di karenakan
berupa sanksi pidana. Undang-Undang sendiri
Selain sanksi pidana, tidak mengatur
secara khusus juga mengenai berapa besar
diatur dalam Pasal 47 gantikerugian jikalau
ayat (1) POJK No. terjadinya suatu hal atas
77/POJK.01/2016 kebocoran data.
yaitu sanksi
administratif, berupa
peringatan tertulis,
denda, pembatasan
kegiatan usaha, dan
pencabutan izin.
6. Perbedaan Perbedaan penulisan karya karya tulis penulis dengan Tesis Mega
Lois Aprilia, Andrew G.A dan Ni Nyoman Ari Diah Nurmantari
adalah penulis membahas mengenai pengaturan perlindungan hukum
terhadap kreditur dalam perjanjian fintech sudah sesuai prinsip
kepastian hukum. Selain itu, juga terkait bentuk perlindungan hukum
kreditur dalam perjanjian fintech jika pihak kreditur wanprestasi, serta
tentang konsep regulasi kedepan terhadap perlindingan hukum
kreditur dalam perjanjian fintech jika terjadi wanprestasi berdasarkan
prinsip kepastian hukum.
Adapun Rumusan Masalah dalam Penulisan tesis ini adalah:
17

1. Apakah pengaturan perlindungan hukum


terhadap kreditur dalam perjanjian fintech sudah
sesuai prinsip kepastian hukum?
2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum
kreditur dalam perjanjian fintech jika pihak kreditur
wanprestasi?
3. Bagaimana konsep regulasi kedepan terhadap
perlindingan hukum kreditur dalam perjanjian
fintech jika terjadi wanprestasi berdasarkan prinsip
kepastian hukum?

1.5 Metode Penelitian


Metode penelitian merupakan faktor penting untuk penulisan yang bersifat
ilmia. suatu karya ilmiah harus mengandung kebenaran yang dapat di
pertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga hasil karya ilmiah tersebut dapat
mendekati suatu kebenaran sesungguhnya. Penelitaian hukum dilakukan dalam
rangka upaya pengembangan hukum serta menjawab isu-isu hukum baru yang
berkembang dalam masyarakat. Tanpa penelitian hukum maka pengembangan
hukum tidak akan berjalan maksimal.16
Sebuah penelitian secara mutlak diperlukan adanya sebuah metode agar
dalam mengerjakan penelitian dapat tersusun secara terencana dan terstruktur hal
ini diharapkan agar penelitian karya ilmiah berupa tesis ini memiliki kejelasan dan
batasan tertentu agar terhindar dari alur pikir yang mengakibatkan sesat nalar.
Penggunaan suatu metode yang tepat dapat memberikan penyelidikan dan
analisiss yang sesuai dengan perencanaan karya ilmiah, sehingga dapat mencapai
suatu tujuan tertentu agar langkah-langkah yang akan diambil menjadi jelas dan
memberikan batasan tertentu sebagai upaya untuk menghindari jalan yang
mengakibatkan kesesatan alur pikir yang tidak terkendali. Metode sendiri
merupakan tipe pemikiran yang digunakan untuk melakukan penelitian dan

Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi, 2015, Penelitian Hukum (Legal Research), Sinar
16

Grafika, Jakarta, hlm. 7


18

penilaian terhadap isu hukum yang diangkat.17 Selain itu penggunaan metode
dapat digunakan untuk menggali, mengelola, merumuskan dan dapat
menyimpulkan sesuai dengan kebenaran ilmiah serta untuk menjawab kedua isu
hukum yang diambil oleh peneliti sehingga pada akhirnya dapat menarik sebuah
kesimpulan yang mampu dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademisi.

1.5.1 Tipe Penelitian


Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis
normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji kaidah-kaidah atau
norma-norma dalam hukum positif yang berlaku.18 Definisi dari tipe penelitian
yuridis normatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan eksposisi
yang bersifat sistematis mengenai aturan hukum yang mengatur bidang hukum
tertentu, menganalisis hubungan antara aturan hukum yang satu dengan yang lain,
menjelaskan bagian-bagian yang sulit dipahami dari suatu aturan hukum, bahkan
mungkin juga mencakup prediksi perkembangan suatu aturan hukum tertentu
pada masa mendatang.19 Tipe penelitian yuridis normatif seperti undang-undang,
peraturan-peraturan serta literatur yang berisi konsep-konsep teoritis yang
kemudian dihubungkan dengan permasalahan-permasalahan yang berkenaan
dengan prinsip kepastian hukum perlindungan hukum terhadap pengguna jasa pi
jaman online atas data pribadi berdasarkan prinsip kepastian hukum yang akan
dibahas dalam tesis ini.
1.5.2 Pendekatan Penelitian
Pendekatan masalah yang digunakan penulis dalam penyusunan tesis terbagi
menjadi tiga pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (Statute
Approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan

Peter Mahmud Marzuki, 2016, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, hlm.
17

35
18
Jhonny Ibrahim, 2008, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media
Publising, Malang, hlm. 102
19
Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi. Op.Cit, hlm. 1
19

Perbandingan (comparative approach), yang selanjutnya akan dijelaskan sebagai


berikut:
a. Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach)
Pendekatan Perundang-undangan (statute approach) yaitu suatu pendekatan
yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Penelitian untuk
kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan
bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara
undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara regulasi dan
undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argument untuk
memecahkan isu yang dihadapi.20 Pendekatan perundang-undangan
digunakan terkait dengan isu hukum yang menjadi topik bahasan, yaitu
perlindungan hukum terhadap pengguna jasa pinjam-meminjam secara online
atas data pribadi berdasarkan prinsip kepastian hukum. Penggunaan
pendekatan perundang-undangan diharapkan mampu menjawab isu hukum
yang menjadi topik penelitian tersebut. Setelah dilakukan telaah terhadap
regulasi-rgulasi terkait, maka hasilnya dapat dijadikan argumen untuk
memecahkan isu hukum yang dihadapi.
b. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan Konseptual (conceptual approach) adalah suatu pendekatan yang
berasal dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang
dalam ilmu hukum, sehingga dengan mempelajari pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum, penulis dapat
menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian hukum, konsep-konsep
hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.
Pemahaman dan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut
merupakan sandaran bagi penulis dalam membangun suatu argumentasi
hukum dalam pemecahan isu yang dihadapi.21 Guna dapat menjawab isu
hukum yang menjadi pokok permasalahan pada penelitian ini, maka
20
Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit. hlm. 133.

21
Ibid, hlm. 136-137
20

pendekatan konseptual digunakan untuk mengetahui dan memahami terkait


dengan asas-asas maupun prinsip-prinsip, baik melalui doktrin-doktrin hukum
maupun pandangan-pandangan hukum. Konsep-konsep yang berkaitan
dengan asas perlindungan hukum konsumen terkait data pribadi pada pinjam
meminjam berbasis teknologi finansial (fintech) akan mampu membantu
memecahkan isu hukum yang menjadi pokok permasalahan pada penelitian
ini.
c. Pendekatan Perbandingan ( Comparative Approach)
Pendekatan Perbandingan (comparative approach) peneliti gunakan untuk
membandingkan undang-undang disuatu negara, dengan undang-undang dari
satu atau lebih negara lain yang mengenai hal sejenis.22 Kegunaan dalam
pendekatan ini yaitu untuk memperoleh persamaan dan perbedaan diantara
undang-undang tersebut, hal ini untuk menjawab mengenai isu hukum antara
ketentuan undang-undang dengan ketentuan filosofi yang melahirkan undang-
undang itu, perbandingan tersebut akan memberikan gambaran mengenai
konsistensi antara filosofi dan undang-undang dibeberapa negara. 23 Peneliti di
dalam membandingkan suatu ketentuan perundang-undangan pada penelitian
tesis ini menggunakan European Commission (EC) dan China International
Economic and Trade Arbitration (CIETAC). Pertama, European Commission
(EC) merupakan subsdiary organs dari Uni Eropa yang telah mengeluarkan
Regulation European Commission (EU) No 524/2013 tentang Online Dispute
Resolution for Consumer Disputes dapat memberikan solusi atas
permasalahan dari kreditur dan debitur dengn cara penyelesaian sengketa
melalui sistem online, dimana masalah diselesaikan dengan adanya
komunikasi antara kedua pihak pada situs online sehingga jika terjadi
wanprestasi pada salah satu pihak dapat diselesaikan. European Commission
(EC) merupakan bukti nyata bahwa perlindungan hukum terhadap kreditur
maupun debitur merupakan suatu hal yang penting, mengingat suatu bentuk

22
Ibid, hlm. 173

23
Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hlm. 166
21

perbuatan hukum melalui system online tentu penyelesaian dan perlindungan


harus dengan sistem online. Kedua, China International Economic and Trade
Arbitration (CIETAC) penggunaan perbandingan terhadap CIETAC
dikarenakan CIETAC merupakan salah satu institussi terbesar permanen di
dunia secara independent menyelesaikan sengketa ekonomi dan perdagangan.
Penyeleaian sengketa melalui CIETAC menggunakan sarana online dan
penyelesaian perkaranya pun sangat efektif karena memberikan penyelesaian
yang transparan dan akuntabel kepada para pihak sehingga dapat memberikan
perlindungan hukum.

1.5.3 Sumber Bahan Hukum


Bahan hukum merupakan bagian penting di dalam sebuah penelitian
hukum. Tanpa adanya bahan hukum tidak akan dapat ditemukan jawaban atas isu
hukum yang diketengahkan, dalam memecahkan isu hukum yang akan dihadapi
peneliti harus menggunakan bahan hukum sebagai sumber penelitiaan hukum.24
Adapun sumber bahan hukum yang hendak dipergunakan, mengkaji dan
menganalisis isu hukum dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum primer,
sekunder dan bahan non hukum sebagai berikut:25
a. Bahan Hukum Primer (Primary Law Material)
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan atau aturan hukum yang mengikat
dan diurut secara sistematik.26 Bahan hukum primer terdiri dari perundang-
undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan
putusan-putusan hakim. Adapun yang menjadi bahan hukum primer dari
penelitian ini adalah:
a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2014 tentang
Perdagangan;
b) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang. Informasi dan
Transaksi Elektronik.
24
Ibid, hlm. 48

25
Peter Mahmud Marzuki. Op. cit. hlm. 183

Amirudin dan Zainal Asikin. Op. cit. hlm. 31


26
22

c) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.


d) POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Financial.
e) PBI No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaran Teknologi Financial;
f) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun
2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan,
Dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik.
g) Regulation (EU) No 524/2013 tentang Online Dispute Resolution for
Consumer Disputes.
h) China International Economic and Trade Arbitration (CIETAC)
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku teks yang berisi mengenai
prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana,
disamping buku teks, bahan hukum lainnya dapat berupa tulisan-tulisan tentang
hukum baik dalam bentuk buku atau pun jurnal-jurnal. 27 Bahan hukum sekunder
dalam penelitian ini adalah buku-buku teks termasuk bahan hukum berbentuk
publikasi dimedia internet yang ada kaitannya dengan isu hukum yang hendak
diteliti oleh peneliti.
c. Bahan Non Hukum
Pada penelitian hukum untuk keperluan akademis pun bahan non hukum
dapat membantu. Sumber bahan non hukum sebagai penunjang dari bahan hukum
primer dan sekunder, bahan non hukum yang memberikan petunjuk maupun
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan non
hukum yaitu bahan-bahan yang diambil dari buku-buku non hukum, jurnal-jurnal
non hukum, hasil diskusi, dan lain sebagainya sepanjang mempunyai relevansi
dengan topik penelitian.

1.5.4 Metode Pengumpulan Bahan Hukum

27
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Pelitian Hukum. Edisi Revisi Kencana, Jakarta, hlm. 183
23

Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan pada penyusunan


tesis ini antara lain dengan melakukan langkah-langkah pada penelitian hukum,
yaitu kajian pustaka, identifikasi bahan hukum, analisis dan mengeliminasi hal-hal
yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang akan di pecahkan,
pengumpulan bahan hukum-bahan hukum yang sekiranya di pandang memiliki
relevansi terhadap isu hukum, melakukan telaah atas isu hukum yang di ajukan
berdasarkan bahan-bahan yang telah di kumpulkan, menarik kesimpulan dalam
bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum, untuk selanjutnya memberikan
preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun dalam kesimpulan.28

1.5.5 Analisis Bahan Hukum


Analisa bahan hukum merupakan suatu metode atau cara yang digunakan
oleh penulis dalam menentukan jawaban atas permasalahan yang dibahas. Untuk
dapat menganalisis bahan yang telah diperoleh, maka penulis harus menggunakan
beberapa langkah dalam penelitian hukum agar menentukan hasil yang tepat
untuk menjawab masalah yang ada. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penulisan penelitian hukum yaitu sebagai berikut.29
a. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak
relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan.
b. Pengumpulan bahan-bahan hukum dan sekiranya dipandang
mempunyai relevansi juga bahan-bahan non hukum.
c. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-
bahan yang telah dikumpulkan.
d. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu
hukum.
e. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun
di dalam kesimpulan.
Langkah-langkah selanjutnya yang dipergunakan dalam suatu penelitian
hukum adalah melakukan telaah atas isu hukum yang telah dirumuskan dalam
28
Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi, Op.cit, hlm.171

29
Ibid, hlm. 213.
24

rumusan masalah untuk menarik kesimpulan berdasarkan bahan-bahan hukum


yang sudah terkumpul menggunakan metode analisa bahan hukum deduktif yaitu
berpangkal dari suatu permasalahan yang secara umum sampai dengan hal-hal
yang bersifat khusus. Dengan demikian, maka dapat dicapai tujuan yang
diinginkan dalam penulisan tesis, yaitu untuk menjawab isu hukum yang ada.
Sehingga pada akhirnya penulis dapat memberikan preskripsi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan dan dapat diterapkan.

Anda mungkin juga menyukai