Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penegakan Hukum


Penegakan hukum dapat diartikan sebagai suatu proses, yang pada
prinsipnya merupakan sebagai pembuatan keputusan yang tidak secara ketat yang
dapat diatur oleh kaidah hukum. Tetapi memiliki usnusr yang dapat memberikan
penilaian dari pribadi seseorang. Secara konsep penegakan hukum memiliki inti
yakni untuk menyerasikan hubungan nikai-nikai di dalam kaidah yang baik dan
untuk menciptakan memilihara kenyamanan dan kedamaian pergaulan hidup di
masyarakat. Konsepsi tersebut memiliki dasar filosofi yang memerlukan
penjelasan untuk lebih lanjutnya sehingga nantinya akan tanpa terlihat lebih
nyata.20
Penegakan hukum jugs diartikan sebagai usaha yang dilakukan untuk
mewujudkan segala ide terkait suatu keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan
sosial menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu wujud dari proses
ide-ide tersebut.
Satjipto Raharjo menegaskan bahwa penegakan hukum bukan suatu
tindakan yang pasti, melainkan suatu Tindakan untuk menerapkan suatu tindakan
yang pasti yaitu menetapkan hukum pada suatu kejadian seperti menarik garis
lurus antara dua titik.21
Soerjono Soekanto juga berpendapat bahwa penegakan hukum merupakan
suatu kegiatan untuk menyerasikan hubungan amtara nilai-nilai yang dijabarkan
dalam kaidah-kaidah/pandangan nilai yang mantap dan sikap tindakan sebagai
suatu rangkaian dari penjabaran nilai tahap akhir dalam menciptakan, memelihara
dan memepertahankan suatu kedamaian pergaulan hidup.
Manusia sendiri di dalam kehidupannya tentu akan memiliki pandangan
sendiri tentang perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk, pandangan

20
Soerjono Soekanto. 1983. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum. Raja
Grafindo. Jakarta. hlm 7
21
Satjipto Raharjo, 2002, Sosiologi Hukum : Perkembangan Metode Dan Pilihan Masalah, Sinar
Grafika , Yogyakarta hal.190

21
22

tersebut akan selalu terwujud dalam suatu pasangan, misalnya pasangan dalam
nilai ketentraman, pasangan nilai-nilai kepentingan umum dengan nilai
kepentingan pribadi. Pada nyatanya dalam penegakan hukum pasangan tersebut
harus saling melengkapi dan diserasikan. Pasangan nilai tersebut harus dijabarkan
terlebih dahulu karena pada prinsipnya nilai bentuknya abstrak. Penjabaran secara
konkret akan terjadi pada bentuk kaidah hukum, yang berisi printah dan larangan.
Pada kaidah tersebut akan menjadi patokan atau pedoman untuk berprilaku atau
sikap pantas dan tidak pantas dalam kehidupan masyarakat.22
Penegakan hukum secara nyata yaitu dengan berlakunya suatu hukum
positif didalam praktik yang harus ditaati. Jadi, dalam memberikan keadilan di
dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in concreto di dalam menjamin
dan mempertahankan di taatinya hukum materiil dengan menggunakan cara
procedural yang ditetapkan oleh hukum formal.23
Dapat diatikan penegakan hukum adalah suatu serangkaian proses untuk
mewujudkan keinginan hukum dalam kenyataan, yang dimaksud dengan
keinginan hukum disini yakni suatu pemikiran badan pembuat Undang-Undang
yang dirumuskan dalam peraturan hukum. Sedangkan peraturan hukum itu sendiri
merupakan perumusan pemikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam
peraturan hukum akan turut memberikan penentuan bagaimana penegakan hukum
itu akan dijalankan.24 Penegakn hukum sendiri memiliki fungsi untuk melindungi
kepentingan manusia, agar kepentingan manusia dapat dilindungi oleh hukum
maka tentunya hukum harus dilaksanakan, pelaksanaan hukum dapat dilankan
dengan normal, damai tetapi dalpat dijalankan pula dengan adanya pelanggaran
hukum. Maka hukum yang telah dilanggar tersebut harus ditegakkan, melalui
penegakan hukum itulah hukum menjadi kenyataan. Dalam penegakan hukum ada
beberapa unsur yang perlu diperhatikan :25
1. Kepastian hukum

22
Ibid. hlm 6
23
Dellyana Shant.1988, Konsep Penegakan Hukum, Sinar Grafika, Yogyakarta : hal 33
24
Satjipto Raharjo. 2009, Penegakan Hukum Sebagai Tinjauan Sosiologis. Genta Publishing.
Yogyakarta. Hal 25
25
Sudikno Mertokusumo.1999, Mengenal Hukum. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta. Hal 145
23

Hukum itu sendiri harus dapat dilaksanakan dan harus dapat


ditegakkan, setiap orang menginginkan agar hukum dapat ditetapkan
dalam suatu peristiwa yang nyata, sehingga bagaimanapun hukumnya
itulah yang harus diberlakukan dan pada prinsipnya tidak boleh terjadi
penyimpangan fiat justicia et pereat mundus (meskipun dunia akan
runtuh, hukum harus ditegakkan). Hal inilah yang diinginkan oleh
penegakan hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan
yustisiable terhadap tindakan kesewenang-wenangan, yang memiliki
arti seseorang akan mendapatkan suatu yang diharapkan pada keadaan
tertentu.
2. Manfaat
Keinginan masayarakat yakni terciptanya manfaat dalam pelaksanaan
hukum. Hukum itu sendiri dieruntukan kepada manusia, maka
pelaksanaan dan penegakan hukum harus dapat memberikan manfaat
kepada kehidupan manusia dan jangan sampai karena hukumnya
dilaksanakan atau ditegakkan memberikan keresahan di dalam
kehidupan masyarakat.
3. Keadilan
Masayarakat sangat membutuhkan keadilan dalam melaksanakan
penegakan hukum. Pada pelaksanaan dan penegakan hukum harus
memberikan keadilan , tetapi hukum tidak edentik dengan keadilan.
Hukum memiliki sifat yang umum dan akan mengikat kepada setiap
orang, memiliki sifat menyamaratakan.
Dalam pelaksanaan dan penegakan hukum juga harus dicapai suatu
keadilan. Peraturan hukum tidak identik dengan keadilan. Selain itu
juga ada penegakan hukum melalui aliran Sosiologis dari Roscoe
Pound dimana memandang hukum sebagai kenyataan social dan
hukum sebagai suatu alat pengendali sosial atau yang dikenal dengan
istilah As a Tool of Sosial Engineerning.26

26
Darmodiharjo, Darji, 2002, Pokok – Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka Umum,
Jakarta
24

4. Penyelarasan antara nilai ketertiban dan ketentramman


Nilai ketertiban bertitik pada keterikatan, sedangkan nilai ketentraman
bertitik pada kebebasan. Pasangan nilai yang telah diselaraskan
tersebut masih abstrak dan diperlukan dikonkritkan dalam bentuk
kaedah yaitu kaedah hukum yangisinya adalah perintah, kebolehan
atau larangan.
5. Penyelesaian antara nilai keadilan dan nilai kepastian hukum
Ada tiga unsur yang harus diperhatikan dan ini merupakan tujuan dari
hukum, kemanfaatan dan keadilan. Keadilan adalah salah satu tujuan
dari hukum, dan keadilan. Hal ini bersifat relatif sehingga sering kali
mengaburkan unsur penting lainnya yaitu unsur kepastian hukum.
Adegium yang selalu didengungkan yaitu Summun jus, summa
injuria, summa lex, summa crux “hukum yang keras dapat melukai
secara dalam, kecuali keadlian yang dapat menolongnya”. Jika hanya
megejar keadilan, maka hukum positif akan menjadi serba tidak pasti,
akibat yang ditimbulkan lebih jauh dari ketidakpastian hukum ini
adalah adanya suatu ketidakadilan bagi sejumlah banyak orang.
Supaya hukum dapat ditegakan, diperlukan adanya alat negara yang
diserahi tugas tanggung jawab dalam menegakan hukum, dengan
adanya kewenangan tertentu, memaksakan agar ketentuan hukum
ditaati. Dalam hal ini Mochtar Kusuma Atmaja mengemukakan bahwa
Hukum tanpa kekuasaan adalah suatu angan-angan, sedangkan
kekuasaan tanpa hukum adalah kezaliman. Sehingga untuk
menegakkan hukum perlu adanya kekuasaan yang mendukung dan
juga sebaliknya kekuasaan harus dibatasi kewenangannya dengan
adanya aturan-aturan hukum.
Penegakan hukum adalah usaha dalam mewujudkan segala ide dan
segala konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan.
Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak
hal.27

27
Dellyana,Shant.1988, Konsep Penegakan Hukum, Yogyakarta : hal 37
25

Soerjono Soekanto menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi


penegakan hukum, yaitu sebagai berikut :
1. Hukum
Pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan dalam
penyelenggaraan praktik hukum sering terjadi, hal ini diakibatkan oleh
adanya suatu konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang
bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu
prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Maka pada dasarnya
penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law enforcement,
namun juga mencakup peace maintenance, karena penyelenggaraan
hukum merupakan suatu proses penyerasian antara kaedah dan pola
prilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
2. Penegakan Hukum
Mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memliki peran
yang sangat penting, jika peraturan sudah baik, akan tetapi kualitas
petugas kurang baik, maka akan ada masalah. Oleh karenanya,
mentalitas atau kepribadian penegak hukum merupakan salah satu
kunci keberhasilan dalam penegakan hukum.
3. Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung terdiri dari perangkat lunak dan perangkat keras,
salah satu contoh perangkat lunak yaitu pendidikan. Pendidikan yang
diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal yang praktis
dan konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami
hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang
kejahatan computer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini
masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut karena secara
teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap.
4. Masyarakat
Setiap masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya harus
mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf
kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang atau
26

kurang. Adanya kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum,


merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang
bersangkutan. Penegak hukum yang berasal dari masyarakat bertujuan
untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat itu sendiri.
5. Kebudayaan
Didalam kebudayaan diatur agar manusia dapat mengerti bagaimana
seharusnya ia bertindak, berbuat, dan menentukan sikap jika mereka
berhubungan dengan orang lain. Oleh karena itu, kebudayaan
merupakan suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan
peraturan terkait apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

2.2 Pengertian Berita Bohong atau Hoax


Didalam Bahasa inggris Hoax diartikan sebagai tipuan, menipu, berita
bohong, berita palsu atau kabar burung. Berita bohong merupakan sutu berita
yang isinya tidak sesuai dengan kebenaran yang sesungguhnya “materiële
waarheid”.28 Kata Hoax bukan singkatan akan tetapi adalah satu kata dalam
bahasa inggris yang memiliki arti sendiri.
Berita bohong atau hoax merupakan suatu kabar berita palsu atau suatu
informasi yang kebenarannya tidak dapat dipercayai, kamus besar bahasa
Indonesia sendiri mengartikan berita bohong meruapakan suatu yang tidak dapat
dijadikan sebuah informasi.29 Artinya berita bohong menurut pengertian dalam
kamus besar bahasa Indonesia adalah suatu perbuatan yang sangat merugikan
dalam bidang informasi dan komunikasi di dalam kehidupan masyarakat.
Pengertian lainnya yakni mengartikan jika hoax merupakan usaha untuk
melakukan penipuan dan mengakasi seseorang yang merupakan pembanca atau
pendengar untuk mempercayai sesuatu, padahal si pencipta kabar tersebut
mengatahui jika kabar tersebut adalah kabar palsu.30
28
Adami Chazawi & Ardi Ferdian, Tindak pidana pemalsuan, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2016, hal. 236.
29
Kamus besar bahasa Indonesia Online, https://kbbi.kemdikbud.go.id diakses pada tanggal 24
April 2020 jam 18.31 WIB
30
Dedi Riyanti Rahadi, Perilaku pengguna dan informasi hoax di media sosial. JUMM. 5, 1, .
(2017), hlm. 61
27

Apabila dilihat dari bahasanya berita bohong terdiri dari dua kata yakni
berita dan bohong, berita sendiri merupakan suatu laporan peristiwa ataupun suatu
pendapat yang secara aktual yang mengandung daya tarik dan suatu kepentingan
tertentu. Selain itu, ada yang mengartikannya dengan suatu informasi yang
disajikan dalam pembacaan/penulisan yang menarik, jelas dan aktual. Faktor yang
dapat membuat suatu berita merupakan sebuah peristiwa dan suatu keadaan
tertentu. Artinya keadaa dan peristiwa tersebut merupakan suatu kondisi atau fakta
yang benar-benar terjadi dan bukanlah rekaan atau fiksi belaka. 31 Pendapat lainnya
menyatakan bahwa berita merupakan suatu sajian utama pada media massa selain
dari vies (opini).32
Pengertian berita tidak dirumuskan dengan suatu pengertian yang tunggal,
bahkan kata Clrarence Hach berita sangatlah sulit untuk didefinisikan karena
berita dalam pengertiannya sangat banyak mencangkup beberapa macam variable.
Artinya berita sangat mudah sekali untuk dikenali akan tetapi sangatlah sulit
untuk membatasinya.33 Sedangkan meurut Micthel V. Charnley menyatakan jika
berita merupakan suatu laporan yang memiliki kecepatan yang sangat cepat dari
sebuah peristiwa atau kejadian yang factual bagi para pembaca yang menyangkut
kepentingan mereka.34
Berita bohong dapat dilihat dari segi bahasa kata “bohong” yang memiliki
pengertian berarti tidak sesuai dengan yang sebenarnya atau suatu yang
bertentagan dengan kejadian yang sebenarnya. Berbagai macam istilah berita
bohong berita bohong diartikan sebagai hasil akhir dari sebuah berita yang
direkayasa yang melalui proses perekayasaan berita.35
Hoax menurut pendapat ahli yaitu sebagai berikut:
1. Silverman, Hoax merupakan sebagai rangkaian informasi yang
memang sengaja disesatkan, namun “dijual” sebagai kebenaran.

31
Husnun N Djuraid, 2009, Panduan Menulis Berita, UMM Press, Malang, hal. 9
32
Asep Syamsul dan M. Romli, 2009, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, Hal.3
33
Ibid. Hal 3
34
Micthel V. Charnley, 1975, Reporting edisi III , Holt-Reinhart & Winston, New York, hal. 44
35
Pareno Sam Abede, 2005, Manajemen Berita antara Idealisme dan Realita, Papyrus, Surabaya.
hal.73
28

2. Werme Werme, Fake news dianggap sebagai berita palsu yang


mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang dan memiliki
agenda politik tertentu.
Penyiaran berita bohong merupakan sebuah puncak dari perekayasaan
berita dan hanya kepada mereka yang tidak mempunyai akal sehat yang memiliki
keberanian untuk menyiarkan kabar bohong. Penyiaran kabar bohong akan dapat
membahayakan pendapat di dalam masyarakat jika terjadi relay atau pengutipan
yang dilakukan media lainnya.36
Berita rekayasa ataupun berita bohong merupakan penyimpangan dari
kaidah-kaidah jurnalistik. Salah satunya yakni kaidah yang menyatakan bahwa
fact is scared (fakta adalah suci) tidak lagi menjadi kaidah. Fakta dapat berbentuk
sebuah peristiwa dan dapat pula berbentuk pendapat atau pernyataan narasumber.
Fakta tersebut harus ditulis dan disiarkan secara riil tanpa harus ada yang
dikurangi atau dirubah.37
Berita bohong yang saat ini kerap terjadi kerap kali muncul di dunia
internet dalam berita bohong tidak hanya berbentuk tulisan bohong belaka
melainkan juga menggunakan rekayasa foto maupun video yang dapat dilihat
seakan-akan asli dan nyata. Pada perekayasaan tersebut bias saja dengan
mengubah, menambah dan menghilangkan suatu yang terhadap didalam foto
mauun video tersebut.
Beredarnya berita bohong atau hoax di dalam kehidupan masayarakat
membuat masayarakat menjadi resah dan merasa terganggu, kita sebagai
masayarakat yang selalu berhubungan dengan dunia internet harus selalu waspada
dengan adanya berita bohong tersebut, hal ini membuat masayarakat harus cerdas
dalam memilih berita yang nyata atau berita hohong, pasalnya jika berita bohong
dibiarkan terus mewabah akan membuat kehidupan masayarakat menjadi tidak
terntram akibat dari adanya informasi yang tidak benar. Mirisnya sampai saat ini

36
Anton Ramdan, “Jurnalistik Islam”, (Ebook Google) hal. 40
37
Ibid.
29

masih belum memiliki cara yang pasti untuk membedakan berita yang benar dan
berita bohong.38

2.3 Perkembangan media sosial dan dampak terhadap hukum


Media sosial sendiri diartikan sebagai media online, dengan para
penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi
meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring social
dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh
masyarakat di seluruh dunia. Sumber lain menjelaskan bahwa media sosial adalah
sebuah struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul yang dijalin dengan satu
atau lebih tipe relasi spesifik. Jejaring sosial atau media sosial bisa diartikan
sebagai sarana pemersatu antara individu satu dengan individu yang lain sehingga
menjadi sebuah sosial yang saling berkaitan (berinteraksi) satu sama lain.39
Media sosial atau lebih dikenal dengan istilah jejaring sosial, Jejaring
menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KKBI) Edisi ke 4 yaitu :40
1. Jarring-jaring; jaringan (komunikasi),
2. komponen sistem komputer terminal dan pangkalan data yang
dihubungkan degan saluran telekomunikasi untuk pertukaran data;
jaringan.
Jejaring (network) bisa dipahami dalam terminology bidang teknologi
seperti ilmu komputer yang berarti infrastruktur yang menghubungkan antara
komputer maupun perangkat keras (hardware) lainnya. Koneksi ini diperlukan
karena komunikasi bisa terjadi jika antarkomputer terhubung termasuk di
dalamnya perpindahan data.41
Network atau jaringan bisa diartikan sebagai tautan secara kolektif dari
berbagai elemen unit. Elemen itu sering disebut sebagai titik simpul (node) dalam
sebuah jaringan. Sementara sekumpulan unit sering disebut sistem. Sebuah
38
Supriyadi Ahmad, Husnul Hotima, Hoaxs dalam kajian pemikiran islam dan hukum positif,
JSBS, 5, 3, (2018), hal. 295
39
Ega Dewa Putra, Menguak Jejaring Sosial, PT Rajagrafindo Persada, Depok 2014, hal.

40
Adami Chazawi dan Ardi Ferdian, 2015, Tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik,
Media Nusa Creative , Malang, Hal 76
41
Rulli Nasrullah. 2015. Media Sosial. Simbiosa Rekatama Media, Bandung. hlm. 16
30

jaringan minimal bisa dibentuk dari tiga elemen dan terhubung minimal dua
tautan. Tautan yang terjadi di antara dua elemen disebut relasi.42
Media adalah alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio,
televisi, filem, poster, dan spanduk, sedangkan media massa adalah sarana dan
saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan berita dan pesan
kepada masyarakat luas.43
Sosial adalah berkenaan dengan masyarakat perlu adanya komunikasi,
sehingga dapat kita simpulakan jejaring sosial adalah komponen sistem komputer
terminal dan pangkalan data yang dihubungkan degan saluran telekomunikasi
untuk pertukaran data atau jaringan yang berkenaan dengan masyarakat baik
secara nasional maupun internasional. Menurut Tonnies, sosial merujuk pada kata
“komunitas” (community).44
Media sosial merupakan media online dimana para penggunanya dapat
dengan mudah berpartisipasi, berbagi dan menciptakan informasi di dunia virtual.
Menurut Adreas Kaplan dan Michel mendefinisikan media sosial sebagai
kolompok di dalam sebuah aplikasi berbasis internet yang dibangun di atas dasar
ideologi teknologi web 2.0 serta memberikan kemungkinan atas penciptaan
penukaran user graned content.45
Social networking atau jaringan sosial merupakan medium yang paling
populer dalam katagori media sosial, medium ini merupakan sarana yang dapat
digunakan pengguna untuk melakukan hubungan sosial, termasuk konsekuensi
atau efek dari hubungan sosial tersebut, di dunia virtual.46 Konsekuensi dari
hubungan sosial tersebut, seperti terbentuknya nilai – nilai, moral dan etika.
Situs jejaring sosial adalah media sosial yang paling populer. Media sosial
tersebut memungkinkan anggota untuk berinteraksi satu sama lain. Interaksi
terjadi tidak hanya pada pesan teks, tetapi juga termasuk foto dan video yang
mungkin menarik perhatian pengguna lain. Semua posting (publikasi) merupakan
42
Ibid. hlm.105
43
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ke-4. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta. hlm, 892
44
Ibid. hlm, 1331
45
Wilga Secsio Ratsja Putri, R. Nunung Nurwati, Meilanny Budiarti S. Pengaruh Media Sosial
Terhadap Perilaku Remaja. JPKS, 3, 1 (2016), hlm. 49
46
Rulli Nasrullah. Op. Cit. hlm. 40
31

real time, memungkinkan anggota untuk berbagi informasi seperti apa yang
sedang terjadi.47
Kehadiran situs jejaring sosial, seperti Facebook, merupakan media sosial
yang digunakan untuk mempublikasikan konten, seperti profil, aktivitas, atau
bahkan pendapat pengguna, juga sebagai media yang memberikan ruang bagi
komunikasi dan interaksi dalam jearing sosial di ruang siber. Fasilitas di
Facebook seperti ”wall” bisa dimanfaatkan pengguna mengungkapkan apa yang
sedang disaksikan/dialami, bercerita keadaan di sekitar dirinya, hingga bagaimana
tanggapannya terhadap situasi, misalnya, politik pada saat ini.48
Karakter utama dari jejaring sosial adalah setiap pengguna membentuk
jaringan pertemanan, baik terhadap pengguna yang sudah diketahuinya dan
kemungkinan sering bertemu di dunia nyata (offline) maupun membentuk jaringan
pertemanan baru, dalam banyak kasus, pembentukan pertemanan baru ini
berdasarkan pada suatu yang sama, misalnya hobi atau kegemaran, sudut pandang,
politik, asal sekola/universitas, atau profesi pekerjaan.49
Jejaring sosial merupakan bagian daripada media sosial, oleh penulis telah
disampaikan karakter jejaring sosial di atas, sedangkan karakter dasar dari media
sosial adalah terbentuknya jaringan antarpengguna. Jaringan ini tidak hanya
memperluas hubungan pertemanan atau pengikut (follower) di internet semata,
tetapi juga harus dibangun dengan interaksi antarpengguna tersebut. Secara
sederhana interaksi yang terjadi di media sosial minimal berbentuk saling
mengomentari atau memberikan tanda, seperti tanda jempol like di Facebook.
Sebuah video yang diunggah di laman YouTube bisa jadi mendapatkan banyak
komentar bukan dari pengguna yang sengaja mengunjungi laman YouTube,
melainkan melalui platform lainnya. Bisa jadi informasi video itu dibagi (share)
melalui media sosial lain, di situs pribadi, di broadcast melalui aplikasi pesan,
seperti Blackberry Messenger.50

47
Ibid.
48
Ibid.
49
Ibid.
50
Ibid. hlm. 25
32

Media sosial memberikan ruang kepada pengguna untuk menyuarakan


pikiran dan opini mereka dalam proses demokrasi. Selain tidak dibatasi oleh
struktur dan tingkatan organisasi, melalui kekuatan khalayak di media sosial
segala bentuk isu dapat menjadi perhatian public dan akhirnya sampai kepada para
pemimpin politik. Pengaruh media sosial terhadap hukum tentunya memberikan
sebuah perkembangan yakni lahirnya suatu peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sehingga penggunaan media
sosial tidak boleh melanggar koridor hukum yang dibuat.

2.4 Teori Tujuan Hukum Pidana


Hukuman dikenal dalam bahasa belanda sebagai Straf. Istilah hukuman
merupakan pengistilahan secara umum terhadap segala bentuk sanksi perdata,
administrasi, kedisiplinan dan pisana. Pidana diartikan dengan cara sempit yakni
sebagai hukum pidana. Tujuan pidana tidak melulu dicapai dengan adanya
pemidanaan melainkan sebagai upaya reprensif yang kuat sebagai upaya tindakan
pengamanan. Pidana dilihat sebagai suatu penderitaan yang diterapkan kepada
pembuat karena melakukan suatu delik.51
Penderitaan bukanlah sebagai tujuan akhir melainkan sebagai tujuan yang
dekat. Perbedaan tindakan dan pidana yakni tindakan dapat berupa pederitaan
akan tetapi bukanlah sebuah tujuan. Tujuan yang ingin dicapai oleh pidana dan
tindakan menjadi satu yakni memperbaiki pembuat. Menurut pendapat Immanuel
Kant, pemidanaan merupakan sebuah kategorische imperative, yang memiliki arti
seseorang diharuskan dipidana karena telah melakukan kejahatan dan hal ini
adalah tuntutan absolute yang dikemukakan oleh Kant yang tertuang didalam
bukunya Philosophy of law sebagai berikut, “… pidana tidak pernah dilaksanakan
semata-mata sebagai sarana untuk mempromosikan tujuan/kebaikan lain. Baik
bagi sipelaku itu sendiri maupun bagi masyarakat namun dalam semua hal harus
dikenakan hanyakarena orang yang bersangktan telah melakukan kejahatan”.52

51
Andi Hamzah, 2008, asas-asas hukum pidana Edisi Revisi, Rineka Cipta , Jakarta. Hal. 27
52
Abintoro Prakoso, 2019, Hukum Penitensier, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, Hal. 31
33

2.4.1 Teori Pembalasan atau Teori Absolut


Teori absolut dapat disebut juga dengan teori pembalasan. Pandangan yang
terdapat didalam teori ini adalah bahwa syarat dan pembenaran dalam penjatuhan
pidana mencakup kejahatan itu sendiri, terlepas dari fungsi praktis yang
diharapkan dari penjatuhan pidana tersebut. Dalam ajaran ini, pidana terlepas dari
dampaknya di masa depan, karena telah dilakukan suatu kejahatan maka harus
dijatuhkan hukuman. Dalam suatu ajaran absolut terdapat keyakinan yang mutlak
atas pidana itu sendiri, sekalipun penjatuhan pidana sebenarnya tidak berguna atau
bahkan memiliki dampak yang lebih buruk terhadap pelaku kejahatan. Maksud
dan tujuan teori absolut ini selain sebagai pembalasan, menurut pandangan
Stammler adalah juga untuk menunjukan kepada masyarakat bahwa hukum telah
ditegakkan. Tujuan pemidanaan dalam ajaran absolut ini memang jelas sebagai
pembalasan, karena dalam ajaran ini tidak dijelaskan mengapa harus dianggap adil
meniadakan rasa terganggunya masyarakat dengan cara menjatuhkan penderitaan
terhadap seseorang yang melakukan kejahatan.
Teori dalam hukum pidana pembalasan adalah legitimasi pemidanaan.
Negara berhak melakukan pemidanaan dikarenakan penjahat melakukan
pemerkosaan dan penyerangan pada kepentingan dan hak yang memiliki
perlindungan.53
Teori ini menyetujui adanya pidana karena perbuatan seseorang
dikategorikan sebagai tindak pidana. Kepada pelaku tindak pidana wajib diberikan
pembalasan berupa pidana, tidak menjadi persoalan akibat dari pemidanan bagi
teridana.54 Sebagai pertimbangan adanya pemidanaan hanyalah masa lampau
diartikan sebagai masa terjadi tindak pidana itu. Nigel Welker memberikan tiga
bentuk pengertian tentang pembalasan yakni :55
1. Relationary retribution, sengaja membebankan penderitaan kepada
penjahat dan agar mampu menyadari jika beban penderitaan
merupakan akibat dari perbuatan jahatnya.

53
Eddy O.S. Hiariej, Op. Cit. Hal. 37
54
Tri Andrisman, 2009, Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar lampung, Hal. 30
55
Abintoro Prakoso, Loc. Cit.
34

2. Distribution retribution, pembatasan atas bentuk-bentuk pidana yang


dibebankan dengan sengaja kepada mereka yang telah berbuat jahat.
3. Quantitative retribution, membatasi pada bentuk pidana yang
bertujuan lain dari pembalasan maka bentuk adanya pemidanaan tidak
akan melebihi tingkatan kekejaman sehingga dianggap sesuai dengan
kejahatan yang dilakukannya.

2.4.2 Teori Tujuan atau teori relatif


Teori relatif atau teori tujuan memiliki dasar bahwa pidana merupakan alat
untuk menegakan tata tertib (hukum) dalam suatu masyarakat. Pidana merupakan
alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan dengan tujuan agar tata tertib
masyarakat tetapd apat di pelihara. Dalam teori ini penjatuhan pidanabergantung
pada efek yang diharapkan dari penjatuhan pidana itu sendiri, yakni agar seorang
tidak mengulangi perbuatannya lagi. Hukum pidana dapat diposisikan sebagai
ancaman sosial dan psikis. Hal tersebut dapat menjadi suatu alasan mengapa pada
hukum pidana kuno dikembangkan sanksi pidana yang sangat kejam dan
pelaksanaannya dilakukan di muka umum, yang tidak lain memiliki tujuan untuk
memberikan ancaman kepada masyarakat luas.
Teori ini berbeda dengan teori pembalasan yang disebutkan diatas oleh
peneliti. Teori ini mempersoalkan akibat-akibat penjahat dapat dipidana atau demi
kepentingan masyarakat serta pencegahan untuk masa yang akan datang.56 Pada
Teori ini mencari dasar pemidanaan untuk menegakkan tata tertib masyarakat dan
bertujuan untuk mencegah kejahatan, teori ini sering disebut juga sebagai teori
relasi hal ini dikarenakan relasi antara ketidak adilan dan bukanlah hubungan
apriori akan tetapi keduanya memiliki hubungan yang berkaitan dengan tujuan
pidana yang ingin dicapai, yaitu penangkal keadilan dan perlindungan kebendaan
hukum,57 dari sudut pandang pidana teori ini dibagi beberapa penjelasan yakni :
1. Upaya preventif/pencegahan terhadap suatu kejahatan dengan
diadakannya acaman berupa pidana yang cukup berat sebagai upaya

56
Ibid. Hal. 31
57
Ibid. Hal. 39
35

untuk menakut-nakuti. Penggunaan cara ini diperuntukan secara umum,


artinya untuk menakuti si pembuat dalam melakukan sebuah kejahatan,
sehingga dapat disebut sebagai prevensi umum. Tokoh pengemuka teori
ini juga mengakui bahwa hanya dengan adanya ancaman pidana tidak
memadai, akan tetapi diperlukannya penjatuhan pidana. Berdasarkan
sifat pencegahannya dari teori ini ada 2 macam, yaitu :
1) Teori Pencegahan Umum
Teori ini menjelaskan bahwa pidana yang dijatuhkan pada penjahat
ditujukan agar semua orang menjadi takut untuk melakukan suatu
kejahatan. Penjahat yang telah dijatuhi pidana itu dapat dijadikan
contoh oleh semua masyarakat agar tidak meniru untuk melakukan
perbuatan yang sama dengan penjahat tersebut. Feurbach
memperkenalkan suatu teori pencegahan umum yang disebut dengan
Paksaan Psikologis. Dalam teorinya ini iya menginginkan adanya
sifat jera yang bukan melalui pidana, melainkan melalui adanya satu
ancaman pidana dalam perundang-undangan. Akan tetapi apabila
ancaman yang diberikan tidak berhasil mencegah suatu tindak
kejahatan, maka pidana harus dijatuhkan karena apabila pidana tidak
di jatuhkan akan berdampak hilangnya kekuatan dari ancaman
tersebut. Ajaran yang dikembangkan Feurerbach tidak mengenal
pembatasan terhadap suatu ancaman pidana, hanya syarat bahwa
ancaman pidana tersebut harus sudah ditetapkan terlebih dahulu.
2) Teori Pencegahan Khusus
Teori ini menjelaskan bahwa tujuan adanya pidana adalah mencegah
pelaku kejahatan yang telah dipidana agar ia tidak mengulangi lagi
kejahatan yang telah ia lakukan dan mencegah agar orang yang
memiliki niat buruk untuk tidak mewujudkan niatnya itu dalam
bentuk perbuatan nyata. Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan
menjatuhkan pidana yang sifatnya ada tiga macam yaitu dengan
menakut-nakutinya, memperbaikinya, dan membuatnya menjadi
36

tidak berdaya. Van Hammel memberikan suatu gambaran tentang


pemidanaan yang bersifat pencegahan khusus yaitu:
a. Pidana selalu dilakukan untuk pencegahan khusus, yaitu untuk
menakut-nakuti orang-orang yang cukup dapat dicegah dengan
cara penjatuhan pidana agar orang tidak melakukan niat jahat.
b. Akan tetapi, jika tidak dapat lagi ditakut-takuti dengan cara
menjatuhkan tindak pidana, penjatuhan pidana harus bersifat
memperbaiki dirinya.
c. Jika penjatuhan itu tidak dapat di perbaiki, penjatuhan pidana
harus bersifat membinasakan atau membuat mereka tidak
berdaya.
d. Tujuan satu-satunya dari pidana adalah mempertahankan tata
tertib hukum dalam masyarakat.
2. Perbaikan diri penjahat (verbeterings theory), pendidikan diberikan
kepada penjahat yakni pidana, agar nantinya di dalam lingkungan
masyarakat penjahat diterima dengan keadaan yang berguna dan
tentunya lebih baik dari sebelumnya. Cara memperbaiki penjahat dapat
dikemukakan dengan 3 hal yakni, perbaikan moral, perbaikan
intelektual, dan perbaikan juridiss.
3. Membuat penjahat tersingkir dari kehidupan masyarakat (onschadelijk
maken), penjahat yang tidak takut dengan hukuman pidana yakni utuk
membuat takut penjahat, agar dikenakan penngekangan kemerdekaan
yang sangat lama bahkan apabila diperlukan adanya pidana mati,
sehingga adanya upaya tersebut si penjahat akan tersingkirkan di dalam
kehidupan masyarakat.
4. Menjamin kedisiplinan hukum (Rechstorde), dengan cara mengatur di
dalam norma-norma yang dapat menjamin kedisiplinan hukum. Kepada
setiap orang yang melanggar norma tersebut negara menerapkan pidana
kepadanya, pidana merupakan peringatan kepada penjahat sehingga
pidana sebagai upaya pencegahan dalam hal ini.
37

2.4.3 Teori Gabungan


Teori ini sebagai perpaduan antara teori pembalasan dan teori tujuan,
sehingga teori ini disebut sebagai teori gabungan.58 Penganut teori ini adalah
Binding dan Vos, Vos berpendapat jika teori gabungan ini merupakan titik berat
di dalam hukum pidana dan memberikan bobot yang sama antara pembalasan dan
perlindungan masyarakat.59
Teori ini berdasarkan pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib
masyarakat, dengan kata lain dua alasan ini menjadi dasar dalam penjatuhan
hukum pidana. Teori gabungan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Teori gabungan yang mengutamakan adanya pembalasan, akan tetapi
pembalasan tersebut tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu
dan cukup untuk dapat dipertahankan tata tertib yang ada di dalam
masyarakat.
2. Teori gabungan yang mengutamakan adanya perlindungan tata tertib
didalam masyarakat, akan tetapi penderitaan atas dijatuhinya hukuman
pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan oleh
seorang terpidana. Titik tolak dari ajaran ini yaitu sebagaimana
dijelaskan oleh Hugo Grotius, bahwa siapa yang melakukan tindak
kejahatan, maka ia akan mendapatkan penderitaan. Penderitaan
dianggap wajar diterima oleh pelaku kejahatan, akan tetapi manfaat
sosial akan mempengaruhi berat-ringannya penderitaan yang layak
dijatuhkan.

2.5 Teori Anomi


Teori anomie yakni istilah yang dikenalkan Emile Durkheim, untuk
mendeskripsikan kekacauan dalam keadaan tertentu tanpa peraturan. Definisi ini
asalnya dari Yunani yakni ”tanpa” dan “Nomos” : “hukum” atau “peraturan”. hal
tersebut juga dikemukakan oleh Robert K. Merton, yang bertujuan
mendeskripsikan keadaan deregulation pada masyarakatnya. Keadaan inilah yang

58
Ibid. Hal. 39
59
Ibid. Hal. 41
38

merupakan keadaan tidak di taatinya norma yang terdapat pada kehidupan


masyarakat dan setiap orang tidak mengetahui harapan yang diinginkan, keadaan
tanpa norma inilah yang mengakibatkan perilaku menyimpang di dalam
masyarakat.60
Pada teori ini dikemukakan oleh Durkheim, yang menyatakan jika pada
masyarakat modern standar tradisional dan nirma menjadi sia-sia dan tanpa
adanya suatu pengganti dengan yang baru yang mengakibatkan runtuhnya norma-
norma yang mengatusr setiap seseorang dalam berprilaku. Seperti yang telah
dijelaskan kondisi seperti ini yang tanpa adanya aturan disebut sebagai anomie,
dimana tidak ada norma yang mengatur kehidupan masyarakat sehingga yang
terjadi selanjutnya adalah ketegangan di dalam masyarakat.61 Teori anomie ini
menurut Emile Durkheim memiliki tiga pandangan yakni:62
1. Manusia merupakan mahluk sosial;
2. Manusia Keberadaanya dianggap sebagai mahluk sosial;
3. Di dalam masyarakat pasti cenderung hidup manusia dan manusia
selalu bergantung kepada masyarkat sebagai kelompok.
Teori anomie merupakan suatu kondisi dimana di pada masyarakat, tidak
ada kesempatan dan perbedaan struktur untuk capaian suatu tujuan (cita-cita).
Kedua faktor ini menimbulkan frustasi dalam kehidupan masyarakat dan ketidak
puasa ada di dalam setiap individu, maka mengakibatkan kedekatan dengan
sebuah keadaan yang tidak berdasarkan kepada norma yang berlaku.63

2.6 Teori Kepastian Hukum


Kepastian hukum sebagai bentuk upaya untuk merealisasikan hukum pada
kenyataanya. Menurut dari istilahnya kepastian hukum merupakan sebuah
keadaan yang pasti, tidak kabur, jelas, ketentuan dan merupakan ketetapan.
Hukum itu sendiri secara hakikatnya harus adil dan pasti agar tidak menimbulkan
60
J Sahalessy.“Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon.” (2015) 21 SASI.
No. 3 Hal. 42.
61
Feryna Nur Rosyidah dan M. Fadhil Nurdin Perilaku Menyimpang: Media Sosial Sebagai
Ruang Baru Dalam Tindak Pelecehan Seksual Remaja (2018) 2. JP&PS. No.2. hal. 44
62
Lilik mulyadi, 2008, Bunga Rampai Hukum Pidana Perspektif, teoritis, dan Praktik, PT.
Alumni. Bandung. Hal. 325
63
Yesmil Anwar dan Adang, 2010, Kriminologi, Refika Aditama, Bandung, Hal .88.
39

multitafsir, arti pasti tersebut sebagai pedoman berprilaku sedangkan arti adil
prilaku harus memprioritaskan suatu tatanan yang bernilai wajar. Hanya karena
memiliki sifat yang adil dan diimplementasikan dengan pasti hukum itu mampu
menjalankan fungsinya. Kepastian hukum adalah pertanyaan yang dapat dijawab
secara normatif, dan tidak dapat dijawab secara sosiologi.64
Ajaran cita hukum menyebutkan harus adanya unsur cita hukum yang
wajib ada secara berimbang, yakni kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.
Walaupun dikaitkan dengan teori penegakan hukum sebagaimana yang
diargumentasikan oleh Gustav di dalam karyanya yakni idee des recht yaitu
penegakan hukum wajib memenuhi tiga unsur tersebut. Implementasi dari ketiga
unsur terseebut tidak lepas dari peran seorang hakim, peran hakim sangat
terhormat dan dimulyakan didalam kehidupan masyarakat. Hakim sendiri di dlam
tugas pokok dan fungsinya yakni menegakkan keadilan dan kebenaran serla dalam
menjalani tugasnya harus eselalu menjunjung tinggi hukum.65
Menurut Hans Kelsen hukum merupakan norma yang terkandung di dalam
undag-undang. Undang-Undang yang memuat aturan yang memiliki sifat umum
dapat dijadikan dasar kepada individu dalam berprilaku di masyarakat, baik
hubungan bermasyarakat maupun sesame individu. Aturan tersebut menjadi tolok
ukur kepada masyarakat untuk melakukan penindakan kepada setiap individu.
Adanya implementasi aturan tersbut memberikan kepastian hukum kepada
msayarakat.66
Argumentasi lain lahir dari filsuf Jerman yakni Gustav Radbruch
memberikan ide tiga dasar hukum, yang oleh beberapa ahli teori hukum dan
filsafqt hukum, juga mengidentikkan ketiga tujuan hukum tersebut, yakni
kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Kepastian hukum merupakan suatu
jaminan untuk menjalankan hukum menggunakan cara yang baik dan tepat serta
sebagai tujuan paling utama dalam hukum, apabila tidak adanya kepastian hukum
maka hukum itu akan hilang jatidirinya dan maknanya implikasinya jika hukum
64
Dominikus Rato, 2010, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta, Hal.59
65
Doddy Noormansyah. “Holding Game. Merger dan Penegakan Hukum Persaingan usaha”
(2006) 7, JIHL, No 1. Ham. 10
66
Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit. Jakarta, Hal. 58.
40

sudah kehilangan jati dirinya maka setiap orang tidak akan berpedman lagi kepada
hukum dan lebih mengutamakan kehendak diluar hukum itu sendiri. Gustav
Radbruch juga memandang hukum menjadi tiga nilai identitas, yakni sebagai
berikut:67
1. Kepastian hukum (rechmatigheid), Hlm ini meninjau dari sudut yuridis.
2. Keadilan hukum (gerectigheit), Hlm ini meninjau dari filosofis,
bermakna keadilan dipandang sebagai kesamaan hak untuk semua
orang di depan pengadilan.
3. Kemanfaatan hukum (zwechmatigheid) atau doelmatigheid atau utility.
Kepastian hukum sebagai jaminan dari keadilan. Norma yang diatur harus
sungguh-sungguh ditaati. Gustav Radbruch berpendapat kepastian hukum dan
keadilan merupakan konsistensi dari hukum itu sendiri. Menurutnya kepastian
hukum harus dipelihara demi keamanan dan ketertiban sebuah negara, maka
hukum positif haruslah ditaati berdasrkan hal tersebut yang ingin dicapai adalah
keadilan dan kebahagiaan.68
Munculnya hukum modern membuat lahirnya sebuah ajaran kepastian
hukum, ajaran tersebut merupakan suatu ajaran yang masih baru. Akan tetapi nilai
dari keadilan dan kemanfaatan secara tradisional sudah ada sejak sebelum adanya
hukum modern. Ajaran ini sebenarnya berasal dari sebuah ajaran Yuridis-
Dogmatif yang dilahirkan dari pemikiran-pemikiran positivistis dalam dunia
hukum, yang selalu beranggapan hukum sebagai pandangan yang otonom, karena
bagi penganut ajaran ini hukum dipandang hanya sebagai kumpulan aturan belaka.
Bagi penganut ajaran ini tujuan dari hukum bukanlah untuk mewujudkan
kemnfaatan dan keadilan melainkan mewujudkan kepastian hukum.69
Adanya kepastian hukum sebagai upaya melindungi bagi para pencari
keadilan dari tindakan kesewenang-wenangan dari para aparat penegak hukum
yang terkadang arogansi dalam menjalankan tugas penegakan hukum, dengan

67
https://www.kompasiana.com/jefri_harefa/552a5186f17e61507ad623e6/mendekonstruksi-
pemahaman-nilai-dasar-hukumgustav-radbruch diakses pada tanggal 25 April 2020 jam 15.06
WIB
68
Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Toko
Gunung Agung, Jakarta, Hal. 82-83
69
Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung, Hal. 23.
41

adanya kepastian hukum memberikan peluang kepada masyarakat untuk lebih


mengetahui kejelasan akan sebuah perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan
yang dilarang menurut hukum. Tanpa adanya kepastian hukum membuat orang
buta akan hukum atau awam akan hukum berimplikasi ketidak tahuan orang
dalam berprilaku apakah benar atau salah, dilarang atau tidak dilarang menurut
hukum. Kepastian hukum ini dapat dimanivestasikan dalam penormaan yang jelas
dan baik didalam undang-undang sehingga akan memberikan kejelasan dalam
penerapannya.70

2.7 Asas Legalitas


Peneliti dalam menganalisa penelitian tesis ini menggunakan asas legalitas,
karena untuk dapat mempertanggugjawabkan suatu perbuatan seseorang harus di
atur lebih dahulu di dalam ketentuan undang-undang, sedangkan asas legalitas
tersebut mengatur tentang mengatur mengenai “suatu perbuatan tidak dapat
dipidana, kecuali berdasarkan ketentuan-ketentuan perundangundangan pidana
yang telah ada, hal tersebut termaktub di dalam ketentuan pasal 1 ayat 1 KUHP.71
Asas legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, menurut rumusannya
dalam bahasa Belanda berbunyi: “Geen feit I strafbaar dan uit kracht van een
daaran voorafgegane wettelijke strafbepaling”. Zainal Abidin Farid,
menerjemahkannya sebagai: “Tiada suatu peristiwa dapat dipidana selain dari
kekuatan ketentuan undang-undang pidana yang mendahuluinya.”72 Tapi dalam
bukunya “Hukum Pidana Indonesia” yang ditulis bersama-sama dengan Andi
Hamzah, rumusan Pasal 1 ayat (1) tersebut diterjemahkan sebagai: “tiada suatu
perbuatan (feit) yang dapat dipidana selain berdasarkan ketentuan perundang-
undangan pidana yang mendahuluinya”73. Kata “feit” diterjemahkan sebagai
“perbuatan” berbeda dengan terjemahan awal yang mengartikan “feit” sebagai
“peistiwa”. Dijelaskan dalam buku tersebut, bahwa perbedaan terjemahan tersebut
karena istilah “feit” itu sering juga diartikan sebagai “peristiwa”, karena
70
Ibid.
71
Lihat pasal 1 KUHP
72
. H. A. Zainal Abidin Farid,, 2007, Hukum Pidana 1, Jakarta, Sinar Grafika, Hal. 130
73
. H. A. Zainal Abidin Farid dan Andi Hamzah, 2010, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta. PT.
Yarsif Watampone, Hal. 53
42

pengertian “feit” itu meliputi baik perbuatan yang melanggar sesuatu yang
dilarang oleh hukum pidana maupun mengabaikan sesuatu yang diharuskan.74
Roeslan Saleh, menyatakan yakni “tiada suatu perbuatan dapat dipidana
kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan, sebelum
perbuatan dilakukan”.75 P.A.F. Lamintang memberikan arti terhadap Pasal 1 ayat
(1) tersebut sebagai: “Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum, kecuali
berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang yang telah ada lebih
dahulu daripada perbuatan itu sendiri”76.

2.8 Kebijakan Hukum Pidana


2.8.1 Kebijakan Formulasi
Kebijakan formulasi merupakan suatu tahap perumusan/penyusunan
hukum pidana, Tahap ini merupakan suatu tahap yang sangat startegis dari upaya
pencegahan dan penanggulangan kejahatan kebijakan hukum pidana, karenanya
pada tahap ini kekuasaan formulatif/legislatif memiliki wewenang dalam hal
menetapkan/merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana yang berorientasi
pada permasalahan pokok dalam hukum pidana meliputi perbuatan yang bersifat
melawan hukum, kesalahan/pertanggungjawaban pidana dan sanksi apa yang
dapat dikenakan oleh pembuat undang-undang. Sehingga apabila ada
kesalahan/kelemahan dalam kebijakan legislatif maka akan menjadi penghambat
upaya pencegahan dan penanggulangan kejahtan pada tahap aplikasi dan eksekusi.
Kebijakan formulasi memiliki tahapan penegakan hukum dan badan
legislatif atau pembentuk undang-undang dalam implementasi dan penerapannya
untuk menentukan pertanggujawaban yang lebih baik dan seimbang dan pada
tahap ini sering diartikan sebagai tahap legislatif. Menurut Barda Nawawi Arief ,
kebijakan legislatif merupakan perencanaan atau program dari pembuat uandang-
undang mengenai suatu yang hendak diperbuatan dalam menghadapi masalah
tertentu dan cara bagaimana melaksanakan dan melakukan suatu hal yang
74
. Ibid, Hal. 53
75
. Roeslan Saleh, 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana, Aksara baru,
Jakarta, Hal. 40
76
. P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung ,
Hal. 123
43

terencana atau telah deprogram untuk masa yang akan datang. Kesalahan ditahap
kebijakan formulasi adalah kesalahan yang dapat memperhambat proses
penegakan hukum.77
Adapun pokok-pokok kebijakan formulasi hukum pidana terdiri dari
beberapa hal, yaitu78 :
1. Merumuskan perbuatan pidana (criminal act)
Merumuskan perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang
terhadap pelakunya dapat dilakukan pemidanaan. Perumusan pemidaan
harus memiliki unsur-unsur seseorang yang melakukan suatu perbutan,
dan pada hakekatnya yang dapat melakukan suatutindak pidana yakni
orang atau manusia. Perbuatan yang dapat dipidana yakni perbuatan
yang melawan hukum yang harus memenuhi unsur rumusan delik yang
terkandung didalam ketentuan undang-undang. Perbuatan tersebut
dapat diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Selain unsur
melawan hukum perbuatan tersebut harus ada yang dirugikan dalam
hal ini korban dari perbuatan tersebut.

2. Perumusan pertanggungjawaban pidana


Seseorang yang melakukan suatu perbuatan pidana belum tentu
dapat dikenakan pidana kepadanya akan tetapi data dipidana harus
memenuhi dua syarat yakni. Pertama. Perbuatan tersebut harus
merupakan perbuatan pidana. Kedua, terhadap pelakunya harus dapat
dipertanggungjawabkan. Menentukan syarat yang pertama erat
kaitannya dengan asas legalitas sedangkan untuk syarat yang kedua
adalah sebuah kesalahan hal ini berkaitan dengan orang yang berbuat
dan sikap batin dari si penjahat atau berkaitan dengan
pertanggungjawaban pidana. Sebagaimana dijelaskan untuk

77
Ridwan. Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi.
(2013). 8. KJIH. No. 1. Hal. 204
78
Dey Revana & Kristian. 2017. Kebijakan Kriminal Criminal policy. Kencana Prenada Media
Group, Jakarta. Hal 148-156
44

menentukan adanya pertanggungjawaban pidana berdasarkan kepada


asas kesalahan. lain kata dari asas kesalahan yakni tidak dipidana jika
tiada kesalahan, Asas Culpabilitas, Asas geen straf zonder schuld.79
3. Perumusan Sanksi
Sistem penanggulangan dalam menjatuhkan sanksi kejahatn
dengan mnggunakn sarana hukum pidana yakni dngn sanksi
perumusan pidana. Sanksi pidana merupakan sanksi yang sangat kejam
berupa hukuman kepada seseorang dariada sanksi perdata dan sanksi
administrasi. Roeslan saleh berpendapat bahwa pidana merupakan
reaksi atas delik yang berwujud suatu nestapa yang sengaaja diberikan
oleh negara kepada si penjahat.80 Pernyataan Roeslan tersebut sesuai
dengan pernyataan Van Bemmelen81 yang menyaatakan jika hukum
pidana menentukan sanksi terhadap pelanggaran peraturan larangan.
Sanksi itu pada hakekatnya merupakan penambahan penderitaan yang
dilakukan dengan sengaja. Menentukan susunan jenis pemidanaan
berat dan ringan hukuman akan tetapi harus diperhatikan juga alasan
yang terkandung di dalam hukum pidana dan tujuan pemidanaan.

2.8.2 Kebijakan Aplikasi


Kebijakan aplikasi merupakan tahapan penegakan hukum pidana mulai
dari tingkat kepolisian hingga ke pengadilan. Aparat penegak hukum memiliki
tugas penegakan dan penerapan atas suatu peraturan perundang-undangan pidana
yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang. Pada tahap pelaksanaan tugas ini
aparat penegak hukum harus memiliki pendirian dan berpegang teguh terhadap
nilai dari sebuah keadilan dan pendayagunaan tahapan ini bisa disebut tahapan
yudikatif.
Tahapan aplikasi ini dapat dikategorikan sebagai kekuasaan dalam
penerapan hukum pidana di lingkungan masayarakat. Penerapan tersebut
79
Sudarto. 1987. Hukum Pidana I. badan penyedia bahan-bahan kuliah Undip, Semarang. Hal. 85
80
Roeslan Saleh. 1982, Pikiran Pikiran Tentang Pertnaggungjawaban pidana. Ghalis Indonesia.
Jakarta. Hal 54
81
Van Bemmelen. 1987. Hukum Pidana I Hukum Pidana Material Bagian Umum Cet. 2, Bina
Cipta bandung, Bandung. Hal. 17
45

dilakukan oleh aparat penegak hukum yakni hakim, jaksa maupun kepolisian
republik Indonesia, dan tahapan ini juga dikenal sebagai tahapan yudikatif dalam
melaksanakan hukum pidana oleh aparat pelaksana/eksekusi pidana.82

2.8.3 Kebijakan Eksekusi


Tahapan ini merupakan tahapan dalam hal penegakan hukum scra nyata
oleh pelaksana hukum pidana, dalam tahapan ini penegak hukum pidana memiliki
tugas untuk menegakkan aturan perundang-undangan hukum pidana yang telah
berkekuatan hukum tetap oleh Pengadilan. Pelaksanaan putusan dari pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap para pelaksana harus tetap berpedoman terhadap
aturan hukum yang dibuat oleh pembuat undang-undang dan nilai-nilai satu daya
guna.
Ketiga tahap kebijakan penegakan hukum pidana tersebut terkandung tiga
kekuasaan atau kewenangan yaitu, kekuasaan legislatif pada tahap formulasi,
yaitu kekuasaan legislatif dalam menetapkan atau merumuskan perbuatan apa
yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat apa yang dapat dikenakan. Pada
tahap ini kebijakan legislatif ditetapkan system pemidanaan, pada hakekatnya
merupakan sistem kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan pidana. Yang kedua
adalah kekuasaan yudikatif pada tahap aplikasi dalam menerapkan hukum pidana,
dan kekuasaan eksekutif pada tahap eksekusi dalam hal melaksanakan hukum
pidana.83

82
Barda Nawawi Arif, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Media Group, Jakarta, hlm : 78-79.
83
Ibid. hal. 85

Anda mungkin juga menyukai