Anda di halaman 1dari 33

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. R


DENGAN ENSEFALITIS DI RUANG BONA II

Disusun oleh:

AFIF FAJAR MUHAMMADI


NIP. 198710102020121015

RSUD DR. SOETOMO SURABAYA


TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit
penyakit kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan
teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang, termasuk
Indonesia. Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansjur, 2000). Di USA
ensefalitis sering terjadi pada usia 0-3 tahun, sekitar 10-20 % di USA, persentase
lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang belum berkembang. Ada banyak
tipe-tipe dari ensefalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
disebabkan oleh virus-virus. Ensefalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-
penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
Virus atau bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas dan saluran
cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus dan bakteri akan menyebar ke seluruh
tubuh dengan beberapa cara. Salah satunya adalah pada jaringan otak yang nantinya
akan menyebabkan ensefalitis. Berdasarkan faktor penyebab yang sering terjadi
maka ensefalitis diklasifikasikan menjadi enam tipe, yaitu : ensefalitis supurativa,
ensefalitis siphylis, ensefalitis virus, ensefalitis karena fungus, ensefalitis karena
parasit, dan riketsiosa serebri. Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi
dari infeksi HSV ( Herpes Simplek Virus ) yang mempunyai mortalitas dan
morbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek
) yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan
meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan
menurunkan mortalitas menjadi 28%.
Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak
diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis
buruk, demikian juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal
atau sembuh sengan gejala sisa yang berat. (Arif Mansjur, 2000). Banyak kasus
encephalitis adalah infeksi dan recovery biasanya cepat . Encephalitis ringan
biasanya pergi tanpa residu masalah neurologi. Dan semuanya 10% dari
kematian encephalitis dari infeksinya atau komplikasi dari infeksi sekunder.
Beberapa bentuk encephalitis mempunyai bagian berat termasuk herpes
encephalitis dimana mortality 15-20% dengan treatment dan 70-80% tanpa
treatment.
Mengingat penyakit Enchepalitis ini sangat berbahaya bila menyerang anak
– anak , maka hendaknya kita memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar kita,
kebersihan diri kita dan anak –anak sebagai wujud pencegahan agar tidak terkena
kuman atau virus yang tidak terlihat olah mata seperti mencuci tangan dengan
sabun. Pemberian asupan makanan yang bergizi menunjang untuk memperkuat
imun kita agar tubuh tidak mudah sakit.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka kita dapat merumuskan masalah sebagai
berikut :“Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan Encephalitis?”

1.3 Tujuan penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Agar penulis mampu memahami dan asuhan keperawatan pada pasien yang
menderita Encephalitis dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan secara
benar, tepat dan sesuai dengan standar keperawatan profesional.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu memahami konsep, prognosis, etiologi, manifestasi, pencegahan dan
pengobatan pada pasien yang mengalami Encephalitis
b. Mampu melakukan pengkajian pada pasien yang mengalami Encephalitis.
c. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada penderita Encephalitis.
d. Mampu melakukan intervensi keperawatan pada pasien yang mengalami
Encephalitis.
e. Mampu melakukan Implementasi asuhan keperawatan pada pasien dengan
Encephalitis.
f. Mampu melakukan evaluasi hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan
Encephalitis.
g. Mampu melakukan dokumentasi hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan
Encephalitis

1.4 Manfaat
Studi kasus dapat bermanfaat secara praktis :
1.4.1 Perawat
Dapat digunakan sebagai alat bantu mengevaluasi dalam upaya meningkatkan
mutu pelayanan bagi pasien yang menderita Encephalitis.
1.4.2 Perkembangan keperawatan
Agar studi kasus ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien Encephalitis. Sehingga dapat dilakukan tindakan
untuk mengatasi masalah yang terjadi pada pasien dengan Encephalitis.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
a. Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan meningen dan
sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan dapat disebabkan
oleh sejumlah agen yang berbeda. (Donna.L. Wong, 2000).
b. Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat
disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis karena bakteri
dapat masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena
gigitan serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf
pusat melalui peredaran darah. Pemberian imunisasi juga berpotensi
mengakibatkan encephalitis seperti pada imunisasi polio. Encephalitis karena
amuba diantaranya amuba Naegleria fowleri, acantamuba culbertsoni yang
masuk melalui kulit yang terluka.( Dewanto, 2007).
c. Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,
cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
d. Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.
Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis,
atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau
sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti
toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic. (Tarwoto & Wartonah, 2007).
e. Dari uraian diatas maka kelompok dapat mengambil kesimpulan bahwa
ensefalitis adalah inflamasi pada jaringan otak yang melibatkan meningen yang
disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme.

2. Etiologi
a. Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan bakteriologik dan
virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan
serebrosspinalis yang harus diambil pada hari-hari pertama. Berbagai macam
mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa,
cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah
Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum.
Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut
(Mansjoer, 2000).
b. Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari
thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang
terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung
menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi
terdahulu.
Encephalitis dapat disebabkan karena:
a) Arbovirus
Arbovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan
serangga. Masa inkubasinya antara 5 sampai 15 hari.
b) Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zoster.
Enterovirus disamping dapat menimbulkan encephalitis dapat pula
mengakibatkan penyakit mumps (gondongan).
a) Herpes simpleks
Herpes simpleks merupakan penyakit meningitis yang sangat
mematikan di Amerika Utara (Hickey dalam Donna, 1995).
b) Amuba
Amuba penyebab encephalitis adalah amuba Naegleria dan
Acanthamoeba, keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui
mukosa mulut saat berenang.
c) Rabies
Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rabies setelah
masa inkubasi yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-
bulan.
d) Jamur
Jamur yang dapat menimbulkan encephalitis adalah fungus
Blastomyces dermatitidis, biasanya menyerang pria yang bekerja di
luar rumah. Tempat masuknya melalui paru-paru atau lesi pada kulit.

3. Patofisiologi
Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran
darah, saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang biak
menimbulkan proses peradangan. Kerusakan pada myelin pada akson dan white
matter dapat pula terjadi . Reaksi peradangan juga mengakibatkan perdarahan ,
edema, nekrosis yang selanjutnya dapat terjadi peningkatan tekanan intracranial.
Kematian dapat terjadi karena adanya herniasi dan peningkatan tekanan
intracranial. (Tarwoto Wartonah, 2007). Virus masuk tubuh klien melalui kulit,
saluran npas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan
menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
a. Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau
organ tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
c. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan selaput
lender dan menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa
prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah
nyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat,
fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila
infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan
tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang.
Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia,
ataksia, dan paralisis saraf otak.
4. Manifestasi Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama
dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala
berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit
kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi
gangguan pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
Menurut (Hassan,1997), adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-
kejang di muka).
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-
sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan
gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan
asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus,
kelemahan otot-otot wajah.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik menurut (Victor, 2001) yaitu :
a. Biakan :
a) Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif.
b) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan
didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
c) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.
d) Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif.
b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan
uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi
tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
c. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
d. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-
kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
e. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang
merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma,
tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat
menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.
(Smeltzer, 2002).
f. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa
pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus
seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus
inferomedial temporal dan lobus frontal

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor, 2001) antara lain
:
a. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh
dokter :
a) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis.
Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan
dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
f. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan
yang diberikan tergantung keadaan anak.
g. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa
giving set untuk menghilangkan edema otak.
h. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
i. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas
kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama.
l. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium
drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
m. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2-3l/menit).
n. Penatalaksanaan shock septik.
o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
p. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh
yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,
selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi
dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari
secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat
juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan
telah memungkinkan pemberian obat per oral.

7. Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.

A. Tinjuan tentang penurunan kapasitas adaptif intrakranial


1. Defenisi
Menurut DPP PPNI (2016), Penurunan kapasitas adaptif intrakranial adalah
gangguan mekanisme dinamika intrakranial dalam melakukan kompensasi terhadap
stimulus yang dapat menurunkan kapasitas intrakranial.

2. Penyebab

1. Lesi menempati ruang (mis. space-occupaying lesion – akibat tumor, abses)


2. Gangguan metabolisme (mis. akibat hiponatremia, ensefalotapi uremikum,
ensefalopati hepatikum, ketoasidosis diabetik, septikemia)
3. Edema serebral (mis. akibat cedera kepala [hematoma epidural, hematoma subdural,
hematoma subarachnoid, hematoma intraserebral], stroke hemoragik, hipoksia,
ensefalopati iskemik, pascaoperasi)
4. Peningkatan tekanan vena (mis. akibat trombosis sinus vena serebral, gagal jantung,
trombosis/obstruksi vena jugularis atau vena kava superior)
5. Obstruksi aliran cairan serebrospinalis (mis. hidosefalus)
6. Hipertensi intrakranial idiopati

2.Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif

1. Sakit kepala

Objektif

1. Tekanan darah meningkat dengan tekanan nadi (pulse pressure) melebar


2. Bradikardia
3. Pola napas ireguler
4. Tingkat kesadaran menurun
5. Respon pupil melambat atau tidak sama
6. Refleks neurologis terganggu

3.Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
1. (tidak tersedia)

Objektif

1. Gelisah
2. Agitasi
3. Muntah (tanpa disertai mual)
4. Tampak lesu/lemah
5. Fungsi kognitif terganggu
6. Tekanan intrakranial (TIK) >20mmHg
7. Papiledema
8. Postur desebrasi (ektensi)

Kondisi Klinis Terkait

1. Cedera kepala
2. Iskemik serebral
3. Tumor serebral
4. Hidrosefalus
5. Hematoma kranial
6. Pembentukan arteriovenous
7. Edema vasegenik atau sitotoksik serebral
8. Hiperemia
9. Obstruksi aliran vena

4.Intervensi keperawatan
Manajemen peningkatan intraktanial
1. Observasi
Identifikasi penyebab peningkaatan TIK misal lesi, edema serebral, gangguan
metabolisme
Monitor tanda / gejala peningkatan TIK misal tekanan darah meningkat, tekanan nadi
melebar , bradikardi, pola nafas irregular, kesadaran menurun .
Monitor MAP ( MEAN ARTERIAL PRESSURE ).
Monitor status pernafasan
Monitor intake dan output cairan.
Monitor cairan cerebrospinal.
2. Terapeutik
Menyediakan lingkungan yang tenang.
Berikan posisi semifowler.
Cegah terjadinya kejang hindari pemberian cairan iv hipotonik.
Pertahankan suhu normal.
3. Kolaborasi
kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu.
kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu.
PATHWAYS

Virus/Bakteri masuk jaringan otak secara local,Hematogen


dan melalui saraf-saraf

Faktor- faktor predisposisi pernah


peradangan jaringan otak mengalami campak, cacar air, herpes
dan brounchopneumonia

Pembentukan Reaksi kuman Iritasi kortek Kerusakan Kerusakan


Transudat dan patogen (infeksi) serebral area syaraf V saraf IX
eksudat fokal

Suhu Tubuh Nyeri Kesulitan Sulit makan


Edema serebral kejang
kepala Mengunya
h

penekanan jaringan Resiko Gangguan


otak hipertermi Devisit Nutrisi kurang
cedera nyaman 3. Resiko
nyeri dari kebutuhan
aspirasi
1.Penurunan adaptif
intrakranial defisit cairan dan
hipovolemik

Kesadaran
menurun Kelemahan fisik immobilisasi

Reflek 2. Resiko luka tekan Hospitalisasi


batuk
menurun 2. Resiko aspirasi

Penumpukan Ansietas Orang tua anak


secreat

Defisit pengetahuan
Gangguan ansietas
bersihan
Nafas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
3.1 Identitas Pasien
Nama : An. R
Umur : 14 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Siswa
No. RM : 12853173
Alamat : Tambak Wedi Barat
Diagnosa Medis : Ensefalitis
Tanggal MRS : 22 Februari 2021 jam 16.00
Tanggal Pengkajian : 25 Februari 2021 jam 10.00

3.2 Riwayat Keperawatan


1) Keluhan utama :
Kesadaran menurun
2) Riwayat Penyakit Sekarang :
Ibu pasien mengatakan kesadran anaknya menurun, bila diajak bicara lama
jawabnya bicaranya pun pelan, terkadang anaknya mengeluh pusing, mual,
makannya sulit hanya 2 sampai 3 sendok makan, sulit menelan.tidak kejang tidak
panas, kedua tangan dan kakinya sulit digerakkan,semua aktivitas dibantu ibu dan
ayahnya
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Kesadaran pasien menurun semalam sebelum MRS,sebelumnya sering mengeluh
pusing, , sering tidur dan mengantuk terus , tidak kejang, makan pagi sebelum
MRS disuapi ibunya sambil duduk sambil merem,mual muntah mulai kemaren
sebelum MRS. 1 bulan yang lalu jatuh dari sepeda ontel tidak ada yang patah
sudah di periksakan ke dokter umum,terdapat bekas luka di kepala tidak ada foto
rongten, selalu di rumah sejak jatuh, ngantuk terus sejak 1 minggu setelah jatuh,
sering mengeluh pusing setelah jatuh
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mempunyai penyakit keturunan.
5) Riwayat Biologis
Pasien laki-laki, usia produktif masih bersekolah..
6) Riwayat Psikologis
Pasien mengalami penurunan kesadaran
7) Riwayat Sosial
Pasien sehari – hari di rumah sebagai anak.

3.3 Pemeriksaan Fisik


1) Breathing (Pernafasan)
Inspeksi : Jalan nafas bebas, nafas spontan, irama nafas teratur, tidak
sesak RR : 20 x/menit, SpO2 :99%, pergerakan dada simetris,
tidak ada pernafasan cuping hidung. Terpasang o2 nasal kanul
3lpm
Palpasi : Tidak ada emfisema.
Auskultasi : Auskultasi vesikuler, tidak ada wheezing dan ronchi.
Perkusi : Sonor

2) Blood (Kardiovaskuler)
Inspeksi : Terpasang infus perifer D5 ½ NS 500 cc/ 12 jam, Tensi
104/78, Nadi 97 x/menit, Suhu 36,7oC , konjungtiva merah,
akral hangat, CRT < 2 detik, pulsasi kuat.
Palpasi : Irama jantung regular
Auskultasi : Tidak ada pergeseran batas jantung

3) Brain (Persyarafan)
Inspeksi : Pasien tidak tampak kesakitan, Skala Nyeri Wong Beker 0
GCS 2 – 3 – 5, pupil isokor 3/3 mm.
4) Bladder (Perkemihan)
Inspeksi : Terpasang kateter, produksi kurang lebih 300cc dari jam 6
: sampai 12 siang
Palpasi Tidak distensi kandung kemih

5) Bowel (Pencernaan)
Inspeksi : BAB rutin 1x/hari, terakhir kemarin konsistensi lembek,
selama di rs nutrisinya susu 6x 100cc disuapi dengan sendok
Palpasi : Abdomen supel tidak ada distensi, tidak ada nyeri tekan,
Auskultasi : Bising usus 12 x/menit
Perkusi : Ada suara timpani

6) Bone (Muskuloskeletal/integumen)
Inspeksi : Kulit lembab dan bersih, tidak ada odema anasarka, kemampuan
mobilisasi buruk, ekstremitas atas tidak mampu bergerak sesuai
perintah dan ekstremitas bawah tidak mampu bergerak bebas.
Braden score 12 (resiko ringan)
-Persepsi sensori : hanya respon rangsangan nyeri (2)
-Nutrisi : tidak mampu menghabiskan porsi makanan,
mendapatkan infus lebih dari 5 hari (1)
-Mobilisasi : tidak dapat mengubah posisi tanp1 bantuan(1)
-Kelembaban : kulit sering basah/lembab(2)
-Gesekan dan pergeseran : bermasalah (tidak
mampumengangkat tubuh) (1)
-Aktivitas : aktivitas di tempat tidur saja (1)
-Berat badan : normal (4)

0 0
MMT : 0 0
Pemeriksaan Penunjang

Hasil CT SCAN tgl 22 februari 2021


Terdapat gambaran infeksi

Hasil CT SCAN tgl 25 februari 2021


Masih terdapat gambaran infeksi disertai pembengkakan

Hasil laborat
Darah Lengkap Tanggal : 25 Februari 2021
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi Hasil
1. HGB 12,3 12,0 – 16,6 (g/dl) Normal
2. RBC 4,35 4,20 – 5,46 (10^6/uL) Normal
3. HCT 38,4 41,3 – 52,1 (%) Turun
4. WBC 12,5 3,37 – 10,0 (10^3/uL) Naik
5.. PLT 360 150 – 450 (10^3/uL) Normal

a. Terapi pengobatan

Nama Dosis
Ceftriaxone (intravena) 2x1,5gr
Dexamethasone (intravena) 3x5mg
Manitol 20% (intravena) 6x85ml (tgl 22 sampai 25 februari 2021)
6x260 (mulai tgl 26 februari 2021)
Infus d5 1/2ns 1000ML/24 jam
ANALISA DATA
No Data ( DS/DO) Etiologi Masalah
1 Data Subyektif: Penurunan
Infeksi oleh virus, bakteri,
Ibu pasien mengatakan anaknya jamur, maupun parasit adaptif
kesadarannya mnurun, diajak bicara intrakranial
lama jawabnya bicaranya pelan ,
sering tidur dan mengantuk terus , Edema serebri

tidak kejang, mengeluh pusing

Penekanan jaringan
Data Obyektif : otak
- Kesadaran sopor Gcs 235
- Diajak bicara ibunya jawanya lama, Penurunan adaptif
bicaranya pelan intrakranial
- Kelemahan ekstremitas
- Hasil ct scan tgl 22-2-2021 terdapat
infeksi di otak
2 Data Subyektif: Resiko luka tekan
Penurunan kesadaran
Ibu pasien mengatakan kaki dan
tangan anaknya lemah, sulit untuk
dibuat bergerak
Kelemahan fisik

Data Obyektif :
- Tangan dan kaki sulit digerakkan immobilisasi
dan diangkat
- Pasien tirah baring
Resiko luka tekan
Braden score 12 (resiko tinggi)
Kesadaran spoor gcs 2-3-5
3 Data Subyektif: Kesadaran menurun, Resiko aspirasi
- Ibu pasien mengatakan anaknya Kerusakan syaraf V&IX
malas makan habis hanya 2-3
sendok saja,sulit menelan Sulit mengunyah,sulit
menelan,sulit makan
Data Obyektif :
- Porsi makan tidak habis Resiko aspirasi
- Pasien sulit menelan
- Kesadaran menurun, gcs 235

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Penurunan adaptif intracranial yang berhubungan dengan penekanan
jaringan otak
2. Resiko luka tekan berhubungan dengan immobilisasi
3. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, kesulitan menelan
C. INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Rencana keperawatan


Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Penurunan adaptif Setelah dilakukan  Monitor kesadaran  Mencegah
intracranial tindakan peningkatan TIK
Data Subyektif: keperawatan selama  Monitor ttv secara  Mengobservasi tanda
Ibu pasien mengatakan 3x24 jam pasien berkala peningkatan TIK
anaknya kesadarannya menunjukan tidak
menurun, diajak bicara ada tanda tanda  Menyediakan  Menjaga kenyamanan
lama jawabnya bicaranya peningkatan lingkungan yang pasien
pelan , sering tidur dan intrakranial dengan tenang  Melancarkan
mengantuk terus , tidak kriteria hasil  Berikan posisi peredaran darah dan
kejang,tangan dan kaki kesadaran semifowler. mencegah
tidak bisa bergerak bebas membaik,gcs peningkatan TIK
Data Obyektif : meningkat, pusing  Kolaborasi  Untuk mengurangi
- Kesadaran sopor Gcs kepala berkurang, pemberian infeksi dan
235 kekuatan ekstremitas antibiotic, anti peradangan
- Diajak bicara ibunya meningkat inflamasi.
jawanya lama, bicaranya
pelan
- Kelemahan ekstremitas
Hasil ct scan tgl 22
menunjukkan gambaran
infeksi di otak

2. Resiko luka tekan Setelah dilakukan  Kaji kemampuan  membantu ROM


tindakan pasien dalam secara pasif
DS : Ibu pasien
keperawatan selama mobilisasi
mengatakan sulit
3x24 jam tidak ada  Identifikasi adanya  mengetahui adanya
menggerakkan kedua
kaki. luka , kriteria hasil : nyeri kulit gejala luka
DO: Integritas kulit tidak  Monitor kondisi  mengetahui ada
Kesadaran sopor kemerahan, tidak ada kulit setiap hari tidaknya luka
gcs 2- 3-5 lesi, tidak ada  Beri jadwal  Mencegah resiko kulit
turgor kulit <2detik odeme, turgor kulit mobilisasi miring tertekan.
- Tangan dan kaki sulit <2detik kanan kiri tiap 2
digerakkan dan jam.
diangkat  Pasang kasur angin  Mengurangi tekanan
- Pasien tirah baring pada kulit
- Aktivitas dibantu  anjurkan keluarga  Mengurangi resiko
orang tua merapikan dan luka tekan
Braden score 12 membersihan sprei
(resiko tinggi) tempat tidur
 Libatkan keluarga  Peran keluarga
untuk membantu membantu pasien
pasien untuk lebih optimal
meningkatkan
ambulasi

3. resiko aspirasi Setelah dilakukan observasi  Observasi resiko


DS: tindakan adanya keluhan sulit aspirasi
- Ibu pasien mengatakan keperawatan selama menelan
anaknya malas makan 3 X 24 jam Posisikan semifowler  Menurunkan resiko
habis hanya 2-3 sendok diharapkam status aspirasi
saja,sulit menelan nutrisi membaik. Beri o2 sesuai  Memaksimalkan
Data Obyektif : Dengan kriteria hasil kebutuhan kebutuhan tubuh dan
- Porsi makan tidak : mencegah hipoksia
habis 1) Mampu Anjurkan  Menambah nafsu
- Pasien sulit menelan menelan untuk menjaga makan
- Kesadaran menurun, 2) mengunyah kebersihan mulut
gcs 235 makanan tanpa Anjurkan  Membantu
- Belum terpasang ngt aspirasi untuk pemasangan memasukkan nutrisi
Rr : 20x/menit spo2 99% 3) Pemasukan NGT dan Observasi bila ada keluhan sulit
nutrisi adekuat keberhasilan sonde menelan, mengurangi
4) Memperlihatka resiko aspirasi
n frekuensi Observasi RR  Menghindari resiko
pernafasan aspirasi
normal Kolaborasi  Berkolaborasi untuk
5) Porsi makan dengan ahli gizi pemberian nutrisi
habis yang tepat

D. TINDAKAN KEPERAWATAN

NO TANGGAL NO. DX IMPLEMENTASI


1. 25 Februari Diagnosa 1 1. Mengobservasi tingakat kesadaran : letargi
2021 2. Mengobservasi gcs 2-3-5
Jam 09.00 3. Memposisikan semifowler
4. Memberikan lingkungan yang tenang dan nyaman
5. Berkolaborasi memberikan obat ceftriaxone
1,5gram, dexamethasone 5mg via intravena

25 Februari Diagnosa 2 1. menginspeksi kondisi kulit setiap hari


2021 2. mengajarkan keluarga memiringkan pasien ke kanan
Jam 09.10 dan ke kiri
3. menganjurkan keluarga untuk merapikan sprei dan
tempat tidur setiap hari, membersihkan badan pasien
setiap pagi dan sore
4. Memberi jadwal mobilisasi mika miki tiap 2 jam.
5. Memasang kasur angina
6. Berkolaborasi dengan rehab medik

25 Februari Diagnosa 3 1. Mengbservasi adanya keluhan sulit menelan


2021 2. Menganjurkan untuk pemasangan NGT
Jam 10.00 3. Memasang selang NGT
4. Memberikan diet susu 100ml & mengobservasi
respon pasien dan mengajarkan keluarga dalam
pemberian nutrisi via sonde
5.mengobservasi RR 20x/menit SPO2 : 99%,

2. 26 Februari Diagnosa 1 1. Mengobservasi tingakat kesadaran : sopor


2021 2. Mengobservasi gcs 2-3-5
Jam 09.00 3. Memberikan lingkungan yang tenang dan nyaman
4. Berkolaborasi memberikan obat ceftriaxone
1,5gram, dexamethasone 5mg via intravena
26 Februari Diagnosa 2 1. Menginspeksi kondisi kulit setiap hari
2021 2. Memposisikan semifawler
Jam 09.30 3. Memberi jadwal mobilisasi mika miki tiap 2 jam
4. berkolaborasi dengan rehab medik

26 Februari Diagnosa 3 1. mengobseevasi adanya kesulitan menelan


2021 2. Menganjurkan menjaga kebersihan mulut pasien
Jam 10.30 3. Mengobservasi pemberian sonde keluarga kepada
pasien 100ML dan respon pasien
4. Mengobservasi RR 20x/menit SPO2 : 99%,
5. berkolaborasi dengan ahli gizi
3 27 Februari Diagnosa 1 1. Mengobservasi tingakat kesadaran : sopor
2021 2. Mengobservasi gcs 3 - 4 - 5
Jam 09.00 3. Memberikan lingkungan yang tenang dan nyaman
4. Berkolaborasi memberikan obat ceftriaxone
1,5gram, dexamethasone 5mg via intravena

27 Februari Diagnosa 2 1. Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi


2021 2. Memposisikan semifawler
Jam 09.30 3. Memberi jadwal mobilisasi mika miki tiap 2 jam
4. Menginspeksi kondisi kulit setiap hari
27 Februari Diagnosa 3 1. Menganjurkan menjaga kebersihan mulut pasien
2021 2. Mengobservasi pemberian sonde keluarga kepada
Jam 10.30 pasien 150ML
3. Mengobservasi respon pasien

E. EVALUASI

NO NO. DX TANGGAL / EVALUASI


JAM
1 Diagnosa 25 Februari S : Ibu mengatakan anaknya masih sering tidur tapi sudah bisa
1 2021 diajak bicara ibunya jawabnya sudah tidak lama, bicaranya
Jam 14.00 pelan. Tangan dan kaki anaknya lemas, tidak bisa diangkat dan
digerakkan dengan bebas
O : kesadaran sopor gcs 2-3-5, Tangan dan kaki tidak bisa
digerakkan dengan bebas.
A : Gangguan penurunan adaptif intracranial
P : Intervensi dilanjutkan
Kaji adanya peningkatan TIK

Diagnosa 25 Februari S: Ibu pasien mengatakan kaki anaknya masih lemas,


2 2021 semua aktivitas dibantu orang tua
Jam 14.00 O: Tangan dan kaki pasien tidak bisa diangkat dan
digerakkan dengan bebas, tidak ada kulit kemerahan,
lesi dan oedem daerah punggung,pinggang,gluteus atau
tumit, turgor kulit <2detik
A: Braden score 12 (resiko tinggi)
P: Resiko luka tekan
Intervensi dilanjutkan
Observasi adanya luka di kulit
Diagnosa 25 Februari S: Ibu pasien mengatakan bersedia kalau anaknya di
3 2021 pasang selang untuk memasukkan makanan
Jam 14.00
O: Terpasang selang NGT,nutrisi susu personde 100ML
habis,tidak ada respon alergi atau tersedak bila
dimasukkan susu, orang tua pasien bisa memasukkan
susu lewat NGT, RR 20X/menit, Spo2 99%

A: resiko aspirasi
P: Intervensi dilanjutkan

2. Diagnosa 26 Februari S : Ibu mengatakan anaknya tidur sudah berkurang, bila diajak
1 2021 bicara ibunya jawabnya sudah tidak lama, bicaranya masih
Jam 14.00 pelan. Tangan dan kaki anaknya lemas, tidak bisa diangkat dan
digerakkan dengan bebas
O : kesadaran sopor gcs 3-4-5, Tangan dan kaki tidak bisa
digerakkan dengan bebas.
A : Gangguan penurunan adaptif intracranial
P : Intervensi dilanjutkan
Kaji adanya peningkatan TIK

Diagnosa 26 Februari S: Ibu pasien mengatakan semua aktivitas dibantu


2 2021 orang tua
Jam 14.00 O: Tangan dan kaki pasien tidak bisa diangkat dan
digerakkan dengan bebas, tidak ada kulit kemerahan,
lesi dan oedem daerah punggung,pinggang,gluteus
atau tumit, turgor kulit <2detik
Braden score 12 (resiko tinggi)
A: Resiko luka tekan
P: Intervensi dilanjutkan
Kaji adanya luka di kulit
Diagnosa 26 Februari S: Ibu pasien mengatakan anaknya diberikan
3 2021 susu lewat selang makan, tidak ada alergi
Jam 14.00 atau tersedak, 6X setiap hari sebanyak
100ML
O: Terpasang selang NGT,nutrisi susu personde
100ML habis,tidak ada respon alergi atau
tersedak bila dimasukkan susu. RR
20X/menit, Spo2 99%
A: resiko aspirasi
P: Intervensi dilanjutkan

3 Diagnosa 27 Februari S : Ibu mengatakan anaknya sekarang tidur tidak sesering


1 2021 kemarin sebelum MRS, sudah bisa diajak bicara ibunya
Jam 14.00 jawabnya sudah tidak lama, bicaranya masih pelan. Tangan dan
kaki anaknya masih lemas, belum bisa diangkat tapi bisa
digerakkan tapi terbatas
O : kesadaran somnolen gcs 3-4-5, Tangan dan kaki pasien
masih lemas, belum bisa diangkat, bisa digerakkan tapi
terbatas.
A : Gangguan penurunan adaptif intracranial
P : Intervensi dilanjutkan
Kaji adanya peningkatan TIK

Diagnosa 27 Februari S : Ibu pasien mengatakan semua aktivitas dibantu orang tua
2 2021 O : Tangan dan kaki pasien tidak bisa diangkat dan digerakkan
Jam 14.00 dengan bebas, , tidak ada kulit kemerahan, lesi dan oedem
daerah punggung,pinggang,gluteus atau tumit, turgor kulit
<2detik
Braden score 12 (resiko tinggi)
A : Resiko luka tekan
P : Intervensi dilanjutkan
Kaji adanya luka di kulit
Diagnosa 27 Februari S : Ibu pasien mengatakan anaknya diberikan susu lewat selang
3 2021 makan, tidak ada alergi atau tersedak, 6X setiap hari sebanyak
Jam 14.00 100ML
O : Terpasang selang NGT,nutrisi susu personde 150ML
habis,tidak ada respon alergi atau tersedak bila dimasukkan
susu, orang tua pasien bisa memasukkan susu lewat NGT

A : resiko aspirasi
P : Intervensi dilanjutkan
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah menguraikan pembahasan kasus pada klien An. R dengan ensefalitis di ruang
Bona 2 RSUD Dr.Soetomo, maka pada bab ini ditarik kesimpulan dan saran :

1) Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada ensefalitis di Bona 2 RSUD
Dr.Soetomo. Penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut ;
1. Pada saat pengkajian terjadi kerjasama antara klien dengan penulis sehingga
mampu mengumpulkan data dan menemukan masalah keperawatan juga data
diperoleh melalui pemeriksaan fisik secara langsung kepada klien, tetapi tidak
semua masalah keperawatan yang ada dalam teori ditemukan pada klien dengan
penyakit yang sama. Dalam pengkajian perawat menemukan tanda gejala yang
aktual yaitu penurunan kesadaran
2. Dari hasil pengkajian akhirnya dapat dirumuskan diagnosa keperawatan.
Diagnosa Keperawatan yang diangkat oleh penulis untuk klien dengan ensefalitis
antara lain :
1. Gangguan Penurunan adaptif intracranial yang berhubungan dengan
penekanan jaringan otak
2. Resiko luka tekan berhubungan dengan immobilisasi
3. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, kesulitan
menelan

2) Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah ada maka penulis memberi beberapa saran,
antara
lain:
1. Bagi perawat
Diharapkan dalam melakukan pengkajian hendaknya menjalin
kerja sama dan hubungan yang baik antara klien dan perawat, agar data
yang diperoleh sesuai dengan kondisi klien. Diharapkan dalam perumusan
masalah sesuai dengan data yang diperoleh dari klien. Dapat
mengaplikasikan semua rencana dalam melaksanakan tindakan
keperawatan. Kemudian dapat memperoleh evaluasi sesuai dengan yang
diaharapkan sebelumnya.
2. Bagi Klien dan keluarga klien
Diharapkan keterlibatan dan kerja sama antara keluarga klien, klien
dengan perawat dalam proses perawatan. Sehingga didapatkan proses
keperawatan yang berkesinambungan, cepat dan tepat kepada klien
3. Pendidikan
Bagi pendidikan diharapkan pada saat menyelenggarakan ujian
praktek di Rumah Sakit seharusnya untuk memperhatikan kelengkapan
dari alat-alat yang akan digunakan mahasiswa sehingga untuk
mempermudahkan dalam melakukan tindakan atau asuhan keperawatan.
4. Bagi Mahasiswa
Sebagai calon tenaga perawat profesional, hendaknya mahasiswa
keperawatan dapat mempergunakan wadah tempat mereka menimba ilmu
dengan semaksimal mungkin, sehingga dalam melaksanakan tindakan
keperawatan harus didasari dengan teori yang ada agar nantinya
mahasiswa itu menjadi lebih siap dan mampu mengaplikasikan ilmu
keperawatan dengan sebaik-baiknya apabila mereka telah terjun ke lahan
praktek.
DAFTAR PUSTAKA

Digiulio, M. (2014). Keperawatan medical bedah. jogjakarta: Rapha Plubishing.


Harrison. (2013). Harrison Neurologi. Tanggerang Selatan: KARISMA Publising Group.
Kumar, V., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar aptologi Robbins. Singapore:
Elsevier.
kumar, v., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar patoligi Robbins. Singapore:
Elseveir.
Kyle, T., & Carman, S. (2012). Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Lestari, R., & Putra, A. E. (2017). Jurnal makah kedokteran Andalas. Sumatra: Fakultas
Kedokteran Andalas.
Muttaqin, A. (2011). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan keperawatan praktis. Jogjakarta:
Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai