Oleh
PROPOSAL TESIS
Oleh
BAB I
PENDAHULUAN
1
JW.Muliawan , Pemberian hak Milik untuk Rumah Tinggal –Sebuah Kajian Normatif untuk
Keadilan bagi Masyarakat (Jakarta, Cerdas Pustaka Publisher, 2009), h. 57.
2
Djoko Prakosa dan Budiman Adi Purwanto, Eksistensi Prona Sebagai Pelaksana Mekanisme
Fungsi Agraria, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985) h. 19.
3
Lihat pasal 6 UUPA
4
Diharja Hari Pangestu, Pendaftaran tanah dari Obyek jual Beli yang tidak bersertifikat,
Jurnal Ilmiah Mataram, Vol 1, No. 1, 2014, h. 2.
4
suatu pendaftaran tanah kepada Negara untuk menjamin hak kepemilikan atas
tanah tersebut.
Tanah dibutuhkan oleh setiap manusia untuk kepentingan pembangunan
dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya untuk menuju kesejahteraan. Tanah
bagi kehidupan manusia sangatlah berperan penting karena demi menjalankan
kehidupan manusia akan selalu bergantung kepada tanah mulai dari membuat
rumah, bercocok tanah dan lain sebagainya, sehingga sangat jelas jika tanah
merupakan suatu kebutuhan yang sangat urgen bagi kehidupan manusia.. 5 Tidak
heran jika manusia sangat bergantung pada tanah sehingga Pemerintah mengatur
tentang hukum pertanahan mulai dari pemilikan hak dan perbuatan hukum atas
hak tanah.
Jaminan kepastian hukum atas pendaftaran tanah juga diatur oleh Undang-
Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (selanjutnya disebut UUPA) yang
pada intinya mengatur tentang jaminan adanya kepastian hukum hak dari suatu
tanah oleh pemerintah, hal tersebut dilakukan oleh pemerintah di seluruh wilayah
Negara Indonesia yang ketentuannya mengacu kepada PP Pendaftaran Tanah.6
Demi adanya kepastian hukum pada kepemilikan ha katas tanah di Indonesia
perlu diadakan suatu pendaftaran tanah pada wilayah seluruh Indonesia. Adapun
tujuan dari pendaftaran tanah tersebut yakni untuk tercapainya perlindungan
hukum dan kepastian hukum untuk pemegang hak milik tanah.7 Nantinya
pemegang ha katas tanah akan mendapatkan suatu bukti berupa sertifikat hak
milik yang dapat dijadikan suatu dasar kepemilikan atas tanah.
Negara dalam melakukan pendaftaran tanah milik masayarakat memiliki
suatu tujuan yang hendak dicapai yakni untuk dapat memberi pada masyarakat
adanya hak terhadap tanah dimana dengan adanya suatu hak yang diberikan akan
memberikan suatu kepastian hukum serta kelayakan pada pemegang hak, hal ini
Negara menginginkan agar masayarakat dapat mendapatkan kepastian dan
perlindungan atas hak yang dimilikinya secara aman dan adil.8 Mochtar
Kusumaatmaja berpendapat jika hukum memiliki tujuan pokok yakni untuk suatu
5
Kertasapoetra dkk, Hukum Tanah Jaminan UUPA bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah
(Jakarta: Bina Aksara, 1984), h. 1.
6
Lihat Pasal 19 ayat (1) UUPA
7
Mira Novana Ardani, Tantangan Pelaksanaan Kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap dalam Rangka Mewujudkan Pemberian Kepastian Hukum, Jurnal Gema Keadilan, Vol.
6, No. 3, 2019, h. 270.
5
8
Abdurrahman, Aneka Masalah Hukum Agraria Dalam Pembangunan di Indonesia ,
(Bandung: Alumni, 1983), h .33.
9
Ibid.
10
Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta: Liberty, 1985), h.
4.
11
Lihat Pasal 1 angka 1 PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
12
Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia (Jakarta: CV. Rajawali, 1991), h. 95.
13
A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia (Bandung: Mandar Maju, 1999), h. 18.
6
Lubis berpendapat jika ada pihak yang memiliki kehendak untuk disengajanya
atau disepakatinya terhadap sebidang tanah milik, maka hal tersebut mengandung
pengalihan hak atas tanah tersebut.14 Peralihan hak atas tanah merupakan
perbuatan hukum yang dapat mengakibatkan peralihan hak yang dimiliki oleh
subyek hukum yang satu ke subyek hukum yang lainnya, sehingga mengakibatkan
kehilangan kepemilikan hak atas tanah yang dimilikinya.
Pendaftaran tanah sangat erat kaitannya dengan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (selanjutnya disebut PPAT), hal tersebut sudah jelas di atur dalam PP
Pendaftaran tanah yang pada Pasal 5 menerangkan pada pokoknya untuk
melakukan pendataran tanah dilakukan oleh Badan Pertanahan nasional.15 Artinya
Negara sangat berperan aktif dalam melindungi hak atas tanah yang berada di
kawasan Negara Indonesia, dengan demikian kedudukan tanah di Negara
Indonesia sangatlah dihargai atas kepemilikannya.
Pendaftaran peralihan hak tanah harus segera didaftarkan ke kantor
pertanahan paling lambat 7 hari kerja oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
(selanjutnya disebut PPAT) setelah ditandatanganinya akta yang dibuat, hal ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 40 PP Pemdaftaran tanah. 16 Pendaftaran peralihan
hak atas tanah wajib untuk didaftarkan ke kantor pertanahan guna untuk
mendapatkan suatu kepastian hukum terhadap suatu perbuatan hukum tertentu.
Akta yang didaftarkan ke kantor pertanahan merupakan akta peralihan hak
atas tanah, sedangkan akta menurut R. Subekti dan Tjitrosudibio merupakan suatu
surat yang berisikan suatu perbuatan-perbuatan manusia. Sedangkan Sudikno
Mertokusumo berpendapat jika yang dimaksud dengan akta adalah suatu naskah
yang dibubuhkan tandatangan yang berisikan peristiwa hukum yang merupakan
bagian dari dasar suatu perikatan dan selain itu akta juga digunakan sebagai suatu
pembuktian.17
Pendaftaran peralihan hak atas tanah kepada badan pertanahan nasional
hanya dapat dilakukan oleh PPAT hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 40
PP Pendaftaran tanah, sedangkan PPAT menurut PP Pendaftaran tanah
14
Muhammad Yamin Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah (Bandung: Mandar Maju, 2008), h.
27.
15
Lihat pasal 5 UU Pendaftaran tanah
16
Lihat Pasal 40 PP Pendaftaran tanah
17
Daeng Naja, Teknik Pembuatan Akta (Yogyakarta: Pustaka yustisia, 2012), h. 1.
7
18
Lihat Pasal 1 ayat 24 PP Pendaftaran tanah
19
Poerwodharmo, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), H. 181.
8
20
Suharjono, Camat Selaku Kepala Wilayah dan PPAT Sementara (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2009), h. 33.
21
Terry Maharani Wibowo, Pembinaan dan Pengawasan kepala kantor pertanahan kabupaten
malang terhadap PPAT dan PPATS. Justitia Jurnal Hukum. Vol. 2, No. 2, 2018, H. 347.
22
Lihat Pasal 1 ayat 2 PP nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah
23
Lihat pasal 2 ayat 2 PP jabatan PPAT
9
b. Tukar menukar
c. Pemasukan kedalam perusahaan
d. Hibah;
e. Pembagian hak bersama
f. Pemberian hak guna bangunan
g. Pemberian hak tanggungan
h. Pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan
Ketentuan Pasal 37 UU Pendaftaran tanah mengatur tentang peralihan hak
atas tanah yang pada intinya mengatur tentang peralihan hak atas tanah
sebagaimana pada ketentuan Pasal 2 ayat 2 PP jabatan PPAT tersebut hanya dapat
dilakukan pendaftaran apabila telah terdapat akta yang dibuat oleh PPAT dan
bukan akta yang dibuat oleh PPATS. Selain itu, PP Pendaftaran tanah tidak diatur
kewenangan PPATS untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah dan
yang dapat melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah ke badan pertanahan
adalah PPAT, hal ini mengakibatkan suatu kekosongan norma apabila PPATS
melakukan suatu tindakan pendaftaran peralihan hak atas tanah, sehingga untuk
menjamin adanya kepastian hukum terkait pendaftaran peralihan hak atas tanah
oleh PPATS maka perlu adanya aturan perundang-undangan yang secara khusus
mengenai memberikan kewenangan kepada PPATS dalam melakukan pendaftaran
peralihan hak atas tanah kepada Badan Pertanahan Nasional.
Kewajiban Negara Indonesia demi terciptanya kepastian hukum harus
memberikan perlindungan kepada setiap orang, hal terebut diatur dalam UUD
1945 yang mana pada pokoknya mengatur jika setiap orang berhak atas
perlindungan, jaminan, pengakuan, dan kepastian hukum yang meiliki sifat adil
serta kedudukan yang sama dimata hukum.24 Pemerintah Indonesia
mempertimbangkan jika berkaitan dengan pendaftaran tanah erat kaitannya
dengan suatu akta yang bersifat autentik maka Negara Indonesia menunjuk
pejabat lainnya yang berkompeten dalam bidang pembuatan akta autentik yang
ada kaitannya dengan hak atas tanah. Penyelenggaran pertanahan tetap berada
pada kewenangan badan pertanahan nasional, sedangkan yang dimaksud dengan
pejabat lain yakni pejabat yang membantu badan pertanahan nasional yaitu PPAT.
24
Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945.
10
25
Nur Basuki Winanrno, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi,
(Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2008), h. 65.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN ORISINILITAS PENELITIAN
12
32
A’an Efendi dan Freddy Poernomo, Hukum Administrasi (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), h.
108.
33
Ibid.h.109.
34
Ibid,h.111
15
dinas. Dengan demikian, menurut pendapat Prajudi bahwa kewenangan lebih luas
daripada wewenang. Dalam kewenangan itu terdapat wewenang.35
Kewenangan atau wewenang mempunyai kedudukan terpenting dalm
kajian ketatanegaraan serta hukum administrasi. F.A.M. Stroink dan J.G
Steenbeek berpendapat jika Konsep kompetensi/kewenangan juga merupakan
konsep inti dalam hukum negara dan administrasi.36 Pernyataan tersebut dapat
diambil suatu pengertian jika wewenang merupakan inti dari suatu hukum
tatanegara dan administrasi Negara, tanpa adanya wewenang tidak akan bekerja
dengan baik.
Wewenang yang merupakan bagian dari konsep hukum public memiliki
tiga komponen yakni dasar hukum , pengaruh dan konformitas hukum37:
1. Komponen pengaruh merupakan wewenang yang digunakan dengan
cara untuk dapat memberikan pengendalian terhadap subyek hukum.
2. Komponen dasar hukum yakni wewenang yang akan pasti dapat
ditunjukkan suatu dasar hukumnya.
3. Komponen konformitas merupakan wewenang yang berstandar umum
dan standasr khusus.
Sebagaimana pilar pada Negara hukum yakni asas legalitas, terhadap
rpinsip tersebut wewenang yang dimiliki oleh pemerintah berdasarkan adanya
peraturan perundang-undangan, pada pustaka hukum administrasi terdapat dua
cara untuk mendapatkan kewenangan pemerintah yakni : delegasi dan atribusi dan
terkadang mandate ditempatkan tersebndiri dalam mendapatkan kewenangan.38
Selain itu, pemerintah yang akan melakukan suatu perbuatan hukum harus
didasarkan kepada kewenangan yang diperolehnya secara sah, tanpa kewenangan
seorang pejabat atau badan tata usaha Negara tidak dapat menjalankan perbuatan
pemerintah.
Menurut Philipus M. Hardjon, kewenangan dan wewenang kerapkali
disejajarkan dengan bevoegheid,39 yang jika ditelaah pada pustaka hukum belanda
35
Ibid.
36
Nur Basuki Winanrno, Op. Cit. hal. 65.
37
Ibid.
38
Ibid. hal 70
39
Ajeng Kartika Anjani, Pertanggungjawaban Pengelolaan Dana Desa, Jurist-Diction: Vol. 2
No. 3, 2019. h. 751.
16
yang dimaksud dengan bevoegheid yakni suatu konsep yang digunakan pada
hukum publik serta hukum privat. Tetapi menurut kepustaka hukum di Negara
kita hanya berkaitan dengan hukum public sebagaimana pendapat F.A.M. Stroink
yang pada intinya wewenang merupakan suatu substansi dari hukum administrasi
dan tata Negara.
40
Isnaeni, 2016, Pejar Pendar Hukum Perdata, Revka Petra Media, Surabaya, hal. 39.
41
Ibid.
17
betapa adil dan rincinya penguasa dalam memberi perlindungan hukum secara
proposional pada seluruh pihak.
Perlindungan memiliki asal kata lindung yang mempunyai sifat
pengayoman, pencegahan, pertahanan dan membentengi.42 Perlindungan hukum
merupakan upaya pemerintah untuk menjamin adanya perlindungan terhadap
masyarakat agar sebagai warga negara haknya tidak di langgar. Terkait
perlindungan konsumen harus diperhatikan oleh Pemerintah baik itu dari
pembangunan dan perkembangan perekonomian secara umum dan khususnya
industri dan perdagangan. Mengenai teori perlindungan hukum terdapat beberapa
ahli yang berpendapat mengenai perlindungan hukum, antara lain Ftzgerald,
Satjipto Raharjo dan Lily Rasyidi.
Menurut Fitzergeral dalam Dyah Octorina menjelasakan jika hukum
memberikan perlindungan terhadap kepentingan seseorang dengan menggunakan
cara pengalokasian suatu kekuasaan terhadapnya secara terukur, artinya
ditentukan luas dan kedalammannya, sebagai kepentingan yang dapat disebut
dengan hak. Setiap kekuasaan didalam masyarkat itu tidak bisa dikatakan sebagai
hak dan hanya kekuasaaan tertentu saja yang diberikan hukum kepada
seseorang.43
Kepentingan masyarakat yang di sampaikan Salmond seperti yang di
jelaskan Fitzergerald dalam Dyah Ochtorina Susanti, adalah sasaran dari suatu
hak, tidak hanya yang di lindungi hukum, akantetapi karena suatu vinculum juris,
yaitu pengakuan terhadap hak pihak-pihak yang terikat dalam hubungan
kewajiban.44 Sedangkan ciri yang melekat pada hak menurut teori perlindungan
hukum menurut Salmond yang ditegaskan Fitzegerald dalam Dyah Ochtorina
Susanti yaitu:45
1. Hak dapat diletakan pada seseorang yang dapat disebut sebagai subjek
dari hak atau pemilik.
2. Hak dapat ditujukan pada orang yang menjadi pemegang kewajiban.
42
Dedy Sugiono, 2016, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Jakarta, hal. 185
43
Dyah Ochtorina Susanti, Makalah Teori Perlindungan Hukum, disampaikan di
program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Kadiri (UNISKA), (Kediri: 3 Desember
2011), hal. 1
44
Ibid. hal. 2
45
Ibid.
18
Unsur absolut yang harus dipenuhi dalam mengalihkan hak atas tanah,
yakni akta yang dibuat oleh PPAT tersebut. Secara konseptual, akta PPAT
ditentukan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain :
1. Penjelasan Pasal 45 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997
Akta PPAT adalah suatu alat yang membuktikan telah
dilakukannya suatu perbuatan hukum. Akta PPAT yang bersangkutan
tidak berfungsi lagi sebagai bukti perbuatan hukum apabila perbuatan
hukum itu batal atau dibatalkan. Apabila suatu perbuatan hukum
dibatalkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan sedangkan perbuatan
hukum itu sudah didaftar di Kantor Pertanahan, maka pendaftaran
tidak dapat dibatalkan. Perubahan data pendaftaran tanah menurut
pembatalan perbuatan hukum itu harus didasarkan atas alat bukti lain,
misalnya putusan Pengadilan atau akta PPAT mengenai perbuatan
hukum yang baru.
Esensi akta PPAT dalam konsepsi ini, yaitu fungsi akta
sebagai alat pembuktian juga tentang akibat hukum PPAT. Akta
PPAT dikatakan sah, apabila akta yang dibuat oleh para pihak harus
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan (Pasal 1320 KUHPerdata). Apabila syarat subjektif dalam
sahnya perjanjian tidak dipenuhi, maka akta PPAT tersebut dapat
dimintakan pembatalan kepada pengadilan, dan apabila syarat objektif
sahnya perjanjian tidak terpenuhi, maka akta yang dibuat oleh para
pihak batal demi hukum.
Selain itu di dalam konsepsi ini juga memuat tentang
perbuatan hukum yang dibatalkan sendiri oleh para pihak, sedangkan
perbuatan hukum tersebut sudah didaftar di Kantor Pendaftaran, maka
pendaftaran tidak dapat dibatalkan. Berkaitan dengan membatalkan
pendaftaran yang dimaksud, maka diperlukan alat bukti lainnya yang
berupa putusan Pengadilan atau akta PPAT mengenai perbuatan
hukum yang baru.48
48
Salim HS, 2013, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Cet. Ke-8, Sinar Grafika,
Jakarta (selanjutnya disingkat Salim HS II), hal. 162
20
49
Ibid.
50
Ibid.
51
Ibid.
21
Tony, Penyelesaian Hukum Atas Penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah yang Cacat Hukum
57
58
Budi Harsono, Hukum Agrarian Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1984), h. 472.
28
60
ibid
31
Adapun suatu hak atas tanah “di alihkan” apabila hak atas tanah tersebut
dipindahkan dari/oleh pemegang hak selaku subjek hukum kepada pihak lain
karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak
lain tersebut memperoleh hak atas tanah yang dialihkan. 61 Dalam hal ini, peralihan
hak atas tanah terjadi karena memang disengaja melalui suatu perbuatan hukum
antara pemegang hak lama dengan pihak ketiga yang akan menjadi penerima hak
(pemegang hak baru).
Berdasarkan paparan di atas, maka peralihan hak atas tanah adalah
pindahnya hak atas tanah dari pemegang hak kepada penerima hak, baik dengan
adanya peristiwa hukum maupun perbuatan hukum. Mengenai peralihan hak atas
tanah yang terjadi karena peristiwa hukum, penulis akan membahas tentang
pewarisan sedangkan peralihan hak atas tanah karena perbuatan hukum yang akan
penulis gunakan untuk membahas akta PPAT adalah jual-beli hak atas tanah.
Peralihan hak karena pewarisan yaitu dengan meninggalnya pemegang hak
atas tanah, maka hak atas tanah tersebut dengan sendirinya (karena hukum) akan
beralih kepada ahli warisnya. Peralihan hak tersebut kepada ahli waris, serta
berapa bagian masing-masing dan bagaimana cara pembagiannya diatur oleh
Hukum Waris Almarhum pemegang hak yang bersangkutan, bukan diatur oleh
hukum tanah (hukum agraria). Hukum Agraria memberikan ketentuan mengenai
penguasaan tanah yang berasal dari warisan dan hal-hal mengenai pemberian surat
tanda bukti pemilikannya oleh para ahli warisnya.
Ketika peralihan hak terjadi dengan sendirinya karena hukum, maka
pewarisan tanpa wasiat tidak perlu dibuatkan akta oleh PPAT, hanya saja
peralihan hak atas tanah ini harus didaftarkan di Kantor Pertanahan. Untuk bisa
didaftar di Kantor Pertanahan, maka para ahli waris harus dapat menunjukan bukti
diri sebagai ahli waris, seperti surat keterangan ahli waris dan bukti-bukti
pendukung lainnya.
Perbuatan hukum jual beli menurut hukum agraria nasional adalah
menggunakan dasar hukum adat yaitu jual beli yang bersifat, tunai, terang, dan
nyata (riil).62 Menurut Boedi Harsono, bahwa jual beli bersifat tunai, artinya
dengan dilakukannya perbuatan hukum tersebut hak atas tanahnya berpindah
61
Ibid.
62
Ibid
32
pihak ketiga, karena yang wajib diketahui oleh pihak ketiga adalah apa yang
tercantum pada buku tanah dan sertipikat hak yang bersangkutan.
pemilik hak atas tanah tersebut adalah lebih dari seorang maka yang
berhak menjual adalah orang-orang itu secara bersama-sama.
3. Tanah yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak dalam
sengketa;
Mengenai tanah-tanah hak apa yang boleh diperjualbelikan telah
ditentukan dalam UUPA yaitu Hak Milik (Pasal 20), hak guna usaha
(Pasal 28), hak guna bangunan (Pasal 35), dan hak pakai (Pasal 41).
Sementara itu, syarat formil merupakan akta yang menjadi bukti perjanjian
jual-beli serta pejabat yang berwenang untuk membuat akta itu, sebagaimana yang
ditentukan PP No. 24 Tahun 1997 guna mewujudkan kepastian hukum dalam
setiap peralihan hak atas tanah, setiap perjanjian dengan maksud memindahkan
hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di
hadapan PPAT.64 Jual-beli yang dilakukan tanpa dihadapan PPAT tetap sah
karena UUPA berlandaskan pada Hukum Adat yaitu konkret, kontan dan nyata,
namun demikian, untuk mewujudkan adanya suatu kepastian hukum dalam setiap
peralihan hak atas tanah, PP No. 24 Tahun 1997 telah menentukan setiap
perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan
suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT. Dengan demikian legalitas
peralihan hak atas tanah sangat ditentukan oleh syarat formil maupun materiil,
prosedur, dan kewenangan bagi pihak-pihak terkait, baik kewenangan
mengalihkan maupun kewenangan pejabat untuk bertindak. Namun demikian,
syarat utama adalah harus adanya alat bukti kepemilikan hak atas tanah secara
tertulis (formil) yang berupa sertipikat.65
PPAT akan memeriksa kelengkapan syarat-syarat untuk dilakukannya
peralihan hak atas tanah, dan ketika semua persyaratan lengkap, maka sertifpikat
tersebut harus diajukan permohonan pengecekan terlebih dahulu di Kantor
Pertanahan. Pengecekan sertipikat ini dimaksudkan untuk mencocokan
kesesuaiannya dengan daftar buku tanah di Kantor Pertanahan, akan kemungkinan
adanya catatan khusus seperti sita ataupun blokir. Apabila terdapat kecocokan
antara sertipikat hak dengan data yang berada di Kantor Pertanahan, maka PPAT
64
Bachtiar Effendi, 1993, Kumpulan Tulisan Hukum tentang Hukum Tanah, Alumni,
Bandung, hal. 23
65
Ibid
35
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
ini diharapkan agar penelitian karya ilmiah berupa tesis ini memiliki kejelasan dan
batasan tertentu agar terhindar dari alur pikir yang mengakibatkan sesat nalar.
Penggunaan suatu metode yang tepat dapat memberikan penyelidikan dan analisis
yang sesuai dengan perencanaan karya ilmiah, sehingga dapat mencapai suatu
tujuan tertentu agar langkah-langkah yang akan diambil menjadi jelas dan
memberikan batasan tertentu sebagai upaya untuk menghindari jalan yang
mengakibatkan kesesatan alur pikir yang tidak terkendali.
Metode sendiri merupakan tipe pemikiran yang digunakan untuk
melakukan penelitian dan penilaian terhadap isu hukum yang diangkat.67 Selain
itu penggunaan metode dapat digunakan untuk menggali, mengelola, merumuskan
dan dapat menyimpulkan sesuai dengan kebenaran ilmiah serta untuk menjawab
isu hukum yang diambil oleh peneliti sehingga pada akhirnya dapat menarik
sebuah kesimpulan yang mampu dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan
akademisi.
akta peralihan hak atas tanah ke badan pertanahan, oleh karenanya peneliti akan
melakukan analisis berdasarkan prinsip kepastian hukum yang akan dibahas
dalam tesis ini.
70
Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit. h. 133.
42
71
Ibid, h. 136-137.
72
Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi.Op. Cit. h. 126.
43
73
Ibid, h. 48.
74
Peter Mahmud Marzuki.Op. cit. h. 183.
75
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 31.
76
Peter Mahmud Marzuki, Pelitian Hukum (Jakarta: Edisi Revisi Kencana, 2005), h. 183.
44
hukum sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku teks termasuk bahan
hukum berbentuk publikasi di media internet yang ada kaitannya dengan isu
hukum yang hendak diteliti oleh peneliti.
BAB IV
KERANGKA KONSEPTUAL
81
Lihat pasal 40 PP pendaftaran tanah
45
Legal Issue
Legal Issue
Adanya kekosongan norma pada PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Adanya kekosongan norma pada PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah yang berkaitan dengan pendaftaran akta peralihan
Pendaftaran Tanah yang berkaitan dengan pendaftaran akta peralihan
hak atas tanah oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara
hak atas tanah oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara
(1) (2)Pendaftaran
Pendaftaranakta
aktaperalihan
peralihan (3) Konsep pengaturan pendaftaran
(1) Landasan
Landasan hukum
hukum pejabat
pejabat (2) (3) Konsep pengaturan pendaftaran
akta peralihan hak atas tanah oleh
pembuat akta tanah sementara hak atas tanah yang didaftarkan akta peralihan hak atas tanah oleh
pembuat akta tanah sementara hak atas tanah yang didaftarkan
oleh Pejabat
Pejabat Pembuat
Pembuat AktaAkta Pejabat Pembuat Akta Tanah
dalam Pejabat Pembuat Akta Tanah
dalam melakukan
melakukan pendaftaran
pendaftaran oleh Sementara yang sesuai dengan prinsip
akta Tanah Sementara
Sementara ditinjau
ditinjau dari
dari Sementara yang sesuai dengan prinsip
akta peralihan hak atastanah
peralihan hak atas Tanah
tanah kepastian hukum
PPNomor
Nomor2424Tahun
Tahun1997.
1997. kepastian hukum
PP
Pendekatan
Pendekatan
Pendekatanundang-undang
undang-undang Pendekatanundang-undang
undang-undang Pendekatanundang-undang
Pendekatan undang-undang
Pendekatan Konseptual Pendekatan konseptual Pendekatankonseptual
konseptual
Pendekatan Konseptual Pendekatan konseptual Pendekatan
Pendekatan
Pendekatanhistoris
historis
KESIMPULAN
KESIMPULANDAN
DANSARAN
SARAN
46
BAB V
SISTEMATIKA PENELITIAN
Proposal tesis ini disusun secara sistematis dan terstruktur dari beberapa
bab sebagaimana yang akan diuraikan di dalam per sub bab yang ada sebagaimana
berikut :
Bab I. Tentang Pendahuluan adalah bab pendahuluan yang di dalamnya
berisikan tentang latar belakang masalah, dilanjutkan dengan
permasalahan/rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan pada
bagian akhir di sampaikan mengenai.
Bab II. Tentang Tinjauan Pustaka berisi landasan teori, pendapat para ahli
hukum tentang tinjauan pustaka yang terdiri dari teori kewenangan, teori
kepastian hukum, tinjauan umum mengenai akta, pendaftaran tanah, tinjauan
umum tentang jual beli, serta pada bagian akhir disampaikan mengenai orisinilitas
penelitian.
BAB III Tentang Metodologi Penelitian yang memuat bagian-bagian
meliputi, tipe penelitian, pendekatan masalah, bahan hukum, prosedur
pengumpulan bahan hukum, analisis bahan hukum. Pada bagian ini merupakan
bagian untuk memecahkan ketiga isu hukum yang peneliti ambil sehingga akan
menghasilkan suatu penulisan yang bersifat ilmia, karena pada dasarnya suatu
karya ilmiah harus dapat dipertanggungjawabkan untik mencapai sebuah
kebenaran.
Bab IV Tentang Kerangka Konseptual yang berisi tentang beberapa teori
dan konsep-konsep yang dapat digunakan oleh Peneliti sebagai pisau analisis
terhadap ketiga isu hukum yang Peneliti angkat, beberapa teori tersebut yakni
teori kewenangan dan teori kepastian hukum. Pada bagian ini pula menjelaskan
alur penelitian Peneliti dalam memecahkan ketiga isu hukum sehingga
menghasilkan suatu argumentasi pada kesimpulan dan saran.
Bab IV Tentang Pembahasan, pembahasan ini berdasarkan bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder, beberapa teori, asas dan konsep hukum yang
membahas ketiga rumusan masalah, yaitu. Pertama, Apa landasan hukum pejabat
pembuat akta tanah sementara dalam melakukan pendaftaran akta peralihan hak
47
atas tanah. Kedua, Apakah pendaftaran akta peralihan hak atas tanah yang
didaftarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara sesuai dengan ketentuan
PP Nomor 24 Tahun 1997. Ketiga, Bagaimanakah konsep pengaturan pendaftaran
akta peralihan hak atas tanah oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara yang
sesuai dengan prinsip kepastian hukum.
BAB V. Tentang Kesimpulan dan Saran, bab ini merupakan bab penutup
yang di dalamnya berisikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi uraian
singkat dari hasil pembahasan terhadap rumusan masalah pertama , kedua dan
ketiga. Saran – saran berisi tentang masukan atau kontribusi dari hasil kesimpulan
pertama, hasil kesimpulan kedua dan hasil kesimpulan ketiga.