Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

DISUSUN OLEH

M. WAHID ICSANNUDIN CHANIAGO ADLAO


NIM. 20186513021

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN NERS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2021
VISI DAN MISI
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN NERS
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Sarjana Terapan Keperawatan
Unggulan Kegawadaruratan yang Bermutu dan Mampu Bersaing
di Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Tinggi Sarjana Terapan dan Ners
Keperawatan Unggulan Kegawadaruratan yang Berbasis Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Tinggi Sarjana Terapan dan Ners
Keperawatan Unggulan Kegawadaruratan yang Berbasis Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat dibidang
Keperawatan Unggulan Kegawadaruratan yang Berbasis IPTEK dan
Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Sarajana Terapan dan Ners
Keperawatan Unggulan Kegawadaruratan yang Mandiri, Transparan
dan Akuntabel.
5. Mengembangkan Kerjasama Baik Lokal Maupun Regional.

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

Mata Kuliah : Praktik Klinik Keperawatan Kegawadaruratan


Semester : VI (Genap)
Institusi : Poltekkes Kemenkes Pontianak
Prodi : Sarjana Terapan Keperawatan dan Ners

Pontianak, 24 Mei 2021


Mahasiswa

M. Wahid Icsannudin Chaniago Adlao


NIM. 20186513021

Mengetahui,

Clincal Instructure Clincal Teacher

197103061992032000 Ns. Asep Nugraha, S. Tr. Kep


NIP. 1994072720171101

ii
DAFTAR ISI

VISI DAN MISI i


LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1
1. Definisi 1
2. Etiologi 1
3. Patofisiologi 2
4. Pathway 4
5. Manifestasi Klinis 5
6. Klasifikasi 5
7. Pemeriksaan Penunjang 7
8. Penatalaksanaan 8
9. Komplikasi 10
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 11
1. Pengkajian 11
2. Diagnosa Keperawatan 13
3. Intervensi Keperawatan 13
4. Implementasi 15
5. Evaluasi 16
DAFTAR PUSTAKA 17

iii
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN
DENGAN FRAKTUR CRURIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kantinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth, 2016 dalam
Wijaya dan putri, 2017).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson,
2016).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan
fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis,
atau persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2018)
2. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2017) penyebab fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan. Fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan
bahakan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh dapat mengalami

1
cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen
tulang.
3. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan
mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman
nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler
yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu.
Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
imobilitas yang bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah
dihubungkan, tetap pada tempatnya sampai sembuh.
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan
rupturnya pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya
pendarahan. Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi
tubuh, sebagai contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi
visceral. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah
yang akut adalah peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga
output jantung, pelepasan katekolaminkatekolamin endogen
meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan
tekanan darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure),
tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ.

2
Hormonhormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam
sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin, bradikinin beta-
endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain.
Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas
pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme
kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous return) dengan
cara kontraksi volume darah didalam system vena sistemik. Cara yng
paling efektif untuk memulihkan krdiak pada tingkat seluler, sel dengan
perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial
yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi
energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke
metabolisme anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan
berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan
penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphat)
tidak memadai, maka membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan
integritasnya dan gradientnya elektrik normal hilang. Pembengkakan
reticulum endoplasmic merupakan tanda ultra struktural pertama dari
hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan cedera mitokondrial.
Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur intra-
seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel . juga
terjadi penumpukan kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus,
terjadilah cedera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan
kematian sel. Proses ini memperberat dampak kehilangan darah dan
hipoperfusi.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoreksia jaringan
yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf meupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.

3
4. Pathway

4
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local dan perubahan
warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah
tempat fraktur. Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5 cm (1-2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
6. Klasifikasi
a. Ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar
dibagi menjadi 2 antara lain :
1) Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih ( karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada

5
klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu :
a) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera
jaringan lunak sekitarnya.
b) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit
dan jaringan subkutan.
c) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam pembengkakan.
d) Tingkat 3 : cidera berat dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2) Fraktur terbuka (open / compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan
kulit yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi
dimana kuman dari luar dapat masuk kedalam luka sampai ke
tulang yang patah.
Derajat tulang terbuka :
a) Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
b) Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio dan sekitarnya, dislokasi fragmen
jelas.
c) Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
b. Derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan
yang lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan
menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak
tempat.

6
2) Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah
satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering
disebut green stick.
c. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada
5 yaitu:
1) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada
tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk
sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma
angulasi juga.
3) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di
sebabkan oleh trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial
fleksi yang mendorong tulang kea rah permukaan lain.
5) Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
1) Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu
dan saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu
tapi tidak berhubungan.
3) Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

7
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada taruma multiple).
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren
ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple atau cedera hari.
8. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan
reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk
mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya traksi
dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada
fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah,
fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya samapai penyembuhan
tulang solid terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah
mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin dan teknik
gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat
dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler,

8
latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam
memperbaiki kemnadirian dan harga diri.
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu:
a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat
kejadian dan kemudian dirumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak
asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang
untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur
dan dibawah fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur. (Price,
2016).
Penatakansanaan perawat menurut Masjoer (2017), adalah sebagai
berikut:
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru periksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
kompikasi.
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini,
dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah:
1) Merabah lokasi apakah masih hangat.
2) Observasi warna.
3) Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali
kapiler.
4) Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi
pada lokasi cedera.
5) Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa
sensasi nyeri.
6) Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan.
e. Mempertahankan kekuatan kulit.

9
f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan
intake protein 150- 300 gr/hari.
g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan
tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh.
Tahap-tahap penyembuhan fraktur:
a. Inflamasi tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom,
b. Poliferasi sel terbentuknya barang-barang fibrin sehingga terjadi
revaskularisasi.
c. Pembentukan kalus jaringan fibrus yang menghubungkan efek
tulang.
d. Opsifikasi merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan
tulang yang baru.
e. Remodeling perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan
yang mati dan reorganisai.
9. Komplikasi
a. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring.
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
yang berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan
masif pada suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh
darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat
pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70-80 tahun.

10
g. Tromboembolik komplication trombo vena dalam sering terjadi pada
individu uang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma
atau ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan
ekstremitas bawah atau trauma komplikasi palinh fatal bila terjadi
pada bedah ortopedi.
h. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan
masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
i. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau
nekrosis iskemia.
j. Reflek simphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif
sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum bayak
dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomontor
instability.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan.
Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien
digunakan:
1) Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.

11
3) Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa
sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa) atau
pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses, arthritis
dan tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya menurut dan menular.
f. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing )
Pernapasan meningkat, dispneu, pergerakan dada simetris,
pergerakan dada simetris, suara nafas normal, tidak ada suara
nafas tambahan seperti stidor dan ronchi.
2) B2 (Blood)
Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri / ansietas) atau hipotensi ( kehilangan darah ), takikardi
( respon stress, hipovolemia). Penurunan / tidak ada nadi bagian
dital yang cidera : pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian
yang terkena. Pembengkakan jaringan atau massa pada sisi
cidera.
3) B3 ( Brain)

12
Hilangnya pergerakan / sensasi, spasme otot, kesemutan
(parestesis), deformitas local, krepitasi, spasme otot.

13
4) B4 (bladder)
Tidak ada kelainan system perkemihan.
5) B5 (Bowel)
Tidak ada kelainan defekasi.
6) B6 ( Bone)
a) Edema, deformitas, krepitasi, kulit terbuka atau utuh, ada /
tidak adanya nadi disebelah distal patahan, hematoma,
kerusakan jaringan lunak, posisi ekskremitas abnormal.
b) Keadaan local Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta
bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler ( untuk
status neurovaskuler 5 P yaitu : pain, palor, parestesia, pulse,
pergerakan ).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b/d Agen pencedera fisik.
b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang.
c. Risiko gangguan integritas kulit b/d penekanan pada tonjolan tulang.
d. Risiko infeksi b/d kerusakan integritas kulit.
e. Risiko perfusi perifer tidak efektif b/d trauma.
f. Risiko Hipovolemia b/d perdarahan.
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Kriteria hasil Tingkat nyeri:
1) Peningkatan kemampuan menuntaskan aktivitas
2) Penurunan keluhan nyeri
3) Penurunan anoreksia
4) Penurunan ketegangan otot
5) Penurunan mual dan muntah
Intervensi Manajemen Nyeri:
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
b) Identifikasi skala nyeri

14
c) Identifikasi responnyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
2) Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. Kompres hangat/dingin)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
b. Gangguan Mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang
Kriteria hasil :
1) Kekuatan otot meningkat
2) ROM meningkat
3) Nyeri menurun
4) Kaku sendi menurun
Intervensi Dukungan Mobilisasi
1) Observasi
a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
c) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
d) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
2) Terapeutik
a) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
b) Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
c) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

15
3) Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
c) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus di lakukan.
c. Risiko gangguan integritas kulit b.d penekanan pada tonjolan tulang
Kriteria hasil :
1) Perfusi jaringan meningkat
2) Kerusakan jaringan menurun
3) Nyeri menurun
Intervensi Perawatan integritas kulit
1) Observasi
a) Monitor karakteristik luka
b) Monitor tanda-tanda infeksi
2) Terapeutik
a) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
b) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pemberian nontoksik
c) Bersihkan jaringan nekrotik
d) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi
e) Pasang balutan sesuai jenis luka
f) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
g) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
3) Edukasi
a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
c) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi prosedur debridement
b) Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan yang telah dibuat oleh untuk mencapai hasil yang efektif
dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan dan

16
keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat
sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian
rencana yang telah ditentukan tercapai.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran
dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari
setiap tahapan poses mulai dari pengkajian, diagnose , perencanaan,
tindakan dan evaluasi itu sendiri.

17
DAFTAR PUSTAKA

Afif,Muhammad,alfian.(2018). Gawat Darurat Medis dan Bedah.Surabaya :


Airlangga
Amin, Hardi. ( 2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis dan Nanda Nic – Noc. Jogjakarta : Mediaction
Taufan, Tamara, Dara dkk. (2016). TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT. Yogyakarta : nuhamedika.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Cetakan
ke II 2018
Tim Pokja SIKI DPP PPNI Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Cetakan
ke II 2018
Tim Pokja SIKI DPP PPNI Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Cetakan ke
II 2018

18

Anda mungkin juga menyukai