Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI


Dosen Pembimbing Akademik : Ns. Amin Huda Nurarif., S.Kep
Dosen Pembimbing Klinik : Ns. Ika Tanti Ramadhani., S.Kep

Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :
Muja Asmara
P2002040

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


INSTITUTE TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS
WIYATA HUSADA SAMARINDA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

A. Masalah Utama
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca
indra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien
mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa
mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas (Yusuf, PK, & Nihayati,
2015).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan
sensori persepsi yang disebabkan stimulus yang sebenarnya itu tidak ada
(Sutejo, 2017). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata, sehingga klien menginterpretasikan sesuatu yang
tidak nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar (Stuart dalam Azizah,
2016). Berdasarkan pengertian halusnasi itu dapat diartikan bahwa,
halusinasi adalah gangguan respon yang diakibatkan oleh stimulus atau
rangsangan yang membuat klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya
tidak ada.

2. Tanda dan Gejala


Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat
menetapkan masalah halusinasi, antara lain :
a. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat
untuk mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi
e. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
f. Cepat berubah pikiran
g. Alur pikiran kacau
h. Respon yang tidak sesuai
i. Menarik diri
j. Sering melamun

3. Penyebab
Yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya halusinasi antara lain
klien menarik diri dan harga diri rendah. Akibat rendah diri dan kurangnya
keterampilan berhubungan sosial klien menjadi menarik diri dari
lingkungan. Dampak selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya.
Stimulus internal menjadi lebih dominan dibandingkan stimulus eksternal.
Klien lama kelamaan kehilangan kemampuan membedakan stimulus
internal dengan stumulus eksternal. Kondisi ini memicu terjadinya
halusinasi
Tanda dan gejala :
a. Aspek fisik :
- Makan dan minum kurang
- Tidur kurang atau terganggu
- Penampilan diri kurang
- Keberanian kurang
b. Aspek emosi :
- Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
- Merasa malu, bersalah
- Mudah panik dan tiba-tiba marah
c. Aspek sosial
- Duduk menyendiri
- Selalu tunduk
- Tampak melamun
- Tidak peduli lingkungan
- Menghindar dari orang lain
- Tergantung dari orang lain
d. Aspek intelektual
- Putus asa
- Merasa sendiri, tidak ada sokongan
- Kurang percaya diri

Menurut Yosep (2014) terdapat dua faktor penyebab halusinasi, yaitu:


a. Faktor presdisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih
rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya
3) Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak,misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.
4) Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung
jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif.
Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien mengambil
keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari
dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian
Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia .

b. Faktor Presipitasi Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep


(2014)
dalam hakekatnya seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas
dasar unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat
dari lima dimensi,yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium
dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan menakutkan.
Klien tida sanggup menentang sehingga klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi
ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan,namun menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan
comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat
membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya
seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5) Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien
halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya.
4. Jenis-jenis halusinasi
a. Pendengaran : Mendengar suara-suara/kebisingan, paling sering suara
kata yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai percakapan
lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar jelas dimana klien mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang- kadang dapat membahayakan
b. Penglihatan : stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar
giometris, gambar karton dan atau panorama yang luas dan komplek.
Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan/ sesuatu yang
menakutkan seperti monster.
c. Penciuman : membau bau- bau seperti bau darah, urine, feses umumnya
bau-bau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya
sering kibat stroke, tumor, kejang/dernentia.
d. Pengecapan : merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, feses.
e. Perabaan : mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
f. Sinestetik : merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena (arteri),
pencernaan makanan.
g. Kinestetik : merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

5. Rentang Respon
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon
neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran
logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan
respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan asalah
tersebut.
Respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
daripengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
bataskewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
danlingkungan
b. Respon psikosossial
Meliputi :
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indra
3) Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi
yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesua
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
bataskewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
c. Respon maladaptif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, ada pun respon maladaptive antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakinioleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi merupakan ketidakmampuan mengontrol
emosi seperti menurunnya kemampuan untuk mengalami
kesenangan, kebahagiaan, dan kedekatan.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku
berupa ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang di
timbulkan
5) Isolasi sosisal adalah merupakan kondisi dimana seseorang
merasa kesepian tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan
lingkungan sekitarnya. (Stuart, 2017).

6. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stress
(Prabowo,2014).

7. Tahapan halusinasi
Menurut stuart dan laraia dalam Prabowo, 2014 menunjukan tahapan
terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase mempunyai
karakteristik yang berbeda yaitu:
a. Tahap I (Comforting)
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi
merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien mengalami
ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba berfokus pada
pikiran yang dapat menghilangan ansietas, pikiran dan pengalaman
masih dalam kontrol kesadaran. Perilaku klien yang mencirikan dari
tahap I (Comforting) yaitu tersenyum atau tertawa sendiri,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon
verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.
b. Tahap II (Condeming)
Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi
menyebabkan rasa antisipasi dengan karakteristik pengalaman sensori
menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai
merasa kehilangan control, menarik diri dari orang lain. Perilaku klien
yang mencirikan dari tahap II yaiu dengan terjadi peningkatan denyut
jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian dengan lingkungan
berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya, kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.
c. Tahap III (Controlling)
Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat
ditolak lagi dengan karakteristik klien menyerah dan menerima
pengalamansensorinya (halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan
kesepian bila pengalaman sensori berakhir. Perilaku klien pada tahap III
ini adalah perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang
lain, perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik,
tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan
berkeringat
d. Tahap IV (Conquering)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik.
Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila
tidak diikuti. Perilaku klien pada tahap IV adalah perilaku panik, resiko
tinggi mencederai, agitasi atau kataton, tidak mampu berespon terhadap
lingkungan

8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi diri sendiri, mekanisme koping halusinasi menurut Yosep
(2016), diantaranya
a. Regresi Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan
perilaku kembali pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas, menjadi malas beraktivitas sehari-hari
b. Proyeksi Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan kerancuan identitas).
c. Menarik diri Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis. Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stressor, sedangkan reaksi psikologis yaitu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan
bermusuhan.

9. Pohon Masalah

Efek/Akibat 3. Risiko perilaku kekerasan(diri sendiri, orang lain, ingkungan,


dan verbal)

Core/Problem 1. gangguan persepsi semnsori : halusinasi

Penyebab/ Etiologi 2. Isolasi sosial

C. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yangmengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang- barang.

b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi


Data Subjektif :
- Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
- Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
- Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
- Klien merasa makan sesuatu
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
- Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
- Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif :
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkansesuatu
- Disorientasi

c. Isolasi sosial : menarik diri


Data Subyektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun,
Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang
memperhatikan kebersihan

D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
dibuktikan dengan mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
2. Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakadekuatan sumber daya personal
dibuktikan dengan tidak berminat berinteraksi dengan orang lain atau
lingungan
3. Risiko perilaku kekerasan dibuktikan dengan halusinasi

E. Rencana Tindakan Keperawatan


No. Dx Diagnosa keperawatan SLKI SIKI
1. Gangguan persepsi sensori Persepsi sensori (L. 13124) Manajemen Halusinasi : (I.
(D.0085) berhubungan Setelah dilakukan…..x pertemuan 09288)
dengan gangguan diharapkan pasien mampu
penglihatan memenuhi kriteria hasil: Observasi :
1.1 Monitor prilaku yang
a. Verbalisasi mengindikasi halusinasi
mendengarbisikan (5) 1.2 Monitor an sesuaikan tingkat
b. Verbalisasi melihat bayangan(5) aktivitas dan stimulasi
c. Verbalisasi merasakan sesuatu lingkungan
melalui indra perabaan (5) 1.3 Monitor isi halusinasi
d. Verbalisasi merasakan sesuatu (misalnya : Kekerasan dan
melalui indra penciuman (5) membahayakan diri)
e. Verbalisasi merasakan sesuatu
melalui indra pengecapan (5) Terapeutik :
f. Distorsi sensori (5) 1.4 Pertahankan lingkungan yang
g. Perilaku halusinasi (5) aman
1.5 Lakukan tindakan
Skala outcome: keselamatan ketika tidak
1 : menurun dapat mengontrol prilaku
2 : cukup Menurun 1.6 Diskusikan perasaan dan
3 : sedang respons terhadaphalusinasi
4 : cukup meningkat 1.7 Hindari perdebatantentang
5 : meningkat validitas halusinasi

Edukasi :
1.8 Anjurkan memonitor sendiri
situasi terjainyahalusinasi
1.9 Anjurkan bicara pada orang
yang dipercaya untuk
memberi dukungan dan
umpan balik korektif
terhadap halusinasi
1.10 Anjurkan melakukan
distraksi (misalnya;
mendengarkan musik,
melakukan aktivitas fisik an
teknik relaksasi)
1.11 Ajarkan pasien dan keluarga
cara mengontrolhalusinasi

Kolaborasi :
1.12 Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik dan antiansietas,
jika perlu.
2 Isolasi sosial (D. 0121) Keterlibatan sosial (L. 13115) Proosi sosialisasi ( I.13498)
berhubungan dengan Setelah dilakukan…..x pertemuan Observasi :
ketidakadekuatan sumber diharapkan pasien mampu 2.1 Identifikasi kemampuan
daya personal memenuhi kriteria hasil: melakukan interaksi dengan
orang lain
a. Verbalisasi isolasi (5) 2.2 Identifikasi hambaatan
b. Verbalisasi ketidakamanan di melakukan interaksi degan
tempat umum (5) orang lain
c. Perilaku menarik diri (5) 2.3 Memotivasi meningkatkan
d. Verbalisasi perasaan berbeda keterlibatan dalam suatu
dengan orang lain (5) hubungan
2.4 Motivasi berpartisipasi
dalam aktifitas baru dan
skala outcome: kegiatan kelompok
1 : meningkat 2.5 Berikan umpan balik
2 : cukup meningkat positif dalam perawatan
3: sedang diri dan setiap
4 : cukup menurun peningkatan kemampuan
5 : menurun Edukasi :
2.6 Anjurkan berinteraksi
ddengan orang lain secara
bertahap
2.7 Anjurkan berbagi
pengalamandengan orang
lain
2.8 Latih bermain peran untuk
meningkatan keterampilan
komunikasi
2.9 Latih mengekspresikan
marah dengan tepat
3 Risiko perilaku kekerasan kontrol diri (L. 09076) Pencegahan
dibuktikan Setelah dilakukan…..x pertemuan perila
deng diharapkan pasien mampu kukekerasan (I. 14544)
anhalusinasi memenuhi kriteria hasil: Observasi
3.1 monitor adanya benda yang
a. verbalisasi ancaman berpotensi membahayakan
kepadaorang lain (5) (mis. Benda tajam, tali)
b. verbalisasi umpatan (5) 3.2 monitor keamanan
barang yang dibawa
c. perilaku menyerang (5)
oleh pengunjung
d. perilaku melukai diri sendiri/
3.3 monitor selama penggunaan
orang lain (5)
barang yang dapat
e. perilaku merus membahayakan (mis. Pisau
f. bicara ketus (5) cukur)
Teraupetik
skala outcome: 3.4 pertahankan lingkungan
1 : meningkat bebas dari bahaya secara
2 : cukup meningkat rutin
3 : sedang 3.5 libatkan keluarga dalam
4 : cukup menurun perawatan
5 : menurun Edukasi
3.6 anjurkan pengunjung dan
keluarga untuk mendukung
keselamatan pasien
3.7 latihcara mengungkapkan
perasaan secara asertif
3.8 latih mengurangi kemarahan
secara verbal dan nonverbal
(mis. Relaksasi, bercerita)
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI :HALUSINASI

A. Kondisi Klien
Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar Klien sering
ketawa dan tersenyum sendiri. Klien mengatakan sering mendengar suara-
suara yang membisiki dan isinyatidak jelas serta melihat setan-setan.

B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar

C. Tujuan
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

D. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-
cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol
halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi
ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan dari UKSW yang akan merawat
bapak Nama Saya Agung Nugroho, biasa dipanggil Agung. Nama bapak
siapa?Bapak Senang dipanggil apa?”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak
dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa
lama? Bagaimana kalau 30 menit”

KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering
bapak dengar suara? Berapa kali sehari bapak mendengar suara-suara tersebut? Pada
keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri atau saat bersama
dengan orang lain?”

” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”


”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-
suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara
itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik atau membentak suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke
empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik
membentak”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi
saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitudiulang-
ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, …
bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak sudah bisa”

TERMINASI:
”Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya.
Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu
lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang
kedua? Jam berapa pak?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan
berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”
SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:
bercakap-cakap dengan orang lain

Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-
suaranya Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20
menit. Mau di mana? Di sini saja?

Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara- suara, langsung
saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan bapak
Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya!
Atau kalau ada orang dirumah misalnya istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol
dengan bapak soalnya bapak sedang dengar suara-suara. Begitu bapak Coba bapak
lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah,
latih terus ya bapak!”

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang bapak
pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak
mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan
harian bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara
teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi.
Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau
jam berapa? Bagaimana kalau jam 08.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai besok ya.
Selamat pagi”
SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:
melaksanakan aktivitas terjadwal
Orientasi: “Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ?
Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang
ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana
kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana
kalau 30 menit? Baiklah.”

Kerja: “Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak
sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut).
Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk
mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari
pagi sampai malam ada kegiatan.

Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang


ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang
telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan
dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat
melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruhaktivitas
dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita
membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam 12.00 ?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.”

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih
? Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah
minum obat? Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan
yang bapak minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu
makan siang. Di sini saja ya bapak?”

Kerja:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-
suara berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang
bapak dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam
obat yang bapak minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna
orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya
untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya
sama
gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali
sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah
hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab
kalau putus obat, bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan
semula. Kalau obat habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi.
bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar,
artinya bapak harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak
Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat
diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan
dan tepat jamnya bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan
harus cukup minum 10 gelas per hari”

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa
cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika
jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan
bapak Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau
di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat
manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999

Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta
:FIK UI. 1999

Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Putri Lia. Makalah Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran.


https://www.academi
a.edu/16870056/MAKALAH_ASUHAN_KEPERAWATAN_JIWA_HAL
USINASI_PENDENGARAN_bonita. Diakses pada tanggal 14 maret 2021.
Elvira Helidrawati. Tinjauan Pustaka Halusinasi
http://repository.pkr.ac.id/464/7/BAB%202%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
warsono. Makalah halusinasi
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2146/3/WARSONO.pdf
B Hernandi . Tinjauan Pustaka Halusinasi
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2581/4/Chapter%202.pdf

Saktian Yusuf. Laporan Pendahuluan Halusinasi.


https://www.academia.edu/28333404/LAPO
RAN_PENDAHULUAN_HALUSINASI. Diakses pada tanggal 14 maret
2021.

Stuart GW, Sundeen. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,


RSJP Bandung, 2000

Anda mungkin juga menyukai