Anda di halaman 1dari 53

Temuan Audit Dan Tingkat Ketergantungan Terhadap Tingkat

Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus LKPD

Kabupaten / Kota Di Provinsi Jawa Tengah 2017-2018)

Disusun guna memenuhi gelar sarjana Akuntansi Syariah

Dosen Pembimbing : Ahmad Rosyid M.Si

Disusun Oleh :

Indah Mutiara Safitri (4317016)MAN JUDUL

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

IAIN PEKALONGAN

2021
A. Latar Belakang Masalah

Pada tahun 1998 indonesia mulai menerapkan desentralisasi

wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (selanjutnya

disingkat pemda) yang diatur oleh Undang Undang Nomor 32 Tahun

2004. Peristiwa tersebut merubah tatanan sistem pemerintahan di

Indonesia termasuk reformasi keuangan sektor publik menjadi berkah

(blessing in disguised) (Medynatul, 2017). Reformasi keuangan daerah

melalui otonomi daerah mulai dari keuangan dan penganggaran dari

perencanaan, pelaksanaan penganggaran sampai pertanggungjawaban dan

audit.

Otonomi daerah berperan penting dalam melahirkan organisasi

sektor publik di Indonesia dengan tujuan mempermudah dan meringankan

tugas pemerintah pusat dan pemda sebagai pelaksana (Hilmi & Martani,

2012). Kepala daerah bertanggung jawab atas pengelolaaan keuangan

daerah untuk kemakmuran rakyat dan wajib menyusun laporan keuangan

sebagai bentuk pertanggung jawaban dan keterbukaan pengelolaan

keuangan. Peraturan khusus yang mengatur kewajiban pemerintah

menyusun dan melaporkan laporan keuangan ialah UU Nomor 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara (Lesmana, 2010).

UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengatur

bahwa kekuasaan pengelolaan negara dari presiden sebagian diserahkan

kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemda. Peraturan ini lahir

sebagai bentuk keseriusan negara dalam menciptakan tata kelola


pemerintah yang baik dan akuntabel (Suhardjanto & Yulianingtyas, 2011).

Indikator tingkat kepatuhan dilihat dari tingkat pengungkapan wajib

informasi keuangan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 sebagai

pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan (SAP).

PP Nomor 71 Tahun 2010 merupakan SAP berbasis akrual penuh,

sedangkan PP Nomor 24 Tahun 2005 berbasis kas (A. Rahayu &

Mardiana, 2016). Perbedaan kedua peraturan tersebut terlihat dalam

bentuk laporan keuangan yang harus disajikan. PP Nomor 71 Tahun 2010

lebih kompleks dan lebih lengkap dalam penyajian informasi keuangan

(Siregar, 2015).

Laporan keuangan entitas sektor publik adalah salah satu bagian

penting dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas sektor

publik. Informasi akuntansi dalam format laporan keuangan merupakan

salah satu implikasi terhadap meningkatnya perminataan publik terhadap

pelaksanaan akuntabilitas entitas sektor publik (Mardiasmo, 2009).

Pengungkapan merupakan salah satu bagian yang harus disajikan dalam

pelaporan keuangan. Namun pada praktiknya pengungkapan LKPD di

Indonesia dapat dikatakan masih relatif rendah.

Tingkat pengungkapan wajib merupakan salah satu kriteria

penilaian kualitas laporan keuangan oleh BPK. Tinggi rendahnya tingkat

pengungkapan yang disajikan akan mempengaruhi opini yang diberikan


oleh BPK (Priharjanto & Wardan, 2016). Opini yang baik atau Wajar

Tanpa Pengecualian (WTP) tentu pemda harus mengungkapkan

informasi keuangan seluas luasnya, minimal memenuhi SAP yang telah

ditentukan.

Berdasarkan berita "Katadata.co.id" yang menyajikan informasi

tentang BPK menemukan 14.964 permasalahan pada Ikhtisar Hasil

Pemeriksaan Semester 1 (IHPS 1) tahun 2019 entitas publik. Permasalahan

tersebut disebabkan oleh Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan

ketidakpatuhan entitas pada peraturan perundang-undangan dalam hal

pengungkapan informasi keuangan. Kerugian Negara ditaksir sebesar

10,35 triliun rupiah.

Gambar 1 Tingkat Pengungkapan LKPD Jawa Tengah 2014-2018

Sumber : Data BPK yang telah diolah, 2019

Beberapa hasil riset menunjukkan Rata rata pengungkapan pada

LKPD Kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2014 sampai dengan 2018

masih dibawah 60%. Dengan rincian sebagai berikut 55,30% (2014),


55,59% (2015), 60% (2016), 56,18% (2017) dan 58% (2018). Penelitian

yang menunjukkan tingkat pengungkapan yang masih rendah, diantaranya

dilakukan oleh Agustiningsih, Murni, & Putri (2017) sebesar 65%, hasil

lebih besar didapatkan oleh penelitian Laupe, Saleh, Ridwan, & Mattulada

(2018) sebesar 85%. Tingkat pengungkapan wajib dibawah 50% dilakukan

oleh Suparno & Nanda (2016) dengan persentase sebesar 44,33% dan

Simbolon & Kurniawan (2018) sebesar 38,32%.

Hasil studi pendahuluan membuktikan bahwa tingkat

pengungkapan wajib pada kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2014-

2018 masih tergolong rendah. Hal ini menjadi masalah tersendiri bagi

pemda dalam masalah transparansi keuangan dan menjadi fenomena yang

menarik untuk diteliti terkait penyebab rendahnya tingkat pengungkapan

wajib terhadap LKPD Provinsi Jawa Tengah dengan dihubungkan pada

variabel yang berbeda Dengan didasarkan pada teori yang berkaitan.

Berita yang ada pada portal “katadata.co.id” menjadi titik awal

fenomena tentang pengungkapan wajib ditemukan. Fenomena tersebut

didukung oleh fenomena selanjutnya yang didapatkan pada studi

pendahuluan rata-rata hanya sebesar 57,02% selama 5 tahun (2014-2018).

Selanjutnya, kajian penelitian sebelumnya yang disajikan memberikan

informasi adanya research gap mengenai faktor yang mempengaruhi

tingkat pengungkapan wajib.

Variabel rasio ukuran pemda, tingkat kemandirian, uuran legislatif,

temuan audit dan tingkat ketergantungan yang menurut penelitian


sebelumya menjadi faktor yang paling mempengaruhi tingkat

pengungkapan wajib, ternyata masih ditemukan nilai signifikansi yang

bervariasi. Hal itu semua menjadi menjadi alasan kuat peneliti untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Karakteristik,

Kompleksitas, Temuan Audit Dan Tingkat Ketergantungan Terhadap

Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

(Studi Kasus LKPD Kabupaten / Kota Di Provinsi Jawa Tengah 2017-

2018)”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah karakteristik daerah berpengaruh terhadap tingkat

pengungkapan laporan keuangan Pemerintah Daerah?

2. Apakah tingkat kemandirian daerah berpengaruh terhadap tingkat

pengungkapan laporan keuangan Pemerintah Daerah?

3. Apakah ukuran legislatif berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan

laporan keuangan Pemerintah Daerah?

4. Apakah temuan audit berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah?

5. Apakah tingkat ketergantungan berpengaruh terhadap tingkat

pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi

masalah pada penelitian ini yaitu mengenai pengungkapan wajib pemda.

Adapun dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :


1. Besar kecilnya ukuran suatu pemerintah daerah

2. Tinggi rendahnya rasio kemandirian suatu pemerintah daerah

3. Besar kecilnya Jumlah DPRD suatu daerah

4. Opini audit yang diterima suatu pemerintah daerah

5. Besar kecilnya jumlah temuan audit suatu pemerintah daerah

6. Tinggi rendahnya tingkat ketergantungan suatu pemerintah daerah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, penelitian ini

akan berfokus pada sebagai berikut

1. Penelitian ini menguji variabel independen tentang Pengaruh

Karakteristik, Kompleksitas, Temuan Audit Dan Tingkat

Ketergantungan. Sedangkan Variabel dependen penelitian ini adalah

tingkat pengungkapan wajib

2. Objek penelitian ini adalah LKPD kabupaten/kota se-Jawa Tengah

pada rentang tahun 2017 – 2018.

D. Tujuan Dan Manfaat

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menguji dan menganalisis apakah karakteristik daerah

berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan wajib.

2. Untuk menguji dan menganalisis apakah kompleksitas berpengaruh

positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan wajib

3. Untuk menguji dan menganalisis apakah temuan audit berpengaruh

positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan wajib


4. Untuk menguji dan menganalisis apakah tingkat ketergantungan

berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan wajib

Penelitian ini memiliki kegunaan atau manfaat secara teoritis dan

secara praktis yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Kegunaan secara teoritis

Penelitian ini secara teoritis memiliki kegunaan untuk menambah

khasanah keilmuan akuntansi terutama akuntansi sektor publik

berkenaan dengan pengungkapan wajib, memberikan penguatan atas

keberadaan teori keagenan dan teori stewardship dalam organisasi

sektor publik dan sebagai bahan rujukan bagi penelitian sejenis

selanjutnya yang membutuhkan acuan dalam penyusunannya.

2. Kegunaan secara praktis

Kegunaan secara praktis di antaranya sebagai berikut:

a. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang

keilmuan akuntansi terutama sektor publik sebagai bekal peneliti

untuk menjadi pendidik dan pejabat publik kelak sehingga dapat

menerapkan hasil penelitian ini.

b. Bagi pemerintah daerah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

pemda untuk senantiasa melaksanakan kepatuhan pengungkapan

laporan keuangan. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab pemda


atas penerimaan dana dari pemerintah pusat/provinsi dan dana dari

rakyat secara langsung melalui pajak daerah.

c. Bagi pemerintah pusat/provinsi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada

pemerintah pusat/provinsi mengenai kepatuhan pengungkapan

wajib pemda, memberikan gambaran kondisi keuangan pemda

serta memberikan masukan kepada pemerintah pusat dalam

pengambilan kebijakan mengenai pemberian dana transfer kepada

pemda dan kebijakan keuangan lainnya.

E. Landasan teori

1. Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)

Teori pertama yang mendasari penelitian ini adalah teori

stakeholder. Istilah stakeholder pertama kali dikenalkan oleh Stanford

Reseacrh Institute (SRI) pada tahun 1963 (Hamdani, 2016). Definisi

stakeholder merupakan kelompok atau individu yang dapat

mempengaruhi atau dipengaruhi oleh proses pencapaian tujuan

organisasi. Stakeholder dapat dikatakan sebagai komponen yang

sangat penting karena keberadaan perusahaan tergantung pada

stakeholder yang di lingkungan suatu perusahaan.

Menurut Hamdani (2016) tanggung jawab perusahaan yang

semula fokus pada indikator ekonomi telah bergeser dan lebih

memperhitungkan faktor sosial terhadap stakeholder, baik internal

maupun eksternal untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.


Menurut Hamdani (2016) menjelaskan ada 7 elemen yang biasa

disebut stakeholder yaitu pemerintah, pemilik perusahaan, investor,

konsumen, penjual, lingkungan alami dan masyarakat. Kepercayaan

dan dukungan dari seluruh stakeholder sangat dibutuhkan oleh

perusahaan Salah satunya melalui pemenuhan pengungkapan wajib

(Aniktia,2015). Sementara menurut Rokhlinasari (2015) Stakeholder

dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua berdasarkan

karakteristiknya yaitu stakeholder primer dan sekunder.

Teori stakeholder menekankan akuntabilitas organisasi jauh

melebihi kinerja keuangan atau ekonomi sederhana. Teori stakeholder

memiliki bidang etika dan manajerial. Bidang etika berargumen bahwa

seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh

organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan

seluruh stakeholder. Kaitannya dengan penelitian ini, teori stakeholder

digunakan oleh pemda dalam melaksanakan roda pemerintahan.

Stakeholder yang dimaksud adalah rakyat, pemerintah

pusat/provinsi, DPR dan BPK. Pemda merupakan utusan rakyat yang

secara langsung dipilih melalui pemilu. Dalam tatanan perundang

undangan, pemda merupakan utusan pemerintah pusat/provinsi melalui

konsep otonomi daerah. Oleh karena itu pemda wajib memenuhi

kepentingan rakyat dan pemerintah pusat/provinsi guna mendapatkan

dukungan dari stakeholder tersebut.


2. Teori Stewardship (Stewardship Theory)

Teori stewardship dikenal sebagai teori yang berdasarkan pada

tingkah laku, perilaku manusia, pola manusia, dan mekanisme

psikologis (motivasi, identifikasi, dan kekuasaan) dalam sebuah

organisasi yang mementingkan gaya kepemimpinan dalam mencapai

suatu tujuan. Teori stewardship adalah teori yang menggambarkan

situasi dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh tujuan- tujuan

individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk

kepentingan organisasi (Anton, 2010).

Menurut Donaldson dan Davis (1989,1991) dalam (Anton,

2010) menyatakan bahwa teori stewardhsip didesain bagi para peneliti

untuk menguji situasi dimana para eksekutif dalam perusahaan sebagai

pelayan dapat termotivasi untuk bertindak dengan cara terbaik pada

prinsipalnya. Dalam penelitian ini, teori stewardship didefiniskan

sebagai hubungan antara Pemda dengan masyarakat sebagai prinsipal.

Pemda selaku steward tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam

mengelola pemerintahan tetapi lebih mementingkan kepentingan

prinsipal.

Ketika steward dengan prinsipal terjadi benturan kepentingan,

steward akan berusaha bekerja sama daripada menentangnya karena

dia lebih melihat pada tujuan organisasi bukan pada tujuan individu

(Khasanah & Rahardjo, 2014). Langkah ini dimaksudkan agar steward

senantiasa mendapatkan respon positif dan dukungan dari prinsipal


dalam menjalankan roda pemerintahan. Menurut Hamdani (2016:34)

steward dapat memilih beberapa model pengambilan keputusan yang

dapat meminimalisasi benturan dengan prinsipal diantaranya

meminimalisir biaya potensial, prinsipal bertindak opportunistik dan

memaksimalkan kinerja potensial. Salah satu contoh praktik organisasi

yang didasari oleh teori stewardship adalah praktik dalam organisasi

sektor publik.

Pihak pemda yang bertindak sebagai steward akan melayani

kepentingan masyarakat karena dalam konteks kenegaraan di

Indonesia rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi. Pemda dan

rakyat mempunyai tujuan bersama yaitu terselenggaranya tatanan

kenegaraan yang baik dan terjaminnya kesejahteraan masyarakat,

sehingga teori stewardship cocok untuk organisasi sektor publik.

Pemda yang bertindak sebagai steward mempunyai kewajiban kepada

masyarakat untuk menyajikan informasi keuangan yang tertuang

dalam LKPD.

Laporan yang disusun akan digunakan oleh berbagai pihak

untuk pengambilan keputusan harus sesuai SAP. Kualitas laporan

keuangan dipengaruhi beberapa faktor seperti rasio kemandirian,

jumlah Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan kekayaan daerah.

Rasio kemandirian merupakan rasio perbandingan antara PAD dengan

total penerimaan daerah yang bersumber dari rakyat dan dijadikan

sumber utama dalam pembangunan daerah.


Selain itu ada rasio kemandirian yang juga bersumber dari

PAD. Kekayaan daerah merupakan ukuran kemakmuran penduduk di

suatu daerah. Semakin besar kekayaan yang dimiliki daerah akan

semakin mendorong pemda untuk mengungkapkan hal tersebut dalam

laporan keuangannya. Berdasarkan teori stewardship, aparat

pemerintah dan masyarakat mempunyai tujuan yang sama.

Pengelolaan sistem pengendalian intern pemerintah yang baik

diperlukan untuk mewujudkan penyelenggaraan LKPD yang

transparan dan akuntabel serta menghindari segala bentuk

penyimpangan yang akan menghambat tercapainya tujuan organisasi.

3. Standar Akuntansi Pemerintah

Dalam UU Nomor 1 tahun 2004 dan UU Nomor 17 Tahun

2003 tentang keuangan Negara serta aturan otonomi yang terbaru,

yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa laporan

pertanggungjawaban pemerintah pusat dan daerah harus disajikan

sesuai dengan SAP. Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa SAP

sangat dibutuhkan sebagai pedoman pelaporan keuangan dalam

pemerintahan. Pada tanggal 13 Juni 2005 pemerintah menetapkan PP

No. 24 Tahun 2005 tentang SAP. Lalu pada tahun 2010 diterbitkan PP

No.71 tahun 2010 tentang SAP berbasis full akrual sebagai penganti

dari PP No. 24 Tahun 2005.

SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum

dalam upaya meningkatkan kualitas LKPD di Indonesia. Implementasi


dari peraturan tersebut ialah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

maupun daerah secara bertahap didorong untuk menerapkan akuntansi

berbasis akrual. Pentingnya SAP dalam PP Nomor 71 tahun 2010

diharapkan dapat menghasilkan sebuah laporan pertanggung jawaban

yang bermutu, informasi yang lengkap, akurat dan mudah dipahami.

laporan keuangan pemerintah pusat/daerah akan lebih berkualitas

karena akan diaudit oleh BPK untuk diberikan opini dalam rangka

meningkatkan kredibilitas laporan, sebelum disampaikan kepada para

stakeholder

4. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Menurut Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), laporan keuangan adalah laporan

keuangan bagian dari proses pelaporan keuangan yang meliputi neraca,

laporan laba-rugi, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan

laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral

dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk informasi

tambahan misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis

serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.

Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang SAP

dijelaskan bahwa laporan keuangan merupakan laporan yang

terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang

dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Sedangkan yang dimaksud

dengan entitas pelaporan ialah Unit pemerintahan yang terdiri dari satu
atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan

perundang undangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban,

yang dalam hal ini yaitu setiap satuan organisasi.

Menurut Arfianti (2011) laporan keuangan pada dasarnya

adalah asersi dari pihak manajemen pemerintah yang menyajikan

informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan

menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang

dipercayakan kepadanya. Sedangkan menurut Suwanda (2013) LKPD

digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang

dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintahan, menilai

kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas

pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan

perundang-undangan. Lebih lanjut Choiriyah (2010) menyatakan

laporan keuangan menjadi alat yang digunakan untuk menunjukkan

capaian kinerja dan pelaksanaan fungsi pertanggungjawaban dalam

suatu entitas.

Dalam pengungkapan informasi laporan keuangan harus

memadai agar dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan sehingga

menghasilkan keputusan yang cermat dan tepat. Jones (1992) dalam

Yulianingtyas (2010) menjelaskan tujuan laporan keuangan untuk

lembaga pemerintah atau lembaga non profit adalah untuk memberikan

informasi yang berguna untuk memonitor keefektifan manajemen

dalam mengelolah sumber daya dalam mencapai tujuan organisasi.


Oleh karena itu, informasi yang disajikan dalam laporan keuangan

bertujuan umum untuk memenuhi kebutuhan informasi kepada

kelompok pengguna. Lebih lanjut Yosefrinaldi (2013) juga

menyampaikan bahwa laporan keuangan dikatakan berkualitas apabila

informasi yang disajikan dapat dipahami, memenuhi kebutuhan

pemakainya dalam pengambilan keputusan, bebas dari pengertian yang

menyesatkan, kesalahan material serta dapat diandalkan.

LKPD disajikan harus melampirkan ikhtisar realisasi kinerja

dan laporan keuangan BUMD. Selanjutnya LKPD disampaikan kepada

BPK untuk dilakukan pemeriksaan kemudian setelah diaudit

selanjutnya disampaikan ke DPRD untuk dibahas dan ditetapkan

dengan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

5. Pengungkapan LKPD Dalam Calk

Menurut Suhardjanto dan Lesmana (2010) laporan keuangan

sebagai bentuk akuntabilitas publik menggambarkan kondisi yang

komprehensif tentang kegiatan operasional, posisi keuangan, arus kas,

dan penjelasan atas pos-pos yang ada dalam laporan keuangan tersebut.

Penyediaan informasi tersebut untuk kepentingan transparansi dalam

mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban

pemerintah dalam pengelolaan sumber daya dan ketaatannya kepada

peraturan perundangundangan.

Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan

informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan


keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai

kepentingan berbeda. Sedangkan menurut Syafitri (2012) pelaporan

laporan keuangan dilakukan untuk kepentingan Akuntabilitas,

manajemen, transparansi, dan keseimbangan antar generasi, Menurut

Lesmana (2010) Pengungkapan informasi yang memadai, baik data

yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, harus ditekankan pada

informasi yang material dan relevan yang dapat dipergunakan dalam

pengambilan keputusan.

Salah satu komponen pokok dalam LKPD adalah Catatan

Atas Laporan Keuangan (CaLK). Pada PP Nomor 71 Tahun 2010

dijelaskan CaLK meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka

yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan

Arus Kas. CaLK juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi

yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang

harus diungkapkan di dalam SAP untuk menghasilkan penyajian

laporan keuangan secara wajar.

6. Karakteristik Pemerintah Daerah

Karakteristik adalah ciri-ciri khusus; mempunyai sifat khusus

sesuai dengan perwatakan tertentu yang membedakan sesuatu dengan

sesuatu yang lain. Menurut Choiriyah (2010) karakteristik perusahaan

dapat menjelaskan variasi luas pengungkapan sukarela dalam laporan

tahunan. Karakteristik pemda dapat berupa ukuran daerah,

kesejahteraan, functional differentiation, umur daerah, latar belakang


pendidikan kepala daerah, leverage daerah, dan intergovernmental

revenue.

Pada penelitian di sektor pemerintahan, karakteristik Pemda

sering digunakan sebagai proksi dalam LKPD. Penelitian Lesmana

(2010) menerangkan karakteristik daerah melalui beberapa variabel,

yaitu ukuran pemda yang dihitung dari total aset dalam neraca, total

kewajiban, pendapatan transfer yang diperoleh dari Laporan Realisasi

Anggaran, umur pemda, jumlah SKPD, dan kemandirian keuangan

daerah yang dihitung dari total PAD dibagi jumlah transfer dan

pendapatan. Yulianingtyas (2010) juga melakukan penelitian mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan dengan

mendefinisikan karakteristik daerah dengan lebih sedikit variabel yaitu

ukuran daerah, jumlah SKPD, dan status daerah dimana lokasi pemda

dan jumlah anggota DPRD dijadikan variabel kontrol.

Giligan dan Matsusaka (2001) memakai jumlah anggota

legislatif sebagai karakteristik pemda di AS. Penelitian terbaru

dilakukan Maulana (2015) yang meneliti tentang pengaruh

karakteristik daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan

diproksikan dengan ukuran pemda, rasio kemandirian daerah dan

intergovernmental revenue.

7. Kekayaan Daerah
Menurut Simbolon & Kurniawan (2018) menyatakan bahwa

kekayaan suatu daerah merupakan sejauh mana tingkat kesejahteraan

suatu daerah. Kekayaan daerah berkaitan dengan PAD yang diterima

langsung oleh pemda dari masyarakat melalui pajak dan retribusi.

Kemudian untuk melihat kemakmuran suatu daerah, jumlah PAD

dapat dikomparasikan dengan jumlah penduduk di suatu daerah.

Semakin besar kekayaan daerah maka dapat dikatakan semakin tinggi

kemakmuran masyarakatnya.

Sedangkan menurut Hudoyo & Mahmud (2014) menyatakan

bahwa kekayaan daerah merupakan sumber daya yang mendukung dari

kegiatan operasi yang dilakukan oleh pemda. pemda pemda

Keberhasilan suatu pemda dapat dilihat dengan tingkat kekayaan

daerah yang tinggi. Menurut definisi ini, kekayaan daerah dapat

dipreferensikan melalui total aset yang dimiliki suatu pemerintah

daerah. Hal ini dapat diterima mengingat total asset pemerintah daerah

diperoleh dari sumber daya yang dimiliki suatu daerah, sehingga dapat

dikatakan total aset merupakan ukuran kekayaan daerah.

Berdasarkan kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

kekayaan daerah merupakan total penerimaan yang bersumber dari

dalam daerah itu sendiri yang dapat dijadikan ukuran kemakmuran

masyarakat di daerah. Keberhasilan pemda dalam mengelola

daerahnya juga dapat dilihat dari kekayaan yang dimiliki. PAD

memiliki peran penting dalam menentukan besaran kekayaan daerah.

8. Kompleksitas
Kata “kompleksitas” berasal dari bahasa latin complexice yang

artinya totalitas atau keseluruhan, sebuah ilmu yang mengkaji totalitas

sistem dinamik secara keseluruhan. Menurut Khasanah (2014)

kompleksitas adalah kondisi dan beragamnya faktor-faktor yang ada di

lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi organisasi.

Kompleksitas dalam pemerintahan dapat diartikan sebagai kondisi

dimana terdapat beragam faktor dengan karakteristik berbeda beda

yang mempengaruhi pemerintahan baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Hilmi (2011) menyatakan semakin kompleks suatu

pemerintahan dalam menjalankan kegiatan akan menyebabkan

semakin besar tingkat pengungkapan yang dilakukan. Semakin

kompleks pemerintahan dibutuhkan pengungkapan yang lebih besar

untuk membantu pembaca laporan keuangan memahami kompleksitas

kegiatan yang dilakukan pemerintah. Penelitian ini menggunakan

ukuran legislatif yang diproksikan dengan jumlah anggota DPRD

untuk mengukur kompleksitas suatu pemerintah daerah. Sumarjo

(2010) menyatakan bahwa DPRD sebagai pengawas pemda agar dapat

mengalokasikan anggaran yang ada untuk dapat digunakan dengan

baik. Bastian (2006) dalam Kusumawardani (2012) menyatakan

banyaknya jumlah anggota DPRD diharapkan dapat meningkatkan

pengawasan terhadap pemerintah daerah sehingga berdampak dengan

adanya peningkatan kinerja pemerintah daerah. Penguatan posisi


DPRD setelah program otonomi daerah memang sesuatu yang

didambakan sebagai pengontrol kinerja eksekutif.

9. Temuan Audit

Menurut Mulyadi (2002) auditing adalah suatu proses

sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif

mengenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian

ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara

pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan

serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang ber

kepentingan. Kawedar (2010) menyampaikan untuk meningkatkan

kualitas transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan pemerintah

maka laporan keuangan perlu diaudit oleh BPK Kualitas audit

merupakan faktor utama dalam praktek audit.

Kebutuhan audit pemerintahan didasari oleh adanya tuntutan

akuntabilitas publik terhadap entitas pemerintah oleh masyarakat.

Sedangkan Zimmerman (1997) menyatakan tidak seperti pada sektor

swasta di mana para investor atau pemilik perusahan, kreditur, dan

pemerintah sangat menuntut akan adanya audit, audit pemerintahan

timbul karena tuntutan hukum dan peraturan kelompok masyarakat

yang ber-kepentingan. Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus

yang ditemukan BPK dalam LKPD atas pelanggaran yang dilakukan

suatu daerah terhadap ketentuan pengendalian intern maupun terhadap

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


Menurut Setyaningrum (2012) Hasil pemeriksaan audit berupa

temuan audit oleh BPK-RI menunjukkan kemampuan auditor dalam

mendeteksi kesalahan yang terdapat dalam laporan keuangan yang

menunjukkan semakin bagusnya kualitas audit. Allah SWT berfirman

dalam QS. Al-Hujuraat: 6

      


     
    
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang

fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu

tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa

mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas

perbuatanmu itu (QS. Al-Hujuraat/49: 6)

Dari penjelasan surah Al-Hujuraat di atas, dijelaskan bahwa

setiap orang dalam menyampaikan sesuatu, hendaknya diteliti terlebih

dahulu agar tidak merugikan orang lain dan membawa penyesalan bagi

diri sendiri. Adapun keterkaitan dengan pelaporan pemeriksaan, BPK

diharapkan meneliti dan melakukan pemeriksaan terhadap laporan

keuangan yang telah dibuat oleh pemda.

Penelitian Liestiani (2012) menemukan bahwa jumlah temuan

audit BPK berkorelasi positif dan signifikan terhadap tingkat

pengungkapan LKPD kabupaten/kota. Adanya temuan ini, BPK akan

meminta adanya koreksi dan peningkatan pengungkapannya.

Sehingga, semakin besar jumlah temuan maka semakin besar jumlah


tambahan pengungkapan yang akan diminta oleh BPK dalam laporan

keuangan.

10. Tingkat Ketergantungan

Menurut Mustikarini & Fitriasari (2012) tingkat

ketergantungan dengan pusat dinyatakan dengan besarnya dana alokasi

umum (DAU). Menurut PP Nomor 55 tahun 2005, DAU adalah dana

yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan

keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran

daerah masing-masing dalam rangka pelaksanaan.

Besaran DAU menentukan ketergantungan pemda kepada

pemerintah pusat. Pemberian dana transfer berupa DAU ini sebagai

konsekuensi adanya desentralisasi wewenang pemerintah pusat kepada

pemda. Sedangkan menurut M. Ariansyah, Amir, & Achmad (2014)

Tingkat ketergantungan adalah rasio besarnya jumlah penerimaan dana

alokasi dari pemerintah pusat terhadap PAD. Tingkat ketergantungan

ini merupakan cerminan dari kemandirian suatu daerah, semakin kecil

tingkat ketergantungan fiskal suatu daerah maka semakin baik daerah

tersebut.

Untuk melihat kemandirian daerah tersebut dilakukan dengan

menganalisa mengenai seberapa besar PAD yang ada dan jumlah

besarnya kebutuhan fiskal yang ada. Penerimaan PAD dianggap masih

berperan dalam mengukur ketergantungan daerah. Sehingga dapat

dismpulkan bahwa tingkat ketergantungan adalah rasio yang

menggambarkan ketergantungan pemda kepada pemerintah pusat.


Bentuk ketergantungan nya adalah adanya penerimaan DAU dari

pemerintah pusat. Selain itu besaran PAD juga memberikan gambaran

tentang ketergantungan pemda kepada pemerintah pusat.

F. Telaah Pustaka

Kajian penelitian terdahulu digunakan untuk mendukung

penyusunan kerangka berpikir, maka disajikan hasil penelitian terdahulu

yang relevan sebagai penguat dan dijadikan acuan dalam melaksanakan

penelitian. Berikut beberapa penelitian terdahulu mengenai tingkat

pengungkapan wajib antara lain

No Nama Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian


1. Akhmad Priharjanto Pengaruh Temuan, X1: Size Hanya variabel jumlah

dan Yusniar Yuliana Tingkat Penyimpangan, X2: SKPD penduduk dan opini

Wardani, 2016 Opini Audit, dan X3: Tingkat audit yang berpengaruh

Karakteristik Ketergantungan positif signifikan

Pemerintah Daerah X4: Kekayaan terhadap tingkat

Terhadap Tingkat Daerah pengungkapan wajib,

Pengungkapan Laporan X5: Jumlah sedangkan variabel lain

Keuangan Pemerintah Penduduk tidak berpengaruh

Provinsi di Indonesia X6: Temuan Audit signifikan

X7: Opini Audit


2. Amanita Nurtari, Pengaruh Karakteristik X1: SKPD Variabel SKPD,

Sri Fadhilah dan dan Kompleksitas X2: Ukuran kekayaan daerah dan

Kania Nucholisah, Pemerintah Daerah Legislatif rasio kemandirian

2016 Terhadap X3: Kekayaan berpengaruh positif


Pengungkapan Daerah terhadap pengungkapan

Pemerintah Daerah X4: Jumlah wajib. Sedangkan

Kabupaten Pemerintah Penduduk variabel ukuran

Daerah Kabupaten/kota X5: Umur legislatif, jumlah

di Provinsi Jawa Barat Administrasi penduduk, umur

Periode 2013 - 2014 X6: administrasi dan

Intergovernenta intergovernmental

l Revenue revenue tidak

X7: Rasio berpengaruh

Kemandirian
3. Ayu Rahayu dan Pengaruh Karakteristik, X1: Size Semua variabel

Ana Mardiana, 2016 Kompleksitas, dan X2: Ukuran berpengaruh positif

Temuan Audit Legislatif signifikan kecuali rasio

Terhadap Tingkat X3: Temuan Audit kemandirian memiliki

Pengungkapan Laporan X4: Rasio hasil tidak berpengaruh

Keuangan Pemerintah Kemandirian terhadap pengungkapan

Daerah Dengan Sistem wajib

Pengendalian Intern

Sebagai Variabel

Moderating Pada LKPD

Kabupaten / Kota di

Sulawesi Selatan
4. Candra Maulana dan Pengaruh Karakteristik, X1: Size Variabel size dan

Bestari Dwi Kompleksitas X2: Jumlah SKPD ukuran legislatif


Handayani, 2015 Pemerintahan dan X3: Ukuran memiliki pengaruh

Temuan Audit Legislatif positif, sementara

Terhadap Tingkat X4: Jumlah SKPD, jumlah

Pengungkapan Wajib Penduduk penduduk dan rasio

LKPD X5: kemandirian tidak

Intergovernenta berpengaruh serta IR

l Revenue memiliki pengaruh

X6: Rasio negatif

Kemandirian
5. Eljra Syoftia, Dwi Pengaruh Karakteristik X1: Size Variable status daerah

Fitri Puspa dan Pemerintah Daerah, X2: Status Daerah dan IR berpengaruh

Ethika, 2016 Opini Audit Terhadap X3: Kekayaan negatif signifikan

Tingkat Pengungkapan Daerah terhadap tingkat

Wajib Dalam Laporan X4: pengungkapan wajib,

Keuangan Pemerintah Intergovernenta sedangkan variabel

Daerah (Studi pada l Revenue lainnya tidak

LKPD Kabupaten / X5: Opini Audit berpengaruh.

Kota Provinsi Sumatera

Barat)
6. Heri Atapson V Tingkat Pengungkapan X1: Size Semua variabel terbukti

Girsang dan Etna Laporan Keuangan X2: Tingkat tidak berpengaruh

Nur Afri Yuyetta, Pemerintah Daerah Ketergantungan signifikan terhadap

2015 (Studi pada LKPD X3: Umur tingkat pengungkapan

Kabupaten / Kota Administrasi wajib


Provinsi Jawa Tengah X4: Diferensiasi

2010 - Fungsional

2012) X5: Pembiayaan

Utang

X6: Rasio

Kemandirian
7. Lilis Setyowati, Determinan Yang X1: Size Variabel kekayaan

2016 Mempengaruhi X2: Kekayaan daerah dan

Pengungkapan Laporan Daerah pembangunan manusia

Keuangan Pemerintah X3: Umur berpengaruh positif

Daerah Administrasi signifikan, size memiliki

X4: Intergovernen pengaruh negative

tal Revenue signifikan dan variabel

X5: Diferensiasi lainnya terbukti tidak

Fungsional berpengaruh terhadap

X6: Spesialisasi tingkat pengungkapan

Pekerjaan wajib

X7: Pembangunan

Manusia
8. Mira Feriyanti, Determinan Kepatuhan X1: Jumlah SKPD Variabel SKPD,

Hermanto dan Ni Pada Ketentuan X2: Ukuran kekayaan daerah dan

Ketut Suransi, 2015 Pengungkapan Wajib Legislatif tingkat ketergantungan

Laporan Keuangan X3: Tingkat terbukti berpengaruh

Pemerintah Daerah Ketergantungan positif, ukuran legislatif,


(Studi Pada X4: Kekayaan temuan audit dan umur

Kabupaten / Kota di Daerah administrasi ber

Provinsi Nusa Tenggara X5: Jumlah pengaruh negatif serta

Barat Penduduk jumlah penduduk dan

X6: Temuan Audit tingkat penyimpangan

X7: Umur tidak berpengaruh

Administrasi terhadap pengungkapan

X8: Tingkat wajib

Penyimpangan
9. Sri Wahyu Audit Findings, Local X1: Size Size berpengaruh

Agustiningsih, Sri Government X2: Kekayaan terhadap pengungkapan

Murni dan Gustita Characteristics, and Daerah dengan bantuan temuan

Arnawati Putri, 2017 Local Government Z: Temuan Audit audit. Sementara

Financial Statement kekayaan daerah tidak

Disclosure bepengaruh
10. Supriadi Laupe, Factors Influencing X1: Ukuran Ukuran legislative dan

Fadli Moh. Saleh, The Legislatif kekayaan daerah

Ridwan dan Andi Financial Disclosure of X2: Kekayaan bepengaruh positif serta

Mattulada, 2018 Local Governments in Daerah temuan audit tidak

Indonesia X3: Temuan Audit berpengaruh

G. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, ringkasan hipotesis

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


a. H1 : Terdapat pengaruh positif signifikan karakteristik daerah

terhadap tingkat pengungkapan wajib

b. H2 : Terdapat pengaruh positif signifikan kompleksitas terhadap

tingkat pengungkapan wajib.

c. H3 : Terdapat pengaruh positif signifikan temuan audit terhadap

tingkat pengungkapan wajib.

d. H4 : Terdapat pengaruh positif signifikan tingkat ketergantungan

terhadap tingkat pengungkapan wajib

H. Metode Penelitian

1. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kuantitatif, dimana data yang digunakan dalam bentuk angka

dengan skala rasio dan dianalisis dalam bentuk statistik. Jika ditinjau

dari ouputnya, jenis penelitian ini adalah penelitian dasar yang

bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Desain penelitian

penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis untuk menguji

pengaruh antar variabel yang dihipotesisikan. Pengaruh yang dimaksud

adalah pengaruh rasio Karakteristik, Kompleksitas, Temuan Audit Dan

Tingkat Ketergantungan terhadap tingkat pengungkapan wajib.

2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif merupakan penelitian

terhadap masalah-masalah yang berupa fakta-fakta saat ini dari suatu

populasi dengan tujuan untuk menjawab hipotesis yang bekaitan

dengan current status dari subjek yang diteliti. Lehmann (1979)

menyatakan penelitian deskriptif kuantitatif adalah salah-satu

jenis penelitian yang bertujuan mendeskripsikan secara sistematis,

factual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi tertentu, atau

mencoba menggambarkan fenomena secara detail.

3. Setting Penelitian

Setting Penelitian dalam pengungkapan wajib menggunakan

instrumen metode sistem scoring dengan membuat daftar checklist

pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan SAP PP Nomor 71 tahun

2010 Lampiran I yang dilengkapi dengan peraturan yang terdapat pada

Permendagri No. 13 tahun 2006.

4. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi yang digunakan adalah seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Jawa Tengah yang berjumlah 35 daerah. Tahun pelaporan

yang digunakan adalah laporan keuangan selama 2 tahun yaitu rentang

2017-2018 yang telah diaudit oleh BPK RI. Alasan mengambil

populasi tersebut karena daerah kabupaten dan kota di Jawa Tengah


tingkat pengungkapan wajib dalam rentang dua tersebut masih

dikatakan rendah.

Pemilihan sampel dipilih dengan menggunakan teknik

purposive sampling, yaitu penentuan sampel yang dilakukan

berdasarkan kriteria-kriteria yang dibuat oleh peneliti (Sekaran, 2010

dalam Maulana, 2015). Adapun alasan penggunaan metode sampel

jenuh adalah agar penggambaran tentang pengungkapan wajib lebih

digeneralisasikan dan sesuai dengan kenyataan. Oleh karena itu,

jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 35 daerah

dengan 60 unit analisis. Kriteria-kriteria atas sampel dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

a. LKPD Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada tahun 2017-2018

yang telah diaudit oleh BPK.

b. Memiliki data yang lengkap untuk pengukuran keseluruhan

variabel:

1.) Menyediakan 4 komponen laporan keuangan yaitu Laporan

Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas

Laporan Keuangan.

2.) Menyediakan laporan hasil pemeriksaan sistem pengendalian

internal dan laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan

terhadap perundang undangan.


3.) Menyediakan data jumlah anggota DPRD tahun 2017-2018

pada Daerah Dalam Angka (DDA) masing-masing Pemda

atau melalui situs resmi Pemerintan Daerah.

c. LKPD Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang telah mendapatkan

opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) pada periode tahun 2017

- 2018.

Penelitian ini menggunakan laporan keuangan Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Tengah periode tahun 2017 - 2018 karena

didasarkan pada pertimbangan bahwa data yang digunakan dapat

menyajikan informasi yang up to date sehingga bisa menggambarkan

kondisi pemerintah daerah terkini. Selain itu, penggunaan LKPD periode

tahun 2017 - 2018 karena LKPD tersebut telah diaudit dan berdasarkan

pada peraturan standar akuntansi pemerintahan terbaru yaitu Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.

5. Variabel Penelitian

a. Pengungkapan Wajib (Y)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat

pengungkapan wajib. Pengungkapan wajib adalah data keuangan

minimal yang harus diungkapkan oleh pemda yang didasarkan

pada SAP. Indikator pengukuran pengungkapan wajib yang

digunakan didasarkan pada penelitian Suhardjanto & Yulianingtyas

(2011). Item pengungkapan wajib berjumlah 34 item yang

mencakup 5 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP).


Skor pengungkapan dihitung dari ada atau tidaknya item

yang telah ditentukan walaupun bernilai 0. LKPD yang tidak

menyajikan suatu item dianggap tidak mengungkapkan.

Pengukuran tingkat pengungkapan wajib dilakukan dengan

membandingkan item yang diungkap dengan total item

pengungkapan. Perhitungan tingkat pengungkapan wajib dapat

dinyatakan dengan rumus:

Tingkat Pengungkapan Wajib :

Jumlah Item Yang Diungkapkan


x 100 %
Total Item Yang Harus Diungkapkan

b. Karakteristik / rasio Ukuran Pemerintah (X1) dan Kemandirian

Daerah (X2)

Variabel independen pertama adalah ukuran pemerintah.

Ukuran suatu entitas adalah skala dimana entitas tersebut dapat

dikelompokan berdasar pada besar kecilnya dengan beberapa cara

tolak ukur. Yulianingtyas (2010) menyatakan bahwa nilai aset

dalam pemerintahan suatu daerah bisa dilihat dari jumlah aset

dalam neraca pemda tersebut. Proksi untuk variabel ukuran pemda

pada penelitian ini menggunakan total aset dari pemda. Total asset

didapatkan dari neraca yaitu jumlah aset lancar dan aset non lancar,

total asset dinyatakan dalam satuan rupiah. Sedangkan total aset

pemerintah daerah terdiri dari Kas di Kas Daerah, Investasi Jangka


Panjang, Aset Tetap, Dana cadangan dan Aset lainnya. Variabel

ukuran pemda diukur dengan :

Ukuran = Total Aset Dalam Neraca

Variabel independen kedua adalah rasio kemandirian yang

membandingkan antara PAD dengan total penerimaan daerah.

Rasio ini menggambarkan tingkat kemampuan pemda dalam

membiayai sendiri kegiatan pemerintahannya. Indikator

pengukuran rasio kemandirian adalah total PAD dibagi dengan

total penerimaan daerah, sejalan dengan indikator yang digunakan

oleh Simbolon & Kurniawan (2018). Berikut ini rumus indikator

pengukuran rasio kemandirian:

Total Penerimaan Asli Daerah(PAD)


Rasio Kemandirian :
Total Penerimaan Daerah

c. Kompleksitas / Rasio Ukuran Legislatif (X3)

Variabel Independen ketiga adalah ukuran legislatif.

Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 104 ayat 1

lembaga legislatif / DPRD, merupakan lembaga perwakilan rakyat

daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan

pemerintahan daerah. DPRD memiliki fungsi legislasi,

anggaran, dan pengawasan (UU Nomor 32 Tahun 2004). Winarni

dan Murni (2007) dalam Khasanah (2014), DPRD memiliki peran

dan posisi strategis untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah

secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.


Sehingga, semakin besar jumlah DPRD diharapkan dapat

memperketat pengawasan keuangan pemda. Variabel ini dapat

dinyatakan dalam rumus :

Ukuran Legislatif = Jumlah Anggota Legislatif

d. Temuan Audit (X4)

Variabel independen keempat yaitu temuan audit. Kawedar

(2010), menyatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas

transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan pemerintah maka

laporan keuangan perlu diaudit oleh BPK. Kebutuhan audit

pemerintahan didasari oleh adanya tuntutan akuntabilitas publik

terhadap entitas pemerintah oleh masyarakat.

Mustikarini dan Fitriasari (2012) dan Handayani (2010)

menggunakan temuan pemeriksaan atas ketidakpatuhan pemda

terhadap peraturan perundang-undangan sebagai proksi dari jumlah

temuan audit BPK. Berdasarkan 2 peneliti tersebut, penelitian

ini menggunakan temuan pemeriksaan atas ketidakpatuhan pemda

terhadap perundang-undangan untuk mengukur jumlah temuan

audit BPK.

Temuan Audit = Jumlah Temuan Audit

e. Tingkat Ketergantungan Daerah (X4)

Variabel independen keempat adalah tingkat

ketergantungan yang membandingan antara total penerimaan

transfer dengan total penerimaan daerah. Rasio ini menggambarkan


bagaimana pmda dalam mengandalkan dana transfer atau bantuan

dari pemerintah pusat provinsi. indikator pengukuran tingkat

ketergantungan yang digunakan adalah total penerimaan transfer

dibagi dengan total penerimaan daerah. Indikator pengukuran ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hilmi & Martani

(2012). Adapun perhitungan indikator pengukuran tingkat

ketergantungan dapat dinyatakan dalam rumus:

Total Penerimaan Dana Transfer


Tingkat Ketergantungan :
Total Penerimaan Daerah

6. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dikumpulkan

berupa LKPD Kabupaten / kota di Jawa Tengah tahun 2017 - 2018

yang telah diaudit oleh BPK RI. Selain data laporan keuangan

penelitian ini juga menggunakan data ikhtisar hasil pemeriksaan BPK

yang diperoleh dari situs resmi BPK, dan data non keuangan seperti

Jumlah anggota DPRD sebagai proksi dari variabel ukuran legislatif

diperoleh dari Perpustakaan BPS.

7. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode

dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan suatu teknik

pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-

dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.

8. Metode Pengolahan dan Analisis Data


Metode analisis data merupakan metode yang digunakan

peneliti dalam menganalisa data, adapun langkah-langkah yang

dilakukan dalam analisis data adalah melalui:

a. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif memberikan gambaran atau

deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi,

varian, maksimum, minimum dan range (Ghozali, 2011). Mean

digunakan untuk memperkirakan besar rata-rata populasi yang

diperkirakan dari sampel. Standar deviasi digunakan

untuk menilai dispersi rata-rata dari sampel. Maksimum-minimum

digunakan untuk melihat nilai minimum dan maksimum dari populasi.

Hal ini perlu dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari

sampel yang berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk

dijadikan sampel penelitian. Analisis deskriptif digunakan untuk

menjelaskan karakteristik dalam setiap variabel agar lebih mudah

memahami pengukuran pada variabel yang diungkap (Kusumawardani,

2012).

b. Uji Asumsi Klasik

Tahapan dalam pengujian dengan menggunakan uji regresi

berganda menggunakan beberapa asumsi klasik yang harus

dipenuhi meliputi: uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji

heteroskedastisitas yang secara rinci dapatdijelaskan sebagai

berikut:
1.) Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam

model regresi, variabel penggangu atau residual mempunyai

distribusi normal (Ghozali, 2011). Model regresi yang baik

adalah yang memiliki distribusi data normal atau

mendekati normal. Untuk menguji normalitas data dalam

penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S).

Data dikatakan berdistribusi normal yaitu nilai K-S memiliki

nilai probabilitasnya di atas α = 5%.

2.) Uji Multikoliniearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah

model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel

independen (Ghozali, 2011). Model regresi yang baik adalah

tidak terjadi korelasi diantara variable independen.

Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai toleransi dan

lawannya yaitu Variance Inflation Factor (VIF). Untuk

pengambilan keputusan dalam menentukan ada atau

tidaknya multikolinearitas yaitu dengan kriteria sebagai

berikut

 Jika nilai VIF > 10 atau jika nilai tolerance < 0, 1 maka

ada multikolinearitas dalam model regresi.

 Jika nilai VIF < 10 atau jika nilai tolerance > 0,1 maka

tidak ada multikolinearitas dalam model regresi.


3.) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji

apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance

dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Heterokedastisitas berarti penyebaran titik data populasi pada

bidang regresi tidak konstan. Gejala ini ditimbulkan dari

perubahan situasi yang tidak tergambarkan dalam model

regresi. Model regresi yang baik adalah yang

homoskedastisitas. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui

korelasi variable independen dengan nilai absolute residual.

Uji heteroskedastisitas menggunakan uji Glejser dengan

tingkat signifikansi α = 5%. Jika hasilnya lebih besar dari

signifikansi (α = 5%) maka tidak mengalami

heteroskedastisitas (Ghozali, 2011).

4.) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi adalah untuk menguji apakah dalam

suatu model regresi linear ada korelasi antara pengganggu

peroide t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Jika

terdapat korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.

Autokorelasi muncul karena observasi berurutan sepanjang

waktu berkaitan satu sama yang lain. Masalah ini timbul

karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari


suatu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik

adalah model regresi yang bebas dari autokorelasi.

Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya

autokorelasi adalah uji Durbin-Watson (DW test). Uji Durbin

Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan

mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model

regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variable bebas.

Dalam melakukan analisis data kuantitatif seringkali

menggunakan uji persyaratan analisis.

Persamaan yang diperoleh dari sebuah estimasi dapat

dioperasikan secara statistik jika memenuhi asumsi klasik,

yaitu memenuhi asumsi bebas multikoliniearitas,

heteroskedastisitas, dana autokorelasi. Pengujian ini

dilakukan dengan bantuan Software SPSS..

b. Analisis Regresi

Teknik analisis data yang digunakan dilakukan untuk

menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap satu

variabel dependen. (Ghozali, 2011) menjelaskan untuk mengetahui

kebenaran prediksi dari pengujian regresi yang dilakukan, maka

dilakukan pencarian nilai koefisien determinasi, uji simultan dan

uji parsial.

1.) Koefisien Determinasi


Koefisien determinasi (R²) mengukur seberapa jauh

kemampuan model regresi dalam menerangkan variasi

variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara

nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan

variable variabel independen dalam menjelaskan variasi

variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu

berarti variabel-variabel independen memberikan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi

variabel dependen (Ghozali, 2011).

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien

determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen

yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu

variabel independen, maka R² pasti meningkat. Oleh karena

itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai

Adjusted R² pada saat mengevaluasi mana model regresi

terbaik. Tidak seperti R², nilai Adjusted R² dapat naik atau

turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam

model regresi.

2.) Uji Simultan (Statistik F)

Uji statistik F menunjukkan apakah variabel

independen yang dimasukkan dalam model penelitian

mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel dependen. Untuk menentukan nilai F tabel, tingkat


signifikansi yang digunakan sebesar 5% dengan derajat

kebebasan df = (nk) dan (k-1) dimana n adalah jumlah

sampel, kriteria yang digunakan adalah :

 Bila F hitung > F tabel atau probabilitas < nilai

signifikan (Sig ≤ 0,05), maka Ha diterima, hal ini berarti

bahwa secara bersama-sama variable independen

memilki pengaruh signifikan terhadap variabel

dependen.

 Bila F hitung < F tabel atau probabilitas > nilai

signifikan (Sig ≥ 0,05), maka Ha ditolak, hal ini berarti

bahwa secara bersama-sama variable independen tidak

memilki pengaruh signifikan terhadap variable dependen.

3.) Uji Parsial (Uji Statistik t)

Menurut Ghozali (2011) uji statistik t pada dasarnya

menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variabel

dependen. Pada uji statistik t, nilai t hitung akan

dibangdingkan dengan nilai t tabel. Pengujian dilakukan

dengan menggunakan signifikansi level 0,05 (α=5%). Suatu

hipotesis dapat ditolak atau diterima dengan melihat kriteria

sebagai berikut :

 Bila t hitung > t tabel atau probabilitas < tingkat

signifikansi (Sig < 0,05), maka Ha diterima dan Ho


ditolak, variabel independen berpengaruh terhadap

variabel dependen.

 Bila t hitung < t tabel atau probabilitas > tingkat

signifikansi (Sig > 0,05), maka Ha ditolak dan Ho

diterima, variabel independen tidak berpengaruh

terhadap variabel dependen.

c. Uji Hipotesis

1.) Analisis Regresi Linear Berganda

Metode yang digunakan adalah regresi linier berganda

dalam menguji kandungan ukuran pemda, tingkat kemandirian

daerah, ukuran legislatif dan temuan audit terhadap tingkat

kepatuhan pengungkapan LKPD dengan melihat kekuatan

hubungan antar tingkat pengungkapan dengan ukuran pemda,

tingkat kemandirian keuangan, ukuran legislatif dan temuan

audit. Model regresi linear berganda tersebut sebagai berikut:

Y1 = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + e

Keterangan:

Y1 = Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan

Α = Konstanta

β1 = Koefisien Regresi Ukuran pemda

β2 = Koefisien Regresi Tingkat kemandirian daerah

β3 = Koefisien Regresi Ukuran Legislatif

β4 = Koefisien Regresi Temuan audit


β5 = Koefisien Regresi Tingkat Ketergantungan Daerah

X1 = Ukuran Pemda

X2 = Tingkat Kemandirian Daerah

X3 = Ukuran Legislatif

X4 = Temuan Audit

X5 = Tingkat Ketergantungan Daerah

e = error trem

d. Sistematika Pembahasan

I. Daftar Pustaka

Agustiningsih, S. W., Murni, S., & Putri, G. A. (2017). Audit Findings ,

Local Government Characteristics, and Local Government

Financial Statement Disclosure. Review of Integrative Business

and Economics Research, 6(3), 179–187.

Aniktia, R. (2015). Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance

dan Kinerja Keuangan terhadap Pengungkapan Sustainability

Report pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Tahun 2013.Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi UNNES.


Anton, F. X. (2010). Menuju Teori Stewardship Manajemen. Majalah

Ilmiah Informatika, 1(2), 61–80.

Arfianti, Dita. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi nilai

informasi Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah”. Skripsi.

Semarang: FEB UNDIP. Semarang, 2011.

Bayu, D. J. (2019). BPK Temukan Pengelolaan Uang Negara Rp 10,35

Triliun Bermasalah. Retrieved from

https://katadata.co.id/berita/2019/09/17/bpktemukan-pengelolaan-

uang-negara-rp-1035-triliun-bermasalah

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Ikhtisar Hasil

Pemeriksaan Semester II Tahun 2018. http://www.bpk.go.id.

Diakses pada tanggal 16 Februari 2021.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Ikhtisar Hasil

Pemeriksaan Semester II Tahun 2017. http://www.bpk.go.id.

Choiriyah, Umi. “Informatiaon GAP Pengungkapan Lingkungan Hidup di

Indonesia”. Skripsi. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas

Surakarta, 2010.

Feriyanti, M., Hermanto, & Suransi, N. K. (2015). Determinan Kepatuhan

Pada Ketentuan Pengungkapan Wajib Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah (Studi Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Nusa

Tenggara Barat). Jurnal InFestasi,11(2),171– 185.

https://doi.org/10.21107/infestasi.v11i2.1130.g959
Gigilan, Thomas W., Matsusaka, John G. ”Fiscal Policy, Legislature Size,

and Political Parties: Evidence from State and Local Governments

in the First Half of the 20th Century”. National Tax Journal. Vol

54. No. 1 . 2001

Girsang, H. A. V, & Yuyetta, E. N. A. (2015). Analisa Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah (Studi Pada LKPD Kabupaten/Kota Provinsi

Jawa Tengah 2010 -2012). Diponegoro Journal Of Accounting,

4(4), 1–11.

Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariete. (P. Harto, Ed.) (Edisi 8).

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hamdani. (2016). Good Corporate Governance: Tinjauan Etika dalam

Praktik 115 Bisnis (Pertama). Jakarta: Mitra Wacana Media.

Handayani, S. (2010). Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah Kabupaten / Kota di Indonesia Tahun 2006. Jurnal Ilmu

Administrasi, 7(2), 143–154. https://doi.org/10.31113/jia.v7i2.326

Hilmi, A. Z., & Martani, D. (2012). Analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan keuangan

pemerintah provinsi. Simposium Nasional Akuntansi, 15, 1–26.

Hilmi, Amirudin Zul dan Martani, Dwi. “Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan

Pemerintah Provinsi 2006-2009”. Skripsi. Depok: Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia, 2011.


Hudoyo, Y. T., & Mahmud, A. (2014). Accounting Analysis Journal.

Accounting Analysis Journal, 3(4), 485–492.

https://doi.org/10.15294/aaj.v4i4.9107

Kawedar, Warsito. “Opini Audit dan Sistem Pengendalian Intern”. Skripsi.

Semarang: Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Diponegoro,

2010.

Kusumawardani, Media. “Pengaruh Size, Kemakmuran, Ukuran

Legislatif, Leverage, Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah

Daerah di Indonesia”. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas

Negeri Semarang, 2012.

Kementerian Agama Republik Indonesia. Al-Quran dan Terjemahnya,

Jakarta: PT Sinergi Indonesia, 2012.

Khasanah, N. L., & Rahardjo, S. N. (2014). Pengaruh karakteristik,

kompleksitas, dan temuan audit terhadap tingkat pengungkapan

laporan keuangan pemerintah daerah. Diponegoro Journal Of

Accounting, 3(3), 1–11.

Khasanah, Nur L. “Pengaruh Karakteristik, Kompleksitas, dan Temuan

Audit Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah”. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Bisnis

Universitas Diponegoro, 2014.

Laupe, S., Saleh, F. M., Ridwan, & Mattulada, A. (2018). Factors

Influencing The Financial Disclosure of Local Governments in


Indonesia. Academy of Accounting and Financial Studies Journal,

22(3), 1–9.

Liestiani, A. “Pengungkapan Laporan Keuangan Pemda Kabupaten/Kota

di Indonesia Untuk Tahun Anggaran 2006”. Skripsi. Depok

FEUI,. 2008.

Lesmana, S. I. (2010). Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah

Terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib Di Indonesia.

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

M. Ariansyah, Amir, A., & Achmad, E. (2014). Tingkat Ketergantungan

Fiskal dan Hubungannya dengan Pertumbuhan Ekonomi di Kota

Jambi. Junal Perspektif Pembiayaan Dan Pembangunan Daerah,

1(3), 159–164.

Mardiasmo. (2009). Akuntansi sektor publik. Yogyakarta: Andi.

Martani, D., & Liestiani, A. (2012). Disclosure Of Local Government

Financial Statement In Indonesia. University of Indonesia.

Maulana, C., & Handayani, B. D. (2015). Pengaruh Karakteristik,

Kompleksitas Pemerintahan dan Temuan Audit Terhadap Tingkat

Pengungkapan Wajib LKPD. Accounting Analysis Journal, 4(4),

1–11. https://doi.org/10.15294/aaj.v4i4.9107

Maulana, Candra. “Pengaruh Karakteristik, Kompleksitas, dan Temuan

Audit Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan


Pemerintah Daerah (LKPD) (Studi Empiris pada Pemerintah

Kabupaten / Kota yang terdapat di Pulau Jawa tahun 2013)”.

Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Semarang,

2015.

Mustikarini, W. A., & Fitriasari, D. (2012). Pengaruh Karakteristik

Pemerintah Daerah dan Temuan Audit BPK Terhadap Kinerja

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun

Anggaran 2007. Simposium Nasional Akuntansi XV, 1–23.

Medynatul. (2017). Analisis Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah (Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten

Tanah Datar, Kota Padang Panjang dan Kabupaten Lima Puluh

Kota ). Jurnal Akuntansi, 2(1), 1–20.

Nurtari, A., Fadilah, S., & Nucholisah, K. (2016). Pengaruh Karakteristik

dan Kompleksitas Pemerintah Daerah terhadap Pengungkapan

Laporan Keuangan (Studi pada Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah Kota / Kabupaten di Provinsi Jawa Barat periode 2013-

2014). Prosiding Akuntansi, 2(1), 263–270.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan

Priharjanto, A., & Wardan, Y. Y. (2016). Pengaruh Temuan, Tingkat

Penyimpangan, Opini Audit, dan Karakteristik Pemerintah

Daerah Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan


Pemerintah Provinsi di Indonesia. Jurnal Info Artha, 1(1), 97–

110. https://doi.org/10.31092/jia.v1i1.72

Rahayu, A., & Mardiana, A. (2016). Pengaruh Karakteristik,

Kompleksitas, dan Temuan Audit Terhadap Tingkat

Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Dengan

Sistem Pengendalian Intern Sebagai Variabel Moderating Pada

LKPD Kabupaten/Kota Di Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah

Akuntansi Peradaban, 1(1), 169–192.

Rokhlinasari, S. (2015). Teori-teori dalam Pengungkapan Informasi

Corporate Social Responbility Perbankan. Al-Amwal Jurnal

Kajian Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 7(1), 1–11.

https://doi.org/10.24235/amwal.v7i1.217

Setyaningrum, D., & Syafitri, F. (2012). Analisis pengaruh karakteristik

pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan

keuangan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 9 (2),

154–170. https://doi.org/10.21002/jaki.2012.10

Setyowati, L. (2016). Determinan Yang Mempengaruhi Pengungkapan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Jurnal Bisnis Dan

Manajemen, 6(1), 45–62. https://doi.org/10.15408/ess.v6i1.3120

Simbolon, H. A. U., & Kurniawan, C. H. (2018). Pengaruh Karakteristik

Pemerintah Daerah Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan


Keuangan Di Seluruh Provinsi Indonesia. Modus, 30(1), 54–70.

https://doi.org/10.24002/modus.v30i1.1587

Siregar, B. (2015). Akuntansi Sektor Publik (Pertama). Yogyakarta: Unit

Penerbit dan Percetakan STIM YKPN.

Suhardjanto, D., & Yulianingtyas, R. R. (2011). Pengaruh Karakteristik

Pemerintah Daerah Terhadap Kepatuhan Pengungkapan Wajib

dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada

Kabupaten/Kota di Indonesia). Jurnal Akuntansi & Auditing, 8(1),

30–42.

Sudarsana, H. S. (2013). Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah dan

Temuan Audit BPK Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Studi

pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia). Skripsi.

Semarang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNDIP.

Suhardjanto, D., & Yulianingtyas, R. R. (2011). Pengaruh Karakteristik

Pemerintah Daerah Terhadap Kepatuhan Pengungkapan Wajib

dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada

Kabupaten/Kota di Indonesia). Jurnal Akuntansi & Auditing, 8(1),

30–42.

Suhardjanto, Djoko dan Lesmana, S Indra. “Pengaruh Karakteristik

Pemerintah Daerah Terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib di

Indonesia”. ISSN Jurnal. Vol.6 No. 2, 2010.


Sumarjo, H. Pengaruh karakteristik Pemda terhadap kinerja keuangan

Pemda. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret,

Surakarta, 2010.

Suparno, & Nanda, R. (2016). Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah ,

Diferensiasi Fungsional Dan Spesialisasi Fungsional Terhadap

Tingkat Pengungkapan Wajib Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah. Jurnal Dinamika Akuntansi Dan Bisnis, 3(2), 105–118.

Syoftia, E., Puspa, D. F., & Ethika. (2016). Pengaruh Karakteristik

Pemerintah Daerah, Opini Auditterhadap Tingkat Pengungkapan

Wajib dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Study Pada

LKPD Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat). Jurnal Fakultas

Ekonomi, 9 (1)

Yulianingtyas, Rena R. “Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah

Terhadap Kepatuhan Pengungkapan Wajib Dalam Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota

di Indonesia)”. Skipsi. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret, 2010.

Yosefrinaldi. Pengaruh kapasitas sumber daya manusia dan pemanfaatan

teknologi informasi terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah

daerah dengan variabel intervening sistem pengendalian intern

pemerintah (studi empiris pada dinas pengelolaan Keuangan dan


Aset Daerah Se-Sumatera Barat). Skripsi. Padang: Universitas

Negeri Padang, 2013.

Zimmerman, J. L. “The Municipal Accounting Maze: An Analysis of

Political Incentives”. Journal of Accounting Research. 1977.

J. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai