Anda di halaman 1dari 3

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : SE - 11/PJ/2011

TENTANG

PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-


1/PJ/2011
TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PEMBEBASAN DARI
PEMOTONGAN
DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN OLEH PIHAK LAIN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
1/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau
Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai
berikut:

1. Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau
pemungutan Pajak Penghasilan adalah:
a. Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang
Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal, dalam hal:
1) Wajib Pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi;
2) Wajib Pajak belum sampai pada tahap produksi komersial; atau
3) Wajib Pajak mengalami suatu peristiwa yang berada di luar kemampuan (force
majeur).
b. Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang
Pajak Penghasilan karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal.
c. Wajib Pajak yang dapat membuktikan Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar
lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang.
d. Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenakan pajak bersifat final.
2. Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam butir 1 tidak berlaku terhadap pemotongan dan/atau
pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
3. Wajib Pajak yang baru berdiri sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf a angka 1) adalah
Wajib Pajak yang baru berdiri dalam tahun pajak berjalan.
4. Besarnya kompensasi kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf b adalah
kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan yang
tercantum dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan atau surat
ketetapan pajak.
5. Dalam hal Wajib Pajak mendapat Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding maka
besarnya kompensasi kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf b adalah
kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan yang
tercantum dalam Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
6. Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf
c merupakan Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final yang telah dan akan dilunasi oleh
Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh
pihak lain, serta pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri.
7. Syarat-syarat pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan
Pajak Penghasilan:
a. Permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan.
b. Satu permohonan diajukan untuk setiap jenis pemotongan dan/atau pemungutan
PPh Pasal 21, Pasal 22 Impor, Pasal 22 selain Impor, dan Pasal 23.
c. Setiap permohonan dilampiri dengan penghitungan Pajak Penghasilan yang
diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan, kecuali
bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf d.
d. Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
terakhir sebelum tahun diajukan permohonan, kecuali bagi Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf a angka 1).

8. Penghitungan Pajak Penghasilan yang diperkirakan akan terutang sebagaimana dimaksud


dalam butir 7 huruf c paling sedikit harus memuat:

a. peredaran usaha dan luar usaha tahun berjalan serta perkiraan peredaran usaha dan
luar usaha dalam satu tahun pajak;
b. biaya fiskal tahun berjalan dan perkiraan biaya fiskal dalam satu tahun pajak,
kecuali bagi Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan penghasilan
neto;
c. perkiraan Pajak Penghasilan yang akan terutang dalam satu tahun pajak;
d. Pajak Penghasilan yang telah dipotong/dipungut dan/atau dibayar sendiri dalam
tahun berjalan; dan
e. perkiraan Pajak Penghasilan yang akan dipotong/dipungut dan/atau dibayar sendiri
dalam tahun berjalan.

9. Dalam hal SPT Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam butir 7 huruf d
belum disampaikan karena Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan perpanjangan SPT
Tahunan Pajak Penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan maka Wajib
Pajak yang bersangkutan dianggap telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir 7 huruf d.
10. Kepala KPP harus memberikan keputusan atas permohonan pembebasan dari pemotongan
dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, dengan menerbitkan:

a. Surat Keterangan Bebas (SKB); atau


b. surat penolakan permohonan SKB,

dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara
lengkap.
11. Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir 7
dan butir 8, Kepala KPP harus menerbitkan surat penolakan permohonan SKB.
12. Wajib Pajak yang telah mendapat surat penolakan permohonan SKB sehubungan dengan
tidak terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir 7 dan butir 8, dapat
mengajukan kembali permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan
Pajak Penghasilan.
13. Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam butir 10
Kepala KPP belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
14. Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap diterima sebagaimana dimaksud dalam butir
13, Kepala KPP wajib menerbitkan SKB dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja setelah
jangka waktu 5 (lima) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam butir 10 terlewati.
15. Dalam hal Wajib Pajak yang telah mendapat SKB melakukan transaksi dengan lebih dari
satu pemotong dan/atau pemungut pajak maka Wajib Pajak dapat menggunakan fotokopi
SKB yang telah dilegalisasi oleh KPP yang menerbitkan SKB.
16. Tata cara legalisasi atas fotokopi SKB dilakukan sebagai berikut:

a. Wajib Pajak mengajukan permohonan legalisasi SKB secara tertulis kepada Kepala
KPP yang menerbitkan SKB dengan mencantumkan nama dan NPWP pemotong
dan/atau pemungut pajak.
b. Kepala KPP harus melakukan legalisasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu)
hari kerja sejak permohonan legalisasi diterima.

17. SKB berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan tanggal terakhir tahun pajak yang
bersangkutan.
18. Apabila berdasarkan penelitian terhadap Wajib Pajak yang telah mendapatkan SKB dapat
dibuktikan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang lebih besar dari pada Pajak
Penghasilan yang telah dan akan dibayar dalam tahun berjalan maka Kepala KPP dapat
melakukan penyesuaian terhadap besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak dalam tahun berjalan sesuai ketentuan Pasal 25 ayat (6) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
19. Prosedur penyelesaian permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan
Pajak Penghasilan oleh pihak lain adalah sebagaimana dimaksud dalam lampiran Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
20. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak diminta untuk melakukan sosialisasi dan
pengawasan atas pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011
tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau
Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain oleh KPP yang berada di wilayah kerjanya.

Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Januari 2011
Direktur Jenderal,

ttd.

Mochamad Tjiptardjo
NIP 195104281975121002

Tembusan:

1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak


2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan

Anda mungkin juga menyukai