Oleh
SUKRAN
102STYJ20
A. ANATOMI TRAKEA
Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago.
Panjang trakea pada orang dewasa 10-12 cm. Trakea berawal dari kartilago krikoid
yang berbentuk cincin dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks
dimana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar
pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam
selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di setelah depan dan lateral.
Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua
hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah
jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal
yang melekat pada kartilago tiroid dan hioid.
B. DEFINISI TRAKEOSTOMI
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior
trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan
memintas jalan nafas bagian atas (Hadikawarta, Rusmarjono, Soepardi, 2004).
Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar udara dapat
masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas (Adams, 1997).
Trakeostomi merupakan tindakan operatif yang memiliki tujuan membuat jalan nafas
baru pada trakea dengan membuat sayatan atau insisi pada cincin trakea ke 2,3,4.
Trakeostomi merupakan suatu prosedur operasi yang bertujuan untuk
membuat suatu jalan nafas didalam trakea servikal. Perbedaan kata–kata yang
dipergunakan dalam membedakan “ostomy” dan “otomy” tidak begitu jelas dalam
masalah ini, sebab lubang yang diciptakan cukup bervariasi dalam ketetapan
permanen atau tidaknya. Apabila kanula telah ditempatkan, bukaan hasil pembedahan
yang tidak dijahit dapat sembuh dalam waktu satu minggu. Jika dilakukan dekanulasi
(misalnya kanula trakeostomi dilepaskan), lubang akan menutup dalam waktu yang
kurang lebih sama. Sudut luka dari trakea yang dibuka dapat dijahit pada kulit dengan
beberapa jahitan yang dapat diabsorbsi demi memfasilitasi kanulasi dan, jika
diperlukan, pada rekanulasi; alternatifnya stoma yang permanen dapat dibuat dengan
jahitan melingkar (circumferential). Kata trakeostomi dipergunakan, dengan
kesepakatan, untuk semua jenis prosedur pembedahan ini. Perkataan tersebut dianggap
sebagai sinonim dari trakeotomi.
C. FUNGSI TRAKEOSTOMI
Fungsi dari trakheostomi antara lain:
1. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi
kekuatan yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan
peningkatan regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang
trakheostomi cukup besar (paling sedikit pipa 7)
2. Proteksi terhadap aspirasi
3. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada
pasien dengan gangguan pernafasan
4. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
5. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus respiratorius
6. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer
oleh tekanan negatif intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang normal.
Waktu dilakukan
No. Lama Penggunaan Teknik Insisi
Tindakan
3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam); Dua bagian trakeostomi ini dapat
dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat dibersihkan dan
diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
4. Silver Negus Tubes; Terdiri dari dua bagian pipa yang digunakan untuk
trakeostomi jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita
dapat merawat sendiri.
H. TEKNIK TRAKEOSTOMI
Sebelum dilakukan pembedahan, maka alat-alat yang perlu dipersiapkan
adalah semprit yang berisi obat analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting panjang yang
tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul
trakea dengan ukuran yang sesuai untuk pasien. Pasien atau keluarganya yang akan
dilakukan tindakan trakeostomi harus dijelaskan segala resiko tindakan trakeostomi
termasuk kematian selama prosedur tindakan.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan bagian kaki lebih rendah 30° untuk
menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena leher. Bahu diganjal dengan
bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian
atalanto oksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di
garis median dekat permukaan leher.
Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan
ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid
dengan fossa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah
leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan
horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa
suprasternal atau kira-kira dua jari dari bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan
terlalu sempit, dibuat kira-kira lima sentimeter. Dengan gunting panjang yang tumpul,
kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral
dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin
tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka
tepat di tengah maka trakea ini mudah ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis
anterior yang tampak ditarik ke lateral. Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas
supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua
tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat
kedua tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat.
Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin
trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin
trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian pasang kanul trakea dengan
ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi
ditutup dengan kasa. Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan
insisi kulit jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah
terjadinya emfisema kulit
Gambar 8. Prosedur Trakeostomi
Emfisema subkutan
Pneumotoraks / pneumomediastinum
Tabung berpindah
Tabung tersumbat
2. Postoperatif
Infeksi luka
Trakea nekrosis
Pendarahan sekunder
Masalah menelan
K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengumpulan data tergantung pada patofisiologi dan/atau alasan untuk dukungan
bantuan ventilasi (trakeostomi), misalnya trauma dada (pneumothorax, hemothorax).
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : dispnea dengan istirahat ataupun aktivitas
2. Sirkulasi
Tanda : takikardia, frekuensi tak teratur, nadi apical berpindah oleh adanya
penyimpangan medaistinal. TD hiper/hipotensi
3. Makanan/cairan
Gejala : anorexia (mungkin karena bau sputum)
Tanda : pemasangan IV line,
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri area luka trakeostomi, nyeri dada unilateral meningkat karena batuk
atau bernafas
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah
5. Pernafasan
Gejala : kesulitan bernafas, batuk (mungkin gejala yang ada), riwayat trauma dada.
Tanda : peningkatan frekuensi nafas, kulit cyanosis, penggunaan ventilasi mekanik
(trakeostomi), secret pada selang trakeostomi
6. Hygiene
Tanda : kemerahan area luka trakeostomi
7. Interaksi social
Tanda : ketidakmampuan mempertahankan suara karena distress pernafasan,
keterbatasan mobilitas fisik.
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekunder terhadap trakeostomi, obstruksi kanula dalam, atau perubahan posisi
selang trakeostomi.
2. Pola pernafasan tak efektif/ventilasi spontan, ketidakmampuan untuk meneruskan.
berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, paralisis otot pernafasan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi berlebihan dan bypass
pertahanan pernafasan atas.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
menghasilkan bicara sekunder terhadap trakeostomi.
M.INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekunder terhadap trakeostomi, obstruksi kanula dalam, atau perubahan posisi
selang trakeostomi.
Tujuan : Tidak ada sekret pada jalan nafas
Kriteria hasil : Ronchi dan wheezing tidak terdengar
Intervensi Rasional
1. Mengauskultasi paru setiap 4 jam 1. Jika ditemukan crackles dan
wheezing dapat mengintrepretasikan
adanya sekret pada jalan nafas
2. Menganjurkan klien untuk tarik nafas 2. Pasien dapat mengeluarkan sekret
dalam dan batuk dengan tarik nafas dalam dan batuk tanpa
suctioning
3. Melakukan fisioterapi nafas jika 3. Untuk membantu pasien
tidak ada kontraindikasi mengeluarkan sekret dengan batuk
4. Membersihkan trakheostomy tube 4. Dengan membersihkan
klien sesuai dengan kebutuhan. trakheostomy, menghindari terjadinya
Berdasarkan jumlah akumulasi secret penumpukan sekret dan agar jalan nafas
5. Melakukan suctioning bila perlu bersih
5. Suctioning membersihkan jalan nafas
6. Melakukan nebulizing dari sekret
6. Nebulizer membantu untuk
mengencerkan secret sehingga lebih
mudah untuk dikeluarkan
2. Pola pernafasan tak efektif/ventilasi spontan, ketidakmampuan untuk meneruskan.
berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, paralisis otot pernafasan
Tujuan : Pola pernapasan manjadi efektif
Kriteria hasil : RR dalam batas normal, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
Intervensi Rasional
1. Selidiki etiologi gagal pernafasan 1. Penting untuk perawatan, contoh
keputusan tentang kemampuan pasien
yang akan datang dan dukungan tepat
ventilator
2. Observasi pola nafas. Catat frekuensi, 2. Pasien dengan ventilator dapat mengalami
jarak antara pernafasan spontan dan nafas hiperventilasi/ hipoventilasi
ventilator 3. Peninggian kepala pasien atau turun dari
3. Tinggikan kepala tempat tidur atau tempat tidur sementara masih pada
letakkan pada kursi ortopedik bila ventilator secara fisik dan psikologik
memungkinkan menguntungkan.
4. Lipatan selang mencegah pengiriman
4. Periksa selang trakeostomi terhadap volume adekuat dan meningkatkan
obstruksi, misal terlipat tekanan jalan nafas
5. Air mencegah distribusi gas dan pencetus
5. Alirkan selang sesuai indikasi, hindari pertumbuhan bakteri
aliran ke pasien atau kembali ke dalam
wadah 6. Melatih pasien nafas lambat, lebih dalam,
6. Bantu pasien dalam control pernafasan di praktik nafas abdomen, member posisi
samping tempat tidur dan ventilasi yang nyaman dan penggunaan teknik
manual kapanpun diindikasikan relaksasi dapat membantu
memaksimalkan fungsi pernafasan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi berlebihan dan bypass
pertahanan pernafasan atas.
Tujuan : Memperkecil adanya infeksi sehingga kemungkinan komplikasi tidak ada
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi Rasional
1. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur 1. Dengan tangan yang bersih saat
melakukan prosedur, memperkecil
2. Monitor dan laporkan adanya tanda-tanda kemungkinan terjadinya infeksi
infeksi, misalnya demam, penurunan RR 2. Mengidentifikasi adanya infeksi dan
(Respiratory Rate), dahak kental, memperkecil komplikasi
peningkatan jumlah sel darah merah
3. Jaga pemaparan trakheostomy terhadap 3. Pemaparan terlalu sering pada
benda asing trakheostomy mengakibatkan pneumonia
4. Gunakan teknik steril dalam melakukan 4. Agar mikroorganisme tidak dapat
perawatan trakheostomi dan suctioning masuk ke jalan nafas
5. Anjurkan untuk diet tinggi kalori tinggi 5. Untuk meningkatkan sistem imun
protein
DAFTAR PUSTAKA
Somantri, Irman. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. 2008. Jakarta : Salemba Medika.
Doenges, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC
Gibson, I. (1983) Tracheostomy management. Nursing 2(18), pp538-540
Griggs, A. (1998) Tracheostomy: Suctioning and humidification. Nursing Standard
Continuing Education Reader pp18-23
Hooper, M. (1996) Nursing care of the patient with a tracheostomy. Nursing Standard
15(10), pp 40-43