Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN TRAKEOSTOMI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. U DENGAN


DIAGNOSA MEDIS TRAKEOSTOMI
DI RUANGAN ICU RSUD KOTA MATARAM

Oleh
SUKRAN
102STYJ20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
MATARAM
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAKEOSTOMI

A. ANATOMI TRAKEA
Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago.
Panjang trakea pada orang dewasa 10-12 cm. Trakea berawal dari kartilago krikoid
yang berbentuk cincin dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks
dimana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar
pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam
selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di setelah depan dan lateral.
Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua
hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah
jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal
yang melekat pada kartilago tiroid dan hioid.

Gambar 1. Anatomi trakea

B. DEFINISI TRAKEOSTOMI
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior
trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan
memintas jalan nafas bagian atas (Hadikawarta, Rusmarjono, Soepardi, 2004).
Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar udara dapat
masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas (Adams, 1997).
Trakeostomi merupakan tindakan operatif yang memiliki tujuan membuat jalan nafas
baru pada trakea dengan membuat sayatan atau insisi pada cincin trakea ke 2,3,4.
Trakeostomi merupakan suatu prosedur operasi yang bertujuan untuk
membuat suatu jalan nafas didalam trakea servikal. Perbedaan kata–kata yang
dipergunakan dalam membedakan “ostomy” dan “otomy” tidak begitu jelas dalam
masalah ini, sebab lubang yang diciptakan cukup bervariasi dalam ketetapan
permanen atau tidaknya. Apabila kanula telah ditempatkan, bukaan hasil pembedahan
yang tidak dijahit dapat sembuh dalam waktu satu minggu. Jika dilakukan dekanulasi
(misalnya kanula trakeostomi dilepaskan), lubang akan menutup dalam waktu yang
kurang lebih sama. Sudut luka dari trakea yang dibuka dapat dijahit pada kulit dengan
beberapa jahitan yang dapat diabsorbsi demi memfasilitasi kanulasi dan, jika
diperlukan, pada rekanulasi; alternatifnya stoma yang permanen dapat dibuat dengan
jahitan melingkar (circumferential). Kata trakeostomi dipergunakan, dengan
kesepakatan, untuk semua jenis prosedur pembedahan ini. Perkataan tersebut dianggap
sebagai sinonim  dari trakeotomi.

C. FUNGSI TRAKEOSTOMI
Fungsi dari trakheostomi antara lain:
1. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi
kekuatan yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan
peningkatan regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang
trakheostomi cukup besar (paling sedikit pipa 7)
2. Proteksi terhadap aspirasi
3. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada
pasien dengan gangguan pernafasan
4. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
5. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus respiratorius
6. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer
oleh tekanan negatif intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang normal.

D. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI TRAKEOSTOMI


Indikasi dari dilakukannya ttrakeostomi antara lain:
1. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas
2. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada
pasien dalam keadaan koma.
3. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
4. Apabila terdapat benda asing di subglotis
5. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis
dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa
6. Obstruksi laring yang disebabkan oleh:
 Karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika,
laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring
 Karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas,
trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus Rekurens
 Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan
interna, infeksi, tumor.
 Cedera parah pada wajah dan leher
 Setelah pembedahan wajah dan leher
7. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
8. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis
berat, Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan sesudah
operasi laring

Gambar 2. Indikasi Tindakan Trakeostomi untuk Mengatasi Obstruksi Jalan Nafas


Sedangkan untuk kontraindikasi dari trakeostomi antara lain adalah adanya
infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak
terkontrol, seperti hemofili.
E. KLASIFIKASI
1. Menurut Lama Pemasangan
a) Permanen (Tracheal Stoma Post Laryngectomy)
Tracheal cartilage diarahkan kepermukaan kulit, dilekatkan pada leher.
Rigiditas cartilage mempertahankan stoma tetap terbuka sehingga tidak
diperlukan tracheostomy tube (canule).
b) Sementara (Tracheal Stoma without Laryngectomy)
Trachea dan jalan nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat obstruksi.
Digunakan tracheostomy tube (canule) terbuat dari metal atau Non metal
(terutama pada penderita yang sedang mendapat radiasi dan selama pelaksanaan
MRI Scanning).
2. Menurut Letak Insisi
a) Insisi Vertikal
Dilakukan pada keadaan darurat
b) Insisi Horisontal.
Dilakukan pada keadaan elektif.
3. Menurut Waktu Dilakukan Tindakan
a) Darurat
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat.
Dilakukan pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua atau dua dan
tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan
lebih cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi
juga jauh lebih kecil. Menggunakan teknik insisi vertical.
b) Non-Darurat
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi.
Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
Menggunakan teknik insisi horizontal.
Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :

Waktu dilakukan
No. Lama Penggunaan Teknik Insisi
Tindakan

1. Darurat Sementara Vertikal, dibuat di antara cincin trakea 1 dan


2 atau 2 dan 3.

2. Non-darurat Permanen Horizontal, dibuat di antara cincin trakea 2


dan 3 sepanjang 4-5 cm.

F. JENIS TINDAKAN TRAKEOSTOMI


1. Surgical trakeostomi, yaitu tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di
dalam ruang operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga
sepanjang 4-5 cm.
2. Percutaneous trakeostomi, yaitu tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan
pada unit gawat darurat. Dilakukan pembuatan lubang di antara cincing trakea satu
dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka
penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu,
kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
3. Mini trakeostomi, yaitu pada tipe ini dilakukan insisi pada pertengahan membran
krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan kawat dan dilator
G. JENIS PIPA TRAKEOSTOMI
1. Cuffed Tubes; Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga
memperkecil risiko timbulnya aspirasi.

Gambar 3. Cuffed Tubes


Gambar 4. Mekanisme kerja cuffed tubes

2. Uncuffed Tubes; Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang


tidak mempunyai risiko aspirasi.

Gambar 5. Uncuffed Tubes

3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam); Dua bagian trakeostomi ini dapat
dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat dibersihkan dan
diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
4. Silver Negus Tubes; Terdiri dari dua bagian pipa yang digunakan untuk
trakeostomi jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita
dapat merawat sendiri.

Gambar 6. Silver Negus Tubes


5. Fenestrated Tubes; Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah
posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya.
Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara

Gambar 7. Fenestrated Tubes


Ukuran pipa
Ukuran trakeostomi standar adalah 0 – 12 atau 24 – 44 French. Trakeostomi
umumnya dibuat dari plastik, namun dari perak juga ada. Tabung dari plastik
mempunyai lumen lebih besar dan lebih lunak dari yang besi. Tabung dari plastik
melengkung lebih baik kedalam trakea sehingga iritasi lebih sedikitdan lebih nyaman
bagi klien.

H. TEKNIK TRAKEOSTOMI
Sebelum dilakukan pembedahan, maka alat-alat yang perlu dipersiapkan
adalah semprit yang berisi obat analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting panjang yang
tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul
trakea dengan ukuran yang sesuai untuk pasien. Pasien atau keluarganya yang akan
dilakukan tindakan trakeostomi harus dijelaskan segala resiko tindakan trakeostomi
termasuk kematian selama prosedur tindakan.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan bagian kaki lebih rendah 30° untuk
menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena leher. Bahu diganjal dengan
bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian
atalanto oksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di
garis median dekat permukaan leher.
Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan
ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid
dengan fossa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah
leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan
horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa
suprasternal atau kira-kira dua jari dari bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan
terlalu sempit, dibuat kira-kira lima sentimeter. Dengan gunting panjang yang tumpul,
kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral
dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin
tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka
tepat di tengah maka trakea ini mudah ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis
anterior yang tampak ditarik ke lateral. Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas
supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua
tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat
kedua tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat.
Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin
trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin
trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian pasang kanul trakea dengan
ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi
ditutup dengan kasa. Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan
insisi kulit jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah
terjadinya emfisema kulit
Gambar 8. Prosedur Trakeostomi

I. PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI


Perawatan trakeostomi meliputi:
1. Pembersihan secret atau biasa disebut trakeobronkial toilet,
2. Perawatan luka pada trakeostomi
3. Perawatan anak kanul
4. Humidifikasi untuk menjaga kelembapan
Tujuan perawatan trakeostomi meliputi:
1. Untuk mencegah sumbatan pipa trakeostomi (pluging)
2. Untuk mencegah infeksi
3. Meningkatkan fungsi pernafasan (ventilasi dan oksigenasi)
4. Bronkial toilet yang efektif
5. Mencegah pipa tercabut
Segera setelah trakeostomi dilakukan :
1. Rontgen dada untuk menilai posisi tube dan melihat timbul atau tidaknya
komplikasi
2. Antibiotik untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi
3. Mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat pipa trakeostomi

Perawatan pasca trakeostomi sangatlah penting, karena sekret dapat


menyumbat dan menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan kanul
harus sering diisap ke luar, dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya dua kali
sehari lalu segera dimasukkan lagi ke dalam kanul luar. Bila kanul harus dipasang
dalam jangka waktu lama, maka kanul harus dibersihkan dua minggu sekali. Kain
basah di bawah kanul harus diganti untuk menghindari timbulnya dermatitis. Gunakan
kompres hangat untuk mengurangi rasa nyeri pada daerah insisi. Pasien dapat dirawat
di ruang perawatan biasa dan perawatan trakeostomi sangatlah penting.

Gambar 9. Prosedur perawatan tracheostomy tube


J. KOMPLIKASI TRAKEOSTOMI
Komplikasi dini yang sering terjadi adalah perdarahan, pneumotoraks
terutama pada anak-anak, hilangnya jalan nafas, penempatan kanul yang sulit, laserasi
trakea, ruptur balon, henti jantung sebagai rangsangan hipoksia terhadap respirasi dan
paralisis saraf rekuren.
Perdarahan terjadi bila hemostasis saat trakeostomi tidak sempurna serta
disertaii naiknya tekanan arteri secara mendadak setelah tindakan operasi dan
peningkatan tekanan vena karena batuk. Perdarahan diatasi dengan pemasangan kasa
steril sekitar kanul. Apabila tidak berhasil maka dilakukan ligasi dengan melepas
kanul.
Emfisema subkutan terjadi di sekitar stoma tetapi bisa juga meluas ke daerah
muka dan dada, hal ini terjadi karena terlalu rapatnya jahitan luka insisi sehingga
udara yang terperangkap di dalamnya dapat masuk ke dalam jaringan subkutan pada
saat penderita batuk. Penanganannya dilakukan dengan multiple puncture dan
longgarkan semua jahitan untuk mencegah komplikasi lanjut seperti pneumotoraks
dan pneumomediastinum.
Sedangkan komplikasi pasca trakeostomi terdiri atas kematian pasien,
perdarahan lanjutan pada arteri inominata, disfagia, aspirasi, pneumotoraks, emfisema,
infeksi stoma, hilangnya jalan nafas, fistula trakeoesofagus dan stenosis trakea.
Kematian pasien terjadi akibat hilangnya stimulasi hipoksia dari respirasi. Pasien
hipoksia berat yang dilakukan tindakan trakeostomi, pada awalnya pasien akan
bernafas lalu akan terjadu apnea. Hal ini terjadi akibat deinervasi fisiologis dari
kemoreseptor perifer yang dipicu dari peningkatan tekanan oksigen tiba-tiba dari
udara pernafasan
Secara sistematis, komplikasi dari trakeostomi antara lain:

No. Waktu Komplikasi

1. Intraoperatif  Haemorrhage (pendarahan).


 Rasa panas pada jalan nafas
 Cedera pada trakea dan laring
 Cedera pada struktur trakeal
 Emboli udara
 Apnea
 Henti jantung
 Perforasi
 Ruptur pleura viseralis
 Sumbatan darah/secret

 Emfisema subkutan
 Pneumotoraks / pneumomediastinum
 Tabung berpindah
 Tabung tersumbat
2. Postoperatif
 Infeksi luka
 Trakea nekrosis
 Pendarahan sekunder
 Masalah menelan

 Obstruksi jalan nafas atas


 Infeksi
3. Jangka panjang  Fistula trakeoesofagus
 Stenosis trakea
 Iskemia atau nekrosis trakea

Gambar 10. Komplikasi trakeostomi

A. Trakea tertekuk ke depan


B. Tukak dinding depan trakea karena ukuran kanul terlalu besar
C. Emfisema subkutis karena dislokasi kanul
D. Tukak karina karena kateter isap
E. Manset ditiup terlalu kuat sehingga menyebabkan penutupan kanul ( herniasi
akibat ditiup berlebihan )
F. Manset kanul terlepas di trakea
G. Nekrosis cincin trakea karena manset ditiup terlalu kuat
H. Cedera dinding belakang (hati – hati fistel trakeo-esofagus)

K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengumpulan data tergantung pada patofisiologi dan/atau alasan untuk dukungan
bantuan ventilasi (trakeostomi), misalnya trauma dada (pneumothorax, hemothorax).
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : dispnea dengan istirahat ataupun aktivitas
2. Sirkulasi
Tanda : takikardia, frekuensi tak teratur, nadi apical berpindah oleh adanya
penyimpangan medaistinal. TD hiper/hipotensi
3. Makanan/cairan
Gejala : anorexia (mungkin karena bau sputum)
Tanda : pemasangan IV line,
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri area luka trakeostomi, nyeri dada unilateral meningkat karena batuk
atau bernafas
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah
5. Pernafasan
Gejala : kesulitan bernafas, batuk (mungkin gejala yang ada), riwayat trauma dada.
Tanda : peningkatan frekuensi nafas, kulit cyanosis, penggunaan ventilasi mekanik
(trakeostomi), secret pada selang trakeostomi
6. Hygiene
Tanda : kemerahan area luka trakeostomi
7. Interaksi social
Tanda : ketidakmampuan mempertahankan suara karena distress pernafasan,
keterbatasan mobilitas fisik.
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekunder terhadap trakeostomi, obstruksi kanula dalam, atau perubahan posisi
selang trakeostomi.
2. Pola pernafasan tak efektif/ventilasi spontan, ketidakmampuan untuk meneruskan.
berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, paralisis otot pernafasan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi berlebihan dan bypass
pertahanan pernafasan atas.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
menghasilkan bicara sekunder terhadap trakeostomi.

M.INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekunder terhadap trakeostomi, obstruksi kanula dalam, atau perubahan posisi
selang trakeostomi.
Tujuan : Tidak ada sekret pada jalan nafas
Kriteria hasil : Ronchi dan wheezing tidak terdengar
Intervensi Rasional
1. Mengauskultasi paru setiap 4 jam 1. Jika ditemukan crackles dan
wheezing dapat mengintrepretasikan
adanya sekret pada jalan nafas
2. Menganjurkan klien untuk tarik nafas 2. Pasien dapat mengeluarkan sekret
dalam dan batuk dengan tarik nafas dalam dan batuk tanpa
suctioning
3. Melakukan fisioterapi nafas jika 3. Untuk membantu pasien
tidak ada kontraindikasi mengeluarkan sekret dengan batuk
4. Membersihkan trakheostomy tube 4. Dengan membersihkan
klien sesuai dengan kebutuhan. trakheostomy, menghindari terjadinya
Berdasarkan jumlah akumulasi secret penumpukan sekret dan agar jalan nafas
5. Melakukan suctioning bila perlu bersih
5. Suctioning membersihkan jalan nafas
6. Melakukan nebulizing dari sekret
6. Nebulizer membantu untuk
mengencerkan secret sehingga lebih
mudah untuk dikeluarkan
2. Pola pernafasan tak efektif/ventilasi spontan, ketidakmampuan untuk meneruskan.
berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, paralisis otot pernafasan
Tujuan : Pola pernapasan manjadi efektif
Kriteria hasil : RR dalam batas normal, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
Intervensi Rasional
1. Selidiki etiologi gagal pernafasan 1. Penting untuk perawatan, contoh
keputusan tentang kemampuan pasien
yang akan datang dan dukungan tepat
ventilator
2. Observasi pola nafas. Catat frekuensi, 2. Pasien dengan ventilator dapat mengalami
jarak antara pernafasan spontan dan nafas hiperventilasi/ hipoventilasi
ventilator 3. Peninggian kepala pasien atau turun dari
3. Tinggikan kepala tempat tidur atau tempat tidur sementara masih pada
letakkan pada kursi ortopedik bila ventilator secara fisik dan psikologik
memungkinkan menguntungkan.
4. Lipatan selang mencegah pengiriman
4. Periksa selang trakeostomi terhadap volume adekuat dan meningkatkan
obstruksi, misal terlipat tekanan jalan nafas
5. Air mencegah distribusi gas dan pencetus
5. Alirkan selang sesuai indikasi, hindari pertumbuhan bakteri
aliran ke pasien atau kembali ke dalam
wadah 6. Melatih pasien nafas lambat, lebih dalam,
6. Bantu pasien dalam control pernafasan di praktik nafas abdomen, member posisi
samping tempat tidur dan ventilasi yang nyaman dan penggunaan teknik
manual kapanpun diindikasikan relaksasi dapat membantu
memaksimalkan fungsi pernafasan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi berlebihan dan bypass
pertahanan pernafasan atas.
Tujuan : Memperkecil adanya infeksi sehingga kemungkinan komplikasi tidak ada
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi Rasional
1. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur 1. Dengan tangan yang bersih saat
melakukan prosedur, memperkecil
2. Monitor dan laporkan adanya tanda-tanda kemungkinan terjadinya infeksi
infeksi, misalnya demam, penurunan RR 2. Mengidentifikasi adanya infeksi dan
(Respiratory Rate), dahak kental, memperkecil komplikasi
peningkatan jumlah sel darah merah
3. Jaga pemaparan trakheostomy terhadap 3. Pemaparan terlalu sering pada
benda asing trakheostomy mengakibatkan pneumonia
4. Gunakan teknik steril dalam melakukan 4. Agar mikroorganisme tidak dapat
perawatan trakheostomi dan suctioning masuk ke jalan nafas
5. Anjurkan untuk diet tinggi kalori tinggi 5. Untuk meningkatkan sistem imun
protein

4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk


menghasilkan bicara sekunder terhadap trakeostomi.
Tujuan : Klien mampu berkomunikasi
Kriteria hasil : Interaksi sosial klien berkembang
Intervensi Rasional
1. Beri kesempatan klien untuk 1. Memberikan klien untuk mengungkapkan
berkomunikasi apa yang klien butuhkan
2. Amati gerak non verbal klien 2. Gerak non verbal mengintepretasikan
perasaan klien
3. Sediakan kertas dan bolpoin jika pasien 3. Pasien bisa berkomunikasi dengan
lemah tidak mampu berbicara banyak menulis di kertas jika lemah
4. Ajarkan pada pasien yang terpasang 4. Menutup jalur masuknya udara melalui
trakheostomi tentang cara menutup lubang trakheostomi maka pasien dapat berbicara
trakheostomi dengan jari yang bersih atau
tutup yang khusus jika ingin berbicara

DAFTAR PUSTAKA
Somantri, Irman. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. 2008. Jakarta : Salemba Medika.
Doenges, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC
Gibson, I. (1983) Tracheostomy management. Nursing 2(18), pp538-540
Griggs, A. (1998) Tracheostomy: Suctioning and humidification. Nursing Standard
Continuing Education Reader pp18-23
Hooper, M. (1996) Nursing care of the patient with a tracheostomy. Nursing Standard
15(10), pp 40-43

Anda mungkin juga menyukai