Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN GANGGUAN DIABETUS MELITUS (DM)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek klinik Keperawatan


Departemen Keperawatan Medikal Bedah
Di Ruang Seruni B
RS Karsa Husada Batu

Oleh:
Nama : Septiana Dwi Anggraini
NIM : P17220192023

PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DNEGAN GANGGUAN DIABETES MELITUS (DM)

A. MASALAH KEPERAWATAN
Pasien dengan gangguan Diabetes melitus (DM)

1. PENGERTIAN

Diabetes Melitus merupakan penyakit kelainan metabolisme yang


disebabkan kurangnya hormon insulin. pada diabetes tipe 2, tubuh bisa
menghasilkan insulin secara normal, tetapi insulin tidak digunakan secara
normal.Kondisi ini dikenal juga sebagai resistensi insulin. Resistensi insulin ini
menyebabkan terjadinya penumpukan glukosa di dalam darah kemudian
menyebabkan kadar gula darah meningkat. Hormon insulin dihasilkan oleh
sekelompok sel beta di kelenjar pangkreas dan sangat berperan dalam metabolisme
glukosa dalam sel tubuh.

2. ETIOLOGI

Pada penderita diabetes mellitus pangaturan sistem kadar gula darar terganggu ,
insulin tidak cukup mengatasi dan akibatnya kadar gula dalam darah bertambah
tinggi. peningkatan kadar glukosa darah akan menyumbat seluruh sistem energi dan
tubuh berusaha kuat mengeluarkannya melalui ginjal. Kelebihan gula dikeluarkan
didalam air kemih ketika makan makanan yang banyak kadar gulanya. Peningkatan
kadar gula dalam darah sangat cepat pula karena insulin tidak mencukupi jika ini
terjadi maka terjadilah diabetes mellitus. (Tjokroprawiro, 2006 ). Insulin berfungsi
untuk mengatur kadar gula dalam darah guna menjamin kecukupan gula yang
disediakan setiap saat bagi seluruh jaringan dan organ, sehingga proses-proses
kehidupan utama bisa berkesinambungan. Pelepasan insulin dihambat oleh adanya
hormon – hormon tertentu lainnya, terutama adrenalin dan nonadrenalin, yang
dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar adrenal, yang juga dikenal sebagai katekolamin,
dan somatostatin.(Bogdan Mc Wright, MD. 2008).(Morika & Nur, 2020)

3. KLASIFIKASI

Organisasi profesi yang berhubungan dengan Diabetes Melitus seperti American


Diabetes Association (ADA) telah membagi jenis Diabetes Melitus berdasarkan
penyebabnya. PERKENI dan IDAI sebagai organisasi yang sama di Indonesia
menggunakan klasifikasi dengan dasar yang sama seperti klasifikasi yang dibuat oleh
organisasi yang lainnya (Perkeni, 2015). Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan
etiologi menurut Perkeni (2015) adalah sebagai berikut :

a. Diabetes melitus (DM) tipe 1

Diabetes Melitus yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di pancreas
kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi secara absolut.
Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik.

b. Diabetes melitus (DM) tipe 2

Penyebab Diabetes Melitus tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi insulin.
Insulin dalam jumlah yang cukup 7 tetapi tidak dapat bekerja secara optimal
sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin
juga dapat terjadi secara relatif pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 dan sangat
mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut.

c. Diabetes melitus (DM) tipe lain

Penyebab Diabetes Melitus tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat disebabkan
oleh efek genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan imunologi dan
sindrom genetik lain yang berkaitan dengan Diabetes Melitus.

d. Diabetes melitus Gestasional

Diabetes melitus Gestasional adalah diabetes yang muncul pada saat hamil.
Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormone pada ibu hamil yang
menyebabkan resistensi insulin (Tandra, 2018).

4, PATOFISIOLOGI

Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun
karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara
normal.Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak
terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita
diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan
namun tidak terjadi kerusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes
melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya
bersifat relatif dan tidak absolut.

Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada
sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi
insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan
terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara
progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita
memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.

5. TANDA DAN GEJALA


Tanda-tanda penytakit diabetes diantaranya cepat haus, sering buang air kecil, lekas
lelah dan BB menurun meskipun nafsu makan tetap tinggi. Dalam kondisi yang lebih
parah, gejala yang ditimbulkan dapat berupa pandangan mata kabur, bila ada luka sulit
untuk sembuh dan impotensi pada pria. Menurut Emma S. Wirakusumah(2000:4).
Gejala khas yang sering timbul dan dikeluhkan oleh penderita diabetes mellitus adalah:

1) Trias poli yaitu:

a. Polyuria : banyaknya kencing akibat hiperglikemia maka terjadilah penambahan


bentuk air kemih dengan jelas penarikan cairan ke sel-sel tubuh.

b. Polydipsia : adalah banyaknya minumsebenarnya keluhan ini merupakan reaksi


tubuh akan adanya poliuria yang menyebabkan kekurangan cadangan air tubuh.

c. Polyphagia : yaitu nafsu makan bertambah karena karbohidrat tidak dapat


digunakan karena jumlah insulin tidak dapat menjamin proses metabolisme
glukosa.

2) Lemas, ini akibat karbohidrat yang keluarnya bersama urine maka tubuh
kekurangan kalori.

3) Berat badan menurun, oleh karena gula yang ada pada darah tidak dapat
dioksidasi,
maka terpaksa menghasilkan tenaga, sehingga tubuh kehilangan lemak yang
mengakibatkan penderita menjadi kurus.

4) Polineuritis, yaitu rasa gatal-gatal seluruh tubuh, seperti diketahui untuk


metabolisme karbohidrat diperlukan vitamin B1, dimana vitamin B1 digunakan
sebagai co-enzim, karena kadar gula yang meningkat.

5) Hyperglikemia, yaitu kadar gula tubuh yang meningkat karena tubuh


kekurangan
insulin,sehingga glukosa dapat dirubah menjadi glikogen
Gejala-gejala yang bisa menunjukkan seseorang menderita diabetes atau tidak,
adalah dengan melakukan pengecekan. Pengecekan bisa dilakukan dengan tes darah, tes
urine dan glukometer, untuk mengetahui menderita diabetes atau tidak salah satu dengan
pengecekan tes darah dapat diketahui dengan melihat kadar gula darah normal pada tabel 1
berikut:

Tabel 1. Kadar gula darah normal

Kadar gula setelah puasa Kadar gula 2 jam setelah makan


Normal : < 100 mg/dl Normal : < 140 mg/dl
Pradiabetes : 100 - 126 mg/dl Pradiabetes : 140 - 200 mg/dl
Diabetes : > 126 mg/dl Diabetes : > 200 mg/dl

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Kadar gula darah

a. Kadar glucose darah sewaktu (mg/dl) menurut Nuarif dan Kusuma (2015)

Table 2.1 kadar gula darah sewaktu

Kadar gula darah sewaktu DM Belum DM

Plasma vena >200 100-200

Darah kapiler >200 80-100

b. Kadar glukosa darah puasa(mg/dl) menurut Nuarif dan Kusuma (2015)


Tabel 2.2 kadar glukosa darah puasa

Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM


puasa

Plasma vena >120 110-120

Darah kapiler >110 90-110

2) Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan

 Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

 Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

 glukosa plasma dari sample yang diambil 2 jam kemudian sesudah


mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (PP) >200 mg/dl)

3) Tes laboratorium DM

Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes pemantauan
terapi dan mendeteksi komplikasi.

4) Tes saring

Tes-tes saring pada DM

 GDP,GDS

 Tes glukosa urine

 Tes konvesional (metode reduksi / benedict)

 Tes carik celup (metode glucose oxidase/ hexodinase)

5) Tes diagnostic
Tes diagnostic pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (glukosa darah 2 jam post
prandial) glukosa jam ke 2 TTGO

6) Tes monitoring terapi

Tes-tes monitoring terapi DM adalah :

 GDP plasma vena, darah kapiler

 GD2PP: plasma vena

 A1c darah vena, darah kapiler

7) Tes untuk mendeteksi komplikasi

Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :

 Mikroalbuminuria urine

 Ureum, kreatinin, asam urat

 Kolestrol total plasma vena (puasa)

 Kolestrol LDL : plasma vena(puasa)

 Kolestrol HDL: plasma vena (puasa)

 Trigliserida: plasma vena (puasa)

7. PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Terapi dengan Insulin

Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda dengan
pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk terapi
kombinasi yang digunakan dalam mempertahankan kontrol glikemik. Apabila
terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan
diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan pengobatan insulin pada
pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi
dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat menjadi
masalah bagi penderita diabetes pasien lanjut usia. Alat yang digunakan untuk
menentukan dosis insulin yang tepat yaitu dengan menggunakan jarum suntik
insulin premixed atau predrawn yang dapat digunakan dalam terapi insulin. 16
Lama kerja insulin beragam antar individu sehingga diperlukan penyesuaian
dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan frekuensi
penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya pasien diabetes melitus
memerlukan insulin kerja sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin
kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Namun, karena
tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran
tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang ,Idealnya
insulin digunakan sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin
diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin prandial
untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang diberikan
dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin
mendekati kebutuhan fisiologis.

b. Obat Antidiabetik Oral

1. Sulfonilurea

Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi kedua
yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya non
ionic-binding dengan albumin sehingga resiko interaksi obat berkurang
demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia 40 lebih rendah. Dosis
dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena metabolitnya
tidak aktif sedangkan 18 metabolit gliburid bersifat aktif.Glipizide dan
gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang lebih pendek atau metabolit
tidak aktif yang lebih sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri.
Generasi terbaru sulfoniluera ini selain merangsang pelepasan insulin dari
fungsi sel beta pankreas juga memiliki tambahan efek ekstrapankreatik.

2. Golongan Biguanid Metformi

Pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika digunakan


tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada pasien lanjut
usia karena dapat menyebabkan anorexia dan kehilangan berat badan. Pasien
lanjut usia harus memeriksakan kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin
yang rendah disebakan karena massa otot yang rendah pada orangtua.

3. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose

Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu


enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan
karbohidrat kompleks. Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan
menghasilkan penurunan peningkatan glukosa postprandial.Walaupun
kurang efektif dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut dapat
dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes 19 ringan.
Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi juga bermanfaat
bagi mereka yang menderita sembelit. Fungsi hati akan terganggu pada dosis
tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah klinis.

4. Thiazolidinediones

Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat


meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor.
Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk pasien lanjut usia dan
tidak menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien
dengan gagal jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relatif.
II. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Data Subjektif

Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan keluhan tentang penyakit


yang diderita (DM)

2) Data Objektif

 Perubahan tonus otot ( dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai
kaku) Respons autinomik (misalnya, diaforesis, perubahan tekanan
darah, pernapasan atau nadi, dilatasi pupil)

 Perubahan selera makan

 Perilaku ekspresi (misalnya, gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan


berlebihan, peka terhadap rangsangan, dan menghela nafas panjang)
wajah topeng (nyeri)

 Berfokus pada diri sendiri

 Gangguan pola tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak
menentu dan menyeringai)

b. Diagnose keperawatan

1) Actual :

a) Ketidakstabilan gula darah b.d resistensi insulin

b) Deficit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorsi makanan

2) Resiko :

a) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah


c. Rencana keperawatan

a) Tujuan

b) Kriteria hasil

c) Rencana intervensi

d) Rasional

No Diagnose Tujuan dan


keperawatan
kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Ketidakstabilan gula Setelah dilakukan Manajemen  Manajemen


darah b.d resistensi tindakan keperawatan hiperglikemia Hiperglikemia
insulin selama 3x 24 jam maka
Observasi : Observasi:
ketidakstabilan gula
Definisi:
darah membaik -Identifikasi -untuk mengetahui
Variasi kadar kemungkinan bagaimana
Kriteria Hasil :
glukosa darah penyebab mengidentifikasi
naik/turun dan  Kestabilan kadar hiperglikemia tentang penyebab
rentang normal glukosa darah membaik
- Monitor tanda dan -Untuk mengetahui
 Status nutrisi membaik gejala Tanda dan gejala

 Tingkat pengetahuan Terapeutik : Terapeutik :


meningkat
- Berikan asupan -membefikan
cairan oral asupan cairan oral

Edukasi : Edukasi :

- Ajurkan kepatuhan -untuk megetahui


terhadap diet dan olah bagaimana
raga menganjurkan
kepatuhan diet dan
Kolaborasi :
olahraga
- Kolaborasi
Kolaborasi:
pemberian insulin
-untuk mengetahui
 Edukasi program
bagaimana
pengobatan
kolaborasi
Observasi : pemberian insulin

- Identifikasi  Edukasi
pengobatan yang program
direkomendasi pengobatan
Terapeutik : Observasi:

- Berikan dukungan -untuk mengetahui


untuk menjalani bagaimana
program pengobatan pengobatan yang
dengan baik dan benar direkomendasikan

Edukasi: Terapeutik:

- Jelaskan mamfaat -untuk mengetahui


dan efek samping bagaimana
pengobatan menjalani
pengobatan dengan
- Anjurkan
baik dan benar
mengosomsi obat
sesuai indikasi Edukasi:

-untuk mengetahui
bagaiamana
penjelasan manfaat
dan efek samping
pengobatan

-menganjurkan
mengonsumsi obat
sesuai indikasi

2. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan Observasi -untuk mengetahui


urine asuhan keperawatan tanda dan gejala
-Identifkasi tanda dan
selama 3 x 24 jam, inkontenensia urine
gejala retensi atau
diharapkan pasien dapat
inkontinensia urine - untuk mengetahui
memenuhi kebutuhan
faktor penyebab
nutrisinya dengan -Identifikasi faktor
retensi urine
normal dengan kriteria yang menyebabkan
hasil : retensi atau -untuk memantau
inkontinensia urine eliminasi urine
Eliminasi urine membaik
-Monitor eliminasi -untuk memantau
urine (mis. frekuensi, jumlah urine
konsistensi, aroma,
volume, dan warna)

Terapeutik

-Catat waktu-waktu
dan haluaran berkemih

Edukasi

-Anjurkan minum yang


cukup, jika tidak ada
kontraindikasi

-Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur

3. Intolenransi Setelah dilakukan Observasi: -untuk mengetahui


aktivitas tindakan keperawatan tingkat aktivitas
-identifikasi defisit
selama 3 x 24 jam di pasien
tingkat aktivitas
harapkan resiko gula
- untuk mengetahui
darah membaik dengan -identifikasi
kemempuan pasien
Kriteria Hasil: kemampuan
dalam melakukan
berpartisipasi dalam
-toleransi aktivitas aktivitas tertentu
membaik aktivitas tertentu
Untuk membantu
-tingkat kelebihan -fasilitasi pasien dan
pasien dan keluarga
menurun keluarga dalam
menyesuaikan
menyesuaikan
lingkungan sesuai
lingkungan untuk
aktivitas yang
mengakomodasi
dipilih
aktivitas yang di pilih
-melibatkan
-libatkan keluarga
keluarga dalam
dalam aktivitas
aktivitas fisik
Edukasi

-ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
DAFTAR PUSTAKA

Morika, H. D., & Nur, S. A. (2020). Pengaruh Pemberian Gambir (Uncaria Gambir)
Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II. Jurnal Kesehatan
Saintika Meditory, 2(2), 27-39.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Goyal, R., & Jialal, I. (2018). Diabetes melitus tipe 2.

Blair, M. (2016). ulasan diabetes melitus. Keperawatan urologi , 36 (1).

Zulaikha, F., Sureskiarti, E., & Herlina, N. (2020). Pelatihan Cara Pembuatan Makanan
Ringan Rendah Gula bagi Penderita Diabetes Mellitus. Panrita Abdi-Jurnal Pengabdian
pada Masyarakat, 4(1), 77-82.

Anda mungkin juga menyukai