Analisis Korona
Analisis Korona
DAMPAK GLOBAL
Ketakutan seputar dampak COVID-19 pada ekonomi global telah merusak sentimen
investor dan menurunkan harga saham di pasar-pasar utama. Cedric Chehab, Kepala
Risiko Negara dan Strategi Global di Fitch Solutions, mengatakan ada tiga cara wabah
Virus Corona memberikan sentimen ke pasar.
"Kami telah mengidentifikasi tiga saluran melalui mana wabah COVID-19 akan
membebani pasar sehingga perlambatan di China, perlambatan dari wabah domestik ...
dan saluran ketiga adalah tekanan pasar keuangan," jelas dia.
Kekhawatiran atas penyebaran global dari Virus Corona telah mendorong para
investor untuk menawar harga obligasi, menghasilkan imbal hasil di negara-negara besar
sedikit lebih rendah.
DAMPAK LOKAL
Pakar ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) Lukman Hakim PhD menyatakan, Covid-19
yang mulai terjadi pada Desember 2019 seperti bom atom terakhir yang meluluhlantahkan
perekonomian global. Diperkirakan tahun ini Indonesia hanya akan bertumbuh sekitar 3-4%.
“Pelemahan sudah mulai terjadi seperti ditunjukkan dengan nilai tukar rupiah/dollar minggu ini
sudah menembus angka Rp 16.000, indeks pasar modal terjun bebas 4000an,” ungkap Lukman
Hakim yang juga mantan Wakil Dekan FEB UNS kepada Timlo.net, di Kampus UNS, Solo,
Jumat (20/3).
Bank Indonesia (BI) bahkan mengkaji ulang proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini.
Sebelumnya pada rapat dewan gubernur (RDG) BI periode Februari 2020, bank sentral
menurunkan proyeksi ekonomi menjadi 5%-5,4% lebih rendah dibandingkan proyeksi
sebelumnya 5,1%-5,5%.
"Dengan merebaknya tadi (virus corona), kita harus hitung ulang. Sedang dalam proses, nanti
akan kita umumkan di RDG ke depan, mungkin lebih rendah dari itu karena dampaknya lebih
luas," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Rabu (11/3/2020).
Perry menjelaskan, saat ini sumber perekonomian harus diperkuat agar virus corona tak
mengganggu fundamental perekonomian. "Secara keseluruhan ekonomi kita tahan, tapi kita
harus perkuat sumber ekonominya, sehingga bisa recover habis corona virus," jelasnya. Pada
RDG bulan lalu, kata Perry, otoritas moneter melihat ekonomi domestik masih bisa tumbuh
hingga 5,2%, dengan catatan sudah memperhitungkan risiko virus corona. Namun wabah Covid-
19 yang semakin meluas hingga saat ini, membuat BI harus memperhitungkan kembali ekonomi
Indonesia.
2. Permasalahan dari sisi ekonomi local yang sudah timbul dari pandemic ini dan
antisipasi masalah yang bisa timbul dalam beberapa waktu ke depan ( buat beberapa
scenario).
1. Percepatan pengobatan
Pertama yang perlu dilakukan pemerintah ialah mempercepat pengobatan dan pencegahan
penularan yang lebih luas. Pemerintah harus menerapkan kebijakan at all cost seperti
pengadaan alat kesehatan penunjang pemeriksaan, ruang isolasi, dan Alat Pelindung Diri
(APD). Selain itu, menggratiskan biaya pemeriksaan baik yang terbukti maupun tidak, ataupun
hal-hal yang bersifat pencegahan seperti pembagian masker murah dan sebagainya.
Konsekuensi pembengkakan defisit anggaran, sejalan dengan pendapatan APBN yang juga
turun tajam, memang akan membebani pemerintah. "Namun, perhitungan kemanusiaan
semestinya harus lebih dikedepankan dibandingkan dengan kalkulasi ekonomi yang masih
dapat ditanggulangi sejalan dengan pulihnya ekonomi masyarakat," jelasnya.
Untuk menjaga daya beli masyarakat sebagai dampak perlambatan perputaran roda ekonomi,
pemerintah dituntut untuk dapat mengurangi beban biaya yang secara langsung dalam kendali
pemerintah, diantaranya tarif dasar listrik, BBM, dan air bersih.
Penurunan tarif listrik dan BBM tentu tidak akan terlalu membebani keuangan BUMN dan
BUMD, mengingat harga minyak mentah yang turun ke kisaran USD20 per barrel diperkirakan
masih akan berlangsung lama sejalan dengan potensi resesi global.
3. Relaksasi pajak
Kebijakan pemerintah yang melakukan relaksasi Pajak Penghasilan baik pekerja industri
manufaktur (penghapusan PPh 21 selama enam bulan) ataupun pajak badan untuk industri
manufaktur (pembebasan PPh Impor 22 dan diskon PPh 25 sebesar 30%) semestinya diperluas.
Pasalnya, perlambatan ekonomi saat ini tidak hanya dirasakan oleh sektor industri manufaktur,
tetapi juga sektor-sektor lainnya.
Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan relaksasi pajak seperti pemberian potongan pajak,
percepatan pembayaran restitusi, dan penundaan pembayaran cicilan pajak kepada sektor-
sektor lain, khususnya yang terkena dampak paling parah, seperti sektor transportasi dan
pariwisata.
. Pemberian BLT
Pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat bawah dengan memberikan Bantuan Langsung
Tunai (BLT) kepada masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan dan mengalami
Pemutusan Hubungan Kerja.
Penyaluran BLT juga perlu diikuti dengan ketepatan data penerima bantuan dan perbaikan
mekanisme dan kelembagaan dalam penyalurannya sehingga dana BLT tidak salah sasaran dan
diterima oleh seluruh masyarakat yang semestinya mendapatkannya. Ini belajar dari
pengalaman penyaluran bantuan sosial selama ini yang belum terdistribusi secara merata
khususnya bagi masyarakat yang justru membutuhkan.
Oleh karena koordinasi untuk validitas data sampai dengan level kecamatan perlu dilakukan
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah agar tujuan BLT untuk menjaga daya beli
masyarakat bisa tercapai.
Penyaluran BLT perlu didukung oleh kebijakan untuk menjamin kelancaran pasokan dan
distribusi barang khususnya pangan. Di saat seperti ini, potensi panic buying dan penimbunan
sangat besar, sehingga pengamanan aspek distribusi perlu diperketat.
Dalam situasi seperti ini, sebagaimana di China, aparat militer dapat dioptimalkan dalam
membantu penanganan korban dan pencegahan perluasannya, termasuk membantu proses
pengamanan supply dan distribusi barang.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) dan OJK perlu merumuskan kebijakan yang bersifat strategis
untuk mengatasi tingginya tingkat suku bunga perbankan yang menjadi salah satu beban pelaku
ekonomi, khususnya di saat perlambatan ekonomi seperti saat ini.
Saat ini, meskipun BI telah melakukan pelonggaran moneter, tingkat suku bunga kredit
perbankan belum mengalami penurunan yang signifikan sebagaimana halnya suku bunga
simpanan.
Padahal, pada periode Juni 2019-Februari 2020, saat suku bunga acuan BI telah turun 125 bps,
suku bunga kredit perbankan hanya turun 27 bps, lebih rendah dibandingkan penurunan suku
bunga deposito sebesar 44 bps.
Membuka peluang untuk membuat terobosan kebijakan baru. Di sisi fiskal, opsi pelebaran
defisit anggaran melebihi yang batas yang ditetapkan Undang-Undang Keuangan Negara
diperlukan di tengah semakin banyaknya kebutuhan belanja negara untuk memberikan insentif
kepada perekonomian.
Di sisi moneter, perlu mencontoh otoritas moneter beberapa negara yang aktif terjun
memberikan insentif, khususnya ketika kebijakan suku bunga acuan dan beragam kebijakan
konvensional tidak bekerja secara optimal seperti saat ini.
The Fed sendiri misalnya mempunyai kebijakan Quantitative Easing untuk menginjeksi
likuiditas ke masyarakat. Terobosan yang bisa dilakukan BI dan pemerintah yaitu merevisi
Peraturan Bank Indonesia no/10/13/PBI/2008 ataupun Undang-Undang Nomor 24 tahun 2002
tentang Surat Utang Negara dengan memberikan keleluasaan BI untuk membeli SUN di pasar
keuangan primer untuk mengakomodasi kepentingan pembiayaan negara.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4199916/6-gambaran-kondisi-ekonomi-global-amburadul-
terimbas-wabah-virus-corona
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4935346/corona-makin-menyebar-ini-dampak-
ngerinya-ke-ekonomi-ri
https://ekbis.sindonews.com/read/1571716/33/7-kebijakan-ekonomi-untuk-hadapi-pandemi-covid-19-
1585467374