Anda di halaman 1dari 7

1.

Dampak kondisi pandemic covid 19 terhadap ekonomi global dan local

DAMPAK GLOBAL

1. Penurunan perkiraan pertumbuhan ekonomi

Wabah ini telah menyebabkan lembaga-lembaga besar dan bank-bank memangkas


perkiraan tentang kondisi ekonomi global. Salah satu yang terbaru untuk melakukannya
adalah Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi.
Dalam laporan bulan Maret, OECD menurunkan perkiraan pertumbuhan untuk
hampir semua negara di tahun ini. Dalam laporannya, pertumbuhan produk domestik
bruto China yang memiliki penurunan peringkat terbesar. Raksasa ekonomi Asia ini
diperkirakan hanya tumbuh 4,9 persen tahun ini, lebih lambat dari perkiraan sebelumnya
5,7 persen. Sementara itu, ekonomi global diperkirakan akan tumbuh 2,4 persen pada
tahun 2020 - turun dari proyeksi 2,9 persen sebelumnya.

2. Aktivitas manufaktur melambat

Sektor manufaktur di China terpukul Wabah. Aktivitas pabrik China mengalami


kontraksi pada Februari, dengan posisi 40,3. Angka di bawah 50 menjadi tanda jika
terjadi kontraksi.
Perlambatan manufaktur China berimbas lanjutan ke negara-negara yang memiliki
hubungan ekonomi erat dengan negara tersebut. Ini di antaranya adalah negara Asia
Pasifik seperti Vietnam, Singapura dan Korea Selatan. Pabrik-pabrik di China
membutuhkan waktu lebih lama dari yang diharapkan untuk melanjutkan operasi secara
normal, menurut beberapa analis. Demikian pula dengan aktivitas manufaktur global.

3. Gangguan Layanan Jasa


Wabah virus di China menghantam industri jasa negara itu, seiring berkurangnya
belanja konsumen yang kemudian berdampak ke bisnis ritel, restoran, dan penerbangan.
China bukan satu-satunya negara di mana sektor jasa melemah. Amerika Serikat, pasar
konsumen terbesar di dunia juga mengalami hal serupa.
Salah satu alasan di balik kontraksi layanan di Amerika terkait pengurangan dalam
"bisnis baru dari luar negeri karena pelanggan menahan diri memesan di tengah
ketidakpastian ekonomi global dan wabah Virus Corona," kata IHS Markit.

4. Harga minyak turun

Pengurangan aktivitas ekonomi global telah menurunkan permintaan minyak,


menjadikan harga minyak anjlok ke posisi terendah dalam beberapa tahun. Kondisi ini
terjadi bahkan sebelum terjadinya ketidaksepakatan tentang pengurangan produksi antara
OPEC dan sekutunya, yang ikut mendorong harga minyak jatuh lebih besar.
Analis Bank Singapura DBS mengatakan berkurangnya permintaan minyak akibat
wabah virus dan peningkatan pasokan, diperkirakan merupakan "double whammy" untuk
pasar minyak. CHina selama ini menjadi pusat penyebaran Virus Corona, adalah importir
minyak mentah terbesar di dunia. "Penyebaran virus di Italia dan bagian lain Eropa
sangat mengkhawatirkan dan kemungkinan akan mengurangi permintaan di negara-
negara OECD juga," tulis para analis DBS dalam sebuah laporan.

5. Kejatuhan Pasar Saham

Ketakutan seputar dampak COVID-19 pada ekonomi global telah merusak sentimen
investor dan menurunkan harga saham di pasar-pasar utama. Cedric Chehab, Kepala
Risiko Negara dan Strategi Global di Fitch Solutions, mengatakan ada tiga cara wabah
Virus Corona memberikan sentimen ke pasar.
"Kami telah mengidentifikasi tiga saluran melalui mana wabah COVID-19 akan
membebani pasar sehingga perlambatan di China, perlambatan dari wabah domestik ...
dan saluran ketiga adalah tekanan pasar keuangan," jelas dia.

6. Imbal hasil obligasi lebih rendah

Kekhawatiran atas penyebaran global dari Virus Corona telah mendorong para
investor untuk menawar harga obligasi, menghasilkan imbal hasil di negara-negara besar
sedikit lebih rendah.
DAMPAK LOKAL

Pakar ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) Lukman Hakim PhD menyatakan, Covid-19
yang mulai terjadi pada Desember 2019 seperti bom atom terakhir yang meluluhlantahkan
perekonomian global. Diperkirakan tahun ini Indonesia hanya akan bertumbuh sekitar 3-4%.

“Pelemahan sudah mulai terjadi seperti ditunjukkan dengan nilai tukar rupiah/dollar minggu ini
sudah menembus angka Rp 16.000, indeks pasar modal terjun bebas 4000an,” ungkap Lukman
Hakim yang juga mantan Wakil Dekan FEB UNS kepada Timlo.net, di Kampus UNS, Solo,
Jumat (20/3).

Bank Indonesia (BI) bahkan mengkaji ulang proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini.
Sebelumnya pada rapat dewan gubernur (RDG) BI periode Februari 2020, bank sentral
menurunkan proyeksi ekonomi menjadi 5%-5,4% lebih rendah dibandingkan proyeksi
sebelumnya 5,1%-5,5%.

"Dengan merebaknya tadi (virus corona), kita harus hitung ulang. Sedang dalam proses, nanti
akan kita umumkan di RDG ke depan, mungkin lebih rendah dari itu karena dampaknya lebih
luas," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Rabu (11/3/2020).

Perry menjelaskan, saat ini sumber perekonomian harus diperkuat agar virus corona tak
mengganggu fundamental perekonomian. "Secara keseluruhan ekonomi kita tahan, tapi kita
harus perkuat sumber ekonominya, sehingga bisa recover habis corona virus," jelasnya. Pada
RDG bulan lalu, kata Perry, otoritas moneter melihat ekonomi domestik masih bisa tumbuh
hingga 5,2%, dengan catatan sudah memperhitungkan risiko virus corona. Namun wabah Covid-
19 yang semakin meluas hingga saat ini, membuat BI harus memperhitungkan kembali ekonomi
Indonesia.

2. Permasalahan dari sisi ekonomi local yang sudah timbul dari pandemic ini dan
antisipasi masalah yang bisa timbul dalam beberapa waktu ke depan ( buat beberapa
scenario).

1. Percepatan pengobatan
Pertama yang perlu dilakukan pemerintah ialah mempercepat pengobatan dan pencegahan
penularan yang lebih luas. Pemerintah harus menerapkan kebijakan at all cost seperti
pengadaan alat kesehatan penunjang pemeriksaan, ruang isolasi, dan Alat Pelindung Diri
(APD). Selain itu, menggratiskan biaya pemeriksaan baik yang terbukti maupun tidak, ataupun
hal-hal yang bersifat pencegahan seperti pembagian masker murah dan sebagainya.

Konsekuensi pembengkakan defisit anggaran, sejalan dengan pendapatan APBN yang juga
turun tajam, memang akan membebani pemerintah. "Namun, perhitungan kemanusiaan
semestinya harus lebih dikedepankan dibandingkan dengan kalkulasi ekonomi yang masih
dapat ditanggulangi sejalan dengan pulihnya ekonomi masyarakat," jelasnya.

2. Penurunan tarif listrik dan BBM

Untuk menjaga daya beli masyarakat sebagai dampak perlambatan perputaran roda ekonomi,
pemerintah dituntut untuk dapat mengurangi beban biaya yang secara langsung dalam kendali
pemerintah, diantaranya tarif dasar listrik, BBM, dan air bersih.

Penurunan tarif listrik dan BBM tentu tidak akan terlalu membebani keuangan BUMN dan
BUMD, mengingat harga minyak mentah yang turun ke kisaran USD20 per barrel diperkirakan
masih akan berlangsung lama sejalan dengan potensi resesi global.

3. Relaksasi pajak

Kebijakan pemerintah yang melakukan relaksasi Pajak Penghasilan baik pekerja industri
manufaktur (penghapusan PPh 21 selama enam bulan) ataupun pajak badan untuk industri
manufaktur (pembebasan PPh Impor 22 dan diskon PPh 25 sebesar 30%) semestinya diperluas.
Pasalnya, perlambatan ekonomi saat ini tidak hanya dirasakan oleh sektor industri manufaktur,
tetapi juga sektor-sektor lainnya.

Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan relaksasi pajak seperti pemberian potongan pajak,
percepatan pembayaran restitusi, dan penundaan pembayaran cicilan pajak kepada sektor-
sektor lain, khususnya yang terkena dampak paling parah, seperti sektor transportasi dan
pariwisata.
. Pemberian BLT

Pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat bawah dengan memberikan Bantuan Langsung
Tunai (BLT) kepada masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan dan mengalami
Pemutusan Hubungan Kerja.

Penyaluran BLT juga perlu diikuti dengan ketepatan data penerima bantuan dan perbaikan
mekanisme dan kelembagaan dalam penyalurannya sehingga dana BLT tidak salah sasaran dan
diterima oleh seluruh masyarakat yang semestinya mendapatkannya. Ini belajar dari
pengalaman penyaluran bantuan sosial selama ini yang belum terdistribusi secara merata
khususnya bagi masyarakat yang justru membutuhkan.

Oleh karena koordinasi untuk validitas data sampai dengan level kecamatan perlu dilakukan
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah agar tujuan BLT untuk menjaga daya beli
masyarakat bisa tercapai.

5. Jaga pasokan dan distribusi bahan pangan

Penyaluran BLT perlu didukung oleh kebijakan untuk menjamin kelancaran pasokan dan
distribusi barang khususnya pangan. Di saat seperti ini, potensi panic buying dan penimbunan
sangat besar, sehingga pengamanan aspek distribusi perlu diperketat.

Dalam situasi seperti ini, sebagaimana di China, aparat militer dapat dioptimalkan dalam
membantu penanganan korban dan pencegahan perluasannya, termasuk membantu proses
pengamanan supply dan distribusi barang.

6. Pemberian relaksasi kredit UMKM


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar memberlakukan kebijakan yang mendorong lembaga
keuangan untuk melakukan rescheduling dan refinancing utang-utang sektor swasta, selain
untuk UMKM, juga untuk usaha-usaha yang menghadapi risiko pasar dan nilai tukar yang
tinggi.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) dan OJK perlu merumuskan kebijakan yang bersifat strategis
untuk mengatasi tingginya tingkat suku bunga perbankan yang menjadi salah satu beban pelaku
ekonomi, khususnya di saat perlambatan ekonomi seperti saat ini.

Saat ini, meskipun BI telah melakukan pelonggaran moneter, tingkat suku bunga kredit
perbankan belum mengalami penurunan yang signifikan sebagaimana halnya suku bunga
simpanan.

Padahal, pada periode Juni 2019-Februari 2020, saat suku bunga acuan BI telah turun 125 bps,
suku bunga kredit perbankan hanya turun 27 bps, lebih rendah dibandingkan penurunan suku
bunga deposito sebesar 44 bps.

7. Buat kebijakan baru

Membuka peluang untuk membuat terobosan kebijakan baru. Di sisi fiskal, opsi pelebaran
defisit anggaran melebihi yang batas yang ditetapkan Undang-Undang Keuangan Negara
diperlukan di tengah semakin banyaknya kebutuhan belanja negara untuk memberikan insentif
kepada perekonomian.

Di sisi moneter, perlu mencontoh otoritas moneter beberapa negara yang aktif terjun
memberikan insentif, khususnya ketika kebijakan suku bunga acuan dan beragam kebijakan
konvensional tidak bekerja secara optimal seperti saat ini.

The Fed sendiri misalnya mempunyai kebijakan Quantitative Easing untuk menginjeksi
likuiditas ke masyarakat. Terobosan yang bisa dilakukan BI dan pemerintah yaitu merevisi
Peraturan Bank Indonesia no/10/13/PBI/2008 ataupun Undang-Undang Nomor 24 tahun 2002
tentang Surat Utang Negara dengan memberikan keleluasaan BI untuk membeli SUN di pasar
keuangan primer untuk mengakomodasi kepentingan pembiayaan negara.

3. Buat inisiatif yang workable (mungkin untuk dilakukan) oleh masing-masing


kelompok dalam mengatasi permasalahan (ekonomi) local dari pandemic ini
4. Sertakan bukti dari inisiatif yang mungkin dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4199916/6-gambaran-kondisi-ekonomi-global-amburadul-
terimbas-wabah-virus-corona

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4935346/corona-makin-menyebar-ini-dampak-
ngerinya-ke-ekonomi-ri

https://ekbis.sindonews.com/read/1571716/33/7-kebijakan-ekonomi-untuk-hadapi-pandemi-covid-19-
1585467374

Anda mungkin juga menyukai