A. Pendahuluan
Ketika berbicara soal teknologi, yang terlihat adalah dinamika yang
berkepanjangan dalam kehidupan manusia. Telah kita lihat transformasi
masyarakat tradisional yang kini menjadi masyarakat modern, hal tersebut antara
lain disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.1 Teknologi
telah menyebabkan perubahan yang sangat besar dalam kehidupan manusia yang
tidak pernah diperkirakan sebelumnya. Perkembangan IPTEK yang sangat pesat
ini merupakan perwujudan dari makhluk Tuhan dengan segenap potensi akal,
indera, dan hati yang dimilikinya. Apabila dirasakan, perkembangan IPTEK
adalah suatu prestasi besar yang ditorehkan dalam lembaran.
Murtadho Muthahari menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan telah memberikan
kekuatan dan pencerahan, menciptakan teknologi, ia memberikan momentum,
menunjukkan apa yang di sana, ia adalah kemampuan, merupakan revolusi
eksternal, membentuk kembali alam, ia adalah keindahan dan kebijaksanaan. 2
Diakui bahwa arus globalisasi yang melanda kehidupan umat manusia dewasa ini
telah memberikan banyak hal positif dalam kehidupan umat manusia, tetapi
disamping itu juga terdapat berbagai hal yang negatif. 3 Dalam hal ini kita tidak
dapat menyalahkan kemajuan IPTEK, karena IPTEK telah menjadi tumpuan
harapan manusia. Kita mengharapkan suatu bentuk kehidupan yang paling baik
1
H.A.R. Tilaaar, Multikulturalisme: Tantangan-Tantangan Global Masa Depan dalam
Transformasi Pendidikan Nasional, (Jakarta: Grasindo, 2004), h. 27
2
Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar, (Bandung: Mizan, 2004), h. 81
3
Ibid., h. 28
2
berkat kemajuan yang telah kita raih, namun pada gilirannya kita justru harus
menanggung resiko yang makin kompleks yang mencemaskan batin kita.4
Hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu ternyata hanya semata-
mata karena upaya ilmiah. Sedangkan ajaran agama sebagai sumber pendidikan
akhlak manusia dilupakan begitu saja.5 Itulah peta kehidupan umat manusia masa
kini dan masa depan yang hanya mengandalkan kemampuan intelektualitas dan
logika, tanpa memperhatikan perkembangan mental spiritual kita terhadap sang
Khaliq dan nilai-nilai agama sehingga terjadi kemerosotan spiritual yang tajam.
Dari pemetaan di atas, dapat diketahui bahwa manusia tidak lagi dapat
mendudukkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang ke dalam nili-
nilai ajaran Islam. Inilah masalah yang sesungguhnya, manusia telah
memisahkan, membedakan antara ajaran agama dengan ilmu pengetahuan yang
didapat. Hal ini dapat terjadi karena pen-dikotomi-an terhadap ilmu-ilmu agama
dan ilmu umum.
Mungkin kita sudah sering mendengar pertentangan antara agama dan ilmu
pengetahuan. Menurut Mahmud Sulaiman, pertentangan itu tidaklah mendasar,
sebab keduanya sebenarnya tidak bertentangan. Keduanya satu bagaikan sebuah
sungai yang bercabang dua. Keduanya memiliki sumber yang sama dan mengalir
menuju laut yang sama. Fungsi dan tujuan keduanya pun sama. 6 Praktis, dengan
mengintegrasikan keduanya, maka kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) akan selalu dapat berimbang. Karena agama (baca:Islam) adalah agama
wahyu, agama yang mutlak berasal dari Allah SWT.
Islam tidak menentang ilmu pengetahuan dan teknologi. 7 Islam tidak
mengenal dikotomi, memisahkan dan membedakan antara ilmu keislaman dan
4
H. M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h.
35
5
Munardji, Respon Pendidikan Islam terhadap Kemajuan IPTEK, dalam Mujamil Qomar, dkk.,
Meniti Jalan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Kerjasama P3M STAIN Tulungagung dengan Pustaka
Pelajar, 2003), h. 184
6
Ahmad Mahmud Sulaiman, Tuhan & Sains: Mengungkap Berita-Berita Ilmiah Al-Quran;
Diterjemahkan oleh: Satrio Wahono, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 1995), h. 11
7
Munardji, Respon Pendidikan Islam…, h. 183
3
8
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. I, h. 217
9
Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam,
(Surabaya: eLKAF, 2006), cet.I, h. 96
10
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam Integratif: Upaya Mengintegrasikan Kembali
Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. xi
11
Munardji, Respon Pendidikan Islam…, h. 83-84
4
qur’an dan al-hadits) dan kauniyah (alam dan manusia) dangan sendirinya akan
menjadi wacana pendidikan Islam. Interpretasi ayat qauliyah menghasilkan tafsir,
sedangkan interpretasi ayat kauniyah membuahkan IPTEK. Ayat qauliyah dan
kauniyah, keduanya saling menafsirkan antara keduanya tak mungkin
bertantangan karena keduanya berasal dari Yang Maha Suci yakni Allah SWT
pencipta alam kosmos ini.12
Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam berupaya mengintegrasikan dikotomi
ilmu yang berkepanjangan hingga kini. Betapapun, dikotomi ilmu dalam
pendidikan Islam harus segera dihentikan, sehingga umat ini tidak terus menerus
berkubang dalam keterpurukan sosial, ekonomi, politik, hukum, dan terutama
IPTEK serta pendidikan. Pendidikan Islam harus mampu mengimbangi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena biar bagaimanapun
senjata perjuangan terampuh bagi usaha pergerakan nilai-nilai Islam dalam
kehidupan ini adalah pendidikan Islam.
Untuk itu, segala pemikiran yang mengarah kepada upaya integrasi agama dan
ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam harus disambut dengan baik.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah yang
berupa. Apa definisi ilmu dan agama? Bagaimana integrasi antara Ilmu dan
Agama? Apa saja problematika pelajar muslim ditengah dikotomi ilmu dan
agama dan bagaimana solusinya?
B. Pembahasan
1. Definisi Agama
12
Ibid., h. 184
5
13
Ibid.
14
Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, t.t.), h. 9
15
Muhammad Alim, Pendidikan Agama…, h. 28
6
17
Mulyanto, Ilmu Tanpa Agama Pincang, Agama Tanpa Ilmu Buta: Mengungkap Misteri Tuhan
dan Keimanan Einstein, (Bandung: Syaamil, 2006), h. 75
18
Ibid.
19
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1998), h. 210
8
25
Muhammad Alim, Pendidikan Agama…, h. 97-98
11
26
Ibid. h. 98-99
12
29
Yusuf Qardhawi, Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif Islam, terj. Ghazali Mukri, (Yogyakarta:
Izzan Pustaka, 2003), h. 59
30
Praja, Filsafat dan Metodologi…, h. 22
14
31
Ibid,. h. 205
32
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran : Tafsir Maudlu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007) h. 434
33
Ahmad Mahmud Sulaiman, Tuhan & Sains: Mengungkap Berita-Berita Ilmiah Al-Quran;
diterjemahkan oleh: Satrio Wahono, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 1995), h. 14-15
34
Jamaluddin Idris, Kompilasi Pemikiran Pendidikan, (Yogyakarta: Tayfiqiyah Sa’adah dan Sulih
Press, 2005), h. 128
15
35
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya Juz 1 - Juz 30,
(Bandung: Gema Risalah Press, 1989), h. 910
36
Ibid., h. 747
16
37
Ibid., h. 1079
38
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran…, h. 433
17
39
Lihat Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Indonesia, (Bogor: Kencana, 2003), h. 103-107
40
M. Amin Rais, Cakrawala Islam…, h. 114
41
Imam Syafi’i, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an: Telaah Pendekatan Filsafat Ilmu,
(Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 148
42
Ibid.
18
44
Murtadha Muthahhari, Manusia dan Alam…, h. 14
45
Sidi Gazalba, Ilmu dan Islam…, h. 153
20
C. Analisis
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis menganalisis bahawa integrasi
ilmu dan agama tanpa adanya dikotomi anatara keduanya memiliki dampak
yang positif bagi kemajuan agama dan ilmu pengetahuan. Integrasi atau
perpaduan antara agama dan ilmu pengetahuan tumbuh dari keinginan setiap
manusia untuk mencari kesatuan dalam pemahaman kita terhadap dunia.
Karena upaya ini tampaknya mau dengan tertib rapi mau mendamaikan agama
dan ilmu, jutaan orang pun merasa tertarik kepadanya. Termasuk diantaranya
kaum pemikir religious maupun pemikir sekular. Jika dilihat, ilmu dan agama
memang bahwa keduanya itu berhadap-hadapan, berkonfrontasi. Dalam tiap
kesatuan sosial di mana berlangsung perkembangan ilmu, maka suatu ketika
ia akan berkonfrontasi dengan agama.
Islam tidak menentang ilmu pengetahuan dan teknologi. Islam tidak
mengenal dikotomi, memisahkan dan membedakan antara ilmu keislaman dan
22
D. Penutup
1. Agama adalah hubungan antara makhluk dengan khaliknya yang terwujud
dalam suatu peraturan yang diberikan Allah kepada manusia yang berisi
23
DAFTAR PU STAKA
Abdullah, Amin dkk. Integrasi Sains Islam: Mempertemukan Epistemologi Islam dan
Sains, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2004)
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006)
Aziz, Abd. Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan
Islam, (Surabaya: eLKAF, 2006)
24
Gazalba, Sidi. Ilmu dan Islam: Pembicaraan Ilmiah Pokok-Pokok Ajaran Islam
Dalam Rangka Menjawab Tantangan Modern, (Jakarta:CV. Mulia,1969)
Muliawan, Jasa Ungguh. Pendidikan Islam Integratif: Upaya Mengintegrasikan
Kembali Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005)
Mulyanto, Ilmu Tanpa Agama Pincang, Agama Tanpa Ilmu Buta: Mengungkap
Misteri Tuhan dan Keimanan Einstein, (Bandung: Syaamil, 2006)
Munardji, Respon Pendidikan Islam terhadap Kemajuan IPTEK, dalam Mujamil
Qomar, dkk., Meniti Jalan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Kerjasama P3M
STAIN Tulungagung dengan Pustaka Pelajar, 2003)
Partanto, Pius A dkk. Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, t.t.)
Qardhawi, Yusuf. Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif Islam, terj. Ghazali Mukri,
(Yogyakarta: Izzan Pustaka, 2003)
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1998)
Sulaiman, Ahmad Mahmud. Tuhan & Sains: Mengungkap Berita-Berita Ilmiah Al-
Quran; diterjemahkan oleh: Satrio Wahono, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 1995)
Tilaaar, H.A.R. Multikulturalisme: Tantangan-Tantangan Global Masa Depan dalam
Transformasi Pendidikan Nasional, (Jakarta: Grasindo, 2004)