Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Proyek


Menurut Soeharto (1997), kegiatan proyek adalah suatu kegiatan
sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber
daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah
digariskan dengan jelas.
Menurut Ervianto (2002) proyek konstruksi adalah suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan hanya sekali dan umumnya dalam jangka pendek.
Dalam rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah
sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Selain
itu proyek konstruksi memiliki 3 (tiga) karakteristik yaitu: bersifat unik,
membutuhkan sumber daya (uang, mesin, metoda, dan material), dan
membutuhkan organisasi.

2.2 Sasaran Proyek


Menurut Soeharto (1999), sasaran adalah tujuan yang spesifik dimana
semua kegiatan diarahkan dan diusahakan untuk mencapainya. Setiap proyek
mempunyai tujuan yang berbeda-beda, seperti pembuatan rumah tinggal, jalan
dan jembatan, serta instalasi pabrik. Selama proses mencapai tujuan tersebut
terdapat tiga sasaran pokok dalam pengerjaan suatu proyek, yaitu besarnya biaya
yang dialokasikan, jadwal kegiatan, serta mutu yang harus dipenuhi. Ketiga
sasaran tersebut erat hubungannya dan saling terkait antara satu dengan lainnya.
Artinya, jika ingin meningkatkan kinerja, produk yang telah disepakati dalam
kontrak, maka harus diikuti dengan kenaikan mutu yang berdampak pada naiknya
biaya rencana. Sebaliknya apabila ingin menekan biaya, maka umumnya akan
menurunkan mutu yang dihasilkan, dan waktu pelaksanaanya. Dari segi teknis,
ukuran keberhasilan proyek dikaitkan dengan sejauh mana ketiga sasaran tersebut
terpenuhi.

4
2.3 Manajemen Proyek
Manajemen merupakan suatu proses yang terdiri dari perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan
pengawasan (controlling), yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai
sasaran yang telah ditetapkan melalui sumber daya manusia dan sumber daya
lainnya. (Soeharto, 1999)

2.3.1 Tujuan Manajemen Proyek


Tujuan dari manajemen proyek adalah untuk mendapatkan metode atau
cara yang paling baik agar dengan sumber-sumber daya yang terbatas diperoleh
hasil yang maksimal. (Wulfram 2007).
Menurut Soeharto (1999), tujuan dari proses manajemen proyek adalah
sebagai berikut :
1. Agar semua rangkaian kegiatan tersebut tepat waktu, dalam hal ini tidak
terjadi keterlambatan dalam penyelesaian suatu proyek.
2. Biaya yang sesuai, maksudnya agar tidak ada biaya tambahan di luar biaya
yang telah di rencanakan.
3. Kualitas sesuai dengan persyaratan dan proses kegiatan sesuai persyaratan.

2.3.2 Fungsi Manajemen Proyek


Manajemen pengolahan pada proyek konstruksi meliputi penerapan
fungsi-fungsi dasar manajemen. Pengolahan proyek akan berhasil dan terhindar
dari keterlambatan jika semua fungsi manajemen dilaksanakan secara efektif. Hal
ini dapat tercapai dengan cara menyediakan sumber daya yang dibutuhkan dan
menyediakan kondisi yang tepat sehingga memungkinkan orang-orang
melaksanakan tugasnya masing-masing (Ervianto, 2002).

Fungsi-fungsi manajemen pada proyek konstruksi meliputi :

a. Perencanaan

Setiap proyek konstruksi selalu diawali dengan membuat perencanaan.


Agar proses perencanaan dapat berjalan dengan baik, maka harus ditentukan
dahulu sasaran utamanya. Perencanaan sebaiknya mencangkup penentuan

5
berbagai cara yang memungkinkan. Kemudian menentukan salah satu cara
yang paling tepat dengan mempertimbangkan semua kendala.

Perkiraan dan jenis sumber daya yang dibutuhkan dalam suatu proyek
konstruksi meruapakan hal yang penting untuk mencapai keberhasilan proyek
sesuai dengan tujuan. Kontribusi sumber daya dalam perencanaan
memungkinkan perumusan suatu atau beberapa rencana yang akan memberi
gambaran secara menyeluruh tentang metode konstruksi yang akan digunakan
dalam mencapai tujuan.

b. Pengorganisasian

Pengorganisasian dilakukan oleh seorang pemimpin yang bertugas


membantu dan mengarahkan tim mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam
pekerjaan. Perilaku kepemimpinan yang terdapat pada organisasi adalah :

1. Merencanakan dan menjadwalkan kegiatan-kegiatan untuk melakukan


koordinasi dalam menyelesaikan proyek tepat waktu.

2. Membantu menetapkan standar dan metode untuk memperkirakan


kemajuan dan kinerja proyek.

3. Menyususn dan memimpin pertemuan untuk menyelesaikan masalah dan


membuat keputusan dengan cara yang sistematis.

c. Pengisian Staf

Tahap ini merupakan tahap awal dalam perencanaan personal yang


akan ditunjuk sebagai pengelolaan pelaksanaan proyek. Sukses tidaknya
proyek ditentukan oleh kecermatan dan kecepatan dalam memposisikan
seseorang pada keahliannya. Ketepatan personal pada posisinya bukan
menjamin suksesnya suatu proyek, karena harus mempertimbangkan
ketepatan waktu dari personal untuk menduduki jabatan sesuai keahliannya.

Definisi dari pengisian staff adalah pengerahan, penempatan,


pelatihan, dan pengembangan tenaga kerja dengan tujuan dihasilkan kondisi
personal yang tepat (right people), tepat posisi (right position), serta waktu
yang tepat (right time).

6
d. Pengarahan

Tahap ini merupakan lanjutan dari tahap sebelumnya. Jika tahap


penempatan staf telah dilakukan dengan tepat, maka tim harus diberi tanda-
tanda atau penjelasan tentang lingkup pekerjaan dan kapan pekerjaan tersebut
harus diselesaikan. Dalam organisasi proyek terdapat biasanya kepala proyek
yang memiliki tugas utama yaitu memberi perintah kepada staffnya untuk
melakukan kegiatan agar dapat dilakukan dalam waktu berurutan atau
bersamaan.

e. Pengkoordinasian

Pemantauan prestasi kegiatan dilakukan sebagai jbahan untuk


melakukan langkah perbaikan, baik kondisi proyek dalam keadaan terlambat
atau lebih cepat. Semua permasalahan dalam proyek harus diselesaikan
bersama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proyek tersebut sehingga
diperlukan agenda acara yang mempertemukan semua unsur. Kegiatan ini
dinamakan langkah koordinasi.

f. Pengawasan

Pengawasan adalah proses penilaian selama pelaksaan kegiatan dengan


tujuan agar hasil pekerjaan sesuai dengan yang direncana, dengan
mengusahakan agar semua anggota kelompok melaksanakan kegiatan yang
berpedoman pada perencanaan serta mengadakan tindakan korelatif apabila
terjadi penyimpangan. Unsur pengawasan ini sangat erat hubungannya dengan
pengendalian, karena sebenarnya pengendalian selalu memerlukan
pengawasan yang merupakan umpan balik yang diperlukan untuk menjaga
proses pelaksanaan tetap berjalan yang benar sesuai dengan sasaran yang akan
dicapai.

2.4 Perencanaan dan Penjadwalan Proyek


Perencanaan adalah suatu proses yang mencoba meletakkan dasar tujuan
termasuk menyiapkan segala sumber daya untuk mencapainya. Perencanaan
memberikan pegangan bagi pelaksanaan mengenai alokasi sumber daya untuk
melaksanakan kegiatan (Soeharto, 1997).

7
Penjadwalan dalam pengertian proyek konstruksi merupakan perangkat
yang digunakan untuk menentukan aktivitas yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu proyek dalam urutan serta kerangka waktu tertentu, dimana
setiap aktivitas harus dilaksanakan agar proyek selesai tepat waktu dengan biaya
yang ekonomis (Callahan, 1992).

2.4.1 Rencana Kerja


Sebelum pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi dimulai, biasanya
didahului dengan penyusunan rencana kerja yang disesuaikan dengan metode
konstruksi yang akan digunakan. Pihak pengelola proyek melalukan pendataan
lokasi proyek guna mendapatkan informasi detail untuk keperluan penyusunan
rencana kerja.
Dalam menyususn rencana kerja , perlu dipertimbangkan beberapa hal sebagai
berikut (Ervianto, 2002)
a. Keadaan Lokasi Proyek
Hal ini dilakukan untuk memperkirakan hambatan yang mungkin timbul
selama pelaksanaan pekerjaan.
b. Kemampuan Tenaga Kerja
Informasi detail mengenai jenis dan macam kegiatan yang berguna untuk
memperkirakan jumlah dan jenis tenaga kerja yang harus disediakan.
c. Pengadaan Material Konstruksi
Perlu diketahui dengan pasti macam, jenis, dan jumlah material yang
diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan. Pemilihan jenis material yang
akan digunakan harus dilakukan diawal proyek, lalu dipisahkan
berdasarkan jenis material yang memerlukan waktu untuk pengadaan,
seperti material pabrikasi biasanya tidak dapat dibeli setiap saat, namun
memerlukan sejumlah waktu untuk proses produksi. Hal ini penting untuk
membuat jadwal rencana pengadaan material konstruksi.
d. Pengadaan Alat Pembangunan
Kegiatan yang memerlukan peralatan pendukung pembangunan harus
dideteksi secara jelas karena berkaitan dengan pengadaan peralatan. Jenis,

8
kapasitas, kemampuan serta kondisi peralatan harus disesuaikan dengan
kegiatannya.
e. Gambar Kerja
Selain gambar rencana, pelaksanaan proyek konstruksi juga memerlukan
gambar kerja untuk bagian-bagian tertentu. Untuk itu, perlu dilakukan
pendataan bagian-bagian yang memerlukan gambar kerja.
f. Kontinuitas Pelaksanaan Pekerjaan
Dalam penyusunan rencana kerja, faktor paling penting yang harus
dijamin oleh pengelola proyek adalah kelangsungan dari susunan rencana
kegiatan setiap item pekerjaan.

2.4.2 Penjadwalan Proyek


Penjadwalan memiliki dua fungsi yaitu fungsi pengorganisasian dan fungsi
pengendalian. Dalam melaksanakan proyek konstruksi, terdapat tiga faktor yang
akan menjadi tolak ukur keberhasilan proyek konstruksi tersebut, yaitu biaya,
mutu, dan waktu. Pengalaman menunjukkan bahwa pemborosan biaya saat
pelaksanaan lebih disebabkan oleh ketidaktepatan dalam pengambilan keputusan
pada tahap penjadwalan. Oleh karena itu merencanakan jadwal pelaksanaan
sangat penting dalam suatu proyek konstruksi (Soeharto,1997).
Proses penjadwalan perlu memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi
pembuatan jadwal proyek. Pemahaman faktor-faktor tersebut dilakukan dengan
mengkaji 6 tahapan dalam proses penjadwalan yaitu (Praboyo, 1999):
a. Identifikasi aktivitas-aktivitas proyek
Identifikasi aktivitas bertujuan untuk mengetahui secara rinci kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan selama pelaksanaan proyek.
Pengidentifikasian aktivitas yang baik dan lengkap biasanya diperoleh dari
peninjauan, pemahaman dan analisa cermat atas semua dokumen kontrak
proyek yang ada, karena itu dokumen kontrak proyek benar-benar lengkap
menginformasikan lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan.
b. Estimasi durasi aktivitas
Estimasi durasi aktivitas adalah memperkirakan panjang waktu yang perlu
untuk menyelesaikan aktivitas tersebut. Durasi aktivitas adalah fungsi dari

9
jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan dan produk kerja setiap satuan
waktu. Kuantitas pekerjaan dapat diketahui dari lingkup atau dokumen
kontrak, sedangkan produk kerja tiap satuan waktu diperoleh dari data dan
pengalaman dengan memperhatikan ketersediaan semua sumber daya
(bahan, alat, tenaga kerja) dan kendala-kendala yang mungkin
mempengaruhi produktivitas.
c. Penyusunan rencana kerja proyek
Penyusunan rencana kerja proyek dimaksudkan untuk menentukan urutan
aktivitas kerja dalam melaksanakan proyek. Urutan aktivitas ini diperlukan
untuk menggambarkan hubungan antara berbagai aktivitas yang ada dalam
proses pelaksanaan proyek.
d. Penjadwalan aktivitas-aktivitas proyek
Penjadwalan aktivitas-aktivitas proyek pada dasarnya adalah penentuan
kapan suatu aktivitas harus mulai dan berakhir. Rangkaian aktivitas-
aktivitas dengan durasinya masing-masing yang telah diurutkan akan
membentuk rangkaian penjadwalan aktivitas, yang akan menjadi jadwal
pelaksanaan proyek. Penentuan jadwal proyek ini pada umumnya perlu
memenuhi total waktu yang disediakan untuk menyelesaikan proyek.
e. Peninjauan kembali dan analisa terhadap jadwal yang telah dibuat
Peninjauan kembali jadwal bertujuan untuk menjamin bahwa jadwal
proyek masuk akal dan lengkap, sedangkan analisa jadwal bermaksud
menjamin bahwa jadwal tersebut merupakan rencana yang dapat
dikerjakan dengan telah mempertimbangkan sumber daya dan manajerial
yang ada.
f. Penerapan jadwal
Penerapan jadwal merupakan tahap akhir proses perencanaan dan
penjadwalan proyek, dimana jadwal sudah harus lengkap dan akurat untuk
dipakai melaksanakan dan memonitor pelaksanaan proyek.

2.5 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi


Penggolongan kualifikasi didasarkan pada kriteria tingkat atau kedalaman
kompetensi dan potensi kemampuan usaha, serta kemampuan melakukan

10
pelaksanaan pekerjaan konstruksi berdasarkan kriteria resiko dan atau kriteria
penggunaan teknologi dan atau kriteria besaran biaya (nilai proyek atau nilai
pekerjaan).

2.5.1 Penetapan Kualifikasi


1. Badan Usaha yang berbadan hukum yang bersifat umum tanpa pengalaman
atau baru berdiri dan memenuhi persyaratan serta memiliki modal disetor
sama atau lebih dari 1 miliar tercantum dalam akta pendirian atau
perubahannya, dapat diberi kualifikasi Gred 5 dan maksimum 4 sub bidang
pekerjaan atau bagian sub bidang pekerjaan.
2. Badan Usaha kualifikasi Gred 5 baru sebagaimana dimaksud pada No.1 diatas
setelah 6 bulan sejak diterbitkan sertifikatnya, dapat menambah subbidang
atau bagian subbidang pekerjaan baru sesuai dengan perolehan pekerjaan dari
subbidang atau bagian subbidang pekerjaan yang dimilikinya, dengan
melampirkan bukti perolehan pekerjaan tersebut, batas jumlahnya sesuai
dengan yang ditetapkan untuk kualifikasi Gred 5.
3. Badan Usaha yang berbadan hukum bersifat spesialis tanpa pengalaman atau
baru berdiri, dan memiliki persyaratan serta memiliki modal disetor sama atau
lebih besar dari 1 miliar yang tercantum dalam akta pendirian badan usaha
atau perubahannya, dapat diberi kualifikasi Gred 5 satu subbidang pekerjaan
atau satu subbidang pekerjaan.
4. Badan Usaha bersifat umum tanpa pengalaman atau berdiri, dan memenuhi
persyaratan serta memiliki modal kurang dari 1 miliar dan yang tercantum
dalam akta pendirian badan usaha atau perubahannya, dapat diberi kualifikasi
Gred 2 dengan maksimum 4 (empat) subbidang atau bagian subbidang
pekerjaan
5. Badan Usaha bersifat spesialis tanpa pengalaman dan memenuhi persyaratan
serta memiliki modal kurang dari Rp. 1 milyar yang tercantum didalam akta
pendirian atau perubahannya, dapat diberi kualifikasi Gred 2, dengan
maksimum diberi 1 subbidang atau 1 bagian subbidang pekerjaan.
6. Badan Usaha asing dapat langsung diberikan kualifikasi Gred 7

11
Tabel 2.1 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi
Batas Nilai
Kualifikasi Golongan Bentuk Badan Usaha
proyek
Gred 1 Mikro Perseorangan ≤ 100 Juta
CV, Firma, Kopereasi
Gred 2 Kecil atau PT, tidak termasuk ≤ 300 Juta
badan usaha PT-PMA
CV, Firma, Kopereasi
Gred 3 Kecil atau PT, tidak termasuk ≤ 600 Juta
badan usaha PT-PMA
PT, Firma, Koperasi atau
Gred 4 Kecil CV, tidak termasuk ≤1M
badan usaha PT-PMA
Harus berbentuk PT,
Gred 5 Menengah tidak termasuk badan > 1 M s/d 10 M
usaha PT-PMA
Gred 6 Besar Perseroan Terbaras (PT) > 1 M s/d 25 M
Perseroan Terbaras (PT),
> 1 M s/d tak
Gred 7 Besar termasuk badan usaha
terbatas
PT-PMA
https://irikaw.wordpress.com/2012/05/23/kualifikasi-jasa-pelaksana-konstruksi-
kontraktor/

2.6 Pengertian Keterlambatan Proyek


Keterlambatan menurut Ervianto (2003) adalah sebagian waktu
pelaksanaan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan rencana kegiatan sehingga
menyebabkan satu atau beberapa kegiatan yang mengikuti menjadi tertunda atau
tidak dapat diselesaikan tepat sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan.
Menurut Praboyo (1999) keterlambatan pelaksanaan proyek umumnya
selalu menimbulkan akibat yang merugikan pemilik maupun kontraktor karena
dampak keterlambatan menyebabkan konflik dan perdebatan tentang apa dan
siapa yang menjadi penyebab, juga tuntutan waktu, dan biaya tambah.

12
2.6.1 Dampak Keterlambatan Proyek
O’brien (1976) menyatakan bahwa dampak dari keterlambatan proyek
menimbulkan kerugian pada kontraktor, konsultan, dan owner. Kerugian tersebut
antara lain:
1. Pihak Kontraktor
Keterlambatan penyelesaian proyek berakibat naiknya overhead, karena
bertambah panjangnya waktu pelaksanaan. Biaya overhead meliputi biaya
untuk perusahaan secara keseluruhan, terlepas ada tidaknya kontrak yang
sedang ditangani.
2. Pihak Konsultan
Jika pelaksanaan proyek mengalami keterlambatan maka konsultan akan
mengalami kerugian waktu dan akan terlambat dalam mengerjakan proyek
yang lainnya.
3. Pihak Owner
Keterlambatan proyek pada pihak pemilik atau owner, berarti kehilangan
penghasilan dari bangunan yang seharusnya sudah dapat digunakan atau
disewakan. Apabila pemilik adalah pemerintah, untuk fasilitas umun misalnya
rumah sakit tentunya keterlambatan akan merugikan pelayanan kesehatan
masyarakat, atau merugikan program pelayanan yang telah disusun. Kerugian
ini tidak dapat dinilai dengan uang dan tidak dapat dibayar kembali.
Sedangkan apabila pihak pemilik adalah non pemerintah, misalnya
pembangunan gedung, pertokoan, atau hotel, tentu jadwal pemakaian gedung
tersebut akan mundur dari waktu yang direncanakan, sehingga ada waktu
kosong tanpa mendapatkan uang.

2.6.2 Penyebab Keterlambatan Proyek


Menurut Assaf (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi waktu
pelaksanaan konstruksi terdiri dari sembilan (9) faktor dan 45 subfaktor yaitu:
1. Faktor bahan terdiri dari 6 subfaktor :
a. Kekurangan bahan konstruksi
b. Perubahan material pada bentuk, fungsi, dan spesifikasi
c. Keterlambatan pengiriman barang

13
d. Kerusakan bahan di tempat penyimpanan
e. Keterlambatan pabrikasi khusus bahan bangunan
f. Ketidaktepatan waktu pemesanan
2. Faktor tenaga kerja terdiri dari 3 subfaktor :
a. Kekurangan tenaga kerja
b. Kemempuan tenaga kerja
c. Kesukaan atau nasionalisme atau kultur tenaga kerja
3. Faktor peralatan terdiri dari 6 subfaktor :
a. Kerusakan peralatan
b. Kekurangan peralatan
c. Kemempuan mandor atau operator yang kurang
d. Keterlambatan pengiriman peralatan
e. Produktivitas peralatan
f. Kesalahan manajemen peralatan
4. Faktor keuangan terdiri dari 4 subfaktor :
a. Ketersediaan keuangan selama pelaksanaan
b. Keterlambatan proses pembayaran pembayaran oleh owner
c. Tidak adanya uang insensif untuk kontraktor, apabila waktu penyelesaian
lebih cepat dari jadwal
d. Situasi perekonomian nasional (krisis moneter)
5. Faktor lingkungan terdiri dari 4 subfaktor :
a. Faktor sosial dan budaya
b. Pengaruh udara panas pada aktivitas konstruksi
c. Pengaruh hujan pada aktivitas konstruksi
d. Pengaruh keamanan lingkungan terhadap pembangunan proyek
6. Faktor perubahan terdiri dari 5 subfaktor :
a. Terjadi perubahan desain oleh perencana
b. Kesalahan desain yang dibuat oleh perencana
c. Kesalahan dalam penyelidikan tanah
d. Kondisi permukaan air ba wah tanah di lapangan
e. Masalah geologi di lokasi

14
7. Faktor hubungan dengan pemerintah terdiri dari 3 subfaktor :
a. Perolehan ijin dari pemerintah
b. Perolehan ijin tenaga kerja
c. Birokrasi yang berbelit-belit dalam operasi proyek
8. Faktor kontrak terdiri dari 6 subfaktor :
a. Konflik antara kontraktor dan konsultan
b. Tidak ada kerja sama antara kontraktor dengan owner
c. Keterlambatan owner dalam pembuatan keputusan
d. Negosiasi dan perijinan pada kontrak
e. Perselisihan pekerjaan antara bagian-bagian yang berbeda dalam proyek
f. Komunikasi yang kurang antara owner dengan perencana
9. Faktor waktu dan kontrol terdiri dari 8 subfaktor :
a. Persiapan jadwal kerja dan revisi oleh konsultan ketika konstruksi sedang
berjalan
b. Prosedur pemeriksaan dan pengetesan dalam proyek
c. Tanda-tanda pengontrolan praktisi pada pekerjaan dalam lokasi proyek
d. Kekurangan tenaga dan manajemen terlatih untuk mendukung pelaksanaan
konstruksi
e. Masalah yang terjadi selama pelaksanaan
f. Tidak memenuhi perencanaan awal proyek
g. Persiapan dan ijin shop drawing
h. Menunggu ijin untuk kontrol material

Menurut Lewis dan Atherley dalam buku Langford (1999), mengidentifikasi


beberapa penyebab keterlambatan, yaitu :
1. Keterlambatan pembayaran oleh owner
2. Pelaksanaan tahapan pekerjaan yang jelek oleh kontraktor
3. Kesalahan pengelolaan material oleh kontraktor
4. Kekurangan tenaga kerja oleh kontraktor
5. Hujan deras atau lokasi pekerjaan yang tergenang air
6. Keadaan tanah yang berbeda dari yang diharapkan
7. Pekerjaan tambahan yang diminta oleh owner

15
8. Perubahan dalam pekerjaan plumbing, struktur dan elektrikal
9. Kesalahan dalam perencanaan dan spesifikasi
10. Ketidakjelasan perencanaan dan spesifikasi
11. Perubahan-perubahan dalam perencanaan dan spesifikasi
12. Kesalahan dalam menginterprestasikan gambar atau spesifikasi
13. Perubahan metode kerja oleh kontraktor
14. Change order oleh owner
15. Perencanaan schedule pekerjaan yang kurang baik oleh kontraktor
16. Produktifitas yang kurang optimal dari kontraktor
17. Perubahan scope pekerjaan konsultan
18. Pemogokan yang dilakukan oleh kontraktor
19. Memperbaiki pekerjaan yang sudah selesai
20. Memperbaiki kerusakan suatu pekerjaan akibat pemogokan
21. Terlambatnya persetujuan shop drawing oleh konsultan

Menurut Andi et al (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pelaksanaan


konstruksi, yang terdiri dari tujuh (7) faktor dan 30 subfaktor yaitu:
1. Faktor tenaga kerja terdiri dari 6 subfaktor :
a. Keahlian tenaga kerja
b. Kedisiplinan tenaga kerja
c. Motivasi kerja tenaga kerja
d. Angka ketidakhadiran
e. Ketersediaan tenaga kerja
f. Pergantian tenaga kerja baru
2. Faktor bahan terdiri dari 3 subfaktor :
a. Pengiriman barang
b. Ketersedian bahan
c. kualitas bahan
3. Faktor peralatan terdiri dari 2 subfaktor :
a. Ketersedian peralatan
b. Kualitas peralatan

16
4. Faktor karakteristik tempat terdiri dari 6 subfaktor :
a. Keadaan permukaan dan di bawah permukaan tanah
b. Penglihatan atau tanggapan lingkungan sekitar
c. Karakteristik fisik bangunan sekitar lokasi proyek
d. Tempat penyimpanan bahan
e. Akses ke loaksi proyek
f. Kebutuhan ruang kerja
5. Faktor manajerial terdiri dari 8 subfaktor :
a. Pengawasan proyek
b. Kualitas pengontrolan pekerjaan
c. Pengalaman manajer lapangan
d. Perhitungan keperluan material
e. Komunikasi antara konsultan dan kontraktor
f. Komunikasi antara kontraktor dan pemilik
g. Jadwal pekerjaan yang harus diselesaikan
h. Persiapan atau penetapan rancangan tempat
6. Faktor keuangan terdiri dari 2 subfaktor :
a. Pembayaran oleh pemilik
b. Harga material
7. Faktor-faktor lainnya terdiri dari 3 subfaktor :
a. Intensitas curah hujan
b. Kondisi ekonomi
c. Kecelakaan kerja
Menurut Kraiem dan Dickman dalam Praboyo (1999), penyebab-penyebab
keterlambatan pelaksanaan proyek dapat dikategorikan dalam tiga (3) kelompok,
yaitu:
1. Keterlambatan yang layak mendapatkan ganti rugi (Compensable Delay)
adalah keterlambatan yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan
pemilik proyek.
2. Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (Non-Excusable Delay) adalah
keterlambatan yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan
kontraktor.

17
3. Keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusable Delay) adalah keterlambatan
yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali baik pemilik maupun
kontraktor.
Praboyo (1999) menghasilkan rangkuman sebanyak 22 jenis penyebab untuk
kategori Comensable Delay (CD), 18 jenis penyebab intuk kategori Non-
Excusable Delay (NED) dan 5 jenis penyebab untuk kategori Excusable Delay
(ED). Temuan 45 jenis penyebab katerlambatan yang telah dikelompokan
dalam 3 kategori, dengan demikian perlu diklasifikasikan keberadaannya
dalam aspek manajemen yang akan ditinjau. Pada penelitian yang telah
dilakukan oleh Praboyo (1999), diambil 6 aspek kajian, yakni:
1. Aspek Perencanaan dan Penjadwalan Pekerjaan, sebanyak 6 jenis
penyeban.
2. Aspek Lingkup dan Dokumen Pekerjaan, sebanyak 8 jenis penyebab.
3. Aspek Sistem Organisasi, Koordinasi dan Komunikasi, sebanyak 9 jenis
penyebab.
4. Aspek Kesiapan/Penyiapan Sumber Daya, sebanyak 8 jenis penyebab.
5. Aspek Sistem Inspeksi, Kontrol, dan Evaluasi Pekerjaan, sebanyak 7 jenis
penyebab.
6. Aspek lain-lain (aspek diluar kemampuan pemilik dan kontraktor),
sebanyak 7 jenis penyebab.
Hubungan antara ke-45 jenis penyebab keterlambatan, 6 aspek manajemen
dan 3 kategori jenis penyebab dapat dilihat pada table 2.1

Tabel 2.2 Hubungan antara ke-45 jenis penyebab katerlambatan, 6 aspek


manajemen dan 3 kategori jenis penyebab (1/3)
Kategori Jenis
No Tinjauan Aspek dan Sebab Keterlambatan Keterlambatan
CD NED ED
A Aspek Perencanaan dan Penjadwalan
Penetapan jadwal proyek yang sangat ketat oleh
1 •
pemilik
2 Identitas jenis pekerjaan yang tidak lengkap •
Urutan rencana kerja yang tidak tersusun dengan
3 •
baik
4 Penentuan durasi waktu yang tidak seksama •

18
Tabel 2.2 Lanjutan (2/3)
Kategori Jenis
No Tinjauan Aspek dan Sebab Keterlambatan Keterlambatan
CD NED ED
5 Rencana kerja pemilik yang sering berubah-ubah •
Metode konstruksi atau pelaksanaan kerja yang
6 •
tidak tepat
Aspek Lingkup dan Dokumen Pekerjaan
B
(Kontrak)
Perencanaan (gambar/spesifikasi) yang salah atau
1 •
tidak lengkap
Perubahan desain atau detail pekerjaan pada waktu
2 •
pelaksanaan
Perubahan dalam lingkup pekerjaan pada waktu
3 •
pelaksanaan
4 Proses pembuatan gambar kerja dari kontraktor •
Proses permintaan dan persetujuan gambar kerja
5 •
oleh owner
Ketidaksepahaman aturan pembuatan gambar
6 •
kerja
7 Adanya banyak pekerjaan tambahan dari pemilik •
Adanya permintaan perubahan atas pekerjaan yang
8 •
telah selesai oleh pemilik
Aspek Sistem Organisasi, Koordinasi dan
C
Komunikasi
Keterbatasan wewenang pemilik dalam
1 •
pengambilan keputusan
Kualifikasi pemilik yang tidak professional
2 •
dibidangnya
Cara inspeksi dan kontrol pekerjaan yang
3 •
birokratis oleh pemilik
Kegagalan pemilik mengkoordinasikan pekerjaan
4 •
dari banyak kontraktor atau subkontraktor
Kegagalan pemilik mengkoordinasi penggunaan
5 •
lahan
Keterlambatan dalam penyediaan alat atau bahan
6 •
oleh pemilik
Kualifikasi teknis dan manajerial yang buruk dari
7 personel-personel dalam organisasi kerja •
kontraktor
Koordinasi dan komunikasi yang buruk antara
8 •
bagian-bagian dalam organisasi kerja kontraktor
9 Terjadinya kecelakaan dalam proses kerja •
D Aspek Kesiapan/ Penyiapan Sumber Daya
Keterlambatan dalam mobilisasi sumber daya
1 •
(bahan, alat, tenaga kerja)

19
Tabel 2.2 Lanjutan (3/3)
Kategori Jenis
No Tinjauan Aspek dan Sebab Keterlambatan Keterlambatan
CD NED ED
Keahlian, keterampilan, dan motivasi kerja para
2 •
pekerja lapangan yang kurang
3 Kurang memadainya jumlah tenaga kerja •
Tidak tersedianya bahan yang cukup atau layak
4 •
sesuai dengan kebutuhan
Tidak tersedianya alat atau peralatan kerja yang
5 •
cukup mendukung pelaksanaan pekerjaan
Keterlambatan atau kelalaian oleh subkontraktor
6 •
pekerjaan
Pendanaan kegiatan proyek yang kurang terencana
7 •
dengan baik
Tidak terbayarnya kontraktor secara layak sesuai
8 •
dengan pekerjaan yang telah dikerjakan
Aspek Sistem Inspeksi, Kontrol, dan Evaluasi
E
Pekerjaan
Pengajuan contoh bahan dari kontraktor yang tidak
1 •
terjadwal
Proses permintaan dan persetujuan contoh bahan
2 •
dari pemilik yang cukup lama
Proses pengujian dan evaluasi uji bahan dari
3 •
pemilik yang tidak relevan
4 Proses persetujuan ijin kerja yang berbelit-belit •
5 Kegagalan kontraktor melakukan pekerjaan •
Banyak hasil pekerjaan yang harus diperbaiki atau
6 •
diulang karena hasil yang kurang baik
Proses evaluasi kemajuan pekerjaan yang lama
7 •
melalui jadwal yang disepakati
Aspek Lain-lain (aspek di luar kemampuan
F
pemilik dan kontraktor)
Kondisi fisik bangunan kerja proyek tidak sesuai
1 •
dengan dugaan
2 Transportasi menuju lokasi proyek yang sulit •
Terjadi hal-hal yang tidak terduga seperti
3 kebakaran, banjir, badai, gempa bumi, tanah •
longsor
4 Adanya huru-hara atau perang •
5 Terjadinya pemogokan kerja •
Terjadinya kerusakan akibat pelalaian atau
6 •
perbuatan pihak ketiga
Perubahan situasi atau kebijaksanaan polotik dan
7 •
ekonomi dari peerintah
Sumber : Praboyo (1999)

20
Keterangan: CD = Compensable Delay
NED = Non-Excusable Delay
ED = Excusable Delay

2.7 Data dan Pengukuran


Data merupakan bahan mentah yang perlu diolah agar menghasilkan
informasi atau katerangan, baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukan
fakta. Sedangkan pengukuran adalah proses atau cara mengukur, pengukuran
dapat berupa skala pengukuran yang dimaksudkan untuk mengklarifikasi variabel
yang akan diukur agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan
langkah penelitian selanjutnya (Riduwan, 2008).

2.7.1 Pengumpulan data


Pada umumnya, pengumpulan data pada penelitian dilakukan dengan cara
pengumpulan data primer maupun sekunder. Data primer adalah data yang
didapatkan dari hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang dilakukan
oleh peneliti terhadap responden. Sedangkan data sekunder adalah data yang
didapat dari pihak lain atau data primer yang telah diolah lebih lanjut dan
disajikan dalam bentuk table-tabel atau diagram-diagram (Sugiarto, 2003).

2.7.2 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subjek atau objek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi mencangkup segala hal,
termasuk benda-benda alam, dan bukan sekedar jumlah yang ada pada objek
(Sugiyono, 2011)

2.7.3 Sampel
Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin meneliti

21
semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi tersebut (Sugiyono, 2011).

2.7.4 Teknik Sampling


Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling merupakan cara
pengambilan sampel yang representative dari populasi. Pengambilan sampel ini
harus dilakukan dengan tepat agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat
mewakili atau dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya.
Secara umum terdapat dua macam teknik penganbilan sampel yang
digunakan dalam penelitian (Ridwan, 2008), yaitu :
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik sampling yang digunakan untuk
memberi peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel.
2. Nonprobability Sampling
Nonprobability sampling adalah teknik smpling yang tidak memberikan
kesempatan (peluang) yang sama pada setiap anggota populasi untuk
dijadikan anggota sampel. Nonprobability sampling terdiri dari :
a. Sampling Sistematis
Sampling sistematis adalah teknik pengambilan sampel yang
didasarkan atas urutan dari populasi yang telah diberi nomor urut atau
anggota sampel diambil dari populasi pada jarak interval waktu dan
ruang dengan urutan seragam.
b. Sampling Kuota
Sampling kuota adalah teknik pengambilan sampel yang didasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti atau penentuan
sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah
yang dikehendaki.
c. Sampling Aksidental
Sampling aksidental merupakan teknik pengambilan sampel
berdasarkan faktor spontanitas. Artinya, siapa saja dengan secara tidak

22
sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristiknya,
maka orang tersebut dapat digunakan sebagai sampel.
d. Purposive Sampling (sampling pertimbangan)
Purposive sampling adalah teknik sampling yang digunakan peneliti
jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam
pengambilan sampel atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu.
e. Sampling Jenuh
Sampling jenuh adalah teknik pengambilan sampel apabila semua
populasi digunakan sebagai sampel, sering juga dikenal dengan istilah
sensus. Sampling jenuh dilakukan apabila populasinya kurang dari 30
responden.
f. Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel yang semula
berjumlah kecil kemudian anggota sampel mengajak temannya untuk
dijadikan sampel dan seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin
bertambah jumlahnya.

2.7.5 Skala Pengukuran


Skala pengukuran dilakukan bermaksud untuk mengkasifikasikan variabel
yang akan diukur agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan
langkah penelitian selanjutnya. Jenis skala pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah skala likert. Skala liker digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok tentang gejala sosial.
Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian
sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur.
Selanjutnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk
membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu
dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan
atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata (Ridwan, 2008)

23
Dengan menanggapi pertanyaan dalam skala likert, responden menentukan
tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu
dari pilihan yang tersedia yaitu:
1. Sangat Berpengaruh
2. Berpengaruh
3. Ragu-Ragu
4. Tidak Berpengaruh
5. Sangat Tidak Berpengaruh

2.8 Pengujian Instrumen


Sebelum melakukan analisa data yang dikumpukan terlebih dahulu
dilakukan pengujian instrument penelitian yaitu pengujian validitas dan
realibilitas.

2.8.1 Uji Validitas Instrumen


Menurut Ghozali (2009), uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau
valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan
pada kuesioner tersebut dapat mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut. Jadi uji validitas mengukur apakah pertanyaan dalam
kuesioner yang dibuat betul-betul dapat mengukur apa apa yang akan diukur.
Syarat minimum suatu kuesioner untuk dinyatakan valid adalah jika r bernilai 0,3
(Sugiono, 2009). Uji validitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(2.1)

Dimana:
X = Skor yang diperoleh jawaban responden
Y = Skor total dari variabel untuk responden ke-n
∑X = Jumlah skor dalam distribusi X
∑Y = Jumlah skor dalam distribusi Y
∑X2 = Jumlah kuadrat dalam skor distribusi X

24
∑Y2 = Jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y
N = Jumlah Responden

2.8.2 Uji Reliabilitas Instrumen


Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur variabel dari suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dapat dinyatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap
pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Suatu variabel dapat
dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,6 (Nunnaly dalam
Ghozali, 2009). Uji validitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(2.2)
Dimana :
k = jumlah item
∑Si2 = jumlah varians sampel seluruh item
∑St2 = jumlah varians skor total

2.9 Analisis Data Relatif Indeks


Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis Relatif Indeks. Berikut
adalah tahapan perhitungan yang harus dilakukan untuk mendapatkan nilai Relatif
Indeks yaitu:

2.9.1 Perhitungan Nilai Total


Data yang diperoleh dari responden kemudian ditabulasikan dan dilakukan
perhitungan nilai total untuk setiap faktor keterlambatan yaitu sebagai berikut:

∑n = n1 + n2 + n3 + ….. + nn (2.3)

Keterangan:
∑n = Nilai total setiap faktor
n = Jumlah subfaktor setiap faktor

25
2.9.2 Perhitungan Skor Total
Setelah mendapatkan nilai total perlu dilakukan perhitungan skor total
karena setiap faktor memiliki jumlah subfaktor yang berbeda. Skor total dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Skor Total = (2.4)

2.9.3 Perhitungan Relatif Indeks


Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis Relatif Indeks. Penentuan
Relatif Indeks bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor
yang diteliti, dimana ini akan berkisar antara 0 (minimum) dan 1 (maksimum),
semakin mendekati 1 nilai RI semakin berpengaruh faktor tersebut dalam
pelaksanaan proyek konstruksi (Rimbawa, 2008).
Rumus RI dinyatakan sebagai berikut:

RI = x 100% (2.5)

Dimana :
RI = Relatif Indeks
5 =Jumlah kriteria penilaian yang terdiri dari 5
tingkat persetujuan yaitu:

- Sangat Berpengaruh (skor 5)


- Berpengaruh (skor 4)
- Ragu-Ragu (skor 3)
- Tidak Berpengaruh (skor 2)
- Sangat Tidak Berpengaruh (skor 1)

2.10 Analisis Faktor


Analisis faktor adalah suatu analisis data untuk mengetahui faktor-faktor
yang dominan dalam menjelaskan suatu masalah. Tujuan utama teknik ini ialah

26
untuk membuat ringkasan informasi yang dikandung dalam sejumlah besar
variabel kedalam suatu kelompok faktor yang lebih kecil. Secara statistik tujuan
pokok teknik ini ialah untuk menentukan kombinasi linier variabel-variabel yang
akan membantu dalam penyelidikan saling berkaitnya variabel-variabel tersebut.
Atau dalam kata lain digunakan untuk mengidentifikasi variabel-variabel. Teknik
ini bermanfaat untuk mengurangi jumlah data dalam rangka untuk
mengidentifikasi sebagian kecil faktor yang dapat menerangkan varians yang
sedang diteliti secara lebih jelas dalam suatu kelompok variabel yang jumlahnya
lebih besar (Supranto, 2010). Analisis faktor menggunakan Statistical Program
for Sosial Science (SPSS) for Windows.
Secara umum tahapan dalam analisa faktor adalah sebagai berikut:
1. Menentukan nilai KMO (Kaiser-Mayer-Olkin), nilainya dianggap layak
jika diatas 0,50.
2. Menentukan Measure of Sampling Adequence (MSA), yaitu kelayakan
untuk seluruh matrik korelasi dari setiap variabel yang diobservasi untuk
dilakukan analisa faktor. Nilai (MSA) yang layak dianalisis adalah 0,50.
3. Melakukan esktrasi faktor, kriteria esktrasi yang digunakan adalah latent
root criterion yaitu berdasarkan eigen value. Metode yang dapat
digunakan dalam ekstrasi faktor antara lain Principal Component Analysis.
4. Menginterpretasikan hasil analisis faktor. Hasil yang dilihat pada bobot
faktor dan nilai komunitas (persentase varians variabel yang kombinasikan
ke dalam korelasi dengan variabel lain).

27

Anda mungkin juga menyukai