Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

PREEKLAMPSIA

Disusun Oleh:
Wahyuni Setianingtias
1820221110

Pembimbing:
dr. Hary Purwoko, Sp.OG, KFER

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KEBIDANAN DAN


KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN – UPN ”VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
PERIODE 9 DESEMBER – 15 FEBRUARI 2020
RSUD AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KANDUNGAN DAN KEBIDANAN

LEMBAR PENGESAHAN
“LAPORAN KASUS PREEKLAMPSIA”

Disusun Oleh:
Nama : Wahyuni Setianingtias
FK : UPN “Veteran” Jakarta
NRP : 1820221110

Kepala Departemen Pembimbing

dr. Hary Purwoko, Sp.OG, KFER dr. Hary Purwoko, Sp.OG, KFER

dr. Hary Purwoko, SpOG KFER dr. Adi Rahmanadi SpOG

Telah disetujui di : Ambarawa


Telah disetujui pada tanggal : Februari 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kebesaran Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Preeklampsia”. Laporan
kasus ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik
Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit
Umum Daerah Ambarawa. Selesainya laporan kasus ini tidak terlepas dari peran
serta dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hary
Purwoko, Sp.OG, KFER selaku dokter pembimbing dan teman teman Co-Ass yang
telah membantu dalam pembuatan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini banyak
terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis
sangat memerlukan kritik dan saran agar dapat dijadikan pedoman dalam
pembuatan laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi
para pembaca.

Ambarawa, Februari 2020

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan dan melahirkan merupakan keadaan yang dapat menimbulkan


resiko kesehatan bagi setiap perempuan. Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan
diseluruh dunia hamil. Sebagian besar kehamilan ini berlangsung aman, namun
sekitar 15% menderita komplikasi yang mengancam jiwa ibu. Secara global 80%
kematian ibu tergolong pada kematian ibu dengan berbagai penyebab yaitu
perdarahan 25%, infeksi dan sepsis 15%, hipertensi dalam kehamilan 12%, distosia
8%, abortus 13%, dan sebab langsung yang lain 8%.

Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG dibagi
menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger), dan
kelainan jalan lahir (passage).2 30% ibu dengan persalinan berkepanjangan
mengalami disproporsi sefalopelvik, sedangkan kelainan ini didiagnosis pada 45%
ibu yang mengalami gangguan kemacetan persalinan.

Pengetahuan yang baik tentang CPD ini sepatutnya dimiliki oleh setiap dokter
muda sebagai bekal dalam praktek kedokteran umum agar dapat mengambil
keputusan dan penatalaksanaan yang tepat. Sebab, penatalaksanaan yang tepat
terhadap CPD dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas pada ibu maupun
janin

3
BAB II
STATUS PASIEN

II.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 26 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Wanurejo, Pringapus
Pendidikan Terkahir : SMA
No. RM : 1834** – 2020
Tanggal Masuk : 3 Januari 2020
Biaya Pengobatan : BPJS Non PBI

II.2. ANAMNESIS
Auto anamnesis dilakukan pada tanggal 3 Januari 2020, pukul 21.30 WIB di Ruang
Bougenville RSUD Ambarawa.

Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah sejak 1 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien G1P0A0 dengan usia kehamilan 40 minggu datang dengan keluhan
nyeri perut bagian bawah sejak 1 minggu SMRS. Nyeri dirasakan muncul setiap
waktu ketika pasien sedang beraktivitas ataupun istirahat. Perut kenceng-kenceng
sudah sering dirasakan, keluar darah flek dari jalan lahir disangkal, pusing, mual

4
dan muntah disangkal. Gerakan janin masih dirasakan oleh pasien. Ketuban rembes
sejak pukul 05.00 pagi hari.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat abortus : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes mellitus : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat ISK : disangkal
 Riwayat penyakit selama kehamilan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien. Riwayat
penyakit di dalam keluarga seperti hipertensi, asma, alergi, penyakit jantung,
diabetes mellitus disangkal.

Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun
Lama haid : 7 hari
Siklus : 28 hari
HPHT : 29 Maret 2019
HPL : 3 Januari 2020

Riwayat Obstetri
Anak I: Tahun 2020, hamil ini

Perilaku Kesehatan
- Merokok : disangkal
- Minum minuman beralkohol : disangkal

5
- Jamu – jamuan : disangkal

Riwayat KB
Belum pernah KB

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali dengan suami sekarang sudah berjalan 1 tahun

Riwayat Pengobatan
Riwayat minum obat – obatan selama masa kehamilan disangkal oleh pasien.
Pasien tidak sedang dalam pengobatan rutin selain perawatan kehamilan.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pendidikan terakhir pasien adalah SMA, saat ini pasien bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Suami pasien pendidikan terakhirnya adalah SMA, saat ini bekerja sebagai
wiraswasta. Kesan ekonomi keluarga menengah.

II.3. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 28 Juni 2019
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis GCS : E4M6V5, total = 15

Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 140/90 mmHg
 Nadi : 100 x/menit
 Pernafasan : 20 x/menit
 Suhu : 36.7o C
 SpO2 : 99 %

Status Generalis
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
Telinga : tidak tampak kelainan

6
Hidung : tidak tampak kelainan
Mulut : tidak tampak kelainan
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid
Jantung : BJ I – II reguler murni, gallop (-), murmur (-)
Thoraks : Suara napas dasar vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Cembung, supel, striae gravidarum (+), nyeri tekan (-), BU (+)
Ekstremitas : Akral hangat, turgor kulit baik, edema (-), gerak bebas

Status Obstetri
a. Pemeriksaan luar
Inspeksi : cembung gravida, linea nigra (+), striae gravidarum (+)
Palpasi :
 TFU : 36 cm
 DJJ : 144x/menit, reguler
 HIS : (+) jarang
 Leopold :
- Leopold I : bokong
- Leopold II : punggung kanan
- Leopold III : kepala
- Leopold IV : divergen
b. Pemeriksaan dalam / Vaginal Toucher :
Vulva/uretra tidak ada kelainan, dinding vagina dalam batas normal, portio
tebal keras, pembukaan 2-3 cm, presentasi kepala, kulit ketuban utuh, kepala
Hodge I

II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium 3 Januari 2020
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Darah Lengkap
Hb 11.7 11.7 – 15.5 g/dl
Leukosit 14.8 (H) 3.6 – 11.0 ribu
Eritrosit 4.49 3.8 – 5.2 juta

7
Hematokrit 34.3 (L) 35 – 47 %
Trombosit 579 (H) 150 – 400 ribu
MCV 76.3 (L) 82 – 98 fL
MCH 26.0 (L) 27 – 32 pg
MCHC 34.1 32 – 37 g/dl
Limfosit % 10.8 25 – 40 %
Monosit % 4.8 2–8%
Eosinofil % 0.2 (L) 2–4%
Basofil % 0.3 0–1%
Neutrofil % 83.8 (H) 50 – 70 %
PTT 9.8 9.3 – 11.4 detik
APTT 28.6 24.5 – 32.8 detik
Golongan Darah O
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 98 74 – 106 mg/dL
SGOT 15 0 – 35 U/L
SGPT 12 0 – 35 IU/L
Ureum 13 10 – 50 mg/dL
Kreatinin 0.67 0.45 – 0.75 mg/dL
Serologi
HBsAg Non-reaktif Non-reaktif
Sekresi dan Ekskresi
Protein Urine 1 + 0.3 Negatif

II.5 DIAGNOSIS
G1P0A0 usia 26 tahun hamil 40 minggu dengan preeklampsia

II.6 TATALAKSANA
Sikap
Terminasi: Sectio Caesarea

II.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam

8
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi
Preeklampsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai proteinuria atau

edema atau keduanya yang terjadi akibat kehamilan pada minggu ke-20 atau kadang

terjadi lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada villi

korialis (pada kasus molahidatidosa). Dominan terjadi pada primigravida dan

meningkat 7-10 kali pada kehamilan berikutnya. Preeklampsia berat (PEB)

mempunyai kemungkinan diturunkan, sehingga dikatakan ada faktor genetik, oleh

karena itu wanita yang saat dilahirkan ibunya eklampsia akan lebih mungkin

eklamspia dibandingkan yang tidak.

Eklampsia didiagnosis bila pada wanita dengan diagnosis preeklamsia,

mengalami kejang-kejang yang bukan disebabkan oleh kelainan neurologis lain

seperti epilepsi. Ada ahli yang berpendapat perlu stabilisasi tekanan darah dan

keadaan umum terlebih dahulu selama 4-6 jam baru terminasi, namun menurut Prof.

Gulardi langsung dilakukan terminasi.

Superimposed preeklampsia atau eklampsia adalah keadaan preeklamsia atau

eklampsia yang terjadi pada wanita yang menderita hipertensi vaskular kronis atau

penyakit ginjal. Dimana hipertensi kronis adalah penyakit hipertensi yang menetap

dengan penyebab apapun dan sudah diderita sebelum kehamilan atau pada usia

kehamilan kurang dari 20 minggu 28 tanpa adanya mola hidatidosa atau hipertensi

yang menetap setelah 6 minggu post partum.

10
Hipertensi gestasional adalah kenaikan tekanan darah yang timbul pada paruh

kedua masa kehamilan atau dalam waktu 24 jam post partum, tanpa disertai tanda-

tanda lain preeklamsia atau hipertensi kronis yang mendasarinya dan sembuh dalam

waktu 10 hari setelah persalinan.

III.2. Epidemiologi
Kondisi ini sangat umum dan terjadi pada 5 % dari seluruh kehamilan di

Amerika dan Eropa. Eklampsia merupakan komplikasi yang mengancam jiwa

dan biasanya ditunjukkan dengan adanya kejang grand mal. Istilah tersebut

diambil dari kata yunani untuk kilat (halilintar). Bentuk yang lebih berat (parah)

dari preeklampsia adalah terdapatnya gambaran hemolisis, elevasi enzim-enzim

hati, dan rendahnya trombosit (sindrom HELLP). Kondisi ini terjadi pada 1 dari

1000 kehamilan.

Beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan preeklampsia

diantaranya riwayat keluarga, hipertensi, diabetes, penyakit renal sebelumnya,

kehamilan ganda, dan riwayat obstetrik yang buruk. Para ahli nefrologi

seringkali dimintai pendapat untuk menangani wanita preeklampsia dengan

peningkatan tekanan darah yang berat dan penyakit renal. Meskipun demikian,

hasil eksperimen atau klinis terbaru pada kondisi ini merupakan informasi yang

penting untuk para nefrologist.

Tiap tahun sekitar 10 wanita dan sebanyak 1000 bayi meninggal karena

keadaan misterius yang berhubungan dengan kehamilan yang disebut

preeklamsia. Preeklamsia terjadi dalam 1 diantara 10 kehamilan dan eklamsia

terjadi dalam 1 diantara 50 kehamilan. Frekuensi preeklamsia untuk tiap negara

berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah

11
primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam diagnosis dan

lain-lain.

III.3. Patofisiologi

Patofisioliogi yang paling diyakini sebagai awal mula dari preeklampsia

adalah terpaparnya villi khorialis untuk pertama kalinya (primigravida), atau

terpapar villi khorialis dalam jumpa yang berlimpah, misalnya pada gemelli atau

mola. Pada kehamilan normal, invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua

menghasilkan suatu “perubahan fisiologis” pada arteri spiralis, karena suplai darah

yang dibutuhkan pada kehamilan meningkat, maka diameter arteri spiralis harus

membesar, yang menurut hukum Poiseuille’s meningkat 4 sampai 6 kali.

Kemampuan untuk melebarkan diameter arteri spiralis merupakan kebutuhan

utama untuk keberhasilan suatu kehamilan. Hasil akhir dari perubahan fisiologis

tadi adalah arteri spiralis yang sebelumnya tebal berubah menjadi kantung elastis

yang lebar, bertahanan rendah, sehingga memungkinkan suplai darah yang adekuat

untuk oksigenasi dan nutrisi bagi janin.

12
Pada ibu yang mengalami defisiensi plasentasi akan menyebabkan tidak

terjadinya secara sempurna perubahan fisiologis arteri spiralis tersebut, sehingga

hanya sebagian arteri spiralis segmen desidua yang berubah, sedang arteri apiralis

segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos. Selain itu juga

ditemukan adanya hiperplasia tunika media dan trombosis, sehingga diameter arteri

spiralis 40% lebih kecil dibandingkan kehamilan normal sehingga timbul

penyumbatan yang dapat bersifat parsial ataupun total. Hal inilah yang

menimbulkan insufisiensi, hipoksia dan iskemia dan timbul preeklamsia.

Gambar 2.2. Spatium intervilli normal dan preeklampsia

13
Hipotesis yang penting pada patogenesis dari preeklamsia adalah

terdapatnya senyawa yang dihasilkan jaringan uteroplasenta yang masuk ke

sirkulasi ibu dan menyebabkan kerusakan endotel. Perubahan fungsi endotel yang

terjadi dianggap sebagai penyebab utama timbulnya gejala preeklamsia: hipertensi,

proteinuria dan aktivasi sistem hemostasis.

Senyawa yang dihasilkan jaringan uteroplasenta yang dapat merusak

endotel itu adalah hasil metabolisme lipid terutama yaitu peroksidase lipid.

Peroksidase lipid ini diproduksi pada saat radikal bebas menyerang asam lemak

tidak jenuh dan kolesterol pada membran sel dan lipoprotein. Peroksidase lipid

merupakan zat toksik yang bisa menyebabkan kerusakan sel baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Keadaan hipoksia yang terjadi dapat meningkatkan jumlah xantin

dehidrogenase yang terkonversi menjadi xantin oksigenase yang akan

mendegradasi purin, xantin dan hipoxantin menjadi asam urat. Dalam proses

degradasi tersebut terbentuk juga superoksida yang merupakan suatu radikal bebas

yang poten. Terjadinya reaksi radikal bebas ini ditandai dengan meningkatnya lipid

peroksida pada pasien preeklamsia dibandingkan dengan dengan kehamilan

normal.

14
Reaksi radikal bebas inilah yang akan menimbulkan disfungi endotel, yaitu

terjadi endoteolisis dan perubahan ultrastrukturnya pada alas plasenta dan

pembuluh darah uterus, karena radikal bebas ini bereaksi dengan membran sel

sehingga terbentuk lipid peroksidase dan aldehida yang toksik sehingga dapat

mematikan sel.

Hipotesis yang lain adalah adanya prekusor neurokinin B (NKB) dari

bovine, yang bekerja melalui reseptor NK3, yang menstimulasi timbulnya

vasokonstriksi dan kontraksi vena mesenterika serta vena portal hati, yang

menyebabkan rusaknya janin dan hati. Dengan demikian menyebabkan

terakumulasinya zat toksik seperti lipid peroksidase, yang makin memperberat

rusaknya endotel. Mutasi faktor Leiden V yang disebut-sebut sebagai penyebab

genetik timbulnya preeklamsia, hanya ada pada orang Eropa bukan orang

15
Indonesia. Pada preeklamsia homocystein meningkat karena tak bisa jadi methionin,

proses ini membutuhkan vitamin B12.

Menjadi perhatian kita bahwa ringannya hipertensi tidak selalu

mencerminkan ringannya penyakit. Karena hipertensi yang timbul sebenarnya

merupakan kompensasi tubuh untuk memenuhi suplai darah ke organ-organ.

Memang ada teori yang mendukung bahwa beratnya preeklamsia sebanding dengan

beratnya hipertensi, yaitu teori peningkatan produksi tromboxan A2 dan

menurunnya produksi prostasiklin oleh plasenta dan trombosit sehingga timbul

vasokonstriksi yang berbanding lurus dengan beratnya hipertensi. Menurunnya

produksi prostasiklin juga disebabkan karena meningkatnya konsentrasi

progesteron dalam kehamilan. Namun perlu diingat bahwa 20% eklamsia timbul

pada kondisi tekanan darah yang tidak terlalu tinggi, karena ternyata ada etiologi

lain (oksidan-antioksidan) yang telah dijelaskan sebelumnya.

Hal inilah yang terjadi pada ibu dengan preeklamsia dimana terjadi

ketidakseimbangan produksi tromboxan A2–prostasiklin sehingga terjadi

vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi dan juga mungkin

terjadi reaksi radikal bebas yang menyebabkan rusaknya endotel-endotel pembuluh

darah. Kerusakan endotel pembuluh darah di ginjal ditandai dengan lolosnya

protein pada filtrasi glomerulus sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun

dan adanya hipertensi yangmenyebabkan tekanan hidrostatik intravaskuler

meningkat sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke ekstravaskuler ke interstisial,

timbullah edema tungkai, dan edema pulmonum. Tidak semua endotel mengalami

kerusakan karena terdapat heterogenitas endotel sehingga tidak semua endotel

mengalami disfungsi. Endotel sendiri berperan untuk mengatur tonus otot vaskuler,

16
adhesi leukosit dan inflamasi serta memelihara keseimbangan trombosis dan

fibrinolisis.

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan

patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan

oleh vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat

mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti

prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi

platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf

pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.

Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus

dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri

epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap

kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya

cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan

hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark

plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat

bahkan kematian janin dalam Rahim.

III.4 Manifestasi Klinis pada Penderita Preeklampsia

a. Kardiovaskuler : vasospasme menyeluruh, resistensi pembuluh darah perifer

meningkat, stroke work index ventrikel kiri meningkat, central venous

pressure menurun, pulmonary wedge pressure menurun.

b. Hematologi : volume plasma menurun, viskositas darah meningkat,

hemokonsentrasi, koagulopati.

17
c. Ginjal : glomerular filtration rate menurun, renal plasma flow menurun, uric

acid clearence menurun

d. Hepar : necrosis periportal, kerusakan hepatoselluler, subcapsular

hematome.

e. SSP : edema serebri dan perdarahan cerebri.

f. Otak : Tekanan darah meningkat, cerebral perfusion pressure meningkat dari

60-120 mmHg pada kondisis normal menjadi 130-150 mmHg, akan terjadi

kegagalan autoregulasi sehingga pembuluh darah vasodilatasi yang akhirnya

menimbulkan iskemia, terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah

otak, eksudasi plasma, edema otak, kompresi pembuluh darah otak sehingga

aliran darah otak menurun. Pada CT scan otak didapatkan: edema cerebral,

perdarahan otak (diintraventrikular, bisa diparenkim), infark otak.

III.5 Diagnosis

Meningkatnya tekanan darah (untuk mengurangi kesalahan, pengukuran

dilakukan dengan pasien posisi duduk). Diagnosis preeklamsia ditegakkan

berdasarkan peningkatan tekanan darah mencapai lebih besar atau sama dengan

140/90 mmHg; atau adanya peningkatan darah sistolik > 30 mmHg atau diastolik >

15 mmHg. Bila tekanan darah mencapai atau lebih dari 160/110 mmHg, maka

preeklamsia disebut berat. Preeklamsia termasuk kriteria berat pula walaupun

tekanan darah belum mencapai 160/110 mmHg, jika ditemukan gejalalain seperti

berikut ini : proteinuria 3 (+) pada test celup, oliguria ( < 400 cc/24 jam), sakit

kepala hebat dan gangguan penglihatan, nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan

atas abdomen atau ada ikterus, edema paru atau sianosis, trobositopenia, PJT.

18
Protein, proteinuria sebagai indikator prognosis. Sehingga diperlukan

pemeriksaan serial. Bahkan Chesley (1985) secara tepat menyimpulkan bahwa

tanpa adanya proteinuria diagnosis preeklamsia meragukan, namun pada tahun

yang sama Chesley juga mengemukakan bahwa 10 % dari kejang eklamsia timbul

sebelum timbulnya proteinuria nyata, sehingga perlu segera diambil tindakan

meskipun naiknya tekanan belum disertai oleh proteinuria. Proteinuria didefinisikan

sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin 24 jam atau 100 mg atau

lebih per dL pada sekurang-kurangnya dua sampel urin yang diambil dengan selang

waktu 6 jam. Vasospasme, dengan pemeriksaan optalmologi, dapat dipakai untuk

mengevaluasi perkembangan penyakit. Pada preeklamsia berat terjadi peningkatan

ratio vena arteri (normal 4:3) dan vasospasme segmental.

Pertambahan berat badan dan edema. Banyak ahli yang sepakat bahwa

edema pada tangan dan muka, sangat sering ditemukan pada wanita hamil, sehingga

diagnosis preeklamsia tidak dapat dipastikan dengan adanya edema dan tidak dapat

disingkirkan dengan tidak adanya edema. Nyeri epigastrium atau nyeri abdomen

pada kwadran kanan atas dianggap terjadi akibat nekrosis dan edema sel-sel hati

yang meregangkan kapsula Glissoni. Nyeri yang khas sering disertai dengan

naiknya kadar enzim-enzim hati di dalam serum dan biasanya memerlukan segera

terapi definitif. Kadang rasa nyeri mendahului ruptura hematoma supkapsuler

hepar.

Trombositopeni merupakan tanda khas preeklamsia yang memburuk, yang

mungkin disebabkan oleh hemolisis mikroangiopati yang timbul karena

vasospasme hebat. Wanita biasanya tidak mengemukakan keluhan dan jarang

memperhatikan tanda-tanda preeklamsia, atau karena memang minimnya

19
pengetahuan tentang hal tersebut, maka untuk deteksi dini diperlukan pengamatan

yang cermat dengan masa interval pemeriksaan yang tepat selama ANC, terutama

bagi wanita yang diketahui mempunyai faktor predisposisi preeklamsia, seperti:

nulliparitas, adanya riwayat preeklamsia pada keluarga, janin multiple, diabetes,

penyakit vaskuler kronik, penyakit ginjal, mola hidatidosa dan hidrops fetalis.

Edema paru merupakan kondisi yang dapat mengancam jiwa pasien, yaitu

suatu keadaan di mana terjadi peningkatan jumlah cairan interstisial paru dan

alveoli paru yang melebihi kemampuan drainase sistem limfatik, yang disebabkan

karena:

(1) Peningkatan tekanan hidrostatik intravaskuler

(2) Rendahnya tekanan onkotik intravaskuler akibat hipoalbuminemia

(3) Meningkatnya permiabilitas vaskuler karena rusaknya endotel pembuluh

darah paru, yang semuanya terjadi karena proses preeklamsia.

Timbulnya edema pulmonum mengganggu proses oksigenasi di paru

sehingga timbul hipoksemia berat yang ditandai dengan turunnya PO2, sehingga

menimbulkan hipoksia berat. Keadaan ini dapat menimbulkan pertumbuhan janin

terhambat hingga kematian janin intra uterin.

Kadar hemoglobin dapat menurun, diperkirakan karena proses hemolisis

masif akibat dari meningkatnya tekanan osmotik dan kerapuhan dinding sel, yang

seharusnya dibuktikan dengan adanya hiperbilirubinemia, atau dari pemeriksaan

apus darah tepi didapatkan adanya morfologi sel darah merah berupa schistocytes

dan burr cells, ditemukannya helmet cells karena eritrosit yang rusak. Sedangkan

trombositopenia merupakan tanda khas preeklamsia yang memburuk, dan mungkin

disebabkan hemolisis mikroangiopati yang timbul karena vasospasme berat, ada

20
juga yang memperkirakan karena adanya proses imunologi. Ketidakseimbangan

oksidan dan antioksidan yang merusak struktur endotel pembuluh darah juga dapat

menerangkan timbulnya sindroma HELLP ini, yaitu karena terjadi “penimbunan”

trombosit pada endotel yang rusak tersebut dan terjadinya nekrosis sel-sel hepar,

khususnya bagian periportal pada bagian perifer lobulus hepar. Sindroma HELLP

meningkatkan resiko timbulnya infeksi, koagulopati konsumtif, gagal ginjal,

sindroma distress pernafasan, infark hepatic hingga ruptur hepar serta

cardiopulmonary failure.

Dikatakan bahwa manifestasi sindroma HELLP bervariasi dari beberapa

jam sampai 7 hari post partum, terbanyak berkembang dalam 48 jam post partum.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa turunnya trombosit dan hemoglobin saja

belum dapat dikategorikan sebagai sindroma HELLP, karena tidak ada istilah

sindroma HELLP parsial. Ada lagi pendapat yang menyatakan bahwa kalau kita

menunggu sampai semua manifestasi, artinya kita menunggu sampai keadaan berat.

Memang ada beberapa klasifikasi sindroma HELLP, antara lain klasifikasi

Missisipi dimana klasifikasi berdasarkan pada jumlah trombosit maternal, yaitu :

1. Kelas I jika jumlah trombosit £ 50.000/ ul, > 50.000

2. Kelas II jika jumlah trombosit £ 100.000/ul, >100.000

3. Kelas III jika jumlah trombosit 600 IU/L dan AST > 70 IU/L

4. Inkomplit apabila hanya terdapat satu atau 2 gejala seperti di atas.

Karena diagnosis dini dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat akan

mempengaruhi prognosis.

III.6 Penatalaksanaan

21
A. Preeklampsia Ringan

1. Rawat jalan

Ibu hamil dengan PER dapat dirawat jalan. Dianjurkan untuk banyak

istirahat ( berbaring/ tidur miring), tetapi tidak mutlak untuk tirah

baring. Tidak diberikan obat-obatan diuretic, antihipertensi dan

sedative. Dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin untuk memantau

perjalanan penyakit. Pengaturan diet yang mengandung 2 gr natrium

dianggap cukup.

2. Rawat inap

Kriteria:

a. Bila tidak ada perbaikan perawatan selama 2 minggu di rumah

b. Adanya satu atau lebih gejala PEB

3. Perawatan Obstetrik

Jika tekanan darah normotensif, persalinan ditunggu hingga aterm.

B. Preeklampsia Berat

Penatalaksanaan untuk preeklampsia berat dapat dibagi atas 2 hal


yaitu:
a. Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif
1. Kehamilan <37 minggu
2. Keadaan janin baik
3. Tidak ada impending eklampsia
Pengobatan medisinal
1. Pemberian obat antikejang MgSO4
i. Loading dose diberikan 4 gram MgSO4
secara IVselama 15 menit.

22
ii. Maintenance dose diberikan infuse 6 gram
dalam larutan RL/ 6 jama atau 4-5 gram
secara IM.
2. Diuretik
Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada
edema paru, gagal jantung kongestif ataupun edem
anasarka.
3. Pemberian antihipertensi.
i. Lini pertama diberikan nifedipin dengan
dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.
ii. Lini kedua diberikan sodium nitropusside

dengan dosis 0,25 mikrogram

IV/kgBB/menit

b. Perawatan aktif (Sectio caseria)

Indikasi bila terdapat satu atau lebih keadaan ini :

i. Ibu

- Kehamilan > 37 minggu

- Adanya impending eklampsia

- Perawatan konservatif gagal

- 6 jam setelah pengobatan medicinal terjadi kenaikan

tekanan darah

- 24 jam setelah pengobatan medicinal gejala tidak berubah

ii. Janin

- Adanya tanda-tanda gawat janin

- Adanya pertumbuhan janin terhambat dalam rahim

- Laboratorik

23
- Adanya sindrom HELLP

C. Penatalaksanaan Eklampsia

Perawatan dasar eklampsia yang utama adalah terapi suportif untuk

stabilisasi fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing,

Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi dan

mengobati hipoksemia dan asidemia, mencegah trauma akibat kejang pada

pasien, mengendalikan tekanan darah dan melahirkan janin dengan cara

yang tepat dan waktu yang tepat.

Pengobatan medisinal

1. Pemberian obat antikejang MgSO4

iii. Loading dose diberikan 4 gram MgSO4

secara IVselama 15 menit.

iv. Maintenance dose diberikan infuse 6 gram

dalam larutan RL/ 6 jama atau 4-5 gram

secara IM.

2. Perawatan waktu kejang

- Perawatan di kamar isolasi yang terang

- Fiksasi badan di tempat tidur harus longgar

- Selesai kejang, segeralah berikan oksigen.

3. Perawatan koma

- Menjaga jalan nafas tetap terbuka

- Drainase lendir

24
- Monitoring kesadaran

4. Perawatan edema paru

1. Saran rawat di ICU dengan monitor dan ventilator

D. Penatalaksanaan Sindroma HELLP

Penatalaksanaan sindroma HELLP post partum meliputi

pengendalian tekanan darah yang lebih agresif, antikonvulsan, pemberian

kortikosteroid (dexametason 10-10-5-5/12jam) akan mempercepat

penyembuhan sindroma HELLP serta mengurangi resiko terjadinya

komplikasi maternal yang ditandai dengan meningkatnya produksi urin dan

jumlah trombosit, dan menurunnya kadar LDH dan AST.

Diuresis dapat menurun pada pasien PEB, kemungkinan adanya

proses mikroangiopati yang menyebabkan oklusi pembuluh darah

glomerulus sehingga filtrasi menurun. Maka untuk menegakkan diagnosis

dilakukan pemeriksaan keadaan hemostasis pasien, dan dapat diperoleh data

PT dan APTT serta fibrinogen dalam batas normal, dengan kadar D-Dimer

≥ 500, yang memberikan kesan adanya pemecahan produk fibrinogen (FDP)

yang berarti ada proses mikroangiopati. Dapat diberikan heparin 3x2500 U.

Biasanya diuresis akan membaik dalam beberapa hari, yang berarti

terbukanya oklusi pembuluh darah.

Dalam perawatan dapat terjadi penurunan albumin yang makin

memberat. Harusnya segera dilakukan penggantian albumin yang hilang,

namun untuk pasien yang sedang mengalami fase poliuri, akan sia-sia,

karena albumin yang masuk akan terbuang percuma lewat urin, karena itu

25
sambil menunggu fase poliuri lewat dapat diberikan diet tinggi protein dan

ekstra telur. Untuk menghilangkan kekhawatiran terbuangnya protein lewat

urin tersebut, dilakukan pengecekan proteinuria, jika tidak didapatkan

proteinuria maka disimpulkan bahwa endotel pembuluh darah ginjal telah

membaik, dan diasumsikan bahwa endotel pembuluh di paru juga membaik.

III.6.1 Monitoring

Diuresis minimal 30 ml / jam (Mg disekresi lewat urine) , refleks patella

harus tetap positif (merupakan tanda pertama, refleks akan menghilang pada kadar

8-10 mEq/L, dalam hal ini Mg harus distop sampai refleks positif lagi) , respirasi

rate minimal 14 x / menit (pada kadar > 12 mEq / L akan terjadi depresi pernafasan).

Jika timbul tanda-tanda toksisitas, maka kadar magnesium darah harus dievaluasi

dan berikan antidotum calsium glukonas 1000 mg dalam 3 menit.

Magnesium dalam melewati barier plasenta dalam kadar yang sama,

sehingga bayi baru lahir dari ibu yang diterapi dengan magnesium sulfat bisa

mengalami depresi pernafasan dan hiporeflek, hal ini tidak atau jarang ditemukan

pada pemberian intramuskular. Magnesium sulfat bekerja secara sinergis dengan

obat anestesi umum, sehingga dosisnya harus lebih rendah.

Nitrogliserin, karena nitrat mempunyai efek venodilator yang kuat dan juga

bersifat arteriodilator, maka dapat menurunkan preload (terutama) dan afterload.

Dengan demikian nitrat dapat menurunkan tekanan kapiler paru secara bermakna,

sehingga dapat mengurangi ekstravasasi cairan dan telah terbukti dapat mengatasi

simptom edema paru. Nitrat akan membentuk radikal bebas NO yang reaktif dalam

sel otot polos, yaitu dengan mengaktivasi siklik GMP sehingga terjadi defosforisasi

26
myosin yang pada akhirnya mengakibatkan relaksasi otot polos pembuluh darah,

hal ini dapat ikut menurunkan tekanan darah. Cara pemberian nitrogliserin dimulai

dari 5 ug/’ boleh dititrasi hingga maksimal 200 ug, demikian juga dengan

tatalaksana edema paru yang lain, seperti pemberian diuretik dengan tujuan untuk

mengurangi preload.

Ekstraksi pada PK II; dilakukan karena mengedan akan meningkatkan

tekanan darah. Post partum segera berikan furosemid 80 mg intravena untuk

mencegah back flow agar tidak terjadi edema paru. Tindakan segera mengakhiri

persalinan secepat mungkin adalah benar.

III.7 Komplikasi
Kompilkasi terberat pada preeklampsia adalah kematian ibu dan janin.

Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu berupa kemunduran fungsi sejmlah organ

dan sisitem yang kemungkinan sebagian besar terjadi akibat vasospasme, yaitu

gagal ginjal, sindrom HELLP, eklampsia dan perdarahan otak.

Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada janin berhubungan dengan

terjadinya perubahan dalam perfusi darah uteroplasenta akut ataupun kronis yang

bisa menyebabkan pertumbuhan janin intrauterine terhambat dan prematuritas.

III.8 Prognosis

Pada umumnya baik dengan penatalaksanaan yang tepat. Wanita yang

mengalami preeklampsia selama kehamilannya mempunyai resiko yang tinggi

untuk serangan ulangan pada kehamilan berikutnya. Resiko meninkat 50% pada

wanita yang mengalami preeklampsia pada usia kehamilan muda (sebelum minggu

ke-27).

27
BAB IV
KESIMPULAN

Preeklampsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai proteinuria atau


edema atau keduanya yang terjadi akibat kehamilan pada minggu ke-20 atau kadang
terjadi lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada villi
korialis (pada kasus molahidatidosa).
Sebagian besar dari data – data anmnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang pada pasien ini mengarah pada preeklampsia. Adapun data yang didapat
pada kasus ini, Ny. E, 26 tahun dengan diagnosa dengan G1P0A0 UK 40 minggu
datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 1 minggu SMRS. Nyeri
dirasakan muncul setiap waktu ketika pasien sedang beraktivitas ataupun istirahat.
Perut kenceng-kenceng sudah sering dirasakan, keluar darah flek dari jalan lahir
disangkal, namun pasien merasakan pusing tanpa disertai mual dan muntah.

28
Gerakan janin masih dirasakan oleh pasien. Ketuban rembes sejak pukul 05.00 pagi
hari.
Tindakan yang dilakukan segera setelah data anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang didapatkan adalah dilakukan tindakan sectio caesaria.
Setelah tindakan operatif dilakukan selanjutnya terapi diberikan sesuai instruksi dr.
Sp.OG.

29

Anda mungkin juga menyukai