Anda di halaman 1dari 14

BAB I

KETENTUAN JALAN

A. Umum
1. Pengertian Jalan dan Trase
Menurut UU RI No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jalan adalah prasarana
transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapan yang diperlukan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau
air, serta di atas permukan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Sedangkan menurut UU RI No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap
dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau
air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.
2. Bagian Jalan
Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman
Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan, Bagian-Bagian Jalan
dibedakan menjadi sebagai berikut.
a. Ruang manfaat jalan adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
tinggi dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan
digunakan untuk badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.
b. Ruang milik jalan adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di
luar manfaat jalan yang diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran
jalan, penambahan jalur lalu lintas di masa datang serta kebutuhan ruangan
untuk pengamanan jalan dan dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi
tertentu.
c. Ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang
penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu
pandangan bebas pengemudi, konstruksi jalan, dan fungsi jalan.

Gambar 1.1 Bagian-bagian penampang melintang jalan


(Sumber : PP No 34 Tahun 2006)

3. Fungsi Hirarki dan Kelas Jalan


Jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas.
a. Sistem jaringan jalan
Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri
dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang
terjalin dalam hubungan hierarki. Sistem jaringan jalan disusun dengan
mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan
keterhubungan antarkawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan
kawasan perdesaan. Menurut PP No 34 Tahun 2006 sistem jaringan dibagi
menjadi dua yaitu,
1) Sistem jaringan jalan primer
Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan yang
menghubungkan antarkawasan perkotaan, yang diatur secara berjenjang
sesuai dengan peran perkotaan yang dihubungkannya.
2) Sistem jaringan jalan sekunder
Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan yang
menghubungkan antarkawasan di dalam perkotaan yang diatur secara
berjenjang sesuai dengan fungsi kawasan yang dihubungkannya.

b. Jalan umum menurut fungsi


Menurut Pedoman Bina Marga Tahun 1997 tentang Tata Cara Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan
kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.
1) Jalan arteri
Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak
jauh,kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
efisien.
2) Jalan kolektor
Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan
masuk dibatasi,Jalan local
3) Jalan local
Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

c. Jalan umum menurut status


Menurut UU No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jalan umum statusnya
dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten,
jalan kota, dan jalan desa.
1) Jalan nasional
Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan
jalan strategis nasional, serta jalan tol.
2) Jalan provinsi
Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota,
atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
3) Jalan kabupaten
Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan
primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional dan jalan provinsi,
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan,
antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan
lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan
jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4) Jalan kota
Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan
pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antara persil, serta
menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
5) Jalan desa
Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan
dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

d. Jalan menurut medan jalan


Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan
medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Keseragaman kondisi medan
yang diproyeksikan harus mempertimbangkan keseragaman kondisi medan
menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada
bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut.
Tabel 1.1 Klasifikasi medan jalan
No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3-25
3 Pegunungan G > 25
Sumber : Pedoman Bina Marga Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
Antar Kota, 1997

e. Jalan umum menurut kelas


Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan
dikelompokkan atas bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan
kecil.
Tabel 1.2 Klasifikasi menurut kelas jalan
Muatan Sumbu
Fungsi Kelas
Terberat MST (ton)
I
Arteri II <3
IIIA
IIIA
Kolektor 3-25
IIIB
Sumber: Pedoman Bina Marga Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
Antar Kota, 1997

Tebal perkerasan jalan itu ditentukan sesuai dengan kelas jalan. Makin berat
kendaraan-kendaraan yang melalui suatu jalan, makin berat pula syarat-
syarat yang ditentukan untuk pembuatan jalan itu.
1) Kelas I
Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk
dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu
lintasnya tak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor.
Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan-jalan raya yang berjalur
banyak dengan konstruksi perkerasan dari jenis yang terbaik dalam arti
tingginya tingkatan pelayanan terhadap lalu lintas.
2) Kelas II
Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan sekunder. Dalam komposisi
Ialu lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Kelas jalan ini, selanjutnya
berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya, dibagi dalam tiga kelas,
yaitu: IIA, IIB dan IIC.
a) Kelas IIA
Adalah jalan-jalan raya sekuder dua jalur atau lebih dengan
konlstruksi permukaan jalan dari jenis aspal beton (hot mix) atau
yang setaraf, di mana dalam komposisi lalu lihtasnya terdapat
kendaraan lambat tetapi, tanpa kendaraan tanpa kendaraan yang tak
bermotor. Untuk lalu lintas lambat, harus disediakan jalur tersindiri.
b) Kelas IIB
Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi
permukaan jalan dari penetrasi berganda atau yang setaraf di mana
dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat, tetapi
tanpa kendaraan yang tak bermotor.
c) Kelas IIC
Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi
permukaan jalan dari jenis penetrasi tunggal di mana dalam
komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dari kendaraan
tak bermotor.
3) Kelas III
Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan penghubung dan merupakan
konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Konstruksi permukaan jalan
yang paling tinggi adalah pelaburan dengan aspal.

B. Bagan Alir

Mulai

Peta Topografi

Pembuatan Alternatif Trase

Penilaian Terhadap
Masing-masing Trase
berdasarkan kriteria

Pemilihan Trase

Trase Terpilih

Selesai
C. Kriteria Pemilihan Trase
1. Pengertian Tiap Kriteria
a. Teknis
1) Kondisi Topografi
Memenuhi aturan alinyemen horizontal (lintasan lurus ataupun
tikungan) dan vertikal (meminimalisir kelandaian, mendaki dan
menurun) yang baik. Perancangan antara belokan dengan tanjakan atau
turunan yang berurutan didesain agar antara keduanya memiliki jarak
yang cukup, untuk menjamin keamanan, keselamatan dan kenyamanan.
a) Kondisi Geologi dan Topografi Trase
Terletak pada kondisi tanah stabil/tidak mudah longsor, tidak
terdapat banyak patahan ataupun sesar, dan diupayakan melewati
tanah keras yang mengandung sedikit air agar besar kembang susut
tanah tidak mudah merusak jalan dan juga memudahkan
pelaksanaan konstruksi.
b) Desain Trase
Memenuhi persyaratan dan kriteria desain (geometri, lalulintas,
perkerasan) yang baik.
c) Kemudahan Pelaksanaan
Trase yang baik semaksimal mungkin akan terhindar dari kendala
pekerjaan di lapangan (teknis maupun non-teknis) sehingga metode
pekerjaan dan teknologi yang digunakan pun tidak sulit.

b. Non Teknis
1) Cagar Alam dan Budaya
Trase jalan tidak menerobos (tidak melewati batas jarak minimal
gangguan/kebisingan dan getaran) cagar alam, cagar budaya.
2) Lingkungan dan Fisik
Trase jalan tidak menerobos (tidak melewati batas jarak minimal
gangguan/kebisingan dan getaran) sumber mata air, dan hutan, agar
tidak mengganggu habitat asli dalam suatu ekosistem sehingga
pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan jalan tidak merusak
tatanan hidup yang berakibat fatal pada lingkungan sekitar jalan raya di
masa yang akan datang.

c. Ekonomi
1) Panjang Trase
Mempertimbangkan kemiringan memanjang dan panjang landai kritis,
dan menghindari adanya pekerjaan galian timbunan yang terlalu banyak
agar dana yang dikeluarkan lebih sedikit.

d. Operasi Jalan
1) Keselamatan dan Kenyamanan
Mempertimbangkan kenyamanan dan keselamatan dalam pelaksanaan
pembuatan jalan baru.

2. Pembobotan Tiap Kriteria


Kelebihan dan Kekurangan Trase
a. Trase 1
1) Kelebihan
a) Trase jalan memiliki tikungan yang lebih sedikit dari pada trase jalan
yang lainnya
b) Biaya kontruksinya relatif lebih murah dibandingkan trase lainnya
c) Memiliki lintasan lurus terpanjang
d) Pelaksanaan proyek yang lebih mudah
2) Kekurangan
a) Sebagian trase melewati daerah rawan longsor
b) Jembatan yang ada ditarse lebih panjang
b. Trase 2
1) Kelebihan
a) Trase lebih pendek dri trase lainnya
b) Trase jalan ini tidak rawan bencana
c) Timbunan lebih sedikit
2) Kekurangan
a) Jembatan yang ada ditrase ini lebih panjang
b) Penurunan trase jalan terlalu dekat
c) Memiliki banyak tikungan
c. Trase 3
1) Kelebihan
a) Memiliki lintasan lurus terpanjang daripada trase yang lain
2) Kekurangan
a) Jarak antara tikungan dan ke rel kereta api cukup dekat
b) Trase memiliki tikungan yang tajam
c) Trase terletak dikontur yang terjal dan kemungkinan dapat terjadi
bencana longsor
d. Trase 4
1) Kelebihan
a) Sedikit pekerjaan galian dan timbunan karena sebagian besar trase
melewati daerah yang relative datar
b) Trase jalan ini tidak rawan bencana
2) Kekurangan
a) Trase ini memiliki banyak tikungan
b) Jarak anatara tikungan dan rel cukup dekat
c) Sebagian trase melewati daerah rawan longsor
e. Alternatif 5
1) Kelebihan
a) Trase lebih pendek dari trase lainnya
b) Timbunan lebih sedikit
2) Kekurangan
a) Trase memiliki tikungan yang tajam
b) Terletak pada kontur yang terjal kemungkinan terjadi longsor
c) Trase terlalu dekat ke kawasan konservarsi
d) Penurunan trase jalan terlalu dekat
e) Memiliki banyak tikungan

Untuk penilaian pemilihan pada trase yang direncanakan dapat dilihat pada
Tabel 1.3 Kriteia Pemilihan Trase.
Tabel 1.3 Kriteia Pemilihan Trase
Kriteria Interval penilaian sub-kriteria
Teknis
1. Seluruh jalan baru melewati daerah rawan
bencana
2. Sebagian besar trase jalan baru melewati daerah
rawan bencana
Kondisi Geologi 3. Beberapa segmen trase jalan baru melewati
dan Topografi daerah rawaan bencana
4. Sebagian kecil trase jalan baru melewati daerah
rawan bencana
5. Seluruh trase jalan baru tidak melewati daerah
rawan bencana
1. Banyak tikungan yang terlalu tajam
2. Sedikit tikungan dan tajam
A2 Desain Trase 3. Sedikit tikungan dan agak tajam
4. Sedikit tikungan dan tidak terlalu tajam
5. Sedikit tikungan dan tidak tajam
1. Terlalu banyak galian dan timbunan
2. Banyak galian dan timbunan
Kemudahan
A3 3. Sedikit timbunan banyak galian
Pelaksanaan
4. Banyak timbunan sedikit galian
5. Sedikit galian dan sedikit timbunan
Non Teknis
1. Cagar budaya di sekitar trase jalan baru harus
digusur
2. Cagar budaya di sekitar trase jalan baru harus
digusur sebagian
Cagar Alam dan 3. Cagar budaya di sekitar trase jalan baru harus
B1
Budaya dipindahkan sebagian
4. Cagar budaya di sekitar trase jalan baru tidak
perlu dipindahkan
5. Tidak ada cagar budaya di sekitar trase jalan
baru
1. Seluruh trase jalan baru melewati daerah rawan
bencana
2. Sebagian besar trase jalan baru melewati daerah
rawan bencana
Lingkungan dan 3. Cukup jauh dengan waduk sehingga cukup
B2
Fisik berpotensi merusak lingkungan waduk
4. Jauh dengan waduk sehingga sangat kurang
berpotensi merusak lingkungan waduk
5. Jangat jauh dengan waduk sehingga sangat
kurang berpotensi merusak lingkungan waduk
Ekonomi
1. Trase sangat panjang dan terlalu banyak galian
dan timbunan
2. Trase panjang dan banyak galian dan timbunan
3. Trase cukup panjang, cukup banyak timbunan
C1 Panjang Trase
dan galian
4. Trase pendek, sedikit galian dan timbunan
5. Trase pendek, sangat sedikit galian dan
timbunan
Operasi Jalan
1. Pelakasnaan operasi pengerjaan jalan baru
sangat mengganggu dan membahayakan
keselamatan
2. Pelaksanaan operasi pengerjaan jalan baru
Keselamatan mengganggu dan membahayakan keselamatan
D1 dan 3. Pelaksanaan operasi jalan baru cukup
Kenyamanan mengganggu dan membahayakan keselamatan
4. Pelaksanaan operasi jalan baru sedikit
mengganggu dan membahayakan keselamatan
5. Pelaksanaan operasi jalan baru tidak
mengganggu dan membahayakan keselamatan

3. Pemilihan Trase
Untuk pembobotan tiap kriteria pada trase yang direncanakan dapat dilihat pada
Tabel 1.4 Pembobotan Tiap Kriteria
.
Tabel 1.4 Pembobotan Tiap Kriteria
Kriteria Nilai Bobot Nilai x Bobot
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
A. Teknis
1. Kondisi Geologi 4 4 4 4 4 10% 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4
dan Topografi
Trase
2. Desain Trase 4 3 3 4 2 10% 0,4 0,3 0,3 0,4 0,2
3. Kemudahan 4 4 3 2 2 20% 0,8 0,8 0,6 0,4 0,4
Pelaksanaan
40% 1,32
B. Non Teknis
1. Cagar Alam dan 4 4 4 4 3 10% 0,4 0,4 0,4 0,4 0,3
Budaya
2. Lungkingan dan 3 3 3 3 3 10% 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
Fisik
20% 0,68
C. Ekonomi
1. Panjang Trase 4 3 3 4 3 15% 0,8 0,6 0,6 0,8 0,6
20% 0,68
D. Operasi Jalan
1. Keselamatan 4 4 3 4 3 20% 0,8 0,8 0,6 0,8 0,6
dan
Kenyamanan
20% 0,72
Total 100% 3,9 3,6 3,2 3,5 2,8

Gambar 1.2 Alternatif trase ke-2

Anda mungkin juga menyukai