Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KELOMPOK 11

KEUNGGULAN BIAYA DAN DIFERENSIASI

ANGGOTA KELOMPOK :
SHALMA SALSABILA ( C1C019031 )
SHOIQHAN NAZZAH ( C1C019063 )
RAISA ETHALITA PINEM ( C1C019183 )

MATA KULIAH : MANAJEMEN STRATEGIK


DOSEN : DR. BAIHAQI, S.E., M.SI.AK., CA.,
CAPM

S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
Inisiasi 8
Keunggulan Biaya dan Difrensiasi : Analis Statis dan Dinamis

Tiga macam strategi bersaing generik yang memiliki kecenderungan diterapkan pada level unit
usaha strategis atau produk (dan jasa) yang dihasilkan perusahaan, yakni: (1) keunggulan biaya,
(2) diferensiasi, dan (3) fokus. Ketiga strategi tersebut dikembangkan oleh Porter (1980, 1985)
dan kemudian dikembangkan lebih jauh oleh D'Aveni (1994). Modul ini hanya memberikan
penjelasan secara detail pada dua macam strategi yang disebut terlebih dahulu : keunggulan
biaya dan diferensiasi.

1. Keunggulan Biaya dan Diferensiasi


Michael Porter menerbitkan buku Competitive Strategy pada tahun 1980 dan Competitive
Advantage pada tahun 1985. Berdasar kedua karya Porter tersebut dikenal apa yang
disebut dengan strategi bersaing generik (generic competitive strategy).
Teori strategi bersaing generik tersebut menguraikan tentang strategi bersaing perusahaan
berdasarkan kedalaman pasarnya (market scope), yakni luas (broad) atau lebih terfokus-
terbatas (focus) dan sekaligus sumber keunggulan bersaing yang dimiliki oleh perusahaan,
yakni biaya (cost) atau diferensiasi (differentiation).
Porter, 1990 : 37- 40) mengatakan bahwa "There are two types of competitive advantage:
lower cost and differentiation." Sedangkan strategi Fokus hanya dilihat sebagai salah satu
kategori " ... competitive scope, or the breath of the firm's target within its industry".
Kebanyakan implementasi strategi diferensiasi hampir selalu terkait dengan segmentasi
pasar (Grant, 1995: 207). Diferensiasi bertanya soal bagaimana perusahaan bersaing,
sedangkan segmentasi hanya bertanya soal di mana tempat. Sejak tahun 1980 itulah
sumbangan Porter dalam strategi tidak lagi diragukan, bahkan dinyatakan sebagai"...
unquestionably among the most substantial dan influential contributions that have been
made to the study of strategic behavior in organizations (Campbell-Hunt, 2000: 127).
A. Keuanggulan Biaya.
Dalam strategi keunggulan biaya, perusahaan berusaha menawarkan barang yang dijual
dengan harga yang lebih rendah dibanding barang yang sejenis yang berada dalam satu
kelompok industri tertentu. The first strategy, ... is to achieve overall cost leadership in
an industry through a set of functional policies aimed at this basic objective (Porter,
1980: 35). In it, a firm sets out to become the lowest cost producers in its industry (Porter,
1985: 12). Untuk keperluan itu, perusahaan harus mampu menghasilkan barang dengan
tingkat biaya yang amat rendah, paling rendah dibanding barang sejenis yang menjadi
pesaing. Untuk menerapkan strategi keunggulan biaya, perusahaan dituntut
menguasai pangsa pasar yang relatif besar dan memiliki keunggulan bersaing pada
efisiensi biaya, yang terjadi misalnya sebagai akibat dari besarnya skala ekonomi,
ragam produk yang dihasilkan, keunggulan proses produksi, dan penguasaan bahan
mentah.
Salah satu negara yang berhasil dengan strategi biaya ini adalah Jepang. Mereka bukan
hanya mampu menciptakan barang murah, tetapi juga berkualitas. Hal ini bisa dilihat
dalam industri otomotif. Jepang mampu menaklukan pasar Asia dan Amerika karena
mobil Jepang harganya murah, bahan bakar lebih hemat dan kualitas baik, sementara
mobil Amerika dan Eropa dari sisi kualitas memang baik tetapi harganya mahal dan
boros bahan bakar.
Belakangan ini, China berhasil dalam keunggulan biaya, sehingga hasil produksinya jauh
lebih murah dibanding negara lain, meskipun masalah kualitas masih ada kelemahan,
tetapi untuk pasar bawah, produk China bisa diterima karena mereka hanya mampu
membeli pada harga tersebut meskipun mereka tau umur penggunaan produknya tak
akan terlalu lama.

B. Diferensiasi
Dalam strategi ini, perusahaan berusaha memproduksi dan memasarkan barang dengan
karakteristik tertentu yang khas yang pada akhirnya mengakibatkan barang tersebut
dianggap unik dan bahkan ekslusif oleh konsumen. "The second generic strategy is one
of differentiating the product or service offering of the firm, creating something that is
perceived industrywide as being unique" (Porter, 1980: 37). Lebih jauh ia (Porter,
1985: 14) menyatakan bahwa ... "In differentiation strategy, a firm seeks to be unique
units industry along some dimensions that are widely valued by buyers. "
Perusahaan berusaha memilih salah satu atau beberapa atribut barang (dan pelayanan)
yang dianggap penting oleh konsumen, dan memposisikan barang seiring dengan atribut
barang yang dianggap penting tersebut. Manajemen memiliki banyak pilihan
pendekatan (dan teknik) dalam menerapkan strategi diferensiasi, antara lain melalui:
rasa, desain, citra dan prestis, reputasi, teknologi, pelayanan konsumen, jaringan
distribusi, ketersediaan suku cadang, kualitas, dan keragaman jenis barang. Akan tetapi
nampaknya strategi diferensiasi hanya dapat menjadi keunggulan bersaing dalam waktu
yang relatif panjang jika didasarkan pada kualitas, teknologi, dan pelayanan konsumen.
Pendekatan yang lain hanya memiliki siklus kehidupan yang relatif pendek.
Penerapan strategi diferensiasi juga mengandung risiko. Pertama, sekiranya pembeli
tidak melihat keunikan yang signifikan pada barang tersebut, strategi diferensiasi amat
dengan mudah dapat ditandingi oleh strategi harga murah. Kedua, strategi diferensiasi
juga tak hendak menghasilkan keuntungan yang optimum jika imitasi terhadap barang
tersebut dapat dengan mudah dan cepat dilakukan. Dengan demikian, diferensiasi
hampir selalu menuntut keunikan yang berkelanjutan yang berjangka relatif panjang.
Disamping itu, pilihan strategi diferensiasi juga mengandung risiko yang inheren
terhadap kemungkinan kecilnya pangsa pasar yang dikuasai.
Terakhir, strategi diferensiasi juga tak mudah diterapkan jika perbedaan antara harga
premium yang ditawarkan dengan harga barang pesaing yang menggunakan strategi
keunggulan biaya terendah terlampau jauh. Pembeli bukan tak mungkin bersedia
kehilangan kepuasan karena memutuskan tak membeli barang yang terdiferensiasi
sebagai akibat kemungkinan penghematan yang bisa dilakukan karena membeli barang
lain yang jauh lebih murah. Kesalahan ini lebih mudah terjadi karena perusahaan
melakukan diferensiasi secara berlebihan.
Selain itu penerapan strategi diferensiasi juga memiliki peluang keberhasilan yang lebih besar.
Diferensiasi amat tepat diterapkan jika pasar menyediakan kemungkinan penerapan berbagai
teknik diferensiasi. Pembeli memiliki kebutuhan keunikan barang dan oleh karenanya menyadari
manfaat yang hendak diperoleh dari barang yang terdiferensiasi, sekalipun harus membeli
dengan harga yang lebih mahal. Strategi diferensiasi juga amat tepat diterapkan jika hanya
tersedia kemungkinan yang kecil bagi pesaing untuk segera mengikuti.

C.Fokus
Berbeda dengan strategi keunggulan biaya dan diferensiasi, khususnya yang disebut pertama,
yang memberikan perhatian pada seluruh pasar (industri), strategi fokus berusaha memusatkan
perhatian perusahaan untuk melayani satu atau beberapa segmen pasar tertentu saja.) "The
final generic strategy is focusing on a particular buyer group, segment of the product line, or
geographic market:..." (Porter, 1980: 38). Lebih jauh ia (Porter, 1985: 15) menyatakan bahwa "...
it rests on the chioce of a narrow competitive scope within an industry. The focuser selects a
segment or group of segments in the industry and tailors its strategy to serving them to the
exclusion of others." (Pilihan segmen pasar tersebut dapat didasarkan pada keunikan
karakteristik wilayah pemasaran atau keunikan atribut barang yang diperlukan oleh segmen
pasar tersebut.) Strategi fokus, dengan demikian, dimulai dengan jalan memilih satu ceruk pasar
(a market niche) tertentu yang memiliki preferensi kebutuhan barang yang khas.

(Keunggulan bersaing perusahaan dalam melayani ceruk pasar tersebut dapat dibangun dengan
cara menjual barang dengan harga yang lebih rendah dibanding pesaing (cost focus). Di samping
itu, perusahaan juga dapat membangun keunggulan bersaing berdasar kemampuannya untuk
mendiferensiasikan barang yang ditawarkan kepada segmen pasar yang dipilih (differentiation
focus). Dalam praktik, sepertinya kemungkinan kedua lebih mudah dan lebih lazim dilaksanakan.
Sekiranya pendekatan kedua ini berhasil daerspkan, perusahaan biasanya mampu memperoleh
marjin laba di atas rata rata industri, karena biasanya perusahaan menggunakan kebijaksanaan
harga premium (Namun demikian, hendaknya diingat bahwa-tanpa memperhatikan pendekatan
yang digunakan perusahaan yang memilih fokus hampir tak pernah menguasai pangsa pasar
yang besar.) strategi

Strategi fokus amat tepat diterapkan jika pasar terdiri dari berbagai segmen yang memiliki
kebutuhan yang beragam, dan oleh karena itu hampir mustahil dapat diperlakukan sebagai satu
kesatuan pasar yang utuh. Jika dipaksakan, diperlukan biaya yang mahal. Peluang bisnis ini
semakin transparan, jika segmen pasar pilihan cukup besar, akan tetapi di sisi lain, segmen pasar
tersebut dinilai relatif kecil bagi pesaing besar sehingga bukan merupakan bagian pasar yang
amat signifikan bagi perusahaan besar tersebut. Kesempatan tersebut semakin nyata jika
segmen pasar tersebut secara potensial diharapkan dapat berkembang (tumbuh) di masa yang
akan datang. Apalagi jika segmen pasar tersebut tidak segera dimasuki oleh pesaing.
C. Terperangkap Di Tengah
Posisi terperangkap di tengah (stuck in the middle) dapat terjadi ketika perusahaan gagal
menerapkan salah satu dari tiga kemungkinan strategi bersaing generik: keunggulan
biaya, diferensiasi, dan fokus secara ajek. Perusahaan tidak mampu menjual barang
dengan harga yang murah dengan mengandalkan besarnya pangsa pasar yang dikuasai
dan penerapan strategi pemasaran massal. Perusahaan juga gagal menerapkan praktik
harga premium karena tidak mampu menawarkan barang dengan tingkat diferensiasi
(keunikan) yang memadai. Perusahaan juga tak berhasil mengarahkan bidikan sasaran
pada segmen pasar yang tepat. Akibatnya perusahaan hanya mampu menjual barang
tanpa terdiferensiasi dengan harga yang relatif tinggi dibanding dengan yang ditawarkan
oleh pesaing. Pada umumnya kegagalan ini terjadi karena perusahaan tidak atau tidak
mampu (bersedia) memilih salah satu pilihan strategi secara tegas.
Posisi terperangkap di tengah sering dilihat sebagai posisi yang amat tidak strategis.
Perusahaan tidak mampu mengembangkan pangsa pasar yang dikuasai dan tidak
mampu melakukan akumulasi modal yang diperlukan untuk memperbaiki posisi.

D. Keunggulan Biaya dan Diferensiasi: Model D'Aveni

Apresiasi yang begitu tinggi dari para akademisi dan praktisis terhadap konsep strategi
bersaing generik model Porter (Porterian) tidak menghalangi munculnya Seperti yang
telah dipelajari pada kegiatan belajar sebelumnya, fokus dan posisl terperangkap di
tengah mendapatkan kritik tajam dan sekaligus membangun Kritik konstruktif lainnya
adalah apa yang disampaikan secara komprehensif oleh D'Aveni (1994) Pada dasarnya ia
menyatakan bahwa pesaing memiliki peluang untuk melakukan retulisasi, juga dengan
berbagai pilihan strategi (lihat juga D'Aveni, 2002; Vasconcellose Sa, 2005). Akibatnya,
apa yang terjadi sesungguhnya merupakan sesuatu yang dinamis, karena pasar tidak
hanya diisi oleh satu perusahaan saja. Perusahaan pesaing selalu berusaha mengetahui
dan mungkin melakukan pembalasan terhadap apa yang dilakukan dan akan dilakukan
oleh perusahaan tertentu. Secara detail dapat dilihat pada uraian berikut ini..

Pendekatan statis beranggapan bahwa perusahaan dapat, setidaknya memiliki


kemungkinan yang lebih dari cukup, untuk mempertahankan keunggulan bersaing yang
dimiliki secara berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Sekali perusahaan
mampu menemukan satu keunggulan tertentu, perusahaan berusaha dan dapat
mempertahankan keunggulan tersebut untuk jangka waktu yang lama. Misalnya, begitu
manajemen perusahaan tertentu menetapkan satu harga tertentu yang dianggap telah
murah, manajemen perusahaan terkesan kemudian menganggap bahwa perusahaan
pesaing, dalam satu lingkungan industri, tidak menetapkan harga yang lebih murah
untuk produk serupa. Dalam merumuskan strategi bersaingnya, perusahaan tersebut
hanya mendasarkan diri pada analisis lingkungan bisnis dan profil perusahaan pada satu
moment (waktu) tertentu saja (one point in time).

Terapi hendaknya disadari bahwa anggapan tersebut nampaknya hanya berlaku pada
masa lalu, ketika intensitas persaingan belum mencapai tingkat yang tinggi dan
lingkungan bisnis relatif stabil. Kini, ketika intensitas persaingan terus meningkat bahkan
telah sampai pada tingkat hyper-terus bergerak menuju akan tetapi tak hendak sampai
pada persaingan sempurna- dan di saat yang sama lingkungan bisnis secara ajeg
mengalami perubahan, pendekatan statis tak lagi mampu memberikan jawaban yang
memadai.

Perusahaan tidak lagi dituntut untuk terus- menerus mempertahankan satu keunggulan
bersaing yang telah dimiliki, akan tetapi justru diseyogyakan secara ajeg mencari dan
merumuskan keunggulan bersaing baru sebagai (calon) pengganti keunggulan bersaing
yang telah dimiliki. Usaha mempertahankan satu keunggulan bersaing tertentu justru
bisa menjadi sumber kemunduran perusahaan, karena usaha itu tak lagi dipandang
cukup mampu menjamin pertumbuhan perusahaan. Kalaulah dipaksakan, paling-paling
hanya berfungsi sebagai strategi memanen. Daur kehidupan keunggulan bersaing
semakin pendek.

2. Analisis Dinamis

A. Kritik Pendekatan Statis


Pendekatan statis beranggapan bahwa perusahaan setidaknya memiliki kemungkinan
yang lebih dari cukup, untuk mempertahankan keunggulan bersaing yang dimiliki secara
berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Sekali perusahaan mampu
menemukan satu keunggulan tertentu, perusahaan berusaha dan dapat
mempertahankan keunggulan tersebut untuk jangka waktu yang lama. Dalam
merumuskan strategi bersaingnya, perusahaan tersebut hanya mendasarkan diri pada
analisis lingkungan bisnis dan profil perusahaan pada satu moment (waktu) tertentu saja
(one point in time).
B. Arena dan Eskalasi Persaingan
Pendekatan dinamis mengenal empat macam arena persaingan yang jika
disederhanakan dengan sedikit berlebihan dapat berupa urutan tangga (eskalasi)
persaingan. Empat macam arena (tangga utama) persaingan tersebut, menurut D'Aveni
(1994: 25-6) adalah:
1. Harga dan kualitas,
2. Waktu dan pengetahuan/teknologi,
3. Penciptaan halangan memasuki pasar, dan
4. Ketangguhan keuangan perusahaan.

Secara sederhana, dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar Arena dan Eskalasi Persaingan


Arena persaingan harga dan kualitas (cost-quality advantage) terdiri dari tujuh anak
tangga yang menggambarkan dinamika dan tahapan persaingan internal dalam satu
arena. Ketujuh anak tangga tersebut adalah: perang harga, pencarian posisi harga dan
kualitas, posisi jalur tengah, pengisian seluruh ceruk pasar, mengepung dengan
pengisian ceruk tertentu, menuju keunggulan kualitas yang prima, dan pengulangan
siklus persaingan.
pengetahuan (timing and knowhow advantages) yang lebih mendasarkan diri pada
kemampuan manajemen dalam mengeksploitasi keunikan kompetensi sumber daya
manusia dan kekayaan tidak berwujud lainnya (intangible assets) terdiri dari enam anak
tangga. Keenam anak tangga tersebut adalah: pemanfaatan keunggulan pemasar
pertama, imitasi dan perbaikan (improvement), pembatasan imitasi, mengatasi
pembatasan imitasi, transformasi keunggulan bersaing, dan integrasi vertikal ke hilir.
Arena bersaing melalui penciptaan halangan memasuki pasar (barriers to entry) yang
ditujukan untuk membangun kekokohan penguasaan pasar (stronghold) terdiri dari
delapan anak tangga. Kedelapan anak tangga tersebut adalah: pembangunan halangan
memasuki pasar, penggarongan terhadap pembangun halangan memasuki pasar,
retaliasi jangka pendek, penundaan retaliasi, penghancuran halangan memasuki pasar,
retaliasi jangka panjang, retaliasi besar-besaran, dan ketidakseimbangan kekuatan
antarpemain di pasar.
Arena bersaing terakhir yang bertumpu pada kekuatan keuangan perusahaan (deep
pocket advantage) terdiri dari lima anak tangga. Kelima anak tangga tersebut adalah:
penyingkiran pesaing keluar dari pasar, retaliasi pesaing kecil melalui mekanisme hukum
dan politik, retaliasi perusahaan besar melalui penggagalan undang-undang anti trust,
netralisasi perusahaan kecil, dan penggalangan kekuatan konsumen dan pemasok.

C. Anak Tangga Persaingan Harga dan Kualitas.


Dalam arena persaingan harga dan kualitas barang, setidaknya dikenal ada 7 (tujuh)
macam anak tangga, yakni: perang harga, perubahan posisi relatif, posisi di jalur tengah,
pengisian seluruh ceruk pasar, mengepung pada posisi ekstrem dan mengisi sisa ceruk,
keunggulan harga dan kualitas, dan pengulangan siklus persaingan (D'Aveni, 1994: 39-
70).
1. Perang Harga
Anak tangga pertama dari model dinamis persaingan harga dan kualitas adalah
perang harga. Jika satu perusahaan tertentu memutuskan menggunakan penurunan
harga sebagai salah satu strategi bersaing pokoknya, maka hampir dapat dipastikan
akan diikuti dengan strategi serupa yang dilancarkan oleh pesaing. Strategi perang
harga baru berlaku jika perusahaan (dan konsumen) tidak memberikan perhatian
pada kualitas barang.

Strategi Perang Harga

2. Perubahan Posisi Relatif


Untuk menghindari perang harga, perusahaan berusaha membedakan diri
dengan cara melakukan perubahan posisi secara relatif terhadap harga dan
kualitas barang yang dihasilkan.
Strategi Harga dan Kualitas

3. Berposisi di Jalur Tengah


Cara yang paling sederhana untuk menyiasati perusahaan yang berada pada posisi D
atau L adalah membuat posisi perusahaan bergeser (bergerak) menuju (menempati)
posisi di tengah, yakni titik M, Pilihan strategi ini telah amat lama dikenal dan oleh
karena itu sering dikategorikan sebagai pilihan yang tradisional dan konservatif.
Biasanya dipilih oleh perusahaan berskala menengah.

Posisi Jalur Tengah


Perlu diingat bahwa posisi di jalur tengah (M) tidak sama dengan posisi terperangkap
di tengah (stuck in the middle) yang terletak pada titik SM.
4. Pengisian Semua Ceruk
Jika perusahaan berposisi D atau L merupakan perusahaan besar, biasanya akan
segera memutuskan penerapan strategi baru mengisi seluruh ceruk pasar yang
tersedia, sebagai serangan balik. Cukup banyak perusahaan mobil yang menerapkan
strategi ini, misalnya General Motor dengan merek Chevy, Pontiac, Buick/Old, dan
Cadillac yang masing-masing merek diarahkan untuk segmen (ceruk) pasar tertentu.

Pengisian Semua Ceruk

5. Mengepung Pada Posisi Ekstrim dan Sisa Ceruk


Perusahaan berskala kecil dan menengah masih memiliki kesempatan untuk
melakukan rekayasa strategi tandingan baru. Perusahaan tersebut mencoba
mengimbangi dengan menempatkan diri pada kedua posisi ekstrem, yakni menjual
barang dengan kualitas amat rendah dengan harga amat murah (titik LE) atau
sekaligus menjual barang dengan kualitas luar biasa tinggi dengan harga yang juga
amat tinggi (titik HE).
Strategi Mengepung

6. Keunggulan Harga dan Kualitas


Perusahaan berusaha meningkatkan nilai yang ditawarkan kepada konsumen,
dengan menurunkan harga, meningkatkan kualitas atau keduanya. Dalam
terminologi ekonomi, situasi pasar yang demikian sering disebut dengan situasi yang
sudah amat dekat dengan pasar persaingan sempuma. Hampir semua - kalau tak
bisa disebut seluruh pemain berusaha menurunkan harga yang ditawarkan dan di
saat yang sama meningkatkan kualitas barang yang dijual. Dalam keadaan demikian,
tidak ada satu pun pemain yang merasa memiliki keunggulan bersaing yang
menentukan.

Keunggulan Harga dan Kualitas


7. Pengulangan Siklus Persaingan
Ketika semua perusahaan telah menawarkan barang dengan kualitas prima dan
dengan harga yang semurah-murahnya, perusahaan tidak lagi mampu mendapatkan
laba ekonomis, sekedar laba akuntansi (laba normal). Bahkan mungkin juga tak
mendapatkan laba akuntansi dan akhirnya meninggalkan pasar. Di saat yang
bersamaan, intensitas persaingan sudah amat tajam. Perusahaan yang masih tersisa
berusaha mempertahankan posisi yang dimiliki pada lahan bisnis yang semakin kecil.
Dalam situasi yang sudah serba terbatas ini, perusahaan berusaha menghindar
dengan memilih berbagai kemungkinan yang tersisa. Perusahaan berusaha tak
sepenuhnya menjadi perusahaan yang menawarkan harga serendah-rendahnya atau
menawarkan keunikan (dan keunggulan) barang. Perusahaan juga dapat mencoba
mengubah persepsi kualitas yang dimiliki oleh konsumen. Perusahaan juga dapat
menawarkan jasa (tambahan) sebagai keunggulan bersaing baru. Di samping itu,
perusahaan juga dapat memanfaatkan praktik pemasaran mikro. Akan tetapi semua
pilihan yang masih tersisa tersebut akan berujung pada pengulangan model (dan
anak tangga) persaingan harga dan kualitas. Oleh karena itu, pilihan keunggulan
bersaing yang lebih memungkinkan sudah berada di luar jangkauan harga dan
kualitas, yakni menuju pada tangga kedua: keunggulan waktu dan pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai