Anda di halaman 1dari 6

Nama : Murni Widayanti Herlina

NIM : P17334120047
Kelas/prodi : 2B/D3 TLM
RESUME QC (Quality Control)
Quality Control (QC) Urinalisis merupakan suatu kualitas kontrol yang meliputi prosedur
pemeriksaan, cara pemeriksaan, k3, teknik urinalisis, diagnosa penyakit, laboratorium dan kimia
klinik. Adapun tujuan dari adanya Quality Control (QC) yakni untuk proses analisis yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada, dilihat dari metode, alat analisis dan reagensia yang
digunakan. Kontrol kualitas (quality Control) pula termasuk inspeksi hasil kontrol urin pada tiga
tingkat konsentrasi yang dianalisis dalam batch sampel setelah 30 spesimen, dan analisis
retrospektif serta distribusi hasil pasien sekali analisis selesai. Selain itu, QC (quality control)
atau kontrol kualitas pada laboratorium klinik dapat dikatakan sebagai suatu proses statistika
yang digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi proses analitik suatu pemeriksaan yang
mana digunakan Hasil QC digunakan untuk memvalidasi apakah alat yang digunakan untuk
memeriksa sampel pasien bekerja baik sesuai dengan spesifikasinya dan menghasilkan hasil
laboratorium pasien yang dapat dipercaya. Begitu sistem alat sudah divalidasi, maka hasil yang
dikeluarkan bisa digunakan oleh klinisi untuk tata laksana pasien, baik itu diagnosis, monitoring
terapi, prognosis, atau rencana terapi selanjutnya. Selain itu QC (Quality Control) pula dapat
dibedakan menjadi 2 macama yaitu :
A. Pemantapan mutu Eksternal (External Quality Control)
Pemantapan Mutu Eksternal merupakan suatu kegiatan yang diselenggarakan secara
periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan
menilai penampilan suatu laboratorium dalam bidang pemeriksaan tertentu.
Penyelenggaraan kegiatan
Pemantapan Mutu Eksternal umumnya dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau
internasional. Selain itu, setiap laboratorium kesehatan wajib mengikuti Pemantapan
Mutu Eksternal (External Quality Control) yang diselenggarakan oleh pemerintah secara
teratur dan periodik serta meliputi semua bidang pemeriksaan laboratorium, seperti yang
dinyatakan dalam Pasal 6 Permenkes nomor 411 tahun 2010 yang menyatakan bahwa
laboratorium klinik wajib melaksanakan pemantapan mutu eksternal yang diakui oleh
pemerintah. Dalam pelaksanaannya, kegiatan Pemantapan Mutu Eksternal ini haris
dilakukan oleh semua laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta serta dikaitkan
dengan akreditasi
laboratorium kesehatan serta perizinan laboratorium kesehatan swasta. Karena di
Indonesia
terdapat beraneka ragam jenis dan jenjang pelayanan laboratorium serta mengingat
luasnya
wilayah Indonesia, maka pemerintah menyelenggarakan pemantapan mutu eksternal
untuk
berbagai bidang pemeriksaan dan diselenggarakan pada berbagai tingkatan, yaitu:
a. Tingkat nasional/tingkat pusat
b. Tingkat Regional
c. Tingkat Provinsi/wilayah
adapun manfaat dari kegiatan pemantapan mutu eksternal ini yaitu karena adanya hasil
evaluasi yang diperolehnya dapat menunjukkan penampilan/proficiency laboratorium
yang bersangkutan dalam bidang pemeriksaan yang ditentukan. Oleh karena itu pada
waktu melaksanakan kegiatan terebut tidak boleh diperlakukan secara
khusus, jadi pada waktu melakukan pemeriksaan harus dilaksanakan oleh petugas yang
biasa
melaksanakan pemeriksaan tersebut serta menggunakan peralatan/reagen/metode yang
biasa dipakainya sehingga hasil pemantapan mutu eksternal tersebut benar-benar dapat
mencerminkan penampilan laboratorium tersebut yang sebenarnya.
Setelah selesai mengikuti program Pemantapan Mutu Eksternal (PME), kemudian
dilakukan feed back oleh pihak penyelenggara berupa hasil pemeriksaan yang telah
dilaporkan
terhadap nilai target atau nilai laboratorium rujukan, hasilnya dinyatakan dengan kriteria
baik,
sedang atau buruk.
B. Pemanapan mutu internal (Internal Quality Control)
Pemantapan mutu internal merupakan suatu kegiatan pencegahan dan pengawasan yang
dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara terus menerus agar tidak terjadi
atau mengurangi kejadian error/penyimpangan sehingga diperoleh hasil pemeriksaan
yang tepat. Pemantapan mutu internal laboratorium dilakukan dengan tujuan untuk
mengendalikan hasil pemeriksaan laboratorium setiap hari dan untuk mengetahui
penyimpangan hasil laboratorium agar segera diperbaiki. Manfaat melaksanakan kegiatan
pemantapan mutu laboratorium yaitu : mutu presisi maupun akurasi hasil laboratorium
akan meningkat dan kepercayaan dokter terhadap hasil laboratorium akan meningkat.
Hasil laboratorium yang kurang tepat akan menyebabkan kesalahan dalam
penatalaksanaan pengguna laboratorium. Manfaat lain yaitu pimpinan laboratorium akan
mudah melaksanakan pengawasan terhadap hasil laboratorium. Kepercayaan yang tinggi
terhadap hasil laboratorium ini akan membawa pengaruh pada moral karyawan yang akan
akhirnya akan meningkatkan disiplin kerja di laboratorium tersebut. Cakupan objek
pemantapan mutu internal meliputi aktivitas: tahap pra-analitik, tahap analitik dan tahap
pasca-analitik. Selain itu, adapun tujuan pemantapan Mutu Internal (Internal Quality
Control) yaitu untuk pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik dan klinis, mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga
pengeluaran hasil yang salah tidak terjadi dan perbaikan penyimpangan dapat dilakukan
segera. memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien, pengambilan,
pengiriman, penyimpanan dan pengolahan spesimen sampai dengan pencatatan dan
pelaporan telah dilakukan dengan benar, mendeteksi penyimpangan dan mengetahui
sumbernya, membantu perbaikan pelayanan kepada pelanggan (customer).
C. Adapun Quality Control pada urinalisis itu memiliki berbagai tujuan, antara lain :
 digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
 Memberi informasi mengenai faal organ dan metabolisme tubuh
 Mengikuti perjalanan suatu penyakit dan hasil pengobatan
 Mendeteksi kelainan yang asimptomatik.
Adapun prosedur metode pemantapan mutu yang dilakukan untuk penanganan dan
pengujian spesimen urin yaitu :
1. Penjelasan tentang cara pengumpulan spesimen yang tepat harus jelas di
informasikan kepada pasien. Teknik pengumpulan urin ini harus bersih ketika
menampung merupakan yang terbaik pada pengujian urinalisis untuk memberikan
sampel yang bebas kontaminan.
2. Sebuah wadah penampung steril dengan label yang sesuai harus diberikan kepada
pasien. Hal ini memungkinkan spesimen tetap bebas kontaminasi jika ada
pemeriksaan kultur yang ditambahkan ke spesimen setelah urinalisis dilakukan.
3. Pengujian harus dilakukan dalam waktu 1 jam jika memungkinkan. Jika ini tidak
memungkinkan, sampel didinginkan atau diawetkan pada suhu 4 ° sampai 6 ° C ,
pemeriksaan diharuskan tidak lebih dalam waktu 1 jam.
4. Kalibrasi dan penggunaan Quality Control spesimen pada refraktometer apabila
digunakan untuk uji gravitasi spesifik maka harus diimplementasikan.
5. Pelatihan staf harus terus dilakukan untuk standarisasi persyaratan yang digunakan
untuk melaporkan hasil pemeriksaan fisik urin dan hasil lainnya.
6. Penggunaan Quality Control spesimen eksternal harus terjadi; Quality Control
Spesimen (+) dan (-) harus disiapkan untuk semua parameter yang dilaporkan pada
spesimen pasien. Adapun frekuensi pengujian tergantung pada jumlah tes urinalisis
yang dilakukan, rekomendasi pabrikan, dan kebijakan laboratorium yang diadopsi.
7. Strip reagen harus disimpan dengan benar; strip urine tersebut harus tetap berada
dalam wadah aslinya dengan kemasan yang berasal dari pabriknya, dan jangan
sampai terkena cahaya langsung dan terlindungi dari lingkungan yang lembab.
Tutup harus tetap berada di wadah agar kelembaban tidak mempengaruhi strip,
yang akan mengakibatkan hasil yang salah.
8. Sentrifugal yang digunakan untuk memutar spesimen urin harus dikalibrasi secara
teratur.
9. Quality Control spesimen komersil harus diperiksa oleh semua yang melakukan
pemeriksaan mikroskopis urine.
Selain itu, Quality Control yang digunakan pada reagensia yaitu Botol reagen tertutup
rapat dan disimpan pada suhu kamar, keluarkan carik celup secukupnya dan tidak boleh
mencampurkan reagensia dengan lot yang berbeda, tidak diperkenankan untuk
memegang reagen pita pada tempat reaksi, digunakan dalam waktu 6 bulan, apabila
warna carik celup telah berubah maka tidak boleh dipakai. Adapun parameter QC pada
urinalisis, antara lain :
a. Berat jenis
Prinsipnya → adanya kation dalam urine menyebabkan pelepasan proton oleh
complexing agent dan akan menghasilkan perubahan warna pada indikator.
 Pembacaan Tinggi palsu → Proteinuria 100-500 mg/dL, benda keton, asam
laktat.
 Pembacaan Rendah Palsu → Konsentrasi Urea dan Glukosa > 1g/dL, pH > 6,5
ditambah 0,005
b. pH
Prinsipnya → carik celup untuk pemeriksaan pH mengandung indkator methyl
red dan bromthymol blue.
 Kombinasi indicator tersebut memungkinkan perubahan warna yang jelad
dari oranye menjadi hihau kemudian menjadi biru pada daerah pH 5-9.
 Sumber kesalahan → urine yang disimpan terlalu lama akan berubah menjadi
alkalis dengan pH > 7.
c. Darah
Prinsipnya → pemriksaan yang berdasarkan adanya hemoglobin dan myoglobin
yang mengkatalisis oksida dari indicator warna sehingga terjadi perubahan
warna.
Eritrosit yang utuh terhemolisis pada carik celup dan hemoglobin yang timbul
akan beraksi dengan reagen membentuk titik-titik hijau.
 Hasil positif palsu → adanya kontaminasi darah menstruasi, peroksidase
kuman dan strong oxidizing agent (sabun,deterjen).
 Hasil negative palsu → adanya asam korbat, BJ yang tinggi, Captopril.
d. Leukosit Esterase
Prinsipnya → didasarkan pada penguraian ester yang tidak berwarna oleh
esterase-granulosit menjadi zat yang tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi
zat yang berwarna biru.
 Positif palsu → bahan yang memberi warna seperti obat phenozopyridine,
konsumsi bit dan kontaminasi cairan.
 Negaif palsu → adanya limfosit yang tak terdeteksi, peningkatan glukosa >
3g/dl, protein > 500 mg/dL, BJ yang tinggi, bahan oksidator kuat dan obat-
obatan contohnya : gentamicin, chepalosporin.
e. Nitrit
Prinsipnya → nitrit dalam urine bereaksi dengan indicator warna menghsilkan
zat warna azo.
 Positif palsu → beberapa obat yang menyebabkan warna merah :
phenozopyridine, konsumsi bit, penyimpanan yang tidak tepat sehingga
terjadi proliferasi bakteri.
 Negatif palsu → Asam askorbat > 25 mg/dL, bermacam-macam faktor
yang menghambat atau mencegah pembentukan nitrit walaupun
bacteriuria.
f. Protein
Prinsipnya → dalam sistem buffer yang mempertahankan pH konstan, carik
celup yang mengandung indicator warna akan beraksi dengan albumin sehingga
warna kuning menjadi hijau.
 Positif palsu → urine yang alkalis (pH 9) seperti pada obat-batan,
spesimen yang diawetkan tidak benar, kontaminasi dengan senyawa
ammonium kuartener.
Bahan yang memberi warna seperti phenozopyridine, konsumsi bit.
 Negatif palsu → adanya protein lain selain albumin.
g. Glukosa
Prinsipnya → reaksi dari pemeriksaan glukosa berdasarkan pada reaksi glukosa
oksidase-peroksidase yang spesifik.
 Positif palsu → bahan oksidator kuat (pemutih), kontaminasi peroksida.
 Negatif palsu → Asam askorbat >50 mg/dL, penyimpanan yang tidak
tepat (glikolisis).
h. Keton
Prinsipnya → asam asetoasetat dan aseton bereaksi dengan natrium
nitroprusside dan glisin dalam suasana alkalis menjadi suatu kompleks warna
ungu.
 Positif palsu → mengandung senyawa free-sulfhydryl, seperti captopril,
N-acetylcystein, urine yang berwarna tua, phenylketones, metabolit
levodopa dalam jumlah yang besar.
 Negatif palsu → menyimpan yang tidak tepat menyebabkan menguap.

i. Birilubin
Prinsipnya → carik celup untuk pemeriksaan bilirubin mengandung garam
diazonium dan asam yang bereaksi dengan bilirubin dalam urine yang mana
menyebabkan perubahan warna merah menjadi ungu.
 Positif palsu → obat-obatan yang menyebakan perubahan warna, seperti :
phenozopyridine, metabolit chlorpromazine dalam jumlah yang besar.
 Negatif palsu → asam askorbat > 25 mg/dL, nitrit konsentrasi tinggi,
penyimpanan yang tidak tepat menyebakan oksidasi atau hidrolisis
menjadi biliverdin non reaktif dan bilirubin bebas.

j. Urobilinogen Suasana Asam


Prinsipnya : urobilinogen + indikator perubahan warna menjadi
merah
 Positif palsu → bahan berwarna sehingga mengganggu pembacaan hasil
 Negatif palsu → Formalin (>200 mg/dL), penyimpanan yang tidak tepat
menyebabkan teroksidasi menjadi urobilin.
Berdasarkan pernyataan dari seorang peneliti (free&free 1975) bahwa
pemantapan kualitas kimia urine dinilai baik apabila tidak ada hasil kontrol
yang positif palsu ataupun negatif palsu, untuk hasil positif, ≤ 50% hasil
kontrol positif menyimpang 1 tingkat dari nilai yang telah ditetapkan. Adapun
berdasarkan Depkes (2004) menyatakan bahwa hasil pemeriksaan dianggap
terkontrol apabila hasilnya sama dengan nilai target dan adapun hasil
pemeriksaan dianggap menyimpang apabila : hasil pemeriksaan seharusnya
(+) tapi didapatkan (-) atau sebaliknya, berbeda 1 tingkat diatas atau dibawah
nilai target dengan jumlah hari pemeriksaan lebih dari 5% dari seluruh hari
pemeriksaan, hasil pemeriksaan berbeda > 1 tingkat diatas atau dibawah nilai
target.

Anda mungkin juga menyukai