Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wata’ala yang Maha Pengasih dan Maha
Penyanyang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, serta inayah Nya kepada kami sehingga saya bisa menyelesaikan makalah tentang
“Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Dengan Kasus Gangguan Fraktur Terbuka dan Tertutup”.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
sumber referensi sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekuragan didalamnya. Untuk itu, kami mengharap kritik dan saran dari
makalah ini. Demikian semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian fraktur ?
2. Apa saja etiologi dari fraktur ?
3. Bagaimana patofisiologi dari fraktur ?
4. Bagaimana gambaran pathway fraktur ?
5. Apa saja klasifikasi fraktur ?
6. Apa saja tanda dari fraktur ?
1
7. Apa saja komplikasi fraktur ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang dari fraktur ?
9. Bagaimana penatalaksanaan fraktur ?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan fraktur ?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan fraktur
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengertian fraktur
b. Untuk mengetahui etiologi fraktur
c. Untuk mengetahui patofisiologi dari fraktur
d. Untuk mengetahui bagaimana gambaran dari pathway fraktur
e. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur
f. Untuk mengetahui apa saja tanda dari fraktur
g. Untuk mengetahui apa saja kompllikasi dari fraktur
h. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari fraktur
i. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan fraktur
j. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan dari fraktur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
B. Etiologi
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan
yang dapat berupa pemukulan,penghancuran,perubahan pemuntiran atau penarikan.
Bila tekanan kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena
jaringan lunak dan menyebabkan jaringan rusak.
2. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan disebabkan oleh tekanan yang
berulang-ulang yang bisa menyebabkan keretakan pada tulang dan paling sering
ditemukan pada tibia,fibula atau mata parsal terutama pada atlet penari atau calon
tentara yang berjalan berbaris baris dalam jarak jauh.
3. Fraktur petologik disebabkan kekelahan pada tulang akibat tekanan yang normal
pada tulang yang lunak seperti tumor atau tulang yang rapuh.
3
C. Patofisiologi
Menurut Black dan Matassarin 1993 serta Patrick dan Woods (1989). Ketika
patah tulang, akan terjadi kerusakan dikorteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan
jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan kerusakan tulang dan
jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematoma kanal medulla antara tepi
tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya
respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan fasodilatasi
dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses
penyembuhan untuk memeperbaiki cidera, tahap ini menunjukan tahap awal
penyembuhan tulang. Hematoma yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan
lemak tersebut masuk kedalam gumpalan darah yang mensuplai organ-organ yang lain.
Hematoma menyebabkan dilatasi kapiler diotot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler,
kemudian menstimulasi histamine pada otot yang iskemik dan menyebabkan protein
plasma hilang dan masuk keinterstitial. Hal ini menybabkan terjadinya edema. Edema
terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan
syndrome comportement.
Pada fraktur terbuka terjadi trauma langsung dengan energy tinggi menyebabkan
tekanan langsung pada tulang dan jaringan lunak. Hal itu menybabkan terjadinya
periosteal stripping dan kerusakan jaringan lunak sehingga terjadi fraktur, biasanya
bersifat komoniti, yang merusak jaringan otot dan neurofeskuler yang signifikan. Ketika
terdapat luka terbuka, semua kontaminan disekitar luka dan bahan asing dapat masuk
kedalam korteks intramuscular dan tulang sehingga komplikasi yang paling sering terjadi
pada kasus fraktur terbuka adalah infeksi. Risiko fraktur terbuka tergantung pada
banyaknya jaringan lunak yang berada disekitar fraktur dan besarnya energy yang terkena
pada lokasi fraktur.
Sedangkan pada fraktur tertutup akan terdapat diskontinuetas tulang dan biasanya
disertai cidera jaringan disekitarnya yaitu ligament, otot, tendon , pembuluh darah dan
syaraf. Diskontinuetas tulang juga dapat mengakibatkan deformitas tulang. Dimana
deformitas tulang dan juga cidera pada ligament, otot dan tendon akan memunculkan
masalah kerusukan mobilitas fisik. Kerusakan atau cidera yang mengenai pembuluh
darah sekitar akan menimbulkan masalah risiko terhadap perubahan perfusi jaringan
perifer dan pk ( potensial komplikasi ) : emboli lemak. Dan kerusakan atau cidera yang
terjadi pada ligament, otot, dan tendon serta jaringan syaraf sekitar akan merangsang
reseptor nyeri sehingga dapat memunculkan masalah nyeri akut. Terjadinya fraktur
tertututp akan membawa perubahan pada status kesehatan klien yang mengakibatkan
masalah ansietas.
5
D. Pathway
Etiologi
Ketidakstabilan posisi
Perdarahan lokal Luka
fraktur, apabila organ
fraktur digerakkan
Hematoma pada daerah
fraktur Gangguan
integritas kulit
Fragmen tulang yang
patah menusuk organ
sekitar Aliran darah ke daerah
distal berkurang atau
terhambat Kuman mudah masuk
Gangguan rasa
nyaman nyeri (warna jaringan pucat, nadi
lemas, cianosis, kesemutan) Resiko tinggi
infeksi
Defisit Gangguan
perawatan diri mobilitas fisik
6
E. Klasifikasi
Fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai macam kriteria:
1. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis fraktur terbagi atas :
a. Fraktur komplet (patah total): tulang yang fraktur terbagi menjadi dua fragmen atau
lebih.
b. Fraktur inkomplet (patah sebagian): tulang yang fraktur terpisah secara tidak lengkap
dan periosteum tetap menyatu.
2. Menurut Black dan Matassarin (1993), berdasarkan ada-tidaknya hubungan patahan
tulang dengan dunia luar, yaitu:
a.Fraktur tertutup, yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi,kulit masih utuh ,tulang tidak
menonjol melalui kulit.
b. Fraktur terbuka, fraktur disertai kerusakan kulit diatasnya, hingga bagian tulang
yang patah berhubungan langsung dengan dunia luar. Tulang yang patah bisa
menonjol keluar kulit, tertarik kembali kedalam atau tetap berada dibawah kulit.
Kontak dengan lingkungan luar memungkinkan kuman dari luar dapat masuk sampai
ke tulang yang patah. Fraktur terbuka menjadi tiga grade yaitu:
1) Grade 1: robekan kulit dengan kerusakan kulit otot .
2) Grade 2: seperti grade 1 dengan memar kulit dan otot
3) Grade 3: luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembulu darah,syaraf otot dan
kulit.
3. Menurut long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang ,yaitu :
a. Green stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang ,sering terjadi pada anak anak dengan
tulang lembek .
b. tranverse yaitu patah melintang
c. longitudinal yaitu patah memanjang .
d. oblique yaitu garis patah miring
e. sepiral yaitu patah melingkar
4. Menurut black dan mattasarin (1993) mengklasifikasi fraktur berdasarkan kedudukan
frekmen yaitu :
a. Tidak ada dislokasi
b. Adanya dislokasi ,yang dibedakan menjadi :
7
1) Dislokasi at axim yaitu membentuk sudut .
2) Dislokasi at lotus yaitu frakmen tlang menjauh
3) Dislokasi at lonhitudnal yaitu berjauhan memanjang
4) Dislokasi at lotuscung controlcinicung yaitu frakmen tulang berjuhan dan
memendek.
c. Fraktur tertutup: Fraktur tanpa disertai kerusakan kulit di atasnya sehingga tidak ada
kontak dengan lingkungan luar.
5. Berdasarkan bentuk garis patahan, ada 5 jenis, yaitu :
a. Transversal (Melintang)
b. Obliqua (Serong)
c. Spiral (Melingkar)
d. Comminuted (Remuk)
e. Compressi (Kompresi)
6. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya:
a. Tidak bergeser (undisplaced)
b. Bergeser (displaced)
8
F. Tanda Fraktur
Tanda-tanda fraktur adalah sebagai berikut :
1. Perubahan bentuk/deformitas (pemendekan atau terpuntir)/ diskrepansi (hilangnya
kontinuitas permukaan tulang)
2. Bengkak/ hematom.
3. Nyeri
Jenis nyeri pada diagnosis :
Nyeri subjektif. Tidak ada persepsi nyeri yang sama pada tiap orang. Sebagai contoh,
orang yang memiliki toleransi tinggi terhadap nyeri akan berbeda persepsi dengan
toleransi rendah.
Nyeri objektif dapat juga dinamakan deskriptif dapat diukur dengan menggunakan skala.
Menurut Smeltzer skala nyeri dibagi menjadi 0-10 (0- tidak nyeri; 1-3-nyeri ringan, 4-6-
nyeri sedang, dapat mengikuti perintah dengan baik, pasien mendesis; 7-9-nyeri hebat,
nyeri sudah menganggu konsentrasi, pasien masih dapat 2. 3. mendeskripsikan nyeri &
10-nyeri sangat berat, pasien tidak lagi dunat berkomunikasi, tidak dapat mendeskripsikan
nyeri) Nyeri lingkar. Dapat berupa lingkar tulang rusuk, panggul, tulang lingkar paha, dan
seagainya. Nyeri sumbu pada tarikan dan/atau tekanan.
4. Gangguan saraf/ perasaan.
G. Komplikasi
1. Syok dan perdarahan, trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di
dekat arteri mampu menghasilkan trauma arteri. Cedera ini dapat menimbulkan
pendarahan besar pada luka terbuka atau pendarahan besar pada luka terbuka atau
pendarahan didalam jaringan lunak. Ekstremitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya
pulsasi ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yang
membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vascular. Cedera ini menjadi
berbahaya apabila kondisi hemodinamik pasien tidak stabil.
2. Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmonary akut.terjadi ketika gelembung-
gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
Apabila terbawa sirkulasi darah dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh darah
pulmonary dan menyebabkan sukar bernafas.
9
3. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
4. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal
5. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
6. Compartment syndrome biasanya ditemukan pada tempat dimana otot dibatasi oleh
orangga fasia yang tertutup. Pada keadaan ini terjadi iskemia yang dapat dikarenakan
balutan terlalu ketat. Tanda dan gjela CS dikenal dengan 5P (pain. Pallor, parasthesia,
pulselessness, dan paralysis).
7. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70
sam pai 80 fraktur tahun.
8. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang
imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya
komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila
terjadi pada bedah ortopedil
9. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
10. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
11. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan
tropik dan vasomotor instability.
12. Kecacatan.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray, untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
2. Bone scans, Tomogram atau MRI scans.
3. Arteriogram, dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT, apabila diduga terjadi kerusakan otot.
5. Laboratorium, dalam pemeriksaan ini yang perlu diketahui adalah Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak
sangat luas.
10
I. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan fraktur adalah 4R :
1. Rekognisi adala mengenali kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada jaringan
lunak maupun jaringan tulang serta mekanisme trauma.
2. Reduksi adalah mengembalikan jaringan atau fragmen keposisi semula (reposisi).
3. Retaining adalah tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi atau
imobilisasi.
4. Rehabilitation adalah mengembalikan kemampuan bagian tubuh yang sakit agar
dapat berfungsi kembali.
a. Pengelolaan tatalaksana
1. Pertolongan pertama di lapangan
a) Live saving : cek ABCD
b) Limb saving : mencegah lerusakan lanjut bagian yang fraktur caranya :
Pembalutan
Tujuan :
Mencegah kontaminasi
Penekanan untuk menghentikan pendarahan
Pemasangan bidai
Memperbaiki suhu tubuh
Pemasangan bidai
Tujuan :
Immobilisasi
Mengurangi rasa nyeri
Mencegah terjadinya komplikasi
Memudahkan transportasi korban
Prinsip :
Panjang bidai mencakup 2 sendi
Bidai tidak mudah patah dan tidak terlalu lentur
Ikatan bidai mantap ( dengan sistem roll on )
11
Hal yang harus diperhatikan :
Senrorik : memberikan rangsangan pada bagian distal
Motorik : dengan menggerakan pada sendi distal
Refilling kapiler : pengisian kembali kapiler yang telah dihambat
dengan memencet kuku. Normal apabila pengisian <2 detik.
Pembagian bidai :
Bidal anatomis/body splint : menggunakan bagian yang sehat sebagai
bidai terhadap bagian yang lain.
Bidai kayu/rigid splint. Prosedur pemasangan rigid splint :
Sesuaikan ukuran bidai dengan panajang tangan atau kaki
(melewati dua sendi)
Periksa fungsi sensorik (peraba), motorik (pergerakan) dan
nadi di ujung bagian yang cedera
Letakan dua belah bidai di kanan dan kiri bagian yang cedera
Balut bidai dengan kasa menggunakan system roll on sampai
melewati dua sendi
Periksa ulang fungsi sensorik, motorik serta nadi dibagian
ujung yang cedera.
2. Penilaian klinis
Sebelum melakukan penilaian fraktur, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka
itu tembus tulang, adalah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat
dalam yang lain.
3. Mengembalikan posisi patahan tulang keposisi semula (reposisi).
4. Mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan fraktur (imobilisasi).
Biasanya dengan pemindaian. Bidai terbagi 2 yaitu :
a) Bidai anatommis/body splint, menggunakan bagian yang sehat sebagai bidai
terhadap bagian yang lain.
b) Bidai kayu/ rigid splint, prosedur pemasangan rigid splint :
Sesuaiakan ukuran bidai dengan panjang tangan atau kaki (melewati dua sendi).
Periksa fungsi sensorik (peraba), motorik (pergerakan) dan nadi di ujung
bagaian yang cedera.
12
Letakan dua belah bidai di kanan dan kiri bagian yang cedera.
Balut bidai dengan kasa menggunakan sistem roll on sampai melewati dua sendi.
Periksa ulang fungsi sensorik, motorik serta nadi di bagiam ujung yang cedera.
5. Mengembalikan fungsi semula (rehabilitasi)
Jenis pengelolaan fraktur :
a) Fraktuur tulang paha bagian atas
b) Fraktur tulang pada bagian bawah
c) Fraktur pada sendi lutut/ termpurung lutut
d) Fraktur tungkai bawah
e) Fraktur pada pergelangan kaki dan telapak kaki
f) Fraktur tulang lengan atas
g) Fraktur tulang lengan bawah
h) Fraktur tulang pergelangan tangan dan telapak tangan
i) Fraktur tulang rusuk (costae)
j) Fraktur tulang tengkorak
k) Fraktur tulang rahang
l) Fraktur tulang leher
m) Fraktur tulang punggung
n) Fraktur tulang selangkangan
Contoh gambar :
13
J. Konsep Asuhan Keperawatan Fraktur
a. Pengkajian
1. Identitas pasien
a) Keluhan Utama
Pada dasarnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung lamanya serangan.
b) Riwayat penyakit sekarang
14
Nyeri pada daerah fraktur, kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan
banyak aktivitas, mual, muntah dan nafsu makan menurun (Brunner & Suddart
2002).
c) Riwayat penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan memengaruhi proses
perawatan post operasi (Sjumsuhidayat & Wim Dejong).
d) Riwayat penyakitt keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat
keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan
post operasi.
2. Proses
a) Pengkajian Primer (primary survey)
A = Airway
Kaji :
- Bersihan jalan nafas
- Adanya/ tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
15
- GCS dengan metode AVPU
16
3) Tanda-tanda vital dengan mengukur :
- Tekanan darah
- Irama dan kekuatan nadi
- Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan
- Suhu tubuh
4) Pemeriksaan fisik : pemeriksaan fisik dilakukan setelah riwayat kesehatan
dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara
beruntun dari kepala sampai kaki.
1) B1 – Breath (Pernafasan), memperhatikan pola nafas klien. Pola nafas
yang cepat dan ireguler mengindikasikan klien merasakan nyeri pada
angota bagian tubuhnya.
2) B2 – Blood (Kardiovaskuler), memperhatikan irama dan frekuensi denyut
jantung, reguler/ireguler. Perabaan denyut nadi perifer untuk
mengindikasikan kemungkinan adanya perdarahan didalam dekat jaringan
yang mengalami fraktur, sehingga nadi teraba cepat namun lemah.
3) B3 – Brain (persyarafan/neurologik) tingkat kesadaran klien dapat dikaji
lewat pertanyaan-pertanyaan seperti nama dan alamat klien, dan
menentukan nilai GCS klien.
4) B4 – Bladder (Perkemihan), memeriksa jumlah, warna, dan karaktersitik
urine. Ada atau tidaknya distensi kandung kemih.
5) B5 – Bowel (Pencernaan), penilaian pada rongga mulut, ada tidaknya lesi
pada mulut atau perubahan pada lidah menunjukkan adanya dehidrasi.
Ada atau tidaknya bising usus. Ada atau tidaknya distensi abdomen.
6) B6 – Bone (Muskuloskeletal), perhatikan warna kulit, suhu, kelembaban,
dan turgor kulit. Kebiruan menunjukkan sianosis, kemerahan
menunjukkan adanya infeksi atau perdarahan. Warna kulit pucat
menandakan klien memiliki kadar Hemoglobin (Hb) yang rendah.
Mengkaji rentang gerak dan kekuatan ekstremitas klien, dan juga melihat
integritas atau keutuhan kulit klien.
17
3. Inspeksi : pengamatan lokasi pembengkakan,kaki pucat, alserasi, kemerahan
mungkin timbul pada area yang terjadinya fraktur adnya spasme otot dan keadaan
kulit.
4. Palpasi : pemeriksaan dengan perabaan otot oleh sentuhan kita adalah nyeri
tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyri
tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi
5. Perkusi : perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur
6. Auskultasi : pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui
struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur sulit bergerak.
b. Diagnosa
1. Nyeri akut bd spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.
2. Gangguan mobilitas fisik bd traksi atau gips
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan pemasangan traksi atau gips pada
ekstremitas.
4. Gangguan integritas kulit bd fraktur
c. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap
fraktur.
Intervensi :
Pantau vital sign, intensitas nyeri dan tingkat kesadaran
Pertahankan tirah baring sampai fraktur berkurang
Bantu pasien untuk posisi yang nyaman
Pakai kompres es atau kompres panas (jika tidak ada kontraindikasi)
Berikan istirahat sampai nyeri hilang
Berikan obat analgetik sesuai dengan nyeri yang dirasakan pasien.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan traksi atau gips
Intervensi :
Berikan latihan gerak pasif tiap 2 jam.
Anjurkan pasien untuk latihan sebanyak mungkin untuk dirinya.
Bila pasien sudah dapat berjalan, berikan bantuan yang dibutuhkan.
Berikan diet tinggi serat
18
Jaga ekstremitas pada posisi atau postur yang tepat.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan pemasangan traksi atau gips pada
ekstremitas.
Intervensi :
Bantu pasien memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Dekatkan barang-barang yang diperlukan oleh klien.
Berikan pujian terhadap prestasi dan kemajuan yang dicapai
Rujuk ke bagian terapi, jika terjadi kerusakan yang permanen atau jangka
waktu yang lama.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Penulis yakin dalam hal penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan
dan kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang akan kami gunakan untuk memperbaiki kesalahan dan kekurangan
penulis.
20
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Jakarta: EGC
https://www.academia.edu/31088806/MAKALAH_FRAKTUR
21