Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fatimah Azzahrah

NIM : H051201033
Kelas : PKN 61 (Statistika A)

Paper Kewarganegaraan

Kondisi Realitas Politik Strategi Nasional dalam Trias Politika Indonesia

Politik berarti kepentingan umum warga negara suatu bangsa atau kebijaksanaan.
Politik pada umumnya membicrakan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan negara,
kekuasaan, kebijakan, pengambilan keputusan, dan distribusi lalokasi sumber daya. Politik
juga mebicarakan bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai-nilai secara mengikat.
Strategi disebut sebagai seni bagi seorang panglima dalam berperang, begitu pula strategi
adalah pengetahuan pertempuran untuk memenangkan peperangan termasuk politik itu
sendiri. Politik strategis nasional atau poltranas pada dasarnya dibutuhkan untuk menjaga
stabilitas politik dan keamanan nasional, membuat sistem konstitusi yang baik, menjaga
proses demokrasi yang sehat, menjaga supremasi hukum ditegakkan secara adil, menjaga
kewibawaan aparatur negara terutama dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), serta
menjaga hubungan harmonis antara kekuatan sosial dan masyarakat.
Desentralisasi politik di era pasca-Suharto telah memberikan kekuatan yang lebih
besar pada pemerintah daerah, misalnya keputusan politik daerah tertentu semakin
terpengaruh oleh sosial budaya daerah tersebut. Contoh kebijakan politik di daerah muslim
adalah pelarangan usaha dengan berbahan dasar babi atua mewajibkan perempuan
menggunakan hijab, sementara ada juga daerah timur yang melarang penggunaan hijab,
atau misalnya di daerah Bali yang memberikan libur sangat panjang untuk hari-hari raya
Hindu. Kebijakan-kebijakan semacam ini terkesan aneh dan beberapa bertolak belakang,
sehingga jiika diimplementasikan ke seluruh wilayah Indonesia sangat tidak sesuai. Oleh
sebab itu, pemerintah daerah memiliki kekuatan dalam kebijakan politik tertentu.
Sistem politik Indonesia terdiri dari tiga lembaga, yaitu eksekutif, legislatif, dan
yudikatif, ketiga lemabag ini juga dikenal dengan sebutan Trias Politika. Lembaga eksekutif
terdiri dari presiden, wakil presiden, serta kabinetnya. Presiden dan wakil presiden dipilih
melalui pemilihan umum tiap lima tahun sekali, dan sesudahnya dapat dipilih kembali
dalam jabatan sama untuk satu kali masa jabatan. Pasangan presiden-wakil presiden selalu
bersama dalam masa kampanye, sehingga untuk memenangkan pemilihan tentu
dibutuhkan politik strategi yang tepat, hal-hal yang dapat mempengaruhi hal ini adalah
latar belakang etnis atau agama dan posisi sosial dalam masyarakat.
Dalam hal etnis dan agama, seorang Muslim dari Jawa tentu akan mendapat
perhatian dan popularitas lebih sebab mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim dari
Jawa. Untuk posisi politik yang tingkatnya lebih rendah (tergantung konteks agama
tertentu), pimpinan-pimpinan politik yang bukan Islam masih mungkin terjadi. Dengan
memerhatikan posisi sosial di masyarakat, ada beberapa kategori yang dapat
meningkatkan dukungan masyarakat. Misalnya adalah veteran penjabat tentara, pengusaha,
teknorat, dan pimpinan intelektual muslim. Oleh karena itu, pasangan presiden-wakil
presiden biasanya berasal dari dua kategori sosial yang berbeda untuk meningkatkan
dukungan masyarakat luas. Contohnya pasangan presiden-wakil presiden Susilo bambang
Yudhoyono yang merupakan veteran tentara dari Jawa dan Boediono yang merupakan
seorang teknorat Muslim Jawa. Sementara itu, Presiden Joko Widodo adalah seorang
Muslim Jawa dan mantan pengusaha dengan wakil presiden Jusuf Kalla yang merupakan
seorang pengusaha, politisi dan Muslim dari Sulawesi. Kalla mempunyai sejarah panjang
dalam politik Indonesia dan menikmati popularitas yang luas di Indonesia terutama di luar
pulau Jawa. Widodo sebenarnya pendatang baru di dunia politik nasional pada awal 2014
maka pengalaman panjang dalam politik yang dimiliki Kalla memberi pasangan ini
kredibilitas yang lebih besar.
Lembaga legislatif Indonesia mencangkup Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
MPR berwewenang menyusun dan mengubah Undang-Undang dasar dan melantik (atau
memberhentikan) presiden. MPR adalah sebuah lembaga legislatif yang terdiri dari
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPR
bertugas membentuk dan menyetujui undang-undang, menghitung anggaran tahunan
bersama prsiden dan mengawasi pelaksanaan undang-undang dan isu-isu politik. Tetapi,
DPR memimiliki reputasi yang buruk sebab anggotanya kerap kali terjerat isu dan skandal
korupsi. DPD menangani keputusan, undang-undang dan isu-isu yang memang
berhubungan dengan daerah yang dimaksud, dengan demikian keberadaanya mampu
meningkatkan perwakilan daerah di tingkat nasional.
Lembaga yudikatif adalah Mahkamah Agung. Mahkamah Agung (MA) adalah
mahkamah tertinggi dalam sistem peradilan Indonesia. MA adalah pengadilan paling tinggi
dalam proses naik banding dan MA juga menangani sengketa di pengadilan-pengadilan
yang lebih rendah. Tahun 2003 dibentuk Mahkamah Konstitusi yang betugas memonitor
keputusan-keputusan yang dibuat oleh kabinet dan parlemen (MPR) dan posisinya sejajar
dengan Konstitusi Indonesia. Sebagian besar kasus-kasus legal dapat ditangani oleh
pengadilan umum, pengadilan administrasi, pengadilan agama dan pengadilan militer.
Sebuah Komisi Yudisial mengawasi pemeliharaan jabatan, martabat dan perilaku hakim-
hakim Indonesia. Ada banyak laporan Bahwa lembaga peradilan di Indonesia tidak bebas
dari korupsi dan tidak sepenuhnya independen dari cabang-cabang politik lain.
Ketiga lembaga utama ini merupakan poros politik strategis nasional Indonesia.
Pejabat atau aparatur negara yang dibuat dengan tujuan untuk membuat sistem konstitusi
yang baik, menjaga stabilitas politik dan keamanan nasional, menjaga supremasi hukum
ditegakkan secara adil, menjaga keharmonisan masyarakat, serta menjaga kewibawaan
aparatur negara itu sendiri. Pemerintah dianggap telah berhasil merancang sistem
konstitusi yang baik dengan Undang-Undang Dasar NRI 1945 dan dasar negara Pancasila,
begitu pula dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan nasional dengan mengatur
sistem struktur politik yang sisematis.
Namun sayangnya kondisi realitas politik strategis nasional ini belum sempurna,
politik dianggap kerap kali hanya mendengarkan suara golongan tertentu. Misalnya hukum
yang dibuat dirasa sangat memberatkan masyarakat kecil sementara pejabat terlihat tidak
mudah disentuh, hal ini pada akhirnya tidak berhasil melepaskan pemerintah dari reputasi
buruk dan dianggap kurang mampu menjaga kewibawaan aparatur negara itu sendiri.
Sementara badan yudikatif yang dirasa tidak tegas dalam menjalankan tugasnya, presiden
kerap kali menjadi pusat kritik dari masyarakat. Sehingga dapat diperhatikan bahwa
kondisi realitas politik strategi nasional Indonesia dalam Trias Politika (eksekutif, legislatif,
dan yudikatif) belum sepenuhnya berhasil dalam mencapai tujuan politik strategis nasional
itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai