BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................3
2.1. Minyak Bumi sebagai Hidrokarbon...................................................................................3
2.1.1. Kondisi Oil Sludge........................................................................................................3
2.1.2. Analisa pada Limbah atau Tumpahan Oil Sludge.....................................................4
2.1.3. Mikroorganisme Hidrokarbon....................................................................................4
2.2. Bioremediasi.........................................................................................................................6
2.2.1. Prinsip Bioremediasi....................................................................................................6
2.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Bioremediasi................................................................7
2.3. Solusi Teknis........................................................................................................................8
BAB III. ANALISA SOLUSI TEKNIS............................................................................................11
3.1. Site Assessment dan Pemantauan Awal............................................................................11
3.2. Analisa Kondisi Cemaran.................................................................................................12
3.3. Analisa Fisika dan Kimia Tanah di Area Tumpahan Oil Sludge...................................13
3.4. Analisa Biologi (Mikroorganisme) Tanah di Area Tumpahan Oil Sludge.....................14
3.5. Dilusi dengan Tanah (Tilling)...........................................................................................15
3.6. Optimasi Formulasi untuk Landfarming Skala Laboratorium dan Site Development..15
3.7. Analisa Terhadap Proses Pengolahan..............................................................................17
3.8. Penanganan Hasil Olahan Setelah Proses Pengolahan...................................................18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................19
DAFTAR GAMBAR
1
mengenai komposisi autochthonous atau indigenous microorganism; dan studi skala laboratorium mengenai
komposisi yang efektif untuk menurunkan kadar cemaran.
Aplikasi bioremediasi di Indonesia mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 128 tahun 2003 tentang ’Tata cara dan persyaratan teknis pengolahan limbah minyak bumi dan tanah
terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis’.
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
3
masih ada setelah pertumbuhan lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak bumi yang mudah
didegradasi.
Persyaratan limbah minyak bumi yang diolah secara biologis adalah konsentrasi maksimum TPH awal
sebelum proses pengolahan biologis tidak lebih dari 15%. Parameter fisika yang diperiksa pada tanah yang
tercemar adalah kadar air, densitas, porositas, void ratio, derajat saturasi, analisis ayakan tanah dan specific
gravity tanah. Analisis kimia tanah yang diperiksa adalah C-organik, N-total, pH, P-total, Kalium dan KTK.
4
ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Substrat yang berupa cairan akan teremulsi
menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel.
Umumnya ada dua macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri yaitu:
a. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak dan
fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan,
ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.
b. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam
medium cair, bioemulsifier mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu
menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Tipe pertama, substrat yang
menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam
medium. Tipe kedua, substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan
ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh
karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik dapat menyebabkan sel
tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri
dan juga melepaskannya ke dalam medium.
Secara umum terdapat tiga cara transport hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu sebagai berikut:
a. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air.
b. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel mikroba.
Perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan
hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor
aktif.
c. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel
mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi
dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri ke dalam medium.
Mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri Pseudomonas yaitu:
a. Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik
Pseudomonas menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon alifatik
jenuh merupakan proses aerobik. Tanpa adanya oksigen, hidrokarbon tidak didegradasi. Langkah
pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh oleh Pseudomonas meliputi oksidasi molekuler sebagai sumber
reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi.
b. Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatic
Hidrokarbon aromatic digunakan sebagai donor elektron secara aerobic. Degradasi senyawa hidrokarbon
aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim
katekol 2,3-dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan
Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua
senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa yang dapat
masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.
5
Gambar 1. Pathway degradasi senyawa hidrokarbon: alkena dan aromatik.
2.2. Bioremediasi
2.2.1. Prinsip Bioremediasi
Bioremidiasi adalah proses pengolahan limbah minyak bumi yang sudah lama atau tumpahan/ceceran
minyak pada lahan terkontaminasi dengan memanfaatkan mahluk hidup mikroorganisme, tumbuhan atau
organisme lain untuk mengurangi konsentrasi atau menghilangkan daya racun bahan pencemar. Bioremediasi
dapat dilakukan secara Biostimulasi atau Bioaugmentasi. Bioaugmentasi yaitu suatu teknik pemulihan tanah
tercemar dengan menambahkan mikroorganisme tertentu pada daerah yang akan diremediasi. Bioaugmentasi
juga diikuti dengan penambahan nutrisi tertentu. Biostimulasi yaitu suatu teknik menambahkan nutrisi tertentu
dengan tujuan merangsang aktivitas mikroorganisme indigenous.
Nutrient Enrichment: Ketika minyak terlepas dalam jumlah besar, kemampuan mikroorganisme untuk
mendegradasi petroleum dibatasi oleh kurang mencukupinya nutrien. Penambahan nitrogen, fosfor, dan nutrien
lain dimaksudkan untuk mengatasi kurangnya nutrien dan memungkinkan untuk proses biodegradasi
hidrokarbon pada laju yang optimal. Seeding with Naturally Occurring Microorganisms: Seeding (inokulasi)
merupakan penambahan mikroorganisme pada suatu lingkungan untuk menaikkan laju biodegradasi.
6
2.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Bioremediasi
Biodegradasi pada bioremediasi ditentukan oleh mikroorganisme serta aktivitas enzim pendegradasi
hidrokarbon, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi proses bioremediasi meliputi kondisi tanah,
temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
a. Tanah
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran nutrient, enzim-enzim
mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga
proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ
adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung
dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam
tanah.
Gambar 2. Contoh perbedaan karakteristik tanah yang tidak terpolusi dan terpolusi oleh hidrokarbon
b. Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40 °C. Pada temperatur yang rendah, viskositas
minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan
kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh
terhadap lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi.
c. Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh mikroorganisme adalah oksidasi substrat dengan katalis
enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon
minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b)
tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan
salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak.
d. Nutrien
Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energi, electron aseptor, dan keseimbangan
metabolism sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain
sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan
pertumbuhannya meningkat. Penambahan pupuk harus diimbangi dengan penambahan air, konsentrasi pupuk
yang berlebih dapat menyebabkan toksik.
Penambahan nitrogen dengan bentuk ammonium dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan produksi
enzimnya. Ammonium dapat ditransformasi menjadi nitrit dan nitrat melalui nitrifikasi. Oksidasi hidrokarbon
dapat dilakukan dengan ammonia monooxygease.
7
Gambar 3. Komposisi nutrisi nitrogen dan fosfor pada pupuk
8
Gambar 4. Pertimbangan untuk desain landfarming
Landfarming sering juga disebut dengan land-treatment atau land-application. Cara ini merupakan
salah satu teknik bioremediasi yang dilakukan di permukaan tanah. Prosesnya memerlukan kondisi aerob, dapat
dilakukan secara in-situ maupun ex-situ. Landfarming merupakan teknik bioremediasi yang telah lama
digunakan, dan banyak digunakan karena tekniknya sederhana. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam
melakukan teknik ini, yaitu kondisi lingkungan, sarana, pelaksanaan, sasaran dan biaya. Kondisi lingkungan,
kondisi tanah yang tercemar, pencemar, dan kemungkinan pelaksanaan teknik landfarming. Untuk tanah
tercemar, tanah hendaknya memiliki konduktivitas hidrolik sedang seperti lanau (loam) atau lanau kelempungan
(loamy clay). Apabila diterapkan pada tanah lempung dengan kandungan clay lebih dari 70% akan sulit
dilaksanakan. Hal ini disebabkan sifat lempung yang mudah mengeras apabila terkena air. Kegiatan landfarming
dapat dilakukan secara ex-situ maupun in-situ. Namun bila letak tanah tercemar jauh diatas muka air ( water
table) maka landfarming dapat dilakukan secara in-situ. Pencemar yang tersusun atas bahan yang mempunyai
penguapan rendah masih sesuai untuk ditangani secara landfarming. Bahan pencemar yang mudah menguap
tidak cocok menggunakan teknik ini karena dilakukan secara terbuka. Sebaiknya kandungan TPH dibawah 10%.
Kemungkinan pelaksanaannya apabila tersedia lahan, alat berat untuk menggali dan meratakan tanah,
serta kondisi lingkungan yang mendukung. Apabila ini dipenuhi, maka memungkinkan untuk diterapkan teknik
landfarming secara ex-situ. Kondisi lingkungan; iklim di lingkungan tempat kegiatan landfarming sangat
mempengaruhi proses. Panas yang terik dapat mengakibatkan tanah cepat mengering, maka kelembaban harus
selalu dijaga dengan penyiraman. Sebaliknya pada musim hujan, tanah menjadi terlalu jenuh air, sehingga
menghambat biodegradasi pencemar karena aerasi terhambat.
Sarana yang harus disediakan adalah lahan pengolah, pengendali limpahan air, pengendali resapan, dan
sarana pemantau. Lahan pengolah untuk menampung tanah tercemar dan tempat pengolahan landfarming
dilaksanakan. Pengendali limpahan air, terutama berfungsi saat musim hujan, untuk menjaga kemungkinan
terjadinya pencemaran baru akibat limpahan air tercampur polutan. Pengendali resapan terletak di dasar lahan
pengolah, biasanya berupa lapisan clay yang dipadatkan sampai bersifat kedap air (liner). Pengendali yang lebih
baik adalah lapisan plastik geomembran HDPE (High Density Polyethylene). Hal tersebut untuk menjaga agar
cemaran tidak menginfiltrasi hingga ke lapisan aquifer. Sarana pemantau berupa alat pemantau gas, udara,
cuaca, air tanah dan sebagainya.
9
Apabila dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang diambil dari lokasi yang tercemar
dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain. Selanjutnya tanah dicampur dengan nutrien dan pH-
nya diatur. Pada jenis tanah tertentu, perlu ditambahkan bahan penyangga berupa serbuk gergaji, kompos, atau
bahan organik lain untuk meningkatkan porositas dan konduktivitas hidrolik. Jika nutrisi diharapkan release
terkontrol maka dapat digunakan Slow Release Fertilizer (SRF). Setelah tercampur, tanah ditebarkan di lahan
pengolah. Hamparan tanah selalu dijaga kelembabannya agar kandungan air kurang lebih 15%. Secara periodik,
lapisan tanah dibajak agar tanah mendapat aerasi yang cukup. Apabila diperlukan pada periode tertentu, juga
diberi nutrisi agar proses biodegradasi cepat berlangsung. Selain penambahan nutrien dan O 2, juga dapat
ditambah inokulum mikroba.
Tahapan bioremediasi minyak bumi pada tanah adalah sebagai berikut.
1) Penyiapan lokasi
Lapisan tanah dipadatkan dengan ketebalan minimal 60 cm dan permeabilitas K< 10-7 m/detik atau jenis
lapisan sintetis lain yang mempunyai karakteristik sama. Selanjutnya dilapisi dengan geomembran dengan
ketebalan 1,5-2,0 mm, lapisan gravel 30 cm, dan penutup sementara.
2) Tahap bioremediasi
Limbah minyak bumi yang diolah, maksimal mengandung minyak 20% berat. Kemudian dicampur dengan
tanah dan bulking agent sampai rata. Perbandingan antara materi pencampur (tanah dan bulking agent lain)
dengan limbah sludge maksimal 3:1. Agar terjaga kelembabannya maka dicampur dengan air yang sudah
diperkaya nutrien untuk pertumbuhan bakteri. Mikroba atau bakteri perombak minyak bumi dapat
ditambahkan ke dalam air pencampur untuk mempercepat proses dan untuk menjamin terjadinya penurunan
TPH (Total Petroleum Hydrocarbon). Penggunaan bakteri perombak minyak bumi sebaiknya menggunakan
bakteri lokal yang diisolasi dari lokasi atau tempat lain di Indonesia. Penggunaan bakteri impor hanya
diizinkan apabila bakteri tersebut termasuk GMO (genetically modified microorganism) dan harus mendapat
persetujuan dari Departemen Pertanian.
Pengamatan terhadap penurunan kandungan minyak atau dalam bentuk TPH untuk meyakinkan terjadinya
proses biodegradasi dapat dilakukan dengan pengukuran terhadap pertumbuhan jumlah bakteri dalam tanah
dan transformasi nitrogen. Proses bioremediasi limbah sludge lebih baik dilakukan pada kondisi aerob,
sehingga perlu suplai oksigen. Kelembaban perlu dijaga agar tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering.
Pengolahan secara bioremediasi dinyatakan layak apabila berhasil menurunkan kadar minyak sebesar 70%
dari total kandungan minyak sebelum proses dalam waktu 4 bulan dan menurunkan kandungan petroleum
hidrokarbon dengan C< 9 sebesar 80% dari total kandungan C< 9 sebelum proses dalam waktu 4 bulan.
Limbah padat sisa bioremediasi dapat ditimbun ke dalam landfill dan atau dimanfaatkan. Landfilling harus
sesuai tata cara landfill yang diatur pemerintah.
10
BAB III. ANALISA SOLUSI TEKNIS
Peta Cilacap Contoh denah lokasi tumpahan pada pipa yang bocor
Gambar 5. Area cemaran
Penentuan tindakan dilakukan menggunakan borang pengendalian cemaran. Oil sludge dengan fasa
lumpur dapat di-treatment dengan bioremediasi karena komponen oil sludge adalah bahan organic dan
anorganik. Sebagian besar hidrokarbon dapat didegradasi oleh mikroorganisme, dan mikroorganisme tersebut
dapat menggunakan hidrokarbon sebagai sumber karbonnya. Bioremediasi hidrokarbon merupakan proses yang
aerobic. Pada oil sludge yang berfasa cair dapat digunakan bioreactor untuk mencegah infiltrasi tumpahan
secara vertical.
11
Penentuan formula yang optimum untuk Bioremediasi dilakukan terlebih dahulu dengan skala
laboratorium. Analisa awal dilakukan terhadap lokasi cemaran (5 titik sampling lateral, 1 titik sampling vertical
dan 2 sumur pantau), Parameter Analisa sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
128 tahun 2003. Jika hasil TPH < 15% maka akan dilakukan Bioremediasi. Analisa komposisi nutrisi pada tanah
yang tercemar juga ditentukan untuk menentukan penambahan nutrisi yang diperlukan (nutrient enrichment).
Analisa jumlah dan kandungan mikroorganisme dilakukan untuk menentukan penambahan mikroorganisme
(Seeding addition). Bioremediasi juga dimungkinkan dengan penambahan tanah yang tidak tercemar untuk
dilusinya. Sehingga formula akhir dapat berupa penambahan tanah + bulking agent (nutrient enrichment) +
mikroorganisme (Seeding addition).
Instansi : Tanggal :
Titik Lokasi : PPC :
Koordinat : No :
12
pH :
Konduktivitas
3.3. Analisa Fisika dan Kimia Tanah di Area Tumpahan Oil Sludge
Analisa dilakukan terhadap sifat fisika dan kimia dari tanah di area oil sludge. Analisa juga dilakukan
terhadap tanah yang akan dijadikan bahan dilusi. Hal tersebut untuk mengetahui komposisi nutrisi pada tanah
dan juga sifat serta jenis tanah. Jika jumlah komponen C, N, dan P kurang maka perlu ditambahkannya nutrisi
atau bulking agent yang berupa pupuk NPK, kompos, pupuk organik atau pupuk kandang.
Minyak bumi adalah senyawa hidrokarbon. Karbon merupakan senyawa organik yang digunakan oleh
mikoba heterotrof sebagai sumber energi. Sehingga penambahan bulking agent selain sebagai nutrisi juga
mampu memberikan porositas tanah lebih besar untuk pertukaran oksigen sehingga kebutuhan oksigen yang
diperlukan mikroba dapat terpenuhi.
Kadar air tanah selalu dinyatakan dalam persen dan nilainya dapat berkisar dari 0% sampai 200%
-300%. Pada tanah dalam keadaan aslinya kadar air biasa adalah dari 15% sampai 100%. Kadar air atau
kandungan air < 5% dapat menghambat proses remediasi sehingga diperlukannya penambahan air secara
berkala dan kadar air untuk mengoptimalkan proses degradasi hidrokarbon tidak boleh melebihi 60%.
Bioremediasi akan terhambat pada pH > 8,5; bakteri pendegradasi hidrokarbon memiliki pH optimum
sekitar 7,0-7,8. Pada tanah yang asam dapat ditambahkan lime atau kapur pertanian atau dolomit atau
magnesium untuk menstabilkan pH-nya. Pada tanah yang basa dapat ditambahkan pupuk kimia seperti NPK,
TSP, maupun ZA adalah pupuk yang bersifat asam karena mengandung belerang.
Pada suhu yang rendah, bioremediasi akan berjalan lebih lambat. Suhu mempengaruhi aktivitas
degragasi hidrokarbon oleh mikroorganisme dan sifat fisik hidrokarbon, Pada suhu yang rendah: viskositas
minyak akan meningkat, volatilisasi dari alkana rantai pendek akan berkurang dan meningkatnya kelarutan air.
Berat volume tanah (densitas) ditentukan dalam gr/cm3 sama dengan kg/cm³. Berat volume tanah
dibagi dua yaitu berat volume tanah basah dan berat volume tanah kering. Tanah yang tergolong gembur yaitu
tanah yang memiliki konsentrasi berat volume tanah basahnya adalah dari 1,6 sampai 2,0 kg/cm³ dan 0,6 sampai
2,4 kg/cm³ untuk konsentrasi berat volume keringnya.
Jenis tanah mempengaruhi aerasi (oksigen)-porositas, ketersediaan air dan ketersediaan nutrisi. Tanah
liat mampu menahan air lebih lama, permeabilitas rendah, memiliki tingkat aerasi yang rendah, dan memiliki
ketersediaan nutrient yang rendah. Tanah liat bermuatan negative sehingga mampu mengikat ion NH4+, K+, Na+,
Ca2+, and Mg2+. Sedangkan tanah berpasir tidak dapat menahan air lebih lama sehingga air cepat mengering,
memiliki permeabilitas dan porositas yang besar sehingga memiliki kadar oksigen yang tinggi (aerasinya
bagus). Mikroba membutuhkan porositas yang cukup untuk mendapatkan oksigen selama degradasi hidrokarbon
berlangsung.
Kapasitas tukar kation (KTK) menunjukkan ukuran kemampuan tanah dalam menyerap dan dan
mempertukarkan sejumlah kation. Makin tinggi KTK, makin banyak kation yang dapat ditariknya. Tinggi
rendahnya KTK tanah ditentukan oleh kandungan liat dan bahan organik (BO) dalam tanah. Jika kadar KTK
tanah tinggi maka daya penyimpanan unsur hara akan tinggi. Tanah yang memiliki KTK yang tinggi akan
menyebabkan lambatnya perubahan pH tanah. KTK tanah juga mempengaruhi kapan dan berapa banyak pupuk
nitrogen (N-total), kalium dan pospat (P-total) yang harus ditambahkan ke dalam tanah.
13
Analisa tanah dapat dilakukan bedasarkan Analisa Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk oleh Balai
Penelitian Tanah, Kementan. Sedangkan Analisa Air limbah bedasarkan SNI 6989.
Instansi : Tanggal :
Titik Lokasi : PPC :
Koordinat : No :
14
hidrokarbon, maka diperlukannya bioaugmentasi yaitu penambahan mikroorganisme dari luar. Jika
mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon namun jumlahnya sedikit (densitas rendah) maka diperlukan
stimulant untuk pertumbuhan mikroorganisme disertai bioaugmentasi.
Instansi : Tanggal :
Titik Lokasi : PPC :
Koordinat : No :
Ket
3.6. Optimasi Formulasi untuk Landfarming Skala Laboratorium dan Site Development
15
F (Oil Sludge : Tanah) + Kompos (1 : 3) + 10% (b/b)
A B C D E F
Tanpa penutupan agar dapat dijaga kelembaban atau kadar airnya dan disertai pengadukan atau pembajakan.
16
Pengolahan secara bioremediasi dinyatakan layak apabila berhasil menurunkan kadar minyak sebesar
70% dari total kandungan minyak sebelum proses dalam waktu 4 bulan dan menurunkan kandungan petroleum
hidrokarbon dengan C< 9 sebesar 80% dari total kandungan C< 9 sebelum proses dalam waktu 4 bulan.
17
14. TPC
a. Hasil olahan dapat ditempatkan ke lokasi dimana proses pengolahan biologis sebelumnya berlangsung jika
hasil analisis memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Keputusan ini dengan memberikan tanda dan titik
koordinat pada lokasi.
b. Hasil olahan dapat ditempatkan ke lokasi lain yang masih berada di sekitar area internal penghasil limbah
jika hasil analisis memenuhi baku mutu.
c. Persyaratan lahan penempatan hasil olahan tersebut sedapat mungkin terkonsentrasi pada satu area (tidak
menyebar).
d. Persyaratan lahan penempatan hasil olahan tersbeut harus merupakan daerah bebas banjir, bukan daerah
resapan atau sumber mata air, bukan daerah air permukaan dangkal (< 4 m) dan bukan daerah yang
dilindungi.
e. Penempatan hasil olahan pada lahan dengan kedalaman air tanah kurang dari 4 (empat) m, bagian dasar
lahan dilapisi dengan tanah lempung setebal minimum 60 cm.
f. Penanganan hasil olahan yang dilakukan seperti yang dicantumkan pada butir 4, maka air lindi atau air
cucian diatur agar arah aliran tidak menyebar ke media lingkungan lain, seperti air tanah, persawahan,
perkebunan atau air sungai.
g. Setelah ditempatkan di atas lahan, di atas hasil olahan dapat ditanami tumbuhan yang bukan termasuk jenis
yang dapat dikonsumsi.
h. Hasil olahan yang ditempatkan di luar area penghasil limbah harus memperoleh ijin dari KLH.
i. Hasil olahan yang dimanfaatkan untuk keperluan tertentu, seperti bahan pencampur lapisan jalan, material
bangunan dan lain-lain harus memperoleh ijin dari KLH.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
Zablotowicz, R.M. & H.K. Speidel. 1964. Bioremediation of Contaminated Soils: What it is and How To Do It.
University or Maryland.
Zam, S.I. 2006. Bioremediasi Limbah Pengilangan Minyak Bumi Pertamina UP II Sungai Pakning dengan
Menggunakan Bakteri Indigen. Tesis Program Studi Bioteknologi Institut Teknologi Bandung.
20